BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Medis 1. Balita a. Pengertian Balita adalah anak berusia dibawah umur lima tahun yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pertumbuhan perkembangan balita dipengaruhi oleh kesehatan yang baik, status gizi yang baik, lingkungan yang sehat serta keluarga (termasuk pengasuh) yang baik dalam merawat balita (Depkes RI, 2008). Menurut Sutomo dan Anggraeni (2010), Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). b. Penyakit infeksi pada balita Berdasarkan hasil pertemuan International Pediatric Association (2010), WHO merumuskan bahwa penyakit infeksi berat pada anak meliputi penumonia, diare, malaria, infeksi neonatal, HIV dan TB. 2. Pneumonia a. Pengertian Menurut Departemen Kesehatan Indonesia (2012), pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru – paru (alveoli). 6 7 Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi menjadi bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di dalam alveoli terdapat kapiler-kapiler pembuluh darah dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ketika seseorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut dan menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesukaran bernapas. Menurut Subanada (2010) pneumonia yaitu inflamasi parenkim paru yang dihubungkan dengan konsolidasi ruang alveoli. Sedangkan menurut Somantri (2008) pneumonia merupakan suatu proses peradangan yang ditandai dengan adanya konsolidasi karena pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah infeksi atau peradangan mengenai parenkim paru yang ditandai dengan adanya konsolidasi karena pengisian rongga alveoli oleh eksudat. b. Etiologi Berdasarkan hasil penelitian pada pneumonia anak ditemukan bahwa 32% pneumonia disebabkan oleh virus, 30% oleh campuran virus dan bakteri dan 22% karena bakteri. Virus terbanyak yang ditemukan adalah Respiratory Sycytial Virus (RSV), Rhinovirus dan virus Parainfluenza. Di negara berkembang pneumonia pada anak disebabkan oleh bakteri yaitu Streptococcus pneumoniae, 8 Haemophillus influenzae tipe B dan Staphylococcusaureus (Said, 2010). c. Patofisiologis Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru (Isnaini, 2009). Pneumonia masuk kedalam paru melalui jalan pernapasan secara percikan atau secara doplet (Maryunani, 2010). Adapun proses radang penumonia dibagi empat stadium : 1) Stadium I : Kongesti Kapiler melebar dan kongesti di dalam alveolus terdapat eksudat jernih. 2) Stadium II : Hepatisasi Merah Lobus dan lobulus yang terkena menjadi lebih padat dan tidak mengandung udara, warna menjadi merah, pada perabaan seperti hepar, di dalam alveolus terdapat fibrin. 3) Stadium III : Hepatisasi Kelabu Lobus masih padat dan berwarna merah menjadi kelabu/pucat, permukaan pleura suram karena diliputi oleh fibris dan leukosit, tempat terjadi pagositosi pneumococcus dan kapiler tidak lagi kongesti 9 4) Stadium IV : Resolusi Eksudat berkurang, di dalam alveolus macrofag bertambah dan leukosit nekrosis serta degenerasi lemak, fibrin, kemudian diekskresikan dan menghilang. d. Faktor Predisposisi Faktor predisposisi terjadinya pneumonia adalah kelainan anatomi kongenital, gangguan fungsi imun, campak, pertusis, gangguan neuromoskular, kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik, aspirasi benda asing atau difungsi silier (Setyoningrum, 2006). Riwayat penyakit infeksi dalam keluarga seperti tuberkulosis dan penyakit keturunan misalnya asma dan alergi saluran respiratori lainnya bisa menjadi pendorong timbulnya pneumonia (Rahajoe, 2008). e. Faktor Risiko Faktor risiko pneumonia yang telah diidentifikasikan antara lain faktor yang meningkatkan terjadinya (morbiditas) pneumonia dan faktor yang meningkatkan terjadinya kematian (mortalitas) pada pneumonia (Maryunani, 2010). 1) Faktor Risiko yang meningkatkan insiden pneumonia a) Umur < 2 bulan b) Laki – laki c) Gizi kurang d) BBLR dan Riwayat BBLR 10 e) Tidak mendapat ASI yang memadai f) Polusi udara g) Kepadatan tempat tinggal h) Imunisasi yang tidak memadai i) Defisiensi vitamin A 2) Faktor Risiko yang meningkatkan angka kematian a) Umur < 2 bulan b) Tingkat sosial ekonomi rendah c) Gizi kurang d) BBLR dan Riwayat BBLR e) Tingkat pendidikan ibu yang rendah f) Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah g) Kepadatan tempat tinggal h) Imunisasi yang tidak memadai i) Menderita penyakit kronis f. Keluhan Subjektif Rahajoe (2008) menyebutkan bahwa keluhan balita yang mengalami pneumonia meliputi demam, menggigil, batuk, sakit kepala, dan keluhan gastrointestinal seperti muntah dan diare. Demam, anoreksia dan keluhan gastrointestinal menurut Muttaqin (2008) terjadi akibat dari reaksi inflamasi yang hebat. Sedangkan batuk terjadi sebagai akibat dari sekresi edema dan prochospasma. 11 g. Tanda Klinis / Laboratoris Gejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman penyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit. Menurut Ridha (2014) gejala klinis pneumonia yaitu : 1) Gejala klinik tergatung dari penyebab pneumonia 2) Keluhan utama berupa batuk (80%) 3) Nyeri dada (tampak sangat sakit dan berkeringat). 4) Demam tinggi pada 5 – 10 hari pertama. 5) Sesak napas (lebih – lebih bila ada komplikasi). 6) Produksi sputum mukoid, purulen, warna seperti karat. 7) Pusing anoreksi, malaise, mual sampai muntah Diagnosis penyakit pneumonia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut : a) Pemeriksaan fisik (1) Status Generalis (a) Keadaan umum dan kesadaran Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008). (b) Tanda – tanda vital Pasien dengan penumonia biasanya mengalami peningkatan suhu, frekuensi nafas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat sirama 12 dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan. (Muttaqin, 2008). (2) Pemeriksaan sistematis Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada pneumonia akan ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut : a) Muka Pada pneumonia terdapat sianosis sentral. Muka klien tampak menangis dan merintih. b) Hidung Nafas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak – anak. c) Dada : (1) Inspeksi didapatkan gerakan pernafasan simetris peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). (2) Palpasi didapatkan gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara kanan dan kiri (3) Perkusi pada klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi biasanya didapatkan bunyi sonor atau redup pada seluruh lapang paru. d) Auskultasi pada klien dengan pneumonia didapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas tambahan ronkhi 13 basah atau wheezing pada sisi yang sakit. (Muttaqin, 2008) b) Pemeriksaan penunjang a) Darah Perifer Lengkap Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada penumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm³ dengan predominan PMN (Rahajoe, 2008). b) Pemeriksaan Rontgen Toraks Foto rontgen toraks hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari : (a) Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing, dan hiperaerasi. (b) Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat 14 sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paruu, dikenal sebagai round pneumonia. (c) Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, disertai dengan peningkatan corakan peribronkial. Sumber : Nelson, 2007 Gambar 2.2 : A. Temuan gambaran foto toraks pada RSV pneumonia, bayi usia 6 bulan dengan takipneu dan demam. B. 1 hari kemudian, radiagraf anteroposterior (AP) pada dada menunjukkan kenaikan pneumonia bilateral. c) Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologis rutin dilakukan pada pneumonia berat yang dirawat di Rumah sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologik spesimen dapat berasal dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah fungsi pleura atau aspirasi paru (Rahajoe, 2008). 15 h Prognosis Pada sebagian besar kasus pneumonia dapat disembuhkan secara total dengan pemberian terapi yang tepat. (Maryunani, 2013). UNICEF dan WHO telah memberikan pedoman untuk mendiagnosa dan mengobati penumonia pada negara berkembang. Kontrimoksazol dan amoksilin adalah obat yang efektif melawan bakteri patogen dan sering digunakan untuk mengobati anak – anak dengan pneumonia di negara berkembang. Namun di beberapa tempat cara pengobatan perlu dipilih berdasarkan keberhasilannya. Beberapa daerah mungkin memiliki tingkat ketahanan terhadap antibiotik tertentu. Tempat lain mungkin memiliki kelompok berisiko tinggi dalam jumlah besar, seperti anak-anak yang kekurangan gizi atau HIV-positif, dan mungkin perlu beradpatasi dengan pengobatan yang tepat guna. i Komplikasi Komplikasi yang dialami anak dengan pneumonia adalah efusi pleura dan emfiema, komplikasi sistemik, hipoksemia, pneumonia kronik dan bronkietasis (Maryunani, 2013). j Penatalaksanaan Dalam penelitiannya, Pamungkas (2012) mengatakan tindakan untuk pneumonia berat adalah harus segera dirujuk ke rumah sakit. Pada kasus pneumonia berat dipakai antimikroba seperti benzil penisilin (suntikan), kloramfenikol (suntikan/oral), ampisilin (oral), 16 dan amoksilin (oral). Selain itu dikombinasikan juga dengan kegiatan penunjang, yaitu pemberian oksigen, pemberian cairan per infus, pengisapan lendir atau cairan yang menyumbat hidung atau jalan napas dan pemakaian uap untuk melapangkan jalan napas dengan alat khusus (Nebulizer). 1) Rawat Inap Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan antibiotik yang sesuai, serta tindakan yang suportif. Pada balita antibiotik yang direkomendasikan adalah antibiotk beta – laktam dengan atau tanpa klavulanat. Pada kasus yang lebih berat diberi beta – laktam/klavulanat dikombiinasikan dengan makrolid baru intervena atau sefalosporin generasi ketiga. Pada pneumonia atipik yang disebabkan oleh Mycpolasma peumoniae makrolid merupakan antibiotik pilihan pertama Rahajoe (2008) sedangkan menurut Noels (2013) pengobatan pneumonia terdiri dari antibiotik ampicillin dan dikombinasikan dengan gentamicin. Pada pasien yang dicurigai pneumonia virus, terapi awal diberikan antibiotik. Kegagalan berespons terhadap antibiotik merupakan dasar tambahan untuk diagnosa pneumonia virus (Nelson, 2007). menegakkan 17 Tabel 2.1 Pemilihan antibiotika berdasarkan etiologi Mikroorganisme Antibiotik Streptococcus dan staphylococcus Penisilin G 50.000 unit.hari iv atau Penisilin Prokain 600.000 U/kali/hari im atau Ampisilin 100mg/kgBB/hari atau Seftriakson 75 - 200mg/kgBB/hari M. Pneumoniae H.influenza Klebsiela P.aeruginosa Eritrosin 15mg/kgBB/hari atau Kloramfenikol 100mg/kgBB/hari Sefalosporin Sumber : Mansjoer, 2009 2) Rawat Jalan Pada pneumonia ringan rawat jalan dapat diberikan antibiotik lini pertama secara oral, misalnya amoksisilin atau kotrimoksazol. Pada pneumonia ringan berobat jalan dapat diberikan antibiotik tunggal oral dengan efektivitas yang mencapai 90%. Dosis amoksisilin yang diberikan adalah 25 mg/kgBB, sedangkan kontrimoksazol adalah 4 mg/kgBB (Rahajoe, 2008). Selain itu diberikan pelega tenggorokan berupa obat – obatan dekongestan oral atau nasal dan diberikan pereda batuk yang aman yaitu obat batuk yang mengandung atropin codein, dan derivatnya atau alkohol (MTBS, 2008). 18 Tabel 2.2 Daftar antibiotik bagi penderita pneumonia Pilihan Pertama Kontrimoksazol 2x sehari selama 5 hari Tablet dewasa 2 < 4 bln (4 - < 6 kg) 1/4 3 < 4 bln (4 - < 6 kg) 1/2 12 bln - 5 th (10 < 19 kg) 3/4 3 - < 5 th (16 - < 19 kg) 1 Usia atau BB Tablet Anak 1 2 2½ 3 Sirup (ml) 2,5 5,0 7,5 10 Pilhan Kedua Amoxicillin 2x sehari selama 5 hari Tablet Sirup (500mg) (125mg) 1/4 5 ml 1/2 10 ml 2/3 12,5 ml 3/4 15 ml Sumber : Buku Bagan MTBS, 2008 B. Teori Manajemen Kebidanan Penerapan manajemen kebidanan pada balita sakit dengan pneumonia menurut 7 Langkah Varney, yaitu : 1. Langkah I : Pengumpulan/Penyajian Data Secara Lengkap Untuk memperoleh data dasar secara lengkap pada kasus Pneumonia dapat diperoleh melalui : a. Identitas pasien Data utama yang berhubungan adalah : 1) Nama Digunakan untuk mengetahui identitas pasien, nama balita dan nama orang tua pasien. 2) Umur 19 Untuk mengetahui faktor risiko pneumonia dilihat dari umur pasien. Pneumonia lebih sering terjadi pada masa kanak-kanak dibandingkan usia lain. Insiden pneumonia berbanding terbalik dengan umur (Divisi Pediatri Gawat Darurat RSCM, 2005). 3) Alamat rumah Untuk mengetahui tempat tinggal pasien. Pasien dengan pneumonia sering dijumpai apabila bertempat tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk (Muttaqin, 2008). b. Anamnesa (Data Subyektif) 1) Keluhan Utama Keluhan utama pada pasien pneumonia pada umumnya batuk, sesak napas, takipnea dan penurunan nafsu makan (Rahajoe, 2008). 2) Riwayat Kesehatan Merupakan riwayat kesehatan atau penyakit yang diderita sekarang atau yang lalu atau yang ada dalam keluarga dan riwayat keturunan keluarga (Salma, 2006). a) Riwayat penyakit sekarang Pada balita dengan pneumonia didapatkan batuk, sesak napas, takipnea dan penurunan nafsu makan (Rahajoe, 2008) b) Riwayat penyakit terdahulu Pada klien dengan pneumonia mempunyai riwayat sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas dan riwayat penyakit campak/pertusis (Rustianto, 2012) 20 c) Riwayat penyakit keluarga Dalam hal ini ditanyakan apakah dalam keluarga ada riwayat penyakit infeksi misalnya tuberkulosis dan penyakit keturunan misalnya asma serta alergi saluran napas lainnya (Rahajoe, 2008). 3) Riwayat Sosial a) Lingkungan rumah Kepadatan hunian, paparan asap rokok secara pasif dan faktor lingkungan (faktor udara) merupakan faktor risiko untuk terjadinya pneumonia (Setyoningrum, 2006). 4) Pola Kebiasaan Sehari – hari a) Nutrisi Menurut Rahajoe (2008) dan Muttaqin (2008) pada penderita pneumonia biasanya disertai dengan penurunan nafsu makan dan keluhan gastrointestinal seperti muntah. Defisiensi vitamin A dan Zn merupakan faktor risiko terjadi pneumonia (Setyaningrum, 2006). b) Eliminasi Rahajoe (2008) dan Muttaqin (2008) menyebutkan bahwa keluhan balita yang mengalami pneumonia salah satunya adalah keluhan gastrointestinal dan diare. c. Pemeriksaan Fisik 1) Status Generalis 21 a) Keadaan umum dan kesadaran Klien dengan pneumonia berat sering terjadi penurunan kesadaran (Muttaqin, 2008) b) Tanda – tanda vital Pasien dengan pneumonia biasanya didapatkan peningkatan suhu, frekuensi nafas meningkat dari frekuensi normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan (Muttaqin, 2008) 2) Pemeriksaan Sistematis Menurut Muttaqin (2008) pemeriksaan fisik pada pneumonia akan ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut : a) Muka Pada pneumonia terdapat sianosis sentral. Muka klien tampak menangis dan merintih. b) Hidung Nafas cuping hidung pada sesak berat dialami terutama oleh anak – anak. c) Dada : 1) Inspeksi didapatkan gerakan pernafasan simetris, peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). 2) Palpasi didapatkan gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara kanan dan kiri. 22 3) Perkusi pada klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi biasanya didapatkan bunyi sonor atau redup pada seluruh lapang paru 4) Auskultasi pada klien dengan pneumonia didapatkan bunyi nafas melemah sering kali dtemukan bila ada proses peradangan subpleura dan mengeras (suara bronkial) bila ada proses konsolidasi. Ronki basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar, mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil karena kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit diidentifikasi. Auskultasi dilakukan di seluruh dada dan punggung, mulai dari daerah supraklavikular, kemudian ke bawah setiap kali satu sela iga dan dibandingkan sisi kanan dan kiri (Setyoningrum, 2006) 3) Pemeriksaan penunjang a) Darah Perifer Lengkap Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara 15.000 – 40.000/mm³ dengan predominan PMN (Rahajoe, 2008). 23 b) Pemeriksaan Rontgen Toraks Foto rontgen toraks hanya direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat. Pada pasien dengan pneumonia tanpa komplikasi, ulangan foto rontgen toraks tidak diperlukan. Ulangan foto rontgen toraks diperlukan bila gejala klinis menetap, penyakit memburuk atau untuk tindak lanjut c) Pemeriksaan Mikrobiologis Pemeriksaan mikrobiologis rutin dilakukan pada pneumonia berat yang dirawat di Rumah sakit. Untuk pemeriksaan mikrobiologik spesimen dapat berasal dari usap tenggorook, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah fungsi pleura atau aspirasi paru (Rahajoe, 2008). 2. Langkah II : Interpretasi Data Dasar Diagnosa kebidanan pada studi kasus balita sakit ini adalah “Balita X Umur Y tahun dengan Pneumonia”. Masalah yang mungkin timbul pada balita sakit dengan pneumonia yaitu pola nafas yang tidak teratur, takut atau cemas, risiko infeksi dan nyeri (Hidayat, 2006). Kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu mengatur posisi dengan memungkinkan ekspansi paru maksimum dengan posisi semi fowler, berikan nutrisi dan berikan oksigenasi sesuai kebutuhan, pada bayi muda umur kurang dari satu tahun dosis 0,5 liter per menit, libatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga anak merasakan ketenangan, 24 melakukan penghisapan sekresi jalan nafas, mengompres dingin/panas pada daerah yang sakit. Hidayat (2006) dan Noels (2013). 3. Langkah III : Identifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Antisipasi Penanganannya Pada kasus balita sakit dengan pneumonia diagnosa potensial yang mungkin terjadi adalah hipoksia, hiperkapne dan pada keadaan berat dapat terjadi gagal napas (Setyoningrum dkk, 2006). Adapun antisipasi tindakan yang dapat dilakukan bidan adalah memantau pernapasan, irama, kedalaman atau menggunakan oksimetri nadi untuk memantau saturasi oksigen (Muttaqin, 2008). 4. Langkah IV : Kebutuhan terhadap Tindakan Segera Dari data yang dikumpulkan menunjukkan perlunya kolaborasi dengan dokter Spesialis Anak untuk pemberian terapi. Pada pasien dengan pneumonia terapi yang sering diberikan adalah terapi antibiotik, antipiretik dan pemberian bronkhodilator atau ekspektoran sesuai dengan kebutuhan anak. Tindakan lain yang dilakukan yaitu perlunya berkolaborasi dengan tim laboratorium diperlukan dalam menegakkan diagnosis yang tepat (Hidayat, 2006). 5. Langkah V : Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh Penatalaksanaan anak dengan pneumonia yang dirawat di rumah sakit, yaitu : a. Bersihkan jalan napas dengan mengeluarkan lendir dan kotoran dari hidung dan mulut (Suriadi, 2010). 25 b. Atur posisi semi fowler yaitu kepala lebih tinggi 30 derajat agar membantu memperlancar pernapasan (Hidayat, 2006). c. Melakukan observasi batuk dan sesak napas untuk memantau efektivitas pernapasan (Suriadi, 2010). d. Pemberian cairan intra vena dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk mencegah penurunan volume cairan tubuh secara umum (Muttaqin, 2008). e. Observasi tanda-tanda vital meliputi suhu tubuh, nadi, dan respirasi (Muttaqin, 2008). f. Berikan penjelasan kepada orang tua tentang penyakit yang diderita anaknya sehingga dapat menurunkan rasa takut atau cemas pada orang tua (Hidayat, 2006). g. Berikan kenyamanan pada lingkungan anak dan libatkan orang tua dalam memberikan perawatan sehingga anak merasakan ketenangan (Hidayat, 2006). h. Kolaborasi dengan dokter spesialis anak untuk pemberian terapi : 1) Berikan oksigen sesuai kebutuhan anak untuk memperbaiki pola napas, berikan ekspektoran yang sesuai untuk memudahkan pengeluaran sputum, dan berikan nebulasi dengan larutan dan alat yang sesuai (Hidayat, 2006). 2) Berikan antibiotik beta-laktam misalnya golongan penisilin dengan/atau tanpa klavulanat dikombinasikan dengan makrolid baru intravena seperti eritromisin, azitromisin, klaritomisin dan 26 golongannya atau sefalosporin generasi ketiga seperti seftriakson, seftazidim, sefotaksim dan golongannya. (Rahajoe, 2008). 3) Berikan terapi suportif dan simptomatik sesuai dengan indikasi gejala yang terjadi (Widagdo, 2012). i. Penuhi kebutuhan nutrisi dengan mengonsumsi makanan tinggi kalori tinggi protein (Muttaqin, 2008). 6. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada langkah keenam ini, rencana asuhan yang menyeluruh seperti yang diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini bisa seluruhnya dilakukan oleh bidan atau sebagian oleh bidan dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Rencana dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim kesehatan lainnya. Apabila tidak dapat melakukannya sendiri bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi benar-benar dilakukan. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi dengan dokter dan keterlibatannya dalam manajemen asuhan bagi pasien yang mengalami komplikasi, bidan juga bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut (Nurhayati, 2012). 7. Langkah VII : Evaluasi Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan balita sakit pada An. R dengan pneumonia adalah : 27 a. Pola napas anak telah membaik, frekuensi napas kurang dari 40x/ menit pada anak usia 12 bulan-5 tahun (Maryunani, 2013). b. Gejala klinik dari pneumonia yang meliputi demam, nyeri dada, dispnea, dan takipnea telah teratasi (Maryunani, 2013). C. Follow Up Data Perkembangan Kondisi Klien Tujuh langkah Varney disarikan menjadi empat langkah yaitu SOAP (Subjective, Objective, Assesment dan Planning). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien (Kepmenkes RI Nomor: 938/Menkes/SK/VIII/2007). S : Subjective (Data Subjektif) Data subjektif adalah catatan kualitatif dan kuantitatif dari pasien yang mencakup perasaan, reaksi atau pengamatan terhadap masalah. Data ini menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien melalui anamnesis sebagai langkah I Varney. O : Objective (Data Objektif) Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboraturium dan tes diagnostik lain yang durumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan, sebagai langkah I Varney. Pada pneumonia, data objektif didapatkan melalui pemeriksaan fisik yaitu kesadaran umum menurun, pada inspeksi didapatkan peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostal spase. Pada palpasi didapatkan gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara bagian kanan dan kiri. 28 Pada perkusi didapatkan bunyi sonor atau redup pada seluruh lapang. Pada auskultasi didapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi nafas tambahan ronkhi basah atau wheezing pada sisi yang sakit (Muttaqin, 2008). A : Assesment (Analisis) Analisis menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi diagnosa dan masalah kebidanan serta kebutuhan sebagai langkah II Varney. Diagnosis kebidanan pada balita sakit dengan pneumonia adalah Balita A umur 1 tahun dengan pneumonia. P : Plan (Penatalaksanaan) Penatalaksanaan mencakup seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif (seperti penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi atau follow up dari rujukan) sebagai langkah III, IV, V, VI dan VII Varney. Perencanaan pada kasus balita dengan Pneumonia adalah berikan oksigen sesuai kebutuhan anak, observasi keadaan umum dan tanda-tanda vital, berikan antibiotik dan antipiretik sesuai advice dokter dan ciptakan situasi yang nyaman (Hidayat, 2006).