BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Bawang Putih (Allium sativum L.)
1. Sistematika Tanaman
Tanaman bawang putih merupakan tanaman yang akan digunakan
dalam penelitian ini, tanaman bawang putih dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman bawang putih (Hutapea, 2000)
Dalam
sistematika
tumbuhan,
tanaman
bawang
putih
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Bangsa
: Liliales
Suku
: Liliaceae
Marga
: Allium
Jenis
: Allium sativum Linn.
(Hutapea, 2000)
2. Sinonim
Bawang putih termasuk familia Liliaceae, tanaman ini memiliki
beberapa nama lokal yaitu, dason putih (Minangkabau), bawang bodas
4
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
(Sunda), bawang putih (Jawa Tengah), bhabang poote (Madura), kasuna
(Bali), lasuna mawura (Minahasa), bawa badudo (Ternate) dan bawa flufer
(Irian Jaya) (Santoso, 2000).
3. Deskripsi Tanaman
Bawang putih merupakan tanaman herba parenial yang membentuk
umbi lapis. Tanaman ini tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak
sampai setinggi 30-75 cm. Batang yang nampak di atas permukaan tanah
adalah batang semu yang terdiri dari pelepah-pelepah daun. Sedangkan
batang yang sebenarnya berada di dalam tanah. Dari pangkal batang
tumbuh akar berbentuk serabut kecil yang banyak dengan panjang kurang
dari 10 cm. Akar yang tumbuh pada batang pokok bersifat rudimeter,
berfungsi sebagai alat penghisap makanan. Helaian daun bawang putih
berbentuk pita, panjang dapat mencapai 30-60 cm dan lebar 1-2,5 cm.
Jumlah daun 7-10 helai setiap tanaman. Pelepah daun pajang merupakan
satu kesatuan yang membentuk batang semu. Bunga merupakan bunga
majemuk yang tersusun membulat, dengan diameter 4-9 cm. Perhiasan
bunga berupa tenda dengan 6 tepala berbentuk bulat telur. Stamen
berjumlah 6, dengan panjang filament 4-5 mm, bertumpu pada dasar
perhiasan bunga. Bawang putih umumnya tumbuh di dataran tinggi, tetapi
varietas tertentu mampu tumbuh di dataran rendah. Tanah yang bertekstur
lempung berpasir atau lempung berdebu dengan pH netral menjadi media
tumbuh yang baik. Lahan tanaman ini tidak boleh tergenang air. Suhu
yang cocok untuk budidaya berkisar antara 27-30 0C (Santoso, 2000).
4. Kandungan Kimia
Umbi bawang putih mengandung protein, lemak, hidrat arang,
mineral, kalsium, fosfor, besi, vitamin B1, vitamin C. Selain itu bawang
putih juga mengandung zat aktif awcin, awn, enzim alinase, germanium,
sativine, sinistrine, selenium, scordinin, nicotinic acid (IPTEKnet, 2005),
dan kandungan fitoestrogen antara lain formononetin, daidzein, genistein,
glycitein, matairesinol, lariciresinol, pinoresinol, secoisolariciresinol,
coumestrol (Lilian et al., 2006).
5
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
5. Manfaat
Di Indonesia, selain umum digunakan sebagai bumbu masakan,
umbi bawang putih digunakan pula untuk mengobati tekanan darah tinggi,
gangguan pernafasan, sakit kepala, ambeien, sembelit, luka memar atau
sayat, cacingan, insomnia, kolesterol, flu, gangguan saluran kencing dan
lain-lain (Thomas, 2000). Berbagai penelitian yang telah dikembangkan
untuk mengeksplorasi aktivitas biologi umbi bawang putih yang terkait
dengan farmakologi, antara lain sebagai antidiabetes, antihipertensi,
antikolesterol, antiatherosklerosis, antioksidan, antiagregasi, sel platelet,
pemacu fibrinolisis, antivirus, antimikroba dan antikanker (Eko dan Dwi,
2003).
B. Fitoestrogen
Fitoestrogen merupakan suatu substrat dari tumbuhan yang memiliki
aktivitas mirip estrogen (Glover dan Assinder, 2006). Selanjutnya menurut
Jefferson et al., (2002) fitoestrogen merupakan dekomposisi alami yang
ditemukan pada tumbuhan yang memiliki banyak kesamaan dengan estradiol
(bentuk alami estrogen yang paling poten). Penggunaan fitoestrogen memiliki
efek keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan estrogen sintesis atau
obat-obat hormonal pengganti (hormonal replacement therapy/HRT) (Achdiat,
2003). Pada tanaman dikenal ada beberapa kelompok fitoestrogen yaitu:
isoflavon, lignin, kumestan, triterpen, glikosida, dan senyawa lain yang
berefek estrogenik seperti flavon, kalkon, diterpenoid, kumarin, dan asiklik
(Achdiat, 2003; Anonim, 2007).
C. Senyawa Genistein dan Estradiol
Senyawa genistein merupakan aglikon dari senyawa isoflavon yang
telah mengalami transformasi terutama melalui proses hidrolisa sehingga
dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas. Struktur senyawa genistein dapat
dilihat pada Gambar 2. Genistein dibentuk dari biokanin A dan dimetabolisme
menjadi p-etilfenol estrogen inaktif (Pawiroharsono, 1998). Genistein juga
6
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
terbukti meningkatkan kadar hormon adenokortikotropik dan luteining
hormone (Opalka et al., 2004).
Pada wanita menjelang menopause, produksi estrogen menurun
sehingga menimbulkan berbagai gangguan. Estrogen tidak saja berfungsi
dalam sistem reproduksi, tetapi juga berfungsi untuk tulang, jantung, dan
mungkin juga otak. Dalam melakukan kerjanya, estrogen membutuhkan
reseptor estrogen (ERs) yang dapat “on/off” di bawah kendali gen pada
kromosom yang disebut reseptor estrogen. Beberapa target organ seperti dada,
tulang, dan empedu responsif terhadap reseptor estrogen tersebut. Isoflavon,
khususnya genistein, dapat terikat dengan reseptor estrogen. Walaupun
ikatannya lemah, tetapi dengan reseptor estrogen mempunyai ikatan sama
dengan estrogen (Pawiroharsono, 1998).
Estradiol-17β (micronized) merupakan kelas obat yang dikenal
sebagai terapi pengganti estrogen. Estrogen adalah hormon wanita yang
diproduksi oleh ovarium. Setelah menopause tercapai, ovarium menghasilkan
lebih sedikit estrogen dan progesteron (hormon lain) dan gejala menopause
dapat terjadi (Marlene, 1997).
Estradiol-17β (micronized) adalah hormon pengganti estrogen yang
digunakan untuk pengelolaan gejala menopause seperti kekeringan vagina,
berkeringat, dan menggigil. Hal ini juga dapat berkontribusi untuk pencegahan
osteoporosis pada wanita bila dikombinasikan dengan diet, kalsium, dan
olahraga bantalan berat. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengobati
kasus-kasus tertentu dari payudara stadium lanjut atau kanker prostat dan
untuk mengobati hipoestrogenism (kadar estrogen rendah) yang disebabkan
oleh hipogonadisme, pengebirian, atau kegagalan ovarium primer (Marlene,
1997).
7
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
(a)
(b)
Gambar 2. Struktur senyawa genistein (a) dan estradiol (b) (Schultz, 2002)
D. Doking
Doking molekul adalah prosedur komputasi yang mencoba untuk
memprediksi ikatan non kovalen makromolekul atau, lebih sering dari
makromolekul (reseptor) dan molekul kecil (ligan) secara efisien, dimulai
dengan struktur terikat, struktur yang diperoleh dari simulasi MD, atau
modeling homologi, dan lain-lain. Tujuannya adalah untuk memprediksi
konformasi terikat dan afinitas pengikatan (Trot dan Olson, 2010).
Studi komputasi dikenal dengan terminologi in silico merupakan
analog in vivo dan in vitro, yang menggunakan aplikasi komputer sehingga
waktu dan biaya menjadi lebih efisien (Kroemer, 2003). Terminologi in silico
di antaranya dikenal sebagai penapisan virtual. Untuk melakukan penapisan
senyawa biologis terhadap milyaran senyawa masih sangat sulit, oleh karena
itu pendekatan secara virtual menjadi alternatif. Metode ini relatif lebih cepat
bahkan mampu menangani ribuan senyawa dalam satu hari dan bergantung
pada senyawa yang diuji dan kecepatan komputer. Kini, penapisan virtual
telah mencapai status sebagai teknologi yang dinamis dan menguntungkan
dalam penemuan senyawa obat (Shoichet, 2004).
Proses penapisan virtual digunakan untuk membantu menemukan
senyawa-senyawa yang kemungkinan besar berpotensi sebagai obat, dengan
membutuhkan waktu yang relatif cepat. Jika target telah diketahui, algoritma
doking dapat digunakan untuk menempatkan kandidat obat ke dalam sisi aktif
dari target seperti enzim atau reseptor. Kemudian interaksi senyawa-senyawa
8
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
yang telah diikatkan, diurutkan berdasarkan hasil analisis secara komputasi
komponen sterik dan elektrostatiknya (Bissantz et al., 2000).
E. Penentuan Aktivitas Estrogenik
Dalam uji aktivitas estrogenik ada 2 cara yang telah dikembangkan
yaitu secara in vivo dan in vitro. Dalam uji zat estrogenik ada pengikatan ligan
untuk reseptor estrogen yang paling sederhana dan cocok untuk skrining
estrogen dan zat antiestrogenik. Beberapa pengujian secara in vitro antara lain
pengujian ikatan ligan kompetitif (Zacharewski, 1997), proliferasi sel (Soto et
al., 1995), uji rekombinan gen pengatur/ reseptor (Zacharewski, 1997), dan
Yeast Estrogen Screen Assay (YES) (Routledge dan Sumpter, 1996).
Metode YES telah dikembangkan menggunakan sistem yeast dua
hibrida (Nishihara et al., 2000). Dalam sistem ini interaksi antara reseptor
estrogen dengan ko-aktivatornya menunjukkan keadaan sebenarnya karena koaktivator tersebut berasal dari mamalia. Hal ini memungkinkan ikatan yang
spesifik antara ligan dengan reseptor estrogen dan mampu mengukur tingkat
ekspresi gen pengatur yang mengkode β-galaktosidase sebagai protein
pengatur (Nishihara et al., 2000).
Gambar 3. Prinsip Metode YES (Routledge dan Sumpter, 1996)
9
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
Metode YES ini berdasar pada ekspresi reseptor estrogen yang
berikatan dengan senyawa estrogenik pada elemen reseptor estrogen yang
dihubungkan dengan gen pengatur Lac Z pada yeast. Ketika senyawa
estrogenik terikat pada reseptor estrogen, maka transkripsi gen pengatur Lac Z
akan teraktivasi. Aktivasi transkripsi akan menimbulkan ekspresi enzim βgalaktosidase. Dengan adanya enzim β-galaktosidase akan mengubah oNPG
menjadi
oNP
yang
berwarna
kuning
dan
dapat
diukur
dengan
spektrofotometer (Routledge dan Sumpter, 1996).
10
Penentuan Aktivitas Estrogenik..., Siti Miftahul Janah, Fakultas Farmasi, 2014
Download