(Bubble) Utang Indonesia Menuju Ambang Batas

advertisement
Edisi 7, Vol. I. April 2016
Potensi
Gelembung
(Bubble)
Properti di
Indonesia
Utang
Indonesia
Menuju
Ambang Batas
p. 02
p. 06
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
ISSN 2502-8685
1
Dewan Redaksi
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Slamet Widodo, S.E., M.E.
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Dahiri, S.Si., M.Sc
Adhi Prasetyo S. W., S.M.
Dwi Resti Pratiwi, S.T., MPM.
Editor
Marihot Nasution, S.E., M.Si.
Ade Nurul Aida, S.E.
Daftar Isi
Update APBN.....................................................................................................................p.01
Potensi Gelembung (Bubble) Properti di Indonesia...........................................................p.02
Utang Indonesia Menuju Ambang Batas ...........................................................................p.06
Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id
Update APBN
Realisasi Pendapatan Negara per Februari 2016 sebesar Rp156,2 triliun atau setara
8,6 persen dari target dalam APBN 2016 yang sebesar Rp1.822,5 triliun. Realisasi ini
menurun 12,5 persen dibanding realisasi per Februari 2015. Dari total realisasi tersebut,
penerimaan Perpajakan menyumbang Rp132,5 triliun atau 8,6 persen dari target dan
PNBP sebesar Rp23,7 triliun atau 8,6 persen dari target.
Dari sisi Belanja Negara, realisasi per Februari 2016 sebesar Rp242,9 triliun atau setara
11,6 persen dari target APBN 2016 yang sebesar Rp2.095,7 triliun. Realisasi belanja ini
meningkat 17,41 persen dibanding realisasi per Februari 2015. Dari total realisasi belanja
tersebut, realisasi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp109,9 triliun atau 8,3 persen dari
target dan Belanja Transfer ke Daerah sebesar Rp133 triliun atau 17,3 persen dari target.
Untuk pembiayaan, realisasi per Februari 2016 sebesar Rp74 triliun atau setara 27,1
persen dari target APBN 2016. Realisasi pembiayaan ini menurun 42,6 persen dibanding
realisasi per Februari 2015.
Sumber: Dirjen Perbendaharaan, Kemenkeu RI, 2016, data diolah
2
Potensi Gelembung (Bubble) Properti di
Indonesia
oleh
Dwi Resti Pratiwi*)
Fenomena Gelembung Properti
ktivitas industri properti yang
meningkat bisa menjadi petunjuk
mulai meningkatnya kegiatan ekonomi.
Hal ini dikarenakan industri properti dapat
menjadi pendorong bagi meningkatnya
berbagai kegiatan di sektor-sektor lain
yang terkait (multiplier effect). Akan tetapi
perkembangan industri properti yang
berlebihan dapat menjadi bumerang bagi
perekonomian itu sendiri. Meningkatnya
industri properti yang ditandai dengan
meningkatnya harga yang tak terkendali
akan berdampak pada terganggunya
perekonomian. Lonjakan harga properti
yang diikuti dengan terjadinya gagal bayar
dan kurangnya daya beli masyarakat
akan berdampak pada penurunan harga
secara drastis. Fenomena ini disebut
gelembung harga properti, dimana
kenaikan harga ini disebut gelembung
udara yang terus membesar hingga pada
titik tertentu, permintaan akan berhenti
atau terjadi kelebihan pasokan rumah
sehingga harga mulai turun. Terjadinya
bubble atau gelembung harga properti itu
sendiri, dari sisi psikologis dikarenakan
harapan berlebihan dari masyarakat
atau pelaku pasar (excessive public
expectations) akan adanya kenaikan
harga dimasa mendatang, harga rumah
tidak akan turun, kekhawatiran jika
tidak beli sekarang maka tidak akan
sanggup beli, kenaikan rumah dianggap
tabungan1. Selain itu dari sisi teknis, dapat
dikarenakan beberapa faktor yaitu tingkat
bunga kredit yang rendah menyebabkan
permintaan pinjaman tinggi, tingkat
bunga jangka pendek yang rendah,
penurunan standar persyaratan kredit
dan lain sebagainya.
Indonesia, dengan jumlah penduduk
yang tinggi tentunya memiliki pangsa
pasar yang besar terhadap peningkatan
industri properti. Saat ini kontribusi
sektor real estate terhadap PDB ialah
A
sebesar 2,8 persen. Pemerintah terus
mengupayakan peningkatan di sektor ini.
Salah satunya yaitu dalam paket kebijakan
ekonomi jilid VI disebutkan warga negara
asing (WNA) dimungkinkan memiliki
properti berupa rumah tapak atau rumah
susun tanpa dikenakan PPnBM dan pajak
penjualan atas barang sangat mewah
(luxury tax) di Kawasan Ekonomi Khusus.
Namun, Indonesia Property Watch (IPW)
mengingatkan kepemilikan asing dibuka,
maka harga akan naik tidak terkendali
dan akan menciptakan bubble. Hal itu
didorong oleh standar harga regional yang
akan terus naik dan merupakan kenaikan
semu. Dari semua negara yang membuka
kepemilikan asing, maka pasar properti di
negara tersebut akan mengalami bubble.
Contohnya adalah Tiongkok, Malaysia,
Vietnam, dan Singapura yang telah
mengalami bubble di sektor properti,
dimana pasar apartemen jatuh 20 persen2.
Lalu bagaimanakah kondisi properti di
Indonesia saat ini? Apakah akan terjadi
“pecah gelembung” harga property
sebagaimana yang dikhawatirkan?
Indikasi Gelembung Properti di Indonesia
Bank Dunia menyatakan dalam
Economic Quaterly yang dirilis Maret
2013 bahwa Indonesia bisa berisiko
mengalami bubble, indikatornya adalah
terjadi kenaikan harga dan kredit properti
yang kuat sepanjang tahun 2012. Dimana
pada akhir tahun 2012, harga jual properti
naik 43 persen dibanding 2011 (yoy)
dan di periode yang sama pertumbuhan
kredit kepemilikan apartemen tumbuh
84 persen3. Menurut peneliti Jones
Lang LaSalle, terdapat dua aspek yang
mengindikasi gelembung properti yaitu
pertumbuhan harga dan kredit di sektor
properti. Riset yang dilaksanakan Knight
Frank, juga menyebutkan bahwa Jakarta
dan Bali merupakan kota yang harganya
mengalami pertumbuhan tertinggi
yaitu rata-rata kenaikan sebesar 38,1
1) Case, Karl E. dan Robert J. Shiller, 2003, Is There a Bubble in the Housing Market? An Analysis, Prepared for the Brookings Panel on Economic Activity September 4-5, 2003
2) Berita Satu. “Kepemilikan Asing Dinilai Dapat Memicu Property Bubble”. http://www.beritasatu.com/properti/274952-kepemilikan-asing-dinilai-dapat-memicu-property-bubble.html
3) Yusuf, Ahmad. (2013). “Aturan Loan to Value KPR Sebagai Bentuk Pengendalian Inflasi dan Risiko Gagal Bayar di Sektor Properti Saat Suku Bunga Meningkat”. Sekolah Tinggi Akuntansi
Negara.
4) Kata Data. (2013). “Gelembung Properti di Indonesia Sudah Terjadi?”. http://katadata.co.id/berita/2013/10/23/gelembung-properti-indonesia-sudah-terjadi4)
*) Redaktur Buletin APBN
1
sepanjang tahun 2012 dimana puncaknya
terjadi di triwulan IV tahun 2012 sebesar
9,5 persen (yoy), namun kemudian
mengalami perlambatan secara signifikan
hingga triwulan IV tahun 2015 (lihat
gambar 2). Selain itu, hal ini mengindikasi
terjadinya penurunan di sektor properti
yang sejalan dengan pelemahan ekonomi
global.
Terjadinya pertumbuhan indeks harga
properti yang tajam di tahun 2012-2013
ternyata tidak berlanjut di tahun 2014,
dimana pertumbuhannya terus melambat
hingga di triwulan 1-2016 (lihat gambar
3). Pertumbuhan indeks harga properti
residensial pada periode tersebut tercatat
hanya 5,41 persen (yoy) dibandingkan
periode sebelumnya untuk kelas kecil,
3,11 persen (yoy). Faktor penentu
utama kenaikan harga rumah saat ini
yaitu kenaikan harga bangunan (31,76
persen) dan upah pekerja (23,79 persen)5.
Perlambatan kinerja properti ini juga
tercermin dari melambatnya pertumbuhan
penjualan properti residensial.
Selanjutnya, penjualan properti residensial
juga melesu sejak triwulan IV-2014 dan
terus berlanjut hingga triwulan IV-2015.
Menurut Bank Indonesia, perlambatan
penjualan diduga karena melambatnya
kondisi perekonomian sehingga
berpengaruh pada penurunan permintaan
terhadap properti residensial. Perlambatan
ini diperkirakan akan berlanjut pada
triwulan I-2016.
Sejalan dengan melambungnya
indeks harga properti residensial dan
tingkat penjualannya, kredit kepemilikan
rumah dan apartemen juga mengalami
peningkatan. Hal ini yang dikhawatirkan
akan terjadinya gagal bayar dikemudian
hari yang mengindikasi akan terjadinya
gelembung harga. Berdasarkan data
kredit bank umum berdasarkan lapangan
usaha dan bukan lapangan usaha,
proporsi penyaluran kredit untuk usaha
real estate, kredit pemilikan rumah (KPR)
ataupun kredit pemilikan apartemen
(KPA) ialah rata-rata sebesar 13 persen
dari periode 2011-2015. Pertumbuhan
kredit kepemilikan rumah yang cukup
tinggi terjadi pada Triwulan I dan Triwulan
II-2012 yaitu masing-masing 33,4 persen
dan 34,87 persen (yoy). Lalu mengalami
perlambatan sejak Triwulan III-2012
yaitu sebesar 29,38 persen (yoy) hingga
pada Triwulan II-2015 hanya mengalami
pertumbuhan 9,10 persen (yoy). Hal ini
dikarenakan diterbitkannya kebijakan
Gambar 1. Pertumbuhan Indeks Harga
Properti Residensial dan PDB/Kapita
persen di Jakarta dan 20 persen di
Bali4. Bank Indonesia juga merilis data
perbandingan indeks pertumbuhan
harga properti residensial dengan indeks
pertumbuhan PDB/kapita. Data tersebut
menunjukkan bahwa sejak triwulan II2013 indeks pertumbuhan harga properti
residensial melebihi pertumbuhan
GDP/kapita. Kenaikan harga yang tinggi
ini dikhawatirkan memicu terjadinya
gagal bayar oleh masyarakat yang
memanfaatkan jasa perbankan sebagai
sumber pembiayaan dalam pembelian
properti (lihat gambar 1).
Bila dilihat pertumbuhan sektor real
estate dalam PDB, memang mengalami
peningkatan yang cukup tajam di
Gambar 2. Pertumbuhan Sektor Real Estate
dalam PDB (%, YOY)
Gambar 3. Pertumbuhan Harga Properti
Residensial Tahun 2011-2014 (%, YoY)
5) Bank Indonesia
2
Gambar 4. Pertumbuhan Penjualan Rumah (%, qtq)
Sumber: Bank Indonesia
terkendali hingga terjadi penggelembungan
harga akan berdampak pada melemahnya
perekonomian suatu negara. Hal ini yang
terjadi di Amerika Serikat, dimana dalam
rentang waktu 1997-2006 kenaikan
harga rumah mencapai 188 persen.
Hingga pertengahan tahun 2009 harga
rumah mengalami penurunan hingga 33
persen dari harga puncaknya6. Pecahnya
gelembung harga ini mengakibatkan
resesi ekonomi, bahkan saat itu juga
berdampak bagi perekonomian global.
Terdapat beberapa pengamatan yang
berbeda terhadap terjadinya gelembung
properti di Amerika. Ada pengamat yang
menganggap gelembung ini terjadi karena
kelonggaran kebijakan moneter oleh the
Federal Reserve yang menetapkan suku
bunga kredit yang rendah untuk jangka
waktu yang panjang. Pengamat lain
berpandangan adanya global saving glut
(tingkat menabung tinggi namun kurang
berinvestasi) mendorong penurunan
tingkat suku bunga. Beberapa pengamat
lainnya menekankan pada kemerosotan
yang tajam pada standar peminjaman,
berkontribusi dalam meningkatnya
harga rumah. Pengamat lainnya juga
loan to value (LTV) oleh Bank Indonesia
melalui Surat Edaran BI No.14/10/
DPNP. Kemudian BI mencabut peraturan
tersebut dan memperbaharuinya dengan
menerbitkan Peraturan Bank Indonesia
No.17/10/PBI/2015 tanggal 18 Juni 2015
tentang Rasio Loan to Value atau Rasio
Financing to Value untuk Kredit atau
Pembiayaan Properti dan Uang Muka
untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan
Bermotor. Kebijakan ini dimaksudkan
untuk memitigasi risiko inflasi akibat
permintaan properti yang meningkat
pesat akibat banyaknya spekulan yang
ikut bermain di pasar properti. Selain itu,
kebijakan ini menjadi jawaban pernyataan
World Bank bahwa Indonesia sedang ke
arah bubble properti dan nampaknya
kebijakan ini cukup mengendalikan inflasi
sektor perumahan. Hal ini ditunjukkan
dengan melambatnya pertumbuhan
kredit kepemilikan rumah dan apartemen
setelah peraturan tersebut diberlakukan.
Dampak Gelembung Properti terhadap
Perekonomian (Studi Kasus Amerika
Serikat)
Kenaikan harga properti yang tidak
Gambar 5. Total Kredit Kepemilikan Rumah dan Apartemen
6) Levitin, Adam dan Wachter, Susan. (2012). “Explaining the Housing Bubble”.
3
evaluasi lebih mendalam apakah proporsi
kredit yang ditetapkan sudah sesuai
perkembangan dan kebutuhan saat ini.
Namun, perlu ada kebijakan lain yang
dapat menjaga harga tanah tetap terjaga
untuk masyarakat menengah bawah,
karena sebaiknya kebijakan yang dibuat
untuk meredam aksi spekulan bukan
mengurangi kesempatan masyarakat
menengah khususnya di kota besar untuk
memiliki rumah.
Daftar Pustaka
Yusuf, Ahmad, (2013). Aturan Loan to
Value KPR Sebagai Bentuk Pengendalian
Inflasi dan Risiko Gagal Bayar di Sektor
Properti Saat Suku Bunga Meningkat.
Sekolah Tinggi Akuntansi Negara. Diakses
dari https://www.academia.edu/8253699/
Aturan_Loan_To_Value_Kpr_sebagai_
Bentuk_Pengendalian_Inflasi_dan_Risiko_
Gagal_Bayar_di_Sektor_Properti_saat_
Suku_Bunga_Meningkat. Diakses tanggal
15 April 2016
Bank Indonesia, (2015). Survei Harga
Properti Residensial di Pasar Primer
Triwulan IV Tahun 2011-2015. Indonesia
Bank Indonesia, (2015). Statistik
Perbankan Indonesia Agustus 2015.
Indonesia
Berita Satu, 18 Mei 2015. Kepemilikan
Asing Dinilai Dapat Memicu Property
Bubble. Diakses dari http://www.
beritasatu.com/properti/274952kepemilikan-asing-dinilai-dapat-memicuproperty-bubble.html. Diakses tanggal 13
April 2015
Case, Karl E. dan Robert J. Shiller, (2003).
Is There a Bubble in the Housing Market?
An Analysis, Prepared for the Brookings
Panel on Economic Activity September
4-5, 2003. Diakses dari http://www.econ.
yale.edu/~shiller/pubs/p1089.pdf. Diakses
tanggal 14 April 2016
Hutapea, Handayani, (2015). Bubble
Property. Diakses dari http://dokumen.
tips/documents/bubble-property.html.
Diakses tanggal 15 April 2015
Kata Data, 23 Oktober 2013. Gelembung
Properti di Indonesia Sudah Terjadi?.
Diakses dari http://katadata.co.id/
berita/2013/10/23/gelembung-propertiindonesia-sudah-terjadi. Diakses tanggal
14 April 2016
Levitin, Adam dan Wachter, Susan,
(2012). Explaining the Housing Bubble.
Georgetownjournal.com
beranggapan permintaan yang berlebihan
terhadap perumahan.
Harga perumahan yang menurun
secara tajam berdampak pada anjloknya
nilai kekayaan rumah tangga, mengurangi
belanja konsumsi, dan berakibat terhadap
pertumbuhan ekonomi. Penurunan
harga rumah menyebabkan kredit macet
dan terjadinya penyitaan aset. Hal ini
berujung pada pasokan rumah yang
tinggi di pasaran sementara harganya
jatuh karena permintaan yang menurun.
Selama kejatuhan harga perumahan di US
tahun 2008, sebanyak 30 institusi pemberi
pinjaman mortgage dilikuidasi.
Catatan Redaksi
Dengan melihat data indeks harga
properti, penjualan rumah, dan total
kredit kepemilikan rumah dan apartemen
yang tetap cenderung naik walaupun
melambat, menunjukkan bahwa
properti di Indonesia belum terjadi
bubble property. Saat ini yang dialami
ialah terjadinya over value atau diatas
nilai sesungguhnya yang berakibat
beberapa investor khususnya di segmen
menengah atas sampai mewah sulit
untuk memasarkan propertinya karena
harganya yang sudah sangat tinggi.
Terkait hal itu, rencana pemerintah
untuk memberikan izin kepemilikan
property untuk warga asing tanpa ada
kebijakan dan pengawasan yang ketat
perlu dipertimbangkan karena justru akan
membuat harga properti semakin tidak
terkendali dan akan menciptakan bubble.
Oleh karena itu, para pengambil kebijakan
baik Pemerintah, Bank Indonesia, maupun
Otoratis Jasa Keuangan perlu mewaspai
akan terjadinya gelembung harga properti.
Lebih lanjut, kondisi ini akan
berdampak pada sulitnya memperoleh
akses properti dari kalangan masyarakat
menengah kebawah. Sebaiknya
Pemerintah lebih fokus pada penyediaan
rumah untuk masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah. Sebagai contoh,
Singapura telah membuka kepemilikan
properti untuk warga asing dengan kondisi
80 persen masyarakatnya sudah memliki
rumah.
Terkait dalam upaya menekan
sepak terjang spekulan yang dapat
mengakibatkan gelembung properti,
Bank Indonesia sudah cukup tepat
mengeluarkan kebijakan loan to value.
Untuk selanjutnya Otoritas Jasa Keuangan
yang bertindak sebagai pengawas
perbankan saat ini perlu melakukan
4
Utang Indonesia Menuju Ambang Batas
Slamet Widodo, S.E., M.E.1)
Abstrak
Kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif dalam beberapa tahun ini dan
semakin membaiknya credit rating Indonesia, memberi sinyalemen positif terhadap
kemampuan Indonesia dalam menyerap dana dari dalam dan luar negeri dalam rangka
pembiayaan defisit APBN. Pembiayaan defisit APBN melalui utang merupakan alternatif
yang harus ditempuh pemerintah ketika penerimaan negara belum mencukupi untuk
membiayai prioritas pembangunan yang ditargetkan pemerintah. Pengelolaan utang
negara dengan berbagai kebijakan dan analisis risiko yang telah dilaksanakan pemerintah
tetap harus berpegang pada kemampuan negara dalam membayar kembali utangnya.
Salah satu indikator yang mengukur kemampuan APBN dalam membiayai utangnya
adalah keseimbangan primer yang dari tahun ke tahun semakin menurun.
embiayaan pembangunan
P
melalui utang merupakan hal
umum yang terjadi di hampir seluruh
peningkatan jumlah utang pemerintah
sebesar 23% yaitu dari Rp2.608,14
triliun menjadi Rp3.220,98 triliun
dalam periode November 2014 sampai
dengan November 2015. Sementara
utang swasta dalam periode yang sama
meningkat sebesar 18% yaitu dari
Rp1.957,99 triliun menjadi Rp2.310,15
triliun. Secara keseluruhan, dalam
periode satu tahun, total utang luar
Indonesia meningkat sebesar 21%
yaitu dari sebesar Rp4.566,13 triliun
pada bulan November 2014 menjadi
sebesar Rp5.531,13 triliun pada bulan
November 2015.
Dengan PDB tahun 2014 sebesar
Rp10.542,6 triliun, maka rasio utang
pemerintah terhadap PDB telah
mencapai 30,5%, sedangkan rasio total
utang negara (utang pemerintah plus
utang swasta) terhadap PDB telah
mencapai 52,46%.
Kebijakan pengelolaan utang
pemerintah dari tahun ke tahun tidak
mengalami perubahan dengan tetap
mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut:
1.kemampuan membayar kembali
(solvabilitas),
2.kemampuan menyerap pinjaman
sesuai rencana/target,
3.pemanfaatan yang diarahkan untuk
kegiatan produktif dan memberi
kontribusi yang optimal bagi
perekonomian domestik, misalnya
negara. Tidak ada satu negarapun
yang terbebas dari utang. Keberadaan
utang diyakini mampu memberikan
stimulus bagi perekonomian untuk
terus berlangsung dalam upayanya
untuk mempercepat tujuan
mensejahterakan rakyatnya. Demikian
halnya dengan Indonesia, dengan
APBN yang telah menembus Rp1.000
triliun di tahun 2009, peningkatan
utang dari dalam maupun luar negeri
diharapkan dapat memberikan
multiplier effect yang lebih besar
bagi perekonomian melalui
intervensi pemerintah dalam belanja
pembangunan. Meskipun batasan
utang yang dapat dikelola negara,
yaitu 60% dari PDB, telah diadopsi
oleh hampir seluruh negara di dunia,
pengelolaan utang negara tidak
hanya dapat dilihat proporsionalnya
terhadap PDB semata, namun juga
bagaimana negara dapat mengurangi
akumulasi utangnya dari tahun ke
tahun, sebagaimana tercermin dari
keseimbangan primer APBN.
Perkembangan Utang Negara
dan Kebijakan Pengelolaan Utang
Pemerintah
Berdasarkan data profil utang
Indonesia yang dirilis oleh Direktorat
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko,
Kementerian Keuangan, terjadi
1) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]
5
Grafik 1. Posisi Utang Negara (dalam Triliun Rupiah)
3,500.00
3,000.00
2,500.00
2,000.00
1,500.00
1,000.00
500.00
-
Nov-14 Nov-14 Jan-15 Jan-15 Mar-15 Mar-15 Jun-15 Jun-15 Sep-15 Sep-15 Nov-15 Nov-15
(Gov) (Priv) (Gov) (Priv) (Gov) (Priv) (Gov) (Priv) (Gov) (Priv) (Gov) (Priv)
Utang Dalam Negeri/Residen
Utang Luar Negeri / Non Residen
Sumber : Profil Utang Pemerintah, Kemenkeu RI
membayar kewajiban pokok utang
secara tepat waktu dan efisien.
Mekanisme debt swap juga telah
dilakukan oleh pemerintah antara lain,
debt for development swap. Program
ini antara lain diarahkan untuk sektor
kesehatan, sektor pendidikan dan
sektor lingkungan hidup dan telah
dilaksanakan dalam kurun waktu 20092014.
Dalam rangka menghadapi gejolak
perekonomian global yang berdampak
terhadap fluktuasi nilai tukar rupiah
terhadap dollar, pemerintah bahkan
telah mengeluarkan kebijakan lindung
nilai (hedging) terhadap utang yang
dalam bentuk valas. Untuk sementara
counterpart yang menjadi sasaran
adalah antara lain bank devisa yang
melakukan kegiatan usaha perbankan
dalam valuta asing, lembaga keuangan
bukan bank, atau lembaga keuangan
internasional yang bersedia untuk
menandatangani Perjanjian Induk.
Keseimbangan Primer APBN
Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 Tentang Keuangan Negara telah
membatasi jumlah utang tidak boleh
melampui 60% dari Produk Domestik
Bruto. Kondisi ini tercermin melalui
perhitungan rasio utang terhadap
PDB yang dari tahun ke tahun terus
mengalami penurunan.
untuk percepatan pembangunan
infrastruktur,
4.upaya mengendalikan rasio utang
terhadap PDB pada level yang
aman,
5.upaya minimasi biaya utang (cost
of borrowing) pada tingkat risiko
yang terkendali, dan
6.upaya menjaga keseimbangan
makro.
Pemerintah juga telah menjalankan
berbagai upaya untuk mengatasi risiko
utang pemerintah dengan berbagai
analisis indikator antara lain indikator
risiko utang dan indikator risiko
kesinambungan fiskal. Analisis risiko ini
memiliki tujuan yang terdiri dari:
1. tujuan jangka menengah
a) Memenuhi kebutuhan
pembiayaan APBN melalui
utang dengan biaya minimal
pada tingkat risiko yang
terkendali; dan
b) Mendukung terbentuknya
pasar SBN yang dalam, aktif,
dan likuid.
2. tujuan jangka pendek atau
tahunan adalah memastikan
tersedianya dana untuk
membiayai defisit dan
6
Di samping prinsip-prinsip
pengelolaan utang yang terus
dilaksanakan oleh pemerintah, dalam
setiap kurun waktu lima tahun,
pemerintah juga menetapkan strategi
pengelolaan utang negara yang berisi
target pencapaian rasio utang dari
tahun ke tahun. Dari perkembangan
rasio utang pemerintah terhadap PDB
di atas, meskipun masih berada jauh
dari batasan yang ditentukan oleh UU,
namun capaian ini telah melampaui
target yang telah ditetapkan oleh
pemerintah sendiri sebagaimana
tertuang dalam Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia
Nomor 113/KMK.08/2014 tentang
Strategi Pengelolaan Utang Negara
Tahun 2014-2017. Dalam keputusan
tersebut, pemerintah berkeinginan
untuk secara perlahan menurunkan
rasio utang terhadap PDB dari
sebesar 24% di tahun 2014, menjadi
sebesar 22% di tahun 2017. Namun
kenyataannya angka realisasi berada
di luar target yang telah ditetapkan
dan memiliki kecenderungan
meningkat di tahun mendatang.
Kemampuan pemerintah dalam
mengelola utang juga dapat dilihat
dari seberapa besar keseimbangan
primer APBN dari tahun ke tahun.
Keseimbangan primer merupakan
perangkat untuk melihat keberlanjutan
fiskal, yang merupakan total
penerimaan dikurangi belanja di luar
pembayaran bunga utang [Pendapatan
– (Belanja Total – Belanja Bunga)].
Agar posisi utang dapat terjaga
dalam keseimbangan jangka panjang,
maka nilai keseimbangan primer ini
harus dijaga setidaknya mendekati
nol. Jika nilai keseimbangan primer
ini positif, maka posisi utang akan
berkurang seiring waktu, namun
sebaliknya, jika nilainya negatif
maka dalam jangka panjang dapat
menyebabkan peningkatan nilai utang
secara signifikan, sehingga dapat
membahayakan kesinambungan fiskal.
Berdasarkan profil utang
pemerintah pusat yang diterbitkan oleh
pemerintah per bulan Februari 2016,
posisi utang pemerintah pusat tahun
2016 sebesar Rp3.220,98 triliun atau
Grafik 2. Perkembangan Rasio Utang Pemerintah terhadap PDB
Sumber : Profil Utang Pemerintah, Kemenkeu RI
*) Angka proyeksi menggunakan PDB berdasarkan asumsi APBN-P
**) Angka APBN 2016
- Angka PDB 2010 – 2015 menggunakan tahun dasar 2010 atas harga berlaku
7
Tabel 1. Indikator Utang yang Perlu Dimonitor
Indikator
Tahun
2014
2015
2016
2017
Rasio Utang thd
PDB (%)
24,0
23,5
23,0
22,0
Rasio Pembayaran
Bunga Utang thd
PDB (%)
1,2
1,2
1,2
1,2
Rasio SBN Tradable
thd PDB (%)
11,0
11,5
12,0
12,0
Sumber: KMK Nomor 113/KMK.08/2014, Kemenkeu RI
mengalami kenaikan sebesar 178,06%
dibandingkan tahun 2011 yang sebesar
Rp1.808,95 triliun. Peningkatan
jumlah utang ini sebagai konsekuensi
meningkatnya defisit APBN dari Rp84,4
triliun di tahun 2011, menjadi sebesar
Rp273,2 triliun pada tahun 2016
atau mengalami peningkatan sebesar
323,7%. Hal tersebut memperburuk
kondisi keseimbangan primer APBN
yang terus menurun dari Rp8,9 triliun
di tahun 2011, menjadi negatif Rp88,2
triliun di tahun 2016 atau mengalami
penurunan tajam sebesar 323,7%.
Rekomendasi
Mempertahankan defisit APBN,
dalam batasan tertentu yang diatur
dalam undang-undang, menjadi
salah satu upaya untuk menjamin
kelangsungan pembangunan dan
mempercepat tujuan bernegara yaitu
menyejahterakan rakyat. Pengelolaan
utang sebagai sumber pembiayaan
tidak saja harus dilakukan dengan
prinsip kehati-hatian dan transparan,
sebagai hasil dari proses analisis risiko
utang dalam jangka pendek, menengah
dan jangka panjang, akan tetapi juga
harus konsisten/berpatokan pada
target indikator yang telah ditetapkan
pemerintah dalam strategi pengelolaan
utang negara.
Upaya menjaga keseimbangan
Grafik 3. Utang Pemerintah, Keseimbangan Primer dan Defisit APBN
Tahun 2011 - 2016
Total Utang Pemerintah Pusat
Surplus/(Defisit) Anggaran
Keseimbangan Primer
3,500.00
20.0
8.9
*) Angka Sementara
**) Termasuk SUN Valas Domestik
3,220.98
3,098.64
3,000.00
0.0
2,608.78
2,500.00
2,000.00
2,375.50
(20.0)
1,977.71
1,808.95
1,500.00
(40.0)
(52.8)
(60.0)
(66.8)
1,000.00
(80.0)
500.00
(88.2)
(93.3)
0.00
(98.6)
2011
(84.4)
2012
(153.3)
(100.0)
2013
2014
(211.7)
(226.7)
-500.00
2015*
(222.5)
2016**
(273.2)
(120.0)
Sumber: Profil Utang Pemerintah Pusat, Edisi Februari 2016, DITJEN Pengelolaan Pembiayaan dan
Risiko, Kemenkeu RI
8
primer APBN yang sehat dapat
dilakukan antara lain dengan cara
meningkatkan penerimaan dalam
negeri, baik bersumber dari pajak
maupun PNBP, meningkatkan kualitas
belanja baik dalam hal efisiensi dan
efektifitasnya. Keseimbangan primer
yang bernilai positif merupakan
indikator bahwa APBN memiliki
kemampuan untuk membayar cicilan
pokok dan bunga utang, sehingga
dalam jangka panjang hal ini dapat
meminimalisir defisit APBN dan
menjaga kesinambungan fiskal.
Daftar Pustaka
Direktorat Jenderal Pengelolaan
Pembiayaan dan Risiko, Kemenkeu
RI. (2016). Profil Utang Pemerintah
Pusat (Pinjaman dan Surat Berharga
Negara), Jakarta
Direktorat Utama Pembinaan dan
Pengembangan Hukum Pemeriksaan
Keuangan Negara BPK RI. (2013). Utang
Negara: Pemerintah Buka “Hedging”
Utang Valuta Asing (Valas). Diakses
kembali pada http://jdih.bpk.go.id/
wp-content/uploads/2013/03/UTANGNEGARA.pdf
Kementerian Keuangan RI. (2014).
Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 113/KMK.08/2014
Tentang Strategi Pengelolaan Utang
Negara Tahun 2014-2017. Jakarta
Kementerian Keuangan RI. (2011-2016).
Nota Keuangan APBN, Jakarta
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Kementerian Keuangan Republik
Indonesia, (2010-2014). Strategi
Pengelolaan Utang Negara Tahun
2010-2014. Jakarta
9
Buletin APBN
Pusat Kajian Anggaran
Badan Keahlian DPR RI
www.puskajianggaran.dpr.go.id
Telp. 021-5715635/5715528, Fax. 021-5715528
e-mail [email protected]
10
Download