BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup dalam lingkungan dengan keberagamannya, hampir setiap hari dikelilingi oleh berbagai macam bentuk iklan. Bentuk iklan tersebut mulai dari iklan televisi, video luar ruang, cetak, radio, hingga iklan dalam bentuk digital yang sedang berkembang saat ini, tidak bias dihindari. Iklan dan promosi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem ekonomi dan sosial masyarakat modern. Saat ini iklan juga termasuk menjadi bagian dari sistem komunikasi yang sangat penting, tidak hanya bagi produsen barang atau jasa, tetapi juga bagi konsumen. Membahas tentang iklan saat ini, tidak hanya mengandalkan kreatifitas semata untuk menarik perhatian khalayak luas. Perkembangan industri iklan saat ini banyak dipengaruhi oleh adat istiadat atau budaya tertentu dari segmen dan target market produk yang diiklankan oleh suatu perusahaan. Hal ini terjadi bukan hanya menguji kemampuan tingkat kreatifitas sebuah iklan, akan tetapi juga melestarikan budaya tertentu yang kemungkinan hampir punah, atau memang sudah terlupakan oleh masyarakatnya saat ini. J.J Honigmann dalam bukunya yang berjudul The World of Man (1951) dalam Koentjaraningrat (1979:200), mengatakan ada tiga gejala kebudayaan, yaitu ideas, activities, dan artifacts. Sehubungan dengan itu, maka Koentjaraningrat (1979:201) mengatakan ada tiga wujud kebudayaan. 1 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 2 Pertama, wujud kebudayaan sebagai totalitas dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai norma-norma, peraturan dan sebagainya. Kedua, wujud kebudayaan sebagai sebuah totalitas dari aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat. Dan yang terakhir, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.1 Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia tidak sepenuhnya berasal dari dalam negeri sendiri. Ada beberapa budaya yang terbentuk justru berasal dari negara lain atau dapat dikatakan budaya bawaan. Sebagai contoh, penggunaan kosakata sehari-hari dalam budaya Betawi yang berasal dari bahasa etnis Tionghoa, seperti kata cepek (seratus), engkong (kakek), centeng (penjaga malam), sekoteng (minuman sejenis wedang jahe), cincau (minuman berbahan sari daun), cokek (jenis tarian) dan masih banyak lagi. Sudah sejak lama orang-orang Betawi dan Tionghoa sudah bersosialisasi, baik sebagai sahabat, relasi bisnis maupun hubungan pembantu-majikan. Dalam pasangan kata “Tionghoa” dan “Tiongkok”, kata yang pertama merupakan penyebutan kepada asal orang tersebut, dan kata kedua merujuk kepada Negaranya, berbeda dengan kata “Cina” yang dapat dipergunakan saat merujuk bangsa sekaligus Negara. Pada uraian ini, jelas bahwa penggantian panggilan kelompok etnik yang berasal dari ‘Negeri Tirai Bambu’ ini didasarkan pada konflik politik dan ekonomi yang biasanya berujung pada sentimen etnis, termasuk pada adat dan budaya kelompok masyarakat ini. Jika 1 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta, Kencana, 2008, hal. 54 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 3 terdapat penentangan mengenai penyebutan etnis dengan kata “Cina” yang dianggap merendahkan sehingga menggunakan kata “Tionghoa” yang konotasinya lebih positif, penggunaan kata “Cina” tidak sepenuhnya bisa dihindari. Untuk penyebutan hal-hal selain kelompok masyarakat, kata “Cina” tetap tidak bisa diganti dengan “Tionghoa” atau “Tiongkok”, seperti dalam menyebut ‘masakan Cina’, ‘Tahun Baru Cina’, dan ‘zodiak Cina’ atau shio.2 Ada salah satu hal yang dapat membedakan warga negara keturunan Tionghoa di Indonesia dengan melihat orientasi kebudayaannya. Kita dapat membedakan antara mereka yang orientasi kebudayaannya berintikan kebudayaan yang berasal dari Tiongkok (berbahasa Tionghoa dirumah, pernah bersekolah di sekolah Tionghoa, mempunyai hubungan kerabat atau dagang dengan orang Tionghoa lain diluar Indonesia), yang biasanya dinamakan orang Tionghoa ‘Totok’; dan mereka yang orientasi kebudayaannya berintikan kebudayaan setempat, seperti Jawa, Sunda, Ambon, Manado, yang dirumahnya menggunakan bahasa setempat; singkat kata, mereka yang telah mengalami proses akulturasi yang mendalam dengan kebudayaan dimana mereka dilahirkan dan dibesarkan, maka orang-orang ini biasanya disebut ‘peranakan’. Etnis Tionghoa peranakan, yang berasimilasi dengan orang Indonesia, dan kebanyakan dari mereka bermata pencaharian sebagai pedagang, 2 Yosef Purnama Widyatmadja, Kebangsaan dan Globalisasi dalam Diplomasi, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 2005, hal 34 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 4 bertempat tinggal di sekitaran Glodok dan jalan Gajah Mada, yang kemudian orang bilang sebagai ‘Cina Benteng’. Sebutan Cina Benteng muncul karena ada pembedaan latar belakang finansial dengan orang Tionghoa ‘Totok’ lainnya, yang beraglomerasi di sekitaran daerah Kelapa Gading dan Pluit, Jakarta Utara. Orang-orang Tionghoa ini dikenal sebagai pengusaha, golongan menengah keatas, yang cukup menguasai pusat perekonomian dan bisnis, baik di Ibukota maupun di daerah-daerah. Padahal sejak zaman dahulu, orang Tionghoa sudah dikenal sebagai pedagang. Namun dengan berjalannya waktu, orang-orang Tionghoa di Indonesia mulai bertransformasi menjadi konglomerat yang kapitalis. Tinggal di daerah-daerah pemukiman tertentu yang memisahkan diri dengan pemukiman etnis atau golongan lain. Etnis Tionghoa membangun in-group yang tanpa mereka sadari semakin menjauhkan etnis mereka dengan budaya demokrasi dengan masyarakat Indonesia yang pluralis.3 Kaum etnis Tionghoa termasuk salah satu bagian dari beberapa kaum minoritas di Indonesia. Namun cara mereka bersosialisasi dengan warga asli Indonesia dapat dikatakan mayoritas. Mengapa? Sebagai contoh, dari cara mereka dalam berusaha atau berdagang, mayoritas dari mereka adalah seorang pemimpin perusahaan tempat warga asli Indonesia bekerja, bahkan etnis mereka sendiri yang usianya tergolong masih muda dan terlihat sehat juga dipekerjakan, sehingga terlihat seperti sedang membangun kerajaan bisnis mereka sendiri. 3 Mely G. Tan, Golongan Etnis Tionghoa Di Indonesia : Suatu Masalah Pembinaan Kesatuan Bangsa, Jakarta, Gramedia, 1979, hal 73 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 5 Kebiasaan seorang kaum etnis Tionghoa dalam bekerja atau berusaha patut diacungi jempol. Ada sebuah kalimat pepatah mengatakan ‘waktu adalah uang’, kalimat inilah yang menjadi salah satu pedoman hidup mereka dalam beraktivitas di kehidupannya. Kaum etnis ini menganggap waktu yang berjalan itu sangat berharga, karena waktu tidak bisa diputar kembali, sehingga apapun yang dikerjakan dalam kehidupan ini, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin dan dapat memberikan keuntungan satu sama lain secara sosial. Berkaitan dengan penjelasan di atas, sistem budaya dan sosial, tempat dilakukannya komunikasi pemasaran, dipenuhi oleh berbagai arti. Melalui sosialisasi, manusia mempelajari nilai-nilai budaya, membentuk kepercayaan, dan menjadi familiar dengan manifestasi fisik atau artifak dari nilai-nilai dan kepercayaan. Artifak dari budaya, mempunyai arti yang disampaikan dari generasi ke generasi. Komunikator pemasaran menarik arti dari dunia yang terbentuk dari budaya atau culturally constituted world (setiap hari dunia dipenuhi oleh artifak), dan mentransfer arti tersebut ke dalam consumer goods. Iklan merupakan sebuah instrumen yang amat penting dalam pentransferan arti. Ketika dihadapkan pada suatu iklan, konsumen tidak hanya menarik http://digilib.mercubuana.ac.id/ 6 informasi darinya, melainkan secara aktif terlibat dalam memberikan arti kepada merek yang diiklankan tersebut.4 Banyak perusahaan yang memanfaatkan media iklan, hal ini dikarenakan iklan berperan penting sebagai salah satu sumber informasi yang diperlukan konsumen untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan suatu produk. Melalui iklan, perusahaan dapat menciptakan hubungan interaksi jangka panjang yang menguntungkan antara perusahaan dengan konsumen. Para produsen dikategori ini bertahan dengan melakukan aktifitas promosi yang sangat agresif, salah satunya dengan iklan yang gencar, dibanyak media televisi, radio, majalah, koran, dan sebagainya. Dari beberapa pilihan media tersebut, iklan televisi yang bekerja paling efektif karena salah satu keuntungan utama beriklan melalui media televisi adalah kemampuannya dalam membangun citra. Iklan televisi mempunyai cakupan, jangkauan, dan repetisi yang tinggi dan dapat menampilkan pesan audio visual (suara, gambar, dan animasi) yang dapat mempertajam ingatan. Selain itu dapat menghadirkan pesan dalam bentuk verbal dan nonverbal sebagai sistem penandaan. Penyampaian iklan melalui media televisi secara umum menyampaikan pesannya dengan menggunakan tema cerita dan naskah, sehingga dapat menayangkan adegan yang menarik perhatian khalayak. Penggunaan tokoh manusia atau animasi-animasi yang berkaitan dengan lingkungan manusia 4 Shimp, Terence A., Periklanan Promosi, Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran Terpadu, edisi kelima, Jakarta, Erlangga, 2003, hal.168 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 7 ataupun budaya-budaya tertentu dalam kehidupan manusia, merupakan salah satu upaya untuk membuat daya tarik iklan. Begitu halnya dengan iklan yang dibahas oleh peneliti kali ini adalah iklan produk susu steril Bear Brand. Tampilan iklan di televisi senantiasa melibatkan tanda dan kode, setiap bagian iklan pun akan menjadi tanda (signs) yang secara mendasar berarti iklan adalah sesuatu yang memproduksi makna. Tanda berfungsi mengartikan atau merepresentasikan serangkaian konsep, gagasan atau perasaan sedemikian rupa yang memungkinkan seorang penonton untuk mengodekan dari sekian banyak bentuk komunikasi yang ada dalam televisi. Salah satunya menggunakan pendekatan dengan menciptakan suatu karakter yang menjadi personifikasi produk tersebut. Karakter tersebut dapat berupa orang, binatang atau animasi. Dalam iklan susu Bear Brand ini menggambarkan sosok seekor naga berwarna putih yang keluar dari lautan cair berwarna putih yang sepertinya menggambarkan cairan susu karena berwarna putih. Kemudian naga putih tersebut terbang mengitari sekumpulan awan hitam yang ada diatas lautan cair berwarna putih tersebut. Dan ketika naga putih itu mengitari awan-awan hitam, kemudian awan-awan hitam itu menghilang dengan sendirinya karena adanya seekor naga putih didekatnya. Penulis mencoba untuk menganalisa iklan susu Bear Brand ini karena sangat menarik perhatian penulis untuk diteliti lebih dalam. Iklan Bear Brand tersebut dapat dikatakan aneh, unik, dan kreatif, karena penggunaan logo http://digilib.mercubuana.ac.id/ 8 dengan model iklan, sampai dengan hasil produk yang sebenarnya, diiklankan dengan sangat berbeda, dalam artian tidak berkaitan satu sama lain. Peneliti ingin mengetahui keterkaitan antara gambar hewan beruang sebagai logo dari produk susu Bear Brand tersebut, dengan penggunaan sosok animasi naga dalam tayangan iklannya. Peneliti melihat adanya makna-makna tersendiri yang terkandung dalam iklan tersebut. Hal yang menjadi dasar alasan penulis dalam melakukan penelitian tentang makna penggambaran naga dalam iklan susu Bear Brand ini, tidak hanya meneliti tampilan iklannya saja yang unik, namun peneliti juga melihat adanya pengaruh budaya Tionghoa dalam iklan tersebut. Mengapa budaya Tionghoa? Karena berdasarkan ulasan diatas, salah satu budaya asing yang berasimilasi dengan Indonesia salah satunya adalah budaya Tionghoa. Ini dibuktikan dengan adanya pertunjukan seni Liong atau naga, pada setiap perayaan Imlek atau Tahun Baru Cina yang sudah menjadi tradisi. Maka dari sinilah penulis mengasumsikan penggambaran naga dalam tayangan iklan susu Bear Brand ada kaitannya dengan salah satu tradisi budaya Tionghoa. Visualisasi naga dalam iklan susu berlogo gambar hewan beruang ini sangat menarik perhatian penulis untuk melakukan analisa atau sebuah penelitian terhadap tayangan iklan tersebut. Penulis ketahui tentang naga adalah sesosok atau suatu makhluk yang bersifat mitos dalam beberapa kepercayaan masyarakat di dunia, seperti di benua Eropa dan Asia (tepatnya di daerah Tiongkok atau Cina) yang mempunyai kepercayaan dan penggambaran berbeda. Namun disini, penulis mengasumsikan pada http://digilib.mercubuana.ac.id/ 9 kepercayaan budaya Tionghoa, dimana sosok naga yang dimaksudkan adalah seekor ular raksasa dengan adanya kumis dan tanduk disekitar kepalanya, mempunyai kaki, dan mampu terbang seperti burung, walaupun naga tersebut tidak bersayap seperti yang digambarkan dalam budaya Eropa (sebagai contoh; sosok naga dalam film Harry Potter). Penulis berasumsi bahwa penggunaan unsur budaya dalam tayangan iklan susu Bear Brand adalah sebagai salah satu bentuk strategi pemasaran yang disesuaikan dengan target pasar produk susu ini. Target pasarnya adalah masyarakat (khalayak) yang peduli akan kesehatan dan hidup di lingkungan tidak sehat, seperti tinggal di daerah perkotaan yang penuh polusi. Untuk mengetahui lebih jelas dalam menentukan target audiens dan target pasar yang paling tepat, maka sebuah produk biasanya melakukan Segmentasi, Targeting, dan Positioning dari produk itu sendiri. Pada tampilan iklan susu Bear Brand ini, terlihat menggunakan strategi periklanan dari segi proposisi-penjualan unik atau USP (unique selling proposition), yang dimana si pengiklan susu Bear Brand ini menyatakan keunggulan produknya berdasarkan atribut produk yang unik, dengan memberikan suatu manfaat nyata bagi konsumen yang mengonsumsi produk susu ini, yang menggambarkan kekuatan pada Naga dalam tampilan iklannya. Untuk segmentasi dari produk susu steril siap minum (ready to drink) Bear Brand ini maka perlu diketahui kriteria target audiens yang dituju harus berdasarkan tiga kategori berikut ini: http://digilib.mercubuana.ac.id/ 10 Secara geografis yaitu, masyarakat kaum urban yang tinggal di perkotaan dengan tingkat mobilitas tinggi, seperti contohnya kota Jakarta, dan yang mempunyai gaya hidup modern, dinamis, aktif, dan pekerja keras. Secara demografis dari jenis kelaminnya, laki-laki dan perempuan dengan usia 19 sampai 35 tahun. Mempunyai pekerjaan dengan mobilitas yang tinggi, penghasilan yang diperoleh dikategorikan menengah ke bawah, yang berarti penghasilan mereka cukup untuk memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Mempunyai siklus keluarga yang modern dan sehat. Dari psikografisnya adalah, orang-orang yang sangat peduli dengan kesehatan tubuh, karena memiliki banyaknya aktivitas yang dilakukan setiap hari, dan juga karena perubahan cuaca ditiap kota berbeda, sehingga membuat mereka menerapkan gaya hidup sehat. Targeting dari produk susu steril Bear Brand ini adalah laki-laki dan perempuan dengan usia 19 sampai 35 tahun yang tinggal di lingkungan perkotaan, dengan SSE (status sosial ekonomi) kelas menengah plus ke bawah, mempunyai penghasilan yang memadai, memiliki tingkat aktivitas dengan mobilitas yang tinggi, dan menerapkan gaya hidup sehat serta dinamis. Positioning dari iklan susu steril Bear Brand ini adalah penggunaan logo beruang pada kemasannya, sehingga sering disebut ‘susu beruang’ walaupun bahan utama dari produk ini bukan susu dari hewan beruang, http://digilib.mercubuana.ac.id/ 11 melainkan dari hewan sapi yang memproduksi susu murni. Kemudian susu murni tersebut disterilkan dalam kemasan, hingga menjadi susu steril siap minum yang dinamai susu Bear Brand atau susu beruang. Dalam penelitian ini penulis tidak terlalu jauh membahas tentang strategi pemasaran yang digunakan susu Bear Brand dalam tampilan iklannya. Akan tetapi penulis akan membahas secara mendalam, maknamakna yang ada pada setiap gambar, gerakan, suara, maupun musik (sound) yang digunakan dalam tayangan iklan susu Bear Brand. Penelitian ini juga didasarkan pada realitas sosial budaya Tionghoa di Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, penulis akan menggunakan teori semiotika dalam melakukan penelitian ini. Teori semiotika yang digunakan yaitu semiotika Charles Sanders Peirce. Menurut Peirce, logika harus mempelajari bagaimana orang bernalar. Penalaran tersebut, menurut hipotesis teori Peirce yang mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda-tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberi makna pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.5 Secara kontekstual, penulis memaknai konsep dari iklan susu Bear Brand dari segi pengiklan (pihak perusahaan Nestle Indonesia), pengiklan ingin menyampaikan pesan dari produk ini dengan merepresentasikan kekuatan Naga sebagai manfaat yang terkandung dalam susu steril Bear Brand. Sehingga diharapkan, target audiens yang dituju yaitu orang-orang 5 Sobur, Alex, Analisis Teks Media, Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung, Rosdakarya, 2009 Hal 110-111 http://digilib.mercubuana.ac.id/ 12 yang berusia setengah baya, dengan SSE (status sosial ekonomi) kelas menengah ke bawah, karena pada kelas SSE tahap ini, mayoritas mereka berkarakter pekerja keras untuk meningkatkan ekonomi hidupnya yang lebih tinggi lagi. Audiens yang memiliki jadwal kegiatan padat setiap harinya, serta peduli pada kesehatan tubuhnya, akan mengonsumsi produk ini karena manfaatnya. 1.2 Fokus Penelitian Untuk menganalisa iklan susu Bear Brand ini, peneliti menggunakan model teori Charles Sanders Peirce, dimana ia menganalisa iklan berdasarkan pesan yang dikandungnya dan memaknai pesan iklan tersebut sebagai suatu bentuk komunikasi. Adapun fokus dari penelitian ini adalah “MAKNA NAGA DALAM IKLAN TELEVISI SUSU BEAR BRAND”. 1.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: “Apa makna dari sosok naga dalam iklan televisi (TVC) susu Bear Brand?” 1.4 Tujuan Penelitian Untuk mengetahui makna-makna yang terkandung dalam penggambaran sosok Naga pada tayangan iklan televisi (TVC) susu Bear Brand dengan menggunakan pendekatan teori semiotika Charles Sanders Peirce. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 13 Dengan menggunakan teori semiotika Peirce, penulis ingin mengetahui makna yang sebenarnya terlihat dari tanda-tanda pada sosok Naga tersebut. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui tentang kaitannya penggunaan sosok Naga dengan produk yang diiklankannya ini yaitu susu steril, dan kaitannya antara penggunaan nama dari produk susu steril ini yang bernamakan Bear Brand karena logonya bergambar hewan beruang. Mengetahui makna-makna dari tampilan iklan susu Bear Brand, maka dapat diketahui pesan yang sebenarnya ingin disampaikan melalui tayangan iklan ini. Karena hampir semua iklan susu steril untuk dewasa seperti Bear Brand, tidak ada yang menggunakan penggambaran makhluk mitologi dalam tampilan iklannya. Hal ini juga menjadi salah satu tujuan penulis untuk mengetahui alasan sebenarnya dari penggambaran makhluk mitologi pada sebuah tayangan iklan susu steril ini. 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Akademis Secara akademis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan atau pengetahuan dalam bidang komunikasi, khususnya periklanan. Pada umumnya, diharapkan dapat menambah wacana untuk fenomena dalam metode penelitian kualitatif. 1.5.2 Manfaat Praktisi http://digilib.mercubuana.ac.id/ 14 Menambah wawasan penulis, dalam praktisi bidang periklanan khususnya penggunaan ikon dalam iklan dan diharapkan dapat memberi manfaat dalam mengembangkan dan memperluas pemikiran sebagai sumber informasi bagi para mahasiswa dan mahasiswi. http://digilib.mercubuana.ac.id/ 15 1.5.3 Manfaat sosial Menambah wawasan kepada masyarakat mengenai makna penggunaan makhluk mitos atau makhluk kepercayaan budaya tertentu dalam suatu iklan, terutama bagi orang-orang yang berhubungan dengan dunia periklanan dapat dijadikan sebagai bahan referensi. http://digilib.mercubuana.ac.id/