18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan
dengan tata kelola pemerintahan dalam penganggaran sektor publik, yang
meliputi:
2.1.1 Teori Agensi
Anthony dan Govindarajan (2005) menjelaskan bahwa teori
keagenan adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen.
Hubungan tersebut terjalin ketika prinsipal melimpahkan wewenang dan
tanggung jawab kepada agen. Menurut Belkaoui (2000), konsep
akuntabilitas dapat dijelaskan menggunakan teori agensi, dimana dalam
pengertian luas akuntabilitas dapat dipahami sebagai kewajiban pihak
pemegang amanah dalam hal ini pemerintah (agent) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan
segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada
pihak pemberi amanah dalam hal ini masyarakat yang diwakili oleh DPRD
(principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta
pertanggungjawaban.
Dalam
penelitian
ini,
konsep
teori
agensi
mendukung variabel akuntabilitas kinerja.
18
19
2.1.2 Teori Kontinjensi
Menurut Latifah (2014), Teori kontinjensi menjelaskan bahwa tidak
ada sistem akuntansi manajemen secara universal selalu tepat untuk bisa
diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan, tetapi sistem
akuntansi manajemen tergantung juga pada faktor-faktor situasional yang
ada dalam organisasi. Teori kontinjensi harus diidentifikasi pada aspek
yang spesifik dari sistem akuntansi yang digabungkan dengan keadaan
yang telah ditentukan secara tepat dengan perbandingan yang sesuai.
Efektivitas organisasi adalah suatu fungsi kesesuaian antara struktur
organisasi dan lingkungan dimana organisasi itu beroperasi yang akan
meningkatkan kinerja pada organisasi. Penggunaan konsep kesesuaian
(fit) dalam teori kontinjensi menunjukkan tingkat kesesuaian antara
faktor-faktor kontekstual (kontinjensi) dan sistem akuntansi manajemen
(seperti sistem penganggaran) akan memungkinkan manajer untuk
meningkatkan
kinerja
kesesuaian antara faktor
perusahaan.
Dalam
lingkup
pemerintahan
faktor kontekstual misalnya kinerja dan sistem
penganggarannya akan memungkinkan meningkatnya kinerja dari suatu
lembaga.
2.1.3 Penganggaran Berbasis Kinerja
Penganggaran berbasis kinerja adalah sebuah sistem penganggaran
20
yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan
yang kemudian akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia
dengan hasil yang diharapkan, berorientasi pada output organisasi dan
berkaitan erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi yang
mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan
termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dari keluaran tersebut.
Pendekatan anggaran berbasis kinerja disusun untuk mengatasi
berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya
kelemahan yang disebabakan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan
publik.
Anggaran
dengan
pendekatan
kinerja
sangat
menekankan konsep value for money dan pengawasan atas kinerja
output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan
pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematis dan rasional
dalam proses pengambilan keputusan (Mardiasmo, 2002:84).
Prinsip‐prinsip yang digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja
meliputi:
1.
Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcome
oriented)
Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan
21
anggaran
dimaksudkan
untuk
memperoleh
manfaat
yang
sebesar‐besarnya dengan menggunakan sumber daya secara efisien.
Dalam hal ini, program/kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil
dan keluran yang telah ditetapkan dalam rencana.
2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap
menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages)
Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja
dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai
rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan
suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat
pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana
kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada
saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan.
Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, seorang
manager unit kerja bertanggung jawab atas penggunaan dana dan
pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (outcome).
3. Money Follow Function, Function Followed by Structure
Money follow function merupakan prinsip yang menggambarkan
bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan
didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud
22
pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang
berlaku).
Berdasarkan prinsip‐prinsip tersebut di atas maka tujuan penerapan
penganggaran berbasis kinerja diharapkan:
1. Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang
akan dicapai (directly linkages between performance and budget);
2. Meningkatkan
efisiensi
dan
transparansi
dalam
pelaksanaan
(operational efficiency);
3. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan
tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibility and accountability).
Menurut Pedoman Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja Deputi IV
BPKP, kondisi yang harus disiapkan sebagai faktor pemicu keberhasilan
implementasi penggunaan anggaran berbasis kinerja, yaitu:
1. Kepemimpinan dan komitmen dari seluruh komponen organisasi.
2. Fokus penyempurnaan administrasi secara terus menerus.
3. Sumber daya yang cukup untuk usaha penyempurnaan tersebut (uang,
waktu dan orang).
4. Penghargaan (reward) dan sanksi (punishment) yang jelas.
5. Keinginan yang kuat untuk berhasil.
Langkah-langkah dalam pengelolaan anggaran dimulai dengan
23
proses perencanaan anggaran dengan menyusun rencana strategis SKPD.
Penyusunan rencana strategis SKPD adalah proses untuk menentukan
visi, misi, tujuan, dan sasaran strategis SKPD dan menetapkan strategi
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran. Perencanaan
strategis yang dibuat harus berorientasi pada keinginan dan kebutuhan
masyarakat sebagai stakeholders utama yang memuat visi, misi, tujuan,
sasaran dan strategi berupa kebijakan dan program untuk mencapainya
serta
menyediakan
indikator
kinerja
yang
merupakan
ukuran
keberhasilan/kegagalan suatu program/kegiatan.
Berdasarkan rencana strategis yang sudah ditetapkan tersebut
setiap tahunnya dituangkan dalam suatu rencana kinerja tahunan (RKT).
Rencana kinerja tahunan merupakan penjabaran dari rencana strategis
yang memuat seluruh indikator dan target kinerja yang hendak dicapai
dalam satu tahun. Rencana kinerja ini merupakan tolak ukur yang akan
digunakan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan organisasi instansi
dalam menyelenggarakan pemerintah untuk satu periode tahunan.
Berdasarkan pada rencana kinerja tahunan, instansi menyusun rencana
anggaran yang diperlukan untuk mewujudkan hasil-hasil (outcome) yang
akan dicapai dalam tahun yang bersangkutan. Anggaran yang disusun
adalah anggaran dengan pendekatan kinerja karena dalam anggaran ini
24
dapat merefleksikan hubungan antara aspek keuangan dari seluruh
kegiatan dengan sasaran strategis maupun rencana kinerja tahunannya.
Rencana anggaran tahunan diajukan kepada legislatif untuk mendapatkan
persetujuan. Setelah mendapat persetujuan maka terbitlah rencana
anggaran tahunan yang disetujui oleh legislatif. Berdasarkan rencana
anggaran tahunan yang telah disetujui, masing
masing SKPD menyusun
rencana operasional tahunan. Rencana operasional tahunan adalah
rencana pelaksanaan kegiatan
kegiatan yang akan dilakukan dalam
rangka mencapai tujuan dan sasaran program yang telah dituangkan
dalam rencana kinerja tahunan. Rencana operasional biasanya termasuk
jadwal kegiatan dan penyediaan sumber daya. Berdasarkan pada rencana
kinerja tahunan, rencana anggaran tahunan yang telah disetujui dan
rencana
operasional
tahunan,
disusunlah
kesepakatan
kinerja.
Kesepakatan kinerja pada dasarnya adalah kesepakatan antara pemberi
amanat kepada pihak yang menerima amanat tentang target-target kinerja
yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu berdasarkan alokasi
anggaran yang telah ditetapkan. Dokumen kesepakatan antara pihak
legislatif dengan pihak eksekutif yaitu dokumen kontrak kinerja.
Pada akhir tahun anggaran, setelah program dan kegiatan selesai
dilaksanakan, manajemen kinerja melakukan review, evaluasi dan
25
penilaian atas hasil yang telah dicapai dalam satu tahun anggaran.
Pertanggungjawaban keberhasilan maupun kegagalan dalam mencapai
target kinerja yang ada dalam kesepakatan kinerja dilaporkan ke dalam
suatu laporan kinerja tahunan. Laporan kinerja meliputi laporan kinerja
keuangan dan dan laporan kinerja non-keuangan untuk dapat digunakan
sebagai masukan untuk melakukan perbaikan di tahun berikutnya.
2.1.4 Siklus Anggaran
Siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu mulai anggaran
negara disusun sampai dengan saat perhitungan anggaran disahkan
dengan undang-undang.
1. Perencanaan Anggaran
Proses pengelolaan keuangan daerah diawali dengan proses
perencanaan. Sebagai langkah awal, Pemerintah Daerah menyusun
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) sebagai
dokumen perencanaan untuk periode 5 tahun. RPJMD ditetapkan paling
lambat 3 bulan setelah kepala daerah dilantik, selanjutnya pemerintah
membuat dan menetapkan dokumen perencanaan daerah untuk satu
26
tahun priode atau disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Dokumen inilah yang menjadi acuan pemerintah daerah dalam
menyusun APBD. APBD dibahas dan ditetapkan bersama dengan DPRD
dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
2. Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan Anggaran oleh Kepala SKPD dimulai dengan
penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat
Daerah (DPA-SKPD). DPA-SKPD merupakan dokumen yang memuat
pendapatan, belanja dan pembiayaan yang digunakan sebagai dasar
pelaksanaan
anggaran
oleh
pengguna
anggaran.
Selanjutnya
DPA-SKPD diverifikasi oleh TAPD bersama-sama dengan kepala SKPD
untuk kemudian disahkan.
Kepala SKPD harus menyusun laporan realisasi semester pertama
anggaran dan belanja SKPD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang
menjadi tanggung jawabnya. Pejabat pengelola keuangan daerah
(PPKD) sebagai bendahara umum daerah menggabungkan seluruh
laporan realisasi semester pertama anggaran pendapatan dan belanja
SKPD untuk disusun menjadi laporan realisasi semester pertama APBD.
3. Pelaporan/Pertanggungjawaban Anggaran
Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan APBD, setiap
27
SKPD wajib menyusun dan melaporkan:
a. Laporan realisasi anggaran SKPD
b. Neraca SKPD
c. Catatan atas laporan keuangan SKPD
Selanjutnya PPKD menyusun laporan keuangan daerah dengan cara
menggabungkan laporan-laporan keuangan SKPD. Laporan keuangan
tersebut harus disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi
Pemerintahan.
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD paling
lambat 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Rancangan peraturan
daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD memuat
laporan keuangan daerah yang telah diperiksa oleh BPK. Menurut
Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah pasal 297, menyebutkan bahwa pemerintah daerah wajib
menyampaikan laporan keuangan kepada BPK paling labat tiga bulan
setelah
tahun
anggaran
berkhir
untuk
kemudian
dilakukan
pemeriksaan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara pasal 17, menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan dikeluarkan
28
oleh BPK paling lambat 2 bulan setelah laporan keuangan diserahkan
oleh pemerintah daerah kepada BPK. Persetujuan bersama terhadap
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD oleh DPRD paling lama 1 bulan terhitung sejak rancangan
peraturan daerah diterima.
4. Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan kegiatan yang dilakukan untuk
mengetaui tingkat keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi atau
unit kerja dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang dibebankan
kepadanya.
Tujuan
dilakukannya
evaluasi
kinerja
adalah
agar
organisasi yang bersangkutan mengetahui pencapaian realisasi,
kemajuan dan kendala yang dijumpai atau sebab-sebab tidak
tercapainya kinerja dalam rangka pencapaian misi yang sudah
direncanakan
sehingga
diharapkan
instansi
tersebut
dapat
meningkatkan kinerjanya di masa yang akan datang.
2.1.5 Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah merupakan perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan kegagalan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara
29
periodik. Perwujudan pertanggungjawaban ini kemudian disusun dan
disampaikan dalam bentuk laporan yang disebut Laporan Akuntabikitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP).
Berdasarkan Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN)
No.239/IX/6/8/2003 tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, pelaksanaan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah harus memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagai berikut.
1. Beranjak
dari
sistem
yang
dapat
menjamin
penggunaan
sumber-sumber daya yang konsisten dengan asas-asas umum
penyelenggaraan negara
2. Adanya komitmen dari pimpinan dan seluruh staf instansi yang
bersangkutan.
3. Menunjukkan tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan.
4. Berorientasi pada pencapaian visi dan misi, serta hasil dan manfaat
yang diperoleh.
5. Jujur, objektif, transparan, dan akurat.
6. Menyajikan keberhasilan/kegagalan dalam pencapaian sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan.
30
Untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan
terpercaya harus didukung dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah yang dilaksanakan untuk semua kegiatan utama instansi
pemerintah yang memberikan kontribusi bagi pencapaian visi dan misi
instansi pemerintah.
Tahap-tahap dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
meliputi tahap-tahap sebagai berikut.
1. Penetapan perencanaan stratejik.
2. Pengukuran kinerja.
3. Pelaporan kinerja.
4. Pemanfaatan
informasi
kinerja
bagi
perbaikan
kinerja
secara
berkesinambungan.
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dimulai dari
penyusunan Perencanaan Stratejik (Renstra) yang meliputi penyusunan
visi, misi, tujuan, dan sasaran serta menetapkan strategi yang akan
digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan.
Perencanaan stratejik ini kemudian dijabarkan dalam perencanaan kinerja
tahunan yang dibuat setiap tahun.
Rencana kinerja berisi seluruh target kinerja yang ingin dicapai
31
(output/outcome) dari seluruh sasaran stratejik dalam tahun yang
bersangkutan serta
strategi untuk mencapainya. Rencana kinerja ini
merupakan tolok ukur yang akan digunakan dalam penilaian kinerja
penyelenggaraan pemerintahan untuk suatu periode tertentu. Setelah
rencana kinerja ditetapkan, tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja.
Dalam melaksanakan kegiatan, dilakukan pengumpulan dan pencatatan
data kinerja. Data kinerja tersebut merupakan capaian kinerja yang
dinyatakan dalam satuan indikator kinerja. Dengan diperlukannya data
kinerja yang akan digunakan untuk pengukuran kinerja, maka instansi
pemerintah perlu mengembangkan sistem pengumpulan data kinerja,
yaitu tatanan, instrumen, dan metode pengumpulan data kinerja.
Pada akhir suatu periode, capaian kinerja tersebut dilaporkan kepada
pihak yang berkepentingan atau yang meminta dalam bentuk Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Tahap terakhir,
informasi yang termuat dalam LAKIP tersebut dimanfaatkan bagi
perbaikan kinerja instansi secara berkesinambungan
2.2 Perumusan Hipotesis
Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini terdiri dari empat
faktor, yaitu perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan/
pertanggungjawaban, dan evaluasi kinerja.
32
Perencanaan Anggaran
Dalam penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah,
perencanaan merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh instansi
pemerintah agar mampu menjawab tuntutan lingkungan strategis lokal,
nasional dan global dalam tatanan Sistem Administrasi Negara Republik
Indonesia. Perencanaan anggaran adalah suatu proses untuk menentukan
visi, misi, tujuan dan sasaran strategis SKPD dan menetapkan strategi
yang akan digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ingin
dicapai. Dengan pendekatan perencanaan yang jelas, instansi pemerintah
dapat menyelaraskan visi dan misinya dengan potensi, peluang, dan
kendala yang dihadapi dalam upaya peningkatan akuntabilitas kinerjanya.
Instrumen atau alat ‐ alat lain yang digunakan untu mewujudkan
perencanaan strategis ke dalam realitas dan melakukan langkah
operasional adalah melakukan pengelolaan (manajemen) berbasis kinerja.
Berdasarkan rencana strategis yang yang sudah ditetapkan setiap
tahunnya dituangkan dalam suatu Rencana Kinerja Tahunan (RKT) yang
merupakan penjabaran dari rencana strategis yang mencakup seluruh
indikator dan target kinerja yang hendak dicapai dalam satu tahun.
Rencana kinerja ini merupakan tolok ukur yang akan digunakan untuk
menilai
keberhasilan
dan
kegagalan
organisasi
instansi
dalam
33
menyelenggarakan pemerintahan untuk periode satu tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwiputrianti (2012)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara
Perencanaan
Anggaran
terhadap
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah pada Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementrian Dalam
Negeri Regional Bandung. Pada saat mengusulkan anggaran pengelola
anggaran harus dapat mengusulkan dengan tepat anggaran mana yang
menjadi prioritas dan betul-betul dibutuhkan oleh organisasi sehingga
kegiatan organisasi dapat terlaksana dalam rangka melaksanakan tugas
pokoknya. Rencana Kinerja Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) merupakan pedoman anggaran yang harus dipedomani
dan ditaati di dalam pencairan anggaran, pengelola anggaran harus
memahami mata anggaran yang ditetapkan oleh Kementrian Keuangan.
Dengan melaksanakan perencanaan yang baik, maka meningkatkan
fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan
pengelolaan anggaran.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pemelitian yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut.
Ha1: Perencanaan anggaran berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
34
2.2.2 Pelaksanaan Anggaran
Pelaksanaan Anggaran adalah tahapan yang dimulai sejak APBD
disahkan melalui peraturan daerah pada setiap akhir tahun sebelum tahun
anggaran baru dimulai. Tahapan pelaksanaan berlangsung selama 1
(satu) tahun terhitung mulai awal tahun anggaran baru pada bulan Januari
setiap tahunnya. Tahapan Pelaksanaan ini sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pihak eksekutif melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Saputra (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh Kejelasan
Sasaran
Anggaran,
Kinerja
Manajerial,
Dan
Pelaporan/Pertanggungjawaban Anggaran Terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (Studi Kasus Pada Pemerintah Provinsi Kepulauan
Riau), hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pengaruh
Pelaksanaan Anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau.
Kinerja
pencapaian,
(performance)
pelaksanaan
adalah
suatu
gambaran
mengenai
kegiatan/program/kebijakan
tingkat
dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pemelitian yang dapat
35
dirumuskan adalah sebagai berikut.
Ha2 : Pelaksanaan anggaran berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
2.2.3 Pelaporan/Pertanggungjawaban Anggaran
Tahapan ini mencakup antara penyiapan Laporan Semester
pertama dan Laporan tahunan termasuk penelaahan atas pelaksanaan
anggaran untuk waktu satu tahun anggaran yang bersangkutan. Tahapan
pemeriksaan terdiri dari pemeriksaan internal yang dilakukan oleh
Inspektorat dan BPKP (untuk pembelanjaan yang mengunakan APBN),
serta pemeriksaan eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Herawati (2011) melakukan penelitian dengan judul Kejelasan
Sasaran Anggaran, Pengendalian Akuntansi, dan Sistem Pelaporan
terhadap Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah Kota Jambi, hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara simultan pengaruh kejelasan
sasaran anggaran, pengendalian akuntansi dan sistem pelaporan
terhadap akuntabilitas kinerja instansi Pemerintah Di Kota Jambi
mempunyai pengaruh positif signifikan. Secara parsial yang memiliki
pengaruh negatif yaitu variabel variabel X1 (Kejelasan sasaran anggaran)
dan X2 (Pengendalian akuntansi), variabel yang mempunyai pengaruh
positif yaitu variabel sistem pelaporan (X3).
36
Instansi pemerintah yang berkewajiban menerapkan sistem
akuntabilitas kinerja dan menyampaikan pelaporannya adalah instansi
dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah/Kabupaten/Kota. Adapun
penanggung jawab penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah
(LAKIP)
bertanggungjawab
adalah
melayani
pejabat
fungsi
yang
secara
administrasi
fungsional
di
instansi
masing-masing. Selanjutnya pimpinan instansi bersama tim kerja harus
mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan/kegagalan
tingkat kinerja yang dicapainya. Proses pertanggungjawaban anggaran
diawali dengan penyusunan laporan keuangan pemerintah. Dalam Standar
Akuntansi Pemerintahan disebutkan bahwa karakteristik kualitatif laporan
keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat
karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan
agar laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi kualitas yang
dikehendaki, pertama; relevan, yang berarti informasi harus memiliki
feedback value, predictive value, tepat waktu dan lengkap; kedua andal,
yang berarti informasi harus memiliki karakteristik penyajian jujur,
veriability, netralitas; ketiga dapat dibandingkan, berarti laporan keuangan
dapat dibandingkan dengan periode sebelumnya atau dibandingkan
37
dengan laporan keuangan entitas lain dan keempat dapat dipahami,
berarti bahwa informasi yang disajikan dalam laporan keuangan dapat
dipahami oleh pengguna dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang
disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut.
Ha3 : Pelaporan anggaran berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah.
2.2.4 Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja bertujuan untuk mengetahui pencapaian realisasi,
kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar
dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan
di masa yang akan datang. Dalam evaluasi kinerja dilakukan analisis
efisiensi dengan cara membandingkan antara output dengan input baik
untuk rencana maupun realisasi. Analisis ini menggambarkan tingkat
efisiensi yang dilakukan oleh instansi dengan memberikan data nilai
output per unit yang dihasilkan oleh suatu input tertentu. Selanjutnya
dilakukan
pula
pengukuran/penentuan
tingkat
efektivitas
yang
menggambarkan tingkat kesesuaian antara tujuan dengan hasil, manfaat
atau dampak.
38
Ramadhan (2014) yang melakukan penelitian tentang Implementasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam Rangka
Mewujudkan Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah Berdasarkan Good
Governance (Studi di Dinas Pendapatan Kabupaten Banyuwangi) yang
menggunakan variabel pengukuran kinerja (X1), analisis capaian kinerja
(X2) dan akuntabilitas keuangan (X3) yang merupakan prinsip-prinsip
good governance terutama prinsip transparansi dan akuntabilitas,
sehingga dengan adanya evaluasi kinerja yang dilakukan dengan baik
diharapkan akan mampu meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis pemelitian yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut.
Ha4 : Evaluasi kinerja berpengaruh positif terhadap Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan hipotesis yang telah diuraikan, maka dapat diperoleh
suatu kerangka berpikir yaitu bahwa pengaruh penerapan anggaran
berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang
terukur
melalui
tahapan
siklus
anggaran
sesuai
dengan
prinsip
akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu, dimulai dari
39
perencanaan
anggaran,
pelaksanaan
anggaran,
pelaporan/pertanggungjawaban, dan evaluasi kinerja sehingga akan
tercipta akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang lebih baik, yang
digambarkan dalam skema:
Gambar 2.1
Skema Kerangka Teoritis
Perencanaan Anggaran
(X1)
H1+
Pelaksanaan Anggaran
H2+
(X2)
H3+
Pelaporan/Pertanggungjawab
an
H4+
Anggaran(X3)
Evaluasi Kinerja
(X4)
Akuntabilitas
Kinerja Instansi
Pemerintah
(Y)
Download