8 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori Ada 3 teori yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Teori Atribusi, Theory of Planned Behavior, dan Teori Pembelajaran Sosial. 1. Teori Atribusi (Artibution Theory) Atribusi merupakan salah satu proses pembentukan kesan. Atribusi mengacu pada bagaimana orang menjelaskan penyebab perilaku orang lain atau dirinya sendiri. Atribusi adalah proses dimana orang menarik kesimpulan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku orang lain. Teori Atribusi memandang individu sebagai psikologi amatir yang mencoba memahami sebab-sebab yang terjadi pada berbagai peristiwa yang dihadapinya. Teori atribusi mencoba menemukan apa yang menyebabkan apa, atau apa yang mendorong siapa melakukan apa. Respon yang kita berikan pada suatu peristiwa bergantung pada interpretasi kita tentang peristiwa itu (Harold Kelley, 1972-1973 dalam Bana, 2010). Apabila perilaku seseorang dianggap suatu hal yang luar biasa, maka individu lain yang bertindak sebagai pengamat akan memberikan atribusi eksternal terhadap perilaku tersebut. Sebaliknya jika hal itu dianggap hal yang biasa, maka akan dinilai sebagai atribusi internal. Kedua, konsensus artinya jika semua orang mempunyai kesamaan pandangan dalam merespon perilaku seseorang dalam situasi yang sama. Apabila konsensusnya tinggi, maka termasuk 8 9 atribusi internal. Sebaliknya jika konsensusnya rendah, maka termasuk atribusi eksternal. Faktor terakhir adalah konsistensi, yaitu jika seorang menilai perilakuperilaku orang lain dengan respon sama dari waktu ke waktu. Semakin konsisten perilaku itu, orang akan menghubungkan hal tersebut dengan sebabsebab internal. Alasan pemilihan teori ini adalah kemauan wajib pajak untuk membayar pajak terkait dengan persepsi wajib pajak dalam membuat penilaian terhadap pajak itu sendiri. Persepsi seseorang untuk membuat penilaian mengenai sesuatu sangat dipengaruhi oleh kondisi internal maupun eksternal dari orang tersebut.Jadi teori atribusi sangat relevan untuk menerangkan maksud tersebut. 2. Theory of Planned Behavior Dalam Theory of Planned Behavior (TPB) dijelaskan bahwa perilaku yang ditimbulkan oleh individu muncul karena adanya niat untuk berperilaku. Sedangkan munculnya niat untuk berperilaku ditentukan oleh tiga faktor (Mustikasari, 2007), yaitu: a. Behavioral Beliefs Behavioral beliefs merupakan keyakinan individu akan hasil dari suatu perilaku dan evaluasi atas hasil tersebut. b. Normative Beliefs Normative beliefs yaitu keyakinan tentang harapan normatif orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut. 10 c. Control Beliefs Control beliefs merupakan keyakinan tentang keberadaan hal-hal yang mendukung atau menghambat perilaku yang akan ditampilkan dan persepsinya tentang seberapa kuat hal-hal yang mendukung dan menghambat perilakunya tersebut (perceived power). Penelitian tentang kepatuhan pajak telah banyak dilakukan. Penelitian sebelumnya yang menggunakan teori tersebut adalah penelitian Mustikasari (2007 dalam Arum, 2012 : 28). Dikaitkan dengan penelitian ini, Theory of Planned of Behavior relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebelum individu melakukan sesuatu, individu tersebut akan memiliki keyakinan mengenai hasil yang akan diperoleh dari perilakunya tersebut. Kemudian yang bersangkutan akan memutuskan bahwa akan melakukannya atau tidak melakukannya. Hal tersebut berkaitan dengan kesadaran wajib pajak. Wajib pajak yang sadar pajak, akan memiliki keyakinan mengenai pentingnya membayar pajak untuk membantu menyelenggarakan pembangunan negara (behavioral beliefs). Ketika akan melakukan sesuatu, individu akan memiliki keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain dan motivasi untuk memenuhi harapan tersebut (normative beliefs). Hal tersebut dapat dikaitkan dengan pelayanan pajak, dimana dengan adanya pelayanan yang baik dari petugas pajak, sistem perpajakan yang efisien dan efektif, serta penyuluhan-penyuluhan pajak yang memberikan motivasi kepada wajib pajak agar taat pajak, akan membuat wajib pajak memiliki keyakinan atau memilih perilaku taat pajak. Sanksi pajak terkait dengan control 11 beliefs. Sanksi pajak dibuat adalah untuk mendukung agar wajib pajak mematuhi peraturan perpajakan. Kepatuhan wajib pajak akan ditentukan berdasarkan persepsi wajib pajak tentang seberapa kuat sanksi pajak mampu mendukung perilaku wajib pajak untuk taat pajak (Arum 2012 : 28). Behavioral beliefs, normative beliefs, dan control beliefs sebagai tiga faktor yang menentukan seseorang untuk berperilaku. Setelah terdapat tiga faktor tersebut, maka seseorang akan memasuki tahap intention, kemudian tahap terakhir adalah behavior. Tahap intention merupakan tahap dimana seseorang memiliki maksud atau niat untuk berperilaku, sedangkan behavior adalah tahap seseorang berperilaku (Mustikasari, 2007 dalam Arum, 2012 : 28). Kesadaran wajib pajak, pelayanan fiskus, dan sanksi pajak dapat menjadi faktor yang menentukan perilaku patuh pajak. Setelah wajib pajak memiliki kesadaran untuk membayar pajak, termotivasi oleh fiskus dan sanksi pajak, maka wajib pajak akan memiliki niat untuk membayar pajak dan kemudian merealisasikan niat tersebut. 3. Social Learning Theory (Teori Pembelajaran Sosial) Teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa seseorang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman langsung (Jatmiko, 2006). Menurut Bandura (1977) dalam Jatmiko (2006), proses dalam pembelajaran sosial meliputi: a. Proses perhatian (attentional) b. Proses penahanan (retention) c. Proses reproduksi motorik d. Proses penguatan (reinforcement) 12 Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi mudah tersedia. Proses reproduksi motorik adalah proses mengubah pengamatan menjadi perbuatan. Sedangkan proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model (Bandura, 1977 dalam Jatmiko, 2006 dalam Arum, 2012 : 29). Jatmiko (2006) dalam Arum (2012 : 29) menjelaskan bahwa teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan perilaku wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya membayar pajak. Seseorang akan taat membayar pajak tepat pada waktunya, jika lewat pengamatan dan pengalaman langsungnya, hasil pungutan pajak itu telah memberikan kontribusi nyata pada pembangunan di wilayahnya. Seseorang juga akan taat pajak apabila telah menaruh perhatian terhadap pelayanan pajak, baik fiskus maupun sistem pelayanan pajaknya. Terkait dengan proses penguatan, dimana individu-individu disediakan rangsangan positif atau ganjaran supaya berperilaku sesuai dengan model, tampaknya cukup relevan apabila dihubungkan dengan pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan pajak. B. Kesadaran Membayar Pajak Kesadaran merupakan unsur dalam diri manusia untuk memahami realitas dan bagaimana mereka bertindak atau bersikap terhadap realitas. Jatmiko (2006) menjelaskan bahwa kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti. Irianto (2005) dalam Widayati (2010) menguraikan beberapa bentuk kesadaran 13 membayar pajak yang mendorong wajib pajak untuk membayar pajak. Menurut Suyatmin (2004) dalam Utami, dkk (2012 : 4) kesadaran adalah keadaan seseorang mengetahui atau mengerti, sedangkan perpajakan adalah perihal pajak. Sehingga kesadaran perpajakan adalah keadaan mengetahui atau mengerti perihal pajak. Penilaian positif masyarakat wajib pajak terhadap pelaksanaan fungsi negara oleh pemerintah akan menggerakkan masyarakat untuk mematuhi kewajibannya untuk membayar pajak. Kesadaran wajib pajak dalam membayar kewajiban pajak akan meningkat bilamana dalam Meningkatnya masyarakat pengetahuan muncul perpajakan persepsi positif masyarakat terhadap melalui pajak. pendidikan perpajakan baik formal maupun non formal akan berdampak positif terhadap kesadaran wajib pajak untuk membayar pajak. Karakteristik wajib pajak yang dicerminkan oleh kondisi budaya, sosial, dan ekonomi akan dominan membentuk perilaku wajib pajak yang tergambar dalam tingkat kesadaran mereka dalam membayar pajak. Penyuluhan pajak yang dilakukan secara intensif dan kontinyu akan dapat meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud kegotong royongan nasional dalam menghimpun dana untuk kepentingan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan nasional (Suryadi, 2006 dalam Hardiningsih dan Yulianawati, 2011 : 130). C. Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan Pengetahuan adalah informasi yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika 14 seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia 2003, Pengetauan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. (Utami, dkk. 2012) Terdapat beberapa indikator bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan. Pertama, kepemilikan NPWP. Setiap wajib pajka yang memiliki penghasilan wajib untuk mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP sebagai salah satu sarana untuk pengadministrasian pajak. Kedua, pengetahuan dan pemahaman mengenai hak dan kewajiban sebagai wajib pajak. Apabila wajib pajak telah mengetahui dan memahami kewajibannya sebagai wajib pajak, maka mereka akan melakukannya, salah satunya adalah membayar pajak. Ketiga, pengetahuan dan pemahaman mengenai sanksi perpajakan. Semakin tahu dan paham wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin tahu dan paham pula wajib pajak terhadap sanksi yang akan diterima bila melalaikan kewajiban perpajakan mereka.Hal ini tentu akan mendorong setiap wajib pajak yang taat akan menjalankan kewajibannnya dengan baik. Keempat, pengetahuan dan pemahaman mengenai PTKP,PKP dan tarif pajak. Dengan mengetahui dan memahami mengenai tarif pajak yang berlaku, maka akan dapat mendorong wajib pajak untuk dapat menghitung kewajiban pajak sendiri secara benar. Kelima adalah wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan perpajakan melalui sosialisasi yang dilakukan oleh KPP dan yang 15 keenam bahwa wajib pajak mengetahui dan memahami peraturan pajak melalui training perpajakan yang mereka ikuti (Widayati, 2010 : 6). D. Sanksi Perpajakan Suandy (2011 : 165) meyatakan bahwa sanksi perpajakan merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundangan perpajakan (norma perpajakan) akan ditaati atau dipatuhi. Dengan kata lain. Sanksi perpajakan merupakan alat pencegah (preventif) agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan. Dalam undang-undang perpajakan dikenal dua macam sanksi, yaitu: 1. Sanksi Administrasi yaitu merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya berupa bunga dan kenaikan. Ketentuan sanksi administrasi dalam undang-undang perpajakan terdapat tiga macam sanksi administrasi, yaitu: denda, bunga, dan kenaikan. 2. Sanksi Pidana, yaitu merupakan siksaan atau penderitaan. Sanksi pidana merupakan suatu alat terakhir atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi. Ketentuan sanksi pidana dalam undang-undang perpajakan terdapat tiga macam sanksi, yaitu denda pidana, pidana kurunga, dan pidana penjara. E. Pelayanan Fiskus Pelayanan adalah cara melayani (membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan seseorang). Sementara itu fiskus adalah petugas pajak. Pelayanan fiskus dapat diartikan sebagai cara petugas pajak dalam membantu mengurus atau menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan wajib pajak (Jatmiko, 2006). Penelitian Rina (2009) Fikriningrum. (2012 : 21), untuk 16 mengetahui baik tidaknya pelayanan fiskus yang diberikan oleh wajib pajak, dilakukan dengan memberikan beberapa pertanyaan kepada wajib pajak yaitu, pertama apakah fiskus (aparat pajak) bekerja secara transparan. Kedua, apakah fiskus sukarela membantu kesulitan wajib pajak (bersedia memberikan penyuluhan). Ketiga, apakah fiskus senantiasa menjaga kerapian dalam berpenampilan. Keempat, apakah menjaga tutur katanya dengan baik dan bersikap sopan. Kelima, apakah fiskus memberikan pelayanan dengan cepat dan tangkas untuk membantu kesulitan wajib pajak. Pelayanan fiskus sangat berpengaruh terhadap wajib pajak dalam membayar pajaknya, Oleh karena itu, fiskus dituntut untuk memberikan pelayanan yang ramah, adil, dan tegas setiap saat kepada wajib pajak serta dapat memupuk kesadaran masyarakat tentang tanggung jawab membayar pajak. Pemberian jasa oleh aparat pajak kepada wajib pajak besar manfaatnya sehingga dapat menimbulkan kesadaran wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kemampuan fiskus dalam berinteraksi yang baik dengan wajib pajak adalah dasar yang harus dimiliki fiskus dalam melayani wajib pajak sehingga diharapkan dapat meningkatkan kemauan wajib pajak dalam membayar pajaknya. (Fikriningrum. 2012 : 21) F. Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Dengan adanya pertumbuhan perekonomian yang berarti juga adanya pertumbuhan pendapatan, maka seharusnya menambah juga kewajiban untuk menjadi Wajib Pajak, karena kewajiban perpajakan pada hakekatnya merupakan kewajiban kenegaraan bagi masyarakat dalam kerangka pemikiran tentang keikut 17 sertaan atau peran serta rakyat dalam pembeayaan negara maupun pembangunan nasional. Adalah sangat penting untuk diupayakan agar kewajiban tersebut lebih di dasarkan pada kesadaran dan kepatuhan masyarakat yang timbul dan dirasakan oleh WP. Sendiri (kepatuhan secara sukarela), dari pada hanya sebagai keharusan yang akan efektif apabila disertai dengan paksaan atau sanksi belaka. (Ardani. 2010 : 42). Menurut Anggraini (2012 : 4) kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memiliki kesadaran untuk patuh terhadap aturan undang-undang perpajakan yang berlaku dan dapat mengimplementasikannya secara nyata. Kepatuhan dalam perpajakan dibedakan menjadi dua macam yaitu kepatuhan formal dan material.Kepatuhan formal merupakan keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material adalah keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif yakni sesuai dengan isi dan jiwa Undang-Undang Perpajakan. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (1995 : 1013) yang dikutip oleh Devano dan Rahayu (2006 : 110), istilah kepatuhan yaitu tunduk atau patuh pada ajaran atau aturan. Dalam perpajakan Devano dan Rahayu memberikan pengertian bahwa kepatuhan perpajakan merupakan ketaatan, tunduk, dan patuh serta melaksanakan ketentuan perpajakan. Jadi, wajib pajak yang patuh adalah wajib pajak yang taat dan memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 18 Safri Nurmantu dalam Devano dan Rahayu (2006 : 110) mengatakan bahwa kepatuhan perpajakan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya. Ada dua macam kepatuhan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material. 1. Kepatuhan formal merupakan suatu keadaan dimana wajib pajak memenuhi kewajiban secara formal sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perpajakan. 2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana wajib pajak secara subtantif atau hakikatnya memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai isi dan juga Undang-Undang Perpajakan. Kepatuhan material dapat juga meliputi kepatuhan formal Kriteria wajib pajak patuh menurut Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000, wajib pajak patuh adalah sebagai berikut. 1. Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam dua tahun terakhir. 2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 3. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir. 4. Dalam dua tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada 19 pemeriksaan yang terakhir untuk tiap-tiap jenis pajak yang terutang paling banyak lima persen. 5. Wajib pajak yang laporan keuangannya untuk dua tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak memengaruhi laba rugi fiskal. G. Kerangka Pemikiran 1. Pengaruh Kesadaran Membayar Pajak terhadap Tingkat Kepatuhan Membayar Pajak Kesadaran merupakan unsur dalam manusia dalam memahami realitas dan bagaimana cara bertindak atau menyikapi terhadap realitas. Kesadaran yang dimiliki oleh manusia meliputi kesadaran dalam diri, akan diri sesama, masa silam, dan kemungkinan masa depannya. Masyarakat yang memiliki kesadaran perpajakan berarti wajib pajak mau membayar pajak karena merasa tidak dirugikan dari pemungutan pajak yang dilakukan dan merasa adanya paksaan. Namun, kesadaran perpajakan seringkali menjadi kendala dalam masalah pengumpulan pajak dari masyarakat, karena masyarakat tidak mengetahui wujud kongkrit dari uang yang dikeluarkan untuk membayar pajak. Dalam penelitian Santi 2012, menunjukkan bahwa kesadaran perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hasil penelitian Santi (2012) didukung oleh hasil penelitian, Arum (2012) dan Jatmiko (2006) dalam Fikriningrum (2012:26). Berdasarkan hal tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 20 H1: Kesadaran membayar pajak berpengaruh positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Lingkungan KPP Pratama Jakarta Penjaringan, Jakarta Utara. 2. Pengaruh Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Membayar Pajak Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan merupakan penalaran dan penangkapan makna tentang peraturan perpajakan. Masyarakat hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan peraturan perpajakan, karena untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, pembayar pajak harus mengetahui tentang pajak terlebih dahulu. Tanpa adanya pengetahuan dan pemahaman peraturan perpajakan yang dimiliki masyarakat, maka masyarakat tidak mungkin mau membayar pajak. Dengan adanya pemahaman pajak yang baik, masyarakat akan lebih mengerti pentingnya mambayar pajak, dan manfaat apa yang dapat dirasakan langsung maupun tidak langsung. Dengan pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan, masyarakat akan terbuka pikirannya, bahwa pajak memang murni digunakan untuk kebutuhan pembangunan Negara dan masyarakatnya. Dengan adanya pemahaman pajak, maka tingkat penyelewengan dan kecurangan yang mungkin terjadi dapat diminimalisir. Secara bersamaan maka tingkat kepatuhan membayar pajak wajib pajak pun akan meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 21 H2: Pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan berpengaruh positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Lingkungan KPP Pratama Jakarta Penjaringan, Jakarta Utara. 3. Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Tingkat Kepatuhan Membayar Pajak Sanksi pajak dibuat dengan tujuan agar wajib pajak takut untuk melanggar Undang-undang Perpajakan. Wajib pajak akan mematuhi pembayaran pajaknya bila memandang bahwa sanksi akan lebih banyak merugikannya (Jatmiko, 2006). Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan (Mardiasmo, 2006 dalam Arum 2012 : 34). Oleh karena itu, pandangan wajib pajak mengenai sanksi perpajakan diduga akan mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan hal tersebut maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H3: Sanksi perpajak berpengaruh positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Lingkungan KPP Pratama Jakarta Penjaringan, Jakarta Utara. 4. Pengaruh Pelayanan Fiskus terhadap Tingkat Kepatuhan Membayar Pajak Windurisasi dalam Boediono (2003 : 151) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kualitas pelayanan dengan kepatuhan Wajib Pajak. Jika kepatuhan Wajib Pajak sebagai produk maka kepatuhan Wajib Pajak 22 merupakan titik fokus suatu tujuan dan pencapaian organisasi Kantor Pelayanan Pajak. Kualitas pelayanan tidak mungkin di capai tanpa kualitas dalam proses. Oleh karena itu di perlukan organisasi yang tepat. Tetapi, organisasi yang tepat memerlukan kepemimpinan yang memiliki komitmen yang kuat. Sebab, komitmen dari bawah ke atas merupakan dukungan pilar untuk pilar-pilar yang lain. Bila salah satu pilar lemah, maka semua pilar akan lemah. Fiskus diharapkan memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, dan pengalaman dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak dan perundang-undangan perpajakan. Selain itu fiskus juga harus memiliki motivasi yang tinggi sebagai pelayan publik (Ilyas dan Burton, 2010 dalam Arum 2012 : 33). Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pelayanan fiskus diduga akan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian adalah: H4 : Pelayanan Fiskus berpengaruh positif terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Lingkungan KPP Pratama Jakarta Penjaringan, Jakarta Utara. H. Penelitian Terdahulu Banyak peneliti yang telah melakukan penelitian tentang kepatuhan membayar pajak, baik wajib pajak orang pribadi maupun wajib pajak badan. Variabel yang digunakan oleh para peneliti tersebut pun berbeda-beda, menunjukkan bahwa kepatuhan membayar pajak memang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor internal, maupun faktor eksternal. Penelitian tesebut antara lain: 23 No. Peneliti 1 Harjanti Puspa Arum, Zulaikha (2012) 2 Ni Ketut Muliari Tabel 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian Penelitian Pengaruh Kesadaran Kepatuhan Kesadaran wajib Wajib Pajak, Wajib Pajak, pajak memiliki Pelayanan Fiskus, Dan Kesadaran pengaruh yang Sanksi Pajak Terhadap Wajib Pajak, positif dan Pelayanan signifikan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi Fiskus, dan kepatuhan wajib Yang Melakukan Sanksi Pajak pajak. Hal ini Kegiatan Usaha dan menunjukan bahwa Pekerjaan Bebas semakin tinggi (Studi Di Wilayah kesadaran wajib KPP Pratama Cilacap) pajak maka semakin tinggi pula kepatuhan wajib pajak. 2. Pelayanan fiskus memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukan bahwa semakin baik pelayanan fiskus maka tingkat kepatuhan wajib pajak pun akan semakin tinggi. 3. Sanksi pajak berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi tingkat pemahaman wajib pajak tentang sanksi pajak maka tingkat kepatuhan pajak akan semakin tinggi. Pengaruh Persepsi Persepsi 1. Persepsi wajib Tentang Sanksi Tentang pajak tentang sanksi 24 3. dan Putu Ery Setiawan (2009) Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak Pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Orang Pribadi Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur Sanksi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak, dan Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Margareth Ros Pratama (2012) Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesadaran Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Kepatuhan Kewajiban Perpajakan Di Kota Tangerang Selatan Pendidikan, Penahaman Peraturan Perpajakan, Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak perpajakan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. 2. Kesadaran wajib pajak secara parsial berpengaruh positif dan signifikan pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur. 1. pendidikan (variabel independen) tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (variabel dependen). 2. pemahaman peraturan perpajakan (variabel independen) berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (variabel dependen). 3. Pelayanan kantor pelayanan pajak (variabel independen) tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan wajib pajak orang pribadi (variabel dependen). 25 4. Widayati (2010) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemauan Untuk Membayar Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi Yang Melakukan Pekerjaan Bebas (Studi Kasus Pada KPP Pratama Gambir Tiga) Kesadaran Membayar Pajak, Pengetahuan dan Pemahaman Akan Peraturan Perpajakan, Persepsi Yang Baik Atas Efektivitas Sistem Perpajakan, Dan Kemauan Membayar Pajak. 1.Faktor kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak. 2. faktor pengetahuan dan pemahaman tentang 17 peraturan pajak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kemauan wajib pajak untuk membayar pajak. Sumber: Data Sekunder yang diolah, 2013 I. Alasan Modifikasi Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Arum (2012) yang meneliti tentang kepatuhan wajib pajak orang yang menggunakan variabel Kepatuhan Wajib Pajak, Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan Fiskus, dan Sanksi Pajak dan penelitian Pratama (2012) yang meneliti tentang kepatuhan wajib pajak orang pribadi dengan variabel Pendidikan, Penahaman Peraturan Perpajakan, Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak, dan Kepatuhan Wajib Pajak. Kedua peneliti tersebut melakukan analisis dengan menggunakan program SPSS. Alasan modifikasi penelitian dengan alat analasis SPSS telah banyak dilakukan hampir oleh peneliti yang lain,sedangkan untuk data primer analisi data menggunakan program SPSS kurang efektif.noleh sebab itu peneliti menggunakan 26 program yang lain yaitu dengan menggunakan program AMOS untuk pengujian hipotesis. J. Model Konseptual Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Pengetahuan dan Pemahaman Tentang Peraturan Perpajakan Sanksi Perpajakan H1 H2 H3 Pelayanan Fiskus H4 Kesadaran Membayar Pajak Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi