bab i logika kalimat

advertisement
BAB I
LOGIKA KALIMAT
Dalam suatu pernyataan kalimat, baik verbal maupun dalam bentuk tulisan, sering
muncul ketidak mengertian, kesalah tafsiran dan bahkan keslah pahaman oleh karena
beberapa aspek yang terkandung dalam kalimat. Perbedaan tersebut terkait pengertian
kalimat yang dipicu dengan perbedaan ‘definisi’ mengenai sebagian, maupun
keseluruhan kalimat. Secara fungsional dalam banyak kasus, hal ini memang
‘disengaja’, mengingat perbedaan kebutuhan masing-masing bidang ilmu terhadap
konsep dan makna dasar pemakaian suatu kata dalam suatu kalimat.Bahkan walaupun
bahasa induknya sama, misalkan Bahasa Indonesia, dalam perkembangannya setiap
bidang ilmu memiliki ciri-ciri tertentu terhadap pemakaian suatu kata atau kalimat.
Bahasa sastra, dalam hal ini kalimat sastra berbeda dengan kalimat hokum maupun
matematika. Sebagai contoh perhatikan contoh-contoh berikut:
1. Senja resah terapung
2. Dari masing-masing buku keluar akar
3. Barangsiapa meniru, memalsukan uang kertas dan/atau dengan sengaja
menyimpan….
Kalimat pertama merupakan jenis kalimat yangs sering kita jumpai dalam sastra,
khsususnya puisi atau prosa. Secara sastra kalimat tersebut memuat beberapa ‘gaya
bahasa’, yang menurut orang awam merupakan sesuatu yang sulit atau tidak bisa
dimengerti. Diantaranya apa artinya ‘senja resah’ ?. Padahal senja bukan makhluk
hidup. Senja merupakan peralihan waktu antara sore dan malam hari. Bagaimana ‘dia’
bisa mempunyai perasaan ?. Di sisi lain muncul pertanyaan bagaimana senja bisa
terapung, karena pengertian terapung adalah kondisi obyek di dalam cairan dengan
posisi tidak menyentuh dasar temapt cairan dan sebagian muncul di atas permukaan
cairan tersebut. Bagaimana senja bisa seperti itu ? Jika demikian, apakah definisi
‘senja’ dalam kalimat tersebut ?
Masing-masing kata dalam kalimat trsebut secara partial maupun sebagai bagian
integral dari kalimat mempunyai arti ganda (konotasi) yang berbeda dengan makna
yang seharusnya. Senja bisa diartikan manusia lanjut usia, pemerintahan yang sedang
diambang kehancuran atau keadaan senja itu sendiri. Hal ini memang disengaja oleh si
pembuat kalimat, agar si pemerhati kalimat mengartikan kalimat tersebut mengikuti
imajinasi mereka masing-masing. Dari sinilah keindahan kata atau kalimat dalam
lingkup bidang sastra, akan muncul.
Pada kalimat kedua yang menjadi persoalan adalah arti kata ‘buku’. Buku
mempunyai dua arti yaitu kitab, sesuatu yang terdiri dari lembaran-lembaran kertas,
atau ruas, baik tebu atau persendian. Jika kita mengartikan buku dalam kalimat
tersebut sebagai kitab, maka kalimat tersebut menjadi tidak mempunyai arti. Demikian
juga jika ‘buku’ kita artikan sebagai persendian. Sangat aneh jika dari buku tangan bisa
keluar akar. Kalimat di atas akan mempunyai arti jika ‘buku’ mempunyai arti sebagai
ruas tebu.
Kalimat ketiga merupakan pernyataan yang dikutip dari lembaran uang kertas dan
merupakan bahasa hokum. Kalimat “P dan/atau Q” dibaca “P dan atau Q” yang berarti
bisa “P” saja atau “Q” saja yang dipenuhi. Hal ini dilakukan dengan menekankan dari
apek ketepatan bahasa hokum. Sedangkan di bidang matematika dan bahasa
percakapan secara umum, biasanya cukup digunakan kalimat “P atau Q”.
1.1 Semesta Pembicaraan
Di bidang matematika, khususnya logika kalimat setiap kata atau kalimat harus
mempunyai arti yang tunggal. Tidak boleh mempunyai konotasi yang berbeda antara
satu pihak dengan pihak lainnya, sehingga setiap kata atau kalimat secara tepat dapat
ditentukan apakah merupakan kalimat yang mempunyai arti, kalimat terbuka atau
kalimat yang bisa ditentukan nilai kebenarannya.
Walaupun suatu kalimat terdiri dari unsure-unsur subyek, predikat, obyek dan
keterangan, tetapi dalam logika kalimat dipandang sebagai suatu kesatuan utuh yang
tidak dianalisa berdasarkan unsure-unsurnya.
Logika kalimat berperanan penting sebagai ‘bahasa’ untuk memahami konsepkonsep matematika dan alat berpikir bagi para matematikawan.
Salah satu unsure penting di dalam logika kalimat adalah semesta pembicaraan
(universum/universe of discourse), yaitu himpunan semua obyek-obyek yang berada
atau yang dibentangkan di dalam pembicaraan. Dalam percakapan sehari-hari
biasanya semesta pembicaraan meliputi seluruh alam semesta, sehingga sangat
mungkin muncul ketidak mengertian atau salah penafsiran. Sebagai contoh pada
kalimat,
“Dari masing-masing buku keluar akar”
Jika semesta pembicaraannya seluruh alam semesta dan buku diartikan denga kitab,
kalimat tersebut bisa tidak memliki arti, jika akar diartikan sebagai bagian dari
tumbuhan. Bisa juga memiliki arti, apabila yang dimaksud akar misalnya adalah
ringkasan-ringkasan penting yang diturunkan dari buku tersebut. Namun jika semesta
pembicaraan kita adalah tumbuhan, maka kalimat tersebut mempunyai arti dan tidak
menutup kemungkinan sesuai dengan fakta yang terjadi. Tentu saja dalam kasus ini
kita lebih memilih semestanya adalah tumbuhan.
Untuk itu pada saat suatu ungkapan dinyatakan, sangat penting bagi kita untuk
menentukan semesta pembicaraannya. Namun dalam percakapan sehari-hari hal ini
seringkali tidak kita lakukan, walaupun dari kalimatnya sendiri seringkali dapat
diperkirakan semesta pembicaraannya. Sebagai contoh perhatikan kalimat,
“Amir lebih kecil daripada setiap anggota”
Bisa diduga, bahwa semestanya terdiri dari orang-orang dan bukan bilangan atau
fungsi.
Oleh karena kondisi suatu kalimat mempunyai arti atau tidak, bernilai benar atau
salah dapat ditentukan oleh semesta pembicaraannya, maka di dalam bidang
matematika penentuan semesta pembicaraan harus kita lakukan pada saat suatu
ungkapan dikemukakan. Contohnya adalah kalimat:
“Ada anggota yang lebih kecil daripada I”.
Jika semesta pembicaraan kalimat tersebut adalah R yaitu himpunan semua bilangan
nyata, maka terhadap relasi “lebih kecil” yang lazim kita jumpai pada bilangan nyata,
kalimat tersebut mempunyai arti. Tetapi jika semestanya himpunan semua bilangan
kompleks, maka kalimat tersebut tidak mempunyai arti, kecuali pengertian “lebih kecil”
telah didefinisikan. Selanjutnya jika semestanya R, pernyataan tersebut bernilai benar;
dan jika semesta pembicaraannya himpunan semua bilangan asli, maka ungkapan
tersebut bernilai salah.
Latihan 1.1
1. Tentukan semesta pembicaraannya agar persamaan x2 – x – 2 = 0 mempunyai:
1.1. Tepat satu penyelesaian
1.2. Tepat dua penyelesaian
2. Tentukan semesta pembicaraannya agar persamaan x2 + 1 = 0 mempunyai
penyelesaian.
3. Semesta pembicaraan himpunan semua bilangan nyata. Definisikan
:
bilangan bulat terbesar yang lebih kecil daripada
:
bilangan bulat terbesar yang lebih besar daripada
Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut benar atau salah:
3.1. Ada
yang merupakan bilangan asli
3.2. Semua
3.3. Semua
3.4. Ada
merupakan bilangan bulat tidak positif
memenuhi
yang memenuhi
1.2 Kalimat Deklaratif
Suatu kalimat yang mengandung nilai salah atau benar dikatakan kalimat
deklaratif. Benar pada kalimat artinya mempunyai persesuaian antara isi pernyataan
dengan fakta yang sesungguhnya. Selanjutnya perhatikan ungkapan-ungkapan berikut
ini;
1.
Ya ampun
2.
Bumi berputar pada porosnya
3.
Presiden Indonesia dipilih setiap empat tahun sekali.
4.
Carilah fakta untuk membuktikan, bahwa kesaksiannya bohong.
5.
Selama ini bilangan 2 selalu hidup rukun dengan bilangan 3
6.
Besok hujan atau tidak hujan
Kalimat pertama merupakan kalimat seru (kata seru) yang mempunyai arti tetapi
tidak mengandung nilai benar maupun salah; bahkan tidak memiliki struktur kalimat
yang lengkap, yang minimal terdiri dari subyek dan predikat. Ungkapan ke-2
merupakan kalimat deklaratif yang bernilai benar, yaitu suatu fakta yang terjadi dalam
ilmu bumi. Kalimat ke-3 merupakan kalimat deklaratif yang bernilai salah. Kalimat ke-2
dan ke-3 disebut faktual, karena untuk menentukan benar atau salahnya kita harus
melihat fakta yang terjadi. Sedangkan kalimat ke-4 merupakan kalimat perintah yang
mempunyai arti tetapi tidak memiliki nilai benar maupun salah, sehingga bukan
merupakan kalimat deklaratif.
Latihan 1.2
Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat yang mempunyai arti
atau kalimat tanpa arti atau kalimat deklaratif. Jika deklaratif, tentukan merupakan
kalimat faktual atau non faktual.
1. Semoga Tuhan mengabulkan permohonan
2. Apakah yang salah ?
3. Tidak ada bilangan rasional yang lebih kecil dari semua bilangan bulat.
4. Bilangan 6 menghabiskan bilangan 72.
5. Bilangan asli
yang memenuhi
dan
+ 2 merupakan bilangan prima banyaknya
tak berhingga.
6. Ada hari dimana manusia tidak membutuhkan air.
7. Setiap bilangan jika dikuadratkan hasilnya non-negatif.
8. Setiap bilangan pasti rasional atau irrasional.
1.3 Konstanta dan Variabel
Untuk memahami pengertian konstanta mari kita perhatikan kalimat, “Soekarno
adalah salah seorang proklamator RI”. Kata “Soekarno” dalam kalimat tersebut adalah
nama dari seseorang yang pernah menjadi presiden RI pertama dan yang tercatat
dalam buku sejarah. Dalam sejarah, dia merupakan salah satu (unsure tertentu) dari
semesta pembicaraan yang terdiri dari orang-orang masa lalu. Pada kalimat tersebut
kita membicarakan unsur tertentu dari semesta pembicaraan tanpa menghadirkan,
bahkan tidak mungkin menghadirkan unsur tersebut, tetapi menggunakan lambangnya,
yaitu “Soekarno”. Dalam hal ini “Soekarno” merupakan suatu konstanta.
Definisi 1.3.1
Lambang suatu anggota tertentu dari semesta pembicaraannya
disebut konstanta.
Sebagai contoh perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
1. Ani adalah mahasiswi angkatan 2004 yang paling pandai.
2. Lima puluh habis dibagi 5.
Pada kalimat pertama, dengan semesta pembicaraan himpunan semua manusia, “Ani”
merupakan lambing dari suatu unsur tertentu dari semestanya yang merupakan
manusia dengan ciri-ciri tertentu. Jadi “Ani” merupakan konstanta. Demikian juga “lima
puluh” dan “5” merupakan angka sebagai lambing dari bilangan-bilangan tetentu dalam
semesta pembicaraan berupa himpunan bilangan, sehingga mereka merupakan
konstanta.
Dalam kondisi tertentu seringkali kita juga membicarakan sebarang anggota dari
semesta pembicaraan. Misalkan dalam kalimat,
“Anak-anak memerlukan makanan dan pendidikan”
Dengan semesta pembicaraan himpunan semua manusia, maka kata “anak-anak”
dalam kalimat tersebut merupakan lambang dari sebarang anggota semestanya yang
memiliki rentang usia tertentu, yang sebenarnya bukan rangkaian huruf, tetapi terdiri
atas tangan, kaki, perasaan dan sebagainya.
Definisi 1.3.1
Lambang yang menjadi symbol dari sebarang anggota di dalam
semesta pembicaraannya disebut variable. Lambang ini dapat berupa huruf “ “, “ ”
atau “ ” dan sebagainya. Semesta disebut daerah jelajah (range).
Contoh 1.3.3 Pernyataan,
“ merupakan bilangan negative”,
Bukan merupakan kalimat deklaratif. Kalimat ini disebut kalimat terbuka, karena
memuat variable bebas
dan baru mempunyai nilai benar atau salah (menjadi
deklaratif) jika ” ” dengan suatu unsur tertentu dari semestanya. Misalnya “ ” deiganti
“5” atau “-2”, sehingga diperolah
1.
Bilangan 5 merupakan bilangan negatif
2.
Bilangan -2 merupakan bilangan negatif
Kalimat pertama bernilai salah, sedangkan kalimat ke-2 bernilai benar.
Contoh 1.3.3 Jika semestanya himpunan semua bilangan nyata, maka kalimat:
1.
merupakan kalimat terbuka
2. “Untuk setiap pasangan
dan
jika
<
, maka terdapat
yang memenuhi
“ merupakan kalimat deklaratif dan bukan kalimat terbuka.
Latihan 1.3 “Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat terbuka
atau kalimat deklaratif. Jika kalimat deklaratif apakah bernilai benar atau salah.
1. Kalimat berikut semestanya himpunan semua manusia:
1.1. Tono lebih tinggi daripada Tini
1.2. Balita lebih rentan terhadap penyakit daripada lansia
1.3. Si
lebih pandai daripada si .
2. Kalimat berikut semestanya himpunan semua bilangan nyata
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
1.4 Kata Penghubung
Seperti layaknya penggunaan kalimat dalam bidang lain, pada logika kalimat juga
muncul penggabungan beberapa kalimat tunggal yang disangkai dengan menggunakan
kata penghubung.
1. Konjungsi:
Menggunakan kata penghubung: ‘ dan ‘
2. Disjungsi:
Menggunakan kata penghubung: ‘ atau ‘
3. Implikasi:
Menggunakan kata penghubung: ‘jika’ ..., ‘maka’ ...
4. Biimplikasi:
Menggunakan kata penghubung: ‘jika dan hanya jika’
1.4.1. Negasi, Konjungsi dan Disjungsi
Suatu kalimat tidak jarang merupakan penyangkalan/ingkaran (negasi) dari suatu
pernyataan lain, sebagaimana kalimat-kalimat berikut ini:
Contoh 1.4.1
1. Tidak benar Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya.
Negasi dari: Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya.
2. Dia bukan mahasiswi terpandai.
Negasi dari: Dia mahasiswi terpandai
3. Tidak ada bilangan nyata yang kuadratnya negatif.
Negasi dari: Ada bilangan nyata yang kuadratnya negatif.
Jika
merupakan suatu pernyataan, maka negasi dari
adalah kalimat “tidak benar
“tidaklah
atau “non
dengan simbol “
Nilai kebenaran
didefiniskan
dengan tabel kebenaran:
T
F
F
T
dengan T berarti kalimat bernilai benar dan F berarti kalimat bernilai salah.
Dalam contoh 1.4.1 misalkan
adalah kalimat:
‘Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya’,
dan faktanya dia memang yang tertinggi di angkatannya, berarti
kalimat ingkarannya,
bernilai T; sehingga
yaitu, ‘Tidak benar Amir mahasiswa tertinggi di angkatannya’,
bernilai F.
Kalimat yang terdiri dari beberapa kalimat tunggal yang dirangkai
Definisi 1.4.2
dengan kata penghubung ‘dan’ disebut konjungsi. Di dalam logika kalimat kata ‘dan’
diberi notasi dengan ‘
atau ‘&’.
Toni mahasiswa pandai dan kaya.
Contoh 1.4.3
Terdiri atas kalimat tunggal:
: = Toni mahasiswa pandai, dan
: = Tono orang kaya.
Dalam logika kalimat dapat ditulis dengan ‘
Jika ‘
dan !
atau
kalimat tunggal, maka nilai kebenaran “
sebagai berikut:
"
T
T
F
F
T
F
T
F
"
T
F
F
F
didefinisikan
Berdasarkan tabel tersebut suatu konjungsi berniali benar jika setiap kalimat tunggal
bernilai benar. Dalam contoh 1.4.3, jika faktanya Toni mahasiswa kaya, tetapi IPKnya
kurang dari 2, yang berarti dia tidak pandai, maka kalimat tersebut bernilai salah; atau
si pembuat pernyataan dikatakan berbohong. Ungkapan yang benar untuk fakta ini
adalah “Toni mahasiswa kaya, tetapi tidak pandai”.
Kalimat yang terdiri dari beberapa kalimat tunggal yang dirangkai
Definisi 1.4.4
dengan kata penghubung ‘atau’ disebut disjungsi. Di dalam logika kalimat kata ‘atau’
diberi notasi dengan ‘#’.
Contoh 1.4.5 13 adalah bilangan primaatau habis dibagi 2.
Terdiri atas kalimat tunggal:
$ = 13 adalah bilangan prima
$ = 13 adalah bilangan yang habis dibagi 2.
#
Dalam logika kalimat dapat ditulis dengan ‘
Jika ‘
dan !
kalimat tunggal, maka nilai kebenaran “
#
didefinisikan
sebagai berikut:
"
T
T
F
F
T
F
T
F
#"
T
T
T
F
Berdasarkan tabel tersebut suatu disfungsi bernilai benar jika salah suatu kalimat
penyusunannya
bernilai
benar;
atau
dengan
kata
lain
salah
satu
kalimat
penyusunannya terjadi. Disjungsi akan bernilai salah jika masing-masing kalimat
penyusunannya bernilai salah.
Dalam contoh 1.4.5 sesuai fakta, 13 adalah bilangan prima, berarti
benar. walaupun pernyataan
, yaitu 13
bernilai
adalah bilangan yang habis dibagi 2,
merupakan pernyataan yang salah, tetapi sesuai tabel kalimat “ #
bernilai benar.
Selain disjungsi inklusif, yaitu jika ada kalimat majemuknya bernilai benar
(seperti di tabel di atas), dalam bidang matematika juga dikenal adanya disjungsi
eksklusif. Pernyataan “
dengan “ #
%&%'
yang merupakan disjungsi eksklusif diberi simbol
“ dengan tabel kebenaran:
"
# "
T
F
T
F
F
T
T
F
T
T
F
F
Jadi disjungsi eksklusif bernilai benar jika hanya tepat satu dari kalimat penyusunannya
yang bernilai benar. Sebagai contoh dalam kalimat,
( lebih besar daripada 1 atau ( – 1
0.
Untuk setiap bilangan real ( hanya dapat berlaku salah satu.
1.4.2. Implikasi dan biimplikasi
Implikasi (kondisional) adalah kalimat yang terdiri dari anteseden dan konsekuen
yang di rangkai dengan,
1. “Jika ..., maka ...,
2. “Bila ..., maka ...,
Kata “bila” juga dapat diganti dengan “apabila”.
Di dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai kalimat yang berbentuk implikasi
seperti berikut ini:
1. Jika kamu lolos UMPTN, maka kamu akan dibelikan motor.
2. Jika hari hujan, maka suhu udara akan turun.
3. Bila badannya panas, maka vaksin itu sedang bekerja.
Pada kalimat pertama, antesedennya adalah “Kamu lolos UMPTN” dan kosekuennya
adalah “Kamu akan dibelikan motor”. Kalimat ini merupakan suatu berjanji. Kalimat ke-2
antesedennya adalah “Hari hujan” dan konsekuennya adalah “Suhu udara akan turun”.
Kalimat ini mempunyai hubungan sebab akibat. Sedangkan kalimat ke-3 merupakan
suatu tanda.
Dari contoh-contoh tersebut jelas terlihat, bahwa di dalam implikasi sehari-hari
biasanya ada hubungan antara anteseden dan konsekuen. Hal ini ‘berbeda’ dengan
impilikasi material
yang digunakan dalam logika kalimat, yaitu keharusan adanya
hubungan antara anteseden dan konsekuen ditiadakan.
Di dalam logika kalimat kebenaran implikasi “Jika ), maka
dengan “) *
” yang diberi simbol
didefiniskan dengan tabel kebenaran,
T
T
F
F
"
*"
T
F
T
F
F
T
T
F
Dari tabel terlihat, bahwa suatu implikasi bernilai benar jika:
1. Anteseden bernilai salah atau
2. Kosekuen bernilai benar.
Contoh 1.4.6 Di dalam teori bilangan berlaku sifat: Jika %
1.1
+, maka %,
+,.
Substitusi % = –1, + = 2 – 3 dan , = 4, diperoleh kalimat:
Jika –1 = 2 – 3, maka – 4 = (– 1)4 = (2 – 3)4 = – 4
Karena sifat dalam teori bilangan, maka implikasi ini bernilai benar dengan
anteseden dan konsekuen yang bernilai benar. Hal ini sesuai dengan baris
ke-1 tabel kebenaran.
1.2
Substitusi % = –1, + = 2, dan , = 0, diperoleh kalimat:
Jika –1 = 2, maka 0 = (–1)0 = 2(0) = 0.
Karena sifat di dalam teori bilangan, maka implikasi ini bernilai benar dengan
anteseden salah tetapi konsekuen bernilai benar. Hal ini sesuai dengan baris
ke-3 tabel kebenaran.
1.3
Substitusi % = –1, + = 2, dan , = 4, diperoleh kalimat:
Jika –1 = 2, maka – 4 = (–1)4 = 2(4) = 8.
Karena sifat di dalam teori bilangan, maka implikasi ini bernilai benar dengan
anteseden dan konsekuen yang bernilai salah. hal ini sesuai dengan baris ke-4
tabel kebenaran.
Implikasi “) *
“ yang dinyatakan sesuai fakta (bernilai benar) dapat diucapkan:
1. Jika ), maka , atau Bila ), maka
2. ) hanya jika
atau
bila ).
atau ) hanya bila
Karena jika tidak
, berarti
tidak terjadi atau dengan kata lain
pasti tidak ), yaitu “)” bernilai salah.
salah, maka
- ) merupakan syarat cukup untuk ,
Karena jika ) benar (terjadi) maka kondisi tersebut mencukupi untuk pasti
terjadi. Dengan kata lain “ ” benar.
merupakan syarat perlu untuk ),
merupakan suatu keharusan yang diperlukan agar )
Terjadinya
tidak terjadi, maka ) pun tidak terjadi, walaupun dengan
Karena jika
terjadinya
terjadi.
tidak menjadi jaminan pasti terjadinya ). Agar ) pasti terjadi, selain
terjadi mungkin diperlukan fakta lain.
Contoh 1.4.7
1. Jika –1 < ( < 1, maka ( 2 > 1.
2. Syarat cukup agar dua buah sudut pada segitiga ABC mempunyai besar yang
sama adalah ABC sama sisi.
3. Syarat perlu agar segitiga ABC sama sisi adalah dua buah sudutnya sama
besar.
Ketiga implikasi tersebut merupakan sifat di kalkulus dan geometri. Pada contoh
ke-2 terlihat, bahwa dengan dipenuhinya kondisi segitiga ABC sama sisi, berakibat ketiga
sudutnya sama besar pasti dipenuhi. Dengan kata lain kondisi ABC sama sisi sudah
mencukupi terjadinya dua buah sudutnya sama besar, walaupun sesunggunhnya untuk
membuat dua buah sudutnya sama tidak diperlukan ABC sama sisi.
Pada contoh ke-3, agar segitiga ABC sama sisi, salah satu keharusan yang perlu
dipenuhi adalah dua sudutnya sama besar, tetapi keadaan ini belum cukup untuk
membuat ABC sama sisi. Dengan kata lain diperlukan syarat tambahan, misalnya sudut
lainnya juga sama.
Selanjutnya di dalam tabel berikut dapat dilihat bahwa nilai kebenaran “A * B”
identik dengan “
# B”.
T
T
F
F
F
F
T
T
"
*"
#B
T
F
T
F
T
F
T
T
T
F
T
T
Definisi 1.4.8
Kalimat yang terdiri dari dua kalimat tunggal “A” dan “B”, yang ditulis
dengan “A . B” disebut biimplikasi atau bikondisional.
Tabel kebenaran biimplikasi adalah:
"
Dari
tabel
terlihat
bahwa
/"
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
F
T
suatu
biimplikasi
bernilai
benar
jika
kalimat-kalimat
penyusunannya mempunyai nilai kebenaran yang sama; dan bernilai salah jika kalimatkalimat penyusunannya mempunyai nilai kebenaran yang berbeda.
Biimplikasi “A . B” dibaca :
1. “A jika dan hanya jika B”
2. “A” menjadi syarat perlu dan cukup terjadinya “B”
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa tabel kebenaran biimplikasi identik dengan
kolom terakhir tabel berikut.
A
B
A*B
B*A
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
T
T
T
T
F
T
Dengan kata lain nilai logika dari biimplikasi “A .
(A * B)
(A * B)
(B * A)
T
F
F
T
sama dengan kalimat,
(B * A)
Contoh 1.4.9
1. | 0 |
1 jika dan hanya jika 0 2
1
2. Sisi-sisi segitiga ABC sama panjang bila dan hanya bila sudut-sudutnya sama
besar.
Latihan 1.4
1. Tentukan negasi dari kalimat berikut ini.
1.1. Amir mahasiswa terpandai di angkatannya.
1.2. 1 bukan bilangan rasional.
1.3. Ada mahasiswa yang kaya dan mempunyai IPK 3,80
1.4. Setiap mahasiswa pernah bolos kuliah.
1.5. Ada bilangan nyata 0 yang memenuhi 0 + 2
2 untuk setiap bilangan nyata 2
1.6. A mahasiswa terpandai atau bilangan negatif.
1.7. Bilangan 0 lebih besar daripada 1 dan lebih kecil daripada 10.
2. Dari soal no 1 untuk masing-masing kalimat tentukanlah apakah merupakan kalimat
terbuka atau kalimat deklaratif. Tentukan juga jenis kalimat negasinya apakah bernilai
benar atau salah.
3. Tentukan apakah kalimat-kalimat berikut ini merupakan kalimat terbuka atau kalimat
deklaratif. Jika kalimat deklaratif tentukan apakah bernilai benar atau salah.
3.1. Setiap hari manusia memerlukan makanan.
3.2. Sisi-sisi bujursangkar selalu sama panjang.
3.3. Dia guru yang baik bagi teman-temannya.
5
3.4. Bilangan nyata 0 selalu memenuhi 0 2 3 1 atau 404 6
3.5. Grafik fungsi dengan persamaan 2
0
2
-30
titik yang berbeda dan mencapai minimum di 0 =
memotong sumbu 0 di dua
7
3.6. Bilangan 0 memenuhi 0 2 + 1 6 0.
4. Tentukan nilai kebenaran dari implikasi berikut ini.
4.1. 0
4.2. 0 2
1* 02
1
1* 0
1
4.3. Pada geometri bidang: Jika garis 8 9 8 dan 8 9 8- , maka
4.4. Pada geometri ruang: Jika garis 8 9 8 dan 8 9 8- , maka
:8 ;; 8-:
:8 ;; 8-:
4.5. Jika amir lebih berat daripada Amin dan ani lebih ringan daripada Amin, maka
Amin tidak sama berat dibanding amir.
4.6. Jika <=> <=>
? @A B
C
<=> D @ EF C
G, maka <=>
4.7. Semesta himpunan semua bilangan bulat: Jika J
? @A
C
%H% I%=&' G.
-K, maka J habis dibagi 3.
5. Tentukan nilai kebenaran dari biimplikasi berikut ini.
5.1. ; ; 6 L /
L #L
.
5.2. garis 8 9 M jika dan hanya 8 N M
O
5.3.
.
#
5.4. Fungsi C kontinyu di 0
.
P jika dan hanya jika,
i. C K ada,
ii.
<=>
iii.
C
? @A
C
<=>
ada dan
? @A
C
1.5 Ingkaran dari konjungsi, disjungsi, implikasi dan biimplikasi.
1. Ingkaran konjungsi Q
QRRRRRRRR
" Q, dengan tabel kebenaran sebagai
"Q adalah
berikut.
"
T
T
F
F
"
T
F
T
F
T
F
F
F
RRRRRRRR
"
F
T
T
T
# "R
"R
F
T
T
T
F
F
T
T
F
T
F
T
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari QRRRRRRRR
" Q identik dengan
2. Ingkaran disjungsi Q
# "R
# "Q adalah QRRRRRRRR
"Q , dengan tabel kebenaran sebagai
berikut.
T
T
F
F
"
#"
T
F
T
F
T
T
T
F
RRRRRRRR
"
F
F
F
T
"R
"R
F
F
F
T
F
F
T
T
F
T
F
T
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari QRRRRRRRR
# " Q identik dengan
3. Ingkaran implikasi Q
"R .
* "Q adalah QRRRRRRRRR
* " ”, dengan tabel kebenaran sebagai
berikut.
"
*"
RRRRRRRRR
*"
"R
"R
T
T
F
F
T
F
T
F
T
F
T
T
F
T
F
F
F
T
F
F
F
T
F
T
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari QRRRRRRRRR
* "Q identik dengan
4. Ingkaran biimplikasi Q
"R .
/ "Q adalah QRRRRRRRRRR
/ " ”, dengan tabel kebenaran sebagai
berikut.
"
T
T
F
F
T
F
T
F
F
F
T
T
"R
*"
F
T
F
T
T
F
F
T
RRRRRRRRR
*"
" #
F
T
T
F
F
T
T
F
Terlihat bahwa nilai kebenaran dari QRRRRRRRRRR
/ " Q identik dengan
Latihan 1.5
"
"R #
"
Tentukan ingkaran dari kalimat-kalimat di dalam Latihan 1.4, kemudian
tentukan nilai kebenarannya.
1.6 Konvers, invers dan kontraposisi.
Dari kalimat yang berbentuk implikasi Q
* "Q dapat diturunkan bentuk-bentuk
kalimat:
1. " *
2.
3.
yang disebut konvers dari Q
* "R yang disebut invers dari Q
* "”
*"
* "R yang disebut kontraposisi dari Q
*"
Nilai kebenaran kontraposisi sama dengan nilai kebenanaran implikasi awalnya.
T
T
F
F
"
*"
* "R
T
F
T
F
T
F
T
T
F
T
T
T
Contoh 1.6.1
1. Kalimat: Jika hari hujan, maka jalanan basah.
Kontraposisinya:
"R
F
T
F
T
F
F
T
T
1.1.
Jika tidak benar jalanan basah, maka tidak benar hari hujan.
1.2.
Jika jalanan tidak basah, maka hari tidak hujan.
2. Kalimat: ; ;
*
Kontraposisinya:
* ; ; S
S
6* ; ; 6
Untuk semesta pembicaraan T ekuivalen dengan
Sedangkan nilai kebenaran dari konvers dan invers tidak bisa ditentukan dari nilai
kebenaran implikasi awalnya.
Contoh 1.6.2
1. Kalimat: Jika hari Minggu, maka kemarin hari Jum’at.
1.1.
Konversinya
:
Jika kemarin hari Jum’at, maka besok hari Minggu.
1.2.
Inversinya
:
Jika besok bukan hari Minggu, maka kemarin bukan
hari Jum’at
Dalam kasus ini baik implikasi awal, maupun inversnya semua bernilai benar.
2. Diberikan semesta pembicaraannya T Kalimat:
2.1.
Konversinya
:
2.2.
Inversinya
:
3
U
*
3
*
3 .
3
U
*
Implikasi soal bernilai benar, Konvers dan inversnya bernilai salah sebab untuk
berlaku
Latihan 1.6
3
tetapi
.
Tentukan konvers, invers dan kontraposisi kalimat-kalimat di dalam
Latihan 1.4 no. 3 kemudian tentukan nilai kebenarannya.
Download