31 BAB III ANALISIS PEMBAHASAN Pada bab ini, akan diberikan gambaran mengenai hasil pengolahan data dan analisis berdasarkan peraturan SK DIR. BI Nomor 30/ 12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 tentang penelitian yang bertujuan untuk menganalisis tingkat kesehatan bank diihat dari pengukuran rasio Capital Adequacy Ratio, Rasio Kecukupan Modal Inti Terhadap Dana Pihak Ketiga, Rasio Kualitas Aset Produktif, Non Performing Loan pada Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah di Kota Surakarta. Pada bab ini akan diuraikan mengenai penggunaan sampel, hasil perhitungan, serta analisis dari perhitungan yang telah dilakukan. A. PENGGUNAAN SAMPEL Penelitian ini bertujuan memberikan bukti empiris tentang tingkat kesehatan bank berdasarkan pengukuran rasio Capital Adequacy Ratio, Rasio Kecukupan Modal Inti Terhadap Dana Pihak Ketiga, Rasio Kualitas Aset Produktif, Non Performing Loan. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan (annual report) perbankan yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama tahun 2013-2015 yang dipublikasikan melalui website resmi Otoritas Jasa Keuangan (www.ojk.go.id). Metode pengambilan sampel dengan cara populasi. Menurut Sugiyono (2013) pengertian populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan 32 kemudian ditarik kesimpulannya. Berikut ini disajikan hasil pengambilan sampel penelitian BPR dan BPRS di Kota Surakarta: Tabel 3.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian BPR Konvensional di Kota Surakarta Kriteria Jumlah BPR Konvensional Jumlah BPR Konvensional yang terdaftar di OJK tahun 2013 – 2015 12 BPR Konvensional yang laporan keuanggannya tidak tersedia (5) Jumlah populasi penelitian yang digunakan 7 Tabel 3.2 Gambaran Umum Sampel Penelitian BPR Syariah di Kota Surakarta Kriteria Jumlah BPR Syariah Jumlah BPR Syariah yang terdaftar di OJK tahun 2013 – 2015 4 BPR Syariah yang laporan keuanggannya tidak tersedia (1) Jumlah populasi penelitian yang digunakan 3 32 33 B. ANALISIS dan PEMBAHASAN 1. Permodalan Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: a. Capital Adequency Ratio (CAR) Tabel 3.3 CAR BPR di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama Bank 2013 2014 2015 1 PT BPR Artha Daya 48% 52% 44% 2 PT BPR Bank Solo 42% 32% 31% 3 PT BPR Binalanggeng Mulia 13% 50% 19% 4 PT BPR Central International 14% 11% 10% 5 PT BPR Dana Utama 15% 16% 14% 6 PT BPR Sukadana 21% 22% 21% 7 PT BPR Suryamas 18% 22% 27% 24% 29% 24% Rata Rata Industri pada BPR di Kota Surakarta Sumber: data diolah Jika dilihat Capital Adequency Ratio adalah rasio yang membandingkan antara keseluruhan modal inti dan pelengkap dibanding dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) . ATMR dalam hal ini adalah aktiva yang dinilai menurut bobot resikonya terhadap keuangan perbankan. Keseluruhan nilai Capital Adequency Ratio BPR di kota Surakarta masih berada di atas standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 9 %. Berdasarkan peringkat yang telah ditentukan BPR di kota Surakarta 34 secara keseluruhan berada di peringkat 1 atau masuk dalam kriteria “Sangat Baik”. Bedasarkan data tabel 3.3 perhitungan rasio CAR pada bank BPR di kota Surakarta pada tahun 2013 dapat dilihat PT BPR Artha Daya memiliki rasio CAR tertinggi jika dibandingan dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 48%. Hal ini berarti PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan modal sebanyak 48% untuk menanggung aktiva produktif yang berisiko. Pada tahun 2013 BPR yang memiliki rasio CAR paling rendah yaitu PT BPR Binalanggeng Mulia sebesar 13%. Hal ini berarti PT BPR Binnalanggeng Mulia memiliki kemampuan modal sebesar 13% jika bandingkan dengan ATMR. Rasio CAR yang dimiliki oleh PT Binnalanggeng Mulia berada di kriteria “Sangat Sehat”, meskipun memiliki kriteria rasio CAR sangat sehat PT Binnalanggeng Mulia masih berada di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 24%. Pada tahun 2014, PT BPR Artha Daya memiliki rasio CAR tertinggi dari BPR di kota Surakarta yaitu sebesar 52%. Hal ini berarti pada tahun 2014 PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan permodalan sebesar 52% yang dinilai sangat sehat untuk sebuah BPR, karena BPR akan lebih siap dalam menghadapi resiko-resiko yang akan timbul. Tingkat CAR yang dimiliki PT BPR Artha Daya mengalami kenaikan sebesar 4% jika dibandingkan rasio CAR pada 34 35 tahun 2013. Pada kondisi ini, PT BPR Artha Daya masuk dalam kriteria “Sangat Sehat”. BPR yang memiliki rasio CAR paling rendah pada tahun 2014 yaitu PT BPR Central International sebesar 11%. Rasio CAR ini mengalami penurunan 3% dari tahun 2013. Rasio CAR yang dimiliki PT BPR Central International pada tahun 2014 masih berada di atas standar yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 9% dan masuk dalam kriteria “Sangat Sehat”, namun Rasio CAR yang dimiliki PT BPR Central International pada tahun 2014 masih berada jauh di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 29%. Hal tersebut harus menjadi perhatian PT BPR Central International agar tetap bisa bersaing dengan BPR di kota Surakarta. Berdasarkan tabel 3.3 pada tahun 2015 sebagian besar BPR di kota Surakarta mengalami penurunan rasio CAR. Walaupun pada tahun 2015 mengalami penurunan secara keseluruhan BPR di kota Surakarta berada di atas standar yang Bank Indonesia dan masih dalam kriteria Sehat. PT BPR Artha Daya pada tahun 2015 masih berada di posisi tertinggi rasio CAR yang dimiliki yaitu sebesar 44%. Rasio CAR tersebut mengalami penurunan yang signifikan dari tahun 2014 sebesar 8%. Hal ini disebabkan pada Laporan Laba Rugi tahun 2015 tercatat PT BPR Artha Daya mengalami kerugian sebesar 147.548.000. Kerugian yang terjadi dapat berpengaruh pada rasio CAR yang dimiliki. Karena laba atau 36 rugi yang dimiliki BPR sangat berpengaruh pada perhitungan keseluruhan modal yang dimiliki. Hal ini berarti jika BPR mengalami kerugian akan berpengaruh pada turunnya modal yang dimiliki sehingga, rasio CAR akan mengalami penurunan. Rasio CAR PT BPR Central International pada tahun 2015 berada di posisi terendah jika dibandingkan dengan BPR di kota Surakarta yaitu sebesar 10%. Hal ini berarti PT BPR Central International hanya memiliki kecukupan modal sebesar 10% dari aktiva yang beresiko yang dimiliki perusahaan. Akan tetapi rasio CAR yang dimiliki BPR Central International masih berada di kriteria “Sehat”. Secara keseluruhan dalam PT BPR Artha Daya memiliki rasio CAR tertinggi selama tahun 2013 – 2015 jika dibandingkan dengan BPR yang berada di kota Surakarta. Dalam hal ini semakin besar rasio CAR yang dimiliki oleh bank maka akan semakin baik dalam faktor permodalan. Jika semakin besar rasio CAR berarti bank dinilai semakin sehat dan mampu menyediakan modal dalam jumlah besar untuk mengatasi resiko resiko yang akan timbul. 36 37 Dari hasil perhitungan rasio CAR pada BPRS di kota Surakarta di dapatkan hasil sebagai berikut Tabel 3.4 CAR BPRS di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama BPRS 2013 2014 2015 1 BPRS Dana Mulia 11% 11% 9% 2 BPRS Dana Amanah 14% 15% 23% 3 BPRS Central Syariah Utama 16% 18% 14% 14% 15% 15% Rata Rata Industri BPRS di Kota Surakarta Sumber : data diolah Berdasarkan data tabel 3.4 hasil perhitungan rasio CAR pada BPRS di kota Surakarta tahun 2013 – 2015 dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Secara keseluruhan rasio CAR pada BPRS di Surakarta berada di atas standar yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. BPRS di kota Surakarta memiliki rasio CAR yang sehat, jika dilihat semuanya masih masuk dalam kriteria perbankan yang sehat dari faktor permodalannya. Dilihat pada tahun 2013 BPRS di kota Surakarta yang memiliki rasio CAR tertinggi yaitu BPRS Central Syariah Utama dengan tingkat rasio CAR sebesar 16%. Hal ini berarti BPRS Central Syariah Utama memiliki kemampuan menyediakan permodalan sebesar 16% dalam mengelola aktiva produktif yang memiliki resiko. Menurut penilaian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia BPRS Central Syariah Utama masuk dalam peringkat 1 38 atau memiliki kriteria “Sangat Sehat”. BPRS di kota Surakarta yang memiliki tingkat rasio CAR yang paling rendah pada tahun 2013 yaitu BPRS Dana Mulia sebesar 11%. Walaupun berada di posisi terendah akan tetapi menurut penilaian yang ditentukan oleh Bank Indonesia rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS Dana Mulia masih berada di kriteria “Sangat Sehat”, namun rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS Dana Mulia masih berada di bawah rata rata industri BPRS di Kota Surakarta sebesar 14%. BPRS Central Syariah Utama pada tahun 2014 kembali memiliki rasio CAR tertinggi dari BPRS yang berada di kota Surakarta yaitu sebesar 18%. Rasio CAR ini dicatat mengalami kenaikan sebesar 2% dari tahun 2013. Hal ini disebabkan beberapa aktiva yang menjadi unsur dalam perhitungan ATMR seperti piutang dan pembiayaan pada tahun 2014 sebesar Rp 4.236.147 mengalami penurunan jika dibanding 2013 sebesar Rp 6.101.858. Penurunan aktiva tersebut dapat berpengaruh pada kenaikan rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS, karena dengan turunnya jumlah piutang dan pembiayaan akan mengurangi resiko yang akan timbul dari aktiva. Pada tahun 2014 BPRS di kota Surakarta yang memiliki rasio CAR terendah yaitu BPRS Dana Mulia sebesar 11%. Hal ini berarti BPRS Dana Mulia memiliki kemampuan permodalan sebesar 11% dari aktiva yang beresiko yang dimiliki 38 39 perusahaan. Rasio CAR yang dimiliki BPRS Dana Mulia masih berada pada kriteria “Sangat Sehat”. Pada tahun 2015 BPRS yang memiliki rasio CAR yang tertinggi yaitu BPRS Dana Amanah sebesar 23% atau mengalami kenaikan sebesar 8% dari tahun 2014. Hal ini berarti BPRS Dana Amanah memiliki kecukupan modal inti sebanyak 23% terhadap ATMR. Dapat disimpulkan BPRS Dana Amanah masih mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitasnya. Menurut penilaian yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia pada tahun 2015 BPRS Dana Amanah masuk dalam kriteria “Sangat Sehat”. Rasio CAR yang dimiliki BPRS Dana Amanah masih berada di atas rata rata industri BPRS di Kota Surakarta sebesar 15%. Berdasarkan analisis di atas rasio CAR BPRS Dana Mulia pada tahun 2013 – 2015 memiliki tingkat rasio yang paling rendah jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta lainnya. Hal ini dilihat pada laporan laba rugi tahun 2014 – 2015 BPRS Dana Mulia mengalami kerugian pada tahun 2014 sebesar Rp 1.038.360.000 dan meningkat pada tahun 2015 sebesar Rp 1.004.639.000 sehingga dapat mempengaruhi rasio CAR yang dimiliki. Jika dibandingkan antara rasio CAR BPR dan BPRS terjadi perbedaan yang sangat besar. Rasio CAR BPR di kota Surakarta hampir mencapai 5 kali lipat jika dibandingkan rasio CAR BPRS di 40 kota Surakarta. Hal ini biasanya disebabkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BPRS masih sangat kurang sehingga menyebabkan BPRS tidak optimal untuk memperoleh keuntungan yang besar. Selain itu, modal disetor yang dimiliki BPR lebih besar jika dibandingkan dengan modal disetor yang dimiliki oleh BPRS. Beberapa hal tersebut sangat mempengaruhi rasio CAR yang dimiliki oleh BPRS. b. Equity To Debt Ratio (EDR) Tabel 3.5 EDR BPR di kota Surakarta 2013 - 2015 Nama Bank 2013 2014 2015 1 PT BPR Artha Daya 0,7 0,72 0,67 2 PT BPR Bank Solo 0,22 0,32 0,35 3 PT. BPR Binalanggeng Mulia 0,36 0,35 0,35 4 PT BPR Central International 0,17 0,16 0,15 5 PT BPR Dana Utama 0,15 0,12 0,07 6 PT BPR Sukadana 0,25 0,14 0,15 7 PT BPR Suryamas 0,34 0,29 0,31 0,31 0,30 0,29 Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta Sumber : data diolah Equity To Debt Ratio (EDR) adalah rasio yang dihitung berdasarkan perbandingan modal inti dengan Dana Pihak Ketiga. Rasio EDR ini berguna untuk melihat kemampuan modal inti dalam melakukan pengembalian terhadap dana pihak ketiga. Dilihat dari perhitungan nilai rasio EDR secara keseluruhan BPR di 40 41 kota Surakarta masih berada peringkat kurang sehat dan tidak sehat. Hal ini berarti modal inti BPR di kota Surakarta belum memiliki kemampuan permodalan yang cukup untuk menghadapi resiko dari dana dari pihak ke tiga yang dimiliki BPR, dalam hal ini dana pihak ke tiga berasal dari nasabah yang memberikan dananya berupa tabungan dan deposito. Pada tahun 2013 rasio EDR pada BPR di kota Surakarta tertinggi dimiliki oleh PT BPR Artha Daya yaitu sebesar 0,7 kali. Hal ini berarti PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan modal mengembalikan dana pihak ke tiga sebesar 0,7 kali dari dana pihak ke tiga yang diterima. Menurut penilaian tingkat kesehatan bank oleh Bank Indonesia PT BPR Artha Daya berada di peringkat empat dan masuk dalam kriteria “Kurang Sehat”, akan tetapi rasio EDR tersebut berada di atas rata rata industri BPR di Kota Surakarta sebesar 0,31. BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR terendah pada tahun 2013 adalah PT BPR Dana Utama yaitu sebesar 0,15. Rendahnya rasio EDR diakibatkan oleh modal yang disetor kepada bank sangat kecil jika di bandingkan jumlah dana pihak ke tiga yang tinggi. Sehingga dapat berpengaruh pada tinggi rendahnya rasio EDR yang dimiliki. Rendahnya rasio EDR ini akan berdampak pada Dilihat dari tabel 3.5, BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR paling tinggi pada tahun 2015 yaitu PT BPR Artha Daya 42 dengan kemampuan modal intinya sebesar 0,67 kali, artinya PT BPR Artha Daya memiliki kemampuan untuk mengembalikan dana pihak ke tiga sebesar 0,67 kali dari dana pihak ke tiga yang diterima. Menurut penilaian dari Bank Indonesia PT BPR Artha Daya masuk dalam peringkat empat atau kriteria “Kurang Sehat”. BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR terendah pada tahun 2015 yaitu PT BPR Dana Utama dengan kemampuan pengembalian dana pihak ke tiga sebesar 0,07. Rasio EDR tersebut masa Hal itu karena dipengaruhi jumlah dana pihak ke tiga yang besar dan meningkat setiap tahunnya tetapi tidak disertai dengan peningkatan modal inti yang dimiliki. Di bawah ini disajikan Equity To Debt Ratio (EDR) untuk BPRS di kota Surakarta. Tabel 3.6 EDR BPRS di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama BPRS 2013 2014 2015 1 BPRS Dana Mulia 0,16 0,19 0,08 2 BPRS Dana Amanah 0,47 0,51 0,72 3 BPRS Central Syariah Utama 0,27 0,41 0,63 Rata Rata Industri BPRS di Kota Surakarta 0,30 0,37 0,48 Sumber: data diolah Dilihat dari perhitugan Equity To Dept Ratio (EDR) terlihat BPRS di kota Surakarta sama seperti BPR di kota Surakarta tingkat EDRnya masih berada pada kriteria kurnag sehat dan tidak sehat. 42 43 Secara umum pengembalian dana pihak ke tiga masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dari data tabel di atas BPRS Dana Mulia memiliki tingkat pengembalian dana pihak ke tiga (EDR) terendah. Pada tahun 2013 BPRS Dana Mulia memiliki tingakat rasio EDR sebesar 0,16 yang artinya BPRS Dana Mulia hanya dapat mengembalikan dana pihak ke tiga sebesar 0,16 kali. Hal ini disebabkan pihak BPRS Dana Mulia mampu menghimpun dana dari nasabah berupa tabungan dan deposito dalam jumlah besar. Namun disisi lain modal disetor yang dimiliki tidak mengalami peningkatan sehingga berakibat pada turunnya rasio EDR. Pada tahun 2013 BPRS Dana Amanah memiliki rasio EDR tertinggi jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta sebesar 0,47 kali. Walaupun memiliki rasio EDR tertinggi, akan tetapi masih berada jauh di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Menurut penilaian tingkat kesehatan bank BPRS Dana Amanah berada dikriteria “Tidak Sehat”. Dari data tabel yang telah disajikan raiso EDR yang dimiliki BPRS Dana Amanah menjadi paling tinggi jika dibandingkan dengan BPRS lainnya di kota Surakarta yaitu sebesar 0,72. Hal itu berarti modal inti BPRS Dana Amanah dapat mengembalikan dana pihak ke tiga sebanyak 0,72 kali dari dana pihak ke tiga yang dimiliki. Berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank BPRS Dana 44 Amanah pada tahun 2015 berada dalam kriteria “Kurang Sehat”. Pada tahun 2015 BPRS yang memiliki rasio EDR terendah yaitu BPRS Dana Mulia dengan rasio sebesar 0,08. Rasio EDR ini mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 0,09. Hal itu berarti BPRS Dana Mulia tidak mampu mengelola dana pihak ke tiga untuk mendapatkan keuntungan. Penurunan tersebut terjadi karena pada tahun 2015 BPRS Dana Mulia mengalami kerugian, sehingga sangat mempengaruhi perhitungan rasio EDR. Menurut penilaian tingkat kesehatan BPRS Dana Mulia berada dalam kriteria “Tidak Sehat” dan berada jauh di bawah rata rata industri BPRS di Kota Surakarta sebesar 0,48. Penilaian tingkat EDR pada BPRS di kota Surakarta secara keseluruhan memiliki tingkat yang tidak aman, artinya rata rata BPRS di kota Surakarta memiliki rasio EDR dalam kriteria yang Kurang Sehat. Hal tersebut juga terjadi pada BPR di kota Surakarta yang memiliki rasio EDR di bawah standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini BPR dan BPRS yang memiliki rasio yang rendah harus berhati hati dalam mengelola keuangan. Karena dana pihak ke tiga yang dimiliki masuk dalam unsur kewajiban bank. Jika sebuah kewajiban lebih besar dari pada modal yang dimiliki, hal itu akan menyebabkan mengembalikan dana tersebut. 44 resiko tidak dapat 45 2. Kualitas Aktiva Produktif Dari perhitungan yang telah dilakukan diperolah hasil sebagai berikut a. Kualitas Aktiva Produktif (KAP) Tabel 3.7 KAP BPR di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama Bank 2013 2014 2015 1 PT BPR Artha Daya 87% 89% 87% 2 PT BPR Bank Solo 98% 98% 97% 3 PT. BPR Binalanggeng Mulia 98% 99% 98% 4 PT BPR Central International 91% 91% 91% 5 PT BPR Dana Utama 98% 92% 92% 6 PT BPR Sukadana 95% 96% 96% 7 PT BPR Suryamas 96% 95% 95% 95% 94% 94% Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta Sumber : data diolah Rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) adalah rasio yang dihitung berdasarkan aktiva produktif yang diklarifikasi dan dibandingkan dengan total aktiva yang dimiliki. Hal ini aktiva produkif yang diklarifikasi dihitung dari penentuan bobot resiko yang akan timbul dari aktiva produktif yang bermasalah. Dari hasil perhitungan rasio Kualitas Aktiva Produktif (KAP) dapat diketahui BPR di kota Surakarta dalam 3 tahun pengelolaan aktiva produktinya relatif stabil. Hal itu dilihat dari hasil rasio yang tidak mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan. Secara 46 keseluruhan BPR di kota Surakarta memiliki rasio KAP tinggi, berada di atas standard yang di tentukan oleh Bank Indonesia. Dari data tabel 3.7, dilihat pada tahun 2013 PT BPR Binnalanggeng Mulia memiliki rasio KAP tertinggi dibanding dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 98%. Hal ini berarti BPR Binnalanggeng memiliki kemungkinan 98% aktiva produktif yang telah ditanamkan dapat diterima kembali, aktiva produktif yang dimaksud adalah penempatan dana pada bank lain dan melalui pembiayaan berjangka. Menurut penilaian Bank Indonesia PT BPR Binnalanggeng berada di kriteria “Sangat Sehat”. Serta BPR yang memiliki rasio KAP terendah dimiliki oleh PT BPR Artha Daya yaitu sebesar 87%. Rendahnya rasio KAP ini disebabkan pada laporan keuangan PT BPR Artha Daya tahun 2013 PT BPR Artha Daya memiliki resiko kredit macet yang sangat tinggi mencapai Rp 1.190.903.000, dibandingkan dengan total aset produktif sebesar Rp 12.538.921.000. Kredit bermasalah tersebut sangat berpengaruh pada rasio KAP yang di miliki perusahaan. Menurut penilaian tingkat kesehatan dari Bank Indonesia tingkat KAP yang di miliki PT BPR Artha Daya tahun 2013 berada dalam kriteria “Kurang Sehat” dan berada di bawah rata rata industri BPR di Kota Surakarta sebesar 95%. Pada tahun 2014 dan 2015 secara keseluruhan BPR Binalanggeng Mulia memiliki rasio KAP tertinggi dari seluruh 46 47 BPR di kota Surakarta. Pada tahun 2014 BPR Binalanggeng Mulia tercatat mengalami kenaikan sebesar 1% jika dibanding tahun 2013 menjadi 99%. Pada tahun 2015 PT BPR Binalanggeng Mulia mengalami sedikit penurunan dari tahun 2014 menjadi sebesar 98%. Tingginya rasio KAP pada PT BPR Binalanggeng Mulia ini disebabkan, manajemen dapat mengelola aktiva produktifnya dengan baik. Ini dibuktikan dengan rasio KAP yang tinggi disetiap tahunnya. Secara keseluruhan pada tahun 2014 dan 2015 penilaian kesehatan pada PT BPR Binalanggeng Mulia berada dalam kriteria “Sangat Sehat”. Berbeda dengan PT BPR Binalanggeng Mulia yang selalu memiliki rasio KAP yang tinggi. PT BPR Artha Daya memiliki rasio KAP yang terendah pada tahun 2014 dan 2015. Pada tahun 2014 rasio KAP PT BPR Artha Daya mengalami kenaikan sebesar 2% dari tahun sebelumnya menjadi 89%. Pada tahun 2014 PT BPR Artha Daya berada dalam kriteria penilaian kesehatan bank “Cukup Sehat”. Pada tahun 2015 rasio KAP PT BPR Artha Daya mengalami penurunan menjadi 87%. Menurut penilaian kesehatan oleh Bank Indosesi pada tahun 2015 PT BPR Artha Daya berada diperingkat 4 atau masuk dalam kriteria “Kurang Sehat”. Rasio KAP PT BPR Artha Daya berada 7% di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta yaitu sebesar 94%. Hal ini berarti PT BPR Artha Daya harus memperhatikan aktiva 48 produktif yang dimiliki agar dapat mengurangi resiko yang akan terjadi. Bedasarkan analisa di atas menunjukkan bahwa semakin tingginya rasio KAP, maka semakin besar kemungkinan bank menerima kembali dari dana yang telah datanamkan dalam bentuk penempatan kepada bank lain dan kredit yang diberikan. Hal ini berarti jika semakin besar rasio KAP yang dimiliki oleh bank maka akan memperkecil kemungkinan bank mengalami resiko pembiayaan yang bermasalah. Terdapat juga tabel hasil dari perhitungan Kualitas Aktiva Produktif (KAP) untuk BPRS di kota Surakarta sebagai berikut: Tabel 3.8 KAP BPRS di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama BPR 2013 2014 2015 1 BPRS Dana Mulia 93% 67% 84% 2 BPRS Dana Amanah 96% 94% 96% 3 BPRS Central Syariah Utama 91% 91% 92% Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta 93% 84% 90% Sumber : data diolah Bedasarkan hasil perhitungan rasio KAP pada BPRS di kota Surakarta mengalami fluktuasi. Hal itu terdapat BPRS yang mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan. BPRS yang 48 49 mengalami kenaikan dan penurunan secara signifikan akan berakibat pada tidak stabilnya kondisi kesehatan banknya. Dari tabel 3.8, pada tahun 2013 BPRS Dana Amanah memiliki rasio KAP sebesar 96%, rasio ini tertinggi jika dibandingkan pada BPRS lainnya di kota Surakarta. Hal ini berarti BPRS Dana Amanah potensi dana yang diterima dari dana yang ditanamkan dalam bentuk penempatan pada bank lain dan pembiayaan pada tahun 2013 sebesar 96%. Berdasarkan penilaian kesehatan yang telah ditentukan Bank Indonesia, rasio KAP yang dimiliki BPRS Dana Amanah berada dalam kriteria “Sangat Sehat” dan berada 3% di atas rata rata industri BPRS di kota Surakarta yaitu sebesar 93%. Pada tahun 2014 BPRS yang memiliki rasio KAP terendah yaitu BPRS Central Syariah Utama sebesar 91%, hal ini bank memiliki kualitas aktiva produktif yang baik. Jika menurut penilaian tingkat kesehatan bank rasio KAP yang dimiliki BPRS Central Syariah Utama berada dalam kriteria “Sehat”. Pada tahun 2014 BPRS Dana Mulia mengalami penurunan tingkat KAP secara signifikan yaitu sebesar 67% jika dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 93%. Hal ini berarti BPRS Dana Mulia hanya memiliki 67% aktiva produktif jika dibandingkan jumlah keseluruhan aktiva. Penurunan rasio KAP di sebabkan manajemen tidak mampu mengelola jumlah kredit yang dimiliki. Hal tersebut berpengaruh pada rasio KAP mengalami penurunan secara 50 signifikan. Pada tahun 2014 BPRS Dana Mulia masuk dalam kriteia “Tidak Sehat”. Rasio KAP yang dimiliki BPRS Dana Mulia berada 17% atau jauh di bawah rata rata industri BPRS di kota Surakarta sebesar 84%. Pada tahun 2015 BPRS Dana Mulia mampu memperbaiki tingkat KAP yang dimiliki menjadi 84%. Hal tersebut menjadikan BPRS Dana Mulia masuk kriteria “Kurang Sehat”. BPRS Central Syariah Utama, pada tahun 2014 - 2015 BPRS Dana Amanah memiliki rasio KAP tertinggi jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta lainnya. Rasio KAP BPRS Dana Amanah pada tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 2 % dari tahun 2013 menjadi 94%. Pada tahun 2015 BPRS Dana Amanah dapat meningkatkan kembali rasio KAP yang dimiliki menjadi 96%. Secara keseluruhan rasio KAP yang dimiliki oleh BPRS Dana Amanah berada dalam kriteria “Sangat Sehat” sesuai dengan penilaian tingkat kesehatan yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Jika dibandingkan tingkat rasio KAP antara BPR dan BPRS di kota Surakarta tidak memiliki perbedaan yang sangat jauh. BPR dan BPRS mengalami masalah yang sama dalam hal rasio KAP yang dimiliki. Akan tetapi pihak managemen baik dari BPR dan BPRS dapat mengelola kualitas aktiva produktifnya dengan baik sehingga, dapat memperoleh rasio KAP yang tinggi. 50 51 b. Non Performing Loan (NPL) Tabel 3.9 NPL BPR di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama Bank 2013 2014 2015 1 PT BPR Artha Daya 17% 15% 17% 2 PT BPR Bank Solo 3% 3% 5% 3 PT. BPR Binalanggeng Mulia 2% 2% 3% 4 PT BPR Central International 12% 13% 4% 5 PT BPR Dana Utama 3% 14% 19% 6 PT BPR Sukadana 8% 3% 4% 7 PT BPR Suryamas 6% 9% 7% 7% 8% 8% Rata Rata Industri BPR di Kota Surakarta Sumber: data diolah Dilihat dari tabel 3.9 hasil perhitungan Non Performing Loan (NPL) BPR di kota Surakarta dari tahun 2013 – 2015 secara umum BPR di kota Surakarta memiliki tingkat rasio NPL di atas standar yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia. Walaupun ada beberapa BPR yang masih di atas standar yang telah ditentukan sebesar 8% akan tetapi hal tersebut masih berada pada kriteria sehat untuk ukuran usaha sebuah BPR. Berdasarkan pada tabel 3.9 pada tahun 2013 PT BPR Binalanggeng Mulia memiliki rasio NPL yang paling baik jika dibanding dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 2%. Hal ini berarti pihak manajemen bank dapat memperkecil resiko kredit yang akan timbul dari penyaluran kredit menjadi sebesar 52 2% dari total kredit yang diberikan. Menurut penilaian tingkat kesehata bank rasio NPL yang dimiliki PT BPR Binalanggeng Mulia berada pada kriteria “Sangat Sehat”. Rasio NPL yang dimiliki PT BPR Binalanggeng berada di bawah rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 8%. Pada tahun 2013, PT BPR Artha Daya memiliki tingkat kredit bermasalah yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan BPR lainnya di kota Surakarta yaitu sebesar 17%. Menurut Greuning dalam bukunya Analisis Resiko Perbankan (2011) tingginya rasio NPL disebabkan salah satu faktor yaitu, kurangnya pengawasan terhadap kondisi debitu. Akibatnya, pinjaman yang awalnya berkembang dengan sehat menjadi masalah yang mengakibatkan kerugian karena kurangnya pengawasan . Pada tahun 2013 rasio NPL PT BPR Artha Daya termasuk dalam kriteria “Tidak Sehat”. Pada tahun 2014 rasio NPL paling baik masih dimiliki oleh PT BPR Binalanggeng Mulia yaitu sebesar 2%. Kecilnya rasio NPL disebabkan oleh pihak manajemen yang memiliki kredibilitas dalam mengelola kredit bermasalah dengan baik. Selain itu pula, pihak bank selalu melakukan pembinaan kepada krediturnya untuk menghindari kredit bermaslah dimasa yang akan datang. Seperti pada tahun 2013 PT BPR Binalanggeng Mulia masih berada dikriteria “Sangat Sehat”. Pada tahun 2014 52 53 PT BPR Artha Daya mengalami penurunan presentase rasio NPL sebesar 2%, hal itu disebabkan turunnya jumlah kredit yang bermasalah yang dimiliki. Secara umum PT BPR Artha Daya berada diperingkat 4, memiliki penilaian kesehatan perbankan dengan kriteria “Kurang Sehat”. Pada tahun 2015 PT BPR Binalanggeng Mulia memiliki rasio NPL yang paling baik jika dibanding dengan BPR lainnya di kota Surakarta sebesar 3%. Walaupun PT BPR Binalanggeng Mulia mengalami kenaikan presentase rasio NPL sebesar 1%, kenaikan tersebut tidak berpengaruh pada tingkat kesehatannya. PT BPR Dana Utama pada tahun 2015 mengalami kenaikan rasio NPL sebesar 5% dibanding pada tahun 2014 menjadi 19%. Hal ini berarti dari total kredit yang diberikan oleh PT BPR Dana Utama kepada nasabahnya memiliki resiko menjadi kredit bermasalah sebesar 19%. Bedasarkan penilaian tingkat kesehatan yang telah ditentukan oleh Bank Indonesia PT BPR Dana Utama berasa pada kriteria “Tidak Sehat” dan rasio NPL yang dimiliki berada 11% di atas rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 8%. Hal ini berarti PT BPR Dana Utama memiliki resiko pembiayaan bermasalah lebih tinggi dibandingkan dengan rata rata BPR di kota Surakarta. Berdasarkan analisis di atas dijelaskan dengan rasio NPL yang semakin kecil dapat menunjukkan bahwa bank mampu 54 mengelola berbagai resiko kredit yang timbul dari penyaluran kredit yang dilakukan oleh unit kerja bisnis. Di bawah ini adalah hasil perhitungan pada BPRS di kota Surakarta sebagai berikut: Tabel 3.10 NPL BPRS di kota Surakarta periode 2013 - 2015 Nama BPR 2013 2014 2015 1 BPRS Dana Mulia 12,86% 52,69% 23,82% 2 BPRS Dana Amanah 9,19% 11,93% 5,39% 3 BPRS Central Syariah Utama 13,50% 15,84% 13,42% 11,85% 26,82% 14,21% Rata Rata Industri BPRS di Kota Surakarta Sumber: data diolah Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia nomor 9/29/DPbS 2007 NPL pada BPRS memiliki nama Non Performing Financing (NPF). Secara perhitungan NPF sama dengan perhitungan NPL pada BPR dengan membandingan jumlah kredit yang bermasalah dengan total kredit yang dimiliki. Dilihat hasil perhitungan tingkat kredit bermasalah secara keseluruhan BPRS di kota Surakarta tercatat kurang sehat. BPRS di kota Surakarta memiliki rasio NPF berada di bawah standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 8%. Dilihat pada tabel 3.10 pada tahun 2013 BPRS Dana Amanah memiliki rasio NPF terbaik dengan prosentase 9,19%. 54 55 Hal tersebut berarti BPRS Dana Amanah memiliki resiko kredit bermasalah 9,19% dari total jumlah kedit diberikan. Menurut penilaian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia BPRS Dana Amanah berada pada kriteria “Sehat”. Selain itu, BPRS yang memiliki rasio NPF yang tinggi pada tahun 2013 yaitu BPRS Central Syariah Utama dengan prosesntase 13,50%. Hal ini disebabkan karena BPRS Central Syariah Utama pada tahun 2013 memiliki kredit bermasalah yang cukup besar sehingga mempengaruhi rasio NPF yang dimiliki. Berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank rasio NPF yang dimiliki oleh BPRS Central Syariah Utama berada di kriteria “Cukup Sehat”. Rasio NPF yang dimiliki BPRS Central Syariah Utama masih berada di atas rata rata industri BPR di kota Surakarta sebesar 11,85%. Pada tahun 2014 BPRS Dana Mulia memiliki rasio NPF yang jauh di bawah standard yang ditentukan oleh Bank Indonesia yaitu sebesar 52,69% dan berada jauh di atas rata rata industri BPRS sebesar 26,82%. Hal itu berarti BPRS Dana Mulia memiliki kredit bermasalah sebanyak 52,69% dari total kredit/pembiayaan yang dimiliki. Hal ini merupakan presentase NPF terendah jika dibandingkan dengan BPRS lainnya di kota Surakarta. Menurut Greuning (2011) rendahnya presentase ini biasa terjadi karena beberapa faktor. Faktor yang berasal dari debitur yaitu, terjadinya kebangkrutan usaha yang dilakukan 56 oleh debitur sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk membayat kredit sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan. Faktor dari pihak kreditur adalah kuranganya pembinaan yang dilakukan oleh pihak BPRS kepada debitur yang memiliki kolektabilitas kurang lancar. Akibatnya, kredit akan beresiko besar menjadi macet jika bank tidak mengawasi dan membina debitur bermasalah. Rasio NPF yang dimiliki oleh BPRS Dana Mulia pada tahun 2014 masuk dalam kriteria “Tidak Sehat”. Pada tahun 2015 BPRS Dana Amanah memiliki rasio terbaik jika dibandingkan dengan BPRS di kota Surakarta dengan presentase 5,39%. Rasio ini turun 6% dibandingkan dengan tahun 2014. Hal itu berarti pada tahun 2015 kinerja keuangan BPRS Dana Amanah lebih baik jika dibandingkan inerja tahun 2014. Sama seperti BPRS Dana Amanah, BPRS Dana Mulia mengalami penurunan rasio NPF yang sangat signifikan dengan presentase 23,82% dibanding tahun 2014 yang mencapai 52,69%. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa kesehatan keuangan BPRS Dana Mulia tahun 2015 jauh lebih baik daripada tahun 2014. Penilaian tingkat kesehatan BPRS Dana Mulia masuk dalam kriteria “Tidak Sehat”. Jika dibandingkan rasio NPL seluruh BPR di Surakarta masih jauh lebih baik dari pada rasio NPF pada BPRS di kota 56 57 Surakarta. Hal itu disebabkan karena beberapa faktor. Faktor yang berasal dari debitur yaitu, terjadinya kebangkrutan usaha yang dilakukan oleh debitur sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya untuk membayat kredit sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan. Faktor dari pihak kreditur adalah kuranganya pembinaan yang dilakukan oleh pihak BPRS kepada debitur yang memiliki kolektabilitas kurang lancar, diragukan, dan macet. Dapat dikatakan rasio BPRS di Kota Surakarta harus di bawah pengawasan Bank Indonesia