BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kanker adalah salah satu penyakit yang dapat terjadi pada anak. Kejadian kanker pada anak terus mengalami peningkatan dan menjadi salah satu penyebab kematian. Kematian akibat kanker di dunia akan terus meningkat jika kanker tidak ditangani dengan baik. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 13,1 juta kematian yang akan terjadi akibat kanker (World Health Organization, 2012). Pada tahun 2015, Amerika Serikat memperkirakan akan ada kasus baru yang didiagnosis Leukemia pada anak usia 0-14 tahun sebanyak 54.270 kasus (America Cancer Society, 2015). Di Indonesia, menurut data Sistem Registrasi Kanker Indonesia (SriKanDi) tahun 2005-2007 menunjukan bahwa estimasi insidensi kanker pada anak usia 0-17 tahun sebesar 9 per 100.000 anak. Kasus kanker pada anak mencapai 4,7% dari kanker pada semua umur. Ada lima jenis kanker yang paling banyak dialami anak-anak di Indonesia yaitu leukemia 2,8; retinoblastoma 2,4; osteosarkoma 0,97; limfoma 0,75 dan kanker nasofaring 0,43 yang masingmasing dihitung per 100.000 anak (Depertemen Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Di RSUP Dr. Sardjito pada bulan Januari 2004 sampai Januari 2007 terdapat 159 pasien anak yang didiagnosis LLA (Sitaresmi et al., 2008). Menurut studi yang dilakukan oleh Ali et al., (2010) dengan menggunakan program 1 2 komputer Yogyakarta Pediatric Cancer Registry (YPCR) menjelaskan bahwa dari total 1.124 anak yang baru didiagnosis kanker di RSUP Dr. Sardjito selama 10 tahun (Januari 2000-Desember 2009) pada anak usia di bawah 18 tahun, ada 6 diagnosis yang paling umum terjadi yaitu Leukemia Limfoblastik Akut (40,6%), Leukemia Mieloblastik Akut (13,9%), retinoblastoma (6,7%), neuroblastoma (5,5%), Wilm's tumor atau nefroblastoma (4,5%) dan Non-Hodgkin lymphoma (4,4%). Berdasarkan usia anak, sebagian besar (58,2%) didiagnosis pada saat masa bayi dan usia dini (usia 0-5 tahun). Sedangkan menurut informasi dari register sub bagian Hemato-Onkologi RSUP Dr. Sardjito pada bulan Januari 2012 sampai Agustus 2014 terdapat 239 pasien anak yang diagnosis kanker, dan 119 anak adalah LLA. Secara umum pengobatan LLA adalah kemoterapi, meliputi kemoterapi tahap awal yaitu tahap induksi di rumah sakit selama 4-6 minggu kemudian tahap konsolidasi dan tahap pemeliharaan (maintenance), dengan total lama pengobatan selama 2 sampai 3 tahun. Transplantasi sumsum tulang direkomendasikan untuk anak LLA dengan klasifikasi risiko tinggi (high risk) dan anak yang relaps setelah mencapai remisi atau apabila leukemia tidak mencapai remisi setelah berturutturut diberikan kemoterapi pada tahap induksi (Ward et al., 2014). Menurut Whitsett et al., (2008) kanker dan pengobatan kanker itu sendiri dapat memicu adanya peningkatan kebutuhan energi pada anak. Energi merupakan konsep utama dalam menjelaskan kelelahan (fatigue) anak dengan kanker (Davies et al., 2002). Masalah fisik pada anak yang dilaporkan menjadi prevalensi tertinggi yaitu kelelahan terkait kanker, baik yang sedang menerima 3 pengobatan atau anak yang telah selesai pengobatannya. Kelelahan dapat terkait secara langsung dengan kanker atau pengobatan dan mungkin terus berlanjut pada tahun berikutnya setelah pengobatan selesai (Wang, 2008). Anak LLA tahap pemeliharaan (maintenance) mengalami masalah gangguan tidur dan kelelahan selama menjalani pengobatan kemoterapi (Zupanec et al., 2010). Adanya mual, nyeri, dan kelelahan merupakan gejala umum pada sebagian besar anak yang dirawat di rumah sakit dengan kanker. Munculnya gejala ini secara signifikan berdampak pada pengalaman gejala termasuk semua beban gejala yang dialami anak. Prevalensi yang lebih besar yaitu sebanyak 34% adalah mual, kelelahan, nafsu makan menurun, nyeri, dan rasa mengantuk (Miller et al., 2011). Sementara itu, menurut Allenidekania, dkk (2012) menyebutkan prevalensi kelelahan pada anak kanker di Jakarta, Indonesia mencapai 44,2% (n=73). Kelelahan pada anak dengan kanker digambarkan sebagai pengalaman fisik, mental dan emosional yang ditandai dengan berkurangnya energi, menurunya aktivitas fisik, dan meningkatnya perasaan lelah (Hockenberry-eaton et al., 1999). National Comprehensive Cancer Network/NCCN (2008) menyebutkan bahwa kelelahan dapat terjadi sebagai gejala atau keluhan tersendiri atau sebagai salah satu elemen dalam tingkatan gejala (cluster of symptoms) seperti nyeri, depresi, gangguan tidur dan anemia. Kelelahan adalah keluhan yang umum dilaporkan oleh pasien selama pengobatan, dengan estimasi 80-100% pasien dengan kanker mempunyai pengalaman kelelahan (Lawrence et al. 2004; Prue et al. 2006). 4 Kelelahan melibatkan aspek multidimensi fisik, emosi, kognitif dan sosial. Kelelahan meningkat pada saat pasien mendapat terapi kanker seperti kemoterapi, radioterapi dan bioterapi (Enskar & Essen, 2008). National Comprehensive Cancer Network/NCCN (2008) menyebutkan bahwa kelelahan terkait kanker didefinisikan sebagai suatu distressing, menetap, dan perasaan subjektif dari fisik, emosional, dan atau kelelahan kognitif (tiredness cognitive) atau rasa kelelahan (exhaustion) terkait kanker atau pengobatan kanker yang tidak proporsional dalam melakukan aktivitas dan dapat menurunkan status fungsional (Abbott et al., 2012). Anak dengan kanker termasuk kelompok risiko tinggi yang mengalami pengabaian masalah kelelahan yang diakibatkan terapi dan efek samping terapi kanker. Hal ini dapat disebabkan karena faktor perkembangan anak yang mempengaruhi kemampuan anak itu sendiri dalam mengekpresikan keluhan kelelahan (Allenidekania, 2015). Alasan lain yang sama-sama disadari oleh pasien dan petugas kesehatan bahwa kelelahan merupakan perasaan subjektif, yang tidak mengancam kehidupan dan menganggap bahwa kelelahan merupakan konsekuensi dari terapi kanker yang tidak bisa dihindari (Mitchell, 2010). Kelelahan yang tidak ditangani secara tepat dapat menurunkan kualitas hidup anak (Eddy & Cruz, 2007). Menurut Leung, et al.;Benedito, et al., (2000 dalam Allenidekania, 2015) mengidentifikasi dampak kelelahan pada anak yang dinyatakan sembuh dari kanker antara lain anak mengalami gangguan pertumbuhan, mengalami penurunan daya ingat, keterbatasan memori jangka 5 pendek (mudah lupa), kesulitan belajar, perubahan hormon, dan komplikasi penyakit lainnya termasuk mendapatkan kanker sekunder. Adanya kelelahan (fatigue) juga bisa menjadi masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental pada pasien kanker anak. Beberapa gejala umum seperti kelelahan dapat disalahartikan sebagai indikasi dari depresi. Anak-anak dengan kanker cenderung memiliki beberapa gejala yang muncul pada saat pengobatan kemoterapi. Gejala umum yang lebih banyak dialami meliputi nyeri, kelelahan, mual, muntah, batuk, anoreksia dan gejala psikologis (Muckaden et al., 2011). Selain kelelahan, perubahan perilaku, depresi dan perubahan aktivitas pada anak yang menerima pengobatan kanker. Hal ini dilaporkan dalam penelitian kualitatif yang memberikan pemahaman bahwa ada perubahan fisik dan emosional pada anak dan remaja selama pengobatan kanker (Hockenberry-Eaton et al., 1998; Hockenberry-Eaton & Hinds, 2000). Aktivitas pada anak adalah bermain. Bermain merupakan salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan sebagai suatu kebutuhan anak. Selain itu aktivitas bermain digunakan anak sebagai bentuk pengalihan stres saat sakit. Aktivitas bermain dijadikan salah satu dasar penilaian status performa pada anak kanker karena mampu mengukur performa aktivitas anak dari hari ke hari. Selain itu bisa menjadi pengkajian yang efektif sebagai hasil pengobatan, perkembangan kesuksesan program rehabilitasi dan kemampuan bertahan jangka panjang yang komprehensif, evaluasi dari status fungsional (Lansky et al., 1987). Menurut Suzuki & Kato (2003) anak yang mengalami sakit sering dibatasi dalam kegiatan/aktivitas mereka, sehingga anak sering tidak masuk sekolah serta 6 ada penurunan dalam kemampuan menjaga persahabatan dengan temantemannya. Penilaian perubahan performa dapat memberikan wawasan tentang perubahan kualitas hidup anak yang disebabkan oleh terapi kanker dan efek sampingnya (Hockenberry et al., 2010). Meskipun akibat kelelahan merugikan bagi pasien, hal itu belum menjadi prioritas dalam perawatan pasien dengan kanker. Perawat belum melakukan pengkajian kelelahan terkait kanker secara rutin pada pasien kanker yang dilakukan pengobatan kemoterapi. Meskipun dalam diagnosis keperawatan serta tindakan keperawatan sudah ada panduan dalam merawat pasien dengan kelelahan. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di RSUP Dr. Sardjito diperoleh data bahwa belum dilakukan pengkajian keperawatan tentang kelelahan terkait kanker pada anak dan bagaimana aktivitas bermain anak selama menjalani pengobatan kemoterapi. Pengkajian dan penanganan keperawatan lebih ke dampak kemoterapi yang secara nyata dapat terlihat seperti mual muntah, rambut rontok, kulit mengering, mucositis serta pengendalian infeksi. Hasil observasi dari status dokumentasi keperawatan hampir seluruh pasien anak yang dirawat di Ruang Kartika II pada bulan Desember 2013, tidak ada perawat yang menegakan diagnosis keperawatan kelelahan. Hasil wawancara dengan perawat menyampaikan bahwa kelelahan terkait kanker pada anak belum dilakukan pengkajian secara khusus, tetapi pengkajian keperawatan secara umum sudah dilakukan sesuai dengan format pengkajian yang tersedia di rumah sakit. Hasil observasi aktivitas bermain pada anak dengan LLA yang dirawat dan mendapat 7 pengobatan kemoterapi, tampak sebagian besar anak melakukan aktivitas bermain di tempat tidur. Selain itu tampak anak-anak juga beraktivitas bermain di ruang khusus bermain yang ada di ruang perawatan. Hasil wawancara dengan orang tua menyampaikan bahwa anaknya terkadang mengeluh lelah dan badan lemas, sehingga anak bermain di tempat tidur dengan alat permainan yang dibawa sendiri atau meminjam dari ruang bermain. Sementara hasil wawancara dengan orang tua anak yang menjalani kemoterapi memasuki tahap pemeliharaan (maintenance) di rawat jalan Poliklinik Anak, orang tua menyampaikan anak masih bisa beraktivitas bermain dengan aktif seperti anak yang sehat pada umumnya, tetapi orang tua melakukan pemantauan dan pembatasan untuk beristirahat. Orang tua dengan anak yang menjalani kemoterapi tahap reinduksi menyampaikan jika anak mereka hanya melakukan aktivitas bermain di dalam rumah dengan menonton TV atau bermain game. Dengan latar belakang di atas, maka peneliti ingin menganalisis hubungan antara kelelahan dan aktivitas bermain pada pasien anak LLA yang menjalani kemoterapi. B. Perumusan Masalah Penelitian Berdasar uraian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan antara kelelahan dengan aktivitas bermain pada anak LLA yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito?”. 8 C. Tujuan Penelitian Menganalisis hubungan antara kelelahan dengan aktivitas bermain pada anak LLA yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito. D. Manfaat Penelitian 1. Hasil penelitian ini dapat berkontribusi dalam meningkatkan body of knowledge keperawatan pada anak dengan kanker khususnya LLA yang berhubungan dengan kelelahan terkait kanker pada anak serta aktivitas bermain anak yang menjalani kemoterapi. 2. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat anak di RSUP Dr. Sardjito yang diharapkan dapat memberikan gambaran terkait kelelahan dan aktivitas bermain pada anak LLA, sehingga perawat dapat melaksanakan peran dalam memberikan asuhan keperawatan sebagai pengelola yang dapat meningkatan mutu pelayanan asuhan keperawatan di RSUP Dr. Sardjito 3. Hasil penelitian ini memberi informasi terkait kelelahan dan aktivitas bermain pada anak LLA yang menjalani kemoterapi. Perawat dapat memahami bahwa anak dengan kemoterapi bisa mengalami kelelahan dan mengetahui gambaran aktivitas bermain anak, sehingga dapat membantu mengoptimalkan kualitas hidup anak dengan LLA di RSUP Dr. Sardjito. 4. Keaslian Penelitian Adapun beberapa penelitian terkait kelelahan dan aktivitas bermain dituangkan dalam Tabel 1 sebagai berikut: 9 Tabel 1. Keaslian penelitian terkait kelelahan dan aktivitas bermain No 1. 2. 3. Nama, Tahun dan Tempat Hockenbe rry et al., 2010. ; Amerika Serikat Hooke et al., 2011; Amerika Serikat . Sulistya, 2010 ; Yogyakarta , Indonesia Judul Desain Symptom Clusters in Children and Adoles-cents Receiving Cisplatin, Doxorubicin, or Ifosfamide Deskriptif, prospective , dalam kelompok sebelum dan sesudah kemoterapi Hasil Penelitian Perbedaan dengan peneliti Remaja dengan Jenis kuantitatif kelelahan dan non eksperimen, gangguan tidur, desain penelitian mengalami gejala analitik korelasi, depresi dan perubahan pendekatan perilaku. Anak cross sectional. dengan tingkat Variabel yang kelelahan yang lebih diukur adalah tinggi meningkatkan kelelahan dan gejala depresi. aktivitas Kelelahan, mual dan bermain. muntah, gangguan tidur, muncul secarabersama, berdampak pada gejala depresi dan perubahan perilaku remaja setelah kemoterapi. Pada anak, hanya kelelahan yang berdampak pada gejala depresi dan perubahan perilaku Fatigue and Korelasi Performa fisik Jenis kuantitatif Physical dan meningkat dan non eksperimen. Performance in observasion kelelahan Desain korelasi, Children and al berkurang dari pendekatan cross Adolescent siklus pertama sectional. Sampel Receiving sampai ketiga pada adalah anak Chemotherapy kemoterapi dengan LLA. Penilaian Deskriptif, Ada penurunan nilai Jenis kuantitatif Kelelahan prospective rata-rata kelelahan. non eksperimen. Pada Penderita yang Desain penelitian Penderita anemia dan korelasi, Kanker mengalami kelelahan pendekatan cross Payudara meningkat dari sectional. Sampel Yang penelitian pertama anak LLA. Mendapat sampai ke-4. Kemoterapi Adjuvant Berbasis Antrasiklin 10 Tabel 1. Lanjutan No 4. 5. Nama, Tahun dan Tempat Yeh et al., 2008; Amerika Serikat Allenidekania, 2015; Jakarta, Indonesia Judul Desain Clinical factors associated with fatigue over time in paediatric oncology patients receiving chemotherapy Prospecti ve longitudin al Efektivitas Model Manajemen Kelelahan Berfokus pada Efikasi Diri Ibu yang Memiliki Anak dengan Kanker Hasil Penelitian Pasien memiliki lebih banyak masalah dengan kelelahan pada beberapa hari pertama setelah dimulainya siklus kemoterapi. Penggunaan kortikosteroid dan nilai hemoglobin berhubungan signifikan pada kelelahan dengan tingkat tertinggi pada hari ke 5. Hubungan antara agen kemoterapi dengan kelelahan bervariasi antara laporan dari diri pasien dan – laporan dari orang tua. Kuasi Hasil tahap 1, eksperime diperoleh 6 tema. n pre post Tahap 2 test dihasilkan dengan rancangan model kontrol. manajemen kelelahan dengan pendukung 7 buku saku manajemen kelelahan, buku saku tanya jawab dan buku saku rancangan untuk pelatihan ibu. Tahap 3 didapatkan perbedaan bermakna antara stres dan- Perbedaan dengan peneliti Jenis kuantitatif non eksperimen. Desain korelasi, pendekatan cross sectional. Sampel adalah anak dengan LLA. Jenis kuantitatif non eksperimen. Desain korelasi, pendekatan cross sectional. Sampel adalah anak dengan LLA. 11 Tabel 1. Lanjutan No Nama, Tahun dan Tempat Judul Desain Hasil Penelitian efikasi diri pada ibu, kelelahan multidimensi, status fungsional, kualitas hidup kanker, dan kualitas hidup generik pada anak dengan kanker. Perbedaan dengan peneliti