BAB II DINAMIKA KONFLIK LAUT CINA SELATAN Konflik Laut Cina adalah konflik yang terjadi karena adanya perebutan wilayah, baik darat maupun laut, antar beberapa negara yang masing-masing memilii klaim tersendiri. Sebelum membahas lebih jauh tentang faktor yang melatarbelakangi terlibatnya Amerika Serikat di konflik Laut Cina Selatan, penulis terlebih dahulu akan membahas secara singkat tentang konflik Laut Cina Selatan itu sendiri, termasuk bagaimana kondisi geografisnya, apa saja klaim yang ada, dan seberapa pentingnya nilai Laut Cina Selatan hingga diperebutkan oleh beberapa negara. A. Perspektif Geografis Laut Cina Selatan Laut Cina Selatan adalah laut marjinal yang merupakan bagian dari Samudra Pasifik, meliputi wilayah dari Selat Karimata dan Selat Malaka sampai Selat Taiwan sekitar 3.500.000 kilometer persegi. Secara Geografis Laut Cina Selatan terletak di: 1. Selatan dari Republik Rakyat Cina 2. Timur dari Vietnam dan Kamboja, 3. Barat laut dari Filipina Utara dari Kepulauan Bangka-Belitung dan Kalimantan. (Lihat Gambar 2.1 di Lampiran) 12 Kepulauan Laut Cina Selatan sendiri dibagi menjadi 5 yaitu: 1. Kepulauan Spratly, yang terdiri dari 14 pulau dan lebih dari 100 terumbu karang. Pulau-pulau tersebut memiliki jumlah luas daratan sebesar 2 km2 yang tersebar di wilayah sebesar 425,000 km2. Kepulauan ini terletak di garis lepas pantai Filipina, Malaysia, dan bagian selatan Vietnam 2. Kepulauan Paracel, yang terdiri dari sekitar 130 pulau kecil dan terumbu karang, yang sebagian besar dikelompokkan ke dalam kelompok Amphitrite timur laut atau kelompok Crescent barat . Mereka tersebar di wilayah maritim seluas sekitar 15.000 km2, dengan luas tanah sekitar 7,75 km2. Kepulauan Paracel dimiliki dan dihuni oleh Republik Rakyat Cina 3. Kepulauan Pratas, yaitu kepulauan karang yang terletak di sebelah Tenggara dari Hong Kong. Kepulauan ini memiliki luas 590 hektar dan termasuk di dalamnya laguna seluas 160 hektar 4. Tepian Macclesfield, yaitu kumpulan terumbu karang yang berada di bawah permukaan laut dengan luas sekitar 6000 km2. Tepian Macclesfield terletak di Timur dari kepulaun Paracel dan Utara dari Kepulauan Spratly 5. Kepulauan Karang Scarborough, yang terletak di antara Tepian Macclesfield dan Pulau Luzon dam memiliki luas sekitar 150 km2 (Times, 2016) (Lihat Gambar 2.2 di Lampiran) Semua Kepulauan tersebut terdiri dari lebih dari 250 pulau dan pulau karang di Laut Cina Selatan, yang tidak memiliki penduduk asli, dan hanya beberapa di 13 antaranya yang memiliki persediaan air alami. Sebagian kecil dari pulau-pulau tersebut secara permanen berada di bawah permukaan laut, dan juga ada sebagian kecil yang akan terendam bila laut sedang pasang B. Nilai Penting Laut Cina Selatan Setiap negara yang melakukan klaim di Laut Cina Selatan, tidak hanya memperebutkan wilayah kosong. Ada beberapa faktor yang membuat Laut Cina Selatan memiliki nilai penting bagi negara-negara yang melakukan klaim. 1. Minyak Bumi dan Gas Alam Industri minyak bumi dan gas alam bisa menjadi penghasil tinggi devisa negara. Sehingga salah satu faktor paling penting yang menjadi alasan negara-negara melakukan klaim di wilayah Laut Cina Selatan adalah sumber daya minyak bumi dan gas alam. Sulit untuk menentukan jumlah minyak dan gas alam di Laut Cina Selatan karena adanya konflik yang menyebabkan terhambatnya eksplorasi. Sebagian besar sumber minyak yang ada saat ini berkumpul di bagian laut yang tidak diperebutkan , dekat dengan garis pantai negara-negara pesisir. AMDAL memperkirakan ada sekitar 11 miliar barel (bbl) cadangan minyak dan 190 triliun kaki kubik (Tcf) cadangan gas alam di Laut Cina Selatan. Angka-angka ini mewakili cadangan yang sudah terbukti dan yang masih kemungkinan. 14 Selain cadangan minyak dan gas alam, Laut Cina Selatan mungkin memiliki tambahan hidrokarbon di daerah yang belum di eksplorasi. Badan Survei Geologi A.S. (USGS) menganalisis potensi ladang minyak dan gas konvensional yang belum ditemukan di beberapa daerah di Asia Tenggara pada tahun 2010. Studi tersebut mencakup wilayah yang signifikan dari Laut Cina Selatan, yang diperkirakan oleh USGS antara 5 dan 22 miliar barel minyak dan antara 70 dan 290 triliun kaki kubik gas dalam sumber yang belum ditemukan (tidak termasuk Teluk Thailand dan daerah lain yang berdekatan dengan Laut Cina Selatan). Sumber daya tambahan ini tidak dianggap sebagai cadangan komersial saat ini karena tidak jelas bagaimana layak secara ekonomis untuk mengekstraknya. (Lihat Gambar 2.3 di Lampiran) Karena penilaian USGS tidak memeriksa keseluruhan area, sumber daya yang belum ditemukan masih bisa lebih besar. Pada bulan November 2012, Perusahaan Minyak Lepas Pantai Nasional China (CNOOC) memperkirakan bahwa wilayah tersebut memiliki sekitar 125 miliar barel minyak dan 500 triliun kaki kubik gas alam dalam sumber daya yang belum ditemukan, walaupun penelitian independen belum mengkonfirmasi angka ini. (Kramer, 2013) 2. Perikanan Untuk luas laut yang relatif kecil (sekitar 3 juta kilometer persegi), Laut Cina Selatan memiliki sumber daya perikanan yang sangat besar jumlahnya . Kawasan ini merupakan rumah bagi setidaknya 3.365 spesies ikan laut yang diketahui, dan pada 15 tahun 2012, diperkirakan 12% dari total tangkapan ikan di dunia, senilai US $ 21,8 miliar, berasal dari wilayah ini. Sumber daya hidup ini lebih berharga daripada uang, Mereka sangat penting untuk ketahanan pangan bagi populasi di sekitar pesisir laut yang berjumlah ratusan juta.Memang, sebuah studi baru-baru ini menunjukkan bahwa negara-negara yang membaurkan Laut China Selatan termasuk yang paling bergantung di dunia pada ikan sebagai sumber nutrisi. Hal ini membuat populasi mereka sangat rentan terhadap malnutrisi karena penurunan ikan menurun. Perikanan ini juga mempekerjakan setidaknya 3,7 juta orang (hampir pasti meremehkan mengingat tingkat penangkapan ikan yang tidak dilaporkan dan ilegal di wilayah ini). C. Klaim-Klaim yang Menyebabkan Konflik di Laut Cina Selatan Konflik Laut Cina Selatan sendiri terjadi karena adanya perebutan wilayah antar beberapa negara yaitu RRC, Taiwan, Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam yang memiliki klaim masing-masing. Dan setiap negara memiliki tujuan masing-masing dalam melakukan klaim wilayah di Laut Cina Selatan 1. Klaim Cina Cina menggunakan “Nine-Dash Line” sebagai dasar dari klaim mereka di Laut Cina Selatan. “Nine-Dash Line” sendiri berasal dari peta yang diterbitkan oleh pemerintah Republik Cina (1912-49) pada bulan Desember 1947 untuk mendukung klaimnya di Laut Cina Selatan. Peta tahun 1947 yang berjudul " Map of South China 16 Sea Islands" itu berasal dari yang peta berjudul "Map of Chinese Islands in the South China Sea" (Zhongguo nanhai daoyu tu)” yang diterbitkan oleh Komite Inspeksi Tanah dan Air Republik Cina pada tahun 1935. Pada peta tersebut ada 11 garis yang menunjukan bagian mana saja dari Laut Cina Selatan yang merupakan wilayah Republik Cina. (Lihat Gamber 2.4 di Lampiran) Setelah Partai Komunis Cina mengambil alih daratan China dan membentuk Republik Rakyat Cina pada tahun 1949, 11 garis tersebut diadopsi dan direvisi hingga menjadi 9 garis lalu disahkan oleh Perdana Menteri RRC pertama, yaitu Zhou Enlai. Setelah berevakuasi ke Taiwan, Republik China melanjutkan klaimnya, dan “NineDash Line” tetap menjadi alasan untuk mengklaim wilayah di Laut Cina Selatan. (Lihat Gambar 2.5 di Lampiran) Cina belum mempublikasikan secara geografis koordinat-koordinat dari 9 garis tersebut. Tapi bila diperkirakan garis putus-putus tersebut mencakup sekitar 2.000.000 kilometer persegi ruang maritim, dan luasnya sekitar 22 persen luas daratan China. Ini merupakan persentase yang signifikan dari ruang maritim di Laut Cina Selatan. Tidak termasuk Pulau Taiwan dan Pulau Pratas (yang Cina sebut sebagai Dongsha Qundao), garis putus-putus tersebut meliputi sekitar 13 kilometer persegi dari luas daratan. Daratan tersebut termasuk Kepulauan Paracel (yang Cina sebut sebagai Xisha Qundao), Kepulauan Spratly (Nansha Qundao), dan Kepulauan Karang Scarborough (Huangyan Dao). Pulau terbesar di antara daratan tersebut 17 adalah Pulau Woody di Kepulauan Paracel, dengan luas 2,4 kilometer persegi. (Brown, 2008) Gambar 2.5. (sumber : The New York Times, 2011) Peta dengan 9 garis penghubung yang telah direvisi pada tahun 1949 Di bawah Presiden Lee Teng-hui, Taiwan menyatakan bahwa "secara hukum, historis, geografis, dan secara kenyataannya", semua wilayah Laut Cina Selatan termasuk juga Kepulauan Spratly adalah wilayah Taiwan dan di bawah kedaulatan Taiwan. Pernyataan tersebut dikeluarkan pada tanggal 13 Juli 1999 oleh Kementerian 18 luar negeri Taiwan. Klaim yang dimiliki oleh Taiwan sama persis dengan klaim yang dimiliki oleh RRC. Dan ketika RRC dan Taiwan melakukan pembicaraan yang melibatkan kepulauan Spratly, kedua negara setuju untuk bekerja sama satu sama lain karena keduanya memiliki klaim yang sama. (Sisci, 2010) Cina tidak pernah secara resmi menjelaskan arti dari garis tersebut, sehingga banyak peneliti masih mencoba untuk mendapatkan tujuan sebenarnya dari “ninedash line” dalam strategi Cina di Laut Cina Selatan. Namun kebanyakan ilmuwan percaya bahwa garis ini tidak dapat dianggap sebagai garis batas maritim karena melanggar undang-undang maritim, yang menyatakan bahwa garis batas nasional harus bersifat stabil dan pasti. Namun “nine-dash line” tidak stabil karena telah dikurangi dari sebelas tanda hubung hingga sembilan tanda hubung seperti yang disahkan oleh Zhou Enlai tanpa alasan apa pun. Bahkan “nine-dash line” tidak bias didefinisikan sebagai garis batas karena tidak memiliki koordinat geografis tertentu dan tidak memberitahukan bagaimana hal itu dapat dihubungkan jika itu adalah garis terus menerus. (Thayer, 2011) Sementara ini daerah di Laut Cina Selatan yang dikontrol oleh RRC adalah: 1. Pulau Woody, Pulau Lincoln, Kepulauan Duncan, Pulau Money, Pulau Pattle, dan Pulau Triton yang merupakan bagian dari Kepulauan Paracel 19 2. Pulau Fiery Cross, Pulau Subi, Pulau Mischief, Pulau Johnson Selatan, Pulau Gaven, Pulau Hughes, Pulau Guarteron yang merupakan bagian dari Kepulauan Spratly 3. Sebuah formasi terumbu karang yang terletak sekitar 230 kilometer dari Filipina dan 1.000 kilometer dari pulau Hainan di China yang merupakan bagian dari Kepulauan Karang Scarborough. RRC memiliki beberapa kepentingan yang menjadi alasan untuk melakukan klaim wilayah di Laut Cina Selatan. Di bidang perikanan, RRC memiliki industri perikanan terbesar di dunia, menangkap sekitar 13,9 juta ton ikan pada tahun 2012, yang merupakan 17,4 persen dari total dunia. Bila RRC berhasil mendapatkan wilayah yang mereka klaim sesuai “nine-dash line”, maka RRC bisa meningkatkan industri mereka mengingat wilayah maritim yang mereka klaim di Laut Cina Selatan kaya akan sumber daya perikanan. Industri Bahan Bakar Minyak juga menjadi kepentingan RRC di Laut Cina Selatan. Pasalnya perusahaan negara yang dimiliki oleh RRC yaitu China National Offshore Oil Corporation (CNOOC), berusaha memindahkan platform minyak senilai 1 milliar dollar US yang bernama Haiyang Shiyou 98, ke perairan di dekat Kepulauan Paracel yang merupakan wilayah konflik Laut Cina Selatan. Vietnam yang juga memiliki klaim di daerah tersebut berusaha menghentinkan RRC menetapkan platform minyak-nya secara permanen di daerah tersebut. 20 Selain itu, RRC juga berusaha membangun industri pariwisata di Kepulauan Paracel dan Kepulauan Spratli, yang juga menimbulkan protes dari negara lain yang memiliki klaim di daerah tersebut 2. Klaim Taiwan Seperti Cina, Taiwan mengklaim kedaulatan atas semua kelompok pulau di Laut Cina Selatan dan wilayah hukum di perairan sekitarnya yaitu Kepulauan Spratly (Nansha), Kepulauan Paracel (Xisha), Kepulauan Pratas (Dongsha), dan Tepian Macclesfield Bank (Zhongsha). Pulau Taiping, yang juga dikenal dengan nama Itu Aba dan berbagai nama lainnya, merupakan formasi terbesar di kalangan Spratly. Saat ini Pulau Taiping sedang dikontrol dan dikelola oleh Taiwan, namun Pulau Taiping juga diklaim oleh China, Filipina dan Vietnam. Salah satu eksportir makanan laut terbesar di dunia, Taiwan merupakan rumah bagi armada kapal tuna terbesar di dunia, yang diperkirakan menghasilkan 753.000 metrik ton makanan laut senilai $ 1,6 miliar pada tahun 2015. Bila berhasil menguasai wilayah perairan di Laut Cina Selatan, hal ini tentu akan meningkatkan potensi bidang perikanan Taiwan. Selain itu di sekitar Zona Ekonomi Ekslusif Itu Aba diyakini memiliki cadangan minyak dan gas alam yang signifikan. Satu lagi alasan bagi Taiwan untuk memenangkan klaim dan mempertahankan kedudukan mereka di Pulau Taiping atau Itu Aba 21 3. Klaim Filipina Filipina mengklaim kedaulatan atas bagian timur laut Kepulauan Spratly, yang dikelola oleh Filipina sebagai Kalayaan, dan Filipina juga mengklaim Kepulauan Karang Scarborough. Sementara itu daerah yang ada dalam kontrol Filipina adalah Pulau Thitu, Pulau West York, Pulau Karang Loaita, Pulau Karang Lankiam , Pulau Flat, Pulau Nanshan, Pulau Second Thomas, dan Tepian Komodor. (Lihat Gambar 2.6 di Lampiran) Di Pulau Thitu yang Filipina kontrol dan dinamakan daerah Kalayaan, terdapat sekitar 300 warga sipil Filipina yang menetap disana. Struktur sipil di pemukiman tersebut meliputi aula serbaguna, pusat kesehatan, sekolah, pabrik penyaringan air dan lahan pertanian. Selain itu juga terdapat pangkalan militer dan jalur tak beraspal sepanjang 1,3 kilometer untuk pesawat militer dan sipil. Bidang Perikanan juga merupakan salah satu faktor yang mendorng Filipina untuk melakukan klaim di daerah Laut Cina Selatan. Filipina memiliki industri perikanan terbesar ke-12 di dunia, yang menghasilkan sekitar 2,1 juta ton ikan pada tahun 2012, yang merupakan 2,67 persen dari total dunia. Filipina juga telah mengeksplor deposit minyak dan gas bumi di sepanjang Reed Bank sejak tahun 1970an. Meskipun wilayah tersebut belum sepenuhnya disurvei, Filipina telah mengekstraksi gas bumi dari perairan antara Pulau Palawan dan Reed Bank. 22 4. Klaim Vietnam Vietnam melakukan klaim terhadap Kepulauan Paracel dan Spratly serta perairan di sekitarnya .Sikap resmi Vietnam mengenai kedaulatan atas Kepulauan Paracel dan Spratly pertama kali terlihat dalam sebuah “White Paper” yang dikeluarkan oleh Kementerian Luar Negeri Vietnam pada tahun 1974. Seperti China, Vietnam mendasarkan klaimnya pada bukti sejarah, perkembangan ekonomi dan pengakuan internasional. (Lihat Gambar 2.7 di Lampiran) Sama seperti negara-negara lain yang memlakukan klaim di Laut Cina Selatan, Vietnam juga memiliki kepentingan di Bidang Perikanan dalam melakukan klaim. Vietnam memiliki industri perikanan terbesar ke-9 di dunia, yang menghasilkan sekitar 2,4 juta ton ikan pada tahun 2012, yang merupakan 3,03 persen dari total dunia. Tidak hanya perikanan, minyak mentah juga menjadi kepentingan Vietnam di konflik Laut Cina Selatan karena minyak mentah adalah generator mata uang asing terbesar di Vietnam. Perusahaan asing seperti BP, yang melakukan survei eksplorasi di perairan sengketa, telah dipaksa untuk menarik platform pengeboran lepas pantai mereka karena adanya tekanan dari China. 5. Klaim Brunei Brunei melakukan klaim atas sepotong persegi empat laut yang disengketakan sesaat setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1984. Beberapa fitur 23 laut seperti Bombay Castle, Kepulauan Karang Louisa, Kepulauan Karang Owen, dan Tepian Rifleman, semuanya termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Brunei, namun Brunei hanya mengklaim Louisa Reef, yang terletak di atas landas kontinentalnya. Namun Louisa Reef adalah bagian dari Kepulauan Spratly, yang juga diklaim oleh Cina dan Vietnam. Brunei adalah satu-satunya negara yang memiliki klaim namun tidak menempati fitur maritim atau mempertahankan kehadiran militer di wilayah tersebut. Hidrokarbon merupakan salah satu sumber keuntungan terbesar negara Brunei, yaitu sekitar 60 persen produk domestik bruto (PDB) dan 90 persen dari total keuntungan ekspor. Sehingga sangat penting bagi Brunei untuk melindungi daerah yang ada di Zona Ekonomi Eksklusif mereka dari klaim-klaim negara lain, untuk menjaga sumber daya hidrokarbon yang ada di daerah tersebut 6. Klaim Malaysia Malaysia mengklaim sebagian dari Laut Cina Selatan di utara Borneo, yang mencakup setidaknya 12 fitur laut yang termasuk ada di dalam Kepulauan Spratly, seperti Pulau Karang Amboyna yang dikontrol Vietnam dan Pulau Karang Barque Canada, bersama dengan Pulau Karang Commodore dan Rizal, yang keduanya diduduki oleh Filipina. Bidang perikanan juga menjadi kepentingan Malaysia, dimana Malaysia adalah produsen perikanan tangkapan laut terbesar ke 15 di dunia. Malaysia 24 menghasilkan 1,5 juta ton ikan pada tahun 2012, mewakili 1,85 persen dari total produksi global untuk tahun itu. (Cobus, 2013) Bila disimpulkan, konflik yang ada di Laut Cina Selatan meliputi : 1. Area "nine-dash line” yang diklaim oleh Republik Rakyat Cina, yang mencakup sebagian besar Laut Cina Selatan dan memasuki klaim zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam. 2. Batas laut sepanjang pantai Vietnam yang diperebutkan oleh RRC, Taiwan, dan Vietnam. 3. Batas laut utara Kalimantan yang diperebutkan oleh RRC, Malaysia, Filipina, dan Taiwan. 4. Kepulauan, terumbu karang, bank dan kawanan di Laut Cina Selatan, termasuk Kepulauan Paracel, Kepulauan Pratas, tepian Macclesfield, Kepulauan Karang Scarborough dan Kepulauan Spratly yang diperebutkan oleh RRC, Taiwan, dan Vietnam, dan sebagian wilayah tersebut juga diperebutkan oleh Malaysia dan Filipina. 25 Gambar 2.8 (sumber : Independent Statistics and Analysis, 2010 ) Peta yang menunjukan klaim masing-masing negara yang terlibat di konflik Laut Cina Selatan 5. Batas laut di perairan utara Kepulauan Natuna yang diperebutkan oleh RRC, Indonesia dan Taiwan 6. Batas laut lepas pantai Palawan dan Luzon yang diperebutkan oleh antara RRC, Filipina, dan Taiwan. 26 7. Batas laut dan kepulauan di Selat Luzon yang diperebutkan oleh RRC, Filipina, dan Taiwan (Times, 2016) (Lihat Gambar 2.8 di Lampiran) 27