I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

advertisement
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kehilangan satu gigi atau lebih dapat menyebabkan gangguan pada
keseimbangan fungsional gigi yang masih ada. Hilangnya keseimbangan
fungsional gigi dapat menyebabkan migrasi (tipping, rotasi, dan ekstrusi),
gangguan oklusi, gangguan fungsi pengunyahan, gangguan temporomandibula,
dan
gangguan bicara (Owall, dkk., 1996). Salah satu pilihan restorasi untuk
kehilangan satu gigi atau lebih adalah gigi tiruan cekat. Restorasi dengan gigi
tiruan cekat dapat memberi kepuasan pada pasien dan dokter gigi karena lebih
nyaman, mengembalikan fungsi oklusi, dan dapat meningkatkan estetik pasien
(Rosenstiel, dkk., 200 6).
Bahan yang sering digunakan untuk restorasi gigi tiruan cekat adalah
porcelain fused to metal. Restorasi metal-keramik menggabungkan kekuatan dan
akurasi dari logam tuang dengan estetik dari porcelain. (Shillingburg, dkk., 2012).
Tujuan utama penggunaan porcelain sebagai bahan restorasi adalah mempunyai
kekuatan tarik dan geser yang tinggi. Keberhasilan restorasi metal keramik
tergantung kemampuan logam dibawahnya untuk bertahan terhadap gaya yang
ditimbulkan dari pengunyahan. Restorasi metal keramik harus dibuat dan didesain
untuk memaksimalkan kekakuan dari protesa (Anusavice, dkk., 2012). Logam
nikel-kromium (Ni-Cr) umumnya digunakan sebagai bahan retainer gigi tiruan
cekat, karena kekuatan perlekatan geser yang tinggi pada semen resin (Okuya,
dkk., 2010). Selain itu nikel bila dikombinasikan dengan kromium akan
1
membentuk alloy yang mempunyai daya tahan tinggi terha dap korosi (Anusavice,
dkk., 2012). Salah satu keuntungan dari alloy ini adalah nilai modulus elastis yang
jauh lebih tinggi, dibandingkan dengan alloy logam mulia. Oleh karena itu, gigi
tiruan cekat panjang yang dibuat dari alloy N i-Cr akan mendapat tekanan jauh
lebih rendah daripada gigi protesa sejenis yang dibuat dari alloy logam mulia,
dengan kemungkinan fraktur lebih rendah pada komponen porcelain. Secara
umum logam ini lebih membutuhkan teknik pembuatan dan sulit untuk dibuat
daripada alloy logam mulia (Rosenstiel, 2006).
Jarak antara restorasi tetap dengan gigi diisi dengan semen atau bahan
luting. M ekanisme yang menahan sebuah restorasi pada gigi yang dipreparasi
dibagi menjadi non-adhesif (mekanikal) luting, perlekatan mikromekanik, dan
adhesi molekular. Pada beberapa kasus, kombinasi dari mekanisme ini dapat
bekerja baik (Shillingburg, dkk., 2012). Sementasi permanen sering tidak
mendapat perhatian yang detail seperti aspek lain dari restorasi kedokteran gigi.
Pemilihan semen yang tidak teliti dapat menimbulkan diskrepansi margin dan
oklusi yang tidak semestinya dan bahkan memerlukan pelepasan res torasi dari
mulut pasien dan membuat yang baru. Semen kedokteran gigi tradisional dapat
digunakan untuk mahkota logam dan gigi tiruan cekat, tetapi tidak bisa bila
diperlukan perlekatan adhesive. (Rosenstiel, 2006). Hal yang paling penting dari
semen luting adalah tidak mudah larut dan terurai dalam rongga mulut. Semua
semen luting yang ada, kecuali semen resin, mempunyai potensi terurai oleh
cairan rongga mulut (Skinner, 1991). Semen luting resin sering digunakan karena
beberapa keuntungan yang ditawarkan daripada semen terdahulu, termasuk estetik
2
yang lebih baik, kelarutan yang rendah, dan meningkatkan kerapatan marginal
(Hattar, dkk., 2013).
Jenis semen resin berdasarkan kandungan bahan dan teknik aplikasi dapat
dibedakan menjadi semen resin adhesive dan self-adhesive. Semen resin adhesive
memerlukan aplikasi dengan teknik multistep yang lebih kompleks dan sensitif
sehingga dapat mengganggu keefektifan perlekatan (Viotti, dkk., 2009). Semen
resin adhesive tidak mengandung komponen bonding dan berikatan dengan logam
melalui retensi mikromekanik pada permukaan yang dikasari (Abreu, dkk., 2009).
Semen resin self-adhesive diperkenalkan untuk mengatasi beberapa masalah pada
sistem
semen
luting
mengkom binasikan
resin.
kemudahan
Tujuan
pengembangan
penggunaan
semen
semen
ini
konvensional
adalah
dengan
keuntungan mekanik, estetik, dan perlekatan pada semen resin. Perlekatan semen
ini dengan metal berdasarkan adanya monomer fungsional yang mengandung
kelompok phosphoric atau carboxylic. M onomer ini dapat mengikat ion pada
logam dengan reaksi asam basa. Semen resin self-adhesive selain berikatan
dengan logam secara kimia, juga berikatan secara mekanik melalui retensi
mikromekanik pada permukaan logam. (Hattar, dkk., 2013). Polimerisasi dengan
cahaya (light cured) pada semen resin dapat menghasilkan konversi monomer
yang lebih baik di dalam lapisan hybrid dan adhesive, menghasilkan kekuatan
geser yang lebih tinggi (Viotti, dkk., 2009).
Variasi surface treatment pada metal seperti etsa kimia atau elektrik,
abrasi partikel udara, metal primer, tin plating, dan silica coating telah diteliti dan
dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan perlekatan restorasi pada semen
3
(Hattar, dkk., 2013). Pada penelitian yang telah ada, peningkatan retensi dari
perlakuan permukaan logam dapat dilakukan dengan abrasi partikel udara dengan
aluminium oksida, namun pada penelitian lebih baru retensi dari perlakuan
permukaan dapat diperoleh dari monomer fungsional yang terkandung pada
material yang mengandung resin atau metal primer (Fonseca, dkk., 2009). Prinsip
abrasi partikel dengan udara (sandblasting) membersihkan dan meningkatkan luas
permukaan, sehingga menghasilkan kekuatan geser lebih tinggi karena retensi
mekanik (Stawarczyk, dkk., 2012). Abrasi partikel udara dengan partikel Al 2 O 3
merupakan metode yang paling um um digunakan untuk mendapatkan retensi
mikromekanik. Partikel ini mempunyai ukuran yang berbeda -beda. Preparasi
dengan partikel A l 2 O 3 ukuran 50µm menghasilkan kekuatan geser perlekatan
dengan logam Ni-Cr paling tinggi (Fonseca, dkk., 2012).
Metal primer digunakan untuk mendapatkan perlekatan yang kuat antara
logam dan material berbahan dasar resin. Metal primer mengandung monomer
aktif yang meningkatkan ikatan kimia antara semen dan aluminium oksida pada
permukaan logam. Metal primer mengandung M DP (10-methacryloyloxydecryl
dihydrogen phosphate) yang memberi kekuatan perlekatan yang tinggi antara
resin dan logam. Faktor yang mendasar untuk dipertimbangkan adalah komposisi
lapisan oksida yang ada pada permukaan logam, yang akan menghasilkan reaksi
kimia dengan monomer (Fonseca, dkk., 2009). Reaksi kimia antara monomer
M DP dan aluminium oksida menghasilkan ikatan yang kuat dan tahan lama antara
resin dan bahan dengan permukaan kasar. Dihydrogen phosphate yang ada pada
monomer M DP membuat potensi tinggi untuk bereaksi dengan alum inium oksida
4
pada bahan yang dikasari dengan partikel udara . Methacryloyl berfungsi untuk
polimerisasi m onomer M DP pada metal primer dengan monomer matriks pada
semen resin (Fonseca, dkk., 2012).
Berdasarkan lokasi kegagalan perlekatan semen resin dan logam dapat
dibedakan menjadi kegagalan adhesive antara logam dan semen resin dan
kegagalan cohesive di dalam semen resin. Pada logam yang diberi perlakuan
sandblasting sering ditemukan kegagalan adhesive sedangkan kegagalan cohesive
lebih sering ditemukan pada perlakuan dengan metal primer (A breu, dkk., 2009).
Berdasarkan penelitian V iotti (2009) pada semen resin self-adhesive terdapat
kegagalan adhesive yang tinggi dan kegagalan cohesive secara umum ditemukan
pada semen resin adhesive. Keberhasilan ikatan tergantung pemilihan kombinasi
terbaik antara logam, metal primer, dan semen resin (Fonseca, dkk., 2009).
B. Perumusan Masalah
1. Apakah terdapat pengaruh metal primer terhadap kekuatan geser perlekatan
semen resin pada logam Ni-Cr coping gigi tiruan cekat?
2. Apakah terdapat pengaruh jenis semen resin (adhesive dan self-adhesive)
terhadap kekuatan geser perlekatan logam Ni-Cr coping gigi tiruan cekat?
C. Tujuan Penelitian
1. M engkaji adanya pengaruh metal primer terhadap kekuatan geser perlekatan
semen resin pada logam Ni-Cr coping gigi tiruan cekat.
2. M engkaji adanya pengaruh jenis semen resin terhadap kekuatan geser
perlekatan logam Ni-Cr coping gigi tiruan cekat.
5
D. Manfaat Penelitian
1. M emberi informasi mengenai pengaruh metal primer sebagai surface
treatment untuk meningkatkan kekuatan geser perlekatan logam Ni-Cr.
2. M emberi informasi mengenai pengaruh jenis semen resin terhadap kekuatan
geser perlekatan logam Ni-Cr.
E. Keaslian Penelitian
Penelitia n oleh Hattar dkk. (2013) tentang kekuatan geser perlekatan
semen resin self-adhesive pada base metal alloy memberikan hasil bahwa variasi
kekuatan perlekatan samen resin pada logam tergantung dari pemilihan semen.
Penelitian Viotti dkk (2009) tentang kekuatan perlekatan tarik mikro pada luting
agent self-adhesive dan sistem m ultistep konvensional memberi hasil bahwa
semen self-adhesive menghasilkan kekuatan perlekatan lebih rendah daripada
konvensional, sedangkan penelitian oleh M usani dkk. (2013) tentang evaluasi
perbandingan in vitro kekuatan tarik mikro dua semen resin pada alloy cobaltchrom ium memberikan ha sil semen resin adhesif mempunyai kekuatan tarik
mikro yang lebih tinggi daripada konvensional. Perbedaan penelitian yang akan
dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang sudah ada adalah penulis akan
meneliti pengaruh metal primer terhadap perbedaan sem en resin adhesive dan
self-adhesive terhadap kekuatan perlekatan geser permukaan logam Ni-Cr.
6
Download