D11drs_BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Kambing
Kambing merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang telah dikenal
oleh masyarakat Indonesia. Populasi ternak kambing terus meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini terlihat dari populasi kambing pada tahun 2005 sebesar 13.409.277
ekor menjadi 15.655.740 ekor pada tahun 2009 (Direktorat Jendral Peternakan,
2010).
Kambing yang ada di Indonesia antara lain kambing kacang (menyebar
hampir diseluruh wilayah), kambing Peranakan Ettawah (banyak terdapat di pulau
Jawa), kambing Ettawah, kambing Kosta (banyak terdapat di propinsi Banten), dan
kambing Gembrong (terdapat di pulau Bali dengan populasi yang menurun)
(Heriyadi, 2001).
Bangsa kambing dapat dikelompokkan berdasarkan kegunaannya, yaitu
kambing penghasil daging, susu, dan bulu (mohair). Ada pula beberapa bangsa
kambing yang tergolong tipe dwiguna (dual purpose), seperti bangsa kambing
Peranakan Ettawah yang tergolong tipe daging dan susu (Heriyadi, 2004).
Kambing mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap iklim tropik yang
ekstrim, fertilitas tinggi, interval generasi yang pendek, serta kemampuan
memanfaatkan berbagai macam hijauan dengan efisiensi biologis yang lebih tinggi
dibandingkan sapi. Kambing juga mempunyai adaptasi tinggi, khususnya dari sisi
toleransinya terhadap berbagai jenis hijauan, mulai dari rumput-rumputan, legum,
rambanan, daun-daunan, sampai dengan semak belukar yang biasanya tidak disukai
oleh jenis ruminansia lain, seperti sapi perah, sapi potong, kerbau, dan domba
(Heriyadi, 2004).
Kambing Peranakan Ettawah (PE)
Kambing Peranakan Ettawah (PE) merupakan hasil persilangan antara
kambing Ettawah (asal India) dengan kambing Kacang. Kambing PE tipe dwiguna
yaitu sebagai penghasil daging dan susu. Ciri khas kambing PE antara lain bentuk
muka cembung melengkung dan dagu berjanggut, terdapat gelambir di bawah
leher, telinga panjang, lembek menggantung, ujung tanduk agak melengkung,
tubuh tinggi, pipih, dan bulu paha panjang serta tebal. Warna bulu ada yang
tunggal, putih, hitam dan coklat. Kebanyakan terdiri dari dua atau tiga pola warna,
3
yaitu belang hitam, belang coklat, dan putih bertotol hitam (Pamungkas et al.,
2009). Karakteristik morfologik tubuh kambing Peranakan Ettawah disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Morfologik Tubuh Kambing Peranakan Ettawah
No
Uraian
1
Bobot/kg
2
Kambing Peranakan Ettawah
Betina
Jantan
40,2
60
Panjang badan/cm
81
81
3
Tinggi pundak/cm
76
84
4
Tinggi pinggul/cm
80,1
96,8
5
Lingkar dada/cm
80,1
99,5
6
Lebar dada/cm
12,4
15,7
8
Panjang telinga/cm
12
15
9
Tipe telinga
Jatuh
Jatuh
10
Panjang ekor/cm
19
25
Sumber: Pamungkas et al. (2009)
Kambing PE sangat menjanjikan untuk dikembangkan karena selain
produksi susunya tinggi, 990 g/hari dengan panjang masa laktasi 170 hari (Atabany
dan Ruhimat, 2004) juga mempunyai kemampuan untuk produksi daging.
Kandungan lemak susu sangat tinggi, dapat mencapai 4,15 % dan terdiri dari
trigliserida, phospolipid, dan kolesterol. Lemak susu yang tersusun oleh sekitar 60
asam lemak jenuh maupun tak jenuh merupakan komponen penting dalam kualitas
nutrisi susu kambing perah karena beberapa asam lemak tersebut memberikan
pengaruh yang positif pada kesehatan manusia seperti asam oleat dan linoleat yang
dapat memberikan efek cardioprotective pada kerja vascular antiartherogenic
(Bernard et al., 2005).
Kambing Jawa Randu
Kambing Jawa Randu merupakan kambing hasil persilangan antara
kambing Ettawah dan kambing Kacang, sifat fisik kacang lebih dominan. Baik
jantan maupun betina merupakan tipe pedaging. Ciri-ciri fisik kambing Jawa Randu
adalah bertanduk, telinga lebar dan terurai, bentuk tubuh lebih kecil dari kambing
4
Ettawah (Erlangga, 2009). Rata-Rata produksi dan reproduksi ternak kambing Jawa
Randu disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Rata-Rata Produksi dan Reproduksi Ternak Kambing Jawa Randu
No.
Uraian
1
Bobot badan awal induk/bobot kawin (kg/ekor)
2
Konsumsi pakan induk kambing (kg/ekor/hari)
Rata-Rata Hasil
24,82
a. Hijauan
4,61
b. Pakan tambahan
0,59
3
Pertambahan bobot badan induk (g/ekor/hari)
81,80
4
Tingkat kebuntingan (%)
98,75
5
Bobot lahir (kg/ekor)
6
7
a. Tipe kelahiran tunggal jantan
2,60
b. Tipe kelahiran tunggal betina
2,50
c. Tipe kelahiran kembar dua jantan
2,33
d. Tipe kelahiran kembar dua betina
2,02
Pertambahan bobot badan anak (g/ekor/hari)
a. Tipe kelahiran tunggal jantan
90,21
b. Tipe kelahiran tunggal betina
73,21
c. Tipe kelahiran kembar dua jantan
60,29
d. Tipe kelahiran tunggal betina
51,39
Mortalitas anak pra sapih (%)
4,86
Sumber: Pasambe et al. (2003)
Kambing Benggala
Kambing Benggala diduga merupakan hasil persilangan kambing Black
Benggal dengan kambing Kacang. Kambing Benggala secara umum lebih besar
dari kambing Kacang, umumnya didominasi warna hitam dan sedikit berwarna
kecoklatan. Ciri khas dari kambing ini antara lain: bentuk telinga sedang, lurus ke
samping dan kira-kira sepertiga bagian ujung telinga jatuh seperti patah di ujung,
garis muka lurus tidak cembung seperti Peranakan Ettawah (PE), garis punggung
lurus, bulu rambut sedang menutup semua permukaan kulit tetapi tidak panjang
atau tebal dan tanduk tegal ke belakang (Pamungkas et al., 2009).
5
Kambing ini termasuk tipe pedaging (kambing potong) dan biasanya cukup
prolifik (jumlah anak sekelahiran lebih dari satu atau kembar). Kambing Benggala
mempunyai bentuk ambing yang cukup baik sehingga produksi susu relatif cukup
untuk kebutuhan anak walaupun kembar dua atau tiga pada saat pra sapih
(Pamungkas et al., 2009). Karakteristik morfologik kambing Benggala disajikan
pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Morfologik Tubuh Kambing Benggala
Uraian
Umur
±6 Bulan
±9 Bulan
Induk
Jantan
13,8
18,9
37,9
40
50
57,2
72,8
77,3
Tinggi pundak
46,9
46,3
59
69,7
Tinggi pinggul
42,4
49,8
62,7
74
Lingkar dada
56,6
63,5
78,3
85,7
Lebar dada
42,6
52,4
62
66,6
Diameter dada
21
26,2
31
33,5
Panjang tanduk
1,8
6,4
15,2
14,3
Panjang telinga
14
13,5
18
27
Lebar telinga
4,8
5,9
6,3
6,8
Panjang ekor
16
9,7
13,2
15,5
Lebar ekor
5
5,6
4,8
6
Bobot (kg)
Panjang badan (cm)
Sumber: Batubara et al. (2007)
Hijauan Tropis
Hijauan tropis merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis
seperti di Indonesia. Hijauan tropis ini dapat berupa rumput, legum, dan hijauan
pohon (Wilkins, 2000). Hijauan ini menyebar merata di berbagai wilayah di
Indonesia dan memiliki karakteristik yang khas antara lain protein kasar tinggi,
serat kasar yang tinggi, kecernaan yang lebih tinggi, kandungan mineral dan
vitamin yang tinggi pula. Dengan karakteristik yang khas tersebut, hijauan ini dapat
dijadikan sebagai hijauan makanan ternak. Selain itu, hijauan ini juga mengandung
zat antinutrisi yang beragam seperti tanin, saponin, dan mimosin. Umumnya zat
antinutrisi ini terdapat di legum pohon, namun menurut McDonald et al.(2002)
6
menyatakan bahwa legum pohon juga dapat digunakan untuk meningkatkan
kualitas pakan ruminansia pada daerah tropis karena mengandung karbohidrat yang
mudah tercerna, terutama pada musim kemarau.
Rumput
Rumput
terutama
sesuai sebagai tanaman
makanan ternak untuk
penggembalaan maupun digunakan sebagai hijauan potongan karena beberapa
sebab, yaitu: (1) tumbuhnya batang-batang baru dengan jalan membentuk tunastunas (tillering) merupakan cara penyembuhan terhadap akibat-akibat yang
ditimbulkan oleh pemotongan atau penggembalaan. (2) jaringan-jaringan baru yang
dibentuk selama pertumbuhan terutama tumbuh pada pangkal daun sehingga kecil
kemungkinan menjadi rusak karena pemotongan atau penggembalaan. (3) banyak
rumput yang mampu mempertahankan pertumbuhan vegetatif terus-menerus dan
hanya terhenti pada musim kering atau musim dingin. (4) banyak rumput
berkembangbiak dengan rhizoma atau stolon yang dengan mudah membentuk akarakar tambahan sehingga permukaan tanah dapat cepat tertutup. (5) sistem
perakarannya mengikat partikel-partikel tanah dan membentuk jalinan (sod) serta
mangangkut zat-zat hara ke lapisan permukaan yang telah tercuci oleh hujan lebat
kedalam tanah (McIlroy, 1976).
Legum
Legum adalah salah satu hijauan pakan ternak yang mengandung protein
lebih tinggi daripada rumput, tanaman ini umumnya responsif terhadap pemupukan
fosfat karena dibutuhkan untuk pertumbuhan perakaran dan aktivitas fiksasi nitrogen
(Sumarsono, 2002). Legum selain digunakan sebagai pakan ternak, juga berfungsi
sebagai tanaman penutup tanah (cover crop) dan pendukung kesuburan tanah melalui
fiksasi nitrogen (N2). Fungsi legum dibagi menjadi 3 macam yaitu: (1) sebagai bahan
pangan dan hijauan pakan ternak (Papilionaceae): kacang tanah (Arachis hipogeae),
kacang kedelai (Glycine soya), kacang panjang (Vigna sinensis); (2) sebagai hijauan
pakan ternak (Mimosaceae): kacang gude (Cayanus cayan), kalopo (Calopogonium
muconoides), sentro (Centrosoma pubescens) dan (3) multi fungsi (pakan, pagar,
pelindung, penahan erosi): Gliricidia maculata, Albizzia falcata. Kandungan nilai
protein dari tanaman leguminosa sangat tinggi dibandingkan dengan tanaman
7
rumput-rumputan. Selain itu, leguminosa juga mempunyai kandungan serat kasar
yang lebih rendah dibanding rumput sehingga kecernaannya akan lebih tinggi.
Hijauan Pakan Alami
Rumput Lapang
Rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak
sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput banyak disekitar sawah atau
ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar
sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991).
Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya
tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah, namun
rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat, murah, dan pengelolaannya
mudah. Rumput mengandung zat-zat makanan yang bermanfaat bagi ternak seperti
lemak, bahan ekstrak tanpa-N, serat kasar, mineral (terutama phosphor dan garam
dapur), dan vitamin (Wiradarya, 1989).
Gamal (Gliricidia sepium Jacq. Kunth ex Walp)
Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini, di Indonesia lebih dikenal
dengan nama gamal. Daun gamal dapat digunakan sebagai hijauan makanan ternak
yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein kasar (PK) 24,7 %, neutral
detergent fibre (NDF) 31, 8%, dan acid detergent fibre (ADF) 20,4%. Daun gamal
memiliki zat antinutrisi berupa saponin, tanin, kumarin, dan asam fenolat (Wood et
al., 1998). Pemanfaatan daun gamal sebagai sumber pakan ruminansia sangat
memungkinkan dan beralasan, mengingat tanaman gamal dapat tumbuh dengan
baik pada tanah yang kurang subur, tahan terhadap kekeringan dan produksi
hijauan tinggi. Daun gamal dapat dimanfaatkan sebagai pakan basal ternak
kambing (FAO, 2004).
Lamtoro (Leucaena leucocephala LAMK.)
Lamtoro dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Lamtoro memiliki zat
antinutrisi berupa mimosin. Apabila mimosin diberikan pada ruminansia dalam
kadar yang tinggi dapat menjadi racun bagi mikroba rumen sehingga dapat pula
menurunkan produksi asam amino (McDonald et al., 2002). Lamtoro yang banyak
digunakan sebagai makanan ternak yang terkenal merupakan tanaman semak tegak
8
perennial mempunyai karangan bunga berbentuk bola (subfamilia Mimosaideae)
dengan banyak bunga berwarna putih yang akan menghasilkan polongan biji yang
panjangnya 11-17 cm berbentuk pipih dan berwarna coklat mengandung 12-25 biji
berwarna coklat mengkilat dan tiap kilogram berat biji mengandung 21.000-28.000
butir biji. Tanaman ini menyerbuk sendiri. Lamtoro mengandung PK 24, 3%; ADF
21,5%; NDF 31,8%; dan tanin 14,8 mg/g BK (Baba et al., 2002).
Nangka (Artocarpus heterophyllus LAMK.)
Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon dan penyebarannya di
daerah tropis sudah menyeluruh seperti di Indonesia. Daun nangka dapat digunakan
sebagai hijauan makanan ternak. Daun ini memiliki PK 15,9%; ADF 38,4%; NDF
49,6%; dan tanin 6,1 mg/g BK (Baba et al., 2002).
Kaliandra (Calliandra calothyrsus Meissn)
Palmer et al. (1995) menunjukan bahwa daun Calliandra calothyrsus Meissn
memiliki nilai pakan yang tinggi untuk ternak, khususnya sebagai sumber protein.
Kaliandra memenuhi kurang lebih 30% kebutuhan kambing, biri-biri, dan ternak
lainnya. Ternak akan tumbuh lebih baik bila disuplementasi dengan kaliandra
dibandingkan hanya diberi rumput. Tingkat suplementasi yang baik adalah 30% dari
total ransum karena pemberian yang lebih tinggi akan merugikan.
Kambing dilaporkan mempunyai kemampuan mencerna tanin karena
memiliki enzim tannase pada mukosa ruminal. Pencampuran kaliandra dengan daun
yang tidak memiliki tannin seperti Sesbania glandiflora juga dilaporkan berguna
untuk mengurangi tannin pada kaliandra (Lowry, 1990).
Hijauan Pakan Budidaya
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum)
Nilai gizi rumput gajah sebagai hijauan makanan ternak ditentukan oleh zatzat makanan yang terdapat di dalamnya dan kecernaannya. Nilai gizi rumput gajah
dipengaruhi oleh fase pertumbuhan pada saat pemotongan atau penggembalaan.
Rumput gajah sebaiknya dipotong pada fase vegetatif, untuk menjamin pertumbuhan
kembali (regrowth) yang sehat dan kandungan zat-zat gizi yang optimal. Produksi
rumput gajah yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk mengantisipasi kesenjangan
produksi hijauan pakan pada musim hujan dan musim kemarau. Untuk
9
memanfaatkan kelebihan produksi tersebut pada fase pertumbuhan yang terbaik,
maka dapat diawetkan dalam bentuk silase, karena rumput gajah merupakan bahan
pakan hijauan yang baik untuk dibuat silase. Tanaman ini merupakan tanaman
tahunan dengan sistem perakaran yang kuat, tumbuh tegak membentuk rumpun
dengan rhizome yang pendek. Umumnya batang tumbuh tegak mencapai tinggi 200600 cm, jumlah buku dapat mencapai 20 buku, diameter batang bagian bawah dapat
mencapai 3 cm. Panjang daun kira-kira 30-120 cm, dan lebar helai daun 10-50 mm.
Warna bunga kehijauan, kekuningan, kecoklatan, atau keunguan (Reksohadiprojo,
2000).
Rumput Jewawut Mutiara {Pennisetum typhoides (Burm. f.) Stapf dan C. E.
Hubb. >< Pennisetum purpureum Schum}
Rumput raja (Pennisetum purputhypoides Burm.) disebut juga “King Grass”
merupakan hasil persilangan antara rumput gajah (Pennisetum purpureum Schum)
dan jewawut mutiara {Pennisetum typhoides (Burm. f.) Stapf dan C. E. Hubb}.
Selanjutnya dinyatakan bahwa rumput raja mempunyai toleransi yang cukup tinggi
terhadap tempat tumbuhnya, tetapi tidak tahan terhadap naungan dan genangan air.
Rumput raja merupakan tanaman tahunan, tumbuh tegak membentuk rumpun.
Perakaran cukup dalam dan tingginya dapat mencapai 4 meter. Berbatang tebal, daun
lebar, dan panjang dibandingkan dengan rumput gajah. Pada daun banyak terdapat
bulu kasar dibandingkan dengan rumput gajah (Reksohadiprojo, 2000).
Rumput Ruzi (Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrard)
Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrard merupakan salah satu jenis
rumput yang memiliki fungsi ganda yang dapat dipakai oleh ternak (palatabilitas
tinggi) serta pertumbuhannya cepat, sehingga mampu bersaing dengan tanaman lain
seperti gulma/ tanaman liar di sekelilingnya. Disamping itu, tanaman ini tahan
terhadap kemarau sedang, sehingga menjadi salah satu pilihan potensial untuk
mendukung produksi kambing. Brachiaria ruziziensis R. Germ dan C. M. Evrard
sangat cocok untuk pakan kambing baik dalam pemeliharaan tradisional maupun
untuk usaha produksi secara komersial. Berdasarkan asumsi tingkat kebutuhan
pakan, maka daya tahan tampung lahan yang ditanami rumput ruzi terhadap kambing
dengan bobot tubuh rata-rata 25 kg sebesar 330/(15/ 100x 25)= 88 ekor kambing
dewasa/ha per tahun (Hutasoit et al. 2009).
10
Herbarium
Herbarium dapat diartikan sebagai koleksi kering spesimen tumbuhan yang
digunakan dalam penelitian maupun sebagai museum tumbuhan. Spesimen
tumbuhan yang telah dikeringkan ini menjadi sarana yang sangat penting untuk studi
tumbuhan dimasa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang. Pada masa
sekarang herbarium tidak hanya merupakan suatu spesimen tumbuhan yang
diawetkan tetapi juga mempunyai suatu lingkup kegiatan botani tertentu, sebagai
sumber informasi dasar untuk para ahli taksonomi sekaligus berperan sebagai pusat
penelitian dan pengajaran, juga pusat informasi bagi masyarakat umum (Balai Taman
Nasional Baluran, 2004).
Komposisi Botani Hijauan Pakan
Analisis komposisi botani untuk menentukan persentase vegetasi yang dapat
dimanfaatkan oleh ternak. Analisis ini menggunakan metode Dry Weight Rank yaitu
dengan menaksir komposisi botani bahan kering tanpa melakukan pemotongan dan
pemisahan spesies hijauan (Mannetje dan Haydock, 1963).
Metode Nell dan Rollinson
Analisis kesesuaian lokasi dilakukan dengan melihat potensi hijauan dan
kapasitas tampung wilayah pengembangan ternak kambing di Desa Cigobang,
Kecamatan Pasaleman, Kabupaten Cirebon. Untuk itu digunakan formula
perhitungan Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) merujuk
pada metode Nell dan Rollinson (1974) yang merupakan metode komparatif yang
membatasi diri hanya pada sumber-sumber hijauan pakan yang tercatat luas atau
ukurannya dalam laporan statistik.
11
Download