Document 1696583

advertisement
ISSN 1410-9859
MEMBANGUN ENGAGEMENT GURU UNTUK MENGHADAPI KEUNGGULAN
KOMPETITIF YANG SUSTAINABLE
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
ABSTRACT
Dynamic organization that will always improve its performance as well as preserve the things that becomes a competitive advantage. The most effective strategy for the organization is finding unique ways to retain
and motivate employees so difficult to imitate by competitors. The concept of employee engagement is important
in conceptualizing and determining the role of human capital on organizational performance. Employee engagement is a form of individual involvement and satisfaction as well as a form of enthusiasm in doing the job.
Object of this study was Semarang SMA I with 90 teachers who are as respondents. Analysis of data
using simple regression linier with the dependent variable is the independent variable is the engagement and
commitment, leadership and work environment.
The results of data analysis states that in SMA Negeri I Semarang, commitment has a positive effect on
engagement, kepemimpinan negative and insignificant effect on the engagement and work environment has a
positive effect on engagement
Key words: engagement, commitment, leadership, work environment
PENDAHULUAN
Globalisasi yang terjadi menyebabkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat
dan menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi, mempunyai ketahanan,
mampu melakukan perubahan arah dengan
cepat dan memusatkan perhatiannya kepada pengguna produk/jasanya. Menurut
John P. Kotter (1995) dalam bukunya Leading
Change, globalisasi yang terjadi di pasar dan
kompetisi telah menciptakan ancaman,
berupa semakin banyaknya kompetisi dan
meningkatnya kecepatan dalam bisnis. Namun demikian juga memunculkan kesempatan berupa semakin besarnya pasar dan
semakin sedikitnya hambatan-hambatan
yang akan muncul (Sigh and Vinicombe,
1998). Dalam suasana kompetisi seperti ini,
fungsi Sumber Daya Manusia di dalam organisasi harus mampu untuk menjadi mitra
kerja yang dapat diandalkan,
Organisasi yang dinamis akan selalu
meningkatkan performance-nya serta mempertahankan hal yang menjadi keunggulan
kompetitif. Memperhatikan sumberdaya
fisik, keuangan, kemampuan memasarkan,
serta sumber daya manusia adalah beberapa
faktor penting yang disyaratkan bagi organ118
isasi untuk tetap kompetitif (Fisher, et
al,2006), namun strategi yang paling efektif
bagi organisasi adalah menemukan caracara yang unik untuk bisa mempertahankan
serta memotivasi karyawannya sehingga
sulit untuk ditiru oleh yang lainnya. Organisasi dapat mencapai kinerja yang diharapkan serta memiliki keunggulan kompetitif
adalah ketika orang di dalamnya melakukan
apa yang terbaik dari mereka, apa yang
mereka senangi serta kuatnya faktor
kepemilikan secara psikologis dalam
melaksanakan dan memberi hasil pada
pekerjaan mereka. Konsep employee engagement menjadi penting dalam mengkonseptualisasikan dan menentukan peranan modal manusia terhadap kinerja organisasi.
Konsep ini diperkenalkan oleh peneliti Gallup pada tahun 2004 secara empirical
dengan responden lebih dari 2500 bisnis,
pusat kesehatan serta unit pendidikan.
Employee engagement pertama kali
dibangun oleh kelompok peneliti Gallup
(Endres dan Smoak, 2008), memiliki tiga
komponen yaitu aspek kognitif yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh
karyawan terhadap organisasi, pemimpin,
serta lingkungan kerja mereka, Aspek emo-
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
sional berkaitan dengan apa yang dirasakan
oleh karyawan terhadap tiga factor tersebut
serta sikap negative dan positif mereka terhadap organisasi dan pemimpin mereka,
aspek perilaku dari employee engagement
adalah sebagai komponen penambah nilai
untuk organisasi dan terdiri dari upaya
yang sifatnya sukarela yang diberikan
karyawan pada pekerjaannya. Employee engagement dapat memprediksikan peningkatan produktivitas pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, serta
keberhasilan untuk organisasi. Harter,
Schmidt dan Hayes (2002) mendefinisikan
employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individual dan kepuasannya serta
sebagai
bentuk
antusiasme
dalam
melakukan pekerjaan. Khan (1990) menyatakan engagement adalah mengenai perhatian karyawan dan penyerapan mereka
terhadap perannya.
Dalam menciptakan employee engagement terdapat beberapa factor yang bisa
menjadi penggeraknya, Penelitian McBain,
2007, menyatakan bahwa budaya organisasi
yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta komunikasi yang baik antara
rekan kerja, visi dan nilai yang dianut,
brand organisasi. Keadilan dan kepercayaan
sebagai nilai organisasi juga memberikan
dampak positif bagi terciptanya employee
engagement. Hal-hal ini akan memberikan
persepsi bagi karyawan bahwa mereka
mendapat dukungan pimpinan dan organisasi.
Paradise,2008, menyatakan bahwa engagement dibangun melalui proses, butuh
waktu yang panjang serta komitmen yang
tinggi dari pemimpin. Untuk itu dibutuhkan
kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan. Pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa ketrampilan,
diantaranya teknik komunikasi, teknik
memberikan feedback dan teknik penilaian
kinerja.
Kenyamanan kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya employee engagement, diantaranya lingkungan kerja
yang memiliki keadilan distributif dan
prosedural karena karyawan yang memiliki
persepsi bahwa ia mendapat keadilan distributive dan prosedural akan berlaku adil
pada organisasi dengan cara membangun
ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi (McBain,2007; Colquitt et al,2001 dalam
Saks,2006). Lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi secara
psikologis mereka menganggap bahwa
mereka berharga bagi organisasi. Organisasi
yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan, karena ketika terjadi konflik antara pekerjaan
dan keluarga maka karyawan akan cenderung memutuskan keluar dari pekerjaan.
Pimpinan harus menjaga keseimbangan
keduanya sehingga karyawan merasa bahwa pekerjaan tidak mengancam kehidupan
keluarganya.
Khan (1992) menyatakan bahwa employee engagement mempengaruhi kualitas
kerja karyawan, meningkatkan kepuasan
kerja, mengurangi jumlah ketidakhadiran
karyawan dan menurunkan kecenderungan
untuk berpindah pekerjaan (Schaufeli dan
Bakker,2004)
Masalah kepemimpinan adalah suatu
masalah yang selalu hangat dibicarakan karena peran pemimpin dalam suatu kelompok, organisasi atau masyarakat akan
sangat menentukan masa depan dan keberhasilan kelompok , organisasi atau
masyarakat tersebut dalam mencapai
tujuannya. Hellriegel, Slocum dam Woodman (2001) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah mencapai sesuatu melalui orang
lain, yang tidak mungkin terjadi jika pemimpinnya tidak ada. Saat ini, kepemimpinan
semakin sedikit dilakukan melalui perintah
dan pengendalian, namun semakin banyak
dilakukan melalui mengubah cara mereka
berperilaku, Kepemimpinan adalah kemampuan memobilisasi ide-ide dan nilainilai yang mampu menggerakkan orang
lain.
Guru sebagai pendidik, yang memimpin kelompok murid, mempunyai tugas
memimpin dan mengembangkan peserta
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
119
didiknya agar menjadi orang yang berkembang. Ada sepuluh ciri sifat/karakteristik
seorang guru yang melayani yaitu :
mendengarkan, memahami/empati, memperbaiki/mengobati, kesadaran, pembujukan/persuasive, konseptualisasi, melihat ke
masa depan, mempercayai orang lain, memiliki komitmen untuk mengembangkan
orang dan membangun komunitas (Maria
Merry M,2009 ). Untuk mengemban fungsi
pengembangan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggungjawab, pemerintah menyelenggarakan suatu system pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam UU
No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Pendidikan nasional harus
mampu menjamin pemerataan kesempatan
pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan.
Menurut UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa
professional guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan
prinsip sebagai berikut : 1) memiliki bakat,
minat, panggilan jiwa, dan idealisme 2)
memiliki komitmen untuk meningkatkan
mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan
dan akhlak mulia 3) memiliki kualifikasi
akademik dan latar belakang pendidikan
sesuai dengan bidang tugas 4) memiliki
kompetensi yang diperlukan sesuai dengan
bidang tugas 5) memiliki tanggungjawab
atas pelaksanaan tugas keprofesionalisme 6)
memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja 7) memiliki
kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan dengan
belajar sepanjang hayat 8) memiliki jaminan
perlindungan hukum dalam melaksanakan
tugas profesionalisme dan 9) memiliki organisasi
profesi
yang
mempunyai
kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Dari hasil survey awal didapatkan data bahwa guru-guru SMA Negeri I Sema120
rang masih menghadapi beberapa masalah,
yang menunjukkan bahwa guru-guru belum
melakukan suatu engagement yang kemudian bisa menghasilkan suatu kondisi yang
bisa menjadi suatu keunggulan kompetitif
yang sustainable , yaitu :
a. Bahwa guru belum bisa mengaplikasikan prestasi yang telah di raih akibatnya tingkat kelulusan belum bisa dicapai 100% dan jumlah guru yang berprestasi untuk tingkat Kota Semarang
hanya 2 orang (2%)
b. Tingkat pendidikan guru SMA Negeri I
Semarang masih didominasi oleh lulusan S1 (83%) , dan untuk guru yang
terlibat dalam pembuatan karya ilmiah
baru 33,33% (data tahun 2009) , hal ini
menunjukkan belum optimalnya tingkat kompetisi para guru.
c. Keengganan guru untuk meningkatkan
ilmu melalui program pendidikan dan
pelatihan
Dalam dunia yang berubah, baik dalam hal pekerjaan bersifat global dan keanekaragaman tenaga kerja, engagement karyawan merupakan kunci untuk keunggulan
kompetitif. Perusahaan yang memahami
kondisi untuk meningkatkan engagement
karyawan akan dicapai sesuatu dimana pesaing akan sulit menemukan untuk imitate.
Karyawan mencari lingkungan dimana
mereka dapat bergerak dan merasa bahwa
mereka berkontribusi secara positif untuk
sesuatu lebih besar dari diri mereka sendiri
(Center for Human Resource Strategy Rutgers).
Sumber daya manusia merupakan
factor dinamis yang mampu menentukan
maju atau mundurnya suatu organisasi sehingga organisasi yang memiliki sumber
daya manusia yang handal akan memenangkan persaingan (S. Nitisemito, 1996)
Dalam Undang-Undang Guru dan
Dosen
No
14/2005 dan
Peraturan
Pemerintah No 19/2005 dinyatakan bahwa
kompetensi guru meliputi :
a. Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan person yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa arif dan berwibawa,
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
b.
c.
d.
menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakh-lak mulia
Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman
terhadap
peserta
didik,
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan
pengem-bangan peserta didik untuk
mengak-tualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
Kompetensi professional merupakan
penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuan yang menaungi materinya
serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuan.
Kompetensi social merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesame pendidik, dan masyarakat sekitar.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut
diatas , dan berkaitan dengan permasalahan
mengenai engagement yang ada pada guruguru di SMA Negeri I Semarang maka rumusan masalahnya adalah bagaimana
meningkatkan engagement guru-guru di
SMA Negeri I Semarang Apakah factorfaktor komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh dalam meningkatkan engagement guru-guru tersebut, dan
pertanyaan penelitian yang diajukan adalah
:
1. Apakah faktor komitmen berpengaruh
terhadap engagement pada guru-guru di
SMA Negeri I Semarang
2. Apakah faktor kepemimpinan berpengaruh terhadap engagement pada
guru-guru SMA Negeri I Semarang
3. Apakah faktor lingkungan kerja berpengaruh terhadap engagement pada
guru-guru di SMA Negeri I Semarang
Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh faktor
komitmen terhadap engagement
2.
3.
Untuk menganalisis pengaruh faktor
kepemimpinan terhadap engagement
Untuk menganalisis pengaruh faktor
lingkungan kerja terhadap engagement
Manfaat Penelitian
a. Bagi institusi yaitu SMA Negeri I Semarang dapat digunakan untuk membuat
kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan human capital agar bisa
mempunyai keunggulan kompetitif
yang sustainable
b. Bagi ilmu pengetahuan bisa menambah
pengetahuan mengenai faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap engagement
pada sumberdaya manusia di bidang
pendidikan
TELAAH PUSTAKA DAN
PENGEMBANGAN MODEL
Teori –teori utama yang menjadi pendukung faktor-faktor penelitian
a. Teori sosial (Mary Parker Follet, 1868 –
1933)
Follet, ahli ilmu pengetahuan sosial
pertama yang menerapkan psikologi
pada
perusahaan,
industry
dan
pemerintah. Dia menuliskan tentang
kreativitas, kerjasama antar manajer
dan bawahan, koordinasi dan pemecahan konflik. Dia menganjurkan suatu
pola organisasi yang ideal dimana manajer mencapai koordinasi melalui
komunikasi yang terkendali dengan
para kar-yawan. Dia juga menganjurkan kedudukan kepemimpinan dalam
organisasi bukan karena kekuasaan
yang bersumber dari kewenangan formal, tapi yang berasal dari kelebihan
pengetahuan dan keahlian.
b. Teori behavioral (Abraham Maslow 1908
– 1970 ) mengemukakan adanya hirarki
kebutuhan dalam penjelasannya tentang perilaku manusia dan dinamika
proses motivasi melalui lima jenjang
/tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan
fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri.
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
121
c.
Resource-based theory
(Barney,1991)
menyatakan bahwa mutu suatu strategi
dan perencanaan tergantung pada
bagaimana manajemen menempatkan
kapabilitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
strateginya.
Grant RM,1991, menyatakan bahwa
komitmen merupakan elemen penting dalam menentukan hubungan antara sumberdaya dengan kapabilitas organisasi khususnya kapabilitas untuk mencapai kerja
sama dan koordinasi di dalam team kerja.
Hal tersebut mengharuskan perusahaan untuk memotivasi dan meyakinkan sumber
manusianya agar berorientasi pada rutinitas
organisasi.
Resourced-based theory menyatakan
bahwa perusahaan dapat mencapai keuntungan tergantung pada kemampuan perusahaan menjadikan sumberdaya yang ada
menjadi distinctive competence (Mahoney dan
Pandian,1992). Prahalad & Hamel (1990)
menunjukkan munculnya perusahaan besar
karena kesuksesannya dalam membangun
distinctive capabilities dan sebagai sumber
sustainable competitive advantage adalah asset
stratejik diantaranya budaya organisasi/
komunikasi
Employee - engagement
Gallup, mendorong organisasi untuk
secara sistematis meningkatkan employee
engagement dengan menggunakan intervensi
terbukti di tingkat lokal dan perusahaan.
Diantara pengaturan strategi yang tepat,
intervensi termasuk menemukan metrik
kinerja yang tepat berdasarkan akuntabilitas
, penciptaan strategi komunikasi yang komprehensif, dan merancang peluang pengembangan bagi setiap manajer, karyawan, dan
pemimpin. Sementara kemitraan dengan
banyak organisasi, Gallup telah mengamati
bahwa organisasi kelas dunia membuat employee engagement merupakan prioritas yang
berfokus pada
a. Strategi
organisasi
kelas
dunia
mengembangkan formula untuk sukses
122
b.
c.
d.
dengan melihat objektivitas pada permasalahan bisnis yang mereka hadapi
dan dengan berfokus pada menemukan
karyawan yang tepat dan menjaga engagement mereka. Untuk organisasi,
strategi employee engagement tidak hanya berdasarkan cara mereka melakukan
bisnis, tetapi penting untuk keberhasilan mereka.
Akuntabilitas dan Kinerja Perusahaan
top-driven fokusnya pada hasil. Mereka mendefinisikan dan ketat mengukur
keberhasilan pada setiap tingkatan dalam organisasi. Pengukuran ini pada
akhirnya membantu memfokuskan setiap orang, tim, departemen, dan unit
usaha pada kendali kinerja dan hasil.
Komunikasi dalam organisasi yang terbaik ada pada alignment budaya antara
karyawan dan perusahaan, strategis
keselarasan antara kegiatan dan tujuan
perusahaan. Organisasi-organisasi ini
menggunakan media kontak komunikasi perusahaan mereka untuk memperkuat komitmen kepada karyawan
dan pelanggan.
Pengembangan
perjuangan
untuk
mengintensifkan
bakat,
organisasi
secara terus-menerus, tantangan untuk
membangun dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka. Perusahaan dengan performa terbaik memiliki pemimpin yang komprehensif dan
manajer program pembangunan, tetapi
mereka juga melangkah lebih jauh –
kinerja
program-mendorong
dan
menggabungkan secara komprehensif
rencana sukses seluruh organisasi.
Mereka membuat prioritas untuk tidak
hanya mengidentifikasi potensi kepemimpinan, tetapi juga untuk fokus perhatian pada penciptaan jalur perkembangan bagi manajer saat ini dan masa
depan dan pemimpin. Meningkatkan
employee engagement secara langsung
akan berkorelasi dengan efek positif
pada bisnis. Sebuah kemitraan menurut
Gallup memungkinkan organisasi Anda untuk merancang, menerapkan, dan
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
melaksanakan strategi employee engagement, dimana pada saat yang sama
organisasi Anda akan memiliki bukti
konkret dari efek strategi ini di baris
bawah. Sebuah kemitraan menurut
Gallup akan membantu mempengaruhi
organisasi dan mengilhami engagement
dengan cara membangun "orang" , suatu strategi yang menyatakan bahwa
orang bertanggung jawab untuk kinerja, melalui komunikasi, dan membangun peluang pengembangan bagi
para pemimpin, manajer, dan karyawan garis depan, organisasi memberikan keunggulan kompetitif.
Erickson berpendapat bahwa "engagement dan seterusnya kepuasan selaras
dengan pengaturan kerja atau loyalitas dasar untuk pemimpinnya" Engagement adalah
berkaitan dengan gairah, komitmen, dan
kemauan untuk menginvestasikan diri
sendiri dan berupaya untuk membantu
keberhasilan pemimpin. Efektivitas organisasi tergantung pada lebih dari sekedar
menjaga stabilitas tenaga kerja; karyawan
harus melakukan yang ditugaskan dan bersedia untuk terlibat dalam kegiatan yang
melampaui peran yang dibutuhkan. Harter
dan Schmidt mengusulkan bahwa keterlibatan karyawan mencerminkan tingkat
yang lebih dari keterlibatan dan antusiasme
karyawan, istilahnya "kepuasan kerja" atau "
komitmen organisasi "mungkin terjadi.
Penekanan lebih pada penyerapan,
gairah, dan pengaruh baik, mencerminkan
alasan sikap kerja , yang penting bagi organisasi. Sebuah tinjauan penelitian akademik
employee engagement menunjukkan istilah
digunakan pada waktu yang berbeda untuk
merujuk psikologis, ciri-ciri, dan perilaku.
Macy dan Schnedier menunjukkan bahwa
keterlibatan sebagai disposisi (yakni keterlibatan sifat) dapat dianggap sebagai kecenderungan atau orientasi untuk mengalami dunia dari sudut pandang tertentu
(misalnya, efektivitas positif ditandai oleh
perasaan antusiasme) dan sifat ini akan
tercermin dalam engagement psikologis.
Psikologis Engagement dikonseptualisasikan
sebagai awal perilaku engagement, didefinisikan dalam istilah discretionary usaha.
Jadi, mereka melihat engagement sebagai sebuah construct multidimensi Jenis komitmen sangat penting; karyawan yang ingin
memiliki
organisasi adalah lebih mungkin untuk
melakukan yang terbaik daripada mereka
yang perlu untuk menjadi bagian dari organisasi.
Organisasi dan desain pekerjaan
membantu menciptakan lingkungan kerja
yang kondusif untuk pengembangan karyawan dan sistem kerja yang efektif. Terakhir, manajemen dan kepemimpinan yang
efektif membantu untuk memastikan pembangunan yang produktif, adil, dan mendukung lingkungan kerja di mana karyawan
merasa termotivasi untuk mencapai tujuan
organisasi. Sebuah penelitian mengidentifikasi driver kunci keterlibatan karyawan
yang merupakan hasil dari penyelarasan
praktek-praktek SDM yang tepat, termasuk:
karakteristik pekerjaan, kejelasan peran,
rekan kerja dan manajemen relationship,
kepemimpinan, dan persepsi keadilan. Pelatihan dan praktek pembangunan yang berkontribusi pada pengembangan kompetensi
karyawan meningkatkan keunggulan kompetitif dan membantu untuk memastikan
kecocokan organisasi dan karyawan. Hadiah, manfaat, dan kinerja praktek manajemen membantu memotivasi karyawan
untuk berperilaku dalam cara-cara yang
meng-untungkan organisasi.
Employee engagement juga sering disebut work engagement atau worker engagement, yaitu sebuah konsep manajemen
bisnis yang menyatakan bahwa karyawan
yang memiliki engagement tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan penuh
dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam
pekerjaannya maupun dalam hal-hal yang
berkaitan dengan kegiatan perusahaan
jangka panjang.
Komitmen organisasi (Gibson,1996)
merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang diekspresikan
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
123
.Schmidt et al. (1993), intinya adalah keterlibatan atau keterikatan karyawan dengan
organisasi atau perusahaan yang membuat
mereka memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan sehingga dapat merasakan kepuasan bekerja di perusahaan tersebut. pengukuran dan sistem umpan balik
kepada perusahaan yang akan mengidentifikasikan elemen-elemen komitmen karyawan yang berkaitan langsung “bottomline”,yaitu:1. Employee Retention Rate 2. Customer Loyalty 3. Profitability 4. Productivity 5.
Safety. Hasil dari survei yang dilakukan,
menunjukkan korelasi yang kuat antara
hasil skor survei yang tinggi dengan kinerja
karyawan yang bagus. Tiga tipe komitmen
karyawan menurut Gallup adalah: 1. Engaged 2. Not Engaged 3. Actively Disengaged
Komitmen pimpinan mereka atas
tanggung jawab sosial perusahaan penting
untuk menyampaikan bahwa aksi-aksi
organisasi berada dalam interest terbaik
mereka, dan dipersembahkan untuk memperlakukan mereka secara fair dan pantas."
Keberhasilan pengelolaan organisasi
juga ditentukan oleh komitmen guru terhadap organisasi tempat guru bekerja.
Komitmen organisasi adalah kondisi dimana guru sangat tertarik terhadap tujuan,
nilai dan sasaran. Penelitian telah menunjukkan bahwa jenis komitmen sangat penting; karyawan yang ingin memiliki organisasi (Komitmen afektif) lebih mungkin untuk melakukan yang terbaik daripada mereka yang perlu memiliki (komitmen berkelanjutan).
Kepemimpinan merupakan suatu
proses mempengaruhi yang dilakukan oleh
seseorang dalam mengelola anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Proses mempengaruhi ini tentunya
bukan dengan jalan paksaan tetapi
bagaimana seorang pemimpin itu mampu
berinteraksi dan menginspirasikan tugas
kepada bawahannya dengan menerapkan
teknik-teknik tertentu sesuai dengan situasi
dan kondisi tertentu sehingga apa yang dituju dapat tercapai dengan baik (Turney,1992)
124
Banyak
penelitian
menunjukkan
bahwa para pemimpin yang terlibat dalam
transformasional / karismatik" effects.
Kepemimpinan transformasional meningkatkan keterlibatan karyawan dengan
memupuk rasa semangat untuk bekerja serta kapasitas karyawan untuk berpikir secara
mandiri, mengembangkan ide-ide baru, dan
tantangan konvensi ketika tidak lagi relevant. Avolio et al. mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai tatanan
yang lebih tinggi terbangun dari empat
komponen. Komponen dari Transformasional
Leadership idealnya dikagumi, dihormati dan
dipercaya; menganggap pengikut kebutuhan; perilaku yang konsisten Inspirational
Motivasi menyediakan makna dan tantangan Stimulasi Intelektual. Merangsang
pengikut berupaya menjadi kreatif dan inovatif pertimbangan Individual Memperhatikan kebutuhan masing-masing individu
untuk pencapaiannya para pemimpin juga
memainkan peranan penting dengan
mendefinisikan dan mengkomunikasikan
visi
organisasi,
misi,
dan
tujuan.
Keterbukaan manajemen puncak, didefinisikan sebagai sejauh mana manajemen puncak diyakini mampu mendorong dan mendukung saran dan inisiatif perubahan dari
bawah, juga telah ditunjukkan untuk
meningkatkan engagement karyawan.
Perusahaan yang sudah memiliki
program-program kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan sosial sekitar, berarti punya komitmen tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Hal ini menyebabkan
adanya komitmen karyawan yang cenderung lebih positif, lebih merasa terikat dan
lebih produktif dibandingkan dengan
karyawan yang bekerja di perusahaan yang
kurang "bertanggungjawab" terhadap lingkungan sekitar. Komitmen yang besar terhadap CSR berdampak luas pada sikapsikap karyawan, dan membantu mengembangkan pandangan-pandangan positif terhadap pimpinan perusahaan. Bisnis yang
menyadari pentingnya tanggung jawab sosial biasanya memiliki karyawan yang
cenderung lebih puas dengan pekerjaan
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
mereka. Mereka mengadopsi nilai-nilai yang
serupa dan menjadi lebih peduli untuk
mensukseskan perusahaan.
Iklim lingkungan kerja di sekolah
didefinisikan sebagai seperangkat atribut
yang memberi warna atau karakter, spirit,
ethos, suasana batin, dari setiap sekolah
(Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara
operasional, iklim lingkungan kerja di
sekolah diukur dengan menggunakan ratarata dari persepsi komunitas sekolah terhadap aspek-aspek yang menentukan lingkungan kerja. Persepsi tersebut dapat
diukur dengan cara peng-amatan langsung
dan wawancara dengan anggota komunitas
sekolah, khususnya guru,
Peran Penting Iklim Kerja di Sekolah
yaitu sebagaimana halnya dengan faktorfaktor lain seperti kurikulum, sarana, dan
kepemimpinan kepala sekolah, lingkungan
pembelajaran di kelas dan sekolah memegang peranan penting dalam pembentukan sekolah yang efektif.
Selama dua dasawarsa lingkungan
pembelajaran di sekolah ditengarai sebagai
salah satu factor penentu keefektivan suatu
sekolah (Creemer et al., 1989). Setahun
kemudian Fisher dan Fraser (1990) juga
menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan
sekolah lebih efektif dalam memberikan
proses pembelajaran yang lebih baik.
Freiberg (1998) menegaskan bahwa iklim
kerja yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
proses KBM yang efektif. Ia memberikan
argumen bahwa pembentukan lingkungan
kerja sekolah yang kondusif menjadikan
seluruh anggota sekolah melakukan tugas
dan peran mereka secara optimal. Apresiasi
terhadap usaha guru, serta lingkungan
pembelajaran yang terstruktur. Atwool
(1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan
sekolahnya, sangat diperlukan untuk
meningkatkan kemampuan belajar siswa,
memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku
yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah
yang dibawa dari rumah. Selanjutnya
Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah
mengidentifikasi tiga aspek ling-kungan
psikososial sekolah yang menentukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut
adalah tingkat kepuasan siswa terhadap
sekolah, terhadap keinginan guru, serta
hubungan yang baik dengan sesama siswa.
Mereka juga menyarankan bahwa intervensi
sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan
sekolah akan dapat meningkatkan prestasi
akademik siswa. Hoy dan Hannum (1997)
menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi,
dukungan sarana memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas
sekolah sebagai suatu institusi mendukung
pencapaian prestasi akademik siswa yang
lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan
Hoy (2000)menyatakan bahwa iklim kerja
sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas adalah sangat esensial bagi
keefektifan sekolah yang pada muaranya
mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan.
Dengan mengetahui tingkat engagement karyawan dan memeliharanya untuk
tetap tinggi maka secara umum perusahaan
atau organisasi akan diuntungkan dengan
berbagai hal seperti:
1. Dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena
mereka merasa happy berkarya diperusahaan tersebut
2. Membantu mempertahankan karyawan
terbaik, karena mereka tidak mudah
tergiur dengan tawaran perusahaan
lain.
3. Membantu pencapaian target perusahaan, karena beberapa studi yang
mengkorelasikan antara tingginya employee engagement dengan pencapaian
target
perusahaan
membuktikan
kebenaran hipotesisnya bahwa korelasinya adalah sangat positif.
4. Ciptakan iklim kerja yang kondusif,
khususnya tingkatkan teamwork, mini-
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
125
5.
6.
7.
8.
malisasikan hal-hal yang bersifat SARA
di perusahaan, dan ciptakan programprogram rekreasi atau kebersamaan
yang menyenangkan secara regular.
Lakukan praktek bisnis perusahaan
yang bersih dan membuat karyawan
bangga. Sekali waktu dapat dibuat
program yang dilakukan bersama karyawan sehingga mereka bangga memiliki perusahaan yang care terhadap
kebutuhan lingkungan.
Pendekatan budaya organisasi, berikan
contoh yang kuat dari manajemen puncak sampai lini terbawah, dan merupakan nilai-nilai budaya perusahaan yang
baik. Selalu diingatkan bahwa apa yang
dikerjakan karyawan bermanfaat bagi
masyarakat atau membawa perubahan
yang lebih baik.
Sistim kompensasi yang cukup baik
dan transparan
Lakukan internal survey untuk mengetahui nilai-nilai apa yang mereka hargai dan mau sejak dari pimpinan atas
sampai
karyawan
terendah
melakukannya. Mempertahankan karyawan khususnya karyawan kunci adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan supaya perusahaan atau organisasi dapat terus berjalan dengan sehat
dan mampu bersaing.
Engagement adalah mesin kecil yang
dimiliki, yang mampu menjamin sustainabilitas perusahaan sampai pada titik tertinggi, sehingga mampu berkompetisi dan
mampu bergerak flexible pada saat pasar
bergerak, perubahan ekonomi yang tidak
bisa diprediksi. Saat ini setiap organisasi
mengalami tantangan yang berat untuk
memastikan engagement dalam perusahaannya, komitmen kerja dan ketulusan.
Bisa menjalin komitmen dan meminta karyawan benar benar melakukan yang terbaik,
mengeluarkan seluruh kemampuan potensialnya, jika kita mampu menciptakan harmonisasi komunikasi antara atasan dan
bawahan, meleng-kapi struktur dan bagan
dalam menciptakan nilai bersama: dibutuh126
kan dan membutuhkan. Integrasi proses dan
seluruh sistem yang membangun kerangka
organisasi di masa depan, misalnya melalui
pendekatan Human Capital Management yang
efektif berdasarkan kondisi budaya, pasar,
dan strategi jangka panjang organisasi.
Memberikan cukup waktu dan ruang bagi
karyawan untuk menunjukkan yang terbaik
dari dirinya, prosesi belajar, pemanfaatan
kapabilitas, dan yang terpenting adalah
pembangunan trust. Demikian tentu saja
bukan pekerjaan yang dapat diselesaikan
segera, namun merupakan tantangan ini
sebenar-benarnya adalah kompetensi inti
yang harus dikuasai oleh pelaku strategi
mengelola bisnis tidak membicarakan tentang bisnis tetapi bagaimana mengelola
manusianya .Satu hal yang paling penting,
employee engagement yang kuat dan positif
mampu menciptakan sandaran dan fundamental yang kuat bagi pertumbuhan organisasi.
Dalam Undang-Undang Guru dan
Dosen
No
14/2005 dan
Peraturan
Pemerintah No 19/2005 dinyatakan bahwa
kompetensi guru meliputi :
a. Kompetensi kepribadian merupakan
kemampuan person yang mencerminkan kepribadian yang mantap,
stabil, dewasa arif dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik dan
berakh-lak mulia
b. Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perencanaan dan pelaksanaan pembela-jaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi
yang dimilikinya.
c. Kompetensi professional merupakan
penguasaan materi pembelajaran secara
luas dan mendalam yang mencakup
penguasaan materi kurikulum mata
pelajaran di sekolah dan substansi
keilmuan yang menaungi materinya
serta penguasaan terhadap struktur
dan metodologi keilmuan.
d. Kompetensi social merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesama pendidik, dan masyarakat sekitar.
Review penelitian terdahulu :
1. Penelitian Meily Margaretha, Susanti
Saragih dari Universitas Kristen Maranatha Bandung Indonesia tahun 2008.)
judul penelitian “upaya peningkatan
Kinerja Organisasi
Variabel penelitian : Performance,
kepemimpinan organisasi ,lingkungan
kerja,
Hasil penelitian :
a. Human capital merupakan indikasi dari performance
b. Kepemimpinan organisasi dan
lingkungan kerja berpengaruh
positif terhadap employee engagement
c. Engagement berpengaruh positif
terhadap performance
2. Edi Suhanto , 2009, judul penelitian “
Pengaruh stress kerja dan iklim organisasi terhadap turnover intention
dengan kepuasan kerja sebagai variable
intervening”
Variable penelitian : stress kerja, iklim
organisasi, kepuasan kerja, dan niat untuk pindah
Hasil penelitian : Hasil penelitian
menunjukkan stres kerja mempunyai
pengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, iklim organisasi
mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dan
kepuasan kerja mampu menurunkan
niat untuk pindah. Hasil dari Structural
Equation Modeling (SEM) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif
dan tidak langsung antara stres kerja
dan niat untuk pindah, dan juga terdapat pengaruh negatif dan tidak langsung antara iklim organisasi dan niat
untuk pindah Pengaruh dari stres kerja
terhadap niat untuk pindah lebih kuat
dibandingkan dengan pengaruh dari
iklim organisasi terhadap niat untuk
pindah.
3.
Rani Mariam,2009, judul penelitian : “
Pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja karyawan sebagai variable intervening. “
Variable penelitian : gaya kepemimpinan, budaya organisasi, kepuasan kerja
dan kinerja Pegawai
Hasil penelitian : Pengaruh dari gaya
kepemimpinan terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif,
pengaruh dari budaya organisasi terhadap kepuasan kerja adalah signifikan
dan positif; dan pengaruh kepuasan
kerja terhadap kinerja pegawai adalah
signifikan dan positif.
Kerangka pemikiran teoritik
Dalam suatu penelitian, untuk memecahkan masalah lebih mudah apabila
berdasarkan suatu kerangka pemikiran
yang sudah tersusun dan terarah pada
pemecahan masalah berdasarkan hipotesis
yang di bangun sebagai berikut :
Hipotesis
H1 : diduga komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap engagement
H2 : diduga kepemimpinan berpengaruh
positif terhadap engagement
H3 : diduga lingkungan kerja berpengaruh
positif terhadap engagement
H4 : diduga engagement berpengaruh positif terhadap keunggulan kompetitif
METODE PENELITIAN
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
127
Variabel
penelitian
operasional
dan
definisi
a. Variabel penelitian
Dalam penelitian ini terdapat dua
variable yaitu variable terikat atau dependen variable dan variable bebas atau
independen variable. Variabel terikat yang
digunakan adalah engagement sedangkan
variable bebasnya adalah komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja
b. Definisi operasional dan indikator
1. Engagement
Employee engagement juga sering disebut work engagement atau worker engagement,
yaitu sebuah konsep manajemen bisnis yang
menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement tinggi adalah karyawan yang
memiliki keterlibatan penuh dan memiliki
semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya
maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang.
Indicator: kemampuan melaksanakan
penilaian prestasi siswa, tanggung jawab,
kerjasama, kemampuan mengikuti perkembangan ipteks, kemampuan mengendalikan
diri dalam berbagai situasi dan kondisi
2. Komitmen
Komitmen merupakan suatu bentuk
identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang
diekspresikan oleh seseorang terhadap organisasi atau unit (Gibson,1996)
Indikator : pentingnya organisasi,
kesamaan masalah dengan organisasi,
memi-liki kebanggaan terhadap organisasi,
menjadi bagian organisasi, keterlibatan dalam organisasi
3. Kepemimpinan
Kepemimpinan
(Dubrin,2005)
merupakan upaya mempengaruhi banyak
orang melalui komunikasi untuk mencapai
tujuan tertentu, cara mempengaruhi orang
dengan petunjuk atau perintah, tindakan
yang menyebabkan orang lain bertindak
atau merespon untuk perubahan positif,
mengkoordinasi organisasi, menciptakan
rasa percaya diri dan dukungan diantara
bawahan agar tujuan organisasi tercapai.
128
Indikator : Memberi peluang, Memberi tugas dengan pengawasan ketat, Memberi pengarahan visi/misi, menjelaskan
harapannya dan memberikan umpan balik
mengenai kinerja, Memberi penghargaan
atas prestasi
4. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah seperangkat
atribut yang memberi warna atau karakter,
spirit, ethos, suasana bathin, dari setiap civitas sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye,
1974). Secara operasional, iklim lingkungan
kerja
di
sekolah
diukur
dengan
menggunakan rata-rata dari persepsi
komunitas sekolah terhadap aspek-aspek
yang menentukan lingkungan kerja.
Indikator : Peraturan kedisiplinan,
Penilaian objektif karyawan, Kesempatan
yang sama, Andil prestasi, Ruang yang tidak mendukung
5. Keunggulan kompetitif
Strategi yang paling efektif bagi organisasi adalah menemukan cara-cara yang
unik untuk bisa mempertahankan serta
memotivasi karyawannya sehingga sulit
untuk ditiru oleh yang lainnya.
Indicator : Kompetensi kepribadian,
kompetensi paedagogik, Kompetensi professional, Kompetensi social
Populasi dan Sampel
Populasi
dalam
penelitian
ini
sejumlah 105 guru di SMA Negeri I Semarang. Karena jumlah guru yang tidak banyak ini maka penelitian menggunakan
metode sensus. Tetapi karena ada lembar
hasil kuesioner yang tidak memenuhi syarat
yaitu tidak terisi seluruhnya dari butir-butir
kuesioner yang ada sebanyak 15 lembar,
maka jumlah responden hanya 90 guru.
Metode pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yaitu daftar
pertanyaan yang didistribusikan untuk diisi
dan dikembalikan atau dijawab di bawah
pengawasan peneliti. Suharsini Arikunto
(1998) menyatakan bahwa kuesioner adalah
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
sejumlah
pertanyaan
tertulis
yang
digunakan untuk memperoleh informasi
dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal lain yang di ketahui.
Dalam penelitian ini jenis angket
yang digunakan adalah bersifat tertutup
(sudah disediakan jawabannya) dan yang
bersifat terbuka (memberi kesempatan
kepada responden untuk menjawab dengan
kalimatnya).
Untuk
kategori
pengukuran
menggunakan Skala Likert dengan ketentuan perhitungan skor sebagai berikut :
a. jawaban Sangat Setuju diberi skor 5
b. jawaban Setuju diberi skor 4
c. jawaban Netral diberi skor 3
d. jawaban Tidak Setuju diberi skor 2
e. jawaban Sangat Tidak Setuju diberi
skor Metode Analisis Data
Analisis data merupakan salah satu
cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel yang satu mempengaruhi variabel lain. Agar data yang dikumpulkan tersebut dapat bermanfaat maka
harus diolah/dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam
mengambil keputusan. Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Analisis kualitatif
Metode analisis ini merupakan
metode analisis yang dilakukan terhadap
data yang diperoleh dari hasil jawaban
kuesioner
atau
digunakan
untuk
menganalisis data yang berbentuk angka.
Sebelum melakukan analisis data maka diperlukan pengolahan data terlebih dahulu,
yang meliputi : 1 editing; 2 Coding; 3 Scoring;
4 Tabulating.
Angka indeks digunakan untuk
mendapatkan gambaran mengenai derajat
persepsi responden atas variabel yang akan
diteliti *Ferdinand,2006). Nilai indeks dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Nilai indeks = ((%F1x1) + (%F2x2) + (%F3x3)
+ (%F4x4) + (%F5x5) /5
Dimana :
F1 = frekuensi responden yang menjawab
1
F2 = frekuensi responden yang menjawab
2
Dan seterusnya F5 untuk menjawab 5
dari skor yang digunakan dalam
daftar pertanyaan
Angka jawaban responden tidak
berangkat dari angka 0, tetapi mulai 1 hingga 5 maka angka indeks yang dihasilkan
akan berangkat dari angka 10 hingga 50
dengan rentang sebesar 40 (50-10), tanpa
angka 0. Dengan menggunakan kriteria tiga
kotak (Three-box Method), maka rentang
sebesar 40 dibagi tiga akan menghasilkan
rentang 13,3 yang akan digunakan sebagai
dasar interpretasi nilai indeks, yaitu :
1. Rendah = 10 – 23,3
2. Sedang = 23,4 - 36,6
3. Tinggi = 36,7 - 50
Setelah angka nilai indeks tiap indikator variabel ditemukan, maka selanjutnya
adalah mencantumkan fakta empiris tiap
indikator yang didapat dari jawaban responden yang diberikan pada pertanyaan
terbuka kuesioner untuk setiap item pertanyaan. Dengan begitu didapat data dari responden mengenai persepsinya terhadap
indikator yang digunakan.
b. Analisis kuantitatif
Metode analisis ini merupakan
metode analisis yang dilakukan terhadap
data yang diperoleh dari hasil jawaban
kuesioner
atau
digunakan
untuk
menganalisis data yang berbentuk angka.
Software yang digunakan untuk analisis adalah SPSS.17
Uji instrument
Uji Validitas
Validitas menunjukkan sejauh mana
alat pengukur yang dipergunakan untuk
mengukur apa yang diukur. Adapun
caranya adalah dengan mengkorelasikan
antara skor yang diperoleh pada masing–
masing item pertanyaan dengan skor total
individu. Pengambilan keputusan, jika nilai
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
129
corrected item –total correlation >0,2 maka
dinyatakan item atau pertanyaan tersebut
valid dan sebaliknya ( Muhammad Nisfiannor,2009).
Uji reliabilitas
Uji reliabilitas sebenarnya adalah alat
untuk mengukur satu kuesioner yang
merupakan indikator dari variable atau
konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau
stabil dari waktu ke waktu. Pengambilan
keputusan berdasarkan jika nilai Alpha
melebihi 0,6 maka pertanyaan variabel tersebut reliabel dan sebaliknya (Ghazali, 2001)
Uji Asumsi Klasik
Uji Multikolinieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas. Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel – variabel ini tidak ortogonal. variabel ortogonal adalah variabel
bebas yang nilai korelasi antar sesamanya
sama dengan nol. (Ghozali, 2005).
Multikolinearitas dapat dilihat dari
Tolerance dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas lainnya, jadi
nilai Tolerance yang rendah sama dengan
nilai VIF yang tinggi (karena VIF =
1/Tolerance). Nilai yang umum dipakai untuk menjelaskan adanya multikolinearitas
adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali,2005).
Uji Heteroskedastisitas
Uji
heteroskedastisitas
bertujuan
menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
130
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau tidak
terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005).
Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada
atau tidaknya heteroskedastisitas :
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana
sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan
sumbu X adalah residual ( Y prediksi – Y
sesungguhnya) yang telah di studentized.
Dasar analisis (Ghozali, 2005) :
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik
yang ada membentuk pola tertentu
yang teratus (bergelombang, melebar
kemudian
menyempit),
maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik
–titik menyebar di atas dan di bawah
angka 0 pada sumbu Y, maka terjadi
heteroskedastisitas.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t
mengasumsikan bahwa nilai residual
mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi
ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak
valid (Ghozali,2005)
Uji Regresi sederhana
Regresi linear sederhana digunakan
untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
variabel bebas (komitmen, kepemimpinan dan
lingkungan kerja ) terhadap variabel terikat engagement, Algifari, 2003).
Bentuk persamaan regresi dalam
penelitian adalah :
Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e
Uji hipotesis
Uji hipotesis yang dilakukan dengan
menggunakan uji t yaitu untuk mengetahui
apakah ada tidaknya pengaruh variable
bebas terhadap variable terikat.
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
Hipotesis yang diuji adalah :
H0 :
H1 :
β1,2,3 = 0 tidak ada pengaruh antara
factor komitmen, kepemimpinan
lingkungan kerja terhadap engagement
β1,2,3 > 0 ada pengaruh positif antara
factor komitmen, kepemimpinan dan
lingkungan kerja terhadap engagement
Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
terikat. Nilai koefisien determinasi adalah
antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel–variabel bebas
dalam menjelaskan variasi variabel terikat
amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel–variabel bebas memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel terikat
(Ghozali, 2005).
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
SMA Negeri I Semarang merupakan
lembaga pendidikan menengah tingkat atas
yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Semarang. SMA Negeri I Semarang memiliki sejarah yang cukup panjang diawali tahun 1937. Belanda mendirikan HBS (Hogere Burger School) yang berlokasi di jalan Taman Menteri Supeno Nomor 1 Semarang sampai akhirnya pada tahun 1942-1945 oleh tentara pendudukan
Jepang gedung HBS digunakan untuk
asrama sekolah pendidikan Tentara Jepang.
Pada tahun 1946- 1949 gedung HBS oleh
Belanda difungsikan kembali untuk sekolah,
adapun sekolah yang menempati gedung
HBS tersebut adalah, HBS, AMS (almegence
Middelbare School/Sekolah Menengah
Umum), VHO (Voorbereidend voor Hoger
Onderwijs/ persiapan untuk pendidikan
yang lebih tinggi). Pada tahun 1949 bersamaan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, oleh putera puteri Indonesia (guruguru) telah disiapkan berdiri SMA Negeri di
Semarang. SMA yang dibentuk ini berasal
dari peleburan sekolah-sekolah swasta nasional yang ada di Semarang sebagian in-
tinya adalah SMA Taman Siswa/Taman
Madya Semarang. Pada tahun 1949/1950
diresmikan berdirinya SMA Negeri di Semarang oleh Pemerintah Republik Indonesia
tepatnya pada tanggal 1 Agustus dan
menempati gedung bekas HBS di jalan Taman Menteri Supeno No. 1 Semarang.
Secara geografis letak SMA Negeri 1
Semarang sangat strategis karena terletak di
dalam kota Semarang serta berada di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah
dan pusat kegiatan ekonomi Kota Semarang.
Letak geografis yang strategis ini, SMA
Negeri 1 Semarang mempunyai nilai tambah
berupa
kemudahan
akses
ke
Pemerintahan dan data dijangkau dari segala penjuru Kota Semarang.
Sebagai
sekolah
yang
telah
mendapatkan akreditasi A dan memanggul
status sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), SMA Negeri 1 Semarang telah membekali siswa dengan standar
kompetensi
yang
telah
ditetapkan
DEPDIKNAS ditambah dengan kompetensi
pendukung seperti bahasa-bahasa asing, elearning, internet, dan sebagainya sehingga
siap bersaing dengan lulusan lembaga lain
baik di dalam maupun luar negeri di era
globalisasi ini. Untuk proses belajar
mengajar SMA Negeri 1 Semarang telah
menggunakan tenaga pengajar yang berpengalaman dan memenuhi standar yang
ditetapkan oleh DEPDIKNAS sehingga
memperoleh akreditasi nilai A. selain itu
proses pembelajaran juga dilengkapi
berbagai sarana yang memadai guna
menunjang pencapaian kompetensi.
Untuk menghasilkan sumberdaya
manusia yang berkualitas, SMA Negeri 1
Semarang melengkapi kurikulum dengan
berbagai program yang dapat meningkatkan
kualitas mereka melalui kegiatan pembimbingan olimpiade matematika, astronomi,
kimia, fisika, ekonomi, biologi, bahasa
inggris, dan computer.
Visi SMA N 1 Semarang adalah Prima
dalam prestasi santun dalam perilaku
dengan indicator :
1. Unggul dalam prestasi santun dalam
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
131
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
perilaku
Unggul dalam persaingan SMPTN
Unggul dalam lomba karya ilmiah
remaja
Unggul dalam lomba keterampilan
berbahasa
Unggul dalam lomba kesenian
Unggul dalam lomba olah raga
Unggul dalam disiplin
Unggul dalam aktivitas keagamaan
Misi SMA N 1 Semarang adalah sebagai berikut Melaksanakan pembelajaran
dan bimbingan efektif sehingga setiap siswa
berkembang secara optimal sesuai dengan
potensi yang dimiliki
1. Menumbuhkan semangat keunggulan
secara intensif kepada seluruh warga
sekolah
2. Mendorong dan membantu setiap
siswa untuk mengenali potensi dirinya
sehingga dapat dikembangkan secara
optimal
3. Menumbuhkan penghayatan terhadap
ajaran agama yang dianut dan juga etika moral sehingga menjadi sumber
kearifan dan kesantunan dalam bertindak
Menerapkan manajemen partisipasi
dengan melibatkan seluruh warga sekolah
dan stake holder sekolah.
Jenis Kelamin
Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini
(37orang) lebih kecil dibandingkan dengan
yang berjenis kelamin wanita (53 orang).
Hal ini berarti bahwa profesi guru adalah
suatu profesi yang banyak diminati oleh
wanita karena factor feminimitas yaitu suatu profesi yang banyak membutuhkan
kesabaran dan unsure sifat asih, asah dan
asuh.
Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu D3,S1, dan S2
Dari hasil penelitian menunjukkan
bahwa 63,3 % lulusan S1, jadi persyaratan
132
minimal tingkat pendidikan sudah terpenuhi.
Masa Kerja
Menurut Robbins (2006), lama masa
kerja seseorang pada suatu perusahaan
menunjukkan senioritas seorang pegawai,
dimana senioritas tersebut berkaitan erat
dengan produktivitas dan tingkat turnover.
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut :
Karakteristik berdasarkan masa kerja
Masa kerja
< 5 tahun
5 - 10 tahun
>10 - 20 tahun
>25 tahun
frekuensi
7
14
38
41
%
7,7
15,5
42,2
34,6
Dari data tersebut diatas dapat
dikatakan masa kerja yang tinggi menunjukkan adanya pengalaman kerja yang tinggi di bidang masing-masing.
Usia responden
Robbins (2006) menyatakan bahwa
analisis terhadap data usia perlu dilakukan
karena adanya isu penting mengenai hubungan antara usia dengan kinerja guru yang
berkaitan dengan kualitas positif yang
dibawa ke dalam pekerjaan yaitu pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat,
komitmen terhadap mutu dan tingkat pengunduran diri yang rendah
Dari data tersebut diatas tampak
bahwa jumlah terbanyak dari responden
berusia 45 – 55 tahun , hal ini menunjukkan
responden berada pada level kematangan
usia yang menunjukkan kematangan berpikir dan bertindak.
Analisis Data
Analisis kualitatif
Berdasarkan hasil kompilasi jawaban
yang diberikan oleh responden berkaitan
dengan variable yang digunakan dalam
penelitian, yang menunjukkan persepsi responden terhadap variable komitmen,
kepemimpinan, lingkungan kerja dan engagement adalah sebagai berikut :
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
1. Variabel Komitmen
Dari table dapat disimpulkan bahwa
persepsi responden mengenai komitmen
sedang saja dalam arti mereka kurang dalam memandang pentingnya organisasi dalam kehidupan mereka sehingga keterlibatan dalam organisasi juga sedang-sedang
Indicator
Indicator
Kemampuan
menilai siswa
Peraturan kedisiplinan
Bertanggungjawab
pada pekerjaan
Penilaian obyektif kary
Kemampuan
Kesempatan kerjasama
yg sama
Kemampuan
Andil prestasimengikuti perkemb
Kemamp
Ruang tdkmengendalikan
mendukung diri
Total
Total
Frekuensi
jawaban
responden
mengenai
engagement
Frekuensi
jawaban
responden
mengenai
lingkungan
kerja
1 1
22
33
4 4
55
4 7
128
2514
19 33
3028
4 2
128
2525
19 37
3018
3 2
714
1022
30 35
4017
5
11
18
34
5
15
14
32
2422
7 3
1310
1619
39 25
1533
saja.
Indikator
Pentingnya organisasi
Kesamaan masalah dengan orgs
Menjadi bagian dari orgs
Kebanggaan terhadap orgs
Keterlibatan dlm orgs
Total
Indicator
Memberi peluang
Memberi tugas dan pengawasan
Memberi pengarahan visi/misi
Menjelaskan harapan/umpan balik
Member penghargaan
Total
kedisiplinan dan dorongan untuk berprestasi rendah selain kurang obyektifnya
penilaian kerja.
4. Engagement
Dari table tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa persepsi responden
mengenai engagement sedang saja dalam arti
responden kurang mampu mengembangkan
Index
index
33,7
32,9
33,1
32,9
32,1
36,7
32,7
32,5
34,5
31,2
33,2
33,2
diri mengikuti perkembangan iptek dan kuFrekuensi jawaban responden mengenai komitmen
1
2
3
4
5
5
10
25
30
20
6
5
17
34
28
3
5
16
35
31
4
7
8
37
34
8
9
15
35
23
Frekuensi jawaban responden mengenai kepemimpinan
1
2
3
4
5
2
12
26
33
17
2
14
20
31
23
2
9
29
29
21
5
16
10
30
29
3
14
20
19
34
2. Kepemimpinan
Dari table dapat disimpulkan bahwa
persepsi responden mengenai kepemimpinan sedang saja dalam arti mereka kurang
nyaman dengan kondisi kepemimpinan
yang ada karena hampir semua indicator
tidak dapat menunjukkan hal-hal yang
menonjol dari kepemimpinan yang ada
sekarang
3. Lingkungan kerja
Dari table tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa persepsi responden
mengenai lingkungan kerja sedang saja dalam arti ruangan kerja kurang mendukung,
index
32
34,3
35,6
36
32,6
34,1
index
32,1
32,9
32,8
33,2
33,7
32,9
rang dalam hal kerjasama.
Untuk menilai tingkat kompetensi sebagai pengukuran dari keunggulan kompetitif yang sustainable digunakan angka
indeks untuk mendapatkan gambaran
mengenai derajat persepsi responden atas
variabel yang akan diteliti (Ferdinand,2006).
Nilai indeks dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Nilai indeks = ((%F1x1) + (%F2x2) + (%F3x3)
+ (%F4x4) /4
Dimana :
F1 = frekuensi responden yang menjawab 1
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
133
F2 = frekuensi responden yang menjawab 2
Dan seterusnya F4 untuk menjawab 4
dari skor yang digunakan dalam
daftar pertanyaan
Angka jawaban responden tidak
berangkat dari angka 0, tetapi mulai 1 hingga 4 maka angka indeks yang dihasilkan
akan berangkat dari angka 10 hingga 40
dengan rentang sebesar 30 (40-10), tanpa
angka 0. Dengan menggunakan kriteria tiga
kotak (Three-box Method), maka rentang
sebesar 30 dibagi tiga akan menghasilkan
rentang 10 yang akan digunakan sebagai
dasar interpretasi nilai indeks, yaitu :
1. Rendah = 10 – 20
2. Sedang = 20,1 - 30
3. Tinggi = 30,1 - 40
5. Kompetensi paedagogik
Dari table dapat disimpulkan bahwa
persepsi responden mengenai kompetensi
paedagogik adalah sedang saja dalam arti
responden kurang kompetensi dalam pen-
Indicator
Kesungguhan dalam persiapan
Keteraturan/ketertiban PBM
Kemampuan penguasaan kelas
Kedisiplinan
Penguasaan media PBM
Total
Indicator
Penguasaan bidang keahlian
Keluasan wawasan
Kemampuan adaptasi lingkungan
Penguasaan isu-isu mutakhir
Kesediaan berdiskusi
Total
Indikator
guasaan media PBM (terlihat dari usia responden terbanyak kisaran usia 45 - 55 tahun)
6. Kompetensi professional
Dari table dapat disimpulkan bahwa
persepsi responden mengenai kompetensi
profesional adalah sedang saja dalam arti
responden kurang dalam penguasaan isuisu mutakhir dan kemampuan diskusi. (terlihat dari usia responden terbanyak kisaran
usia 45 - 55 tahun)
7. Kompetensi kepribadian
Dari table dapat disimpulkan bahwa
persepsi responden mengenai kompetensi
kepribadian adalah tinggi dalam arti responden sangat baik dalam kompetensi
kepribadian. Hal ini sesuai dengan tuntutan
profesionalitas dalam pekerjaannya sebagai
guru yang harus berkepribadian baik.
Frekuensi jawaban responden mengenai
kompetensi paedagogik
1
2
3
4
3
8
34
45
3
7
37
43
3
11
35
41
4
10
37
39
5
18
33
34
Index
Frekuensi jawaban responden mengenai
kompetensi profesional
1
2
3
4
1
4
41
44
1
6
50
32
1
2
50
37
1
11
45
33
2
14
36
38
Index
Frekuensi jawaban responden mengenai
kompetensi kepribadian
1
2
3
4
1
3
40
46
1
3
43
43
1
5
30
54
1
7
38
43
3
1
43
43
Index
30,1
30
29,4
29,1
27,6
29,2
30,8
29,1
30,3
29
29
29,6
Kewibawaan guru
33,1
Kearifan dalam pengambilan keputusan
30,8
Menjadi panutan bdlm berperilaku
31,7
Satunya kata dlm tindakan
30,1
Kemampuan mengendalikan diri
30,6
134
Total
31,26
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
Indicator
Frekuensi jawaban responden mengenai
kompetensi sosial
1
2
3
4
3
10
43
34
3
8
45
33
1
3
38
48
2
2
37
48
3
7
32
48
Kemampuan menyampaikan pendapat
Kemampuan menerima kritik/saran
Kemudahan bergaul
Toleransi terhadap keragaman
Adil dlm perlakuan terhdp lingkungan
Total
8. Kompetensi sosial
Dari table dapat disimpulkan bahwa
persepsi responden mengenai kompetensi
sosial adalah sedang dalam arti responden
sedang-sedang saja dalam kompetensi social, karena kurangnya kemampuan dalam
menyampaikan
pendapat
serta
sulit
menerima kritik .
Secara keseluruhan persepsi responden mengenai tingkat kompetensi adalah :
Uraian
index
Kompetensi paedagogik
Kompetensi professional
Kompetensi kepribadian
Kompetensi sosial
Total
29,2
29,6
31,3
30
30,02
b.
Dari table tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa persepsi responden
mengenai kompetensi guru SMA Negeri I
Semarang adalah tinggi meskipun untuk
kompetensi paedagogik dan kompetensi
profesional nilainya sedang.
Analisis kuantitatif
1. Uji instrument
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan
untuk
mengetahui
bahwa
data
penelitian yang diperoleh dari kuesioner merupakan data yang sesuai dengan
apa yang ingin diukur serta merupakan
hasil pengukuran yang konsisten
a. Variable engagement :
Hasil pengujian validitas pada variable engagement tersebut diatas
menunjukkan bahwa nilai corrected
item total – correlation dari masingmasing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti semua in-
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
c.
Index
28,8
28,6
31,3
30,9
30,5
30
dicator variable engagement adalah
valid. Menurut M. Nisfiannoor
(2009), apabila angka korelasi yang
terdapat pada kolom corrected item
total-correlation berada diatas 0,2
maka dinyatakan valid
Hasil pengujian reliabilitas untuk
variable engagement adalah 0,787
dimana angka ini lebih besar dari
yang dipersyaratkan yaitu 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa
hasil pengukuran variable adalah
reliable
Variable komitmen :
Hasil pengujian validitas pada variable komitmen tersebut diatas
menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari
masing-masing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti
semua indicator variable komitmen adalah valid. Menurut M.
Nisfiannoor (2009), apabila angka
korelasi yang terdapat pada kolom
corrected item total-correlation berada diatas 0,2 maka dinyatakan
valid
Hasil pengujian reliabilitas untuk
variable komitmen adalah 0,792
dimana angka ini lebih besar dari
yang dipersyaratkan yaitu 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa
hasil pengukuran variable adalah
reliable
Variabel kepemimpinan
Hasil pengujian validitas pada variable kepemimpinan tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari
masing-masing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti
135
d.
semua indicator variable kepemimpinan adalah valid. Menurut M.
Nisfiannoor (2009), apabila angka
korelasi yang terdapat pada kolom
corrected item total-correlation berada diatas 0,2 maka dinyatakan
valid
Hasil pengujian reliabilitas untuk
variable kepemimpinan adalah
0,793 dimana angka ini lebih besar
dari yang dipersyaratkan yaitu 0,6
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran variable adalah reliable
Variabel lingkungan kerja
Hasil pengujian validitas pada variable lingkungan kerja menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari masingmasing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti semua indicator variable kepemimpinan
adalah valid. Menurut M. Nisfiannoor (2009), apabila angka korelasi
yang terdapat pada kolom corrected item total-correlation berada
diatas 0,2 maka dinyatakan valid
Hasil pengujian reliabilitas untuk
variable lingkungan kerja adalah
0,755 dimana angka ini lebih besar
dari yang dipersyaratkan yaitu 0,6
sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran variable adalah reliable
Uji asumsi klasik
Uji asumsi klasik berguna agar model
regresi yang dihasilkan merupakan model
yang Best Linear Unbiased Estimate (BLUE).
Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam
penelitian ini meliputi :
a. Uji normalitas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi , variable terikat
dan variable bebas , keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Hasil
poengujian normalitas untuk model regresi berganda sebagai berikut
Dari uji normal p-plot terlihat bahwa
136
b.
c.
titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa
model regresi memenuhi asumsi normalitas ( Imam Ghozali,2008)
Uji multikolinearitas
Uji ini bertujuan apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independent). Korelasi yang
kuat antara dua variable independen
dapat diasumsikan bahwa kedua variable independent tersebut mengukur
dua hal yang sama. Dimana hal ini tidak diharapkan dalam model regresi,
Pengujian mengenai ada tidaknya
problem multikolinearitas dalam model
penelitian tang dikembangkan, dianalisis melalui nilai Variance Inflation
Factor (VIF) dan tolerance. Jika nilai
VIF dari variable yang diamati >10 dan
tolerance < 0,1 maka diduga terdapat
masalah multikolinearitas .
Hasil pengujian dengan SPSS menunjukkan semua variable penelitian bebas
dari multikolinearitas karena nilai VIF
< 10 dan nilai tolerance > 0,1
Uji heteroskedastisitas
Pengujian terhadap ada atau tidaknya
problem heteroskedastisitas dianalisis
dari output grafik scatter plot antara
nilai prediksi variable terikat (ZPRED)
dan nilai residu yang sudah distudentized (SRESID)
Dari grafik terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak (tidak membentuk pola tertentu serta menyebar baik
diatas dan dibawah angka nol sumbu Y
sehingga dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi
Persamaan Regresi
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda
dimana metode ini menguji pengaruh variable dependent (engagement) dan variable
independent ( komitmen, kepemimpinan
dan lingkungan kerja ).
Berdasarkan hasil pengujian terhadap
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
variable komitmen, kepemimpinan dan
lingkungan kerja maka persamaan regresi
sebagai berikut :
Y = 0,247 X1 - 0,082 X2 + 0,320 X3
Dari persamaan regresi tersebut maka
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. β1 : 0,247 dari variable X1 (komitmen)
artinya variable ini berpengaruh positif
terhadap engagement artinya peningkatan komitmen akan meningkatkan
kemauan responden untuk melakukan
engagement
b. β2 : - 0,082 dari variable X2 (kepemimpinan) artinya variable ini berpengaruh
negative terhadap engagement artinya
kepemimpinan yang baik tidak menyebabkan engagement semakin baik
dan hasil tidak signifikan artinya sulit
dijelaskan pengaruh langsung kepemimpinan
c. β3 : 0,320 dari variable X3 (lingkungan
kerja) artinya variable ini berpengaruh
positif terhadap engagement artinya
peningkatan perbaikan dalam lingkungan kerja akan meningkatkan
kemauan responden untuk melakukan
engagement
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis pada
penelitian ini digunakan uji t yang maksudnya adalah untuk menguji signifikansi
secara parsial yaitu masing-masing variable
independent apakah berpengaruh secara
signifikan atau tidak terhadap variable dependent. Untuk melakukan uji hipotesis
dapat dilihat langsung dari nilai probabilitas. Apabila nilai probabilitas signifikansi <
nilai taraf nyata ( α = 5%) maka dapat
dikatakan bahwa variable yang diamati adalah signifikan dengan demikian H0 ditolak.
a. Pengujian hipotesis pertama
H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh positif
dan signifikan antara komitmen terhadap engagement
Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif dan
signifikan antara komitmen terhadap
engagement
Dari hasil perhitungan pengujian
b.
c.
hipotesis pertama menunjukkan bahwa
komitmen berpengaruh positif terhadap engagement, nilai probability =
0,028 yang < 0,05 maka H0 ditolak dan
menerima Ha.
Pengujian hipotesis kedua
H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh positif
dan signifikan antara kepemimpinan
terhadap engagement
Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif dan
signifikan antara kepemimpinan terhadap engagement
Dari hasil perhitungan pengujian
hipotesis kedua menunjukkan bahwa
kepemimpinan berpengaruh negatif
terhadap engagement, nilai probability =
0,495 yang > 0,05 maka H0 tidak mampu ditolak dan Ha ditolak.
Pengujian hipotesis ketiga
H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh positif
dan signifikan antara lingkungan kerja
terhadap engagement
Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif dan
signifikan antara lingkungan kerja terhadap engagement
Dari hasil perhitungan pengujian
hipotesis ketiga menunjukkan bahwa
lingkungan kerja berpengaruh positif
terhadap engagement, nilai probability =
0,009 yang < 0,05 maka H0 ditolak dan
menerima Ha.
Koefisien determinasi
Koefisien
determinasi
yang
digunakan adalah adjusted R2 karena persamaan regresi menggunakan lebih dari satu variable. Besaran adjusted R2 0,163,
artinya sebesar 16,3% variasi pada variable
engagement pada model regresi dapat dijelaskan oleh tiga variable bebas yaitu
komitmen, kepemimpinan dan lingkungan
kerja sedangkan sisanya 83,7% dijelaskan
oleh variable lain di luar model
KESIMPULAN
Hipotesis yang dikembangkan dalam
penelitian ini dimaksudkan untuk bisa menjawab permasalahan yang ada dalam lingkup penelitian.
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
137
Hasil
pengujian
data
dengan
menggunakan persamaan regresi menunjukkan hasil yang menunjukkan adanya
pengaruh positif dan signifikan antara variable komitmen, dan lingkungan kerja terhadap engagement, sedangkan untuk kepemimpinan tidak signifikan. Kesimpulan hasil
tersebut adalah bahwa komitmen, dan lingkungan kerja kecil pengaruhnya terhadap
engagement (angka koefisien Beta < 0,5 ) pada guru-guru SMA Negeri I Semarang. Untuk kepemimpinan hasil perhitungan
menunjukkan tingkat signifikansinya negative berarti variable ini tidak bisa berpengaruh secara langsung terhadap engagement.
Memperhatikan uji koefisien determinan dapat disimpulkan bahwa model ini
nilai adjusted R2 nya sangat kecil, artinya
karena kurang dari 50% maka model bisa
dikatakan kurang bagus yaitu variable independen yang digunakan kurang bisa
menjelaskan secara baik pengaruhnya terhadap variable dependen (permasalahan
engagement). Dari tiga variable yang
digunakan untuk penelitian dan diduga
berpengaruh positif semua terhadap engagement, ternyata menghasilkan kondisi
yang berbeda , yaitu hanya variable komitmen dan lingkungan kerja yang bisa diprediksi pengaruhnya sedangkan untuk variable
kepemimpinan bahkan tidak signifikan.
Yang paling kuat pengaruhnya terhadap
engagement adalah lingkungan kerja, karena
hubungan kekerabatan antar guru sangat
dijaga.
SARAN
a. Agenda penelitian mendatang bisa
digunakan variable lain seperti kepuasan kerja, konflik peran atau variable
kepemimpinan yang berfungsi sebagai
variable moderating.
b. Pembinaan dalam bentuk latihan dan
pengembangan ilmu perlu ditingkatkan dan tidak pilih-pilih berdasarkan
asas like and dislike tetapi atas dasar
kebutuhan dan pemerataan kesempatan berkembang untuk semua guru.
138
c.
Hasil jawaban secara terbuka menyatakan bahwa kondisi ini banyak
dikeluhkan oleh responden.
Pemimpin yang ada bisa lebih terbuka
dan mau menerima saran dalam arti
perlu pengembangan komunikasi yang
baik untuk semua orang yang terlibat
di dalam organisasi
DAFTAR PUSTAKA
Center for Human Resource Strategy Rutgers,2009, A New Framework of Employee Engagement
Dubrin, 2005, organizational commitment in
higher education, working paper, Mississippi, Jackson State University
Endres, G.M dan Smoak, L. M, 2008,the human
resource craze: human improvement and
employee engagement, organization development journal, vol 26 no 1
Fisher, C.D, Schoenfeldt, LF dan Shaw,J.B,2006,
advanced human resource management,
Boston, MA:Houghton Mifflin Customer
Publishing
Fisher, D. L., & Fraser, B. J. 1990. School
Climate, (SET research information for
teachers no.2). Melbourne: Australian
Council for Educational Research.
Freiberg, H. J. 1998. Measuring school climate:
Let me count the ways. EducationalLeadership, 56(1), 22-26.
Gibson James,et al,1996, organisasi dan manajemen: perilaku, struktur dan proses, erlangga, Jakarta
Harter,J.K, Schmidt,F.L dan Hayes,T.L, 2002,
business-unit level relationship between
employee satisfaction, employee engagement, and business outcomes : a meta
analysis, jornal of applied psychology,
vol 87
Hellriegel,Slocum dam Woodman (2001)
Hoy, W. K., & Hannum, J. W. 1997. Middle
school climate: An empirical assessment of organisational health and
student achievement. Educational Administration
Imam Ghozali,2008,aplikasi analisis multi-
Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable
(Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang )
Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso
variate dengan program SPSS, SemaJhon P.Kotter (1995) dalam bukunya Leading
Change
Khan,W.A, 1990, Psychological Conditions Of
Personal Engagement And Disengagement At Work, Academy Of Management
Journal, vol 33
Khan,w.a, (1992), To Be Full There; Psychological Presence At Work, Human Relation,
vol 45
Maria Merry M,2009,guru sebagai pemimpin
yang melayani,www.google.com
McBain, R, 2007, The Practice Of Engagement :
Research Into Current Employee Engagement Practice, Strategic HR Review,
vol 6
Muhammad Nisfiannor,2009,Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Social, Penerbit
Salemba, Jakarta
Paradise, A, 2008,Influences Engagement, T & D
Papanastasiou, C. 2002. School, teaching and
family influence on student attitudes
toward science: Based on TIMSS data
for Cyprus. Studies in Educational
Evaluation,
Robbins, Stephen, 2006, Perilaku Organisasi,
Jakarta, PT Prehalindo
Saks, A.M2006, Antecedent And Consequences
Of Employee Engagement, Journal Managerial Psychology, vol 21
rang, BP Undip
Samdal, O., Wold, B., & Bronis, M. 1999. Relationship between students'perceptions of school environment, their satisfaction with school and perceived
academic achievement: An international study. School Effectiveness and
School Improvement
Schaufeli W.B dan Bakker,A.B, 2004, Job Demands, Job Resources And Their Relationship With Burnout And Engagement:
A Multi Sample Study, Journal Of Organizational Behavior,
S. Nitisemito, 1996,Manajemen Personalia,
Ghalia Indonesia, Jakarta
Sweetland, S. R., & Hoy, W. R. 2000. School
characteristic and educational outcomes:
Toward organisational model of student
achievement in middle schools. Educational Administration Quarterly,
Turney, 1992, The School Manager, Allen and
Unwen, Australia
Tye, K. A. 1974. The culture of school. In J. I.
Goodlad & M. F. Klein & J. M. Novotney & K. A. Tye (Eds.), Toward a mankind school: An adventure in humanistic
education (pp. 123-138). New York,
NY: McGraw-Hill.
J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139
139
Download