ISSN 1410-9859 MEMBANGUN ENGAGEMENT GURU UNTUK MENGHADAPI KEUNGGULAN KOMPETITIF YANG SUSTAINABLE (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso ABSTRACT Dynamic organization that will always improve its performance as well as preserve the things that becomes a competitive advantage. The most effective strategy for the organization is finding unique ways to retain and motivate employees so difficult to imitate by competitors. The concept of employee engagement is important in conceptualizing and determining the role of human capital on organizational performance. Employee engagement is a form of individual involvement and satisfaction as well as a form of enthusiasm in doing the job. Object of this study was Semarang SMA I with 90 teachers who are as respondents. Analysis of data using simple regression linier with the dependent variable is the independent variable is the engagement and commitment, leadership and work environment. The results of data analysis states that in SMA Negeri I Semarang, commitment has a positive effect on engagement, kepemimpinan negative and insignificant effect on the engagement and work environment has a positive effect on engagement Key words: engagement, commitment, leadership, work environment PENDAHULUAN Globalisasi yang terjadi menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat dan menuntut organisasi untuk lebih mampu beradaptasi, mempunyai ketahanan, mampu melakukan perubahan arah dengan cepat dan memusatkan perhatiannya kepada pengguna produk/jasanya. Menurut John P. Kotter (1995) dalam bukunya Leading Change, globalisasi yang terjadi di pasar dan kompetisi telah menciptakan ancaman, berupa semakin banyaknya kompetisi dan meningkatnya kecepatan dalam bisnis. Namun demikian juga memunculkan kesempatan berupa semakin besarnya pasar dan semakin sedikitnya hambatan-hambatan yang akan muncul (Sigh and Vinicombe, 1998). Dalam suasana kompetisi seperti ini, fungsi Sumber Daya Manusia di dalam organisasi harus mampu untuk menjadi mitra kerja yang dapat diandalkan, Organisasi yang dinamis akan selalu meningkatkan performance-nya serta mempertahankan hal yang menjadi keunggulan kompetitif. Memperhatikan sumberdaya fisik, keuangan, kemampuan memasarkan, serta sumber daya manusia adalah beberapa faktor penting yang disyaratkan bagi organ118 isasi untuk tetap kompetitif (Fisher, et al,2006), namun strategi yang paling efektif bagi organisasi adalah menemukan caracara yang unik untuk bisa mempertahankan serta memotivasi karyawannya sehingga sulit untuk ditiru oleh yang lainnya. Organisasi dapat mencapai kinerja yang diharapkan serta memiliki keunggulan kompetitif adalah ketika orang di dalamnya melakukan apa yang terbaik dari mereka, apa yang mereka senangi serta kuatnya faktor kepemilikan secara psikologis dalam melaksanakan dan memberi hasil pada pekerjaan mereka. Konsep employee engagement menjadi penting dalam mengkonseptualisasikan dan menentukan peranan modal manusia terhadap kinerja organisasi. Konsep ini diperkenalkan oleh peneliti Gallup pada tahun 2004 secara empirical dengan responden lebih dari 2500 bisnis, pusat kesehatan serta unit pendidikan. Employee engagement pertama kali dibangun oleh kelompok peneliti Gallup (Endres dan Smoak, 2008), memiliki tiga komponen yaitu aspek kognitif yang berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki oleh karyawan terhadap organisasi, pemimpin, serta lingkungan kerja mereka, Aspek emo- Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso sional berkaitan dengan apa yang dirasakan oleh karyawan terhadap tiga factor tersebut serta sikap negative dan positif mereka terhadap organisasi dan pemimpin mereka, aspek perilaku dari employee engagement adalah sebagai komponen penambah nilai untuk organisasi dan terdiri dari upaya yang sifatnya sukarela yang diberikan karyawan pada pekerjaannya. Employee engagement dapat memprediksikan peningkatan produktivitas pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, serta keberhasilan untuk organisasi. Harter, Schmidt dan Hayes (2002) mendefinisikan employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individual dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan pekerjaan. Khan (1990) menyatakan engagement adalah mengenai perhatian karyawan dan penyerapan mereka terhadap perannya. Dalam menciptakan employee engagement terdapat beberapa factor yang bisa menjadi penggeraknya, Penelitian McBain, 2007, menyatakan bahwa budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan sikap supportive serta komunikasi yang baik antara rekan kerja, visi dan nilai yang dianut, brand organisasi. Keadilan dan kepercayaan sebagai nilai organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya employee engagement. Hal-hal ini akan memberikan persepsi bagi karyawan bahwa mereka mendapat dukungan pimpinan dan organisasi. Paradise,2008, menyatakan bahwa engagement dibangun melalui proses, butuh waktu yang panjang serta komitmen yang tinggi dari pemimpin. Untuk itu dibutuhkan kekonsistenan pemimpin dalam mementoring karyawan. Pimpinan organisasi diharapkan memiliki beberapa ketrampilan, diantaranya teknik komunikasi, teknik memberikan feedback dan teknik penilaian kinerja. Kenyamanan kondisi lingkungan kerja menjadi pemicu terciptanya employee engagement, diantaranya lingkungan kerja yang memiliki keadilan distributif dan prosedural karena karyawan yang memiliki persepsi bahwa ia mendapat keadilan distributive dan prosedural akan berlaku adil pada organisasi dengan cara membangun ikatan emosi yang lebih dalam pada organisasi (McBain,2007; Colquitt et al,2001 dalam Saks,2006). Lingkungan kerja yang melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan. Kondisi ini mempengaruhi secara psikologis mereka menganggap bahwa mereka berharga bagi organisasi. Organisasi yang memperhatikan keseimbangan kehidupan kerja dan keluarga karyawan, karena ketika terjadi konflik antara pekerjaan dan keluarga maka karyawan akan cenderung memutuskan keluar dari pekerjaan. Pimpinan harus menjaga keseimbangan keduanya sehingga karyawan merasa bahwa pekerjaan tidak mengancam kehidupan keluarganya. Khan (1992) menyatakan bahwa employee engagement mempengaruhi kualitas kerja karyawan, meningkatkan kepuasan kerja, mengurangi jumlah ketidakhadiran karyawan dan menurunkan kecenderungan untuk berpindah pekerjaan (Schaufeli dan Bakker,2004) Masalah kepemimpinan adalah suatu masalah yang selalu hangat dibicarakan karena peran pemimpin dalam suatu kelompok, organisasi atau masyarakat akan sangat menentukan masa depan dan keberhasilan kelompok , organisasi atau masyarakat tersebut dalam mencapai tujuannya. Hellriegel, Slocum dam Woodman (2001) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah mencapai sesuatu melalui orang lain, yang tidak mungkin terjadi jika pemimpinnya tidak ada. Saat ini, kepemimpinan semakin sedikit dilakukan melalui perintah dan pengendalian, namun semakin banyak dilakukan melalui mengubah cara mereka berperilaku, Kepemimpinan adalah kemampuan memobilisasi ide-ide dan nilainilai yang mampu menggerakkan orang lain. Guru sebagai pendidik, yang memimpin kelompok murid, mempunyai tugas memimpin dan mengembangkan peserta J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 119 didiknya agar menjadi orang yang berkembang. Ada sepuluh ciri sifat/karakteristik seorang guru yang melayani yaitu : mendengarkan, memahami/empati, memperbaiki/mengobati, kesadaran, pembujukan/persuasive, konseptualisasi, melihat ke masa depan, mempercayai orang lain, memiliki komitmen untuk mengembangkan orang dan membangun komunitas (Maria Merry M,2009 ). Untuk mengemban fungsi pengembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab, pemerintah menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU No 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional. Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Menurut UU RI No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dikemukakan bahwa professional guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut : 1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme 2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia 3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas 4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas 5) memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalisme 6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja 7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan profesionalisme secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat 8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas profesionalisme dan 9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Dari hasil survey awal didapatkan data bahwa guru-guru SMA Negeri I Sema120 rang masih menghadapi beberapa masalah, yang menunjukkan bahwa guru-guru belum melakukan suatu engagement yang kemudian bisa menghasilkan suatu kondisi yang bisa menjadi suatu keunggulan kompetitif yang sustainable , yaitu : a. Bahwa guru belum bisa mengaplikasikan prestasi yang telah di raih akibatnya tingkat kelulusan belum bisa dicapai 100% dan jumlah guru yang berprestasi untuk tingkat Kota Semarang hanya 2 orang (2%) b. Tingkat pendidikan guru SMA Negeri I Semarang masih didominasi oleh lulusan S1 (83%) , dan untuk guru yang terlibat dalam pembuatan karya ilmiah baru 33,33% (data tahun 2009) , hal ini menunjukkan belum optimalnya tingkat kompetisi para guru. c. Keengganan guru untuk meningkatkan ilmu melalui program pendidikan dan pelatihan Dalam dunia yang berubah, baik dalam hal pekerjaan bersifat global dan keanekaragaman tenaga kerja, engagement karyawan merupakan kunci untuk keunggulan kompetitif. Perusahaan yang memahami kondisi untuk meningkatkan engagement karyawan akan dicapai sesuatu dimana pesaing akan sulit menemukan untuk imitate. Karyawan mencari lingkungan dimana mereka dapat bergerak dan merasa bahwa mereka berkontribusi secara positif untuk sesuatu lebih besar dari diri mereka sendiri (Center for Human Resource Strategy Rutgers). Sumber daya manusia merupakan factor dinamis yang mampu menentukan maju atau mundurnya suatu organisasi sehingga organisasi yang memiliki sumber daya manusia yang handal akan memenangkan persaingan (S. Nitisemito, 1996) Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No 14/2005 dan Peraturan Pemerintah No 19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi : a. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan person yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif dan berwibawa, Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso b. c. d. menjadi teladan bagi peserta didik dan berakh-lak mulia Kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengem-bangan peserta didik untuk mengak-tualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan. Kompetensi social merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, dan masyarakat sekitar. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas , dan berkaitan dengan permasalahan mengenai engagement yang ada pada guruguru di SMA Negeri I Semarang maka rumusan masalahnya adalah bagaimana meningkatkan engagement guru-guru di SMA Negeri I Semarang Apakah factorfaktor komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja berpengaruh dalam meningkatkan engagement guru-guru tersebut, dan pertanyaan penelitian yang diajukan adalah : 1. Apakah faktor komitmen berpengaruh terhadap engagement pada guru-guru di SMA Negeri I Semarang 2. Apakah faktor kepemimpinan berpengaruh terhadap engagement pada guru-guru SMA Negeri I Semarang 3. Apakah faktor lingkungan kerja berpengaruh terhadap engagement pada guru-guru di SMA Negeri I Semarang Tujuan Penelitian 1. Untuk menganalisis pengaruh faktor komitmen terhadap engagement 2. 3. Untuk menganalisis pengaruh faktor kepemimpinan terhadap engagement Untuk menganalisis pengaruh faktor lingkungan kerja terhadap engagement Manfaat Penelitian a. Bagi institusi yaitu SMA Negeri I Semarang dapat digunakan untuk membuat kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan human capital agar bisa mempunyai keunggulan kompetitif yang sustainable b. Bagi ilmu pengetahuan bisa menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap engagement pada sumberdaya manusia di bidang pendidikan TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL Teori –teori utama yang menjadi pendukung faktor-faktor penelitian a. Teori sosial (Mary Parker Follet, 1868 – 1933) Follet, ahli ilmu pengetahuan sosial pertama yang menerapkan psikologi pada perusahaan, industry dan pemerintah. Dia menuliskan tentang kreativitas, kerjasama antar manajer dan bawahan, koordinasi dan pemecahan konflik. Dia menganjurkan suatu pola organisasi yang ideal dimana manajer mencapai koordinasi melalui komunikasi yang terkendali dengan para kar-yawan. Dia juga menganjurkan kedudukan kepemimpinan dalam organisasi bukan karena kekuasaan yang bersumber dari kewenangan formal, tapi yang berasal dari kelebihan pengetahuan dan keahlian. b. Teori behavioral (Abraham Maslow 1908 – 1970 ) mengemukakan adanya hirarki kebutuhan dalam penjelasannya tentang perilaku manusia dan dinamika proses motivasi melalui lima jenjang /tingkatan kebutuhan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri. J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 121 c. Resource-based theory (Barney,1991) menyatakan bahwa mutu suatu strategi dan perencanaan tergantung pada bagaimana manajemen menempatkan kapabilitas sumberdaya manusia sebagai bagian yang tak terpisahkan dari strateginya. Grant RM,1991, menyatakan bahwa komitmen merupakan elemen penting dalam menentukan hubungan antara sumberdaya dengan kapabilitas organisasi khususnya kapabilitas untuk mencapai kerja sama dan koordinasi di dalam team kerja. Hal tersebut mengharuskan perusahaan untuk memotivasi dan meyakinkan sumber manusianya agar berorientasi pada rutinitas organisasi. Resourced-based theory menyatakan bahwa perusahaan dapat mencapai keuntungan tergantung pada kemampuan perusahaan menjadikan sumberdaya yang ada menjadi distinctive competence (Mahoney dan Pandian,1992). Prahalad & Hamel (1990) menunjukkan munculnya perusahaan besar karena kesuksesannya dalam membangun distinctive capabilities dan sebagai sumber sustainable competitive advantage adalah asset stratejik diantaranya budaya organisasi/ komunikasi Employee - engagement Gallup, mendorong organisasi untuk secara sistematis meningkatkan employee engagement dengan menggunakan intervensi terbukti di tingkat lokal dan perusahaan. Diantara pengaturan strategi yang tepat, intervensi termasuk menemukan metrik kinerja yang tepat berdasarkan akuntabilitas , penciptaan strategi komunikasi yang komprehensif, dan merancang peluang pengembangan bagi setiap manajer, karyawan, dan pemimpin. Sementara kemitraan dengan banyak organisasi, Gallup telah mengamati bahwa organisasi kelas dunia membuat employee engagement merupakan prioritas yang berfokus pada a. Strategi organisasi kelas dunia mengembangkan formula untuk sukses 122 b. c. d. dengan melihat objektivitas pada permasalahan bisnis yang mereka hadapi dan dengan berfokus pada menemukan karyawan yang tepat dan menjaga engagement mereka. Untuk organisasi, strategi employee engagement tidak hanya berdasarkan cara mereka melakukan bisnis, tetapi penting untuk keberhasilan mereka. Akuntabilitas dan Kinerja Perusahaan top-driven fokusnya pada hasil. Mereka mendefinisikan dan ketat mengukur keberhasilan pada setiap tingkatan dalam organisasi. Pengukuran ini pada akhirnya membantu memfokuskan setiap orang, tim, departemen, dan unit usaha pada kendali kinerja dan hasil. Komunikasi dalam organisasi yang terbaik ada pada alignment budaya antara karyawan dan perusahaan, strategis keselarasan antara kegiatan dan tujuan perusahaan. Organisasi-organisasi ini menggunakan media kontak komunikasi perusahaan mereka untuk memperkuat komitmen kepada karyawan dan pelanggan. Pengembangan perjuangan untuk mengintensifkan bakat, organisasi secara terus-menerus, tantangan untuk membangun dan mengembangkan kapasitas kepemimpinan mereka. Perusahaan dengan performa terbaik memiliki pemimpin yang komprehensif dan manajer program pembangunan, tetapi mereka juga melangkah lebih jauh – kinerja program-mendorong dan menggabungkan secara komprehensif rencana sukses seluruh organisasi. Mereka membuat prioritas untuk tidak hanya mengidentifikasi potensi kepemimpinan, tetapi juga untuk fokus perhatian pada penciptaan jalur perkembangan bagi manajer saat ini dan masa depan dan pemimpin. Meningkatkan employee engagement secara langsung akan berkorelasi dengan efek positif pada bisnis. Sebuah kemitraan menurut Gallup memungkinkan organisasi Anda untuk merancang, menerapkan, dan Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso melaksanakan strategi employee engagement, dimana pada saat yang sama organisasi Anda akan memiliki bukti konkret dari efek strategi ini di baris bawah. Sebuah kemitraan menurut Gallup akan membantu mempengaruhi organisasi dan mengilhami engagement dengan cara membangun "orang" , suatu strategi yang menyatakan bahwa orang bertanggung jawab untuk kinerja, melalui komunikasi, dan membangun peluang pengembangan bagi para pemimpin, manajer, dan karyawan garis depan, organisasi memberikan keunggulan kompetitif. Erickson berpendapat bahwa "engagement dan seterusnya kepuasan selaras dengan pengaturan kerja atau loyalitas dasar untuk pemimpinnya" Engagement adalah berkaitan dengan gairah, komitmen, dan kemauan untuk menginvestasikan diri sendiri dan berupaya untuk membantu keberhasilan pemimpin. Efektivitas organisasi tergantung pada lebih dari sekedar menjaga stabilitas tenaga kerja; karyawan harus melakukan yang ditugaskan dan bersedia untuk terlibat dalam kegiatan yang melampaui peran yang dibutuhkan. Harter dan Schmidt mengusulkan bahwa keterlibatan karyawan mencerminkan tingkat yang lebih dari keterlibatan dan antusiasme karyawan, istilahnya "kepuasan kerja" atau " komitmen organisasi "mungkin terjadi. Penekanan lebih pada penyerapan, gairah, dan pengaruh baik, mencerminkan alasan sikap kerja , yang penting bagi organisasi. Sebuah tinjauan penelitian akademik employee engagement menunjukkan istilah digunakan pada waktu yang berbeda untuk merujuk psikologis, ciri-ciri, dan perilaku. Macy dan Schnedier menunjukkan bahwa keterlibatan sebagai disposisi (yakni keterlibatan sifat) dapat dianggap sebagai kecenderungan atau orientasi untuk mengalami dunia dari sudut pandang tertentu (misalnya, efektivitas positif ditandai oleh perasaan antusiasme) dan sifat ini akan tercermin dalam engagement psikologis. Psikologis Engagement dikonseptualisasikan sebagai awal perilaku engagement, didefinisikan dalam istilah discretionary usaha. Jadi, mereka melihat engagement sebagai sebuah construct multidimensi Jenis komitmen sangat penting; karyawan yang ingin memiliki organisasi adalah lebih mungkin untuk melakukan yang terbaik daripada mereka yang perlu untuk menjadi bagian dari organisasi. Organisasi dan desain pekerjaan membantu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk pengembangan karyawan dan sistem kerja yang efektif. Terakhir, manajemen dan kepemimpinan yang efektif membantu untuk memastikan pembangunan yang produktif, adil, dan mendukung lingkungan kerja di mana karyawan merasa termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi. Sebuah penelitian mengidentifikasi driver kunci keterlibatan karyawan yang merupakan hasil dari penyelarasan praktek-praktek SDM yang tepat, termasuk: karakteristik pekerjaan, kejelasan peran, rekan kerja dan manajemen relationship, kepemimpinan, dan persepsi keadilan. Pelatihan dan praktek pembangunan yang berkontribusi pada pengembangan kompetensi karyawan meningkatkan keunggulan kompetitif dan membantu untuk memastikan kecocokan organisasi dan karyawan. Hadiah, manfaat, dan kinerja praktek manajemen membantu memotivasi karyawan untuk berperilaku dalam cara-cara yang meng-untungkan organisasi. Employee engagement juga sering disebut work engagement atau worker engagement, yaitu sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan penuh dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang. Komitmen organisasi (Gibson,1996) merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang diekspresikan J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 123 .Schmidt et al. (1993), intinya adalah keterlibatan atau keterikatan karyawan dengan organisasi atau perusahaan yang membuat mereka memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan sehingga dapat merasakan kepuasan bekerja di perusahaan tersebut. pengukuran dan sistem umpan balik kepada perusahaan yang akan mengidentifikasikan elemen-elemen komitmen karyawan yang berkaitan langsung “bottomline”,yaitu:1. Employee Retention Rate 2. Customer Loyalty 3. Profitability 4. Productivity 5. Safety. Hasil dari survei yang dilakukan, menunjukkan korelasi yang kuat antara hasil skor survei yang tinggi dengan kinerja karyawan yang bagus. Tiga tipe komitmen karyawan menurut Gallup adalah: 1. Engaged 2. Not Engaged 3. Actively Disengaged Komitmen pimpinan mereka atas tanggung jawab sosial perusahaan penting untuk menyampaikan bahwa aksi-aksi organisasi berada dalam interest terbaik mereka, dan dipersembahkan untuk memperlakukan mereka secara fair dan pantas." Keberhasilan pengelolaan organisasi juga ditentukan oleh komitmen guru terhadap organisasi tempat guru bekerja. Komitmen organisasi adalah kondisi dimana guru sangat tertarik terhadap tujuan, nilai dan sasaran. Penelitian telah menunjukkan bahwa jenis komitmen sangat penting; karyawan yang ingin memiliki organisasi (Komitmen afektif) lebih mungkin untuk melakukan yang terbaik daripada mereka yang perlu memiliki (komitmen berkelanjutan). Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi yang dilakukan oleh seseorang dalam mengelola anggota kelompoknya untuk mencapai tujuan organisasi. Proses mempengaruhi ini tentunya bukan dengan jalan paksaan tetapi bagaimana seorang pemimpin itu mampu berinteraksi dan menginspirasikan tugas kepada bawahannya dengan menerapkan teknik-teknik tertentu sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu sehingga apa yang dituju dapat tercapai dengan baik (Turney,1992) 124 Banyak penelitian menunjukkan bahwa para pemimpin yang terlibat dalam transformasional / karismatik" effects. Kepemimpinan transformasional meningkatkan keterlibatan karyawan dengan memupuk rasa semangat untuk bekerja serta kapasitas karyawan untuk berpikir secara mandiri, mengembangkan ide-ide baru, dan tantangan konvensi ketika tidak lagi relevant. Avolio et al. mendefinisikan kepemimpinan transformasional sebagai tatanan yang lebih tinggi terbangun dari empat komponen. Komponen dari Transformasional Leadership idealnya dikagumi, dihormati dan dipercaya; menganggap pengikut kebutuhan; perilaku yang konsisten Inspirational Motivasi menyediakan makna dan tantangan Stimulasi Intelektual. Merangsang pengikut berupaya menjadi kreatif dan inovatif pertimbangan Individual Memperhatikan kebutuhan masing-masing individu untuk pencapaiannya para pemimpin juga memainkan peranan penting dengan mendefinisikan dan mengkomunikasikan visi organisasi, misi, dan tujuan. Keterbukaan manajemen puncak, didefinisikan sebagai sejauh mana manajemen puncak diyakini mampu mendorong dan mendukung saran dan inisiatif perubahan dari bawah, juga telah ditunjukkan untuk meningkatkan engagement karyawan. Perusahaan yang sudah memiliki program-program kegiatan yang bermanfaat bagi lingkungan sosial sekitar, berarti punya komitmen tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) Hal ini menyebabkan adanya komitmen karyawan yang cenderung lebih positif, lebih merasa terikat dan lebih produktif dibandingkan dengan karyawan yang bekerja di perusahaan yang kurang "bertanggungjawab" terhadap lingkungan sekitar. Komitmen yang besar terhadap CSR berdampak luas pada sikapsikap karyawan, dan membantu mengembangkan pandangan-pandangan positif terhadap pimpinan perusahaan. Bisnis yang menyadari pentingnya tanggung jawab sosial biasanya memiliki karyawan yang cenderung lebih puas dengan pekerjaan Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso mereka. Mereka mengadopsi nilai-nilai yang serupa dan menjadi lebih peduli untuk mensukseskan perusahaan. Iklim lingkungan kerja di sekolah didefinisikan sebagai seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit, ethos, suasana batin, dari setiap sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, iklim lingkungan kerja di sekolah diukur dengan menggunakan ratarata dari persepsi komunitas sekolah terhadap aspek-aspek yang menentukan lingkungan kerja. Persepsi tersebut dapat diukur dengan cara peng-amatan langsung dan wawancara dengan anggota komunitas sekolah, khususnya guru, Peran Penting Iklim Kerja di Sekolah yaitu sebagaimana halnya dengan faktorfaktor lain seperti kurikulum, sarana, dan kepemimpinan kepala sekolah, lingkungan pembelajaran di kelas dan sekolah memegang peranan penting dalam pembentukan sekolah yang efektif. Selama dua dasawarsa lingkungan pembelajaran di sekolah ditengarai sebagai salah satu factor penentu keefektivan suatu sekolah (Creemer et al., 1989). Setahun kemudian Fisher dan Fraser (1990) juga menyatakan bahwa peningkatan mutu lingkungan kerja di sekolah dapat menjadikan sekolah lebih efektif dalam memberikan proses pembelajaran yang lebih baik. Freiberg (1998) menegaskan bahwa iklim kerja yang sehat di suatu sekolah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap proses KBM yang efektif. Ia memberikan argumen bahwa pembentukan lingkungan kerja sekolah yang kondusif menjadikan seluruh anggota sekolah melakukan tugas dan peran mereka secara optimal. Apresiasi terhadap usaha guru, serta lingkungan pembelajaran yang terstruktur. Atwool (1999) menyatakan bahwa lingkungan pembelajaran sekolah, dimana siswa mempunyai kesempatan untuk melakukan hubungan yang bermakna di dalam lingkungan sekolahnya, sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan belajar siswa, memfasilitasi siswa untuk bertingkah laku yang sopan, serta berpotensi untuk membantu siswa dalam menghadapi masalah yang dibawa dari rumah. Selanjutnya Samdal dan kawan-kawan (1999) juga telah mengidentifikasi tiga aspek ling-kungan psikososial sekolah yang menentukan prestasi akademik siswa. Ketiga aspek tersebut adalah tingkat kepuasan siswa terhadap sekolah, terhadap keinginan guru, serta hubungan yang baik dengan sesama siswa. Mereka juga menyarankan bahwa intervensi sekolah yang meningkatkan rasa kepuasan sekolah akan dapat meningkatkan prestasi akademik siswa. Hoy dan Hannum (1997) menemukan bahwa lingkungan sekolah dimana rasa kebersamaan sesama guru tinggi, dukungan sarana memadai, target akademik tinggi, dan kemantapan integritas sekolah sebagai suatu institusi mendukung pencapaian prestasi akademik siswa yang lebih baik. Selain dari itu, Sweetland dan Hoy (2000)menyatakan bahwa iklim kerja sekolah dimana pemberdayaan guru menjadi prioritas adalah sangat esensial bagi keefektifan sekolah yang pada muaranya mempengaruhi prestasi siswa secara keseluruhan. Dengan mengetahui tingkat engagement karyawan dan memeliharanya untuk tetap tinggi maka secara umum perusahaan atau organisasi akan diuntungkan dengan berbagai hal seperti: 1. Dapat mempertahankan dan meningkatkan produktivitas karyawan karena mereka merasa happy berkarya diperusahaan tersebut 2. Membantu mempertahankan karyawan terbaik, karena mereka tidak mudah tergiur dengan tawaran perusahaan lain. 3. Membantu pencapaian target perusahaan, karena beberapa studi yang mengkorelasikan antara tingginya employee engagement dengan pencapaian target perusahaan membuktikan kebenaran hipotesisnya bahwa korelasinya adalah sangat positif. 4. Ciptakan iklim kerja yang kondusif, khususnya tingkatkan teamwork, mini- J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 125 5. 6. 7. 8. malisasikan hal-hal yang bersifat SARA di perusahaan, dan ciptakan programprogram rekreasi atau kebersamaan yang menyenangkan secara regular. Lakukan praktek bisnis perusahaan yang bersih dan membuat karyawan bangga. Sekali waktu dapat dibuat program yang dilakukan bersama karyawan sehingga mereka bangga memiliki perusahaan yang care terhadap kebutuhan lingkungan. Pendekatan budaya organisasi, berikan contoh yang kuat dari manajemen puncak sampai lini terbawah, dan merupakan nilai-nilai budaya perusahaan yang baik. Selalu diingatkan bahwa apa yang dikerjakan karyawan bermanfaat bagi masyarakat atau membawa perubahan yang lebih baik. Sistim kompensasi yang cukup baik dan transparan Lakukan internal survey untuk mengetahui nilai-nilai apa yang mereka hargai dan mau sejak dari pimpinan atas sampai karyawan terendah melakukannya. Mempertahankan karyawan khususnya karyawan kunci adalah hal yang sangat penting untuk dilakukan supaya perusahaan atau organisasi dapat terus berjalan dengan sehat dan mampu bersaing. Engagement adalah mesin kecil yang dimiliki, yang mampu menjamin sustainabilitas perusahaan sampai pada titik tertinggi, sehingga mampu berkompetisi dan mampu bergerak flexible pada saat pasar bergerak, perubahan ekonomi yang tidak bisa diprediksi. Saat ini setiap organisasi mengalami tantangan yang berat untuk memastikan engagement dalam perusahaannya, komitmen kerja dan ketulusan. Bisa menjalin komitmen dan meminta karyawan benar benar melakukan yang terbaik, mengeluarkan seluruh kemampuan potensialnya, jika kita mampu menciptakan harmonisasi komunikasi antara atasan dan bawahan, meleng-kapi struktur dan bagan dalam menciptakan nilai bersama: dibutuh126 kan dan membutuhkan. Integrasi proses dan seluruh sistem yang membangun kerangka organisasi di masa depan, misalnya melalui pendekatan Human Capital Management yang efektif berdasarkan kondisi budaya, pasar, dan strategi jangka panjang organisasi. Memberikan cukup waktu dan ruang bagi karyawan untuk menunjukkan yang terbaik dari dirinya, prosesi belajar, pemanfaatan kapabilitas, dan yang terpenting adalah pembangunan trust. Demikian tentu saja bukan pekerjaan yang dapat diselesaikan segera, namun merupakan tantangan ini sebenar-benarnya adalah kompetensi inti yang harus dikuasai oleh pelaku strategi mengelola bisnis tidak membicarakan tentang bisnis tetapi bagaimana mengelola manusianya .Satu hal yang paling penting, employee engagement yang kuat dan positif mampu menciptakan sandaran dan fundamental yang kuat bagi pertumbuhan organisasi. Dalam Undang-Undang Guru dan Dosen No 14/2005 dan Peraturan Pemerintah No 19/2005 dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi : a. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan person yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakh-lak mulia b. Kompetensi paedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembela-jaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. c. Kompetensi professional merupakan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuan. d. Kompetensi social merupakan kemampuan guru untuk berkomunikasi dan Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, dan masyarakat sekitar. Review penelitian terdahulu : 1. Penelitian Meily Margaretha, Susanti Saragih dari Universitas Kristen Maranatha Bandung Indonesia tahun 2008.) judul penelitian “upaya peningkatan Kinerja Organisasi Variabel penelitian : Performance, kepemimpinan organisasi ,lingkungan kerja, Hasil penelitian : a. Human capital merupakan indikasi dari performance b. Kepemimpinan organisasi dan lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap employee engagement c. Engagement berpengaruh positif terhadap performance 2. Edi Suhanto , 2009, judul penelitian “ Pengaruh stress kerja dan iklim organisasi terhadap turnover intention dengan kepuasan kerja sebagai variable intervening” Variable penelitian : stress kerja, iklim organisasi, kepuasan kerja, dan niat untuk pindah Hasil penelitian : Hasil penelitian menunjukkan stres kerja mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, iklim organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja, dan kepuasan kerja mampu menurunkan niat untuk pindah. Hasil dari Structural Equation Modeling (SEM) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan tidak langsung antara stres kerja dan niat untuk pindah, dan juga terdapat pengaruh negatif dan tidak langsung antara iklim organisasi dan niat untuk pindah Pengaruh dari stres kerja terhadap niat untuk pindah lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh dari iklim organisasi terhadap niat untuk pindah. 3. Rani Mariam,2009, judul penelitian : “ Pengaruh gaya kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui kepuasan kerja karyawan sebagai variable intervening. “ Variable penelitian : gaya kepemimpinan, budaya organisasi, kepuasan kerja dan kinerja Pegawai Hasil penelitian : Pengaruh dari gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif, pengaruh dari budaya organisasi terhadap kepuasan kerja adalah signifikan dan positif; dan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai adalah signifikan dan positif. Kerangka pemikiran teoritik Dalam suatu penelitian, untuk memecahkan masalah lebih mudah apabila berdasarkan suatu kerangka pemikiran yang sudah tersusun dan terarah pada pemecahan masalah berdasarkan hipotesis yang di bangun sebagai berikut : Hipotesis H1 : diduga komitmen organisasional berpengaruh positif terhadap engagement H2 : diduga kepemimpinan berpengaruh positif terhadap engagement H3 : diduga lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap engagement H4 : diduga engagement berpengaruh positif terhadap keunggulan kompetitif METODE PENELITIAN J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 127 Variabel penelitian operasional dan definisi a. Variabel penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variable yaitu variable terikat atau dependen variable dan variable bebas atau independen variable. Variabel terikat yang digunakan adalah engagement sedangkan variable bebasnya adalah komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja b. Definisi operasional dan indikator 1. Engagement Employee engagement juga sering disebut work engagement atau worker engagement, yaitu sebuah konsep manajemen bisnis yang menyatakan bahwa karyawan yang memiliki engagement tinggi adalah karyawan yang memiliki keterlibatan penuh dan memiliki semangat bekerja tinggi dalam pekerjaannya maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan jangka panjang. Indicator: kemampuan melaksanakan penilaian prestasi siswa, tanggung jawab, kerjasama, kemampuan mengikuti perkembangan ipteks, kemampuan mengendalikan diri dalam berbagai situasi dan kondisi 2. Komitmen Komitmen merupakan suatu bentuk identifikasi, loyalitas, dan keterlibatan yang diekspresikan oleh seseorang terhadap organisasi atau unit (Gibson,1996) Indikator : pentingnya organisasi, kesamaan masalah dengan organisasi, memi-liki kebanggaan terhadap organisasi, menjadi bagian organisasi, keterlibatan dalam organisasi 3. Kepemimpinan Kepemimpinan (Dubrin,2005) merupakan upaya mempengaruhi banyak orang melalui komunikasi untuk mencapai tujuan tertentu, cara mempengaruhi orang dengan petunjuk atau perintah, tindakan yang menyebabkan orang lain bertindak atau merespon untuk perubahan positif, mengkoordinasi organisasi, menciptakan rasa percaya diri dan dukungan diantara bawahan agar tujuan organisasi tercapai. 128 Indikator : Memberi peluang, Memberi tugas dengan pengawasan ketat, Memberi pengarahan visi/misi, menjelaskan harapannya dan memberikan umpan balik mengenai kinerja, Memberi penghargaan atas prestasi 4. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja adalah seperangkat atribut yang memberi warna atau karakter, spirit, ethos, suasana bathin, dari setiap civitas sekolah (Fisher & Fraser, 1990; Tye, 1974). Secara operasional, iklim lingkungan kerja di sekolah diukur dengan menggunakan rata-rata dari persepsi komunitas sekolah terhadap aspek-aspek yang menentukan lingkungan kerja. Indikator : Peraturan kedisiplinan, Penilaian objektif karyawan, Kesempatan yang sama, Andil prestasi, Ruang yang tidak mendukung 5. Keunggulan kompetitif Strategi yang paling efektif bagi organisasi adalah menemukan cara-cara yang unik untuk bisa mempertahankan serta memotivasi karyawannya sehingga sulit untuk ditiru oleh yang lainnya. Indicator : Kompetensi kepribadian, kompetensi paedagogik, Kompetensi professional, Kompetensi social Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini sejumlah 105 guru di SMA Negeri I Semarang. Karena jumlah guru yang tidak banyak ini maka penelitian menggunakan metode sensus. Tetapi karena ada lembar hasil kuesioner yang tidak memenuhi syarat yaitu tidak terisi seluruhnya dari butir-butir kuesioner yang ada sebanyak 15 lembar, maka jumlah responden hanya 90 guru. Metode pengumpulan data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, yaitu daftar pertanyaan yang didistribusikan untuk diisi dan dikembalikan atau dijawab di bawah pengawasan peneliti. Suharsini Arikunto (1998) menyatakan bahwa kuesioner adalah Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal lain yang di ketahui. Dalam penelitian ini jenis angket yang digunakan adalah bersifat tertutup (sudah disediakan jawabannya) dan yang bersifat terbuka (memberi kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya). Untuk kategori pengukuran menggunakan Skala Likert dengan ketentuan perhitungan skor sebagai berikut : a. jawaban Sangat Setuju diberi skor 5 b. jawaban Setuju diberi skor 4 c. jawaban Netral diberi skor 3 d. jawaban Tidak Setuju diberi skor 2 e. jawaban Sangat Tidak Setuju diberi skor Metode Analisis Data Analisis data merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana variabel yang satu mempengaruhi variabel lain. Agar data yang dikumpulkan tersebut dapat bermanfaat maka harus diolah/dianalisis terlebih dahulu sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Analisis kualitatif Metode analisis ini merupakan metode analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner atau digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk angka. Sebelum melakukan analisis data maka diperlukan pengolahan data terlebih dahulu, yang meliputi : 1 editing; 2 Coding; 3 Scoring; 4 Tabulating. Angka indeks digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai derajat persepsi responden atas variabel yang akan diteliti *Ferdinand,2006). Nilai indeks dihitung dengan rumus sebagai berikut : Nilai indeks = ((%F1x1) + (%F2x2) + (%F3x3) + (%F4x4) + (%F5x5) /5 Dimana : F1 = frekuensi responden yang menjawab 1 F2 = frekuensi responden yang menjawab 2 Dan seterusnya F5 untuk menjawab 5 dari skor yang digunakan dalam daftar pertanyaan Angka jawaban responden tidak berangkat dari angka 0, tetapi mulai 1 hingga 5 maka angka indeks yang dihasilkan akan berangkat dari angka 10 hingga 50 dengan rentang sebesar 40 (50-10), tanpa angka 0. Dengan menggunakan kriteria tiga kotak (Three-box Method), maka rentang sebesar 40 dibagi tiga akan menghasilkan rentang 13,3 yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi nilai indeks, yaitu : 1. Rendah = 10 – 23,3 2. Sedang = 23,4 - 36,6 3. Tinggi = 36,7 - 50 Setelah angka nilai indeks tiap indikator variabel ditemukan, maka selanjutnya adalah mencantumkan fakta empiris tiap indikator yang didapat dari jawaban responden yang diberikan pada pertanyaan terbuka kuesioner untuk setiap item pertanyaan. Dengan begitu didapat data dari responden mengenai persepsinya terhadap indikator yang digunakan. b. Analisis kuantitatif Metode analisis ini merupakan metode analisis yang dilakukan terhadap data yang diperoleh dari hasil jawaban kuesioner atau digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk angka. Software yang digunakan untuk analisis adalah SPSS.17 Uji instrument Uji Validitas Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur yang dipergunakan untuk mengukur apa yang diukur. Adapun caranya adalah dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh pada masing– masing item pertanyaan dengan skor total individu. Pengambilan keputusan, jika nilai J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 129 corrected item –total correlation >0,2 maka dinyatakan item atau pertanyaan tersebut valid dan sebaliknya ( Muhammad Nisfiannor,2009). Uji reliabilitas Uji reliabilitas sebenarnya adalah alat untuk mengukur satu kuesioner yang merupakan indikator dari variable atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Pengambilan keputusan berdasarkan jika nilai Alpha melebihi 0,6 maka pertanyaan variabel tersebut reliabel dan sebaliknya (Ghazali, 2001) Uji Asumsi Klasik Uji Multikolinieritas Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Dalam model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling berkorelasi, maka variabel – variabel ini tidak ortogonal. variabel ortogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesamanya sama dengan nol. (Ghozali, 2005). Multikolinearitas dapat dilihat dari Tolerance dan lawannya yaitu Variance Inflation Factor (VIF). Tolerance mengukur variabilitas variabel bebas terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel bebas lainnya, jadi nilai Tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai yang umum dipakai untuk menjelaskan adanya multikolinearitas adalah nilai Tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 (Ghozali,2005). Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut 130 heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2005). Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas : Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik dimana sumbu Y adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual ( Y prediksi – Y sesungguhnya) yang telah di studentized. Dasar analisis (Ghozali, 2005) : 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratus (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. 2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik –titik menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka terjadi heteroskedastisitas. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid (Ghozali,2005) Uji Regresi sederhana Regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel bebas (komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja ) terhadap variabel terikat engagement, Algifari, 2003). Bentuk persamaan regresi dalam penelitian adalah : Y1 = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Uji hipotesis Uji hipotesis yang dilakukan dengan menggunakan uji t yaitu untuk mengetahui apakah ada tidaknya pengaruh variable bebas terhadap variable terikat. Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso Hipotesis yang diuji adalah : H0 : H1 : β1,2,3 = 0 tidak ada pengaruh antara factor komitmen, kepemimpinan lingkungan kerja terhadap engagement β1,2,3 > 0 ada pengaruh positif antara factor komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja terhadap engagement Koefisien Determinasi Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel–variabel bebas dalam menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel–variabel bebas memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terikat (Ghozali, 2005). ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN SMA Negeri I Semarang merupakan lembaga pendidikan menengah tingkat atas yang berada di bawah naungan Dinas Pendidikan Kota Semarang. SMA Negeri I Semarang memiliki sejarah yang cukup panjang diawali tahun 1937. Belanda mendirikan HBS (Hogere Burger School) yang berlokasi di jalan Taman Menteri Supeno Nomor 1 Semarang sampai akhirnya pada tahun 1942-1945 oleh tentara pendudukan Jepang gedung HBS digunakan untuk asrama sekolah pendidikan Tentara Jepang. Pada tahun 1946- 1949 gedung HBS oleh Belanda difungsikan kembali untuk sekolah, adapun sekolah yang menempati gedung HBS tersebut adalah, HBS, AMS (almegence Middelbare School/Sekolah Menengah Umum), VHO (Voorbereidend voor Hoger Onderwijs/ persiapan untuk pendidikan yang lebih tinggi). Pada tahun 1949 bersamaan pengakuan kedaulatan Republik Indonesia, oleh putera puteri Indonesia (guruguru) telah disiapkan berdiri SMA Negeri di Semarang. SMA yang dibentuk ini berasal dari peleburan sekolah-sekolah swasta nasional yang ada di Semarang sebagian in- tinya adalah SMA Taman Siswa/Taman Madya Semarang. Pada tahun 1949/1950 diresmikan berdirinya SMA Negeri di Semarang oleh Pemerintah Republik Indonesia tepatnya pada tanggal 1 Agustus dan menempati gedung bekas HBS di jalan Taman Menteri Supeno No. 1 Semarang. Secara geografis letak SMA Negeri 1 Semarang sangat strategis karena terletak di dalam kota Semarang serta berada di lingkungan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah dan pusat kegiatan ekonomi Kota Semarang. Letak geografis yang strategis ini, SMA Negeri 1 Semarang mempunyai nilai tambah berupa kemudahan akses ke Pemerintahan dan data dijangkau dari segala penjuru Kota Semarang. Sebagai sekolah yang telah mendapatkan akreditasi A dan memanggul status sekolah RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), SMA Negeri 1 Semarang telah membekali siswa dengan standar kompetensi yang telah ditetapkan DEPDIKNAS ditambah dengan kompetensi pendukung seperti bahasa-bahasa asing, elearning, internet, dan sebagainya sehingga siap bersaing dengan lulusan lembaga lain baik di dalam maupun luar negeri di era globalisasi ini. Untuk proses belajar mengajar SMA Negeri 1 Semarang telah menggunakan tenaga pengajar yang berpengalaman dan memenuhi standar yang ditetapkan oleh DEPDIKNAS sehingga memperoleh akreditasi nilai A. selain itu proses pembelajaran juga dilengkapi berbagai sarana yang memadai guna menunjang pencapaian kompetensi. Untuk menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas, SMA Negeri 1 Semarang melengkapi kurikulum dengan berbagai program yang dapat meningkatkan kualitas mereka melalui kegiatan pembimbingan olimpiade matematika, astronomi, kimia, fisika, ekonomi, biologi, bahasa inggris, dan computer. Visi SMA N 1 Semarang adalah Prima dalam prestasi santun dalam perilaku dengan indicator : 1. Unggul dalam prestasi santun dalam J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 131 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. perilaku Unggul dalam persaingan SMPTN Unggul dalam lomba karya ilmiah remaja Unggul dalam lomba keterampilan berbahasa Unggul dalam lomba kesenian Unggul dalam lomba olah raga Unggul dalam disiplin Unggul dalam aktivitas keagamaan Misi SMA N 1 Semarang adalah sebagai berikut Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan efektif sehingga setiap siswa berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki 1. Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah 2. Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya sehingga dapat dikembangkan secara optimal 3. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga etika moral sehingga menjadi sumber kearifan dan kesantunan dalam bertindak Menerapkan manajemen partisipasi dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan stake holder sekolah. Jenis Kelamin Jumlah responden yang berjenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini (37orang) lebih kecil dibandingkan dengan yang berjenis kelamin wanita (53 orang). Hal ini berarti bahwa profesi guru adalah suatu profesi yang banyak diminati oleh wanita karena factor feminimitas yaitu suatu profesi yang banyak membutuhkan kesabaran dan unsure sifat asih, asah dan asuh. Tingkat pendidikan Tingkat pendidikan dibedakan menjadi tiga kategori yaitu D3,S1, dan S2 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 63,3 % lulusan S1, jadi persyaratan 132 minimal tingkat pendidikan sudah terpenuhi. Masa Kerja Menurut Robbins (2006), lama masa kerja seseorang pada suatu perusahaan menunjukkan senioritas seorang pegawai, dimana senioritas tersebut berkaitan erat dengan produktivitas dan tingkat turnover. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut : Karakteristik berdasarkan masa kerja Masa kerja < 5 tahun 5 - 10 tahun >10 - 20 tahun >25 tahun frekuensi 7 14 38 41 % 7,7 15,5 42,2 34,6 Dari data tersebut diatas dapat dikatakan masa kerja yang tinggi menunjukkan adanya pengalaman kerja yang tinggi di bidang masing-masing. Usia responden Robbins (2006) menyatakan bahwa analisis terhadap data usia perlu dilakukan karena adanya isu penting mengenai hubungan antara usia dengan kinerja guru yang berkaitan dengan kualitas positif yang dibawa ke dalam pekerjaan yaitu pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, komitmen terhadap mutu dan tingkat pengunduran diri yang rendah Dari data tersebut diatas tampak bahwa jumlah terbanyak dari responden berusia 45 – 55 tahun , hal ini menunjukkan responden berada pada level kematangan usia yang menunjukkan kematangan berpikir dan bertindak. Analisis Data Analisis kualitatif Berdasarkan hasil kompilasi jawaban yang diberikan oleh responden berkaitan dengan variable yang digunakan dalam penelitian, yang menunjukkan persepsi responden terhadap variable komitmen, kepemimpinan, lingkungan kerja dan engagement adalah sebagai berikut : Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso 1. Variabel Komitmen Dari table dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai komitmen sedang saja dalam arti mereka kurang dalam memandang pentingnya organisasi dalam kehidupan mereka sehingga keterlibatan dalam organisasi juga sedang-sedang Indicator Indicator Kemampuan menilai siswa Peraturan kedisiplinan Bertanggungjawab pada pekerjaan Penilaian obyektif kary Kemampuan Kesempatan kerjasama yg sama Kemampuan Andil prestasimengikuti perkemb Kemamp Ruang tdkmengendalikan mendukung diri Total Total Frekuensi jawaban responden mengenai engagement Frekuensi jawaban responden mengenai lingkungan kerja 1 1 22 33 4 4 55 4 7 128 2514 19 33 3028 4 2 128 2525 19 37 3018 3 2 714 1022 30 35 4017 5 11 18 34 5 15 14 32 2422 7 3 1310 1619 39 25 1533 saja. Indikator Pentingnya organisasi Kesamaan masalah dengan orgs Menjadi bagian dari orgs Kebanggaan terhadap orgs Keterlibatan dlm orgs Total Indicator Memberi peluang Memberi tugas dan pengawasan Memberi pengarahan visi/misi Menjelaskan harapan/umpan balik Member penghargaan Total kedisiplinan dan dorongan untuk berprestasi rendah selain kurang obyektifnya penilaian kerja. 4. Engagement Dari table tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai engagement sedang saja dalam arti responden kurang mampu mengembangkan Index index 33,7 32,9 33,1 32,9 32,1 36,7 32,7 32,5 34,5 31,2 33,2 33,2 diri mengikuti perkembangan iptek dan kuFrekuensi jawaban responden mengenai komitmen 1 2 3 4 5 5 10 25 30 20 6 5 17 34 28 3 5 16 35 31 4 7 8 37 34 8 9 15 35 23 Frekuensi jawaban responden mengenai kepemimpinan 1 2 3 4 5 2 12 26 33 17 2 14 20 31 23 2 9 29 29 21 5 16 10 30 29 3 14 20 19 34 2. Kepemimpinan Dari table dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai kepemimpinan sedang saja dalam arti mereka kurang nyaman dengan kondisi kepemimpinan yang ada karena hampir semua indicator tidak dapat menunjukkan hal-hal yang menonjol dari kepemimpinan yang ada sekarang 3. Lingkungan kerja Dari table tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai lingkungan kerja sedang saja dalam arti ruangan kerja kurang mendukung, index 32 34,3 35,6 36 32,6 34,1 index 32,1 32,9 32,8 33,2 33,7 32,9 rang dalam hal kerjasama. Untuk menilai tingkat kompetensi sebagai pengukuran dari keunggulan kompetitif yang sustainable digunakan angka indeks untuk mendapatkan gambaran mengenai derajat persepsi responden atas variabel yang akan diteliti (Ferdinand,2006). Nilai indeks dihitung dengan rumus sebagai berikut : Nilai indeks = ((%F1x1) + (%F2x2) + (%F3x3) + (%F4x4) /4 Dimana : F1 = frekuensi responden yang menjawab 1 J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 133 F2 = frekuensi responden yang menjawab 2 Dan seterusnya F4 untuk menjawab 4 dari skor yang digunakan dalam daftar pertanyaan Angka jawaban responden tidak berangkat dari angka 0, tetapi mulai 1 hingga 4 maka angka indeks yang dihasilkan akan berangkat dari angka 10 hingga 40 dengan rentang sebesar 30 (40-10), tanpa angka 0. Dengan menggunakan kriteria tiga kotak (Three-box Method), maka rentang sebesar 30 dibagi tiga akan menghasilkan rentang 10 yang akan digunakan sebagai dasar interpretasi nilai indeks, yaitu : 1. Rendah = 10 – 20 2. Sedang = 20,1 - 30 3. Tinggi = 30,1 - 40 5. Kompetensi paedagogik Dari table dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai kompetensi paedagogik adalah sedang saja dalam arti responden kurang kompetensi dalam pen- Indicator Kesungguhan dalam persiapan Keteraturan/ketertiban PBM Kemampuan penguasaan kelas Kedisiplinan Penguasaan media PBM Total Indicator Penguasaan bidang keahlian Keluasan wawasan Kemampuan adaptasi lingkungan Penguasaan isu-isu mutakhir Kesediaan berdiskusi Total Indikator guasaan media PBM (terlihat dari usia responden terbanyak kisaran usia 45 - 55 tahun) 6. Kompetensi professional Dari table dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai kompetensi profesional adalah sedang saja dalam arti responden kurang dalam penguasaan isuisu mutakhir dan kemampuan diskusi. (terlihat dari usia responden terbanyak kisaran usia 45 - 55 tahun) 7. Kompetensi kepribadian Dari table dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai kompetensi kepribadian adalah tinggi dalam arti responden sangat baik dalam kompetensi kepribadian. Hal ini sesuai dengan tuntutan profesionalitas dalam pekerjaannya sebagai guru yang harus berkepribadian baik. Frekuensi jawaban responden mengenai kompetensi paedagogik 1 2 3 4 3 8 34 45 3 7 37 43 3 11 35 41 4 10 37 39 5 18 33 34 Index Frekuensi jawaban responden mengenai kompetensi profesional 1 2 3 4 1 4 41 44 1 6 50 32 1 2 50 37 1 11 45 33 2 14 36 38 Index Frekuensi jawaban responden mengenai kompetensi kepribadian 1 2 3 4 1 3 40 46 1 3 43 43 1 5 30 54 1 7 38 43 3 1 43 43 Index 30,1 30 29,4 29,1 27,6 29,2 30,8 29,1 30,3 29 29 29,6 Kewibawaan guru 33,1 Kearifan dalam pengambilan keputusan 30,8 Menjadi panutan bdlm berperilaku 31,7 Satunya kata dlm tindakan 30,1 Kemampuan mengendalikan diri 30,6 134 Total 31,26 Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso Indicator Frekuensi jawaban responden mengenai kompetensi sosial 1 2 3 4 3 10 43 34 3 8 45 33 1 3 38 48 2 2 37 48 3 7 32 48 Kemampuan menyampaikan pendapat Kemampuan menerima kritik/saran Kemudahan bergaul Toleransi terhadap keragaman Adil dlm perlakuan terhdp lingkungan Total 8. Kompetensi sosial Dari table dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai kompetensi sosial adalah sedang dalam arti responden sedang-sedang saja dalam kompetensi social, karena kurangnya kemampuan dalam menyampaikan pendapat serta sulit menerima kritik . Secara keseluruhan persepsi responden mengenai tingkat kompetensi adalah : Uraian index Kompetensi paedagogik Kompetensi professional Kompetensi kepribadian Kompetensi sosial Total 29,2 29,6 31,3 30 30,02 b. Dari table tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa persepsi responden mengenai kompetensi guru SMA Negeri I Semarang adalah tinggi meskipun untuk kompetensi paedagogik dan kompetensi profesional nilainya sedang. Analisis kuantitatif 1. Uji instrument Uji validitas dan reliabilitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data penelitian yang diperoleh dari kuesioner merupakan data yang sesuai dengan apa yang ingin diukur serta merupakan hasil pengukuran yang konsisten a. Variable engagement : Hasil pengujian validitas pada variable engagement tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari masingmasing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti semua in- J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 c. Index 28,8 28,6 31,3 30,9 30,5 30 dicator variable engagement adalah valid. Menurut M. Nisfiannoor (2009), apabila angka korelasi yang terdapat pada kolom corrected item total-correlation berada diatas 0,2 maka dinyatakan valid Hasil pengujian reliabilitas untuk variable engagement adalah 0,787 dimana angka ini lebih besar dari yang dipersyaratkan yaitu 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran variable adalah reliable Variable komitmen : Hasil pengujian validitas pada variable komitmen tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari masing-masing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti semua indicator variable komitmen adalah valid. Menurut M. Nisfiannoor (2009), apabila angka korelasi yang terdapat pada kolom corrected item total-correlation berada diatas 0,2 maka dinyatakan valid Hasil pengujian reliabilitas untuk variable komitmen adalah 0,792 dimana angka ini lebih besar dari yang dipersyaratkan yaitu 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran variable adalah reliable Variabel kepemimpinan Hasil pengujian validitas pada variable kepemimpinan tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari masing-masing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti 135 d. semua indicator variable kepemimpinan adalah valid. Menurut M. Nisfiannoor (2009), apabila angka korelasi yang terdapat pada kolom corrected item total-correlation berada diatas 0,2 maka dinyatakan valid Hasil pengujian reliabilitas untuk variable kepemimpinan adalah 0,793 dimana angka ini lebih besar dari yang dipersyaratkan yaitu 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran variable adalah reliable Variabel lingkungan kerja Hasil pengujian validitas pada variable lingkungan kerja menunjukkan bahwa nilai corrected item total – correlation dari masingmasing indicator semuanya bernilai > 0, 2 yang berarti semua indicator variable kepemimpinan adalah valid. Menurut M. Nisfiannoor (2009), apabila angka korelasi yang terdapat pada kolom corrected item total-correlation berada diatas 0,2 maka dinyatakan valid Hasil pengujian reliabilitas untuk variable lingkungan kerja adalah 0,755 dimana angka ini lebih besar dari yang dipersyaratkan yaitu 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil pengukuran variable adalah reliable Uji asumsi klasik Uji asumsi klasik berguna agar model regresi yang dihasilkan merupakan model yang Best Linear Unbiased Estimate (BLUE). Uji asumsi klasik yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : a. Uji normalitas Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi , variable terikat dan variable bebas , keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Hasil poengujian normalitas untuk model regresi berganda sebagai berikut Dari uji normal p-plot terlihat bahwa 136 b. c. titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas ( Imam Ghozali,2008) Uji multikolinearitas Uji ini bertujuan apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variable bebas (independent). Korelasi yang kuat antara dua variable independen dapat diasumsikan bahwa kedua variable independent tersebut mengukur dua hal yang sama. Dimana hal ini tidak diharapkan dalam model regresi, Pengujian mengenai ada tidaknya problem multikolinearitas dalam model penelitian tang dikembangkan, dianalisis melalui nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance. Jika nilai VIF dari variable yang diamati >10 dan tolerance < 0,1 maka diduga terdapat masalah multikolinearitas . Hasil pengujian dengan SPSS menunjukkan semua variable penelitian bebas dari multikolinearitas karena nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,1 Uji heteroskedastisitas Pengujian terhadap ada atau tidaknya problem heteroskedastisitas dianalisis dari output grafik scatter plot antara nilai prediksi variable terikat (ZPRED) dan nilai residu yang sudah distudentized (SRESID) Dari grafik terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak (tidak membentuk pola tertentu serta menyebar baik diatas dan dibawah angka nol sumbu Y sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas dalam model regresi Persamaan Regresi Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda dimana metode ini menguji pengaruh variable dependent (engagement) dan variable independent ( komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja ). Berdasarkan hasil pengujian terhadap Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso variable komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja maka persamaan regresi sebagai berikut : Y = 0,247 X1 - 0,082 X2 + 0,320 X3 Dari persamaan regresi tersebut maka dapat diuraikan sebagai berikut : a. β1 : 0,247 dari variable X1 (komitmen) artinya variable ini berpengaruh positif terhadap engagement artinya peningkatan komitmen akan meningkatkan kemauan responden untuk melakukan engagement b. β2 : - 0,082 dari variable X2 (kepemimpinan) artinya variable ini berpengaruh negative terhadap engagement artinya kepemimpinan yang baik tidak menyebabkan engagement semakin baik dan hasil tidak signifikan artinya sulit dijelaskan pengaruh langsung kepemimpinan c. β3 : 0,320 dari variable X3 (lingkungan kerja) artinya variable ini berpengaruh positif terhadap engagement artinya peningkatan perbaikan dalam lingkungan kerja akan meningkatkan kemauan responden untuk melakukan engagement Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis pada penelitian ini digunakan uji t yang maksudnya adalah untuk menguji signifikansi secara parsial yaitu masing-masing variable independent apakah berpengaruh secara signifikan atau tidak terhadap variable dependent. Untuk melakukan uji hipotesis dapat dilihat langsung dari nilai probabilitas. Apabila nilai probabilitas signifikansi < nilai taraf nyata ( α = 5%) maka dapat dikatakan bahwa variable yang diamati adalah signifikan dengan demikian H0 ditolak. a. Pengujian hipotesis pertama H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara komitmen terhadap engagement Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif dan signifikan antara komitmen terhadap engagement Dari hasil perhitungan pengujian b. c. hipotesis pertama menunjukkan bahwa komitmen berpengaruh positif terhadap engagement, nilai probability = 0,028 yang < 0,05 maka H0 ditolak dan menerima Ha. Pengujian hipotesis kedua H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap engagement Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif dan signifikan antara kepemimpinan terhadap engagement Dari hasil perhitungan pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh negatif terhadap engagement, nilai probability = 0,495 yang > 0,05 maka H0 tidak mampu ditolak dan Ha ditolak. Pengujian hipotesis ketiga H0 : β1 = 0 tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara lingkungan kerja terhadap engagement Ha : β1 > 0 ada pengaruh positif dan signifikan antara lingkungan kerja terhadap engagement Dari hasil perhitungan pengujian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap engagement, nilai probability = 0,009 yang < 0,05 maka H0 ditolak dan menerima Ha. Koefisien determinasi Koefisien determinasi yang digunakan adalah adjusted R2 karena persamaan regresi menggunakan lebih dari satu variable. Besaran adjusted R2 0,163, artinya sebesar 16,3% variasi pada variable engagement pada model regresi dapat dijelaskan oleh tiga variable bebas yaitu komitmen, kepemimpinan dan lingkungan kerja sedangkan sisanya 83,7% dijelaskan oleh variable lain di luar model KESIMPULAN Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk bisa menjawab permasalahan yang ada dalam lingkup penelitian. J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 137 Hasil pengujian data dengan menggunakan persamaan regresi menunjukkan hasil yang menunjukkan adanya pengaruh positif dan signifikan antara variable komitmen, dan lingkungan kerja terhadap engagement, sedangkan untuk kepemimpinan tidak signifikan. Kesimpulan hasil tersebut adalah bahwa komitmen, dan lingkungan kerja kecil pengaruhnya terhadap engagement (angka koefisien Beta < 0,5 ) pada guru-guru SMA Negeri I Semarang. Untuk kepemimpinan hasil perhitungan menunjukkan tingkat signifikansinya negative berarti variable ini tidak bisa berpengaruh secara langsung terhadap engagement. Memperhatikan uji koefisien determinan dapat disimpulkan bahwa model ini nilai adjusted R2 nya sangat kecil, artinya karena kurang dari 50% maka model bisa dikatakan kurang bagus yaitu variable independen yang digunakan kurang bisa menjelaskan secara baik pengaruhnya terhadap variable dependen (permasalahan engagement). Dari tiga variable yang digunakan untuk penelitian dan diduga berpengaruh positif semua terhadap engagement, ternyata menghasilkan kondisi yang berbeda , yaitu hanya variable komitmen dan lingkungan kerja yang bisa diprediksi pengaruhnya sedangkan untuk variable kepemimpinan bahkan tidak signifikan. Yang paling kuat pengaruhnya terhadap engagement adalah lingkungan kerja, karena hubungan kekerabatan antar guru sangat dijaga. SARAN a. Agenda penelitian mendatang bisa digunakan variable lain seperti kepuasan kerja, konflik peran atau variable kepemimpinan yang berfungsi sebagai variable moderating. b. Pembinaan dalam bentuk latihan dan pengembangan ilmu perlu ditingkatkan dan tidak pilih-pilih berdasarkan asas like and dislike tetapi atas dasar kebutuhan dan pemerataan kesempatan berkembang untuk semua guru. 138 c. Hasil jawaban secara terbuka menyatakan bahwa kondisi ini banyak dikeluhkan oleh responden. Pemimpin yang ada bisa lebih terbuka dan mau menerima saran dalam arti perlu pengembangan komunikasi yang baik untuk semua orang yang terlibat di dalam organisasi DAFTAR PUSTAKA Center for Human Resource Strategy Rutgers,2009, A New Framework of Employee Engagement Dubrin, 2005, organizational commitment in higher education, working paper, Mississippi, Jackson State University Endres, G.M dan Smoak, L. M, 2008,the human resource craze: human improvement and employee engagement, organization development journal, vol 26 no 1 Fisher, C.D, Schoenfeldt, LF dan Shaw,J.B,2006, advanced human resource management, Boston, MA:Houghton Mifflin Customer Publishing Fisher, D. L., & Fraser, B. J. 1990. School Climate, (SET research information for teachers no.2). Melbourne: Australian Council for Educational Research. Freiberg, H. J. 1998. Measuring school climate: Let me count the ways. EducationalLeadership, 56(1), 22-26. Gibson James,et al,1996, organisasi dan manajemen: perilaku, struktur dan proses, erlangga, Jakarta Harter,J.K, Schmidt,F.L dan Hayes,T.L, 2002, business-unit level relationship between employee satisfaction, employee engagement, and business outcomes : a meta analysis, jornal of applied psychology, vol 87 Hellriegel,Slocum dam Woodman (2001) Hoy, W. K., & Hannum, J. W. 1997. Middle school climate: An empirical assessment of organisational health and student achievement. Educational Administration Imam Ghozali,2008,aplikasi analisis multi- Membangun Engagement Guru untuk Menghadapi Keunggulan Kompetitif yang Sustainable (Studi Kasus di SMA Negeri I, Kota Semarang ) Endang Rusdianti, Paulus Wardoyo, Djoko Santoso variate dengan program SPSS, SemaJhon P.Kotter (1995) dalam bukunya Leading Change Khan,W.A, 1990, Psychological Conditions Of Personal Engagement And Disengagement At Work, Academy Of Management Journal, vol 33 Khan,w.a, (1992), To Be Full There; Psychological Presence At Work, Human Relation, vol 45 Maria Merry M,2009,guru sebagai pemimpin yang melayani,www.google.com McBain, R, 2007, The Practice Of Engagement : Research Into Current Employee Engagement Practice, Strategic HR Review, vol 6 Muhammad Nisfiannor,2009,Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Social, Penerbit Salemba, Jakarta Paradise, A, 2008,Influences Engagement, T & D Papanastasiou, C. 2002. School, teaching and family influence on student attitudes toward science: Based on TIMSS data for Cyprus. Studies in Educational Evaluation, Robbins, Stephen, 2006, Perilaku Organisasi, Jakarta, PT Prehalindo Saks, A.M2006, Antecedent And Consequences Of Employee Engagement, Journal Managerial Psychology, vol 21 rang, BP Undip Samdal, O., Wold, B., & Bronis, M. 1999. Relationship between students'perceptions of school environment, their satisfaction with school and perceived academic achievement: An international study. School Effectiveness and School Improvement Schaufeli W.B dan Bakker,A.B, 2004, Job Demands, Job Resources And Their Relationship With Burnout And Engagement: A Multi Sample Study, Journal Of Organizational Behavior, S. Nitisemito, 1996,Manajemen Personalia, Ghalia Indonesia, Jakarta Sweetland, S. R., & Hoy, W. R. 2000. School characteristic and educational outcomes: Toward organisational model of student achievement in middle schools. Educational Administration Quarterly, Turney, 1992, The School Manager, Allen and Unwen, Australia Tye, K. A. 1974. The culture of school. In J. I. Goodlad & M. F. Klein & J. M. Novotney & K. A. Tye (Eds.), Toward a mankind school: An adventure in humanistic education (pp. 123-138). New York, NY: McGraw-Hill. J. DINAMIKA SOSBUD Volume 13 Nomor 2, Desember 2011 : 118 -139 139