AKOMODASI I. Pendahuluan Sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan tepat di retina dalam kondisi mata tidak berakomodasi. Mata kita memiliki mekanisme unik yang dapat memfokuskan cahaya divergen datang dari objek dekat di retina dengan jelas. Mekanisme ini disebut akomodasi, yaitu peningkatan kekuatan refraksi lensa yang disebabkan dari peningkatan kurvatura permukaannya untuk mendapatkan bayangan yang fokus di retina dan mempertahankannya di fovea.1-5 Kekuatan refraksi dipengaruhi oleh kekuatan kornea, kekuatan lensa, kedalaman bilik mata, dan panjang bola mata. Mata membutuhkan kekuatan refraksi yang lebih besar untuk memfokuskan bayangan objek jarak dekat tepat di retina. Kemampuan memfokuskan benda jarak dekat dapat terganggu akibat beberapa hal seperti obat-obatan, gangguan dari struktur mata yang berperan dalam akomodasi, dan kelainan sistemik yang mendasarinya.1,2 Sari kepustakaan ini akan membahas mengenai proses akomodasi, struktur anatomi akomodasi dan kelainan akomodasi. Pengertian mengenai akomodasi dan hal-hal yang mempengaruhinya akan sangat penting diketahui guna memberikan penatalaksanaan yang tepat bagi pasien dengan kelainan akomodasi. II. Akomodasi Akomodasi adalah proses perubahan kekuatan dioptri lensa, sehingga bayangan berada fokus di retina. Proses ini dapat mempertahankan gambar yang tajam pada fovea. Herman von Helmholtz telah menjelaskan bahwa perubahan kekuatan dioptri lensa menyebabkan perubahan fokus.1-4 Perubahan akomodasi optik mata terjadi melalui peningkatan kekuatan optik lensa. Objek yang berada dalam jarak jauh, bayangan difokuskan oleh lensa di retina pada mata normal. Objek yang dekat memancarkan sinar divergen dan dalam mata yang tidak berakomodasi, fokus bayangan akan terbentuk di belakang retina, sehingga bayangan tidak fokus ketika lensa tetap tidak berakomodasi. Fokus bayangan objek yang dekat dibentuk di retina saat lensa berada dalam keadaan berakomodasi (Gambar 1).4 1 2 TIDAK BERAKOMODASI OBJEK JAUH TIDAK BERAKOMODASI OBJEK DEKAT DEKAT BERAKOMODASI OBJEK DEKAT Gambar 1. Perubahan akomodasi pada mata dengan meningkatkan kekuatan optik lensa kristalina. Dikutip dari: Glasser A.4 2.1 Struktur yang berperan dalam akomodasi Badan siliaris, otot siliaris, serabut zonula, iris, dan lens merupakan struktur yang berperan dalam akomodasi. Otot siliaris yang berkontraksi menyebabkan serabut zonula berelaksasi, dan lensa menjadi berbentuk lebih sferis. Lensa dapat memfokuskan benda-benda yang dekat di retina akibat proses ini. Otot siliaris berperan aktif mengontrol fokus benda-benda yang jauh atau dekat di retina.4,6 2.1.1 Badan Siliaris Badan siliaris merupakan daerah berbentuk segitiga yang dibatasi oleh sklera anterior di permukaan luarnya dan epitel berpigmen di permukaan dalamnya. Badan siliaris terletak antara scleral spur di bagian anterior dan ora serrata di bagian posterior. Prosesus siliaris terletak di titik anterior paling dalam badan 3 siliaris dan membentuk corrugated pars plicata badan siliaris. Pars plicata bagian posterior, memiliki permukaan halus badan siliaris yang disebut pars plana.1,4 Skleral Spur Otot Siliaris Akomodasi Kapsul Lensa Zonula Koroid Tidak Berakomodasi Kornea Bilik Mata Depan Lensa Iris Zonula Otot Siliaris Badan Siliaris Ora Serrata Vitreus Retina Koroid Fovea Sklera N. optikus Gambar 2. Gambar penampang sagital struktur akomodasi pada daerah siliaris. Dikutip dari: Glasser A.4 2.1.2 Otot Siliaris Otot siliaris terdapat dalam badan siliaris di bawah sklera bagian anterior. Otot siliaris terdiri dari tiga kelompok serabut otot yaitu otot longitudinal (Brucke muscle), otot radial, dan otot sirkuler (Muller muscle). Kelompok otot longitudinal merupakan kelompok utama otot siliaris. Otot ini memanjang secara longitudinal antara sclera spur dan koroid yang berdekatan dengan sklera.1,4,5 Serabut radial melekat di anterior dengan scleral spur dan dinding perifer badan siliaris. Bagian posterior serabut radial melekat dengan tendon elastis koroid. Serabut ini bercabang membentuk huruf V atau Y. Serabut sirkuler terdapat di bawah serabut radial dan posisinya paling dekat dengan lensa. Kontraksi dari ketiga otot siliaris secara bersama-sama menyebabkan peningkatan ketebalan otot sirkular, disertai penipisan otot radial dan longitudinal.1-4 4 Kornea Limbus korneosklera Sklera Canalis schlem Serabut longitudinal atau meridional otot siliaris Jalinan Trabekula Bilik Mata Depan Iris Serabut sirkular Otot siliaris Serabut oblik atau radial otot siliaris otot siliaris Prosesus siliaris Gambar 3. Susunan otot polos pada badan siliaris. Dikutip dari: American Academy of Ophthalmology.7 2.1.3 Serabut Zonula Serabut zonula berasal dari epitel non pigmen lamina basalis pars plana dan pars plicata dari badan siliaris. Serabut zonula merupakan serabut elastis. Fungsi utama serabut ini untuk menstabilkan lensa dan memungkinkan terjadinya akomodasi.1,4 Serabut zonula yang terlihat di mikroskop elektron terdiri dari tiga kelompok serabut, terbentang ke arah anterior, ekuator, dan posterior permukaan lensa. Zonula anterior melewati ruang sirkumlental dan meluas ke lensa. Serabut zonula anterior menghubungkan prosesus siliaris dengan ekuator lensa. Serabut zonula posterior merupakan perpanjangan antara ujung prosesus siliaris dengan pars plana yang dekat ora serata. Serabut zonula ekuator menyebabkan perubahan bentuk lensa.1,4 2.1.4 Lensa Lensa terdiri dari nukleus, korteks, dan kapsul lensa. Lensa dikelilingi oleh kapsul lensa elastis mengandung kolagen. Sebagian besar terdiri dari kolagen tipe IV. Kapsul lensa merupakan membran elastis tipis dan transparan yang disekresi oleh sel-sel epitel lensa. Ketebalan kapsul lensa sekitar 11-15 µm di bagian 5 anterior, dan pada pertengahan perifer sekitar 13,5-16 µm. Daerah ekuator kapsul yang merupakan tempat penyisipan serabut zonula anterior, memiliki ketebalan sekitar 17 µm. Ketebalan kapsul posterior menurun dan paling minimum di kutub posterior, yaitu sekitar 4 µm, tanpa terdapat penebalan.1,4,6 Lapisan sel epitel lensa terdapat di permukaan lensa anterior, di bawah kapsul. Nukleus embrionik tetap berada di pusat lensa seumur hidup sebagai korteks yang tumbuh secara progresif di sekitarnya dengan peningkatan jumlah lapisan sel serabut lensa. Sel epitel lensa berdiferensiasi menjadi sel serabut lensa di lapisan yang lebih dalam dari permukaan anterior lensa.1,4,6 Proliferasi sel epitel lensa dan diferensiasinya ke serabut lensa berlanjut sepanjang hidup. Lensa manusia mengalami peningkatan linear massa setelah remaja. Peningkatan ketebalan lensa dihasilkan dari peningkatan kelengkungan permukaan anterior dan posterior lensa dengan bertambahnya usia. Ukuran diameter lensa tidak berubah meskipun ketebalan lensa dan lekukan permukaan berubah secara sistematis sesuai dengan bertambahnya usia.1,4,6 Kortex Nukleus Sutura Y terbalik posterior Kapsul posterior Ekuator Epitel lensa Kapsul anterior Sutura Y anterior Gambar 4. Struktur Lensa. Dikutip dari : American Academy of Ophthalmology. 6 6 2.2 Punctum Remotum dan Punctum Proximum Punctum Remotum (titik terjauh) adalah titik terjauh suatu objek dapat terlihat dengan jelas dalam keadaan mata istirahat. Letak titik jauh dapat menggambarkan kelainan refraksi mata tersebut. Titik jauh mata emetropia adalah tak terhingga. Titik jauh mata hipermetropia adalah virtual, melebihi tak terhingga, sedangkan pada mata miopia titik jauhnya adalah kurang dari tak terhingga.1,2 Punctum proximum (titik terdekat) adalah titik paling dekat dari suatu objek yang dapat terlihat jelas dalam keadaan mata berakomodasi penuh. Titik dekat dan retina berkonjugasi saat mata berakomodasi penuh. Titik dekat mata emetropia mengindikasikan amplitudo akomodasinya karena tidak ada kelainan refraksi yang mempengaruhi jarak titik dekat dan sepenuhnya ditentukan oleh kemampuan akomodasi.1,2 Gambar 5. Titik jauh pada mata emetropia (A), Titik jauh pada mata hipermetropia (B), Titik jauh pada mata myopia (C). Dikutip dari : Khurana AK.2 2.3 Range Akomodasi dan Amplitudo Akomodasi Jarak antara titik dekat dan titik jauh disebut range akomodasi. Range akomodasi menggambarkan jarak yang dilalui oleh titik konjugasi yang berpindah dari titik jauh (punctum remotum) ke titik dekat (punctum proksimum) sesuai 7 akomodasi yang digunakan. Nilai selisih kekuatan dioptri yang diperlukan untuk fokus di titik dekat dan titik jauh disebut amplitudo akomodasi.1,2 Amplitudo akomodasi merupakan nilai maksimum usaha akomodasi yang dapat diproduksi oleh mata yang terkoreksi penuh. Nilai tertinggi amplitudo akomodasi didapatkan pada usia muda. Amplitudo akomodasi semakin berkurang seiring bertambahnya usia.1,2 Kekuatan optik lensa meningkat selama akomodasi. Mata mengubah fokus dari jarak jauh menjadi jarak dekat sehingga objek yang dekat difokuskan di retina. Akomodasi diukur dalam unit dioptri. Di bawah usia 40 tahun, akomodasi menurun satu dioptri setiap empat tahun. Di atas usia 40 tahun, akomodasi menurun secara cepat. Dari usia 48 tahun, penurunan 0,5 dioptri setiap 4 tahun.1,4,5 Tabel I. Tabel Perbandingan Amplitudo Akomodasi Usia Rata-Rata Amplitudo Akomodasi 8 14 (± 2 D) 12 13 (± 2 D) 16 12 (± 2 D) 20 11 (± 2 D) 24 10 (± 2 D) 28 9 (± 2 D) 32 8 (± 2 D) 36 7 (± 2 D) 40 6 (± 2 D) 44 4,5 (± 2 D) 48 3 (± 2 D) 52 2,5 (± 2 D) 56 2 (± 2 D) 60 1,5 (± 2 D) 64 1 (± 2 D) 68 0,5 (± 2 D) Dikutip dari : American Academy Ophthalmology1 2.4 Mekanisme Akomodasi Trias refleks melihat dekat adalah akomodasi, konvergensi, dan konstriksi pupil. Mata emetrop melihat benda yang berada jarak 6 meter atau lebih akan 8 difokuskan di retina pada saat tidak berakomodasi. Mata akan berakomodasi untuk mempertahankan bayangan jelas di retina bila objek didekatkan ke arah mata.1-4,8,9 Mekanisme akomodasi berupa perubahan dioptri kekuatan lensa mata yang disebabkan oleh kontraksi otot siliaris. Kontraksi otot siliaris bergeser ke arah apeks badan siliaris menuju axis mata dan menyebabkan tegangan zonular mengendur di sekitar ekuator lensa. Lapisan elastis kapsul lensa membentuk menjadi lebih spheris ketika tegangan zonular mengendur. Diameter lensa menjadi menurun, ketebalan lensa meningkat, bagian permukaan anterior lensa bergerak ke arah anterior dan bagian posterior lensa bergerak ke arah posterior. Hal ini mengakibatkan kelengkungan permukaan lensa di anterior dan posterior meningkat. Ketebalan dari nukleus meningkat, tetapi tanpa perubahan ketebalan korteks. Peningkatan kelengkungan lensa anterior dan posterior menghasilkan peningkatan kekuatan optik lensa.4 Permukaan posterior lensa kristal memiliki radius kelengkungan sekitar -6,50 mm. Permukaan lensa bagian ini memiliki jari-jari kelengkungan yang negatif sehingga permukaan cembung tetap meningkatkan kekuatan optik mata. Permukaan lensa anterior kurang cembung bila dibandingkan permukaan lensa posterior. Lekukan permukaan lensa anterior dan posterior serta indeks bias gradien lensa penting bagi kekuatan optik mata untuk memungkinkan peningkatan akomodasi daya optik lensa.4 Kedalaman bilik mata depan menurun karena gerakan ke depan dari permukaan lensa anterior dan kedalaman vitreous chamber juga menurun karena gerakan posterior dari permukaan lensa posterior. Peningkatan ketebalan lensa 75 persen berasal dari gerakan ke anterior permukaan lensa anterior dan sekitar 25 persen dari gerakan ke posterior permukaan lensa posterior.4,6 Otot siliaris berelaksasi ketika proses akomodasi berhenti, sehingga bagian penempelan posterior dengan koroid menarik otot siliaris kembali sehingga otot memipih dan membentuk kondisi tidak terakomodasi. Gerakan ke luar di puncak badan siliaris meningkatkan ketegangan serat zonula anterior, di sekitar ekuator 9 lensa untuk menarik lensa melalui kapsul menjadi datar dan menjadi bentuk tidak terakomodasi.4 MEKANISME AKOMODASI Origo Otot Siliaris Corneal-Scleral Spur Otot Siliaris Kontraksi Otot Siliaris Relaksasi Insersi otot siliaris pada serabut zonula Aksial Zonule Relaksasi Zonule perifer Bekerja antagonis dengan otot siliaris Lensa & Kapsul Memipih Lensa & Kapsul Mencembung Zonula Perifer . Gambar.6 Potongan sagital struktur akomodasi pada anterior mata. Dikutip dari: Ciuffreda KJ. 3 Kedalaman fokus (depth of focus) merupakan jarak suatu objek yang dapat digerakan tanpa mengubah fokus bayangan. Kedalaman fokus penglihatan berperan penting dalam persepsi bayangan yang terfokus tajam pada retina. Mata dengan diameter pupil besar memiliki kedalaman fokus yang kecil, yang artinya mata dapat mendeteksi perubahan fokus pada bayangan di retina dengan sedikit gerakan objek mendekati atau menjauhi mata. Mata dengan diameter pupil kecil memiliki kedalaman fokus yang besar, sehingga objek dapat bergerak lebih jauh mendekati dan menjauhi mata tanpa mengubah fokus bayangan di retina.3,4,8 Konstriksi pupil yang terjadi pada akomodasi menghasilkan peningkatan kedalaman fokus dan mempertahankan bayangan tajam dari objek yang dekat di retina. Saat peningkatan cahaya di mata, konstriksi pupil juga terjadi tanpa akomodasi. Konstriksi pupil dan peningkatan kedalaman fokus berperan dalam kemampuan membaca dekat.3,4,8 10 2.4 Stimulus Akomodasi Stimulus yang dapat menimbulkan akomodasi antara lain keadaan buram, perubahan jarak target, perubahan ukuran target, konvergensi dan obat-obatan. Syarat terjadinya akomodasi adalah kedalaman fokus dan tajam penglihatan.3,9 Serabut parasimpatis dan simpatis mempersarafi otot siliaris. Persarafan parasimpatis merupakan persarafan dominan yang menyebabkan kontraksi otot siliaris, sedangkan persarafan simpatis menyebabkan relaksasi otot siliaris.1,4,5 Persarafan parasimpatis berasal dari nucleus Edinger Westphal dan dari N. III (nervus occulomotor) yang bersinaps di ganglion siliaris. Sebagian besar serabut saraf postganglion parasimpatis berjalan ke otot siliaris melalui nervus siliaris brevis, tetapi ada beberapa yang berjalan dengan nervus siliaris longus.3 Saraf simpatis yang berjalan ke otot siliaris berasal dari diencephalon dan berjalan ke bawah medula spinalis ke bagian bawah cervical dan bagian atas segmen thoracal I dan II, bersinaps di spinociliary center of Budge di traktus intermediolateral pada medula spinalis. Jalur kedua meninggalkan serabut saraf cervical dan serabut thoracal ventralis I, II. Serabut preganglion berjalan ke atas melalui jalur simpatis cervical dan bersinaps pada ganglion cervical superior. Serabut ketiga berjalan ke atas ke plexus carotis simpatis dan memasuki orbita, juga dengan N. V.1 (divisi nasociliaris) atau secara bebas dimana nervus ciliaris brevis dan longus bergabung, pada bagian terakhir melewati ganglion ciliaris tanpa bersinaps.3 Sel kerucut di retina distimulasi oleh bayangan yang buram, sehingga mengirimkan impuls melalui lapisan magnocellular dari nucleus geniculate lateral ke korteks visual. Sejumlah sel di korteks memberikan respon dengan menghasilkan rangsangan sensorik. Impuls juga diteruskan ke area parietotemporal dan cerebellum untuk diproses. Sinyal supranuclear berlanjut ke nucleus Edinger Westhpal dimana impuls motorik dibentuk. Impuls motorik dilanjutkan ke otot siliaris melalui nervus occulomotor, ganglion siliaris kemudian ke nervus siliaris brevis. Impuls ini menyebabkan kontraksi otot siliaris sehingga lensa merubah bentuk menjadi lebih spheris untuk mempertahankan bayangan fokus di retina.3 11 Hipotalamus Jalur Simpatis Inhibitor Ganglion Siliaris Nukleus Edinger Westphal Nervus Siliaris Breves Nervus III Arteri Carotis Interna Ganglion Trigeminal Nervus Nasociliaris Plexus Carotis Nervus Siliaris Longus Ganglion Cervicalis Superior Ganglion Cervicalis Inferior Pusat ciliospinal Gambar 7. Jalur Persarafan Simpatis dan Parasimpatis Otot Siliaris. Dikutip dari : Ciuffreda KJ.3 Otot-otot intraokular yaitu iris dan otot siliaris dipersarafi oleh postganglionik siliaris memasuki sklera. Otot-otot extraocular mata dipersarafi oleh N. oculomotor (III), N. trochlear (IV) and N. abducent (VI), akson yang berasal dari nukleus motorik dari brainstem yang menerima impuls dari nucleus Edinger Westphal.4 2.6 Komponen Akomodasi Akomodasi dibagi menjadi unit fungsional yang bersama membentuk konsep yang berhubungan dengan stimulus akomodasi, efek interaksi motorik dan hasil akhir dari respon sistem statis (steady state). Keempat komponen akomodasi meliputi reflex, vergen, proksimal dan tonik akomodasi.3,9,10 12 2.6.1 Akomodasi Refleks Akomodasi refleks merupakan pengaturan otomatis dari keadaan refraksi untuk mendapatkan dan mempertahankan bayangan tajam dan fokus di retina sebagai respon dari bayangan buram yaitu dengan mengurangi kontras keseluruhan dan gradasi kontras di retina. Refleks akomodasi merupakan yang terbesar dan komponen yang paling penting pada akomodasi penglihatan monokular dan binokular.3,10 2.6.2 Akomodasi Vergensi Akomodasi vergensi adalah akomodasi yang diinduksi dengan menghubungkan neurologis bawaan dan kesenjangan (fusional) vergensi. Rasio AC/A (konvergensi akomodasi/konvergensi) ditentukan dengan mengukur akomodasi selama melihat open loop. 1 dioptri akomodasi secara normal disertai dengan konvergensi 1 meter angle. Rasio AC/A dinyatakan dengan istilah deviasi dioptri prisma setiap 1 dioptri akomodasi. Normal AC/A rasio adalah 3:1-5:1.1, 3,10 2.6.3 Akomodasi Proksimal Akomodasi proksimal adalah akomodasi yang disebabkan oleh pengaruh atau pengetahuan yang jelas (atau dirasakan) dari kedekatan objek. Hal ini dirangsang oleh target terletak dalam 3 m dari individu.3,10 2.6.4 Akomodasi Tonik Akomodasi tonik adalah keadaan akomodasi pasif pada saat tidak ada stimulus. Hal ini mencerminkan dasar persarafan otak dari otak tengah dan menunjukkan input yang relatif stabil. Pengukuran akomodasi tonik dapat dilakukan dengan berbagai cara, yang semuanya melibatkan penghapusan tiga komponen lainnya. Akomodasi tonik berkurang dengan usia karena keterbatasan biomekanik dari lensa.3,9,10 13 2.7 Kelainan Akomodasi Kelainan akomodasi terdiri dari kelainan akomodasi fisiologis dan patologis. Presbyopia merupakan kelainan akomodasi fisiologis. Kelainan akomodasi patologis telah diklasifikasikan oleh Duane yang meliputi accommodative insufficiency, accommodative excess, accommodatve infacility.3,4 2.7.1 Presbyopia Presbyopia adalah penurunan amplitudo akomodasi yang berhubungan dengan usia yang menyebabkan gangguan penglihatan dekat. Proses ini terjadi secara bertahap yang bermula pada awal kehidupan yang akhirnya kehilangan total akomodasi pada usia sekitar 50 tahunan. Presbyopia terjadi karena penurunan elastisitas kapsul lensa, peningkatan ukuran dan sklerosis dari lensa kristalina serta penurunan kekuatan otot siliaris untuk berkontraksi.2,4,10-12 Gejala presbyopia menjadi terlihat bila amplitudo akomodasi pasien menjadi tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan penglihatannya. Pandangan buram dan ketidakmampuan untuk melihat objek dekat ataupun kesulitan membaca huruf kecil merupakan gejala awal presbyopia. Gejala lainnya berupa keterlambatan fokus pada jarak dekat maupun jauh, rasa tidak nyaman di mata, nyeri kepala, asthenopia, berkedip, cepat lelah bila melakukan pekerjaan pada jarak dekat, bertambahnya jarak kerja, kebutuhan cahaya yang lebih terang untuk membaca, serta diplopia.2,3,10-12 2.7.2 Accommodative insufficiency Accommodative insufficiency adalah berkurangnya kekuatan akomodasi dari batas normal fisiologi secara signifikan berdasarkan usia. Berkurangnya amplitudo akomodasi sebanyak dua dioptri atau lebih dari nilai normal. Hal ini disebabkan oleh premature sklerosis dari lensa, kelemahan otot siliaris karena penyebab sistemik seperti anemia, toksemia, malnutrisi, DM, kehamilan, dan stress. Faktor lain yang menyebabkan insufisiensi akomodasi seperti glaukoma primer sudut terbuka.2,3 Gejala insufisiensi akomodasi adalah seperti gejala presbyopia, namun keluhan asthenopia lebih dominan, pandangan buram, sakit kepala. Saat berusaha 14 berakomodasi, mata pasien mengalami konvergensi yang berlebihan. Terdapat subkategori dari kelompok ini, yaitu: Ill-sustained accommodation, Paralysis (paresis) of accommodation, Unequal accommodation.2,3,13 Ill-sustained accomodation ketidakmampuan atau lelahnya mata mempertahankan keadaan akomodasi setelah stimulus akomodasi yang berulangulang. Hal ini merupakan tahap pertama dari accomodative insufficiency.3,13 Paralysis (paresis) of accommodation ditandai dengan berkurangnya amplitudo akomodasi (paresis) atau hilangnya secara total (paralysis) , sehingga menimbulkan kompensasi dari perubahan kedalaman fokus. Penyebab paralisis akomodasi adalah obat-obatan siklopegik seperti atropin, homatropine dan obat parasimpatolitik lainnya. Penyebab lainnya adalah internal ophthalmoplegia atau paralisis otot siliaris dan otot sphincter pupil yang disebabkan oleh neuritits yang berhubungan dengan diphtheria, sifilis, diabetes, peminum alkohol, penyakit serebral dan selaput meningeal. Paralisis N. III yang disebabkan dari trauma, proses inflamasi dan neoplastik juga dapat mengakibatkan paralisis akomodasi. Gejala klinis dari paralisis akomodasi adalah penglihatan dekat yang buram, fotofobia (glare) dan adanya penurunan range akomodasi.2,3,13 Unequal accommodation adalah adanya perbedaan amplitudo akomodasi antara kedua mata, yaitu minimal 0,5 D. Hal ini dapat muncul dari penyakit organik, cedera kepala, ataupun amblyopia fungsional.3,13 2.7.2 Accommodative excess Accommodative excess adalah stimulasi berlebihan dari saraf parasimpatis sehingga terjadi akomodasi yang berlebih, biasanya diikuti dengan konvergensi yang berlebih dan miosis pupil. Akomodasi berlebih ini dapat disebabkan oleh penggunaan obat-obat kolinergik, trauma atau adanya tumor intracranial. Gejala klinis berupa asthenopia dan penglihatan yang yang kurang baik karena menginduksi myopia. Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan refraksi dengan atropin.2,3,13 15 2.7.3 Accomodative infacility Accomodative infacility adalah lambatnya respon akomodasi atau terjadinya kesenjangan antara besar stimulus yang diberikan dengan kemampuan akomodasi mata. Dalam hal ini, akomodasi dinamik (fase laten, time constant dan peak velocity) berjalan lambat. Gejala yang paling sering adalah sulitnya merubah fokus ke jarak jauh ataupun dekat.3,13 III. SIMPULAN Akomodasi merupakan kemampuan mata untuk memfokuskan bayangan tepat di retina saat melihat ojek dekat. Beberapa struktur mata yang terlibat dalam proses ini adalah badan siliaris, otot siliaris, lensa, dan serabut zonula. Gangguan pada apparatus akomodasi, obat-obatan dan gangguan pada sistemik dapat mempengaruhi akomodasi mata. Dasar dari penyebab gangguan akomodasi ini bisa menjadi dasar untuk memberikan terapi gangguan akomodasi. yang baik pada pasien dengan 16 DAFTAR PUSTAKA 1. American academy of ophthalmology. Clinical Optics. Bagian 3. San Fransisco: American academy of ophthalmology; 2011-2012. hlm.103-64. 2. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New Age International; 2007. hlm.19-50. 3. Ciuffreda KJ. Accommodation, the pupil, and presbyopia. Dalam: Benjamin WJ, penyunting. Borish’s clinical refraction. Edisi ke-2. Missouri: Butterworth Heinemann Elsevier; 2006. hlm. 93-138. 4. Glasser A. Kaufman PL. Accomodation and presbyopia. Dalam: Kaufman PL, Alm A ,penyunting. Adler’s physiology of the eye. Edisi ke-11. Missouri: Mosby; 2011. hlm.197-231. 5. Tovee MJ. An Introduction to the Visual System. Edisi ke-2 . New York: Crambidge University Press; 2008. hlm 25-7. 6. American Academy of Ophthalmology. Lens and Cataract. Bagian 11. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. hlm. 5-23. 7. American Academy of Ophthalmology. Fundamental and principles of ophthalmology. Bagian 2. San Fransisco: American Academy of Ophthalmology; 2011-2012. hlm. 41-85. 8. Glasser A. The Helmholtz Mechanism of Accomodation Dalam: Tsubota K, Wachler BS, Azar DT, Koch DD, penyunting. Hyperopia and presbyopia. New York: Marcel and Dekker Inc; 2003. hlm 27-44. 9. Sterner B. Ocular Accomodation, Studies of amplitude, insufficiency, and facility training in young school children. German: Departement of Ophthalmology Institute of Clinical Neroscience Goteborg University; 2004. hlm. 3-15. 10. Charman WN. The eye in focus: accomodation and presbyopia. Clinical and experimental optometry. United Kingdom: 2008. hlm. 207-25. 11. Schechter RJ. Optics and refraction. Dalam: Tasman W, penyunting. Duane's Jaeger EA clinical ophthalmology, Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins; 2007. hlm. 19-50. 17 12. American optometric association. Optometric clinical practice guidline. (CPG 17): Care of the patient with presbyopia. American Optometric Association, St Louis: 2011. hlm. 207-28. 13. Cooper JS, Burns CR, Cotter SA. Optometric clinical practice guideline: Care of the patient with accommodative and vergence dysfunction. American Optometric Association, St Louis: 2010. hlm 1-59.