1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker serviks merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di dunia pada wanita setelah kanker payudara. Diperkirakan di dunia setiap dua menit wanita meninggal karena kanker servik dan ± 500.000 wanita di diagnosis kanker serviks setiap tahunnya (ACCP, 2011). Delapan puluh tiga persen kasus terjadi di negara berkembang, dimana kanker servik menyumbang 15% dari kanker perempuan, di negara maju hanya 3,6% (Gakidou et al., 2008). Prevalensi kanker serviks di dunia menurut Age Standardized Rate (ASR) per 100.000 populasi berdasarkan semua umur ialah, di Asia 54 kasus, Africa 16 kasus, Amerika Selatan 15 kasus, Amerika Utara 3 kasus, dan Eropa 12 kasus (Ferlay et al., 2010). World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa kasus-kasus kanker serviks semakin meningkat di seluruh dunia, diperkirakan 10 juta kasus baru per tahun dan akan terus meningkat menjadi 15 juta kasus pada tahun 2020. WHO juga memperkirakan bahwa sejak tahun 2005 terdapat 58 juta kematian yang disebabkan penyakit-penyakit kronik dan 7,6 juta oleh kanker. Sampai saat ini, insiden kanker serviks dalam hal morbiditas dan mortalitas belum menunjukkan hasil penurunan yang signifikan (WHO, 2006). Di Indonesia penderita kanker serviks jumlahnya terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) saat ini terdapat sekitar 100 kasus per 100.000 penduduk atau 200.000 kasus setiap tahunnya. Selain itu, lebih dari 70% kasus di rumah sakit sudah dalam keadaan stadium lanjut (Kemenkes RI, 2013). Sedangkan prevalensi kasus kanker serviks di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data Globocan, International Agency for Research on Cancer (IARC) tahun 2008 memperkirakan bahwa insiden kanker serviks sebesar 12,6 per 100.000 perempuan dengan angka kematian sebesar 7 per 100.000 perempuan (Globocan, 2008). Pada negara maju, angka kejadian dan kematian kanker serviks telah menurun karena suksesnya program skrining (Gakidou et al., 2008). Pemeriksaan 1 2 sederhana, efektif dalam biaya pemeriksaan merupakan pendekatan skrining untuk pencegahan kanker serviks di negara berpenghasilan dan sumber daya yang rendah dengan skrining visual dengan asam asetat (IVA) (Sankaranarayanan et al., 2012). Metode IVA sangat berguna untuk mendeteksi lesi prakanker serviks, tidak hanya di pelayanan kesehatan dengan fasilitas sederhana dan sumber daya kesehatan yang masih rendah, namun juga pada pusat pelayanan kesehatan yang lengkap dan pusat pelayanan kanker. Kelebihan penggunaan metode IVA ialah tidak membutuhkan sumber daya kesehatan yang jumlahnya besar, IVA memiliki nilai prediksi positif sebanding dengan pap smear konvensional, kemungkinan lebih cepat untuk melakukan diagnosis, tindak lanjut, dan pengobatan dibandingkan skrining yang berbasis sitologi (Jeronimo et al., 2005). Sancho-Garnier et al. (2013) menyatakan bahwa hambatan utama pelaksanaan skrining kanker serviks di beberapa negara seperti Maroko, Tunisia, dan Turki adalah kurangnya dukungan program kesehatan dari pemerintah dan ketersediaan sumber daya yang diperlukan. Di Tunisia, rencana program kanker nasional yang baru telah dikembangkan dengan mengadopsi strategi skrining yang sama tetapi memberikan cakupan yang lebih baik melalui mobilisasi sumber daya manusia, material, dan keuangan. Penelitian yang dilakukan Singh et al. (2012) di daerah pedesaan India menunjukkan sebesar 74% perawat mengetahui bahwa papsmear digunakan untuk mendeteksi kanker serviks, namun hanya 59% perawat yang mengetahui bahwa pap smear dapat mendeteksi keduanya, kanker serta lesi prakanker serviks. Sebagian besar perawat (79%) berpikir bahwa pemeriksaan spekulum dan pap smear merupakan prosedur yang harus dilakukan oleh dokter. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pengetahuan tentang kanker serviks dan pencegahan dengan skrining, sikap yang baik namun tidak didukung dengan praktik terhadap skrining yang baik. Alliance for Cervical Cancer Prevention (2003) menyatakan bahwa skrining dapat menurunkan kejadian kanker serviks jika dilakukan secara kumulatif. Apabila rutin melakukan skrining kanker serviks setahun sekali dapat 3 menurunkan kejadian kanker antara 90-93%, setiap 2 tahun sekali menurunkan 86-91%, 3 tahun sekali menurunkan 75-88%, dan 5 kali seumur hidup menurunkan 61-74%. Apabila dilakukan 3 kali seumur hidup menurunkan kejadian kanker sebanyak 35-55%, 2 kali seumur hidup menurunkan 29-42% dan 1 kali seumur hidup dapat menurunkan kejadian kanker serviks sebanyak 17-32%. Gakidau et al. (2008) dalam penelitian cakupan skrining kanker serviks di 57 negara, menyatakan cakupan skrining di negara berkembang rendah. Cakupan skrining di negara berkembang rata-rata 19%, dibandingkan negara maju rata-rata 63% dengan cakupan terendah di Bangladesh 1%. Cakupan skrining kanker serviks dengan metode IVA di Indonesia sebesar 1,57% tahun 2007-2012, di Kalimantan Barat sebesar 1.06% tahun 2010-2013. Gambar 1. Cakupan deteksi dini dengan metode IVA dan krioterapi tahun 2010-2013 (Sumber: Laporan tahunan program kanker Dinkes Propinsi Kalimantan Barat) Program skrining kanker serviks dengan metode IVA sudah dilaksanakan di Propinsi Kalimantan Barat sejak tahun 2010. Salah satu upaya untuk meningkatkan cakupan skrining dengan melatih bidan dan dokter umum di puskesmas untuk talaksana skrining dengan metode IVA. Hingga tahun 2013 sebanyak 49 dari 238 puskesmas di 13 kabupaten/kota, 46 dari 286 dokter umum di puskesmas, dan 62 dari 2169 bidan yang baru dilatih skrining kanker serviks dengan metode IVA. 4 Penemuan dan tatalaksana penyakit kanker merupakan sub sistem pengendalian penyakit kanker secara umum. Output kegiatan diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian, melalui deteksi dini, penapisan, diagnosa, terapi dan perawatan paliatif. Kegiatan ini akan berguna apabila ditunjang oleh sumber daya manusia dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik (Kemenkes RI 2010). Dengan adanya program skrining kanker serviks metode IVA diharapkan dapat meningkatkan pencegahan kanker serviks di Propinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan gambaran di atas penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut pengetahuan dan keterampilan praktik bidan untuk skrining kanker serviks dengan metode IVA di Propinsi Kalimantan Barat. B. Rumusan Masalah Di negara berkembang diperkirakan wanita yang dilakukan skrining hanya mencapai 5% dalam jangka waktu 5 tahun. Sedangkan di negara maju minimal 1 kali sebanyak 70%. Menurut WHO seharusnya skrining dapat mencapai 80% (Carr and Sellors, 2004). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Barat tahun 2010-2013 jumlah yang diperiksa IVA hanya 1,06% dari target yang ditetapkan Kemenkes sebesar 80%. Hambatan utama pelaksanaan skrining kanker serviks di beberapa negara adalah kurangnya dukungan program kesehatan dari pemerintah dan ketersediaan sumber daya. Dengan strategi skrining kanker serviks yang sama tetapi memberikan cakupan yang lebih baik melalui mobilisasi sumber daya manusia. Kegiatan ini akan berguna apabila ditunjang oleh sumber daya manusia dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang baik. Salah satu upaya untuk meningkatkan program skrining dengan mobilisasi sumber daya manusia dengan melatih bidan dan dokter umum di puskesmas untuk talaksana skrining dengan metode IVA. Dua puluh satu persen puskesmas, 19% dokter umum di puskesmas dan 3% bidan yang baru dilatih untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pengetahuan dapat meningkatkan 5 keterampilan praktik bidan untuk skrining kanker serviks dengan metode IVA di puskesmas di Kalimantan Barat”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menilai pengetahuan dan keterampilan praktik bidan untuk skrining kanker serviks dengan metode IVA di puskesmas di Kalimantan Barat. 2. Tujuan khusus a. Mengetahui gambaran pengetahuan dan keterampilan praktik bidan untuk skrining dengan metode IVA di puskesmas di Kalimantan Barat. b. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan keterampilan praktik bidan untuk skrining kanker serviks dengan metode IVA di puskesmas di Kalimantan Barat. c. Mengetahui hubungan antara usia, pendidikan dan lama bekerja dengan keterampilan praktik bidan untuk skrining kanker serviks dengan metode IVA di puskesmas di Kalimantan Barat. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan atau teori bagi penelitian yang lain tentang pengetahuan dan keterampilan praktik bidan untuk skrining kanker serviks dengan metode IVA. Peneliti juga dapat menambah ilmu, wawasan dan keterampilan dalam mengangkat suatu permasalahan dan melakukan penelitian serta menyusun sebuah karya ilmiah. Dari segi praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah setempat dan sarana program peningkatan pengetahuan dan keterampilan praktik bidan dalam pencegahan kanker serviks dengan metode skrining IVA. Bagi program untuk perencaanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pengetahuan dan keterampilan bidan dengan skrining metode IVA. 6 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian penelitian Penelitian Judul Tujuan Shekhar et al. (2013) Cervical Cancer Screening: Knowledge, Attitudes and Practices Among Nursing Staff in a Tertiary Level Teaching Insitution of Rural India Knowledge of cervical cancer and screening practices of nurses at a regional hospital in Tanzania Menilai pengetahuan perawat , sikap dan praktik tentang skrining kanker serviks di sebuah lembaga pendidikan keperawatan tersier pedesaan India Menilai kesadaran perawat tentang kanker serviks dan praktik skrining di sebuah rumah sakit di Tanzania Knowledge about Cervical Cancer and Barriers of Screening Program among Women in Wufeng County, a HighIncidence Region of Cervical Cancer in China Mengetahui tentang kanker serviks, skrining dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan perempuan untuk menjalani skrining kanker serviks di daerah Wufeng Urasa and Darj (2011) Jia et al. (2013) Rancangan penelitian Cross sectional study Cross sectional study Cross sectional study Hasil Perbedaan Sebagian besar perawat di pedesaan India memiliki pengetahuan tentang skrining kanker serviks, sikap mereka terhadap praktik skrining kanker serviks tidak bisa dikatakan baik. Subjek penelitian, lokasi peneltian Kurang dari sebagian perawat memiliki pengetahuan tentang kanker serviks. Ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan penyebab kanker serviks dan transmisi HPV dan usia. Pengetahuan lebih baik pada perawat muda dan pengetahuan berbeda secara signifikan antara tingkatan perawat. Sebagian besar perawat tidak pernah melakukan skrining. Perasaan cemas setelah diagnosa, tidak ada gejala/ ketidaknyamanan, tidak tahu manfaat skrining merupakan alasan menolak skrining kanker serviks. Wanita yang berusia kurang dari 45 tahun, memiliki pendapatan rendah, riwayat keluarga yang positif kanker, tingkat pendidikan tinggi dan menengah, pengetahuan yang baik lebih bersedia untuk berpartisipasi dalam skrining kanker serviks dibandingkan wanita tanpa karakteristik ini Subjek penelitian, lokasi peneltian Subjek penelitian, lokasi peneltian