BAB II TINJAUAN PUSTAKA Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu manajemen. Sebelum memulai pembahasan mengenai manajemen sumber daya manusia, sekilas tentang manajemen secara garis besar akan sangat membantu. 2.1 Pengertian Manajemen Manusia merupakan mahluk social yang memerlukan interaksi dengan lingkungannya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari kehidupan berkelompok. Baik secara langsung maupun tidak langsung manusia harus selalu berhubungan dengan orang lain, baik hubungan fisik, biologis dan social. Hubungan-hubungan tadi menimbulkan kerjasama yang kemudian melahirkan berbagai bentuk organisasi. Organisasi merupakan suatu sistem social dari berbagai individu yang memiliki berbagai macam tingkah laku, harapan, motivasi dan pandangan yang berbeda dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan suatu alat yang dapat mengkoordinasikan perilaku dan tindakan tersebut. Alat untuk mengatur dan mengelolanya adalah manajemen. Manajemen adalah proses kegiatan yang terdiri dari fungsi-fungsi manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya melalui orang lain. Manajemen merupakan alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat. Terdapat banyak definisi atau pengertian mengenai Manajemen seperti yang dikemukakan oleh beberapa para ahli Manajemen, dimana dalam memberikan pendapatnya tidak sama, tetapi pada dasarnya memiliki kesimpulan yang serupa. Berikut ini adalah beberapa definisi tentang Manajemen dari beberapa para ahli yaitu: Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003 : 1), menyatakan bahwa manajemen adalah sebagai berikut : “Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Sedangkan menurut Mutiara S. Panggabean (2002 : 1), mengemukakan bahwa : “Manajemen adalah suatu proses yang terjadi dari atas fungsi-fungsi perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien”. Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa manajemen adalah suatu proses dimana didalam proses tersebut terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian dikoordinasikan dengan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya seperti material, mesin, dan modal untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. 2.2 Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Secara harafiah manajemen sumber daya manusia mengandung pengertian yang merupakan paduan dari pengertian manajemen dan pengertian sumber daya manusia. Manajemen mengandung pengertian secara sederhana sebagai suatu proses pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan sumber daya (orang lain) yang tersedia. Secara makro sumber daya manusia merupakan keseluruhan potensi tenaga kerja yang terdapat didalam suatu Negara, jadi menggambarkan jumlah angkatan kerja dari suatu Negara atau Daerah. Secara mikro, sumber daya manusia merupakan golongan masyarakat yang memenuhi kebutuhan hidupnya dengan bekerja pada suatu unit kerja organisasi tertentu baik pemerintah maupun swasta. Jadi dalam pengertian sumber daya manusia ini tercakup semua unsure yang dimiliki, seperti energy, bakat, keterampilan, kondisi fisik dan mental manusia dapat digunakan untuk berproduksi. Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia, berikut penulis mengemukakan beberapa pendapat dari para ahli : Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:10) mengemukakan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat”. Sedangkan menurut pendapat lain mengenai manajemen sumber daya manusia yang dikemukakan oleh Bambang Wahyudi (2002:1) menyatakan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu dan seni atau memproses, memperoleh, memajukan atau mengembangkan, memelihara tenaga kerja yang kompeten sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada kepuasan pada diri pribadi”. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi manajerial dan fungsi operasional, melalui kedua fungsi ini, kegiatan manajemen sumber daya manusia mengusahakan agar tujuan individual, organisasi maupun masyarakat dapat dicapai. 2.2.2 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia secara tepat sangatlah sulit untuk dirumuskan karena sikapnya bervariasi tergantung pada tahapan perkembangan yang terjadi pada masing-masing organisasi. Tujuan utama Manajemen Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi Sumber Daya Manusia (karyawan) terhadap organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami bahwa semua kegiatan organisasi dalam mencapai misi dan tujuannya adalah sangat tergantung kepada yang mengelola organisasi itu. Oleh sebab itu Sumber Daya Manusia (karyawan) tersebut harus dikelola sedemikian rupa sehinga berdaya guna dan berhasil guna mencapai misi dan tujuan organisasi. Menurut Siagian (2000;29), tujuan ini dijabarkan ke dalam empat tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia antara lain : 1. Tujuan Masyarakat (Societal objectives) Untuk bertanggung jawab secara social dalam hal kebutuhan dan tantangan yang timbul dari masyarakat. Suatu organisasi yang berada ditengah-tengah masyarakat diharapkan membawa manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Oleh sebab itu suatu organisasi mempunyai tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia agar tidak mempunyai dampak negative terhadap masyarakat. 2. Tujuan Organisasi (Organizational objectives) Untuk mengenal bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada, perlu memberikan kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan. Manajemen sumber daya manusia bukanlah tujuan dan akhir dari suatu proses melainkan suatu perangkat atau alat untuk membantu tercapainya tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu unit atau bagian manajemen sumber daya manusia di suatu organisasi diadakan untuk melayani bagian-bagian lain operasional tersebut. 3. Tujuan Fungsi (Functional objectives) Untuk memelihara kontribusi bagian-bagian lain agar sumber daya manusia dalam setiap bagian dapat melaksanakan tugasnya secara optimal, dengan kata lain sumber daya atau Karyawan dalam organisasi itu menjalankan fungsinya dengan baik. 4. Tujuan Personal (Personal objectives) Untuk membantu Karyawan dalam mencapai tujuan-tujuan pribadinya dalam peningkatan pencapaian tujuan organisasi. Tujuan-tujuan pribadi karyawan seharusnya dipenuhi dan ini motivasi bagi Karyawan tersebut. 2.2.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu factor penting bagi setiap manajer. Hal ini disebabkan masalah sumber daya manusia, personalia tenaga kerja atau kepegawaian tidaklah hanya menyangkut bagian personalian saja, tetapi menyangkut setiap bagian dari organisasi. Yang dimaksud fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia disini adalah serangkaian aktivitasaktivitas atau tugas-tugas yang akan dilakukan dalam bidang sumber daya manusia dari pengadaan sampai pemutusan hubungan kerja dalam usaha yang telah ditentukan. Sesuai dengan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia di atas, maka kegiatan pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi memiliki fungsi pokok dan fungsi operasional. Definisi lengkap dari manajemen sumber daya manusia harus mengkaitkan fungsi-fungsi pokok manajemen dan fungsi-fungsi Operasional sumber daya manusia. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:21-23) adalah sebagai berikut : A. Fungsi-Fungsi pokok Manajerial, terdiri dari : 1. Fungsi Perencanaan Yaitu melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengembangan, pemeliharaan sumber daya manusia. Para manajer yang efektif menyadari bahwa bagian terbesar dari waktu mereka harus sediakan untuk perencanaan. Bagi manajer personalia, perencanaan berarti penentuan program personalia yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah di susun oleh perusahaan tersebut. Dengan kata lain, proses penentuan sasaran akan melibatkan partisipasi aktif dan penuh kesadaran dari manajer personalia, dengan keahliannya dalam bidang manajemen sumber daya manusia. 2. Fungsi Pengorganisasian Yaitu menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiakan. Apabila serangkaian tindakan telah di tentukan, organisasi harus di susun untuk melaksanakannya. Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Jika telah ditentukan bahwa fungsi bahwa fungsi-fungsi personalia tertentu akan membantu kea rah tercapainya sasaran perusahaan, maka manajer personalia harus menyusun suatu organisasi dengan merancang struktur hubungan antara pekerjaan, personalia dan faktor-faktor fisik. 3. Fungsi Pengarahan Yaitu memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang dilaksanakan secar efektif dan efisien. Banyak sekali kesuliatan yang dihadapi dalam menyuruh orang untuk bekerja dengan kemauan dan efektif, walaupun tingkat kesulitan itu tentu bermacammacam. 4. Fungsi Pengendalian Yaitu melakukan pengukuran-pengukuran antara kegiatan yang dilakukan dengan standar-standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja. B. Fungsi Operational terdiri dari : 1. Fungsi Pengadaan Yaitu kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan dan memenuhi kebutuhan akan sumber daya manusia, baik secara kuantitatif dan kualitatif. 2. Fungsi Pengembangan Yaitu kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang telah dimiliki, sehingga tidak akan tertinggal oleh perkembangan serta ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Fungsi Pemeliharaan Yaitu kegiatan ini ditujukan untuk memelihara kebutuhan sumber daya manusia yang dimiliki. Wujudnya adalah tumbuh rasa betah dan mempunyai kemampuan untuk bekerja yang sebaik-baiknya pada organisasi. 4. Fungsi Kompensasi Yaitu fungsi yang dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak kepada personalia untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi. 5. Fungsi Integrasi Ialah setelah karyawan diperoleh, dikembangkan dan diberi kompensasi secara layak, maka selanjutnya adalah melakukan integrasi yang merupakan suatu usaha untuk menghasilkan suatu kecocokan yang layak atas kepentingankepentingan individu, masyarakat dan organisasi. 6. Fungsi Pemisahan Yaitu jika fungsi pertama manajemen sumber daya manusia adalah untuk mendapatkan karyawan adalah logis bahwa fungsi terakhir ditujukan untuk memisahkan dan mengembalikan orang-orang tersebut kepada masyarakat. Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemisahan sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah di tentukan, yang menjamin bahwa warga masyarakat yang di kembalikan itu berada dalam keadaan sebaik mungkin. Dengan adanya fungsi-fungsi Manajemen dan fungsi-fungsi Operasional di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut diarahkan pada optimalisasi bagi kedua belah pihak dalam suatu organisasi. Dimana suatu organisasi dapat bekerja sama dalam kondisi yang dapat mendorong setiap karyawan untuk memberikan sumbangan sebaik mungkin bagi efektivitas suatu organisasi. Dari fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia di atas, disini dapat dijelaskan bahwa fungsi manajemen dan fungsi operational sangatlah terlihat adanya suatu perbedaan dari keduanya, yaitu fungsi manajemen lebih memperhatikan akan kebutuhan para karyawan dan tuntutan masyarakat luas, sedangkan fungsi operational lebih memperlihatkan kepentingan perusahaan yang mana oerusahaan tersebut dituntut mampu dalam mengelola sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Jadi dari kedua fungsi di atas, dapat terlihat perbedaannya, dengan perbedaan-perbedaan tersebut fungsi manajemen sumber daya manusia serta peranannya merupakan tugas utama yang harus dilaksanakan dalam menyelenggarakan seluruh aktivitas pengelolaan sumber daya manusia dan untuk mempertemukan ketiga kekuasaan utama, yaitu perusahaan, karyawan, dan masyarakat menuju tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan. 2.3 Pelatihan 2.3.1 Pengertian Pelatihan Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja, Perusahaan akan berusaha mendapatkan tenaga kerja yang paling tepat sesuai dengan persyaratan yang sesuai dengan yang telah ditetapkan untuk memangku suatu jabatan tertentu, namun tidak seorangpun mampu melaksanakan tugas dengan baik dan lancer tanpa mengetahui jenis dan sikap pekerjaan yang akan dihadapinya bahkan untuk jenis pekerjaan yang bersifat sederhanapun kadang seseorang juga mengalami kesulitan untuk melaksanakannya dengan baik dan lancer. Oleh karena itu pelatihan perlu dilaksanakan oleh setiap Perusahaan secara berkesinambungan agar tenaga kerja terutama karyawan baru maupun lama yang dimiliki Perusahaan berkualitas mempunyai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan yang dituntut pekerjaannya. Untuk itu kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai pelatihan. Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai pelatihan. Menurut B. Siswanto Sastrohadiwiryo (2003:199) mengemukakan bahwa pelatihan sebagai berikut: “Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relative singkat, dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada teori”. Sedangkan menurut Soebagio Atmodiwirio (2002:35) mengemukakan bahwa: “Pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan pekerjaan sekarang meningkat (kinerjanya)”. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan (training) adalah suatu kegiatan penyediaan karyawan dari suatu perusahaan dengan keahlian-keahlian tertentu melalui proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan karyawan baru maupun karyawan lama agar mereka dapat mengerjakan pekerjaan mereka dengan baik sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan. 2.3.2 Tujuan Pelatihan Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa pelatihan mempunyai tujuan dan manfaat bagi perusahaan, karyawan, dan konsumen atau masyarakat yang mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut. Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan dan mengembangkan pengetahuan maupun sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya. Menurut Bambang Wahyudi (2002:134), tujuan pelatihan dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Sebagai tujuan umum, suatu program pelatihan yang dilaksanakan harus diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja. Untuk mencapai tujuan umum tersebut perusahaan harus terlebih dahulu mewujudkan tujuan khusus perusahaan, yaitu yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai dasar dilaksanakannya program pelatihan bagi karyawan yang berprinsip pada peningkatan efektivitas dan efisiensi. Adapun tujuan khusus dari suatu program pelatihan menurut Bambang Wahyudi (2002:136) adalah : 1. Meningkatkan Produktivitas Pelatihan tidak hanya ditujukan untuk tenaga kerja yang masih baru saja, tetapi juga tenaga kerja lama. Ini dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. 2. Meningkatkan Kualitas Dengan diselenggarakannya program pelatihan, yang dapat diperbaiki tidak hanya kualitas produksi, tetapi juga akan memperkecil kemungkinan dilakukannya kesalahan oleh para tenaga kerja, sehingga kualitas output akan tetap terjaga dan bahkan mungkin meningkat. 3. Meningkatkan Mutu Perencanaan Tenaga Kerja Dengan pelatihan akan memudahkan pekerja untuk mengisi lowongan jabatan dalam organisasi, sehingga perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. 4. Meningkatkan Semangat Tenaga Kerja Program pelatihan akan memperbaiki iklim dan mengurangi keteganganketegangan yang terjadi di dalam organisasi, sehingga akan menimbulkan reaksi dari tenaga kerja yang bersangkutan. 5. Sebagai Balas Jasa Tidak Langsung Dengan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa kepada tenaga kerja yang bersangkutan atas prestasinya di masa lalu, karena dengan mengikuti pelatihan berarti tenaga kerja tersebut berkesempatan untuk mengembangkan dirinya. 6. Meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pelatihan yang baik dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan kerja didalam organisasi, sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih aman dan memberikan ketenangan serta stabilitas pada sikap mental tenaga kerja. 7. Mencegah Kadaluwarsa Pelatihan dapat mendorong inisiatif dan kreativitas tenaga kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya sifat kadaluwarsa. Sifat kadaluwarsa seorang tenaga kerja akan terjadi bila kemampuan yang dimilikinya tertinggal oleh kemampuan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan teknologi. 8. Kesempatan Pengembangan Diri Program pelatihan akan memberikan kesempatan bagi seorang tenaga kerja untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya, termasuk meningkatkan kepribadiannya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dilakukan pelatihan oleh perusahaan kepada karyawannya adalah mengembangkan keahlian. Pengetahuan dan sikap karyawan sehingga mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif dan efisien. Program pelatihan selain memberikan keuntungan kepada karyawan yang bersangkutan. Pada akhirnya juga akan memberikan keuntungan kepada perusahaan. 2.3.3 Tahap-tahap Pelatihan Menurut Gomes (2000;204) terdapat tiga tahap utama dalam pelatihan, yaitu: 1. Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Training Needs) Adalah lebih sulit untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para Karyawan yang ada dari pada mengorientasikan para karyawan baru, dari satu segi, kedua-duanya sama. Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan guna mengetahui dan menentukan apakah perlu atau tidak dilaksanakannya program pelatihan dalam perusahaan tersebut. Jika perlu dilaksanakan pelatihan maka pengetahuan khusus yang bagaimana, kemampuan-kemampuan seperti apa, kecakap-kecakapan jenis apa dan karakteristik-karakteristik lainnya yang bagaimana harus diberikan kepada para peserta selama pelatihan tersebut. Dengan kata lain pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan pelatihan, yaitu: a. General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan data mengenai kinerja dari seorang karyawan tertentu. b. Obsevable performance discrepancies, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan yang disadarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan dan evaluasi atau penilaian kinerja dan dengan syarat meminta para karyawan mengawasi sendiri hasil kerjanya. c. Future human resources need, jenis pelatihan ini tidak berkaitan dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi tidak berkaitan dengan keperluan sumber daya manusia untuk masa yang akan datang. 2. Mendesain Program Pelatihan (Designing a Training Program) Sebenarnya program perpomansi bias diatas melalui perubahan dalam system feedback, seleksi, Imbalan dan juga melalui pelatihan. Jika pelatihan merupakan solusi terbaik maka para manajer atau supervisor harus memutuskan program yang tepat dan yang bagaimana harus dijalankan. Ketetapan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Identifikasi mengenai apa yang diinginkan agar karyawan mengetahui apa yang harus dilakukan. Terdapat dua jenis sasaran pelatihan, yaitu Knowledge-centered objectives dan performancecentered objectives. Pada jenis pertama, biasanya berkaitan dengan penambahan pengetahuan atau perubahan sikap. Sedangkan jenis yang kedua mencangkup syarat-syarat khusus yang berkisar pada metode atau teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan dan lain-lain. 3. Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan (Evaluating Training Program Effectiveness) Supaya efektif, pelatihan harus merupakan solusi tepat bagi permasalahan perusahaan, yaitu pelatihan tersebut harus dimaksudkan untuk menambah kemampuan baik operational maupun strategis. Untuk meningkatkan usaha belajarnya, para karyawan harus menyadari perlunya perolehan informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru da keinginan untuk belajar harus dipersiapkan guna menghadapi tugas-tugas dimasa yang akan datang. Apa saja standar kinerja yang telah ditetapkan, para karyawan tidak harus dikecewakan oleh pelatih yang menuntut terlalu banyak atau terlalu sedikit. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji apakah pelatihan tersebut efektif dalam mencapai sasaran-sasarannya yang telah ditetapkan. 2.3.4 Prinsip-Prinsip Pelatihan Agar pelatihan dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil maka diperlukan prinsip-prinsip pelatihan sebagai pedoman pelaksanaannya, sehingga proses pelatihan dapat berjalan dengan lancar. Heidjracnan dan Husan (2000;75), mengemukakan prinsip-prinsip pelatihan yang terdiri dari: 1. Individual Differences Dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pelatihan harus mengetahui bermacam-macam perbedaan perseorangan dari peserta pelatihan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun keinginan. Hal ini perlu agar pelatihan benar-benar dapat memberikan manfaat yang lebih besar. 2. Relation To Job Analysis Job analisis harus menunjukkan pengetahuan dan kecakapan sebagaimana diperlukan oleh masing-masing jabatan. Oleh karena itu pelatihan harus dihubungkan dengan job analisis yang kelak akan dipangku para peserta pelatihan. 3. Motivation (motivasi) Semakin tinggi motivasi seorang karyawan, semakin cepat ia akan mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru tersebut. Pelatihan haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh para karyawan seperti upah yang lebih baik, posisi jabatan yang lebih baik, dan lain-lain. 4. Active Participation (partisipasi aktif) Didalam pelatihan peserta harus turut aktif mengambil bagian dalam pembicaraan sehingga mungkin dapat menambah minat dan motivasi mereka. 5. Selection of Trainess (seleksi peserta) Diantara peserta pelatihan terdapat perbedaan baik dalam latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun keinginan untuk menjaga agar perbedaan tidak terlalu besar, maka calon peserta pelatihan harus diseleksi. Pelatihan sebaiknya diberikan pada mereka yang berminat dan berkemauan mengikuti pelatihan agar berhasil. 6. Selection of Traineer (seleksi pelatih) Salah satu asas yang penting dalam pelatihan adalah tersedianya tenaga pelatih yang terdidik, berminat dan mempunyai kesanggupan mengajar sehingga pelatihan pengajar juga harus pula orang yang diseleksi. 7. Trainer Trainning (pelatihan terhadap pelatih) Para pelatih dalam pelatihan harus sudah mendapat pelatihan khusus untuk menjadi tenaga kerja pelatih, harus diingat bahwa tidak semua orang yang pandai dalam bidang tertentu dapat mengajarkan kepandaiannya kepada orang lain. 8. Trainning Methods (metode pelatihan) Harus ada metode pelatihan yang cocok untuk jenis pelatihan yang diberikan kepadanya program pelatihan memberikan pelatihan. 9. Principles of Learning (prinsip belajar) harus ditetapkan dalam Para pelatih harus mengetahui pentingnya mencegah kekacauan dari yang sederhana sampai yang sulit, dari yang tidak diketahui sampai pada yang diketahui. Dari pendapat yang dikemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa prinsip pelatihan sebagai bentuk investasi yang digunakan oleh perusahaan yang ingin berkembang. 2.3.5 Jenis-jenis Pelatihan Jenis pelatihan yang sejauh ini dikenal banyak tergantung pada cara dan sasaran yang dicapai pelatihan itu sendiri. Jenis pelatihan yang dilaksanakan menurut Poernomo (2000;77) dapat dibagi menjadi 5 (lima) macam, yaitu: 1. Pendidikan Dasar Merupakan pendidikan yang diisyaratkan sebelum seseorang masuk dalam corp personalia dalam roda organisasi dari suatu bentuk usaha. 2. Pendidikan Tambahan Dinamakan pula up grading atau kursus aplikasi. 3. Pendidikan Penyegar Bertujuan menyegarkan kembali pengertian-pengertian dan pengetahuan yang telah silam dan ada hubungannya dalam pelaksanaan tugas. 4. Pelatihan-pelatihan dalam Perusahaan Merupakan pelatihan-pelatihan yang diadakan dalam rangka memperlancar gerak roda Perusahaan, meliputi: a. Pelatihan Instruksi (job instruction training) Yaitu melatih cara-cara yang tepat untuk memberikan instruksi baik bagi tenaga kerja baru maupun tenaga kerja lama dalam menghadapi tugas-tugas baru. b. Pelatihan Cara Kerja (job method training) Yaitu melatih cara-cara kerja yang tepat dan menyempurnakan cara kerja (job improvement training). c. Pelatihan Hubungan Kerja (job relation training) Yaitu melatih cara-cara hubungan kerja antara tenaga kerja dengan pengawas pimpinan maupun antar karyawan. 5. Pelatihan Keterampilan Yaitu untuk melatih keterampilan fisik bagi tenaga pelaksana. Sedangkan menurut Hasibuan (2003;80) menyatakan jenis-jenis pelatihan dikelompokkan atas: a. Pengembangan secara informal Yaitu karyawan atas keinginan sendiri melatih dan mengembangkan dirinya dengan mempelajari buku-buku literature yang ada hubungannya dengan pekerjaan atau jabatannya. Pengembangan secara informal menunjukan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras untuk maju dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat bagi perusahaan karena prestasi kerja karyawan tersebut semakin besar dan efisiensi produktifitasnya semakin baik. b. Pengembangan secara formal Yaitu karyawan ditugaskan oleh perusahaan untuk mengikuti pelatihan, baik yang dilakukan maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan. Pengembangan secara formal ini dilakukan oleh perusahaan karena sifatnya non karir maupun meningkatkan karir seorang karyawan. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis pelatihan beragam, dikelompokkan sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan. 2.3.6 Metode-metode Pelatihan Ada bermacam-macam dipergunakan oleh perusahaan metode dalam mengenai pelatihan melaksanakan yang program dapat pelatihan. Diantaranya menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:77) menjabarkan sebagai berikut: a. On The Job Training Program on the job training menempatkan para karyawan yang berpengalaman memperlihatkan pekerjaan dan trik-trik pekerjaan tersebut. Pelatihan jenis ini ada 2 macam, yaitu: 1. Secara Informal Disini para peserta pelatihan hanya disuruh untuk memperhatikan dan mengawasi orang lain yang bekerja, kemudian dia mengikuti pekerjaan tersebut. 2. Secara Formal Disini para peserta langsung didampingi pekerja senior bersama-sama melakukan pekerjaannya sehingga peserta harus memperhatikan dengan sistematis dan cara melakukannya sesuai dengan yang dilakukan seniornya. b. Vestibule Menurut metode ini kegiatan pelatihan dilakukan pada suatu tempat khusus dan menggunakan peralatan-peralatan yang sama dengan yang sebenarnya sehingga program ini tidak mengganggu peralatan-peralatan yang sama dengan yang sebenarnya dan tidak mengganggu kegiatan perusahaan sehari-hari. c. Demonstration Dalam metode ini penjelasan tentang cara pelaksanaan suatu pekerjaan dilakukan dengan cara peragaan yang dilengkapi dengan alat tertentu. Metode ini sangat efektif karena para peserta lebih mudah memahami dan mengerti. d. Simultan Dalam metode simulasi, pelatihan diberikan dalam suatu tempat atau suasana hampir sama dengan keadaan sebenarnya. Pelatihan dengan metode ini cukup mahal karena biaya yang dibutuhkan untuk membuatnya tidak sedikit. e. Apprenticeship Metode ini merupakan metode yang paling tua dan merupakan cara melatih dengan metode-metode diluar on the job training. Dalam metode ini kemungkinan seseorang untuk menjadi ahli dibidangnya memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga apabila kebutuhan tenaga ahli mendesak, sulit bagi perusahaan tersebut untuk memperoleh dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. f. Class Room Method Pelatihan dilaksanakan di ruang kelas khusus tetapi adakalanya di daerah pekerja yang sesungguhnya. Class Room Method terdiri dari: 1. Lecture Merupakan metode pelatihan yang diberikan oleh seorang instruktur kepada kelompok yang cukup besar dalam suatu ruangan. Pada umumnya metode terutama untuk memberikan tambahan pengetahuan yang bersifat teoritis. Dalam metode ini penceramah menyampaikan informasi secara lisan kepada peserta, komunikasi bersifat satu arah yaitu penceramah. 2. Case Study Studi kasus merupakan cara melatih peserta melalui maslah-masalah yang dihadapi perusahaan, baik yang telah terjadi atau kadang terjadi dalam kehidupan sehari-hari disajikan tertulis kepada peserta untuk dianalisis dan dicarikan pemecahannya. 3. Conference Dalam metode ini peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana semua anggota didorong untuk mengambil bagian didalam pembicaraan tentang masalah-masalah umum. Metode ini cukup baik karena mementingkan kreatifitas peserta dalam mengeluarkan pendapat. 4. Role Playing Metode ini pelatihan yang memaksa peserta untuk menghayati identitas yang berbeda, sehingga peserta dapat menghargai toleransi terhadap perbedaan-perbedaan individu. 5. Programmed Instruction Merupakan pelatihan dengan menggunakan tahap-tahap tertentu melalui pengendalian beberapa alat control elektronik, biasanya computer. Pada setiap tahap diberikan buku petunjuk dan hasilnya akan dievaluasi melalui alat control elektronik tersebut. g. Order Trainning Method Yang dimaksud disini adalah cara-cara yang selain disebutkan diatas atau gabungan dari beberapa metode diatas. 2.3.7 Evaluasi Hasil Pelatihan Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu program pelatihan, perlu dilakukan evaluasi setelah program tersebut dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk mengetahui apakah pelatihan yang telah dilaksanakan dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Bila masih terdapat kekurangan-kekurangan daro program tersebut, maka dapat dilakukan perbaikan sehingga dapat meningkatkan program pelatihan di masa yang akan datang. Menurut Efendi Hiriangja (2002:190) evaluasi pelatihan dilihat dari efek pelatihan dikaitkan dengan: 1. Reaksi Peserta Terhadap Isi dan Pelatihan Yaitu dengan cara menanyakan kepada peserta, apakah peserta menyukai program pelatihan. Program pelatihan dirasakan bermanfaat, mudah dipahami dan lain-lain, yang dapat dilakukan dengan menyebarkan kuesioner. 2. Pengetahuan Yang Diperoleh Melalui Pengalaman Latihan Yaitu dengan mengukur seberapa besar tambahan pengetahuan yang diperoleh setelah pelatihan dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan mengadakan pretest yakni tes sebelum pelatihan dan post test sesudah pelatihan. 3. Perubahan Perilaku Yaitu dengan mengukur perubahan perilaku setelah pelatihan dilakukan. Ini memang tugas yang berat. 4. Perbaikan Pada Organisasi Perbaikan ini dapat dilihat dari perputaran kerja yang makin menurun, kecelakaan kerja yang rendah, menurunnya ketidakhadiran dan penurunan biaya proses. Dalam evaluasi ini akan diketahui apakah sasaran yang ingin diwujudkan seperti diatas dengan melaksanakan pelatihan tersebut dapat tercapai atau tidak maka pada pelaksanaannya dilakukan pengukuran keberhasilan menurut Bambang Wahyudi (2002:159): 1. Melihat Tingkat Partisipasi Kerja Sesuai dengan teori belajar maka tingkat partisipasi peserta akan dapat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan suatu proses belajar pada diri seorang manusia. Semakin tinggi tingkat partisipasi peserta berarti proses belajar pada diri para peserta juga akan semakin meningkat. 2. Menggunakan Nilai Tes Dilakukan sebelum, selama dan sesudah peserta mengikuti program pelatihan dan pengembangan. Dalam cara evaluasi ini, bentuk dan materi test yang diberikan biasanya dibuat sama, sehingga dapat diikuti perkembangan dari kemampuan pesertanya. 3. Mengukur Prestasi Kerja Pengukuran ini dilakukan setelah peserta kembali pada unit kerjanya masingmasing. Dengan membandingkan hasil penilaian prestasi kerja sebelum dan sesudah mengikuti pelatihan dan pengembangan, akan diketahui perkembangan kemampuan dari peserta tersebut. 4. Mengukur dan Membandingkan Eksperimental Group dengan Control Group. Evaluasi ini dilakukan dengan membandingkan kemampuan atau prestasi kerja antara para peserta pelatihan dan pengembangan sebagai eksperimental group. Dengan tenaga kerja lain yang tidak mengikuti pelatihan dan pengembangan sebagai control groupnya. Pengukuran kemampuan atau prestasinya dapat dilakukan dengan melihat hasil penilaian prestasi kerja yang biasa dilakukan dalam organisasi secara periodic. 2.4 Prestasi Kerja 2.4.1 Pengertian Prestasi Kerja Yang dimaksudkan dengan prestasi kerja disini adalah hasil kerja, yaitu kemampuan dan kecakapan pekerjaan-pekerjaan pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan atau ditugaskan kepadanya dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Prestasi kerja dari para pekerja ini ada yang dapat diukur hasilnya ada pula yang sukar diukur hasilnya. Tinggi rendahnya prestasi kerja sangat ditentukan oleh individu-individu atau orang-orang yang melaksanakannya. Ada beberapa pengertian prestasi kerja, yaitu: Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:105) mengemukakan bahwa prestasi kerja sebagai berikut: “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu’. Menurut Sondang P. Siagian (2001:223) mengemukakan bahwa: “Prestasi kerja merupakan suatu nilai umpan balik dari aktivitas kerja yang menggambarkan tentang berbagai hal seperti kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensi kerja karyawan yang pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana dan pengembangan karir”. Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan bahwa berhasil atau tidaknya seseorang atau sekelompok orang mengemban tugas yang dipercayakan kepadanya. Prestasi kerja yang buruk tidak akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan perusahaan, oleh karena itu perlu sekali adanya suatu ukuran yang jelas terhadap prestasi kerja karyawan untuk mengetahui sudah sampai mana perkembangan karyawan tersebut. 2.4.2 Pengertian Penilaian Prestasi Kerja Setelah karyawan diterima, ditempatkan dan dipekerjakan maka tugas manajer sumber daya manusia selanjutnya adalah melakukan penilaian prestasi kerja dari karyawan tersebut. Penilaian prestasi ini mutlak dilakukan untuk mengetahui prestasi yang dicapai oleh setiap karyawan. Apakah prestasi yang dicapai oleh karyawan itu baik, sedang atau kurang. Penilaian prestasi ini akan berguna untuk kedua belah pihak, baik karyawan maupun bagi perusahaan itu sendiri. Bagi karyawan penilaian prestasi ini adalah masukan yang berguna untuk menunjukkan bagaimana kemampuannya dan kekurangannya dalam melakukan pekerjaan. Dengan demikian karyawan akan termotivasi atau terdorong untuk memperbaiki diri dan mengambil langkah-langkah perbaikan yang di perlukan untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya dan akan berguna untuk meningkatkan prestasi kerja. Bagi perusahaan hasil penilaian prestasi kerja karyawan berguna sebagai dasar pengambilan keputusan, promosi, pelatihan dan lain-lain. Berikut ini akan dikemukakan pengertian penilaian prestasi kerja menurut beberapa ahli: Menurut pendapat Andrew F. Sikula yang dikutip dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia oleh Malayu S.P Hasibuan (2003:105) mengemukakan bahwa: “Penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk pengembangan”. Menurut pendapat Yoder yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan (2002:88) mengemukakan: “Penilaian prestasi kerja merupakan prosedur yang formal dilakukan didalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan serta kepentingan pegawai”. Berdasarkan pengertian di atas di ambil kesimpulan bahwa penilaian prestasi kerja adalah proses evaluasi yang tertuang dalam laporan-laporan guna untuk pengembangan karyawan selanjutnya, perusahaan mengevaluasi dan menialai kemampuan dan kecakapan pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan yang dibebankan kepadanya dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki, sehingga dengan penilaian maka perusahaan dapat mengukur, memperbaiki dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. 2.4.3 Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja Menurut T. Hani Handoko (2001:135) kegunaan prestasi kerja karyawan adalah: 1. Perbaikan Prestasi Kerja Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka untuk memperbaiki prestasi. 2. Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi Evaluasi prestasi kerja membantu para manajer mengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya. 3. Keputusan-keputusan Penempatan Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja pada masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu. 4. Kebutuhan-kebutuhan Latihan Prestasi kerja yang jelek mungkin kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang dikembangkan. 5. Perencanaa dan Pengembangan Karier Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier tertentu yang harus diteliti. 6. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan staffing departem personalia. 7. Ketidak-akuratan Internasional Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam informasi, seperti analisis, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain. Sistem informasi yang tidak akurat dapat menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat. 8. Kesalahan-kesalahan Desain Kerja Prestasi kerja yang jelek mungkin suatu tanda kesalahan dalam mendesain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnose kesalahan-kesalahan tersebut. 9. Kesempatan Kerja yangAdil Penilaian prestasi kerja secara akurat dan menjamin keputusan-keputusan penempatan interval tanpa diskriminasi. 10. Tantangan-tantangan Interval Kadang-kadang prestasi kerja factor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti keluarga, kesalahan, kondisi financial atau masalah-masalah pribadi lainnya. Dengan penilaian prestasi, departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan. 2.4.4 Metode Penilaian Prestasi Penilaian prestasi kerja dalam suatu organisasi mencakup beberapa hal. Hal utama dalam penilaian prestasi kerja ini mencakup beberapa criteria yang ada hubungannya dengan pelaksanaan kerja. Berdasarkan Malayu S.P Hasibuan (2003:108) penilaian prestasi kerja pada umumnya dikelompokkan menjadi dua macam yaitu: 1. Metode penilaian berorientasi masa lalu Penilaian prestasi kerja pada umumnya berorientasi kepada masa lalu, artinya penilaian prestasi kerja seorang karyawan berdasarkan hasil yang telah dicapai karyawan selam ini. Metode ini mempunyai kelebihan dalam hal perlakuan terhadap pekerjaan yang telah terjadi dan sampai derajat tertentu dapat di ukur. Dengan mengevaluasi prestasi kerja yang terjadi, para karyawan akan memperoleh umpan balik terhadap pekerjaan mereka dan dapat digunakan untuk perbaiki prestasi mereka. Teknik-teknik penilaian prestasi kerja antara lain: a. Rating scale Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau supervisor untuk mengukur karakteristik. b. Employee Comparation Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya, terbagi atas beberapa sub kelompok, yaitu: 1. Alternation Ranking Metode ii merupakan penilaian dengan dua cara menurut peringkat (ranking) karyawan dimulai dari yang terendah sampai yang tertinggi atau dari bawahan sampai yang tertinggi dan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya. 2. Paired Comparation Metode ini adalah penilaian dengan cara seorang karyawan dibandingkan dengan seluruh karyawan yang lainnya, sehingga berbagi alternative keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat digunakan untuk jumlah karyawan yang sedikit. 3. Forced Comparation Metode ini sama dengan paired comparation tetapi digunakan untuk jumlah karyawan yang banyak. Pada metode ini suatu definisi yang jelas untuk setiap kategori yang telah dibuat dengan seksama. c. Checklist Dengan metode ini penilaian sebenarnya tidak menilai tetapi hanya memberikan informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian personalia. Penilaian tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik setiap individu karyawan, baru melaporkannya kepada bagian personalia untuk menetapkan bobot nilai, indeks nilai dan kebijaksanaan selanjutnya bagi karyawan yang bersangkutan. d. Freeform Essay Metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang berkenan dengan karyawan yang sedang dinilainya. e. Critical Incident Metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukkan kedalam buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah laku bawahannya. 2. Metode Berorientasi Masa Depan Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam menialai prestasi karyawan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan: a. Assement Centre Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai khusus. Tim penilai khususu ini bisa dari luar, dari dalam maupun kombinasi dari luar dan dalam. Pembentukan tim ini harus lebih baik, sehingga penilaian lebih objektif dan indeks prestasi yang diperoleh sesuai dengan fakta atau kenyataan dari setiap individu karyawan yang dinilai. b. Management By Objective (MBO) Dalam metode ini karyawan langsunga diikutsertakan dalam perumusan dan pemutusan dengan memperhatikan kemampuan bawahan dalam menentukan sasarannya masing-masing yang ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan. c. Human Aset Marketing Dalam metode ini factor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka panjang sehingga sumber tenaga kerja dinilai dengan cara membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi keberhasilan perusahaan. 2.4.5 Indikator-indikator Penilaian Prestasi Kerja Dalam melakukan suatu penialaian prestasi kerja karyawan diperlukan sebagai tolak ukur dan tolak ukur tersebut adalah sebuah standar yang dapat sianggap sebagai pengukur yang ditetapkan, sesuatu yang harus diusahakan, sebuah model untuk diperbandingkan, suatu alat untuk membandingkan antara satu hal dengan hal lainnya. Dengan disebut “standarisasi” yakni penentuan dan penggunaan berbagai ukuran, tipe dan gaya tertentu berdasarkan suatu komposisi standar yang telah ditentukan. Dalam penilaian penyelesaian uraian pekerjaan, penialaian menggunakan standar sebagai alat ukur hasil yang dicapai dan perilaku yang dilakukan baik di dalam mauoun di luar pekerjaan karyawan. Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:106) indicator-indikator prestasi kerja adalah: 1. Kesetiaan Merupakan perwujudan seseorang yang setia terhadap pekerjaannya dantidak mempunyai pikiran untuk meninggalkan perusahaan. 2. Dedikasi Merupakan pengabdian seorang karyawan kepada perusahaan dalam rangka mencapai tujuan bersama. 3. Kreatifitas Dilihat dari kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitasnya dalam melakukan pekerjaanya sehingga bekerja lebih berdaya guna berhasil guna. 4. Partisipasi Karyawan Kerja baik atau kualitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya, penilai menilai kemampuan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaannya serta memberikan masukan-masukan yang dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. 5. Kualitas Kerja Untuk menilai prestasi kerja seseorang dapat dilihat dari kualitas kerjanya, apakah menjadi lebih baik, tetap atau malah menurun. 2.5 Hubungan Antara Pelatihan Dengan Prestasi Kerja Sumber daya manusia yang dimiliki suatu perusahaan merupakan factor yang menentukan tercapai atau tidaknya suatu tujuan perusahaan. Agar tujuan perusahaan dapat tercapai maka dibutuhkan tenaga-tenaga kerja yang dapat bekerja secara efektif pada perusahaan dimana mereka bekerja. Dengan kata lain perusahaan sangat membutuhkan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik agar perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan yang sejenis lainnya. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan akan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik adalah dengan jalan menyelenggarakan pelatihan. Pelatihan merupakan elemen utama dalam proses pengembangan karyawan. Pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan tersebut dalam melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya sehingga prestasi karyawan akan meningkat. Berikut pendapat dari John Soeprihanto (2001:85), yaitu senada mengenai pelatihan: “Pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mendapatkan program pelatihan maka karyawan akan dapat semakin meningkat prestasi kerjanya. Pelatihan diberikan baik untuk karyawan baru dan karyawan lama. Melalui pelatihan, karyawan baru dapat mengetahui apa yang menjadi tujuan perusahaan dan apa saja kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan tersebut. Pada akhirnya mereka dapat diharapkan bekerja dengan baik dan memiliki prestasi kerja yang baik pula. Adapun bagi karyawan lama, pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki kerja mereka, karena dianggap sudah mengetahui apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Dengan bekerja secara lebih baik tentunya prestasi kerja karyawan lama akan menjadi lebih baik pula. Demikian bahwa program pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan dapat menunjang peningkatan prestasi kerja karyawan, baik karyawan baru maupun karyawan lama. Pada akhirnya diharapkan akan menjawab pada pencapaian tujuan perusahaan.