Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari ilmu
manajemen. Sebelum memulai pembahasan mengenai manajemen sumber daya
manusia, sekilas tentang manajemen secara garis besar akan sangat membantu.
2.1
Pengertian Manajemen
Manusia merupakan mahluk social yang memerlukan interaksi dengan
lingkungannya. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari
kehidupan berkelompok. Baik secara langsung maupun tidak langsung manusia
harus selalu berhubungan dengan orang lain, baik hubungan fisik, biologis dan
social.
Hubungan-hubungan tadi menimbulkan kerjasama yang kemudian
melahirkan berbagai bentuk organisasi. Organisasi merupakan suatu sistem social
dari berbagai individu yang memiliki berbagai macam tingkah laku, harapan,
motivasi dan pandangan yang berbeda dalam usaha mencapai tujuan yang telah
ditetapkan bersama. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka diperlukan suatu
alat yang dapat mengkoordinasikan perilaku dan tindakan tersebut. Alat untuk
mengatur dan mengelolanya adalah manajemen.
Manajemen adalah proses kegiatan yang terdiri dari fungsi-fungsi
manajemen untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya melalui orang lain. Manajemen merupakan alat untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Manajemen yang baik akan memudahkan terwujudnya
tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat.
Terdapat banyak definisi atau pengertian mengenai Manajemen seperti
yang dikemukakan oleh beberapa para ahli Manajemen, dimana dalam
memberikan pendapatnya tidak sama, tetapi pada dasarnya memiliki kesimpulan
yang serupa. Berikut ini adalah beberapa definisi tentang Manajemen dari
beberapa para ahli yaitu:
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003 : 1), menyatakan bahwa
manajemen adalah sebagai berikut :
“Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan
sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”.
Sedangkan menurut Mutiara S. Panggabean (2002 : 1), mengemukakan
bahwa :
“Manajemen adalah suatu proses yang terjadi dari atas fungsi-fungsi
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian sumber
daya lainnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara
efisien”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa manajemen adalah suatu proses dimana didalam proses tersebut terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian dikoordinasikan
dengan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya seperti material, mesin,
dan modal untuk melaksanakan kegiatan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
perusahaan.
2.2
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Secara harafiah manajemen sumber daya manusia mengandung pengertian
yang merupakan paduan dari pengertian manajemen dan pengertian sumber daya
manusia. Manajemen mengandung pengertian secara sederhana sebagai suatu
proses pencapaian tujuan yang dilakukan dengan menggunakan bantuan sumber
daya (orang lain) yang tersedia.
Secara makro sumber daya manusia merupakan keseluruhan potensi
tenaga kerja yang terdapat didalam suatu Negara, jadi menggambarkan jumlah
angkatan kerja dari suatu Negara atau Daerah. Secara mikro, sumber daya
manusia merupakan golongan masyarakat yang memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan bekerja pada suatu unit kerja organisasi tertentu baik pemerintah maupun
swasta. Jadi dalam pengertian sumber daya manusia ini tercakup semua unsure
yang dimiliki, seperti energy, bakat, keterampilan, kondisi fisik dan mental
manusia dapat digunakan untuk berproduksi.
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai pengertian Manajemen
Sumber Daya Manusia, berikut penulis mengemukakan beberapa pendapat dari
para ahli :
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:10) mengemukakan bahwa :
“Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur
hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien
membantu
terwujudnya
tujuan
perusahaan,
karyawan,
dan
masyarakat”.
Sedangkan menurut pendapat lain mengenai manajemen sumber daya
manusia yang dikemukakan oleh Bambang Wahyudi (2002:1) menyatakan
bahwa :
“Manajemen sumber daya manusia adalah Ilmu dan seni atau
memproses,
memperoleh,
memajukan
atau
mengembangkan,
memelihara tenaga kerja yang kompeten sedemikian rupa sehingga
tujuan organisasi dapat tercapai dengan efisien dan ada kepuasan
pada diri pribadi”.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa manajemen sumber daya manusia mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi
manajerial dan fungsi operasional, melalui kedua fungsi ini, kegiatan manajemen
sumber daya manusia mengusahakan agar tujuan individual, organisasi maupun
masyarakat dapat dicapai.
2.2.2
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia secara tepat sangatlah sulit
untuk dirumuskan karena sikapnya bervariasi tergantung pada tahapan
perkembangan yang terjadi pada masing-masing organisasi. Tujuan utama
Manajemen Sumber Daya Manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi
Sumber Daya Manusia (karyawan) terhadap organisasi yang bersangkutan. Hal ini
dapat dipahami bahwa semua kegiatan organisasi dalam mencapai misi dan
tujuannya adalah sangat tergantung kepada yang mengelola organisasi itu. Oleh
sebab itu Sumber Daya Manusia (karyawan) tersebut harus dikelola sedemikian
rupa sehinga berdaya guna dan berhasil guna mencapai misi dan tujuan organisasi.
Menurut Siagian (2000;29), tujuan ini dijabarkan ke dalam empat tujuan
Manajemen Sumber Daya Manusia antara lain :
1. Tujuan Masyarakat (Societal objectives)
Untuk bertanggung jawab secara social dalam hal kebutuhan dan tantangan
yang timbul dari masyarakat. Suatu organisasi yang berada ditengah-tengah
masyarakat diharapkan membawa manfaat atau keuntungan bagi masyarakat.
Oleh sebab itu suatu organisasi mempunyai tanggung jawab dalam mengelola
sumber daya manusia agar tidak mempunyai dampak negative terhadap
masyarakat.
2. Tujuan Organisasi (Organizational objectives)
Untuk mengenal bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada, perlu
memberikan
kontribusi
terhadap
pendayagunaan
organisasi
secara
keseluruhan. Manajemen sumber daya manusia bukanlah tujuan dan akhir dari
suatu proses melainkan suatu perangkat atau alat untuk membantu tercapainya
tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh karena itu unit atau bagian
manajemen sumber daya manusia di suatu organisasi diadakan untuk melayani
bagian-bagian lain operasional tersebut.
3. Tujuan Fungsi (Functional objectives)
Untuk memelihara kontribusi bagian-bagian lain agar sumber daya manusia
dalam setiap bagian dapat melaksanakan tugasnya secara optimal, dengan kata
lain sumber daya atau Karyawan dalam organisasi itu menjalankan fungsinya
dengan baik.
4. Tujuan Personal (Personal objectives)
Untuk membantu Karyawan dalam mencapai tujuan-tujuan pribadinya dalam
peningkatan pencapaian tujuan organisasi. Tujuan-tujuan pribadi karyawan
seharusnya dipenuhi dan ini motivasi bagi Karyawan tersebut.
2.2.3
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan salah satu factor
penting bagi setiap manajer. Hal ini disebabkan masalah sumber daya manusia,
personalia tenaga kerja atau kepegawaian tidaklah hanya menyangkut bagian
personalian saja, tetapi menyangkut setiap bagian dari organisasi. Yang dimaksud
fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia disini adalah serangkaian aktivitasaktivitas atau tugas-tugas yang akan dilakukan dalam bidang sumber daya
manusia dari pengadaan sampai pemutusan hubungan kerja dalam usaha yang
telah ditentukan. Sesuai dengan pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia di
atas, maka kegiatan pengelolaan sumber daya manusia dalam suatu organisasi
memiliki fungsi pokok dan fungsi operasional.
Definisi lengkap dari manajemen sumber daya manusia harus mengkaitkan
fungsi-fungsi pokok manajemen dan fungsi-fungsi Operasional sumber daya
manusia.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:21-23) adalah sebagai berikut :
A. Fungsi-Fungsi pokok Manajerial, terdiri dari :
1. Fungsi Perencanaan
Yaitu melaksanakan tugas dalam perencanaan kebutuhan, pengembangan,
pemeliharaan sumber daya manusia. Para manajer yang efektif menyadari
bahwa bagian terbesar dari waktu mereka harus sediakan untuk perencanaan.
Bagi manajer personalia, perencanaan berarti penentuan program personalia
yang akan membantu tercapainya sasaran yang telah di susun oleh perusahaan
tersebut.
Dengan kata lain, proses penentuan sasaran akan melibatkan partisipasi aktif
dan penuh kesadaran dari manajer personalia, dengan keahliannya dalam
bidang manajemen sumber daya manusia.
2. Fungsi Pengorganisasian
Yaitu menyusun suatu organisasi dengan mendesain struktur dan hubungan
antara tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh tenaga kerja yang dipersiakan.
Apabila serangkaian tindakan telah di tentukan, organisasi harus di susun
untuk melaksanakannya. Organisasi adalah alat untuk mencapai tujuan. Jika
telah ditentukan bahwa fungsi bahwa fungsi-fungsi personalia tertentu akan
membantu kea rah tercapainya sasaran perusahaan, maka manajer personalia
harus menyusun suatu organisasi dengan merancang struktur hubungan antara
pekerjaan, personalia dan faktor-faktor fisik.
3. Fungsi Pengarahan
Yaitu memberikan dorongan untuk menciptakan kemauan kerja yang
dilaksanakan secar efektif dan efisien.
Banyak sekali kesuliatan yang dihadapi dalam menyuruh orang untuk bekerja
dengan kemauan dan efektif, walaupun tingkat kesulitan itu tentu bermacammacam.
4. Fungsi Pengendalian
Yaitu melakukan pengukuran-pengukuran antara kegiatan yang dilakukan
dengan standar-standar yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga
kerja.
B. Fungsi Operational terdiri dari :
1. Fungsi Pengadaan
Yaitu kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan dan memenuhi
kebutuhan akan sumber daya manusia, baik secara kuantitatif dan kualitatif.
2. Fungsi Pengembangan
Yaitu kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan
kemampuan sumber daya manusia yang telah dimiliki, sehingga tidak akan
tertinggal oleh perkembangan serta ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Fungsi Pemeliharaan
Yaitu kegiatan ini ditujukan untuk memelihara kebutuhan sumber daya
manusia yang dimiliki. Wujudnya adalah tumbuh rasa betah dan mempunyai
kemampuan untuk bekerja yang sebaik-baiknya pada organisasi.
4. Fungsi Kompensasi
Yaitu fungsi yang dirumuskan sebagai balas jasa yang memadai dan layak
kepada personalia untuk sumbangan mereka kepada tujuan organisasi.
5. Fungsi Integrasi
Ialah setelah karyawan diperoleh, dikembangkan dan diberi kompensasi secara
layak, maka selanjutnya adalah melakukan integrasi yang merupakan suatu
usaha untuk menghasilkan suatu kecocokan yang layak atas kepentingankepentingan individu, masyarakat dan organisasi.
6. Fungsi Pemisahan
Yaitu jika fungsi pertama manajemen sumber daya manusia adalah untuk
mendapatkan karyawan adalah logis bahwa fungsi terakhir ditujukan untuk
memisahkan dan mengembalikan orang-orang tersebut kepada masyarakat.
Organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pemisahan sesuai
dengan persyaratan-persyaratan yang telah di tentukan, yang menjamin bahwa
warga masyarakat yang di kembalikan itu berada dalam keadaan sebaik
mungkin.
Dengan adanya fungsi-fungsi Manajemen dan fungsi-fungsi Operasional
di atas, dapat dikatakan bahwa pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut diarahkan pada
optimalisasi bagi kedua belah pihak dalam suatu organisasi. Dimana suatu
organisasi dapat bekerja sama dalam kondisi yang dapat mendorong setiap
karyawan untuk memberikan sumbangan sebaik mungkin bagi efektivitas suatu
organisasi.
Dari fungsi-fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia di atas, disini dapat
dijelaskan bahwa fungsi manajemen dan fungsi operational sangatlah terlihat
adanya suatu perbedaan dari keduanya, yaitu fungsi manajemen lebih
memperhatikan akan kebutuhan para karyawan dan tuntutan masyarakat luas,
sedangkan fungsi operational lebih memperlihatkan kepentingan perusahaan yang
mana oerusahaan tersebut dituntut mampu dalam mengelola sumber daya manusia
yang dimiliki perusahaan.
Jadi dari kedua fungsi di atas, dapat terlihat perbedaannya, dengan
perbedaan-perbedaan tersebut fungsi manajemen sumber daya manusia serta
peranannya
merupakan
tugas
utama
yang
harus
dilaksanakan
dalam
menyelenggarakan seluruh aktivitas pengelolaan sumber daya manusia dan untuk
mempertemukan ketiga kekuasaan utama, yaitu perusahaan, karyawan, dan
masyarakat menuju tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan.
2.3
Pelatihan
2.3.1
Pengertian Pelatihan
Dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja, Perusahaan akan berusaha
mendapatkan tenaga kerja yang paling tepat sesuai dengan persyaratan yang
sesuai dengan yang telah ditetapkan untuk memangku suatu jabatan tertentu,
namun tidak seorangpun mampu melaksanakan tugas dengan baik dan lancer
tanpa mengetahui jenis dan sikap pekerjaan yang akan dihadapinya bahkan untuk
jenis pekerjaan yang bersifat sederhanapun kadang seseorang juga mengalami
kesulitan untuk melaksanakannya dengan baik dan lancer. Oleh karena itu
pelatihan perlu dilaksanakan oleh setiap Perusahaan secara berkesinambungan
agar tenaga kerja terutama karyawan baru maupun lama yang dimiliki Perusahaan
berkualitas mempunyai keahlian dan keterampilan yang sesuai dengan yang
dituntut pekerjaannya. Untuk itu kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai
pelatihan.
Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai pelatihan. Menurut B.
Siswanto Sastrohadiwiryo (2003:199) mengemukakan bahwa pelatihan sebagai
berikut:
“Pelatihan adalah bagian dari pendidikan yang menyangkut proses
belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar
sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relative singkat,
dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek dari pada
teori”.
Sedangkan menurut Soebagio Atmodiwirio (2002:35) mengemukakan
bahwa:
“Pelatihan adalah pembelajaran yang dipersiapkan agar pelaksanaan
pekerjaan sekarang meningkat (kinerjanya)”.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan
(training) adalah suatu kegiatan penyediaan karyawan dari suatu perusahaan
dengan keahlian-keahlian tertentu melalui proses sistematik pengubahan perilaku
para karyawan untuk menambah pengetahuan dan ketrampilan karyawan baru
maupun karyawan lama agar mereka dapat mengerjakan pekerjaan mereka dengan
baik sesuai dengan kebutuhan perusahaan yang bersangkutan.
2.3.2
Tujuan Pelatihan
Sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa pelatihan mempunyai
tujuan dan manfaat bagi perusahaan, karyawan, dan konsumen atau masyarakat
yang mengkonsumsi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut.
Oleh karena itu untuk meningkatkan kemampuan dan mengembangkan
pengetahuan maupun sikap karyawan terhadap tugas-tugasnya.
Menurut Bambang Wahyudi (2002:134), tujuan pelatihan dibagi menjadi
tujuan umum dan tujuan khusus. Sebagai tujuan umum, suatu program pelatihan
yang dilaksanakan harus diarahkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi
kerja.
Untuk mencapai tujuan umum tersebut perusahaan harus terlebih dahulu
mewujudkan tujuan khusus perusahaan, yaitu yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebagai dasar dilaksanakannya program pelatihan bagi karyawan yang
berprinsip pada peningkatan efektivitas dan efisiensi.
Adapun tujuan khusus dari suatu program pelatihan menurut Bambang Wahyudi
(2002:136) adalah :
1. Meningkatkan Produktivitas
Pelatihan tidak hanya ditujukan untuk tenaga kerja yang masih baru saja,
tetapi juga tenaga kerja lama. Ini dimaksudkan untuk membantu
meningkatkan
kemampuan
tenaga
kerja
yang
bersangkutan
dalam
melaksanakan tugasnya.
2. Meningkatkan Kualitas
Dengan diselenggarakannya program pelatihan, yang dapat diperbaiki tidak
hanya kualitas produksi, tetapi juga akan memperkecil kemungkinan
dilakukannya kesalahan oleh para tenaga kerja, sehingga kualitas output akan
tetap terjaga dan bahkan mungkin meningkat.
3. Meningkatkan Mutu Perencanaan Tenaga Kerja
Dengan pelatihan akan memudahkan pekerja untuk mengisi lowongan jabatan
dalam organisasi, sehingga perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan dengan
sebaik-baiknya.
4. Meningkatkan Semangat Tenaga Kerja
Program pelatihan akan memperbaiki iklim dan mengurangi keteganganketegangan yang terjadi di dalam organisasi, sehingga akan menimbulkan
reaksi dari tenaga kerja yang bersangkutan.
5. Sebagai Balas Jasa Tidak Langsung
Dengan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk mengikuti pelatihan
dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa kepada tenaga kerja yang
bersangkutan atas prestasinya di masa lalu, karena dengan mengikuti pelatihan
berarti tenaga kerja tersebut berkesempatan untuk mengembangkan dirinya.
6. Meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Pelatihan yang baik dapat mencegah atau mengurangi terjadinya kecelakaan
kerja didalam organisasi, sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang
lebih aman dan memberikan ketenangan serta stabilitas pada sikap mental
tenaga kerja.
7. Mencegah Kadaluwarsa
Pelatihan dapat mendorong inisiatif dan kreativitas tenaga kerja, sehingga
dapat mencegah terjadinya sifat kadaluwarsa. Sifat kadaluwarsa seorang
tenaga kerja akan terjadi bila kemampuan yang dimilikinya tertinggal oleh
kemampuan yang diperlukan sesuai dengan perkembangan teknologi.
8. Kesempatan Pengembangan Diri
Program pelatihan akan memberikan kesempatan bagi seorang tenaga kerja
untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
kemampuannya,
termasuk
meningkatkan kepribadiannya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dilakukan pelatihan
oleh perusahaan kepada karyawannya adalah mengembangkan keahlian.
Pengetahuan dan sikap karyawan sehingga mereka dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan efektif dan efisien. Program pelatihan selain memberikan
keuntungan kepada karyawan yang bersangkutan. Pada akhirnya juga akan
memberikan keuntungan kepada perusahaan.
2.3.3
Tahap-tahap Pelatihan
Menurut Gomes (2000;204) terdapat tiga tahap utama dalam pelatihan,
yaitu:
1. Penentuan Kebutuhan Pelatihan (Assessing Training Needs)
Adalah lebih sulit untuk menilai kebutuhan-kebutuhan pelatihan bagi para
Karyawan yang ada dari pada mengorientasikan para karyawan baru, dari
satu segi, kedua-duanya sama. Tujuan penentuan kebutuhan pelatihan ini
adalah untuk mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang relevan
guna
mengetahui
dan
menentukan
apakah
perlu
atau
tidak
dilaksanakannya program pelatihan dalam perusahaan tersebut. Jika perlu
dilaksanakan pelatihan maka pengetahuan khusus yang bagaimana,
kemampuan-kemampuan seperti apa, kecakap-kecakapan jenis apa dan
karakteristik-karakteristik lainnya yang bagaimana harus diberikan kepada
para peserta selama pelatihan tersebut.
Dengan kata lain pada tahap ini terdapat tiga macam kebutuhan akan
pelatihan, yaitu:
a. General treatment need, yaitu penilaian kebutuhan pelatihan bagi
semua pegawai dalam suatu klasifikasi pekerjaan tanpa memperhatikan
data mengenai kinerja dari seorang karyawan tertentu.
b. Obsevable performance discrepancies, yaitu penilaian kebutuhan
pelatihan yang disadarkan pada hasil pengamatan terhadap berbagai
permasalahan, wawancara, daftar pertanyaan dan evaluasi atau
penilaian kinerja dan dengan syarat meminta para karyawan
mengawasi sendiri hasil kerjanya.
c. Future human resources need, jenis pelatihan ini tidak berkaitan
dengan ketidaksesuaian kinerja, tetapi tidak berkaitan dengan
keperluan sumber daya manusia untuk masa yang akan datang.
2. Mendesain Program Pelatihan (Designing a Training Program)
Sebenarnya program perpomansi bias diatas melalui perubahan dalam
system feedback, seleksi, Imbalan dan juga melalui pelatihan. Jika
pelatihan merupakan solusi terbaik maka para manajer atau supervisor
harus memutuskan program yang tepat dan yang bagaimana harus
dijalankan. Ketetapan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan
yang hendak dicapai. Identifikasi mengenai apa yang diinginkan agar
karyawan mengetahui apa yang harus dilakukan. Terdapat dua jenis
sasaran pelatihan, yaitu Knowledge-centered objectives dan performancecentered objectives. Pada jenis pertama, biasanya berkaitan dengan
penambahan pengetahuan atau perubahan sikap. Sedangkan jenis yang
kedua mencangkup syarat-syarat khusus yang berkisar pada metode atau
teknik, syarat-syarat penilaian, perhitungan, perbaikan dan lain-lain.
3. Evaluasi Efektivitas Program Pelatihan (Evaluating Training Program
Effectiveness)
Supaya efektif, pelatihan harus merupakan solusi tepat bagi permasalahan
perusahaan, yaitu pelatihan tersebut harus dimaksudkan untuk menambah
kemampuan baik operational maupun strategis. Untuk meningkatkan
usaha belajarnya, para karyawan harus menyadari perlunya perolehan
informasi baru atau mempelajari keterampilan-keterampilan baru da
keinginan untuk belajar harus dipersiapkan guna menghadapi tugas-tugas
dimasa yang akan datang. Apa saja standar kinerja yang telah ditetapkan,
para karyawan tidak harus dikecewakan oleh pelatih yang menuntut terlalu
banyak atau terlalu sedikit. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menguji
apakah pelatihan tersebut efektif dalam mencapai sasaran-sasarannya yang
telah ditetapkan.
2.3.4
Prinsip-Prinsip Pelatihan
Agar pelatihan dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil maka
diperlukan prinsip-prinsip pelatihan sebagai pedoman pelaksanaannya, sehingga
proses pelatihan dapat berjalan dengan lancar. Heidjracnan dan Husan
(2000;75), mengemukakan prinsip-prinsip pelatihan yang terdiri dari:
1. Individual Differences
Dalam merencanakan dan melaksanakan suatu pelatihan harus mengetahui
bermacam-macam perbedaan perseorangan dari peserta pelatihan baik
dalam latar belakang pendidikan, pengalaman, maupun keinginan. Hal ini
perlu agar pelatihan benar-benar dapat memberikan manfaat yang lebih
besar.
2. Relation To Job Analysis
Job analisis harus menunjukkan pengetahuan dan kecakapan sebagaimana
diperlukan oleh masing-masing jabatan. Oleh karena itu pelatihan harus
dihubungkan dengan job analisis yang kelak akan dipangku para peserta
pelatihan.
3. Motivation (motivasi)
Semakin tinggi motivasi seorang karyawan, semakin cepat ia akan
mempelajari keterampilan dan pengetahuan baru tersebut. Pelatihan
haruslah dihubungkan dengan tujuan yang ingin dicapai oleh para
karyawan seperti upah yang lebih baik, posisi jabatan yang lebih baik, dan
lain-lain.
4. Active Participation (partisipasi aktif)
Didalam pelatihan peserta harus turut aktif mengambil bagian dalam
pembicaraan sehingga mungkin dapat menambah minat dan motivasi
mereka.
5. Selection of Trainess (seleksi peserta)
Diantara peserta pelatihan terdapat perbedaan baik dalam latar belakang
pendidikan, pengalaman, maupun keinginan untuk menjaga agar
perbedaan tidak terlalu besar, maka calon peserta pelatihan harus diseleksi.
Pelatihan sebaiknya diberikan pada mereka yang berminat dan
berkemauan mengikuti pelatihan agar berhasil.
6. Selection of Traineer (seleksi pelatih)
Salah satu asas yang penting dalam pelatihan adalah tersedianya tenaga
pelatih yang terdidik, berminat dan mempunyai kesanggupan mengajar
sehingga pelatihan pengajar juga harus pula orang yang diseleksi.
7. Trainer Trainning (pelatihan terhadap pelatih)
Para pelatih dalam pelatihan harus sudah mendapat pelatihan khusus untuk
menjadi tenaga kerja pelatih, harus diingat bahwa tidak semua orang yang
pandai dalam bidang tertentu dapat mengajarkan kepandaiannya kepada
orang lain.
8. Trainning Methods (metode pelatihan)
Harus ada metode pelatihan yang cocok untuk jenis pelatihan yang
diberikan
kepadanya
program
pelatihan
memberikan pelatihan.
9. Principles of Learning (prinsip belajar)
harus
ditetapkan
dalam
Para pelatih harus mengetahui pentingnya mencegah kekacauan dari yang
sederhana sampai yang sulit, dari yang tidak diketahui sampai pada yang
diketahui.
Dari pendapat yang dikemukakan diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa prinsip pelatihan sebagai bentuk investasi yang digunakan oleh perusahaan
yang ingin berkembang.
2.3.5
Jenis-jenis Pelatihan
Jenis pelatihan yang sejauh ini dikenal banyak tergantung pada cara dan
sasaran yang dicapai pelatihan itu sendiri.
Jenis pelatihan yang dilaksanakan menurut Poernomo (2000;77) dapat
dibagi menjadi 5 (lima) macam, yaitu:
1. Pendidikan Dasar
Merupakan pendidikan yang diisyaratkan sebelum seseorang masuk dalam
corp personalia dalam roda organisasi dari suatu bentuk usaha.
2. Pendidikan Tambahan
Dinamakan pula up grading atau kursus aplikasi.
3. Pendidikan Penyegar
Bertujuan menyegarkan kembali pengertian-pengertian dan pengetahuan
yang telah silam dan ada hubungannya dalam pelaksanaan tugas.
4. Pelatihan-pelatihan dalam Perusahaan
Merupakan
pelatihan-pelatihan
yang
diadakan
dalam
rangka
memperlancar gerak roda Perusahaan, meliputi:
a. Pelatihan Instruksi (job instruction training)
Yaitu melatih cara-cara yang tepat untuk memberikan instruksi baik
bagi tenaga kerja baru maupun tenaga kerja lama dalam menghadapi
tugas-tugas baru.
b. Pelatihan Cara Kerja (job method training)
Yaitu melatih cara-cara kerja yang tepat dan menyempurnakan cara
kerja (job improvement training).
c. Pelatihan Hubungan Kerja (job relation training)
Yaitu melatih cara-cara hubungan kerja antara tenaga kerja dengan
pengawas pimpinan maupun antar karyawan.
5. Pelatihan Keterampilan
Yaitu untuk melatih keterampilan fisik bagi tenaga pelaksana.
Sedangkan menurut Hasibuan (2003;80) menyatakan jenis-jenis pelatihan
dikelompokkan atas:
a. Pengembangan secara informal
Yaitu karyawan atas keinginan sendiri melatih dan mengembangkan
dirinya dengan mempelajari buku-buku literature yang ada hubungannya
dengan pekerjaan atau jabatannya. Pengembangan secara informal
menunjukan bahwa karyawan tersebut berkeinginan keras untuk maju
dengan cara meningkatkan kemampuan kerjanya. Hal ini bermanfaat bagi
perusahaan karena prestasi kerja karyawan tersebut semakin besar dan
efisiensi produktifitasnya semakin baik.
b. Pengembangan secara formal
Yaitu karyawan ditugaskan oleh perusahaan untuk mengikuti pelatihan,
baik yang dilakukan maupun yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga
pendidikan dan pelatihan. Pengembangan secara formal ini dilakukan oleh
perusahaan karena sifatnya non karir maupun meningkatkan karir seorang
karyawan.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis pelatihan
beragam, dikelompokkan sesuai kebutuhan masing-masing perusahaan.
2.3.6
Metode-metode Pelatihan
Ada
bermacam-macam
dipergunakan
oleh
perusahaan
metode
dalam
mengenai
pelatihan
melaksanakan
yang
program
dapat
pelatihan.
Diantaranya menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:77) menjabarkan sebagai
berikut:
a. On The Job Training
Program on the job training menempatkan para karyawan yang
berpengalaman memperlihatkan pekerjaan dan trik-trik pekerjaan tersebut.
Pelatihan jenis ini ada 2 macam, yaitu:
1. Secara Informal
Disini para peserta pelatihan hanya disuruh untuk memperhatikan dan
mengawasi orang lain yang bekerja, kemudian dia mengikuti pekerjaan
tersebut.
2. Secara Formal
Disini para peserta langsung didampingi pekerja senior bersama-sama
melakukan pekerjaannya sehingga peserta harus memperhatikan
dengan sistematis dan cara melakukannya sesuai dengan yang
dilakukan seniornya.
b. Vestibule
Menurut metode ini kegiatan pelatihan dilakukan pada suatu tempat
khusus dan menggunakan peralatan-peralatan yang sama dengan yang
sebenarnya sehingga program ini tidak mengganggu peralatan-peralatan
yang sama dengan yang sebenarnya dan tidak mengganggu kegiatan
perusahaan sehari-hari.
c. Demonstration
Dalam metode ini penjelasan tentang cara pelaksanaan suatu pekerjaan
dilakukan dengan cara peragaan yang dilengkapi dengan alat tertentu.
Metode ini sangat efektif karena para peserta lebih mudah memahami dan
mengerti.
d. Simultan
Dalam metode simulasi, pelatihan diberikan dalam suatu tempat atau
suasana hampir sama dengan keadaan sebenarnya. Pelatihan dengan
metode ini cukup mahal karena biaya yang dibutuhkan untuk membuatnya
tidak sedikit.
e. Apprenticeship
Metode ini merupakan metode yang paling tua dan merupakan cara
melatih dengan metode-metode diluar on the job training. Dalam metode
ini kemungkinan seseorang untuk menjadi ahli dibidangnya memerlukan
waktu yang cukup lama, sehingga apabila kebutuhan tenaga ahli
mendesak, sulit bagi perusahaan tersebut untuk memperoleh dalam jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan.
f. Class Room Method
Pelatihan dilaksanakan di ruang kelas khusus tetapi adakalanya di daerah
pekerja yang sesungguhnya.
Class Room Method terdiri dari:
1. Lecture
Merupakan metode pelatihan yang diberikan oleh seorang instruktur
kepada kelompok yang cukup besar dalam suatu ruangan. Pada
umumnya metode terutama untuk memberikan tambahan pengetahuan
yang bersifat teoritis. Dalam metode ini penceramah menyampaikan
informasi secara lisan kepada peserta, komunikasi bersifat satu arah
yaitu penceramah.
2. Case Study
Studi kasus merupakan cara melatih peserta melalui maslah-masalah
yang dihadapi perusahaan, baik yang telah terjadi atau kadang terjadi
dalam kehidupan sehari-hari disajikan tertulis kepada peserta untuk
dianalisis dan dicarikan pemecahannya.
3. Conference
Dalam metode ini peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana
semua
anggota
didorong
untuk
mengambil
bagian
didalam
pembicaraan tentang masalah-masalah umum. Metode ini cukup baik
karena
mementingkan
kreatifitas
peserta
dalam
mengeluarkan
pendapat.
4. Role Playing
Metode ini pelatihan yang memaksa peserta untuk menghayati
identitas yang berbeda, sehingga peserta dapat menghargai toleransi
terhadap perbedaan-perbedaan individu.
5. Programmed Instruction
Merupakan pelatihan dengan menggunakan tahap-tahap tertentu
melalui pengendalian beberapa alat control elektronik, biasanya
computer. Pada setiap tahap diberikan buku petunjuk dan hasilnya
akan dievaluasi melalui alat control elektronik tersebut.
g. Order Trainning Method
Yang dimaksud disini adalah cara-cara yang selain disebutkan diatas atau
gabungan dari beberapa metode diatas.
2.3.7
Evaluasi Hasil Pelatihan
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu program pelatihan, perlu
dilakukan evaluasi setelah program tersebut dilaksanakan. Tujuan dari evaluasi ini
adalah untuk mengetahui apakah pelatihan yang telah dilaksanakan dapat
mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Bila masih terdapat
kekurangan-kekurangan daro program tersebut, maka dapat dilakukan perbaikan
sehingga dapat meningkatkan program pelatihan di masa yang akan datang.
Menurut Efendi Hiriangja (2002:190) evaluasi pelatihan dilihat dari efek
pelatihan dikaitkan dengan:
1. Reaksi Peserta Terhadap Isi dan Pelatihan
Yaitu dengan cara menanyakan kepada peserta, apakah peserta menyukai
program pelatihan. Program pelatihan dirasakan bermanfaat, mudah
dipahami dan lain-lain, yang dapat dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner.
2. Pengetahuan Yang Diperoleh Melalui Pengalaman Latihan
Yaitu dengan mengukur seberapa besar tambahan pengetahuan yang
diperoleh setelah pelatihan dilakukan. Ini dapat dilakukan dengan
mengadakan pretest yakni tes sebelum pelatihan dan post test sesudah
pelatihan.
3. Perubahan Perilaku
Yaitu dengan mengukur perubahan perilaku setelah pelatihan dilakukan.
Ini memang tugas yang berat.
4. Perbaikan Pada Organisasi
Perbaikan ini dapat dilihat dari perputaran kerja yang makin menurun,
kecelakaan kerja yang rendah, menurunnya ketidakhadiran dan penurunan
biaya proses.
Dalam evaluasi ini akan diketahui apakah sasaran yang ingin diwujudkan
seperti diatas dengan melaksanakan pelatihan tersebut dapat tercapai atau tidak
maka pada pelaksanaannya dilakukan pengukuran keberhasilan menurut
Bambang Wahyudi (2002:159):
1. Melihat Tingkat Partisipasi Kerja
Sesuai dengan teori belajar maka tingkat partisipasi peserta akan dapat
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan suatu proses belajar pada diri
seorang manusia. Semakin tinggi tingkat partisipasi peserta berarti proses
belajar pada diri para peserta juga akan semakin meningkat.
2. Menggunakan Nilai Tes
Dilakukan sebelum, selama dan sesudah peserta mengikuti program pelatihan
dan pengembangan. Dalam cara evaluasi ini, bentuk dan materi test yang
diberikan biasanya dibuat sama, sehingga dapat diikuti perkembangan dari
kemampuan pesertanya.
3. Mengukur Prestasi Kerja
Pengukuran ini dilakukan setelah peserta kembali pada unit kerjanya masingmasing. Dengan membandingkan hasil penilaian prestasi kerja sebelum dan
sesudah mengikuti pelatihan dan pengembangan, akan diketahui perkembangan
kemampuan dari peserta tersebut.
4. Mengukur dan Membandingkan Eksperimental Group dengan Control
Group.
Evaluasi ini dilakukan dengan membandingkan kemampuan atau prestasi kerja
antara para peserta pelatihan dan pengembangan sebagai eksperimental group.
Dengan tenaga kerja lain yang tidak mengikuti pelatihan dan pengembangan
sebagai control groupnya. Pengukuran kemampuan atau prestasinya dapat
dilakukan dengan melihat hasil penilaian prestasi kerja yang biasa dilakukan
dalam organisasi secara periodic.
2.4
Prestasi Kerja
2.4.1
Pengertian Prestasi Kerja
Yang dimaksudkan dengan prestasi kerja disini adalah hasil kerja, yaitu
kemampuan dan kecakapan pekerjaan-pekerjaan pekerja untuk melakukan suatu
pekerjaan yang dibebankan atau ditugaskan kepadanya dengan pengetahuan dan
keahlian yang dimiliki oleh pekerja tersebut. Prestasi kerja dari para pekerja ini ada
yang dapat diukur hasilnya ada pula yang sukar diukur hasilnya. Tinggi rendahnya
prestasi kerja sangat ditentukan oleh individu-individu atau orang-orang yang
melaksanakannya. Ada beberapa pengertian prestasi kerja, yaitu:
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:105) mengemukakan bahwa
prestasi kerja sebagai berikut:
“Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan
tugas-tugas
yang
dibebankan
kepadanya
yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta
waktu’.
Menurut Sondang P. Siagian (2001:223) mengemukakan bahwa:
“Prestasi kerja merupakan suatu nilai umpan balik dari aktivitas
kerja
yang
menggambarkan
tentang
berbagai
hal
seperti
kemampuan, keletihan, kekurangan dan potensi kerja karyawan yang
pada gilirannya bermanfaat untuk menentukan tujuan, jalur, rencana
dan pengembangan karir”.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis mengambil kesimpulan
bahwa berhasil atau tidaknya seseorang atau sekelompok orang mengemban tugas
yang dipercayakan kepadanya. Prestasi kerja yang buruk tidak akan memberikan
kontribusi yang positif terhadap pencapaian tujuan perusahaan, oleh karena itu
perlu sekali adanya suatu ukuran yang jelas terhadap prestasi kerja karyawan
untuk mengetahui sudah sampai mana perkembangan karyawan tersebut.
2.4.2
Pengertian Penilaian Prestasi Kerja
Setelah karyawan diterima, ditempatkan dan dipekerjakan maka tugas
manajer sumber daya manusia selanjutnya adalah melakukan penilaian prestasi
kerja dari karyawan tersebut. Penilaian prestasi ini mutlak dilakukan untuk
mengetahui prestasi yang dicapai oleh setiap karyawan. Apakah prestasi yang
dicapai oleh karyawan itu baik, sedang atau kurang. Penilaian prestasi ini akan
berguna untuk kedua belah pihak, baik karyawan maupun bagi perusahaan itu
sendiri.
Bagi karyawan penilaian prestasi ini adalah masukan yang berguna untuk
menunjukkan bagaimana kemampuannya dan kekurangannya dalam melakukan
pekerjaan. Dengan demikian karyawan akan termotivasi atau terdorong untuk
memperbaiki diri dan mengambil langkah-langkah perbaikan yang di perlukan
untuk mengatasi kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya dan akan berguna
untuk meningkatkan prestasi kerja.
Bagi perusahaan hasil penilaian prestasi kerja karyawan berguna sebagai
dasar pengambilan keputusan, promosi, pelatihan dan lain-lain. Berikut ini akan
dikemukakan pengertian penilaian prestasi kerja menurut beberapa ahli:
Menurut pendapat Andrew F. Sikula yang dikutip dalam buku
Manajemen Sumber Daya Manusia oleh Malayu S.P Hasibuan (2003:105)
mengemukakan bahwa:
“Penilaian prestasi kerja adalah evaluasi yang sistematis terhadap
pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan untuk
pengembangan”.
Menurut pendapat Yoder yang dikutip oleh Malayu S.P Hasibuan
(2002:88) mengemukakan:
“Penilaian prestasi kerja merupakan prosedur yang formal dilakukan
didalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan sumbangan
serta kepentingan pegawai”.
Berdasarkan pengertian di atas di ambil kesimpulan bahwa penilaian
prestasi kerja adalah proses evaluasi yang tertuang dalam laporan-laporan guna
untuk pengembangan karyawan selanjutnya, perusahaan mengevaluasi dan
menialai kemampuan dan kecakapan pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan
yang dibebankan kepadanya dengan pengetahuan dan keahlian yang dimiliki,
sehingga dengan penilaian maka perusahaan dapat mengukur, memperbaiki dan
mengembangkan kualitas sumber daya manusia.
2.4.3
Kegunaan Penilaian Prestasi Kerja
Menurut T. Hani Handoko (2001:135) kegunaan prestasi kerja karyawan
adalah:
1. Perbaikan Prestasi Kerja
Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan
departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka
untuk memperbaiki prestasi.
2. Penyesuaian-penyesuaian Kompensasi
Evaluasi prestasi kerja membantu para manajer mengambil keputusan
dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk
kompensasi lainnya.
3. Keputusan-keputusan Penempatan
Promosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja pada
masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk
penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.
4. Kebutuhan-kebutuhan Latihan
Prestasi kerja yang jelek mungkin kebutuhan latihan. Demikian juga,
prestasi yang baik mungkin mencerminkan potensi yang dikembangkan.
5. Perencanaa dan Pengembangan Karier
Umpan balik prestasi mengarahkan keputusan-keputusan karier tertentu
yang harus diteliti.
6. Penyimpangan-penyimpangan Proses Staffing
Prestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau
kelemahan staffing departem personalia.
7. Ketidak-akuratan Internasional
Prestasi kerja yang jelek mungkin menunjukan kesalahan-kesalahan dalam
informasi, seperti analisis, rencana-rencana sumber daya manusia, atau
komponen-komponen lain. Sistem informasi yang tidak akurat dapat
menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang diambil tidak tepat.
8. Kesalahan-kesalahan Desain Kerja
Prestasi kerja yang jelek mungkin suatu tanda kesalahan dalam mendesain
pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnose kesalahan-kesalahan
tersebut.
9. Kesempatan Kerja yangAdil
Penilaian prestasi kerja secara akurat dan menjamin keputusan-keputusan
penempatan interval tanpa diskriminasi.
10. Tantangan-tantangan Interval
Kadang-kadang prestasi kerja factor-faktor diluar lingkungan kerja, seperti
keluarga, kesalahan, kondisi financial atau masalah-masalah pribadi
lainnya. Dengan penilaian prestasi, departemen personalia mungkin dapat
menawarkan bantuan.
2.4.4
Metode Penilaian Prestasi
Penilaian prestasi kerja dalam suatu organisasi mencakup beberapa hal.
Hal utama dalam penilaian prestasi kerja ini mencakup beberapa criteria yang ada
hubungannya dengan pelaksanaan kerja. Berdasarkan Malayu S.P Hasibuan
(2003:108) penilaian prestasi kerja pada umumnya dikelompokkan menjadi dua
macam yaitu:
1. Metode penilaian berorientasi masa lalu
Penilaian prestasi kerja pada umumnya berorientasi kepada masa lalu,
artinya penilaian prestasi kerja seorang karyawan berdasarkan hasil yang
telah dicapai karyawan selam ini. Metode ini mempunyai kelebihan dalam
hal perlakuan terhadap pekerjaan yang telah terjadi dan sampai derajat
tertentu dapat di ukur. Dengan mengevaluasi prestasi kerja yang terjadi,
para karyawan akan memperoleh umpan balik terhadap pekerjaan mereka
dan dapat digunakan untuk perbaiki prestasi mereka.
Teknik-teknik penilaian prestasi kerja antara lain:
a. Rating scale
Metode ini merupakan metode penilaian yang paling tua dan banyak
digunakan, dimana penilaian yang dilakukan oleh atasan atau
supervisor untuk mengukur karakteristik.
b. Employee Comparation
Metode ini merupakan metode penilaian yang dilakukan dengan cara
membandingkan antara seorang pekerja dengan pekerja lainnya,
terbagi atas beberapa sub kelompok, yaitu:
1. Alternation Ranking
Metode ii merupakan penilaian dengan dua cara menurut peringkat
(ranking) karyawan dimulai dari yang terendah sampai yang
tertinggi atau dari bawahan sampai yang tertinggi dan berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya.
2. Paired Comparation
Metode ini adalah penilaian dengan cara seorang karyawan
dibandingkan dengan seluruh karyawan yang lainnya, sehingga
berbagi alternative keputusan yang akan diambil. Metode ini dapat
digunakan untuk jumlah karyawan yang sedikit.
3. Forced Comparation
Metode ini sama dengan paired comparation tetapi digunakan
untuk jumlah karyawan yang banyak. Pada metode ini suatu
definisi yang jelas untuk setiap kategori yang telah dibuat dengan
seksama.
c. Checklist
Dengan metode ini penilaian sebenarnya tidak menilai tetapi hanya
memberikan informasi bagi penilaian yang dilakukan oleh bagian
personalia. Penilaian tinggal memilih kalimat-kalimat atau kata-kata
yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik setiap individu
karyawan, baru melaporkannya kepada bagian personalia untuk
menetapkan bobot nilai, indeks nilai dan kebijaksanaan selanjutnya
bagi karyawan yang bersangkutan.
d. Freeform Essay
Metode ini seorang penilai diharuskan membuat karangan yang
berkenan dengan karyawan yang sedang dinilainya.
e. Critical Incident
Metode ini penilai harus mencatat semua kejadian mengenai tingkah
laku bawahannya sehari-hari yang kemudian dimasukkan kedalam
buku catatan khusus yang terdiri dari berbagai macam kategori tingkah
laku bawahannya.
2. Metode Berorientasi Masa Depan
Metode ini merupakan perkembangan dari metode tradisional dalam
menialai prestasi karyawan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan:
a. Assement Centre
Metode ini biasanya dilakukan dengan pembentukan tim penilai
khusus. Tim penilai khususu ini bisa dari luar, dari dalam maupun
kombinasi dari luar dan dalam. Pembentukan tim ini harus lebih baik,
sehingga penilaian lebih objektif dan indeks prestasi yang diperoleh
sesuai dengan fakta atau kenyataan dari setiap individu karyawan yang
dinilai.
b. Management By Objective (MBO)
Dalam metode ini karyawan langsunga diikutsertakan dalam
perumusan dan pemutusan dengan memperhatikan kemampuan
bawahan
dalam
menentukan
sasarannya
masing-masing
yang
ditekankan pada pencapaian sasaran perusahaan.
c. Human Aset Marketing
Dalam metode ini factor pekerja dinilai sebagai individu modal jangka
panjang
sehingga
sumber
tenaga
kerja
dinilai
dengan
cara
membandingkan terhadap variabel-variabel yang dapat mempengaruhi
keberhasilan perusahaan.
2.4.5
Indikator-indikator Penilaian Prestasi Kerja
Dalam melakukan suatu penialaian prestasi kerja karyawan diperlukan
sebagai tolak ukur dan tolak ukur tersebut adalah sebuah standar yang dapat
sianggap sebagai pengukur yang ditetapkan, sesuatu yang harus diusahakan,
sebuah model untuk diperbandingkan, suatu alat untuk membandingkan antara
satu hal dengan hal lainnya. Dengan disebut “standarisasi” yakni penentuan dan
penggunaan berbagai ukuran, tipe dan gaya tertentu berdasarkan suatu komposisi
standar yang telah ditentukan.
Dalam penilaian penyelesaian uraian pekerjaan, penialaian menggunakan
standar sebagai alat ukur hasil yang dicapai dan perilaku yang dilakukan baik di
dalam mauoun di luar pekerjaan karyawan.
Menurut Malayu S.P Hasibuan (2003:106) indicator-indikator prestasi
kerja adalah:
1. Kesetiaan
Merupakan perwujudan seseorang yang setia terhadap pekerjaannya
dantidak mempunyai pikiran untuk meninggalkan perusahaan.
2. Dedikasi
Merupakan pengabdian seorang karyawan kepada perusahaan dalam
rangka mencapai tujuan bersama.
3. Kreatifitas
Dilihat dari kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreatifitasnya
dalam melakukan pekerjaanya sehingga bekerja lebih berdaya guna
berhasil guna.
4. Partisipasi Karyawan
Kerja baik atau kualitas yang dapat dihasilkan oleh karyawan tersebut dari
uraian pekerjaannya, penilai menilai kemampuan karyawan untuk
menyelesaikan pekerjaannya serta memberikan masukan-masukan yang
dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
5. Kualitas Kerja
Untuk menilai prestasi kerja seseorang dapat dilihat dari kualitas kerjanya,
apakah menjadi lebih baik, tetap atau malah menurun.
2.5
Hubungan Antara Pelatihan Dengan Prestasi Kerja
Sumber daya manusia yang dimiliki suatu perusahaan merupakan factor
yang menentukan tercapai atau tidaknya suatu tujuan perusahaan. Agar tujuan
perusahaan dapat tercapai maka dibutuhkan tenaga-tenaga kerja yang dapat
bekerja secara efektif pada perusahaan dimana mereka bekerja. Dengan kata lain
perusahaan sangat membutuhkan karyawan yang memiliki prestasi kerja yang
baik agar perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan yang sejenis lainnya.
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan akan karyawan yang memiliki
prestasi kerja yang baik adalah dengan jalan menyelenggarakan pelatihan.
Pelatihan merupakan elemen utama dalam proses pengembangan karyawan.
Pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap karyawan
tersebut dalam melaksanakan tugas yang dilimpahkan kepadanya sehingga
prestasi karyawan akan meningkat.
Berikut pendapat dari John Soeprihanto (2001:85), yaitu senada
mengenai pelatihan:
“Pelatihan adalah kegiatan untuk memperbaiki kemampuan
karyawan dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan”.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mendapatkan program
pelatihan maka karyawan akan dapat semakin meningkat prestasi kerjanya.
Pelatihan diberikan baik untuk karyawan baru dan karyawan lama. Melalui
pelatihan, karyawan baru dapat mengetahui apa yang menjadi tujuan perusahaan
dan apa saja kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.
Pada akhirnya mereka dapat diharapkan bekerja dengan baik dan memiliki
prestasi kerja yang baik pula.
Adapun bagi karyawan lama, pelatihan dimaksudkan untuk memperbaiki
kerja mereka, karena dianggap sudah mengetahui apa yang menjadi tugas dan
tanggung jawabnya. Dengan bekerja secara lebih baik tentunya prestasi kerja
karyawan lama akan menjadi lebih baik pula.
Demikian bahwa program pelatihan yang dilaksanakan oleh perusahaan
dapat menunjang peningkatan prestasi kerja karyawan, baik karyawan baru
maupun karyawan lama. Pada akhirnya diharapkan akan menjawab pada
pencapaian tujuan perusahaan.
Download