BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan keuangan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan sarana untuk menyediakan suatu
informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas.
Pengguna laporan keuangan dari pihak internal perusahaan seperti seorang
manajer biasanya digunakan untuk mengambil keputusan ataupun kebijakan
dalam sistem operasi diperusahaan. Selain pihak internal, terdapat juga pihak
eksternal yang berkepentingan untuk mengetahui informasi perusahaan,
misalnya pemerintah, investor, kreditor, dan karyawan perusahaan. Pihak
eksternal
menggunakan
pertimbangan
dalam
laporan
keuangan
memutuskan
sebagai
investasinya
salah
didalam
satu
dasar
menanamkan
modalnya.
Menurut Sri Sulistyanto (2013: 14) informasi laporan keuangan juga
harus lengkap atau komprehensif untuk mengungkapkan (disclosure) semua
fakta, baik transaksi (transaction) maupun peristiwa (event), yang dilakukan
dan dialami perusahaan selama satu periode tertentu. Informasi yang
diungkapkan dalam laporan keuangan tersebut harus jelas dan mencakup
semua informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan keuangan agar dapat
mengambil keputusan dengan bijak dan cermat. Pengungkapan informasi
dalam laporan keuangan harus transparan, artinya bahwa manajemen harus
menginformasikan juga hal-hal yang berkaitan dengan risk management.
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Karena, pengungkapan yang terperinci akan memperjelas kondisi perusahaan
dan dapat memberikan gambaran akan kinerja suatu perusahaan.
Salah satu yang dilakukan oleh manajemen untuk membuat laporan
keuangan terutama untuk mengatur tingkat laba adalah dengan manajemen
laba. Menurut Sulistyanto (2008:48) manajemen laba adalah upaya manajer
perusahaan untuk mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan
dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja
dan kondisi perusahaan. Manajemen laba biasanya dilakukan untuk memenuhi
tujuan pribadi.
Jensen dan Meckling menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah
hubungan dari suatu kontrak antara agent dan principal dimana kepemilikan
saham yang tersebar mengakibatkan pemisahan ruang antara kepemilikan dan
pengelolaan. Dalam hubungan keagenan, terdapat suatu kontrak dimana pihak
pemegang saham memberikan kewenangan kepada agent untuk membuat
keputusan yang terbaik. Manajemen yang dalam hubungan keagenan ini
diharapkan untuk mengambil kebijakan perusahaan terutama dalam kebijakan
keuangan yang dapat menguntungan principal. Manajer sebagai pengelola
perusahaan, tentunya lebih tahu akan kondisi perusahaan yang sebenarnya baik
dimasa lalu maupun dimasa depan. Oleh karena itu, manajemen harus selalu
menginformasikan kondisi perusahaan kepada pemilik. Namun, informasi yang
diberikan manajemen kepada pemilik cenderung tidak sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Manajer sebagai pengelola perusahaan tentunya ingin
membuat laporan keuangan yang baik dimata pihak eksternal agar para pihak
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
eksternal tetap mempercayakan investasinya pada perusahaan. Kondisi yang
seperti ini dikenal dengan asimetri informasi.
Dalam peningkatan investasi akan berdampak pada besarnya deviden
yang dibagikan kepada para pemegang saham. Deviden merupakan bagian dari
keuntungan yang dibagikan kepada pemegang saham. Menurut D Agus Harjito
dan Martono (2011: 270) kebijakan dividen merupakan keputusan apakah laba
yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagikan kepada pemegang
saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi dimasa yang akan datang.
Kebijakan manajer perusahaan dalam membagikan dividen kepada
investor adalah suatu kebijakan yang sangat penting, karna kebijakan
pemberian dividen tidak saja memberikan keuntungan yang telah diperoleh
perusahaan pada investor melainkan juga harus mempertimbangkan adanya
kemungkinan untuk investasi kembali. Apabila perusahaan memberikan
labanya lebih besar dalam bentuk dividen dari pada untuk laba ditahan maka
akibatnya akan menghambat pertumbuhan perusahaan karna dana yang
digunakan untuk investasi perusahaan menjadi kecil. Sedangkan bila dividen
yang dibagikan terlalu kecil maka investor tidak akan tertarik untuk membeli
saham perusahaan dalam menentukan proporsi keuntungan yang dibagikan
sebagai dividen dan laba ditahan.
Kebijakan deviden yang diambil oleh manajer keuangan harus
disesuaikan dengan keputusan yang diperoleh dalam Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS). Sehingga tidak menimbulkan nilai dan sinyal negatif bagi
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
investornya. Agar kedua kepentingan tersebut terpenuhi, secara optimal
manajemen laba seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti terhadap
kebijakan deviden yang dipilih. Dari hasil penelitian ahmad (2007)
menemukan bahwa kebijakan deviden sebagai salah satu motivasi manajer
untuk melakukan manajemen laba dengan cara menurunkan laba perusahaan.
Kebijakan deviden logis dikatakan sebagai motivasi seorang manajer untuk
melakukan manajemen laba, karena kebijakan deviden ditentukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dan bukan merupakan keputusan dari
manajemen. Dengan demikian, kebijakan deviden menjadi sumber konflik
antara manajemen dan pemegang saham.
Dalam kasus kebijakan deviden di Indonesia sangat banyak terjadi,
salah satunya di PT Bank Artha Graha Internasional Tbk memutuskan untuk
tidak membagikan dividen kepada pemegang saham untuk tahun buku 2013,
meskipun pada tahun lalu laba perusahaan naik. Tahun lalu Artha Graha
membukukan laba Rp 225,9 miliar atau naik 69,47% dari Rp 133,3 miliar pada
tahun 2012. Dan asset yang dimiliki Artha Graha senilai Rp 21,2 triliun atau
naik sebesar 2,91% dari Rp 20,6% pada tahun 2012. Karena perolehan laba
tahun 2013 ditahan untuk pengembangan usaha, dan berfokus menambahkan
aktiva produktif , menambah jaringan kantor, dan pembelian sistem baru
(Tempo.co, Jakarta 2014). Kasus ini membuktikan bahwa, manajer ingin
menahan pembagian deviden untuk kemajuan atau perkembangan perusahaan.
Dalam sisi perpajakan, mekanisme manajemen laba merupakan suatu
tindakan yang dilakukan oleh manajemen untuk menguntungkan diri sendiri.
4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Seperti pada pembayaran pajak, pihak manajemen yang berkeinginan
membayar pajak sekecil mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan sendiri,
sedangkan pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak ingin memungut pajak
sebesar-besarnya kepada wajib pajak.
Menurut Suandy (2011:6) perencanaan pajak adalah langkah awal
dalam manajemen pajak dengan melakukan pengumpulan dan penelitian
terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan
pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya definisi perencanaan pajak adalah
tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya,
yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi
pajaknya. Dalam hal ini, perencanaan pajak merupakan proses manajemen
untuk meminimalkan beban pajak tanpa melanggar undang-undang perpajakan
yang berlaku di Indonesia.
Direktorat Jenderal Pajak menemukan kasus perpajakan di PT Asia
Agri Grup. Perusahaan yang dimiliki oleh Sukanto Tanoto tengah dituntut oleh
Direktorat Jenderal Pajak terkait dengan dugaan penggelapan pajak, dan
perencanaan pajak. Dirjen Pajak telah menerbitkan SKPKB (Surat Ketetapan
Kurang Bayar) dan SKPKBT (Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan)
dengan total Rp 1,829 triliun. SKP tersebut diterbitkan karena terbukti bersalah
dalam memberikan data PPh Badan selama 4 tahun berturut-turut (2002-2005)
terhadap 14 anak perusahaannya. Selain melunasi pembayaran pajaknya,
perusahaan ini harus membayar denda dua kali lipat pajak terutang, senilai Rp
1,829 triliun.
5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Kasus ini adalah perpanjangan kasus yang sebelumnya terjadi pada
tahun 2006. Group financial controller PT AAG Vincentius Amin Sutanto
membobol berankas PT AAG di Bank Fortis Singapura sebesar USD 3,1 juta,
dan Vicent yang sebelumnya diburu oleh PT AAG akhirnya menyerahkan diri
setelah menyerahkan dokumen yang berisi perencanaan pajak PT AAG kepada
KPK.
Akhirnya
kasus
ini
diadukan
ke
Direktorat
Jenderal
Pajak
(Okezone.com, 2013)
Menurut Brigham dan Houston (2010: 108) arus kas bebas (free cash
flow) adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk dibayarkan kepada
investor (pemegang saham dan pemilik utang) setelah perusahaan melakukan
investasi didalam asset tetap, produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan
untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan. Free cash flow positif
berfungsi
untuk
pembayaran
hutang,
pertumbuhan
perusahaan,
dan
pembayaran deviden, sedangkan free cash flow negatif yang berarti sumber
dana internal tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan investasi
perusahaan.
Hasil penelitian Chung et al (2005) yang diambil Dian Agustia (2013)
menemukan bahwa Perusahaan yang memiliki free cash flow yang tinggi akan
memiliki kesempatan untuk melakukan manajemen laba, dikarenakan
perusahaan tersebut terindikasi menghadapai masalah keagenan yang lebih
besar.
Sedangkan studi tentang pengaruh free cash flow terhadap manajemen
laba yang dilakukan oleh Bhundia (2012) meneliti dengan membandingkan
6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
pengaruh discretionary accruals dan non-discretionary accruals pada
perusahaan yang terdaftar di Indian Stock Exchange pada tahun 2004-2010.
Bhundia menemukan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
discretionary accruals dan non-discretionary accruals pada perusahaan yang
memiliki tingkat free cash flow yang tinggi maupun rendah.
Menurut Ahmad Juanda (2007) litigasi merupakan tuntutan hukum dari
pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang merasa dirugikan, pihak
yang berkepentingan itu adalah kreditor, investor dan regulator. Risiko litigasi
berpotensi menimbulkan biaya yang cukup tinggi karena berkaitan dengan
masalah hukum. Risiko litigasi dapat timbul karena perusahaan tidak
menjalankan operasinya sesuai dengan kontrak yang telah disepakati, misalnya
perusahaan tidak mampu membayar angsuran pinjaman yang telah diberikan
kreditor.
Ahmad Juanda (2007) Risiko litigasi dari kreditor diperoleh dari
indikator rasio ketidakmampuan perusahaan dalam melunasi hutang jangka
pendek maupun hutang jangka panjang. Semakin tinggi risiko litigasi maka
akan semakin tinggi pula kemungkinan manajer untuk mengungkapkan
informasi keuangan tanpa menutupi kondisi yang sebenarnya terjadi. Litigasi
dapat terjadi karena praktik akuntansi yang dilakukan perusahaan tidak sesuai
dengan ketentuan hukum dan peraturan yang ada, dan litigasi juga dapat timbul
akibat disembunyikannya informasi negatif atau kabar buruk oleh pihak
manajemen. Risiko litigasi diharapkan dapat memperkecil kemungkinan
terjadinya manajemen laba dengan menyajikan laporan audit yang sesuai
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dengan fakta, laporan hasil audit tersebut dapat berpengaruh terhadap risiko
litigasi dalam memperkecil manajemen laba. Oleh sebab itu, auditor
diharapkan dapan mendeteksi dan menemukan kesalahan-kesalahan yang
terdapat didalam laporan keuangan, sehingga laporan keuangan tidak
menyesatkan bagi para investor.
Kualitas dalam pengauditan dinilai memiliki peran yang penting dalam
menghasilkan laporan audit yang berkualitas. Risiko litigasi yang dihadapi oleh
auditor pada lingkungan yang memiliki peraturan perlindungan hukum kepada
investor yang ketat akan semakin tinggi. Kualitas audit yang semakin baik akan
dapat meningkatkan kualitas laba dari laporan keuangan
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian dengan judul “ Pengaruh
Kebijakan Deviden, Perencanaan Pajak, Free Cash Flow, dan Resiko
Litigasi Terhadap Manajemen Laba “ Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Apakah berpengaruh kebijakan deviden terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
2. Apakah berpengaruh perencanaan pajak terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Apakah berpengaruh free cash flow terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI?
4. Apakah berpengaruh resiko litigasi terhadap manajemen laba pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI ?
C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah
dijabarkan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin memperoleh
bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut :
a. Untuk memberikan bukti empiris mengenai isu konflik keagenan yang
dimotivasi oleh kebijakan deviden berpengaruh terhadap tindakan
manajemen laba.
b. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh perencanaan
pajak yang diukur dengan dua proksi, yaitu tarif pajak efektif dan beban
pajak tangguhan terhadap manajemen laba.
c. Untuk memberikan bukti empiris mengenai pengaruh free cash flow
terhadap manajemen laba.
d. Untuk menguji dan meneliti lebih jauh pengaruh resiko litigasi terhadap
manajemen laba.
2. Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak, diantaranya :
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
a. Kontribusi Praktik
Diharapkan penelitian ini dapat
membantu memberikan
kontribusi positif bagi pihak manajemen dalam praktik manajemennya
dan
dapat
menambah
wawasan
dan
pengetahuan
mengenai
pengaruhnya kebijakan deviden, perencanaan pajak, free cash flow dan
risiko litigasi terhadap manajemen laba pada studi empiris di
perusahaan manufaktur.
b. Kontribusi Akademik
Dengan dolakukannya penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan
sebagai referensi bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan
dibidang manajemen laba khususnya pada variabel kebijakan deviden,
perencanaan pajak, free cash flow, dan risiko litigasi. Penelitian ini
dapat juga sebagai bahan pertimbangan bagi pembaca yang berminat
untuk melakukan penelitian di bidang yang sama ataupun penelitian
lanjutannya.
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download