daftar isi

advertisement
DAFTAR ISI
SKENARIO I............................................................................................................. 2
BAB I...................................................................................................................... 3
KLARIFIKASI ISTILAH.............................................................................................. 3
BAB II..................................................................................................................... 4
IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................................... 4
BAB III.................................................................................................................... 5
BRAINSTROMING.................................................................................................... 5
BAB IV.................................................................................................................. 13
ANALISIS MASALAH.............................................................................................. 13
BAB V................................................................................................................... 14
LEARNING OBJECT................................................................................................ 14
BAB VI.................................................................................................................. 15
BELAJAR MANDIRI................................................................................................ 15
BAB VII................................................................................................................. 16
REPORTING........................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 34
1
SKENARIO I
“Benjolan yang Membuat Resah ”
Seorang wanita, usia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan di
leher depan sejak 6 bulan yang lalu, benjolan dirasa semakin membesar. Pasien juga
mengeluh sering berdebar-debar, sering berkeringat. Setelah dilakukan pemeriksaan indeks
Wayne dan indeks New Castels, hasilnya melebihi normal. Kemudian dokter puskesmas
memberi obat propanolol dan merujuk Ny.Cantik ke RS X untuk menentukan diagnosis dan
terapi yang tepat.
2
BAB I
KLARIFIKASI ISTILAH
1.1.
Benjolan
Suatu kondisi pembesaran abnormal pada suatu jaringan atau organ (Dorland Edisi 31).
1.2.
Berdebar – debar
Suatu keadaan ketika denyut jantung tidak teratur sehingga memberikan perasaan tidak
nyaman. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh tiroid dan epinefrin (Dorland
Edisi 31).
1.3.
Indeks Wayne
Checklist yang berisi ada atau tidaknya gejala – gejala untuk mendiagnosa penyakit
hipertiroid. (Sylvia A.Price, 2006).
1.4.
Indeks New Castels
Checklist yang juga digunakan untuk menegakan diagnosa hipertiroid. (Sylvia A.Price,
2006)
1.5.
Propanolol
Obat penghambat adrenoseptor beta, untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi
ringan dan sedang (Katzung, 2011).
3
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH
2.1.
2.2.
2.3.
2.4.
2.5.
Mengapa terdapat benjolan di leher depan sejak 6 bulan lalu dan semakin membesar?
Mengapa pasien sering berdebar-debar dan berkeringat?
Mengapa hasil indeks wayne dan new castels lebih dari normal?
Mengapa dokter memberikan propanolol pada pasien ?
Apa diagnosis dan terapi yang tepat bagi pasien tersebut?
4
BAB III
BRAINSTROMING
3.1.
Mengapa terdapat benjolan di leher depan sejak 6 bulan lalu dan semakin membesar?
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti
trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja
dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan
adalah tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada
pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti
limpoma dan TBC.
Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu
kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur
jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang.
Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang
di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan
yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja
imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening.
Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai
mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada
umumnya tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening.
Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka
otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh
terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator
radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain.
Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan
meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini
mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya
sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi
dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan
tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan
berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya
untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi.
Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena
bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang
5
mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ
tubuh lain.
Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel
limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia
dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi
sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti
peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram.
Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya
benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah
itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfelimfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher. (Rizka U, 2014)
3.2.
Mengapa pasien sering berdebar-debar dan berkeringat?
3.2.1. Peningkatan aliran darah dan curah jantung
Meningkatnya metabolisme jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan
memperbanyak pelepasan jumlah produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek
ini menyebabkan vasodilatasi disebagian besar jaringan tubuh, sehingga
meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran darah di kulit terutama meningkat
karena kebutuhan untuk pembuangan panas dari tubuh meninngkat. Sebagai
akibat meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan meningkat,
sering kali meningkat sampai 60% atau lebih di atas normal bila terdapat
kelebihan hormon tiroid dan turun sampai hanya 50% dari normal pada keadaan
hipotiroidisme yang berat.
3.2.2. Peningkatan frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung lebih meningkat di bawah pengaruh hormon tiroid
daripada perkiraan peningkatan curah jantung. Oleh karena itu, hormon tiroid
tampaknya mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang
selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek ini sangat penting
sebab frekuensi denyut jantung merupakan salah satu tanda fisik yang sangat
peka sehingga para klinis harus dapat menentukan apakah produksi hormon
tiroid pada pasien itu berlebihan atau berkurang.
3.2.3. Peningkatan kekuatan jantung
Peningkatan aktivitas enzimatis yang disebakan oleh peningkatan produksi
hormon tiroid tampaknya juga meningkatkan kekuatan jantung bila sekresi
hormon tiroid sedikit berlebih. Keadaan ini analog dengan meningkatnya
6
kekuatan jantung yang terjadi pada pasien demam ringan dan selama melakukan
kerja fisik. Namun bila hormon tiroid meningkat tajam, maka kekuatan otot
jantung akan ditekan akibat timbulnya katabolisme yang berlebihan dalam
jangka lama. Sesungguhnya, beberapa pasien tirotoksikosis yang parah dapat
meninggal karena timbulnya dekompensasi jantung sekunder akibat kegagalan
miokard dan akibat peningkatan beban jantung karena meningkatnya curah
jantung (Guyton, 2011).
3.3. Mengapa hasil indeks wayne dan new castels lebih dari normal?
Indeks Wayne dan Indeks New Castle berisi checkist gejala-gejala yang di akibatkan
abnormalitas hormon tiroid dan masing-masing memiliki skor masing-masing.
Indeks Wayne
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Gejala yang baru timbul dan atau bertambah berat
Sesak saat bekerja
Berdebar
Kelelahan
Suhu udara panas
Suhu udara dingin
Keringat berlebihan
Gugup
Nafsu makan naik
Nafsu makan turun
Berat badan naik
Berat badan turun
Nilai
+1
+2
+2
-5
+5
+3
+2
+3
-3
-3
+3
7
Indeks New Castle
No Tanda
1
Age of onset
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Psicological Presipitasion
Frequent checking
Severe anticipatory anxiety
Increased appatie
Goiter
Thyroid bruit
Exoptalmus
Lid retraction
Fine finger tremor
Pulse rate per minute
Ada
15-24
25-34
35-44
45-54
>55
-5
-3
+3
+5
+3
+18
+9
+2
17
>90
80-90
<80
Tidak ada
0
0
0
0
0
0
0
0
0
+16
+18
0
Interpretasi
Euthyroid : (-11) – (+23)
Prob. Hiperthyroid : (+24) – (+39)
Def. Hiperthyroid : (+40) – (+80)
Dalam skenario didapat informasi bahwa nilai Indeks Wayne dan Indeks New Castle
dari Ny. Cantik melebihi normal. Jadi, dari hasil diduga bahwa Ny. Cantik mengalami
hipertiroidsm. (Kusrini, 2010).
3.4. Mengapa dokter memberikan propanolol pada pasien ?
Karena obat propanolol adalah obat yang digunakan untuk menangani tekanan
darah tinggi, detak jantung tak teratur, gemetar (tremor), dan kondisi lainnya. Obat ini
digunakan setelah serangan jantung guna meningkatkan kesempatan bertahan hidup.
Propranolol juga digunakan untuk mencegah migrain dan nyeri dada (angina).
Menurunkan tekanan darah membantu mencegah stroke, serangan jantung, dan masalah
8
ginjal. Mencegah nyeri dada dapat membantu memperbaiki kemampuan Anda untuk
beraktivitas.
Obat ini bekerja menghambat kerja bahan kimia alami tertentu pada tubuh Anda
(seperti epinephrine) yang memengaruhi jantung dan pembuluh darah. Efek ini
mengurangi detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan pada otot-otot jantung. Obat
ini juga telah digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda gangguan kecemasan atau
hipertiroid.
INDIKASI




Angina
Aritmia
Hipertensi
Pencegahan migrain
DOSIS
Dewasa



Angina : oral 10 - 20 mg, 3 - 4 kali sehari, setiap 3 - 7 hari dosis dapat ditingkatkan.
Aritmia : oral 10 - 20 mg, 3 - 4 kali sehari, dosis dapat ditingkatkan bila diperlukan.
Hipertensi : oral 20 mg, 3 -4 kali sehari atau 40 mg , 2 kali sehari, bila diperlukan

dosis dapat ditingkatkan.
Migrain : oral 20 mg, 3 - 4 kali sehari, bila diperlukan dosis dapat ditingkatkan.
Anak-anak


Aritmia : oral 0,5 mg/kg BB perhari dibagi 3 - 4 kali pemberian.
Hipertensi : 1 - 3 mg/kg BB/hari dibagi 3 kali pemberian.
EFEK SAMPING PROPRANOLOL

Kardiovascular : bradikardia, gagal jantung kongestif, blokade A-V, hipotensi,

tangan terasa dingin, trombositopenia, purpura, insufisiensi arterial.
Susunan saraf pusat : rasa capai, lemah dan lesu ( paling sering), depresi

mental/insomnia, sakit kepala, gangguan visual, halusinasi.
Gastrointesnial : mual, muntah, mulas, epigastric distress, diare, konstipasi ischemic

colitis, flatulen.
Pernafasan : bronkospasme.
9


Hematologik : diskarasia darah (trombositopenia, agranulositosis).
Lain-lain: gangguan fungsi seskual, impotensi, alopesia, mata kering, alergi
(Baxter, 2010).
3.5. Apa diagnosis dan terapi yang tepat bagi pasien tersebut?
Diagnosis dan tatalaksana kasus
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda
klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan
radiodiagnostik. Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan diagnosis
hipertiroidisme, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3 bebas, T4 bebas,
dan iodine radioaktif seperti pada gambar
10
Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertiroidisme
adalah sebagai berikut:
a. Obat Anti Tiroid
Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan
kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level 20 normal
(euthyroid). Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai
kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi.
Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien
dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat (Baskin et al, 2002)
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid golongan
thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah
pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid.
Selain itu obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan
produksi limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola et al, 2010).
b. Iodine Radioaktif
Pengobatan hipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAI menjadi pilihan
utama dokter di Amerika Serikat. Pada metode ini digunakan isotop iodine, yang
paling umum digunakan adalah131I. Di dalam tubuh RAI akan di-uptake oleh
kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid RAI beraksi
dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat menurunkan kadar
hormon tiroid yang berlebihan. RAI dikontraindikasikan bagi pasien yang hamil,
menyusui, kanker tiroid dan merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi
(Bahn et al, 2011; Baskin et al 2002).
c. Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.Metode terapi
ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak pengobatan
dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan direkomendasikan bagi
pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar (Baskin et al,
2002)
11
BAB IV
ANALISIS MASALAH
Wanita, 25
tahun
- Anatomi :
Kelenjar tiroid &
paratiroid
-Infeksi
-Trauma
-Genetika
-Neoplasma
Benjolan di leher
depan
Terus membesar
Sering berdebar –
debar dan
berkeringat
Tanda peningkatan
metabolisme
Kompensasi dari
meningkatnya BMR
Butuh banyak Oksigen
HR untuk
menghantarkan
Berdebar
Penatalaksanaan
- Antitiroid drugs
- Beta blocker
- Radioactive iodine
- Surgery :
-Thyroidectomy :
subtotal, total
-Isthmectomy
-Isthmolobectomy
Dipacu hormon
thyroid
Diagnosis :
- Anamnesis
Benjolan anterior
leher, terus
membesar, sudah 6
bulan
- PF : terdapat
benjolan, indeks
melebihi normal
Hipertiroid
12
BAB V
LEARNING OBJECT
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
Bagaimana struktur anatomi dan histologi kel tiroid?
Bagaimana fisiologi dan regulasi hormon tiroid?
Bagaimana hubungan kebutuhan yodium dan kelenjar tiroid?
Apa macam-macam kelainan2 hipertiroid(definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofis,
prognosis)?
Bagaimana cara penentuan diagnosis hipertiroid melalui pemeriksaan fisik dan
5.5.
pemeriksaan penunjang?
5.6.
Jelaskan mengenai kegawatan krisis tiroid!
5.7.
Bagaimana Penatalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi pada krisis dan
gawat hipertiroid?
13
BAB VI
BELAJAR MANDIRI
14
BAB VII
REPORTING
7.1.
Bagaimana struktur anatomi dan histologi kelenjar adrenal ?
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, dan
terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar adrenal merupakan struktur gepeng berbentuk
bulan sabit, panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Keseluruhan kelenjar
adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gram, namun berat dan ukurannya berfariasi
sesuai umur dan keadaan fisiologis perorangan. Glandula adrenal dextra lebih rendah
dari sinistra dan berbentuk piramida, sedangkan yang sinistra berbentuk semilunar.
Kedua glandula suprarenalis memiliki vaskularisasi amat luas melalui arteria
suprarenalis, yakni cabang arteria phrenica inferior, melalui arteria suprarenalis media
(satu atau lebih) dari aorta abdominalis, dan melalui arteria suprarenalis inferior dari
arteria renalis. Darah dari masing-masing glandula suprarenalis disalurkan keluar oleh
vena suprarenalis yang besar, dan seingkali banyak vena kecil. Vena usprarenalis dextra
yang pendek bermuara ke dalam vena cava inferior, sedangkan yang lebih panjang di
sebelah kiri bersartu dengan vena renalis sinistra. Glandula suprarenalis dipersarafi oleh
plexus coeliacus dan plexus splanicus (junqueira L. C., 2007).
Glandula adrenal terdiri dari korteks dan medula. Korteks adrenal dapat dibagi
menjadi tiga lapisan konsentris yang biasanya berbatas tidak tegas yaitu zona
glomerulosa yang meng, zona fasikulata, dan zona retikularis. Lapisan ini secara
berturut-turut menempati 15%, 65%, dan 7% dari volume total kelenjar adrenal (Moore
K.L, 2002).
7.2. Bagaimana fisiologi dan regulasi hormon kelenjar adrenal?
7.3. Bagaimana definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, prognosis dari
cushing syndrome?
a. Definisi
Gangguan endokrin yang disebabkan oleh paparan kronik kortisol yang berlebih
terhadap jaringan tubuh.
b. Etiologi
Penyebab utama adalah pajanan eksogen hormon glukokortikoid dari obat yang
diminum pasien. Penyebab lain adalah pajanan glukokortikoid, sekitar 70 %
disebabkan oleh cushing disease (adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH).
Baik Cushing Syndrome endogen maupun eksogen memiliki gejala yang serupa.
15
16
c. Manifestasi Klinis
-
Rambut tipis
Moon face
Penyembuhan luka buruk
Mudah memar karena adanya penipisan kulit
Petekie
Kuku rusak
Kegemukan dibagian perut
Kurus pada ekstremitas
Striae
Osteoporosis
.Diabetes Melitus
Hipertensi
Neuropati periferTanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk:
o Kelelahan yang sangat parah
o Otot-otot yang lemah
o Tekanan darah tinggi
o Glukosa darah tinggi
o Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
o Mudah marah, cemas, bahkan depresi
o Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu
17
d. Patofisiologi Sindrom Cushing
18
e. Prognosis
Sindrom Cushing yang tidak diobati secara adekuat, secara signifikan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Sindrom cushing dengan penyakit dasar
keganasan prognosisnya sangat buruk, umumnya meninggal selama dalam usaha
pengobatan awal (Prihartanto, Dony. 2015).
7.4.
Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bagi penderita
sindrom cushing?
a Pemeriksaan fisik
- Obesitas
 Pasien mengalami
peningkatan jaringan adiposa
atau
abnormalitas
penumpukan lemak sehingga pada wajah (moon face), punggung atas di
pangkal leher (buffalo hump) dan diatas klavikula (bantalan lemak

supraklavikularis)
Obesitas sentral (jaringan adiposa meningkat di mediastinum dan
peritoneum, peningkatan ratio pinggang-pinggul yakni > 1 pada pria dan
-
>0,8 pada wanita) -> perlu pemeriksaan lingkar perut dan pinggang)
Kulit
 Facial plethora terutama di pipi.
 Violaceous striae (striae ungu) > 0,5 cm, umumnya di abdomen, pantat,



punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan payudara.
Terdapat ekimosis.
Pasien dapat mempunyai telangiectasias dan purpura.
Atrofi cutaneous dengan eksposur jaringan vaskular subkutan dan kulit
tenting . Kelebihan glucocorticoid menyebabkan peningkatan lanugo facial

hair.
Acanthosis nigricans, yang berhubungan dengan resistensi
insulin dan
hiperinsulinisme . Umumnya ditemukan di axila, siku, leher, dan di bawah
-
-
payudara.
Jantung dan renal
 Hipertensi dan edema dapat terjadi karena aktivasi kortisol dari reseptor
mineralokortikoid menuju natrium dan retensi air.
Gastroenterologi
Ulkus peptikum dapat terjadi dengan atau tanpa gejala. Khususnya pada risiko
-
pasien yang diberi dosis tinggi glukokortikoid.
Endokrin
 Galaktore dapat terjadi ketika tumor hipofisis anterior menghambat
tangkai hipofisis yang mengarah ke tingkat prolaktin tinggi.
19

-
b
Rendahnya kadar testosteron pada pria dapat mengakibatkan penurunan
volume testis dari penghambatan LHRH dan LH / FSH fungsi.
Rangka / otot
 Dapat terjadi kelemahan otot proksimal.
 Terjadinya osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang, kyphosis,
kehilangan tinggi, dan nyeri tulang rangka aksial
Pemeriksaan Penunjang
Tes yang digunakan untuk diagnosa dan dan diagnosa banding sindrom cushing
Diagnosis : apakah penderita menunjukkan sindrom cushing
- Ritme Sikardian dari kortisol
- Pada penderita sindrom cushing irama sikardian ini hilang. Hilangnya ritme
sikardian merupakan test yang sensitif tetapi karena kelemahan metode
-
pengukurannya, maka pemeriksaan ini tidak banyak digunakan.
Ekskresi kortisol bebas dalam urine
Selama beberapa tahun pemeriksaan kadar metabolit kortisol dalam urine
(ekskresi 17-hidroksikortikosteroid atau 17-oxogenic steroid dalam 24 jam)
-
namun sensitivitas dan spesifitas dari pemeriksaan ini rendah.
Low-dose dexamethasone suppression test
Pada orang normal, pemberian glukokortikoid dosis suprafisiolgis akan
mensupresi ACTH dan sekresi kortisol. Pada sindrom cushing, apapun
penyebabnya, terjadi kegagalan dari supresi ini bila dexamethasone dosis rendah
kita berikan. Tes yang dilakukan pada tengah malam bermanfaat untuk skrining.
Tes ini untuk pasien rawat jalan punya sentivitas yang tinggi (95%) tapi dengan
spesifitas yang rendah, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Diagnosis banding : apa penyebab sindrom cushing
20
-
Plasma ACTH
Pemeriksaan ACTH paling baik dilakukan antara jam 23.00-01.00 untuk
membedakan penyebab yang ACTH dependent dan ACTH independent. ACTH
tengah malam yang lebih besar dari 6 pmol/L (>22 pg/mL) pada penderita
hiperkortisolisme memastikan kalau penyebabnya adalah ACTH dependent.
 Plasma potassium, bikarbonat
Penderita dengan sindrom ACTH ectopic biasanya sekresi kortisolnya lebih
tinggi dan akan meningkatkan enzim HSD11B2 yang akan menyebabkan

hipertensi mineralokortikoid yang diinduksi oleh kortisol.
High-dose dexamethasone suppression test
Rasional untuk tes ini adalah pada penyakit cushing, kendali umpan balik
negatif terhadap ACTH mengalami pengaturan ulang ambang yang lebih

tinggi.
Tes Metyrapone
Metyrapone diberikan dengan dosis 750 mg setiap 4 jam selama 24 jam, dan
pendrita dengan penyakit cushing akan menunjukkan peningkatan cepat
kadar ACTH dalam plasma, dengan kadar 11 deksikortisol pada 24 jam

melebihi 1000 nmol/L (35 µg/dL).
Corticotropin-releasing hormon
Injeksi intravena human CRH dengan dosis 1µg/kg BB atau dosis tunggal
100µg. Pada keadaan normal, CRF akan menyebabkan kenaikan ACTH dan
kortisol 15-20%. Respon ini akan bertambah besar pada penyakit cushing,
dimana ACTH akan meningkat lebih besar dari 50% dan kortisol akan naik

20%.
Inferior petrosal sinus sampling
Tes yang paling kuat untuk membedakan penyakit cushing dengan sindrom
ACTH ectopic adalah Inferior Petrosal Sinus Sampling (IPSS). IPSS secara
klinis sulit dikerjakan dan berkaitan dengan komplikasi, serta harus
-
dikerjakan oleh tangan yang ahli di pusat rujukan tersier.
CT, MRI scanning of pituitary, adrenal
Hasil pencitraan harus diintepretasi bersama hasil pemeriksaan laboratorium.
MRI hipofisis merupakan pilihan ketika pemeriksaan laboratorium mengarah
pada penyakit cushing, dengan sensitivitas 70% dan spesifitas 87%. Gambaran
klasik dari pituitary mikroadenoma adalah lesi hypodense setelah pemberian
kontras, yang berkaitan dengan deviasi dari pituitary stalk, dan permukaan atas
yang cembung dari kelenjar hipofisis. Untuk pencitraan adrenal, CT lebih
memberikan resolusi spatial, dan merupakan pencitraan pilihan, namun MRI bisa
21
memberikan tambahan informasi diagnostik pada penderita dengan carcinoma
-
adrenal.
Scintigraphy
Pada penderita tertentu scintigraphy bermanfaat pada keadaan patologi yang
dugaan primer adrenal (Sudoyo AW et al, 2014).
7.5. Bagaimana penatalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi pada
sindrom cushing ?
Pemberian terapi bagi sindrom cushing didasarkan pada etiologi atau
penyebabnya. Selain itu penatalaksanaan yang dapat diberikan berupa
terapi farmakologi dengan memberikan ebberap obat kepada pasien dan
terapi non farmakologi berupa tindakan bedah/operasi dan radiasi. Berikut
tabel penatalaksanaan sindrom cushing berdasarkan etiologinya.
a. Terapi
Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung
pada apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan
terapi digunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai
tumor hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika
terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka
sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise.
Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan
diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu
mrnghambat atau merusak sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol.
22
Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan reseksi neoplasma yang
mensekresi ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti
dianjurkan pada penderita sindrom cushing jenis tergantung ACTH hipofisis.
(Silvia A.Price, 2005).
b. Tindakan Medis
- Operasi pengangkatan tumor melalui hipokisektomi transfenoidalis, biasanya
-
penyebabnya adalah tumor hipofisis.
Radiasi kelenjar hipofisis, untuk mengendalikan gejala.
Adrenalektomi biasanya untuk pas dengan hipertrofi adrenal primer.
Jika dilakukan adrenolektomi bilateral (keduanya diangkat) tetapi pergantian
-
dengan hormon – hormon kortex adrenal seumur hidup.
Preparat penyekat enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotone,
ketokonazol) untuk mengurangi hiperadrenalisme jika penyebabnya adalah
-
tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas.
Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison selama beberapa bulan
sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal (Silvia
A.Price, 2005).
23
DAFTAR PUSTAKA
(junqueira L. C. 2007. Histologi Dasar: teks dan atlas. Ed. 10. Jakarta: EGC)
(Moore K.L. 2002. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates
Prihartanto, Dony. 2015. Steroid Dementia Syndrome sebagai Salah Satu Komplikasi
Cushing Syndrome. Purworejo : RS Saras Husada
Price, Sylvia A. & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta)
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing
Loechner K. Adrenal insufficiency and addison’s disease. National Endocrine and
Metabolic Diseases Information Service 2009
National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008)
24
Download