DAFTAR ISI SKENARIO I............................................................................................................. 2 BAB I...................................................................................................................... 3 KLARIFIKASI ISTILAH.............................................................................................. 3 BAB II..................................................................................................................... 4 IDENTIFIKASI MASALAH......................................................................................... 4 BAB III.................................................................................................................... 5 BRAINSTROMING.................................................................................................... 5 BAB IV.................................................................................................................. 13 ANALISIS MASALAH.............................................................................................. 13 BAB V................................................................................................................... 14 LEARNING OBJECT................................................................................................ 14 BAB VI.................................................................................................................. 15 BELAJAR MANDIRI................................................................................................ 15 BAB VII................................................................................................................. 16 REPORTING........................................................................................................... 16 DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 34 1 SKENARIO I “Benjolan yang Membuat Resah ” Seorang wanita, usia 25 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan terdapat benjolan di leher depan sejak 6 bulan yang lalu, benjolan dirasa semakin membesar. Pasien juga mengeluh sering berdebar-debar, sering berkeringat. Setelah dilakukan pemeriksaan indeks Wayne dan indeks New Castels, hasilnya melebihi normal. Kemudian dokter puskesmas memberi obat propanolol dan merujuk Ny.Cantik ke RS X untuk menentukan diagnosis dan terapi yang tepat. 2 BAB I KLARIFIKASI ISTILAH 1.1. Benjolan Suatu kondisi pembesaran abnormal pada suatu jaringan atau organ (Dorland Edisi 31). 1.2. Berdebar – debar Suatu keadaan ketika denyut jantung tidak teratur sehingga memberikan perasaan tidak nyaman. Hal ini berhubungan dengan adanya pengaruh tiroid dan epinefrin (Dorland Edisi 31). 1.3. Indeks Wayne Checklist yang berisi ada atau tidaknya gejala – gejala untuk mendiagnosa penyakit hipertiroid. (Sylvia A.Price, 2006). 1.4. Indeks New Castels Checklist yang juga digunakan untuk menegakan diagnosa hipertiroid. (Sylvia A.Price, 2006) 1.5. Propanolol Obat penghambat adrenoseptor beta, untuk menurunkan tekanan darah pada hipertensi ringan dan sedang (Katzung, 2011). 3 BAB II IDENTIFIKASI MASALAH 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. Mengapa terdapat benjolan di leher depan sejak 6 bulan lalu dan semakin membesar? Mengapa pasien sering berdebar-debar dan berkeringat? Mengapa hasil indeks wayne dan new castels lebih dari normal? Mengapa dokter memberikan propanolol pada pasien ? Apa diagnosis dan terapi yang tepat bagi pasien tersebut? 4 BAB III BRAINSTROMING 3.1. Mengapa terdapat benjolan di leher depan sejak 6 bulan lalu dan semakin membesar? Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher, seperti trauma, infeksi, hormon, neoplasma dan kelainan herediter. Faktor-faktor ini bekerja dengan caranya masing-masing dalam menimbulkan benjolan. Hal yang perlu ditekankan adalah tidak selamanya benjolan yang ada pada leher timbul karena kelainan yang ada pada leher. Tidak jarang kelainan itu justru berasal dari kelainan sistemik seperti limpoma dan TBC. Hampir semua struktur yang ada pada leher dapat mengalami benjolan entah itu kelenjar tiroid, paratiroid dan getah bening, maupun benjolan yang berasal dari struktur jaringan lain seperti lemak, otot dan tulang. Infeksi dapat menyebabkan timbulnya benjolan pada leher melalui beberapa cara yang di antaranya berupa benjolan yang berasal dari invasi bakteri langsung pada jaringan yang terserang secara langsung maupun benjolan yang timbul sebagai efek dari kerja imunitas tubuh yang bermanifestasi pada pembengkakan kelenjar getah bening. Mekanisme trauma dalam menimbulkan benjolan pada leher agak menyerupai mekanisme infeksi. Hanya saja trauma yang tidak disertai infeksi sekunder pada umumnya tidak menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening. Jika jaringan tubuh manusia terkena rangsangan berupa trauma dan reaksi imun, maka otomatis sel-sel akan mengalami gangguan fisiologis. Sebagai responnya, sel tubuh terutama mast sel dan sel basofil akan mengalami granulasi dan mengeluarkan mediator radang berupa histamin, serotonin, bradikinin, sitokin berupa IL-2, IL-6 dan lain-lain. Mediator-mediator radang ini terutama histamin akan menyebabkan dilatasi arteriola dan meningkatkan permeabilitas venula serta pelebaran intraendothelialjunction. Hal ini mengakibatkan cairan yang ada dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya sehingga timbul benjolan pada daerah yang terinfeksi ataupun terkena trauma. Infeksi dapat menimbulkan pembesaran kelenjar limfe karena apabila mekanisme pertahanan tubuh berfungsi baik, sel-sel pertahanan tubuh seperti makrofag, neutrofil dan sel T akan berupaya memusnahkan agen infeksius sedangkan agen infeksius itu sendiri berupaya untuk menghancurkan sel-sel tubuh terutama eritrisot agar bisa mendapatkan nutrisi. Kedua upaya perlawanan ini akan mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe karena bekerja keras untuk memproduksi sel limfoid maupun menyaring sel tubuh yang 5 mengalami kerusakan dan agen infeksius yang masuk agar tidak menyebar ke organ tubuh lain. Sedangkan mekanisme timbulnya benjolan akibat neoplasma entah itu di otot, sel limfoid, tulang maupun kelenjar secara umum hampir sama. Awalnya terjadi displasia dan metaplasia pada sel matur akibat berbagai faktor sehingga diferensiasi sel tidak lagi sempurna. Displasia ini menimbulkan sejumlah kelainan fisiologis molekuler seperti peningkatan laju pembelahan sel dan inaktifasi mekanisme bunuh diri sel terprogram. Hal ini berakibat pada proliferasi sel tak terkendali yang bermanifestasi pada timbulnya benjolan pada jaringan. Neoplasma dapat terjadi pada semua sel yang ada di leher entah itu kelenjar tiroid-adenoma tiroid, lemak-lipoma, kartilago-kondroma, jaringan limfelimfoma maupun akibat dari metastase kanker dari organ di luar leher. (Rizka U, 2014) 3.2. Mengapa pasien sering berdebar-debar dan berkeringat? 3.2.1. Peningkatan aliran darah dan curah jantung Meningkatnya metabolisme jaringan mempercepat pemakaian oksigen dan memperbanyak pelepasan jumlah produk akhir metabolisme dari jaringan. Efek ini menyebabkan vasodilatasi disebagian besar jaringan tubuh, sehingga meningkatkan aliran darah. Kecepatan aliran darah di kulit terutama meningkat karena kebutuhan untuk pembuangan panas dari tubuh meninngkat. Sebagai akibat meningkatnya aliran darah, maka curah jantung juga akan meningkat, sering kali meningkat sampai 60% atau lebih di atas normal bila terdapat kelebihan hormon tiroid dan turun sampai hanya 50% dari normal pada keadaan hipotiroidisme yang berat. 3.2.2. Peningkatan frekuensi denyut jantung Frekuensi denyut jantung lebih meningkat di bawah pengaruh hormon tiroid daripada perkiraan peningkatan curah jantung. Oleh karena itu, hormon tiroid tampaknya mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek ini sangat penting sebab frekuensi denyut jantung merupakan salah satu tanda fisik yang sangat peka sehingga para klinis harus dapat menentukan apakah produksi hormon tiroid pada pasien itu berlebihan atau berkurang. 3.2.3. Peningkatan kekuatan jantung Peningkatan aktivitas enzimatis yang disebakan oleh peningkatan produksi hormon tiroid tampaknya juga meningkatkan kekuatan jantung bila sekresi hormon tiroid sedikit berlebih. Keadaan ini analog dengan meningkatnya 6 kekuatan jantung yang terjadi pada pasien demam ringan dan selama melakukan kerja fisik. Namun bila hormon tiroid meningkat tajam, maka kekuatan otot jantung akan ditekan akibat timbulnya katabolisme yang berlebihan dalam jangka lama. Sesungguhnya, beberapa pasien tirotoksikosis yang parah dapat meninggal karena timbulnya dekompensasi jantung sekunder akibat kegagalan miokard dan akibat peningkatan beban jantung karena meningkatnya curah jantung (Guyton, 2011). 3.3. Mengapa hasil indeks wayne dan new castels lebih dari normal? Indeks Wayne dan Indeks New Castle berisi checkist gejala-gejala yang di akibatkan abnormalitas hormon tiroid dan masing-masing memiliki skor masing-masing. Indeks Wayne No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Gejala yang baru timbul dan atau bertambah berat Sesak saat bekerja Berdebar Kelelahan Suhu udara panas Suhu udara dingin Keringat berlebihan Gugup Nafsu makan naik Nafsu makan turun Berat badan naik Berat badan turun Nilai +1 +2 +2 -5 +5 +3 +2 +3 -3 -3 +3 7 Indeks New Castle No Tanda 1 Age of onset 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Psicological Presipitasion Frequent checking Severe anticipatory anxiety Increased appatie Goiter Thyroid bruit Exoptalmus Lid retraction Fine finger tremor Pulse rate per minute Ada 15-24 25-34 35-44 45-54 >55 -5 -3 +3 +5 +3 +18 +9 +2 17 >90 80-90 <80 Tidak ada 0 0 0 0 0 0 0 0 0 +16 +18 0 Interpretasi Euthyroid : (-11) – (+23) Prob. Hiperthyroid : (+24) – (+39) Def. Hiperthyroid : (+40) – (+80) Dalam skenario didapat informasi bahwa nilai Indeks Wayne dan Indeks New Castle dari Ny. Cantik melebihi normal. Jadi, dari hasil diduga bahwa Ny. Cantik mengalami hipertiroidsm. (Kusrini, 2010). 3.4. Mengapa dokter memberikan propanolol pada pasien ? Karena obat propanolol adalah obat yang digunakan untuk menangani tekanan darah tinggi, detak jantung tak teratur, gemetar (tremor), dan kondisi lainnya. Obat ini digunakan setelah serangan jantung guna meningkatkan kesempatan bertahan hidup. Propranolol juga digunakan untuk mencegah migrain dan nyeri dada (angina). Menurunkan tekanan darah membantu mencegah stroke, serangan jantung, dan masalah 8 ginjal. Mencegah nyeri dada dapat membantu memperbaiki kemampuan Anda untuk beraktivitas. Obat ini bekerja menghambat kerja bahan kimia alami tertentu pada tubuh Anda (seperti epinephrine) yang memengaruhi jantung dan pembuluh darah. Efek ini mengurangi detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan pada otot-otot jantung. Obat ini juga telah digunakan untuk mengendalikan tanda-tanda gangguan kecemasan atau hipertiroid. INDIKASI Angina Aritmia Hipertensi Pencegahan migrain DOSIS Dewasa Angina : oral 10 - 20 mg, 3 - 4 kali sehari, setiap 3 - 7 hari dosis dapat ditingkatkan. Aritmia : oral 10 - 20 mg, 3 - 4 kali sehari, dosis dapat ditingkatkan bila diperlukan. Hipertensi : oral 20 mg, 3 -4 kali sehari atau 40 mg , 2 kali sehari, bila diperlukan dosis dapat ditingkatkan. Migrain : oral 20 mg, 3 - 4 kali sehari, bila diperlukan dosis dapat ditingkatkan. Anak-anak Aritmia : oral 0,5 mg/kg BB perhari dibagi 3 - 4 kali pemberian. Hipertensi : 1 - 3 mg/kg BB/hari dibagi 3 kali pemberian. EFEK SAMPING PROPRANOLOL Kardiovascular : bradikardia, gagal jantung kongestif, blokade A-V, hipotensi, tangan terasa dingin, trombositopenia, purpura, insufisiensi arterial. Susunan saraf pusat : rasa capai, lemah dan lesu ( paling sering), depresi mental/insomnia, sakit kepala, gangguan visual, halusinasi. Gastrointesnial : mual, muntah, mulas, epigastric distress, diare, konstipasi ischemic colitis, flatulen. Pernafasan : bronkospasme. 9 Hematologik : diskarasia darah (trombositopenia, agranulositosis). Lain-lain: gangguan fungsi seskual, impotensi, alopesia, mata kering, alergi (Baxter, 2010). 3.5. Apa diagnosis dan terapi yang tepat bagi pasien tersebut? Diagnosis dan tatalaksana kasus Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan radiodiagnostik. Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3 bebas, T4 bebas, dan iodine radioaktif seperti pada gambar 10 Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertiroidisme adalah sebagai berikut: a. Obat Anti Tiroid Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level 20 normal (euthyroid). Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi. Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Baskin et al, 2002) Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid. Selain itu obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola et al, 2010). b. Iodine Radioaktif Pengobatan hipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAI menjadi pilihan utama dokter di Amerika Serikat. Pada metode ini digunakan isotop iodine, yang paling umum digunakan adalah131I. Di dalam tubuh RAI akan di-uptake oleh kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid RAI beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat menurunkan kadar hormon tiroid yang berlebihan. RAI dikontraindikasikan bagi pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid dan merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi (Bahn et al, 2011; Baskin et al 2002). c. Tiroidektomi Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar (Baskin et al, 2002) 11 BAB IV ANALISIS MASALAH Wanita, 25 tahun - Anatomi : Kelenjar tiroid & paratiroid -Infeksi -Trauma -Genetika -Neoplasma Benjolan di leher depan Terus membesar Sering berdebar – debar dan berkeringat Tanda peningkatan metabolisme Kompensasi dari meningkatnya BMR Butuh banyak Oksigen HR untuk menghantarkan Berdebar Penatalaksanaan - Antitiroid drugs - Beta blocker - Radioactive iodine - Surgery : -Thyroidectomy : subtotal, total -Isthmectomy -Isthmolobectomy Dipacu hormon thyroid Diagnosis : - Anamnesis Benjolan anterior leher, terus membesar, sudah 6 bulan - PF : terdapat benjolan, indeks melebihi normal Hipertiroid 12 BAB V LEARNING OBJECT 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. Bagaimana struktur anatomi dan histologi kel tiroid? Bagaimana fisiologi dan regulasi hormon tiroid? Bagaimana hubungan kebutuhan yodium dan kelenjar tiroid? Apa macam-macam kelainan2 hipertiroid(definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofis, prognosis)? Bagaimana cara penentuan diagnosis hipertiroid melalui pemeriksaan fisik dan 5.5. pemeriksaan penunjang? 5.6. Jelaskan mengenai kegawatan krisis tiroid! 5.7. Bagaimana Penatalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi pada krisis dan gawat hipertiroid? 13 BAB VI BELAJAR MANDIRI 14 BAB VII REPORTING 7.1. Bagaimana struktur anatomi dan histologi kelenjar adrenal ? Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, dan terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar adrenal merupakan struktur gepeng berbentuk bulan sabit, panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Keseluruhan kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 gram, namun berat dan ukurannya berfariasi sesuai umur dan keadaan fisiologis perorangan. Glandula adrenal dextra lebih rendah dari sinistra dan berbentuk piramida, sedangkan yang sinistra berbentuk semilunar. Kedua glandula suprarenalis memiliki vaskularisasi amat luas melalui arteria suprarenalis, yakni cabang arteria phrenica inferior, melalui arteria suprarenalis media (satu atau lebih) dari aorta abdominalis, dan melalui arteria suprarenalis inferior dari arteria renalis. Darah dari masing-masing glandula suprarenalis disalurkan keluar oleh vena suprarenalis yang besar, dan seingkali banyak vena kecil. Vena usprarenalis dextra yang pendek bermuara ke dalam vena cava inferior, sedangkan yang lebih panjang di sebelah kiri bersartu dengan vena renalis sinistra. Glandula suprarenalis dipersarafi oleh plexus coeliacus dan plexus splanicus (junqueira L. C., 2007). Glandula adrenal terdiri dari korteks dan medula. Korteks adrenal dapat dibagi menjadi tiga lapisan konsentris yang biasanya berbatas tidak tegas yaitu zona glomerulosa yang meng, zona fasikulata, dan zona retikularis. Lapisan ini secara berturut-turut menempati 15%, 65%, dan 7% dari volume total kelenjar adrenal (Moore K.L, 2002). 7.2. Bagaimana fisiologi dan regulasi hormon kelenjar adrenal? 7.3. Bagaimana definisi, etiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, prognosis dari cushing syndrome? a. Definisi Gangguan endokrin yang disebabkan oleh paparan kronik kortisol yang berlebih terhadap jaringan tubuh. b. Etiologi Penyebab utama adalah pajanan eksogen hormon glukokortikoid dari obat yang diminum pasien. Penyebab lain adalah pajanan glukokortikoid, sekitar 70 % disebabkan oleh cushing disease (adenoma hipofisis yang menghasilkan ACTH). Baik Cushing Syndrome endogen maupun eksogen memiliki gejala yang serupa. 15 16 c. Manifestasi Klinis - Rambut tipis Moon face Penyembuhan luka buruk Mudah memar karena adanya penipisan kulit Petekie Kuku rusak Kegemukan dibagian perut Kurus pada ekstremitas Striae Osteoporosis .Diabetes Melitus Hipertensi Neuropati periferTanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk: o Kelelahan yang sangat parah o Otot-otot yang lemah o Tekanan darah tinggi o Glukosa darah tinggi o Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan o Mudah marah, cemas, bahkan depresi o Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu 17 d. Patofisiologi Sindrom Cushing 18 e. Prognosis Sindrom Cushing yang tidak diobati secara adekuat, secara signifikan meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Sindrom cushing dengan penyakit dasar keganasan prognosisnya sangat buruk, umumnya meninggal selama dalam usaha pengobatan awal (Prihartanto, Dony. 2015). 7.4. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang bagi penderita sindrom cushing? a Pemeriksaan fisik - Obesitas Pasien mengalami peningkatan jaringan adiposa atau abnormalitas penumpukan lemak sehingga pada wajah (moon face), punggung atas di pangkal leher (buffalo hump) dan diatas klavikula (bantalan lemak supraklavikularis) Obesitas sentral (jaringan adiposa meningkat di mediastinum dan peritoneum, peningkatan ratio pinggang-pinggul yakni > 1 pada pria dan - >0,8 pada wanita) -> perlu pemeriksaan lingkar perut dan pinggang) Kulit Facial plethora terutama di pipi. Violaceous striae (striae ungu) > 0,5 cm, umumnya di abdomen, pantat, punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan payudara. Terdapat ekimosis. Pasien dapat mempunyai telangiectasias dan purpura. Atrofi cutaneous dengan eksposur jaringan vaskular subkutan dan kulit tenting . Kelebihan glucocorticoid menyebabkan peningkatan lanugo facial hair. Acanthosis nigricans, yang berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperinsulinisme . Umumnya ditemukan di axila, siku, leher, dan di bawah - - payudara. Jantung dan renal Hipertensi dan edema dapat terjadi karena aktivasi kortisol dari reseptor mineralokortikoid menuju natrium dan retensi air. Gastroenterologi Ulkus peptikum dapat terjadi dengan atau tanpa gejala. Khususnya pada risiko - pasien yang diberi dosis tinggi glukokortikoid. Endokrin Galaktore dapat terjadi ketika tumor hipofisis anterior menghambat tangkai hipofisis yang mengarah ke tingkat prolaktin tinggi. 19 - b Rendahnya kadar testosteron pada pria dapat mengakibatkan penurunan volume testis dari penghambatan LHRH dan LH / FSH fungsi. Rangka / otot Dapat terjadi kelemahan otot proksimal. Terjadinya osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang, kyphosis, kehilangan tinggi, dan nyeri tulang rangka aksial Pemeriksaan Penunjang Tes yang digunakan untuk diagnosa dan dan diagnosa banding sindrom cushing Diagnosis : apakah penderita menunjukkan sindrom cushing - Ritme Sikardian dari kortisol - Pada penderita sindrom cushing irama sikardian ini hilang. Hilangnya ritme sikardian merupakan test yang sensitif tetapi karena kelemahan metode - pengukurannya, maka pemeriksaan ini tidak banyak digunakan. Ekskresi kortisol bebas dalam urine Selama beberapa tahun pemeriksaan kadar metabolit kortisol dalam urine (ekskresi 17-hidroksikortikosteroid atau 17-oxogenic steroid dalam 24 jam) - namun sensitivitas dan spesifitas dari pemeriksaan ini rendah. Low-dose dexamethasone suppression test Pada orang normal, pemberian glukokortikoid dosis suprafisiolgis akan mensupresi ACTH dan sekresi kortisol. Pada sindrom cushing, apapun penyebabnya, terjadi kegagalan dari supresi ini bila dexamethasone dosis rendah kita berikan. Tes yang dilakukan pada tengah malam bermanfaat untuk skrining. Tes ini untuk pasien rawat jalan punya sentivitas yang tinggi (95%) tapi dengan spesifitas yang rendah, sehingga perlu pemeriksaan lebih lanjut. Diagnosis banding : apa penyebab sindrom cushing 20 - Plasma ACTH Pemeriksaan ACTH paling baik dilakukan antara jam 23.00-01.00 untuk membedakan penyebab yang ACTH dependent dan ACTH independent. ACTH tengah malam yang lebih besar dari 6 pmol/L (>22 pg/mL) pada penderita hiperkortisolisme memastikan kalau penyebabnya adalah ACTH dependent. Plasma potassium, bikarbonat Penderita dengan sindrom ACTH ectopic biasanya sekresi kortisolnya lebih tinggi dan akan meningkatkan enzim HSD11B2 yang akan menyebabkan hipertensi mineralokortikoid yang diinduksi oleh kortisol. High-dose dexamethasone suppression test Rasional untuk tes ini adalah pada penyakit cushing, kendali umpan balik negatif terhadap ACTH mengalami pengaturan ulang ambang yang lebih tinggi. Tes Metyrapone Metyrapone diberikan dengan dosis 750 mg setiap 4 jam selama 24 jam, dan pendrita dengan penyakit cushing akan menunjukkan peningkatan cepat kadar ACTH dalam plasma, dengan kadar 11 deksikortisol pada 24 jam melebihi 1000 nmol/L (35 µg/dL). Corticotropin-releasing hormon Injeksi intravena human CRH dengan dosis 1µg/kg BB atau dosis tunggal 100µg. Pada keadaan normal, CRF akan menyebabkan kenaikan ACTH dan kortisol 15-20%. Respon ini akan bertambah besar pada penyakit cushing, dimana ACTH akan meningkat lebih besar dari 50% dan kortisol akan naik 20%. Inferior petrosal sinus sampling Tes yang paling kuat untuk membedakan penyakit cushing dengan sindrom ACTH ectopic adalah Inferior Petrosal Sinus Sampling (IPSS). IPSS secara klinis sulit dikerjakan dan berkaitan dengan komplikasi, serta harus - dikerjakan oleh tangan yang ahli di pusat rujukan tersier. CT, MRI scanning of pituitary, adrenal Hasil pencitraan harus diintepretasi bersama hasil pemeriksaan laboratorium. MRI hipofisis merupakan pilihan ketika pemeriksaan laboratorium mengarah pada penyakit cushing, dengan sensitivitas 70% dan spesifitas 87%. Gambaran klasik dari pituitary mikroadenoma adalah lesi hypodense setelah pemberian kontras, yang berkaitan dengan deviasi dari pituitary stalk, dan permukaan atas yang cembung dari kelenjar hipofisis. Untuk pencitraan adrenal, CT lebih memberikan resolusi spatial, dan merupakan pencitraan pilihan, namun MRI bisa 21 memberikan tambahan informasi diagnostik pada penderita dengan carcinoma - adrenal. Scintigraphy Pada penderita tertentu scintigraphy bermanfaat pada keadaan patologi yang dugaan primer adrenal (Sudoyo AW et al, 2014). 7.5. Bagaimana penatalaksanaan secara farmakologi dan non farmakologi pada sindrom cushing ? Pemberian terapi bagi sindrom cushing didasarkan pada etiologi atau penyebabnya. Selain itu penatalaksanaan yang dapat diberikan berupa terapi farmakologi dengan memberikan ebberap obat kepada pasien dan terapi non farmakologi berupa tindakan bedah/operasi dan radiasi. Berikut tabel penatalaksanaan sindrom cushing berdasarkan etiologinya. a. Terapi Pengobatan sindrom cushing tergantung ACTH tidak seragam, bergantung pada apakah sumber ACTH adalah hipofisis atau ektopik. Beberapa pendekatan terapi digunakan pada kasus dengan hipersekresi ACTH hipofisis. Jika dijumpai tumor hipofisis sebaiknya diusahakan reseksi tumor transfenoidal. Tetapi jika terdapat bukti hiperfungsi hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat dilakukan radiasi kobalt pada kelenjar hipofise. Kelebihan kortisol juga dapat ditanggulangi dengan adrenalektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis fisiologik atau dengan kimia yang mampu mrnghambat atau merusak sel-sel korteks adrenal yang mensekresi kortisol. 22 Pengobatan sindrom ACTH ektopik adalah dengan reseksi neoplasma yang mensekresi ACTH atau adrenalektomi atau supresi kimia fungsi adrenal seperti dianjurkan pada penderita sindrom cushing jenis tergantung ACTH hipofisis. (Silvia A.Price, 2005). b. Tindakan Medis - Operasi pengangkatan tumor melalui hipokisektomi transfenoidalis, biasanya - penyebabnya adalah tumor hipofisis. Radiasi kelenjar hipofisis, untuk mengendalikan gejala. Adrenalektomi biasanya untuk pas dengan hipertrofi adrenal primer. Jika dilakukan adrenolektomi bilateral (keduanya diangkat) tetapi pergantian - dengan hormon – hormon kortex adrenal seumur hidup. Preparat penyekat enzim adrenal (metyrapon, aminoglutethimide, mitotone, ketokonazol) untuk mengurangi hiperadrenalisme jika penyebabnya adalah - tumor yang tidak dapat dihilangkan secara tuntas. Terapi penggantian temporer dengan hidrokortison selama beberapa bulan sampai kelenjar adrenal mulai memperlihatkan respon yang normal (Silvia A.Price, 2005). 23 DAFTAR PUSTAKA (junqueira L. C. 2007. Histologi Dasar: teks dan atlas. Ed. 10. Jakarta: EGC) (Moore K.L. 2002. Anatomi klinis dasar. Jakarta: Hipokrates Prihartanto, Dony. 2015. Steroid Dementia Syndrome sebagai Salah Satu Komplikasi Cushing Syndrome. Purworejo : RS Saras Husada Price, Sylvia A. & Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta) Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II edisi VI. Jakarta: Interna Publishing Loechner K. Adrenal insufficiency and addison’s disease. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service 2009 National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service, 2008) 24