Perang Suci Donald Trump

advertisement
PERANG SUCI DONALD TRUMP
AKHIR DARI GLOBAL WAR ON TERRORISM
K. Mustarom
Laporan Khusus
Edisi 2 | Februari 2017
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan
sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk
mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan
dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini
merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk
bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang
ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap
hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode
analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan
ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
——————
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:
[email protected].
Seluruh laporan kami bisa didownload di www.syamina.org
Daftar Isi
Executive Summary _____________________________________________________ 1
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump ___________________________________ 3
Fase Baru Perang Melawan Terorisme ______________________________________ 18
Violent Extremism vs Islam Radikal ________________________________________ 23
Clash of Civilizations ___________________________________________________ 36
Mengalahkan Jihad ____________________________________________________ 70
Kakistokrasi __________________________________________________________ 76
Kesimpulan __________________________________________________________ 83
01
Executive Summary
Executive Summary
Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS mengejutkan banyak pihak. Saat ini,
presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri saat
melakukan pelecehan seksual terhadap wanita. Pemimpin bangsa AS adalah
pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. Orang
yang paling berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah
tersinggung, arogan, suka menghina, mengintimidasi, dan narsis. Seorang selebritis
yang arogan, pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS.
Trump merubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia
yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif—yang
memang sudah lama ada di AS—terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia
mengejek wartawan yang cacat. Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan
apa-apa selain orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan. Dia
mencela lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk
dipenjara. Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah ... dengan hampir
semua orang.
Kedengkian adalah meme-nya. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden
meski dengan mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi
logis dari demokrasi.
Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang
tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan
menjadi seorang fasis? Apakah ia akan menjadi seorang demagog ataukah
diktator?
Apakah
pemerintahannya
bersifat
oligarki,
plutokrasi,
ataukah
kleptokrasi?
Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah
menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin.
Jawabannya adalah semua hal di atas. Dan semua itu terangkum dalam satu kata:
kakistokrasi, yang secara harfiah berarti sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh
02
Executive Summary
elemen
terburuk
dalam
sebuah
komunitas.
Kakistokrasi
adalah
sebuah
pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling
buruk dalam sebuah masyarakat.
Trump datang untuk menegaskan musuh utama Amerika. Lima belas tahun lebih
Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang membuatnya menjadi perang
terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat. Hampir lima trilyun dollar
sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan. Kini, Donald Trump
datang dengan membawa strategi baru.
Dengan narasi yang mirip dengan narasi Perang Salib Paus Urabanus II, Trump,
bersama
sederetan
tokoh
anti-Islam
ia
bawa
ke
Gedung
Outih,
siap
mendeklarasikan sebuah perang suci, untuk membuat Amerika aman dan hebat
kembali. Di malam inagurasinya, ia menegaskan musuh utamanya, yaitu Islam
radikal, yang ingin ia tumpas dari muka bumi.
Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme.
Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi,
di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam
yang meyakini supremasi hukum Islam di atas nilai-nilai dan konstitusi yang lain.
03
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
“Kita berada dalam
sebuah perang
dunia melawan
gerakan massal
mesianik dari
orang-orang jahat,
yang sebagian
besar dari mereka
terinpirasi oleh
ideologi
totalitarian, yaitu
Islam radikal.”
Pada bulan Nopember 1095 sebuah pertemuan besar dihelat di Clermont. Ribuan
orang dari berbagai daerah di Prancis berbondong-bondong menghadiri
pertemuan ini. Dinginnya bulan Nopember tidak menghalangi mereka untuk
mendengarkan pidato Paus Urbanus II. Mereka mendirikan kemah-kemah di ruang
terbuka. Di tengah lautan manusia, Urbanus menyampaikan pidatonya dalam
bahasa Perancis.
“Wahai rakyat Frank! Rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih! Telah datang
kabar memilukan dari Palestina dan Konstantinopel, bahwa suatu bangsa
terlaknat yang jauh dari Tuhan telah merampas negara tersebut, negara umat
Kristen. mereka hancurkan negara itu dengan perampokan dan pembakaran.
Mereka bawa para tawanan ke negara mereka. Dan sebagian lain mereka
bunuh dengan disiksa secara sadis. Mereka hancurkan gereja-gereja setelah
sebelumnya mereka kotori dan mereka nodai. Mereka taklukkan kerajaan
Yunani (Bizantium: Penulis) dan mereka rampas wilayahnya yang sebegitu
luasnya hingga seorang musafir tidak akan selesai mengelilingi wilayah itu
dalam waktu dua bulan penuh.”1
Pertama-tama pidato di atas menciptakan common enemy bagi Kristen Barat
dengan melakukan dua kali penyebutan kelompok yang berkonotasi baik dan
buruk. Pertama, kalimat “rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih”. Penyebutan
ini digunakan untuk menimbulkan rasa bangga bagi komunikan. Kedua, kalimat
“bangsa terlaknat yang jauh dari Tuhan”. Penyebutan ini digunakan untuk
menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap obyek. Dengan dua penyebutan ini
terciptalah garis demarkasi yang tegas antara “kita”, orang baik, dengan “mereka”,
orang jahat, yang menjadi musuh bersama.
1
https://sourcebooks.fordham.edu/source/urban2a.html
04
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Selanjutnya pidato tersebut melakukan tebang pilih fakta untuk menguatkan kesan
kejahatan dan kebrutalan musuh bersama. Bahwa di suatu periode sejarah,
penguasa Muslim pernah menghancurkan gereja Makam Suci (holy spulchre)
adalah fakta. Pada tahun 1010 al-Hakim bin Amrillah, penguasa dinasti Fatimiyah,
menghancurkan gereja Makam Suci. Tetapi ada fakta lain yang berbanding terbalik.
Di bawah kepemimpinan al-Ẓāhir, penerus al-Hākim, gereja Makam Suci dibangun
kembali. Durant menggambarkan bangunan baru gereja Makam Suci sebagai
“… bangunan
luas
yang
bisa
menampung
8000
(delapan
ribu)
orang.
Pembangunannya melibatkan teknik dan kecerdasan tertinggi yang ada pada saat
itu. Interiornya dihiasi tenunan sutera yang bersulam benang Emas. Di dalamnya
terdapat gambar Almasih yang sedang menunggang keledai.”2
Bisa jadi benar juga bahwa para peziarah Makam Suci dari Eropa mendapat
gangguan keamanan dari penguasa Seljuk. Tetapi fakta lain menunjukkan bahwa
selama Palestina berada di bawah kekuasaan Islam, umat Kristiani yang berdomisili
maupun yang berkunjung untuk melaksanakan ziarah mendapat perlakuan yang
baik. Bahkan Durant menyebut, perlakuan buruk dari penguasa Islam hanyalah
pengecualian.3
Tebang pilih fakta di atas dikombinasikan dengan isu pencaplokan wilayah Kristen
Bizantium oleh pasukan Islam untuk menanamkan kesan bahwa bangsa Eropa
adalah bangsa yang teraniaya. Kesan ini memberikan legitimasi bagi kemungkinan
tindakan perang yang akan diambil bangsa Eropa terhadap Umat Islam.
Sejatinya isu pencaplokan bukan hal baru. Sudah sejak abad ketujuh, kekaisaran
Romawi terus menerus kehilangan wilayahnya oleh upaya perluasan yang
dilakukan pasukan Islam. Yerussalem pun sudah berada di bawah kekuasaan
kekhalifahan Islam sejak masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Karenanya, Calude
Cahen menyebut perang salib adalah respon terlambat atas gerakan perluasan
2
William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, Terj., Dr. Zaki Najib Mahmud dkk, (Beirut: Dār al-Jīl,
1988), 15:12.
3
Ibid, 15:11
05
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Islam.4 Bahkan jika ditarik lebih ke belakang, maka caplok mencaplok sudah terjadi
sejak sebelum Islam, ketika dua negara adidaya, Romawi di barat dan Persia di
timur, saling bertukar kemenangan dalam serangkaian peperangan.
Jadi, jika selama ini tiga isu di atas, yaitu: penghancuran gereja, gangguan
keamanan dan pencaplokan wilayah, umumnya disebut para sejarawan sebagai
penyebab meletusnya Perang Salib, maka sejatinya ketiga hal tersebut hanyalah
peristiwa-peristiwa biasa terkait keputusan politik dan tindakan militer yang
mendahului Perang Salib. Yang membedakan ketiga peristiwa tersebut dari
peristiwa lain adalah kemasannya dalam bentuk propaganda yang berhasil
melarutkan suasana emosional masyarakat Eropa dan memobilisasi dukungan
massa untuk melakukan penyerangan dalam skala masif ke Yerussalem.
Setelah menyampaikan kondisi kezaliman yang dialami umat Kristiani, Urbanus
melanjutkan propagandanya dengan mengatakan:
“Di atas pundak siapakah tanggung jawab pembalasan atas kezalimankezaliman ini dan tanggung jawab merebut kembali tanah-tanah ini, jika
bukan di atas pundak kalian: kalian, wahai orang-orang yang mendapat
keistimewaan dari Tuhan lebih dari kaum lain berupa kemenangan di dalam
peperangan, keberanian besar dan kemampuan mengalahkan orang-orang
yang menghadang kalian? Jadikanlah perjalanan pendahulu kalian sebagai
peneguh hati kalian: kemenangan Charlemagne dan kemenangan raja-raja
lain kalian. Bulatkan tekadmu untuk menuju Makam Suci Almasih, Tuhan kita
dan juru selamat kita: makam yang sekarang dikuasai bangsa najis, dan
tempat-tempat suci lain yang telah ternodai dan terkotori.”5
Bagian pertama dari paragraf di atas merupakan persuasi yang menyentuh
kesadaran. Mereka, para komunikan, diidentifikasi sebagai orang-orang hebat yang
dapat mengalahkan siapa saja dalam peperangan. Jika mereka terzalimi, maka
4
Calude Cahen, al-Sharq wa al-Gharb Zamana al-Ḥurūb al-Ṣalibiyyah, terj., Ahmad al-Shayh, (Cairo:
Sīna li al-Nashr, 1995), 25.
5
William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, 15:12.
06
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
hanya merekalah yang dapat membalas kezaliman tersebut. Persuasi itu dikuatkan
dengan meminjam nama tokoh untuk diasosiasikan dengan orang-orang yang
bersedia mengikuti ajakan perang Urbanus. Dengan kata lain, orang-orang yang
bersedia mengikuti Perang Salib akan diidentifikasi sebagai orang-orang hebat
seperti Charlemagne.
Di
bagian
akhir
paragraf
Urbanus
mengidentifikasi
perang
yang
dipropagandakannya sebagai perang suci dengan menyebut hal-hal sakral bagi
komunikan, yaitu Makam Suci dan Almasih. Kedua hal sakral ini dihadap-hadapkan
dengan para musuh yang disebut sebagai najis dan telah mengkotori tempattempat suci komunikan. Sumber lain menyebutkan bahwa Urbanus mengklaim
perintah Perang Salib adalah perintah Tuhan, bukan perintah Urbanus. Fulcher,
mengutip khotbah Urbanus, mengatakan,
“…Tuhan, bukan saya, yang mendorong kalian, wahai tentara Almasih,
apapun derajat sosialnya, para ksatria maupun serdadu, kaya ataupun
miskin, untuk bergegas memusnahkan bangsa hina ini (Islam–penulis) dari
tanah kita dan memberikan pertolongan kepada penduduk Kristen sebelum
terlambat.”6
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perang Salib pertama-tama dan
terutama digerakkan oleh propaganda Urbanus II yang merepresentasikan Gereja
Romawi Barat dan diidentifikasi sebagai perang suci atau perang demi agama.
Namun demikian, tidak semua orang dapat digerakkan menuju medan perang
yang sangat berat hanya dengan menyulut kemarahan dan mengobarkan
semangat saja tanpa ada iming-iming duniawi maupun ukhrowi. Orang-orang
yang boleh jadi bisa tergerak tanpa iming-iming adalah para tokoh agama. Tetapi
perang ini memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana yang melimpah.
6
Fulcher of Chartes, Tārīkh al-Ḥamlah ila al-Quds, terj., Ziyad Jamil al-‘Asali, (Aman: Dār al-Shurūq,
1990), 38
07
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Karena itu tidak mengherankan jika Urbanus menyebutkan iming-iming dengan
mengatakan:
“Janganlah harta dan keluarga menghalangi kalian. Sebab, tanah yang kalian
tempati, yang dikelilingi laut dan pegunungan, terlalu sempit untuk
menampung seluruh penduduknya dan nyaris tak dapat memberikan
kehidupan yang baik untuk kalian. Dan karena itulah kalian saling
membunuh, memangsa dan berperang. Banyak dari kalian yang mati karena
perang saudara. Bersihkan hati kalian dari kotornya kedengkian! Hentikan
permusuhan diantara kalian! Ambillah jalan kalian menuju Makam Suci dan
rebutlah tanah itu dari bangsa najis dan kotor! Milikilah tanah itu!
Sesungguhnya Yerusalem adalah tanah yang tiada berbanding buahbuahannya. Ia adalah surga kemewahan. Sesungguhnya kota terbesar yang
terletak di jantung dunia telah menjerit meminta tolong kalian untuk
diselamatkan. Lakukanlah perjalanan ini dengan gembira dan penuh
semangat, maka kalian akan terbebas dari dosa-dosa kalian. Yakinlah bahwa
kalian akan mendapatkan kemuliaan yang tiada fana di kerajaan langit.” 7
Ada tiga iming-iming yang ditawarkan Urbanus. Pertama, jaminan keselamatan
untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan. Lebih detail Durant menjelaskan:
“Urbanus mengambil tanggung jawab untuk membebaskan segala belenggu yang
menghalangi pasukan Salib untuk bergabung dengan para pejuang. Kebijakan ini
tidak mendapatkan perlawanan berarti dari kaum bangsawan dan tuan tanah yang
mungkin saja dirugikan. Urbanus membebaskan budak-budak tuan tanah dari
kewajiban kepada tuannya selama masa perang. Semua pasukan Salib diberi
dispensasi untuk berpekara di pengadilan gereja, bukan di pengadilan feodal.
Urbanus menjamin, selama kepergian mereka gereja akan menjaga keselamatan
harta benda meraka.”8
7
8
William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, 15:15-16.
Ibid, 15:15-16.
08
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Kedua, kemakmuran di tanah baru, yaitu Yerusalem. Janji kedua ini bisa jadi
merupakan respon atas kemelaratan akibat epidemi yang melanda beberapa
wilayah Eropa. Barker mengatakan:
“Kelaparan dan wabah yang melanda tanah air mereka, telah mendorong
terjadinya eksodus ke timur untuk mengakhiri kesulitan-kesulitan. Tahun 1094
terjadi epidemi di Flanderen (sekarang masuk wilayah Belgia–penulis) dan meluas
hingga ke Bohemia (sekarang masuk wilayah Ceko–penulis). Tahun 1095 kelaparan
melanda Lorraine. Karena itu tidaklah mengherankan jika terjadi gelombang
pengungsian ke timur…”9
Ketiga, iming-iming yang bersifat spirituil, yaitu pengampunan dosa dan
kebahagiaan di hari kiamat. Urbanus memandang Perang Salib sebagai sebuah
penebusan dosa sesuai dengan indulgensi atau surat pengampunan yang
diberikan gereja.10 Tentang iming-iming spirituil, Fulcher menceritakan, “…
sesungguhnya Almasih memerintahkan hal berikut: setiap orang yang bepergian ke
sana (Yerusalem–Penulis) akan diampuni segala dosanya…”11
Ketiga iming-iming ini menjelaskan bahwa Urbanus membidik berbagai kalangan
dari berbagai lapis sosial. Urbanus membidik kalangan raja, bangsawan, kaum
feodal dan para ksatria yang gemar berperang demi memperebutkan tanah; kaum
papa dan orang-orang lemah yang akan tergiur dengan kebebasan dan
kemakmuran; dan mayoritas masyarakat Eropa yang secara psikologis akan merasa
terkurangi atau bahkan hilang sama sekali beban dosa dan kesalahan mereka di
dunia berkat endulgensi yang diberikan bagi mereka yang turut serta dalam
perang Salib. Propaganda Urbanus telah menanamkan keyakinan bahwa Perang
Salib bukan sekedar perbuatan yang mendatangkan ridla Tuhan, tetapi juga
9
Ernest Barker, al-Ḥurūb al-Ṣalībiyyah, 22.
Jonatahan Riley Smith, al-Ḥamlah al-Ṣalībiyyah al-Ūlā wa Fikrat al-Ḥurūb al-Ṣalībiyyah, terj., Dr.
Muhammad Fathi al-Shā’ir, (Cairo: Al-Hay`ah al-‘Āmmah li al-Kitāb, 1999), 50.
11
Fulcher of Chartes, Tārīkh al-Ḥamlah ila al-Quds, 38.
10
09
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
merupakan jalan keselamatan—suatu jalan yang selama ini dianggap menjadi
monopoli kaum agamawan.12
Khotbah Urbanus disambut para hadirin dengan teriakan, Deus Vult! (itu kehendak
Tuhan). Gagasan Perang Salib menggelinding ke seluruh penjuru Eropa bagai bola
salju yang semakin lama semakin membesar. Dalam masa sembilan bulan Urbanus
mengunjungi Montpellier, Bordeux, Tolouse, Nimes dan beberapa daerah lain
untuk mengkampanyekan Perang Salib. Urbanus juga mengirim utusan untuk
kampanye yang sama ke Genoa, Venezia, Bologna, Pisa dan Milan.
Berbagai golongan masyarakat bergabung di bawah panji Perang Salib dengan
beragam motivasi. Mereka tergiur dengan berbagai iming-iming yang ditawarkan
Urbanus. Sebagian tertarik menjadi martir Perang Salib dengan harapan mendapat
ampunan atas segala dosanya. Para budak tuan tanah berharap dapat terbebas
dari kungkungan tuan feodal. Para pembayar pajak berharap mendapat
pembebasan. Orang-orang yang terlilit hutang tergiur dengan janji penundaan.
Para tahanan berharap dapat menghirup udara bebas dengan mengikuti Perang
Salib. Para terhukum mati berharap mendapatkan kehidupannya, jika mereka
bersedia mengabdi di Palestina sepanjang hidupnya. Kaum miskin berharap
terlepas dari penderitaan kemiskinan yang dialaminya. Kaum pedagang berharap
dapat memperluas wilayah pemasarannya. Bahkan orang-orang lemah yang tidak
tertarik dengan dunia perang pun bergabung dengan ekspedisi militer Salib karena
takut sanksi sosial dan tuduhan sebagai penakut.13
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa propaganda Urbanus berhasil
memobilisasi berbagai lapisan masyarakat Eropa dengan beragam kepentingan
untuk bergabung dalam Perang Salib.
Urbanus melalui khotbahnya sukses menggelorakan semangat perang demi dan
atas
12
13
nama
agama.
Kesan
sebagai
perang agama
Jonathan Riley Smith, al-Ḥamlah al-Ṣalībiyyah,, 56.
William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, 15:18.
semakin
kuat
ketika
10
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Urbanus
menyelipkan simbol-simbol agama. Pekik “Deus Vult” (itu kehendak
Tuhan) ditetapkan Urbanus sebagai yel-yel perang.14 “Exercitus Dei” (Tentara
Tuhan) menjadi nama bagi pasukan Salib.15 Atas perintah Urbanus, simbol agama
yang paling menonjol adalah penggunaan tanda salib di bahu dan di dada.16
Tidak hanya itu, Urbanus juga memberikan justifikasi bagi tindak kekerasan yang
akan terjadi dalam pertempuran. Perang yang dikobarkannya disebutnya sebagai
“Tebusan Kekerasan”, yang patut mendapat pujian.17 Justifikasi ini diperlukan guna
menjelaskan doktrin kasih sayang Kristiani yang tampak bertentangan dengan
perang yang meniscayakan kekerasan. Kegelisahan Tancred, salah satu pemimpin
pasukan Salib yang tinggal di Italia Selatan, atas ambiguitas makna perang dalam
doktrin Kristiani mencerminkan masih adanya keberatan psikologis di benak umat
Kristen. Jonathan menggambarkan kegelisahan itu dengan mengatakan:
“Tancred sangat menderita akibat kegelisahan yang terus menerus
menderanya. Sebab, perang yang akan dilakoninya sebagai ksatria
bertentangan
dengan
memerintahkannya
agar
ajaran
Almasih.
bersikap
toleran
Sebenarnya
dan
Almasih
mengajarkan
agar
memalingkan pipi kiri kepada orang yang telah memukul pipi kanannya.
Tetapi keksatriaan sekuler justru sigap mengalirkan darah. Almasih
menasihatinya agar memberikan pakaian dan mantel kepada orang yang
memintanya. Tetapi perang meniscayakannya melucuti semua benda
yang menjadi milik musuh. Keluarnya keputusan Paus Urbanus tentang
pemberian ampunan dari segala dosa bagi umat kristiani yang berangkat
untuk memerangi umat Islam, menambah kekuatan dan semangat Tancred,
meskipun ia tetap tidak yakin, apakah perang yang ia jalani merupakan
perang demi agama atau demi dunia.”18
14
Ibid, 15:16.
Jonathan Riley Smith, al-Ḥamlah al-Ṣalībiyyah, 38.
16
Ibid, 52.
17
https://jeffdavis.blog/tag/pope-urban-ii/
18
Ibid, 71.
15
11
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Tetapi berkat doktrin Urbanus, keberatan psikologis itu dapat dihilangkan.
Pada akhirnya, kesucian Perang Salib sebagaimana propaganda Paus Urbanus
dengan berbagai simbol agama yang disematkan di dalamnya tidak berbanding
lurus dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Perang Salib yang dipretensikan
sebagai perang suci ternoda oleh tindak kriminal dan pembantaian Yahudi yang
dilakukan beberapa legiun dari Eropa Barat.
Kini, semangat perang suci kembali digelorakan Donald Trump dan orang-orang di
sekelilingnya. Mereka memandang bahwa terjadi benturan peradaban antara
Kristen Barat dan Islam. Visi itu terungkap dengan sangat jelas dari berbagai
statement yang mereka nyatakan.
Pada tahun 2014, dalam sebuah pertemuan dengan kalangan konservatif Katolik di
Vatikan, Steve Bannon, kepala strategis Donald Trump yang kini menjadi anggota
Dewan Keamanan Nasional, mendeklarasikan bahwa “Barat kini sedang dalam
tahap awal perang global melawan fasisme Islam.” Ia membingkai pertempuran ini
dengan istilah-istilah agama. Bannon mendudukkan perang saat ini dalam sejarah
panjang perang antar Kristen dan Muslim. Ia memuji sikap keras Kerajaan Eropa.
“Jika anda melihat ke belakang dalam sejarah panjang perjuangan YahudiKristen Barat melawan Islam, saya percaya bahwa leluhur kita menjaga posisi
mereka, dan saya pikir mereka melakukan hal yang benar. Saya pikir mereka
mampu menyingkirkan [pasukan Islam] dari dunia, baik itu di Wina, di Tours,
maupun di tempat lainnya… Mereka mewariskan kepada kita lembaga yang
hebat, yaitu gereja Barat.”19
Sikap yang sama diambil oleh Michael Flynn, penasihat keamanan nasional,
menurutnya,
19
https://www.buzzfeed.com/lesterfeder/this-is-how-steve-bannon-sees-the-entireworld?utm_term=.bjoOX2kPG#.ypWv8gPm1
12
“Deus Vult!”—
Tuhan
menghendakinya
atau ini adalah
kehendak Tuhan—
adalah kata yang
dulu menjadi
slogan
penyemangat
prajurit Perang
Salib, dan kini
diadopsi oleh para
aktivis sayap
kanan dan
pendukung Trump
untuk menghina
umat Islam—dan
sebagai referensi
untuk membunuh
para pengikut
Islam.
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
“Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik
dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh
ideologi totalitarian, yaitu Islam radikal.”20
Hidup dari ide tersebut, para pendukung Trump menggunakan simbol-simbol
Perang Salib dalam meme-meme dan pesan-pesan mereka. Mereka mengutip
khotbah Paus Urbanus II pada tahun 1095, saat ia menyerukan Perang Salib I untuk
merebut kembali Tanah Suci dari tangan umat Islam.
“Deus Vult!”—Tuhan menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan—menjadi
tagar yang banyak tersebar di media sosial dan grafiti yang digambar di temboktembok sebelum dan sesudah pemilihan presiden yang berujung pada
kemenangan Donald Trump. “Deus Vult” adalah kata yang dulu menjadi slogan
penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan
dan pendukung Trump untuk menghina umat Islam—dan sebagai referensi untuk
membunuh para pengikut Islam.21
20
Michael T. Flynn, Michael Ledeen, The Field of Fight: How We Can Win the Global War Against
Radical Islam and Its Allies, St. Martin’s Press, 2016, 8
21
http://www.pressherald.com/2016/11/11/our-view-theres-no-mandate-for-mainers-to-hate/
13
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Gambar 1.
Slogan #DeusVult
banyak digunakan oleh
para pendukung
Donald Trump di
media sosial
14
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Trump memimpin Gedung Putih dengan dukungan dari orang-orang yang gencar
meneriakkan sebuah perang suci. Bagi Trump sendiri, perang melawan Islam
radikal adalah perang suci.
Sebagaimana Urbanus II, Trump pun menggunakan narasi yang sama. Dalam
sebuah ceramahnya di Ohio Agustus 2016 silam,22 Trump menciptakan common
enemy bagi Kristen Barat dengan menjelaskan musuh dengan konotasi buruk.
Penyebutan ini digunakan untuk menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap
obyek yang mereka identifikasi sebagai musuh utama, yaitu Islam radikal. Di awal
ceramahnya, ia menjelaskan mengenai berbagai keburukan dari kelompok yang
mengancam Kristen Barat dan kerusakan yang mereka lakukan.
“Anak-anak dibantai, anak perempuan dijual sebagai budak, laki-laki dan
perempuan
dibakar
hidup-hidup.
Penyaliban,
pemenggalan
dan
penenggelaman. Etnis minoritas ditargetkan untuk eksekusi massal. Tempat
suci dinodai. Umat Kristen diusir dari rumah mereka dan diburu untuk
dimusnahkan. Kita tidak bisa membiarkan kejahatan ini terus berlanjut.
Kita juga tidak bisa membiarkan ideologi kebencian dari Islam Radikal—
penindasan mereka terhadap perempuan, gay, anak-anak, dan orang kafir—
diizinkan untuk tinggal atau menyebar di dalam negara kita sendiri.”
Narasi tersebut ia ulangi kembali dalam cuitannya pasca penerapan larangan
masuk Amerika Serikat bagi pengungsi Muslim. “Umat Kristiani di Timur Tengah
telah dieksekusi dalam jumlah besar. Kita tidak boleh membiarkan horor ini
berlanjut!”23
Kemudian, Trump mencoba membangun rasa bangga warga Amerika dengan
menekankan akan kemuliaan nilai-nilai mereka.
"Kita memiliki negara yang luar biasa, dan cara hidup yang luar biasa...
Kebanggaan pada institusi kita, sejarah kita, dan nilai-nilai kita harus
22
23
http://edition.cnn.com/TRANSCRIPTS/1608/15/cnr.07.html
https://twitter.com/realDonaldTrump/status/825721153142521858
15
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
diajarkan oleh orang tua dan guru, dan mengesankan semua yang datang
dalam masyarakat kita dan yang ingin bergabung dengan masyarakat kita...
Sistem pemerintahan kita dan Budaya Amerika adalah yang terbaik di dunia
dan akan memberikan hasil yang terbaik bagi semua orang yang
mengadopsinya."
Dengan statement di atas, Trump menciptakan garis demarkasi yang tegas antara
“kita”, orang baik, dengan “mereka”, orang jahat, yang menjadi musuh bersama.
Trump juga menyebut hal-hal sakral bagi umat Kristiani, yaitu tempat suci yang
telah dinodai.
Terakhir, Trump tak lupa memberikan iming-iming bagi komunikan jika mereka
mengikuti cara-cara yang ia gulirkan. Jika Urbanus memberikan iming-iming
jaminan keselamatan untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan, kemakmuran di
tanah baru, yaitu Yerusalem, serta pengampunan dosa dan kebahagiaan di hari
kiamat, Trump memberikan iming-iming “membuat Amerika hebat dan aman
kembali.”
Deklarasi perang kembali ia tegaskan pada malam inagurasi 20 Januari 2017 silam.
Presiden Donald Trump menggunakan sesi pelantikannya sebagai panggung untuk
menyeru kepada “dunia yang beradab” agar bersatu melawan "terorisme Islam
radikal, yang akan kita hapus seluruhnya dari muka bumi." Seruan tersebut
mendapat respon yang penuh dengan antusiasme dari para peserta yang hadir di
National Mall.
“Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru,
dan menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang
akan kita tumpas sepenuhnya dari muka bumi.”24
Kata-kata tersebut mengingatkan kita kepada Presiden George W. Bush dan
pemerintahannya. Setelah serangan 11 September, Bush menyebut 'perang
24
https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2017/01/20/donald-trumps-full-inaugurationspeech-transcript-annotated/?utm_term=.a25fe42cf201
16
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump
melawan terorisme' sebagai 'perang salib.' Pemerintahan Bush mengartikan perang
melawan terorisme sebagai salah satu perang suci melawan Muslim.
Trump tidak menggunakan kata 'Perang Salib,' namun terdapat tema teokratis
kristen yang sangat nyata dalam deklarasinya untuk 'memperkuat persekutuan
lama dan membentuk persekutuan baru' dalam perang melawan terorisme radikal
Islam.
"Landasan politik kita adalah kesetiaan total terhadap Amerika Serikat. Dan
melalui loyalitas kita terhadap negara kita, kita akan menemukan kembali
loyalitas kita terhadap satu sama lain," Kata Trump.
Segera setelah mengemukakan kembali komitmennya untuk melakukan perang, ia
menambahkan,
"Ketika kita membuka hati kita untuk patriotisme, tidak ada ruang bagi
prasangka. Injil mengatakan pada kita, 'Betapa bagus dan menyenangkannya
ketika manusia-manusia Tuhan hidup bersama dalam kesatuan.'"
"Kita harus membicarakan pikiran kita secara terbuka, memperdebatkan
ketidaketujuan kita dengan jujur, namun selalulah mengejar solidaritas.
Ketika Amerika bersatu, Amerika tidak dapat dihentikan. Tidak boleh ada
ketakutan—kita telah dilindungi dan akan selalu dilindungi."
"Kita akan dilindungi oleh laki-laki dan wanita luar biasa dalam militer dan
aparat penegak hukum kita, dan yang terpenting, dilindungi oleh Tuhan."
Ini adalah seruan untuk perang suci, sebuah pengukuhan terhadap perang dan
pertumpahan darah, dengan menegaskan bahwa semua kekerasan yang dilakukan
oleh Amerika disetujui oleh Tuhan. Persis sebagaimana Urbanus memberikan
justifikasi bagi tindak kekerasan yang akan terjadi dalam pertempuran, dengan
narasi “Tebusan Kekerasan”.
18
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
“Saya pikir kita tidak bisa memenangkan perang ini... Saya tidak tahu... akhir dari
perang ini.”25 (George W. Bush)
Perang melawan teror disebut sebagai perang terpanjang yang pernah dilakukan
oleh AS. Sejak serangan 11 September, berbagai strategi dan narasi sudah pernah
dikeluarkan. Pada awalnya, presiden George W. Bush memakai narasi “perang
salib” untuk menggelorakan will of fight Barat. Hasilnya, kongres AS memberikan
otorisasi kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer dalam
rangka memburu pelaku 911. Tak hanya itu, Bush juga mampu memobilisir 50
negara sekutu untuk turut berperan serta. Narasi “perang salib” sempat menjadi
banyak perdebatan karena sensitivitasnya. Masukan dari berbagai pihak membuat
Bush melakukan revisi. Hingga kalimat “Perang Melawan Teror” disepakati sebagai
pengganti.
Afghanistan dibombardir dengan serangan besar-besaran. Tawaran untuk
menyerahkan Usamah bin Ladin, sosok yang mereka tuduh sebagai otak di balik
serangan 11 September, ditolak oleh Taliban. Perlindungan kepada saudara Muslim
menjadi pertimbangan Mullah Umar, meski dengan risiko mempertaruhkan
kekuasaan.
Serangan dari darat, laut dan udara menghiasi bumi Afghanistan. Pada akhirnya,
Taliban akhirnya terguling dari kekuasaan, dan Al Qaidah pun sempat mengalami
“Saya pikir kita
tidak bisa
memenangkan
perang ini...
Saya tidak
tahu... akhir
dari perang
ini.”
fase kritis perjuangan. Keberhasilan awal di Afghanistan membuat AS merasa
percaya diri untuk membuka medan baru pertempuran. Tahun 2003, rezim Saddam
Hussein di Irak menjadi sasaran. Sekutu yang berhasil digalang di Afghanistan
kembali diminta untuk mengambil peran. Saddam Hussein berhasil ditangkap di
sebuah tempat persembunyian, yang menjadi simbol keruntuhan sebuah rezim
25
http://www.today.com/news/bush-you-cannot-show-weakness-world-wbna5866571
19
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
yang sudah puluhan tahun memegang tampuk kekuasaan. Sontak, AS merasa
bahwa mereka sudah diambang kesuksesan. Bush pun mengeluarkan statement di
atas kapal US Marshall dengan background “mission accomplished” di belakang.
Misi sudah tertunaikan.
Namun demikian, perang tidak sependek yang mereka bayangkan. Perlawanan
terus berlangsung dari para militan. Taliban kembali bangkit melakukan
perlawanan. Pejuang Irak juga tidak ketinggalan. Al Qaidah yang terjepit di
Afghanistan mampu menyebar dan menginspirasi belahan dunia lain untuk
membuka front pertempuran.
Khawatir atas perkembangan perlawanan yang semakin meluas, pada tahun 2004
para pejabat di Eropa dan Barat pun mulai membuat narasi, bahwa akar utama dari
fenomena terorisme abad ke-21 adalah ideologi ekstrim. Pendapat tersebut terus
digaungkan. Media pun terdepan dalam mengabarkan, meski bukti akademis
belum juga mereka dapatkan. Akhirnya, program baru mulai dijalankan, dalam
rangka
mengubah
para
militan
dari
pikiran
radikal.
Deradikalisasi
dan
disengagement menjadi program andalan. Perang Melawan Teror saat itu pun
mulai memasuki fase baru.
Di Irak dan Afghanistan, Jenderal David Petraeus mulai mengampanyekan program
counterinsurgency. Istilah winning heart and mind pun digaungkan dalam rangka
mengatasi
kekacauan.
Di
belahan
dunia
yang
lain,
deradikalisasi
dan
disengagement mulai dijalankan, dengan melibatkan psikolog dan antropolog.
Iming-iming insentif ekonomi, pendekatan agama, serta beasiswa adalah salah satu
cara untuk melunturkan pikiran radikal para militan. Di sisi lain, dana besar pun
digelontorkan untuk para akedemisi melakukan penelitian dan membuktikan
bahwa akar terorisme adalah ideologi ekstrim. Namun sayang, hasilnya masih juga
belum mampu memberikan titik terang. Kenapa seseorang menjadi teroris masih
menjadi tanda tanya besar. Faktornya sangat kompleks, tidak hanya karena satu
penyebab.
Tahun 2011, Obama merilis strategi baru untuk menghadapi kelompok jihadis.
Setelah serangan drone, hingga pembunuhan para pemimpin jihadis tidak jua
20
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
menghentikan perlawanan, mereka menyimpulkan bahwa pusat gravitasi kelompok
ini ada pada narasi. Kemampuan kelompok jihadis untuk menyampaikan tujuan
dan ideologi dipandang sebagai daya tarik utama yang membuat mereka terus
bisa menggelorakan semangat perlawanan. Program Countering Violent Extremism
(CVE) dipilih untuk menghadapinya, dan bahkan mengadakan pertemuan puncak
tentang masalah ini pada bulan Februari 2015 di Gedung Putih.
Usaha Amerika tidak berhenti di situ, mereka berusaha mengglobalkan program
tersebut agar serempak bisa dijalankan oleh negara lain di dunia. Pada akhirnya,
pada bulan Desember 2015 PBB mengadopsi program tersebut dengan nama
Preventing Violent Extremism (PVE).
Ada tiga hal yang membedakan CVE dengan kebijakan Bush sebelumnya.
Pertama, CVE menggeser fokus perhatian, dari teroris asing kepada ekstrimis di
dalam negeri, berfokus pada warga Muslim sebagai tersangka radikalisme.
Dua, CVE bergantung pada jaringan informan untuk memonitor komunitas umat
Islam, selain melakukan pengawasan secara elektronik yang sudah dibangun pada
masa Bush.
Dan ketiga, Obama secara strategis mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh
retorika benturan peradaban yang sebelumnya menjadi karakteristik pemerintahan
Bush. Ia menggantinya dengan bahasa toleransi dengan maksud untuk
menggalang Muslim sebagai informan.
Dengan CVE, Obama berusaha memenangkan hati dan pikiran Muslim,
menggalang mereka agar bersatu dalam barisan AS untuk memerangi kelompok
yang sebenarnya sama dengan yang diperangi oleh Bush maupun Trump saat ini,
yaitu Islam radikal. Obama lebih memilih kata “violent extremism”, bukan Islam
radikal, untuk meminimalisir kesan perang terhadap Islam.
Sekarang, telah tiba era Donald Trump, yang selama masa kampanye menjadikan
pilihan kata “violent extremism” sebagai salah satu titik serang kepada pemerintah
Obama. Bagi Trump dan orang-orang di sekelilingnya, CVE adalah sebuah
kepengecutan. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2016, Amerika sudah mengeluarkan
21
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
biaya perang sebanyak US $ 4.97 triliun, angka yang sangat fantastis untuk sebuah
perang yang sampai sekarang belum juga bisa mereka menangkan. Untuk itu,
Trump dan timnya berusaha melakukan perubahan strategi. Menurut mereka, jika
AS masih menggunakan strategi saat ini, maksimal lima tahun lagi mereka akan
kalah.
“Jika pemerintah tidak pergi berperang — dengan sekutu Muslim kita — melawan
jihadis, kita akan mengalami kekalahan dalam perang ini. Baik dalam serangan
langsung, maupun serangan dari dalam melalui subversi. Lima tahun, maksimal,” 26
tutur Sebastian Gorka, yang pernah menjadi konsultan Donald Trump selama masa
kampanye.27
Ia, dan timnya, menganggap bahwa kelemahan utama pemerintah Obama adalah
ketidaktegasan
mereka
dalam
menyebut
musuh.
“Kita
harus
mampu
mendiskreditkan doktrin Islam radikal, mendiskreditkan ideologi ini. Namun saat
ini [semasa pemerintahan Obama] kita tidak diperbolehkan,”28 terang Michael T.
Flynn, penasihat keamanan nasional Donald Trump.
Mereka menilai bahwa keengganan Obama untuk menyebut agama sebagai
motivasi di balik aksi para jihadis—meski kenyaatannya CVE banyak diarahkan
terhadap komunitas Muslim—membuat AS tidak efektif dalam menjalankan perang
melawan teror.
“Kita tidak bisa mengalahkan musuh yang tidak bisa kita definisikan. Dan dengan
membuat Barat sulit bicara tentang Islam radikal, justru akan membuat kita sulit
untuk merancang strategi yang akan mengalahkan mereka,”29 terang Michael
Ledeen, co-authors dari buku The Field Of Fight bersama dengan Michael Flynn.
26
http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/
27
http://docquery.fec.gov/cgi-bin/fecimg/?201601319005280481
28
http://edition.cnn.com/2016/11/16/politics/michael-flynn-donald-trump-national-security-adviser/
29
http://www1.cbn.com/cbnnews/2017/january/get-ready-for-trumps-war-on-terror-radical-islam
22
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
Karena itu, Trump dan orang-orang di sekitarnya menegaskan bahwa musuh
utama mereka adalah Islam radikal. Bahkan ia bersumpah untuk memerangi
mereka secara lebih terang-terangan.
Di Ohio, pada bulan Agustus 2016, Trump mendeklarasikan bahwa “Kita akan
mengalahkan terorisme Islam radikal sebagaimana kita telah mengalahkan setiap
ancaman yang kita telah hadapi di setiap masa. Tapi kami tidak akan mengalahkan
mereka dengan mata tertutup atau suara yang terbungkam.”30
Di bawah kepemimpinan Donald Trump, perang melawan terorisme kini pun
memasuki fase baru.
Pada akhir Desember 2016, salah seorang lingkaran inti dalam pemerintahan
Trump mengatakan kepada pejabat Departmen Keamanan Nasional bahwa CVE
mungkin akan diubah namanya menjadi "Countering Islamic Extremism" atau
"Countering Radical Islamic Extremism". Program tersebut tidak lagi menargetkan
kelompok supremasi kulit putih, yang juga melakukan pengeboma dan
penembakan di Amerika Serikat, tapi secara eksklusif menargetkan Islam dan
Muslim.31
Dengan demikian, kita keluar dari era Obama dan CVE-nya, masuk ke era Trump
dan perang sucinya.
30
http://thehill.com/blogs/pundits-blog/presidential-campaign/291498-full-transcript-donald-trumpaddresses-radical
31
http://www.reuters.com/article/us-usa-trump-extremists-program-exclusiv-idUSKBN15G5VO
23
Violent Extremism vs Islam Radikal
Violent Extremism vs Islam Radikal
“Saya pikir Islam membenci kita. Ada kebencian yang sangat besar di sana. Ada
kebencian yang luar biasa terhadap kita,” kata Trump dalam sebuah interview
dengan CNN Maret 2016 silam. Saat ditanya apakah yang ia maksud “Islam itu
sendiri” ataukah “Islam radikal”, Trump menjawab, “Radikal, tapi sangat sulit untuk
mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan.”32
Omar Mateen adalah Muslim Amerika generasi kedua. Laki-laki berusia 29 tahun
tersebut lahir di New York dari seorang ayah Afghanistan yang melakukan migrasi
ke AS. Ia tidak punya catatan kriminal sebelumnya, meski FBI pernah dua kali
melakukan invetigasi terkait kemungkinan hubungannya dengan teroris.
Hari itu, 12 Juni 2016, Omar Mateen melakukan serangan ke sebuah kelab malam
di Orlando. Empat puluh sembilan orang tewas dan 53 lainnya terluka dalam
serangan tersebut. Obama menyebut serangan tersebut sebagai “aksi teror dan
aksi kebencian”.33 Ia berusaha diplomatis saat menyatakan bahwa, sejauh ini, satusatunya hal yang pasti adalah bahwa Mateen dipenuhi kebencian. Kita tidak
mendengar Obama menyebut “Islam radikal” atau “teroris Islam radikal”. Ia tidak
“Saya pikir
Islam
membenci kita.
Ada kebencian
yang sangat
besar di sana.
Ada kebencian
yang luar biasa
terhadap kita,”
pernah mengucapkannya.
Terkait ISIS, Obama mengatakan bahwa “Mereka bukanlah pemimpin agama,
mereka adalah teroris… Kita tidak sedang berperang melawan Islam. Kita
berperang melawan orang-orang yang menodai Islam.”34 Obama juga menyatakan
bahwa ISIS “sangat ingin” menggambarkan diri sebagai pembela Islam. Dan
Obama ingin agar publik Amerika menolak fantasi ini. Karenanya, ia lebih memilih
32
http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-anderson-cooper-primary-floridaohio/index.html
33
http://gokicker.com/2016/06/12/heres-obama-said-orlando-shooting/
34
http://www.huffingtonpost.com/2015/02/18/obama-islamic-state-terrorists_n_6708610.html
24
Violent Extremism vs Islam Radikal
istilah “ektremisme kekerasan” saat berbicara tentang teroris.35 “Tidak ada magic
dalam frase “Islam radikal”. Ini adalah pembicaraan politis, bukan sebuah
strategi,”36 tulis Obama dalam akun twitter resmi presiden AS.
Dalam pandangan Obama, membangkitkan Islam atas nama terorisme dan
melegitimasi apa yang dilakukan kelompok radikal atas nama Islam akan
menyebabkan kerugian besar pada lebih dari 1 milyar Muslim di dunia yang
menolak kekerasan.37 Obama juga bersikukuh dengan pandangan bahwa
menggeneralisasi Muslim akan membuat sikap tersebut masuk dalam perangkap
propaganda ISIS dan mengalienasi sekutu mereka di dunia Muslim.
Terkait penggunaan istilah “Islam radikal”, banyak kritik yang diarahkan kepada
Obama. Banyak yang meyakini bahwa Obama menolak hubungan yang sangat
jelas antara Islam dan terorisme ekstremis. Dan hal itu, menurut mereka, sangat
berbahaya. Mereka menganggap bahwa sikap Obama untuk menghindari istilah
tersebut merefleksikan kegagalan yang lebih besar untuk mengalahkan musuh dan
membuat AS tetap aman.38 Obama dinilai tidak mampu memenuhi peran
seseorang yang seharusnya merefleksikan kemarahan dan kegelisahan bangsa
terhadap Islam radikal.39
Peran itulah yang coba diambil oleh Donald Trump dan Partai Republik dalam
kampanyenya.
Senator Tom Cotton dari Arkansas mengatakan bahwa Amerika membutuhkan
“pemimpin yang menyebut musuh sesuai dengan namanya.”40 Sedangkan tokoh
Partai Republik lainnya, Sean Duffy, mengatakan bahwa “saat jihadis radikal
35
http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/02/obama-violent-extremism-radicalislam/385700/
36
https://amp.twimg.com/v/3ebc55a0-4a43-4558-bac3-c35a608bef83
37
http://gokicker.com/2015/11/19/does-islam-promote-violence-should-america-fear-Muslims-letsbreak-it-down/
38
FOX & Friends (@foxandfriends) 15 Juni 2016, https://amp.twimg.com/v/80c0623d-6b0c-46858f57-ac6e44614a62
39
] Megyn Kelly (@megynkelly) 15 Juni 2016,
https://twitter.com/megynkelly/status/742897314981810176
40
http://time.com/4412018/republican-convention-tom-cotton-speech-transcript/
25
Violent Extremism vs Islam Radikal
membunuh orang Amerika, Obama justru ribut untuk menentukan apakah
menyebutnya dengan kekerasan atau kejahatan dengan kebencian.”41
Islam radikal adalah tema yang sudah lama diusung oleh Donald Trump. Dalam
sebuah pernyataannya setelah serangan di Orlando, Trump mengkritik Obama
yang “menolak dengan penuh rasa malu untuk sekadar mengatakan kata ‘Islam
radikal’. Dan untuk alasan itu, Trump meminta agar Obama mengundurkan diri dari
jabatan presiden AS. Tak hanya itu, Trump juga menambahkan bahwa jika Hillary
Clinton tidak mau menggunakan kata “Islam radikal”, maka sebaiknya ia keluar dari
persaingan calon presiden.42
Sindiran tersebut tidak membuat Obama bergeming, ia tetap bersikukuh tidak
menggunakan dua kata tersebut agar tetap mendapatkan dukungan dari sekutu
Muslimnya. Namun, sikap yang sama ternyata tidak diambil oleh Clinton. Dalam
sebuah wawancara dengan NBC pada bulan Juni 2016, Clinton mengatakan bahwa
ia cukup senang untuk mengatakan “jihadisme radikal” atau “Islamisme radikal”,
karena keduanya bermakna sama.43
Perdebatan soal ini memang sudah berlangsung cukup lama. Pada musim gugur
tahun 1990—saat pasukan AS tiba di Arab Saudi, yang membuat marah Usamah
bin Ladin—sejarawan Bernard Lewis memperingatkan tentang meningkatnya sikap
anti Amerika di dunia Islam.
“Kita menghadapi sebuah suasana dan sebuah gerakan yang jauh melebihi
isu, kebijakan, dan pemerintah yang berusaha mengejarnya. Ini adalah
semacam benturan peradaban—reaksi yang mungkin irasional dan
bersejarah dari rival kuno yang melawan warisan Yahudi-Kristen kita,
sekulerisme kita, dan ekspansi keduanya di dunia ini. Penting bagi kita untuk
41
http://www.politico.com/story/2016/07/rnc-2016-sean-rachel-duffy-225778
http://www.vox.com/2016/6/12/11911796/clinton-sanders-trump-orlando-shooting
43
http://www.politico.com/story/2016/06/hillary-clinton-radical-islam-224255
42
26
Violent Extremism vs Islam Radikal
tidak terprovokasi secara historis dan irasional saat melawan rival semacam
itu.”44
Presiden AS pasca serangan 11 September, George W. Bush dan Barack Obama,
berusaha untuk melakukan tindakan secara seimbang: memerangi jihadis namun
menghindari kesan bahwa Barat dan dunia Islam sedang dalam sebuah
peperangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Lewis di atas.
Bush memang mendefinisikan Perang Global Melawan Terornya dalam cara yang
bisa membangkitkan sebuah benturan peradaban, dengan menempatkan seolaholah ‘para pecinta kebebasan’ melawan penerus totaliter Nazi dan Komunis.
Namun, ia mencoba menutupinya dengan menegaskan bahwa Islam bukanlah
pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, dengan menyebut bahwa teroris telah
“menyesatkan” ajaran Islam yang damai. Di sepanjang pemerintahannya, George
W. Bush enggan untuk mendefinisikan konflik ini dengan istilah-istilah agama.
“Beberapa orang menyebutnya radikalisme Islam yang jahat,” kata Bush pada
tahun 2005. “Sedangkan yang lain menyebutnya jihadisme militan. Dan ada juga
yang menyebut dengan Islamo-fascisme. Apapun sebutannya, ideologi ini sangat
berbeda dengan agama Islam.”45
Obama ‘menurunkan’ istilah ‘war’ yang dibawa Bush dengan istilah ‘fight’, dan
menyebut musuh dari istilah teror secara umum menjadi nama kelompok secara
spesifik. Ia juga menolak gagasan mengenai benturan peradaban (clash of
civilizations). Alasannya ada tiga: pertama, gagasan tersebut menurutnya terlalu
melebih-lebihkan ancaman terorisme kepada Amerika Serikat. Kedua, ia tidak ingin
menguatkan narasi para jihadis tentang perang antara Islam dan Barat. Ketiga,
narasi benturan peradaban juga akan mengurangi daya tarik program tersebut
untuk menggalang umat Islam sebagai informan. Saat presiden AS menggunakan
“bahasa yang longgar yang nampak menonjolkan sebuah konflik peradaban antara
44
45
https://www.theatlantic.com/magazine/archive/1990/09/the-roots-of-muslim-rage/304643/
https://www.theatlantic.com/magazine/archive/2006/04/a-war-on-jihadism-not-terror/304849/
27
Violent Extremism vs Islam Radikal
Barat dan Islam, atau antara dunia modern dan Islam, maka kita akan membuatnya
lebih sulit, tidak lebih mudah, bagi teman, sekutu, dan orang-orang biasa untuk
menahan dan melawan dorongan terburuk di dunia Islam,”46 kata Obama.
Pendekatan ala Obama tersebut pada akhirnya menghasilkan reaksi balik yang
mungkin nantinya akan menentukan arah kebijakan pemerintah Trump. Sudah
bertahun-tahun kaum Republik mencela keengganan Obama untuk menggunakan
istilah
“Islam
radikal”.
Mereka
berargumen
bahwa
sikap
tersebut
merepresentasikan kegagalan Obama untuk menilai ancaman dengan tepat.
Menurut para kritikus tersebut, Islam radikal adalah radikalisme yang berakar dari
agama Islam.
Saat Obama melihat ‘ekstremisme kekerasan’, para kritikus melihat militansi agama.
Saat Obama melihat benturan di dalam peradaban Islam—antara sekelompok kecil
fanatik dengan mayoritas umat Islam—para kritikus melihat benturan antara
peradaban Barat dan sekelompok kecil tapi signifikan di dunia Islam. Saat Obama
melihat musuh lemah yang semakin melemah, para kritikus melihat musuh yang
kuat yang semakin kuat. Saat Obama melihat keterbatasan AS untuk memberangus
interpretasi Islam yang radikal, para kritikus melihat lemahnya usaha yang
dilakukan oleh pemerintah AS. Saat Obama melihat adanya ancaman yang serius
tapi masih bisa dimanaje terhadap keamanan nasional AS, para kritikus melihat
adanya tantangan ideologis terhadap dunia yang bebas.
Dalam hal ini, Trump terlihat paling kuat dalam melakukan kontra argumen
terhadap Obama. Tidak hanya dari kebijakan yang diusulkannya, seperti melarang
atau sangat membatasi imigran Muslim di AS, tapi juga dari retorikanya: “Saya kira
Islam membenci kita,” kata Trump awal tahun 2016 silam. Saat ditanya apakah yang
46
https://www.theatlantic.com/international/archive/2016/03/obama-doctrine-goldberg-communismislamism-isis/475833/
28
Violent Extremism vs Islam Radikal
ia maksud Islam radikal ataukah Islam secara umum, Trump menjawab, “Radikal,
tapi sangat sulit untuk mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan.”47
Kontroversi mengenai penolakan Obama untuk menggunakan istilah “Islam
Radikal” bermula pada bulan Januari 2015 setelah serangan terhadap majalah satir,
Charlie Hebdo. Pasca serangan tersebut, Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls,
mengatakan bahwa negaranya sedang berperang melawan Islam Radikal. Beberapa
hari berikutnya, Mara Liasson dari NPR bertanya mengapa Presiden Obama
cenderung menghindari penggunaan kata tersebut. Pertanyaan tersebut dijawab
oleh John Earnest, Sekretaris Gedung Putih. Ia menyatakan bahwa pemerintahan
Obama sengaja tidak menggunakan kata tersebut. Ada dua alasan yang ia
utarakan.
Pertama,
ia
memandang
bahwa
pandangan
keislaman
pelaku
menyimpang dari Islam. Kedua, sebagian besar Muslim di dunia mengecam
serangan tersebut. Karenanya, pemerintah Obama menghindari penggunaan istilah
tersebut karena “[istilah tersebut] tidak menjelaskan secara akurat tentang apa
yang telah terjadi.”48
Sejak itu, perdebatan sengit mengenai istilah tersebut mengemuka. Sikap Obama
membuat geram sebagian pihak di AS. Beberapa pihak menganggap bahwa
penghapusan elemen agama sebagai motivasi pelaku menunjukkan kurangnya
pemahaman mengapa mereka begitu berbahaya. Sebagian yang lain menganggap
sikap tersebut tidak layak diambil oleh seorang pemimpin AS.
Bagi Partai Republik, penolakan Obama untuk menyebut “Islam Radikal” menjadi
tema utama para kandidat presidennya.49 Ted Cruz adalah salah satunya. Baginya,
“Selama kita memiliki pemimpin yang tidak mau mengucapkan kata ‘terorisme
Islam radikal’, kita tidak akan memiliki usaha bersama untuk mengalahkan kaum
47
http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-islam-hates-us/
http://www.mediaite.com/online/josh-earnest-wouldnt-be-accurate-to-call-paris-attackers-radicalislamists/
49
http://www.washingtonexaminer.com/rubio-saddle-up-to-fight-radical-islam/article/2562849
48
29
Violent Extremism vs Islam Radikal
radikal tersebut.”50 Begitu juga Jeb Bush, putra dari George W. Bush, yang
mengatakan, “Sepanjang saya hidup, saya masih susah memahami mengapa
orang-orang masih terbelit dalam keraguan untuk mengatakan bahwa ini adalah
terorisme Islam radikal.”51
Namun, sikap tersebut ternyata bukan hanya monopoli Republik. Pendeta Tulsi
Gabbard dari Hawai mengkritik Obama atas tarian retorikanya. Ia merasa sangat
terganggu saat Obama tidak mau mengidetifikasi Islam radikal sebagai ancaman.52
Max Fisher, dari Vox, mengkritik Obama yang sepertinya meremehkan atau bahkan
mengabaikan sama sekali sebuah fakta yang aneh tapi penting, yaitu bahwa agama
juga memainkan peranan penting sebagai penyebab munculnya ekstremisme.53
Sikap tersebut diambil Obama lebih karena alasan strategis dan perang ide. Untuk
memerangi terorisme secara efektif, bagi Obama, adalah dengan memenangkan
“hati dan pikiran” umat Islam. Usaha ini tidak akan tercapai jika AS membingkai
konflik ini dalam istilah agama. Keyakinan serupa juga dimiliki oleh Bush. Obama
menilai kelompok ekstrim telah menodai agama Islam. Bahkan, klaimnya, mayoritas
Muslim di dunia tidak mengakui pandangan para ekstrimis tersebut sebagai “orang
Islam”.54
Di sini, Obama, seorang Kristen Amerika, memposisikan diri sebagai penentu
kebenaran keislaman seseorang. Entah apa standar kebenaran keislaman yang ia
jadikan sebagai patokan. Para pejabat Barat kini terjebak dalam kancah perdebatan
teologis. Bahkan, Barack Obama sendiri terapung dalam kubangan takfiri saat dia
mengklaim bahwa Islamic State “tidaklah Islami”. Ironis memang, karena dia adalah
seorang non-Muslim anak dari seorang Muslim, yang bisa diklasifikasikan sebagai
seorang murtad, dan kini justru melakukan praktik takfir atas Muslim. “Hal ini tentu
50
http://insider.foxnews.com/2015/11/14/senator-ted-cruz-says-we-need-commander-chief-who-willvow-defeat-radical-islamic
51
http://www.huffingtonpost.com/entry/jeb-bush-radical-islam_us_5649eb1fe4b045bf3defda73
52
http://www.mediaite.com/tv/dem-rep-frustrating-wh-refuses-to-recognize-radical-islam-as-threat/
53
http://www.vox.com/2015/2/19/8065143/obama-isis-islam
54
http://cnnpressroom.blogs.cnn.com/2015/02/01/pres-obama-on-fareed-zakaria-gps-cnn-exclusive/
30
Violent Extremism vs Islam Radikal
saja menjadi bahan tertawaan bagi para jihadis. Seperti babi yang berlumur
kotoran memberi nasihat soal higienitas,”55 kata Graeme Wood, dari Yale
University.
Obama merasa deklarasi perang melawan “Islam radikal” akan membuat AS
memiliki lebih banyak musuh. Usaha mereka untuk mendiskeditkan ideologi
kelompok jihadis pun dirasa akan terganggu.
Kekhawatiran tersebut wajar, karena jika ditimbang, ada begitu banyak Muslim
yang bisa dimasukkan dalam kategori radikal jika istilah tersebut dipakai. Bahkan,
sebagaimana yang dikatakan salah seorang tokoh sayap kanan, Eli Lake, banyak
aliansi AS dalam perang melawan teror yang tidak sepakat dengan taktik terorisme
namun memiliki tujuan yang sama dengan Islam radikal, tegaknya hukum Islam di
muka bumi.56 Artinya, deklarasi perang melawan Islam radikal akan membuat AS
harus mengakhiri Perang Global Melawan Teror karena berhentinya dukungan dari
sekutu Muslimnya.
Akar dari kontroversi ini sudah berlangsung pasca serangan 11 September—saat
George W. Bush mendeklarasikan “perang global melawan teror”, bukan perang
melawan ekstremisme atau radikalisme Islam. Pemerintahan Bush kemudian
melakukan rebranding. Menggantinya dengan “Global Struggle Against Violent
Extremism.”57 Ia menghindarkan diri dari menggunakan kata yang berhubungan
dengan Islam.
Bush berusaha keras untuk menghindari framing agama dalam konflik ini. Ia
berargumen bahwa para pelaku 911 bukanlah Muslim sejati. “wajah teror bukanlah
keyakinan sejati Islam. Itu semua bukanlah Islam yang sebenarnya. Islam adalah
agama damai,” kata Bush sesaat setelah serangan 11 September.58
55
http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2015/03/what-isis
http://www.bloombergview.com/articles/2015-01-19/why-obama-can-t-call-charlie-hebdo-terroristsradical-islamists57
http://www.nytimes.com/2005/07/26/politics/us-officials-retool-slogan-for-terror-war.html?_r=0
58
http://georgewbush-whitehouse.archives.gov/news/releases/2001/09/20010917-11.html
56
31
Violent Extremism vs Islam Radikal
Namun, kaum konservatif merasa bahwa terminologi “perang melawan teror”
meninggalkan satu elemen kunci. Mereka memadang bahwa konflik tersebut
seharusnya dibingkai dalam terminologi yang lebih ideologis. Dan beberapa
anggota pemerintahan Bush setuju dengan kritikan tersebut. Istilah “Islamofascism”
pun mulai dipopulerkan. Berawal dari tulisan seorang blogger, Stephen Schwartz,
istilah tersebut mulai menyebar di kalangan sayap kanan.59
“Mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan terorisme itu seperti
mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan pengebom atau kita
berperang melawan tank,” kata Donald Rumsfeld, menteri pertahanan di era Bush.
“Sejak awal, anggota pemerintahan sangat hati-hati terhadap sebuah kebenaran
yang sangat jelas, yaitu bahwa musuh utama kita adalah ekstremis Islam.”60
Setelah lima tahun menjalankan Perang Melawan Teror, pada tahun 2006, Bush—
mungkin untuk menanggapi kritikan dari kalangan konservatif—mulai menyebut
bahwa AS sedang berperang melawan Islamic fascist.61 Responnya tidak
mengejutkan: banyak kalangan yang protes. Istilah tersebut dianggap menyerang
mayoritas Muslim yang moderat dan menguatkan argumen bahwa terjadi benturan
peradaban antara Islam melawan Barat.62
Kritikan tidak hanya datang dari kalangan umat Islam, namun juga dari internal
pemerintah Bush sendiri yang memilih untuk tidak menggunakan istilah agama
agar tidak diinterpretasikan terlalu luas.63
Lalu, apa yang membuat Trump dan timnya begitu keras meneriakkan bahwa
Amerika Serikat sedang berperang melawan “Islam radikal”? Tidak sebagaimana
Obama, mereka tidak takut untuk mengatakannya. Mereka lebih peduli dengan
citra mereka di hadapan basis pendukungnya—termasuk komunitas yang curiga
59
http://www.weeklystandard.com/article/13723
http://www.amazon.com/Known-Unknown-Memoir-Donald-Rumsfeld/dp/159523084X
61
http://www.cnn.com/2006/POLITICS/08/10/washington.terror.plot/
62
http://news.bbc.co.uk/2/hi/4785065.stm
63
http://www.nytimes.com/2006/09/24/weekinreview/24stolberg.html
60
32
Violent Extremism vs Islam Radikal
dan takut terhadap Islam—dibanding memenangkan hati dan pikiran umat Islam di
luar negeri.64
Banyak kalangan konservatif yang memandang konflik ini dari kacamata ideologis
atau bahkan wahyu. Senator Lindsey Graham, misalnya, berpendapat bahwa “Islam
radikal dimotivasi oleh doktrin agama yang meminta mereka untuk memurnikan
agamanya. Mereka tidak bisa diakomodasi atau ditenangkan.”65
Bush, Cruz, dan Trump tidak ragu untuk menyebut istilah “Islam radikal” karena
menurut mereka, sikap tersebut memberikan “kejelasan moral” bagi Amerika dalam
perang melawan teror.66 Namun, sebuah istilah tidak akan mampu memberikan
“kejelasan moral” jika kita sendiri tidak memahami apa maksudnya.
Perdebatan mengenai istilah ini pernah dibahas oleh Peter Beinart dalam sebuah
tulisannya di Haaretz.67 Menurutnya, “radikal” mempunyai dua makna. Pertama,
artinya adalah “fundamental.” “Radikal” berasal dari bahasa latin “radix” yang
artinya “akar”.
Saat “radikal” bermakna “fundamental” atau “esensial”, maka menggunakan frase
“Islam radikal” menjadi tidak penting lagi. Karena dengan mengatakan bahwa
Amerika berperang melawan “Islam radikal” sama dengan mengatakan bahwa
Amerika berperang melawan Islam. Inilah yang diyakini oleh kelompok semacam
Islamic State, dan juga tidak jauh dengan keyakinan Donald Trump. Hal ini
dibuktikan saat Trump merespon penembakan di San Bernardino. Saat itu, ia
meminta Amerika untuk melarang umat Islam secara umum masuk ke Amerika
Serikat. Jika ia hanya spesifik melawan Islam radikal, tentu yang ia larang untuk
masuk adalah hanyalah “Islam radikal”, bukan Muslim secara umum. Di awal
pemerintahannya, Trump juga melarang masuknya pengungsi dari negara tujuh
64
http://www.vox.com/2015/11/16/9745334/obama-radical-islam-isis
http://www.breitbart.com/video/2015/02/02/graham-obama-misunderstanding-of-radical-islam-likepre-wwii-europe/
66
http://www.breitbart.com/national-security/2013/05/27/the-lack-of-moral-clarity-in-the-war-withradical-islam/
67
http://www.haaretz.com/opinion/.premium-1.724907
65
33
Violent Extremism vs Islam Radikal
negara mayoritas Muslim. Larangan tersebut hanya berlaku untuk pengungsi
Muslim, tidak bagi pengungsi Kristen. Implikasinya, Trump memandang bahwa
semua Muslim adalah radikal, kecuali terbukti sebaliknya.
Arti kedua dari “radikal” adalah “ekstrem.” Inilah hal yang menurut Beinart, menjadi
alasan mengapa kata ini begitu penting bagi kalangan konservatif Amerika. Bagi
mereka, kata tersebut sangat menarik bagi para pemilih mereka yang meyakini
bahwa ISIS adalah representasi Islam yang otentik dan bagi mereka yang meyakini
bahwa ISIS merepresentasikan bentuk Islam yang “ekstrim.”
Secara konsep, istilah tersebut sebenarnya tidak banyak memberikan kejelasan.
Kata “ekstrem” tidak memiliki muatan moral atau ideologi. Ekstrem hanya berarti
tidak biasa, menurut Beinart. Jika mau dibandingkan, kesetiaan Mother Teressa
terhadap warga miskin Calcutta membuatnya menjadi seorang “Kristen ekstrim.”
Ketaatan yang luar biasa dari Yahudi ultra ortodoks terhadap mitzvot (perintah
Tuhan) membuat mereka disebut “Yahudi ekstrem”. Mengatakan Islam versi ISIS
ekstrim tidak mampu memberikan penjelasan mengapa AS harus melawan atau
bahkan memeranginya.
“Islam radikal” tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Ia bisa berarti bahwa Islam itu
sendiri adalah masalahnya atau bisa juga diartikan bahwa versi Islam yang tidak
biasa tersebut adalah masalahnya. Namun, apa yang membuat Islam versi tersebut
bermasalah? Tidak ada penjelasan.
Pertanyaannya sekarang, apa yang mereka maksud dengan Islam radikal menurut
Trump dan orang-orang di sekelilingnya? Secara eksplisit, mereka tidak pernah
mendefinisikannya. Namun, coba kita lihat dari rangkaian puzzle narasi yang
mereka bangun.
FoxNews, salah satu media yang sangat mendukung Donald Trump dan banyak
memberi panggung bagi tim Trump untuk menyampaikan narasinya, pernah
memuat sebuah artikel yang ditulis oleh Qanta A. Ahmed, seorang yang mengaku
34
Violent Extremism vs Islam Radikal
sebagai Muslim yang secara pribadi mendeklarasikan diri sanggup untuk
bergabung bersama Trump untuk memerangi Islam radikal.68 Dalam artikel
tersebut, ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam radikal. Menurutnya,
Islam radikal adalah komponen pro kekerasan dari Islamisme. Mengutip, ilmuwan
politik, Bassam Tibi, ia menjelaskan enam pondasi dasar ajaran kelompok Islamis.69
Pertama, kelompok Islamis memahami bahwa Islam adalah agama dan negara. Tibi
mengklaim bahwa Islam sebagai sebuah negara tidak ditemukan satu pun di dalam
Al-Quran. Menurutnya, konsep tersebut baru dimunculkan oleh pendiri Islamisme
pada abad kedua puluh.
Kedua, ia menuduh bahwa Islamisme adalah paham totaliter. Dan paham totaliter,
menurutnya, butuh musuh eksternal. Dalam hal ini, Yahudi adalah musuh utama
Islamisme.
Ketiga, Islamisme tidak compatible dengan demokrasi.
Keempat, kelompok Islamis mendefinisikan jihad dalam arti kekerasan.
Kelima, syariat Islam. Kelompok Islamis ingin menegakkan hukum Islam, yang
menurutnya totaliter.
Keenam, kelompok Islamis sering menyerukan kembali ke kemurnian agama
sebagai perlawanan terhadap sekulerisasi yang dilakukan oleh Barat.
Dalam bukunya, Michael Flynn, mengutip pernyataan Andy McCarthy, memberikan
keterangan tambahan mengenai siapa kelompok yang mereka jadikan musuh,
bukan sekadar para ekstremis pro kekerasan, tapi siapapun dari kalangan umat
Islam yang meyakini supremasi hukum Islam.
68
http://www.foxnews.com/opinion/2016/12/05/mr-trump-have-unique-opportunity-to-defeat-islamismas-Muslim-im-ready-to-collaborate.html
69
Bassam Tibi, Islamism and Islam, New Haven, CT: Yale University Press, 2012, 6
35
Violent Extremism vs Islam Radikal
“Supremasisme Islam bukan hanya keyakinan kelompok pinggiran seperti
Violent Extremist, tapi juga ratusan juta Muslim, [mereka adalah] lautan
yang para jihadis nyaman berenang di dalamnya,”70 tulisnya.
Artinya, sasaran utama pemerintahan Trump adalah siapapun Muslim yang
meyakini supremasi hukum Islam di atas konstitusi yang lain, sebagaimana
statement yang pernah ia ungkapkan selama masa kampanye. Ia ingin melakukan
tes ideologi terhadap Muslim yang ingin masuk ke Amerika. Muslim yang meyakini
bahwa “Syariat Islam berada di atas konstitusi Amerika Serikat” tidak boleh masuk
ke Amerika.71
70
Field of Fight, 131
http://www.huffingtonpost.com/entry/donald-trump-immigrationtest_us_57b224c9e4b007c36e4fc81e
71
36
Clash of Civilizations
Clash of Civilizations
“Jika saya menjadi presiden, era nation building (pembangunan negara) akan
berakhir. Pendekatan baru kami—yang juga harus dibagi dengan pihak-pihak di
dalam negeri AS, sekutu kita di luar negeri, dan juga teman-teman kita di Timur
Tengah—harus ditujukan untuk menghentikan penyebaran Islam radikal. Semua
tindakan kita harus diorientasikan di sekitar tujuan ini, dan negara manapun yang
memiliki tujuan yang sama akan menjadi sekutu kita. Beberapa negara tidak
memiliki tujuan yang sama dengan kita. Kita tidak bisa selalu memilih teman kita,
tapi kita tidak pernah gagal mengenali musuh kita.”
“Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru, dan
menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang akan kita
tumpas sepenuhnya dari muka bumi.”72
Ada tiga poin yang patut dipertimbangkan untuk memahami pidato Trump
tentang terorisme Islam radikal. Setiap poin berakar pada sejarah dan literatur
akademis, dan setiap titik membawa implikasi serius terhadap perdamaian dan
keamanan Amerika Serikat dan dunia.
Pertama, terorisme Islam radikal disajikan sebagai ancaman bagi "dunia yang
beradab." Secara historis, frase "dunia beradab" diciptakan di era kolonialisme
“Kita sedang
berada di
tahap awal
sebuah konflik
yang sangat
brutal dan
berdarah...
Kita sedang
dalam perang
melawan
jihadis, Islam,
fasisme Islam.”
untuk merujuk kepada negara-negara Eropa. Implikasinya, "dunia tidak beradab"
ditujukan kepada penduduk asli Amerika di Amerika, budak dari Afrika, dan
negara-negara terjajah di Asia. Di dunia kontemporer hari ini, frase "dunia
beradab" jarang digunakan oleh diplomat, kepala negara, atau kalangan akademisi.
Kedua, frase "terorisme Islam radikal" menimbulkan kesan bahwa kekerasan berasal
dari agama Islam itu sendiri, bukan dari keluhan geopolitik yang diperjuangkan
72
https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2017/01/20/donald-trumps-full-inaugurationspeech-transcript-annotated/?utm_term=.a25fe42cf201
37
Clash of Civilizations
militan Muslim di berbagai belahan dunia. Ungkapan "terorisme Islam radikal"
cukup populer di kalangan neokonservatif populer yang ingin mengalihkan fokus
dari kezaliman yang selama ini dihadapi umat Islam ke Islam itu sendiri. Kalimat
tersebut mengesankan bahwa kekerasan yang dilakukan warga Muslim Palestina
tidak ada hubungannya dengan penjajahan dan kezaliman yang mereka hadapi
sebagai manusia. Demikian juga, frase tersebut juga menekankan bahwa Taliban
sebagai seorang Muslim melakukan kekerasan karena agamanya, bukan karena
invasi yang dilakukan oleh AS ke Afghanistan. Dengan mengadopsi frase tersebut
selama masa kampanye dan juga dalam pidato pelantikannya, Donald Trump
sepakat dengan gagasan bahwa versi radikal dari Islam itu brutal secara inheren,
dan karenanya akan menjadi justifikasi atas dilakukannya kekerasan di seluruh
dunia, bahkan setelah semua masalah telah diselesaikan.
Ketiga, Trump telah menambahkan komponen untuk perang suci dalam
pemberantasan terorisme Islam radikal dari muka bumi. Trump mengklaim bahwa
"kita akan dilindungi oleh Tuhan." Ini berarti bahwa Tuhan ada di sisi Amerika
Serikat dalam perangnya melawan berbagai bangsa, terutama terorisme Islam
radikal. Pemahaman keberpihakan Tuhan dalam perang manusia adalah prinsip
kardinal sebuah perang suci.
Terkait dengan kata-kata “perang salib” yang disampaikan Bush, James Carroll
menulis untuk The Nation pada tahun 2004 mengenai Paus Katolik pada masa
perang salib.73 Sang Paus ingin mengatasi "terusirnya” umat kristen post-millennial
selama ratusan tahun. Ia pun menyerukan sebuah Perang Suci. Umat Islam
dianggap kafir karena mereka merebut Tanah Suci.
"Saat itu, pendudukan tersebut didefinisikan sebagai penghinaan terhadap Tuhan
yang tidak dapat ditoleransi," kata Carroll. Paus Urbanus II menyerukan
dilakukannya Perang Suci. Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Majelis
Clermont. Di sana ia menyeru kepada seluruh Kristen Eropa, “semua orang dengan
73
https://www.thenation.com/article/bush-crusade/
38
Clash of Civilizations
tidak melihat pangkat, serdadu biasa atau kesatria, miskin atau kaya, agar segera
membantu orang Kristen dan menghapuskan bangsa yang keji itu dari tanah
sahabat-sahabat kita.” Seruan ini ia perkuat dengan sebuah ungkapan yang cukup
popular, yaitu “Deus Vult!”, Tuhan menghendakinya.
Dalam beberapa bulan sejak seruan Paus, sekitar 100.000 orang 'mengangkat salib'
untuk mengambil kembali Tanah Suci demi Kristus.” Carrol membandingkan jumlah
orang yang berhasil dimobilisir oleh Paus waktu itu dengan jumlah hari ini.
Proporsi seratus ribu penduduk Eropa waktu itu mungkin sama dengan lebih dari
sejuta orang Eropa hari ini, “yang rela meninggalkan segalanya untuk pergi
berperang."
Carroll melanjutkan, "Dengan nama Yesus, para salibis melancarkan serangan yang
hari ini bisa diistilahkan dengan shock and awe (istilah yang populer merujuk pada
strategi serangan militer AS di Irak), di tempat manapun yang mereka tuju. Di
Yerussalem, mereka secara kejam membantai Muslim dan Yahudi—dan bisa
dikatakan berarti seluruh penduduk kota tersebut.”
Nafsu membunuh meninggalkan jejak kekerasan yang nyata, dan Carroll
berpendapat, invasi keagamaan dan perang salib “telah membangun identitas
Barat yang berlawanan sama sekali dengan Islam, kelompok oposisi yang masih
survive hingga hari ini."
Trump, terutama didukung oleh kekuatan kristen fundamental yang dipimpin oleh
Wakil Presiden Mike Pence, bertujuan untuk membuat identitas Barat ini sebagai
bagian utama dalam perang melawan terorisme.
Bush secara terselubung, dan terkadang terang-terangan, menggunakan cara
pandang bahwa terjadi benturan peradaban antara Barat dan Islam, kesan yang
coba dihindari oleh Barack Obama. Ia tidak pernah menyerukan identitas Barat ini
untuk menyatukan masyarakat. ketika ia membahas terorisme dalam pidato
pengangkatan keduanya, ia berbicara mengenai kemungkinan untuk menyudahi
peperangan abadi. Kebalikannya, Trump memerintahkan pemerintah Amerika
untuk tidak ragu-ragu dalam membunuh Muslim radikal karena Tuhan ada di sisi
Amerika.
39
Clash of Civilizations
Meski demikian, proyek untuk mempertahankan hegemoni atau dominasi Amerika
di dunia berlanjut dengan dahsyat semasa pemerintahan Obama, yang
mengakibatkan kematian jutaan rakyat sipil di Timur Tengah. Sepanjang tahun
2016, AS menjatuhkan 26.171 bom di tujuh negara mayoritas Muslim.74 Artinya,
Obama, di akhir masa jabatannya melakukan pengeboman ke tujuh negara
mayoritas Muslim sebanyak 3 bom per jam. Catatan yang sangat berdarah untuk
seorang presiden yang pernah meraih nobel perdamaian. Menggunakan drone
predator, ribuan terduga militer atau tersangka teroris, dan tentu saja rakyat sipil,
dibunuh di negara-negara ini. Meski Obama berusaha mundur dari penyiksaan,
meskipun ia tidak menuntut mantan petugas pemerintahan Bush atas penyiksaan
yang mereka lakukan.
Tabel 1. Statisik bom yang dijatuhkan oleh pemerintah Obama di negara Muslim selama tahun 2016.
(Sumber: Council on Foreign Relations)
74
https://www.theguardian.com/commentisfree/2017/jan/09/america-dropped-26171-bombs-2016obama-legacy
40
Clash of Civilizations
Membingkai perang permanen melawan Islam radikal sebagai perang yang
didukung oleh Tuhan Kristen adalah bingkai yang dapat digunakan untuk
mengembalikan
teknik
penyiksaan.
Ini
adalah
undangan
untuk
tidak
memanusiakan “musuh” dan melakukan semua jenis kekerasan; tidak hanya atas
nama kebaikan Amerika, namun juga atas nama moral dan membela Kristen.
Semua itu dibutuhkan untuk melawan siapapun yang mengancam peradaban
mereka.
Trump
berencana
membuka
kembali
Guantanamo,
dan
sesumbar
akan
memenuhinya dengan “orang-orang nakal”.75 Ia juga menyetujui dilakukannya
penyiksaan, bahkan yang lebih sadis dibanding waterboarding sekalipun.76 Tak
hanya itu, ia juga menganjurkan dibunuhnya keluarga terduga teroris, yang
merupakan sebuah kejahatan perang.77
ISIS dan kelompok lain yang dianggap ekstrem tentunya akan sangat senang jika
Trump menyebarkan retorika ini. Jika Trump dan Pence mendeklarasikan fase baru
perang yang dijanjikannya semasa pidato pelantikan kemarin, jajaran prajurit
pembela Islam mungkin akan bertambah banyak. Mereka tidak akan mundur dari
tentara Amerika yang mengklaim "dilindungi Tuhan".
Retorika
anti-Muslim
memang
banyak
digulirkan
Trump
selama
masa
kampanyenya. Ia seringkali menggambarkan warga Muslim sebagai pihak yang
patut dicurigai hanya karena identitas mereka sebagai seorang Muslim.
Kata-kata
tersebut
bukanlah
sekadar
retorika
kampanye,
namun sebuah
pandangan yang diyakini secara mendalam. Sejak terpilih, Trump semakin
mempertegas sikapnya tentang Islam, di saat ia agak melunak soal isu-isu panas
lainnya.
75
http://www.npr.org/sections/parallels/2016/11/14/502007304/trump-has-vowed-to-fill-guantanamowith-some-bad-dudes-but-who
76
https://www.washingtonpost.com/politics/trump-says-torture-works-backs-waterboarding-andmuch-worse/2016/02/17/4c9277be-d59c-11e5-b1952e29a4e13425_story.html?utm_term=.71ffdbb13a4c
77
http://edition.cnn.com/2015/12/02/politics/donald-trump-terrorists-families/
41
Clash of Civilizations
Setelah serangan di pasar Natal di Berlin Desember 2016, Trump menulis status
dalam Twitter resminya, “Ini murni ancaman agama, yang akhirnya menjadi realitas.
Semacam kebencian! Kapan Amerika Serikat, dan semua negara, akan melawan
balik?”78
Begitu juga terkait rencana kontroversialnya untuk melarang umat Islam memasuki
negara itu, ia menjawab: “Kalian tahu rencana saya—Saya sudah terbukti benar.”79
Menanggapi banyaknya protes atas kebijakan pelarangan Muslim masuk AS yang
ia gulirkan, Trump menuduh Muslim sebagai penjahat dalam cuitannya, “kita harus
menjauhkan “para penjahat” dari negara kita.”80
Donald Trump bertekad menjadikan perang melawan “terorisme Islam radikal”
sebagai kebijakan utama AS. Baginya, perang tersebut adalah perang ideologis.
“Perang militer, cyber, dan finansial akan diperlukan untuk menumbangkan
terorisme Islam. Tapi, kita juga harus menggunakan perang ideologis juga,”81
katanya.
Dengan melihat ancaman tersebut sebagai ancaman ideologis, Trump melihat
bahwa untuk memerangi Islam radikal bukan sekadar menghentikan serangan,
namun juga menghentikan penyebaran ideologi mereka.
Pemerintah Trump memberikan darah baru bagi teori “clash of civilization” setelah
hampir seperempat abad dipresentasikan.
Pada tahun 1993, Samuel Huntington mempopulerkan istilah “clash of civilizations”
untuk menjelaskan tentang teorinya bahwa konflik masa depan, pasca Perang
Dingin, akan banyak disebabkan oleh konflik antar agama dan budaya. Ia membagi
dunia dalam delapan peradaban, dengan penekanan utama bahwa dua kultur yang
tidak bisa didamaikan—yaitu dunia Islam dan Barat—akan menjadi sumber utama
ketegangan dunia.
78
https://twitter.com/realdonaldtrump/status/812408189492797442?lang=en
http://time.com/4611229/donald-trump-berlin-attack/
80
https://twitter.com/realDonaldTrump/status/827655062835052544
81
http://www.cnsnews.com/news/article/susan-jones/trump-promises-take-ideology-radical-islam
79
42
Clash of Civilizations
Sejak digulirkannya Perang Global Melawan Teror (GWOT), para pendahulu Trump
mencoba menjauhkan kesan bahwa Barat sedang berperang melawan Islam.
George W. Bush memang mendeklarasikan Perang Melawan Teror, tapi ia
seringkali menegaskan bahwa teroris telah mendistorsi “ajaran Islam yang penuh
perdamaian”. Saat mendefinisikan ideologi teroris, Bush mengatakan, “Beberapa
menyebutnya radikalisme Islam yang jahat. Beberapa menyebutnya jihadisme
militan. Sedang yang lain menyebutnya Islamo-fascisme. Apapun sebutannya,
ideologi ini sangat berbeda dengan agama Islam.”
Posisi yang serupa diambil oleh Obama. Baginya, cara pandang “clash of
civilization” antara Barat dan Islam hanya akan memperkuat narasi para ekstrimis.
Karenanya, dalam pemerintahannya, ia banyak menggunakan istilah “violent
extremism”. Sikap inilah yang membuat kelompok Sayap Kanan AS meradang.
Sikap Obama tersebut dianggap tidak tegas menyebut musuh mereka, yaitu
“terorisme Islam Radikal.”
Sekarang, di bawah kekuasaan Trump, era tersebut nampak segera berakhir.
Banyak pejabat yang dipilih Trump memiliki pendekatan yang sama dengannya,
yaitu adanya “clash of civilizations” antara Barat dan Islam. Bagi Trump dan
lingkaran terdalamnya, garis pertempuran semakin jelas, yaitu antara Kristen Barat
melawan Islam.
43
Clash of Civilizations
Michael T. Flynn, Penasihat Keamanan Nasional
Gambar 2. Michael T. Flynn
Michael T. Flynn didaulat oleh Trump untuk menjabat sebagai Penasihat Keamanan
Nasional Amerika Serikat, yang akan memimpin Dewan Keamanan Nasional
Gedung Putih. Jabatan tersebut akan memberinya pengaruh yang sangat besar di
dalam pembuatan keputusan militer dan intelijen AS. Sebagai penasihat keamanan
nasional, ia lah orang yang akan memberikan kata terakhir pada Trump untuk
menentukan kebijakan militer dan kebijakan luar negerinya.82
Baginya, AS kini sedang terlibat dalam sebuah perang dunia. Namun, ia
menyayangkan kurangnya kesadaran warga AS akan hal ini, sebagaimana yang ia
tuangkan dalam bukunya, the Field of Fight: How We Can Win the Global War
Against Radical Islam and Its Allies. Buku tersebut berisi saran-saran strategis Flynn
untuk memenangkan perang global melawan Islam radikal. Pilihan judul yang ia
ambil cukup menarik. Judul tersebut ia ambil dari Iliad, puisi epik karya filsuf
Yunani, Homer, yang bercerita tentang sebuah pertempuran yang melibatkan
82
http://www.nytimes.com/2016/11/18/us/politics/michael-flynn-national-security-adviser-donaldtrump.html?_r=0
44
Clash of Civilizations
manusia dan tuhan. Pilihan tersebut menunjukkan bagaimana ia memandang
perang ini. Baginya, perang melawan Islam radikal adalah perang yang melibatkan
tuhan dan manusia. “Musuh kita yang paling fanatik berpikir melakukan perang
yang sama dengan kita. Sebagian besar dari mereka yakin bahwa tujuan mereka
diberkahi dan didukung oleh Yang Maha Kuasa. Maka, tugas kita untuk
membuktikan bahwa mereka salah.”83
Sikap
anti-Islam
memang
sering
dikemukakan
Flynn
dalam
beberapa
pertanyaannya. Flynn menuduh bahwa “Islam adalah kanker beracun di dalam
tubuh 1,7 milyar Muslim di planet ini, dan harus dihilangkan.”84 Dalam ceramahnya
di depan ACT! for America—sebuah kelompok anti-Islam terbesar di Amerika, di
mana Flynn menduduki posisi sebagai penasihat—ia menuduh bahwa Islam adalah
ideologi politik yang bersembunyi di balik topeng agama.
“Aku digerakkan
“Islam adalah ideologi politik. Ia adalah ideologi politik. Ia bersembunyi di
dengan misi Tuhan.
Tuhan mengatakan
balik ide bahwa ia adalah sebuah agama. Islam itu seperti kanker. Dan ia
kepadaku, ‘George,
seperti kanker yang ganas. Ia telah menyebar.”85
pergi dan
perangilah teroris
Salah satu argumen yang dipakai oleh Flynn adalah bahwa umat Kristiani tidak
tersebut di
membunuh orang atas nama Yesus. Flynn mungkin lupa bahwa presiden George
Afganistan’. Dan
W. Bush pernah mengatakan bahwa Tuhan lah yang membuatnya jadi presiden.
aku telah
Bush juga pernah berkata kepada presiden Prancis, Jacques Chirac, bahwa ia
melakukannya. Dan
kemudian Tuhan
mengatakan
kepadaku, ‘George,
pergi dan akhirilah
tirani di Irak’. Dan
melakukan perang di Irak karena orang Irak, menurut injil yang ia yakini, adalah
Ya’juj Ma’juj.86
Bush juga mengklaim bahwa ia menjalankan misi Tuhan saat melakukan invasi ke
Irak dan Afghanistan. Pada tahun 2003, menurut pengakuan menteri luar negeri
aku pun telah
Palestina waktu itu, Nabil Shaath, Bush pernah mengatakan pada delegasi
melakukannya.”
Palestina: “Aku digerakkan dengan misi Tuhan. Tuhan mengatakan kepadaku,
83
Michael Flynn, 3
http://edition.cnn.com/2016/11/22/politics/kfile-michael-flynn-august-speech/
85
RWW News: Michael Flynn: Islam Is A 'Cancer,' 'Political Ideology' That 'Hides Behind' Religion,
https://www.youtube.com/watch?v=fzh9b_vo4vs
86
https://www.theguardian.com/commentisfree/andrewbrown/2009/aug/10/religion-george-bush
84
45
Clash of Civilizations
‘George, pergi dan perangilah teroris tersebut di Afganistan’.
Dan aku telah
melakukannya. Dan kemudian Tuhan mengatakan kepadaku, ‘George, pergi dan
akhirilah tirani di Irak’. Dan aku pun telah melakukannya.”87
Mayoritas pilot angkatan udara AS yang mengebom Irak selama 8 tahun juga
berpikir bahwa mereka adalah ksatria Kristen yang menyerang gerombolan umat
Islam.88 Persis sebagaimana Bush. Bahkan, militerisme injil bangsa Amerika89 sudah
banyak didokumentasikan oleh para ilmuwan sosial.90 Pada tahun 2007, Pentagon
mengirimkan paket kiriman untuk pasukan Amerika di Irak, yang berisi Injil, materimateri agama dalam Bahasa Inggris dan Arab, serta game komputer bertema akhir
zaman “Left Behind: Eternal Forces”, yang berisi tentang pasukan Kristen yang
memburu musuhnya.91
Lord's Resistance Army di Uganda, atas nama Kristen, memicu sebuah konflik yang
membuat dua juta orang terusir dari rumahnya.92 Kolonialisme Barat datang ke
Afrika dan Asia, atas nama gold, glory, dan gospel. Korban mereka bukan hanya
hitungan tiga atau empat digit angka, tapi mencapai jutaan manusia.
Flynn dikenal sangat suka dengan teori konspirasi. Syariat Islam adalah sasaran
tembak utama para pengusung teori konspirasi anti-Islam ini. Ia pernah
berpendapat bahwa Muslim Amerika mulai melakukan kampanye subversif untuk
mengganti hukum Amerika dengan Syariat Islam. Flynn menulis,
“Syariat Islam adalah sistem hukum dasar yang diturunkan dari ajaran
agama Islam, terutama Al-Quran dan Hadits. Dalam definisinya yang
paling tegas, Syariat adalah hukum Tuhan yang sempurna. Mereka ingin
memaksakan sistem dunia yang berdasarkan hukum Syariat versi mereka
87
https://www.theguardian.com/world/2005/oct/07/iraq.usa
http://www.latimes.com/opinion/la-oe-aslan22aug22-story.html
89
http://truth-out.org/archive/component/k2/item/75184:military-evangelism-deeper-wider-than-firstthought
90
http://www.juancole.com/2016/01/evangelical-hate-speech-towards-Muslims-does-wheatoncolleges-case-against-dr-hawkins-signal-a-problem.html
91
http://www.latimes.com/opinion/la-oe-aslan22aug22-story.html
92
http://www.juancole.com/2013/04/terrorism-other-religions.html
88
46
Clash of Civilizations
yang menolak kebebasan beragama, dan kebebasan membuat pilihan...
Saya sangat yakin bahwa Islam radikal adalah sebuah sekte pemuja dan
harus dihancurkan. Kritikan akan dikuburkan sesuai dengan sunnah,
hadits, ummat, dan renungan imam dan ulama Islam. Para ulama Islam
tersebut terus membuat pesan mereka rumit untuk menciptakan chaos,
untuk membuat bingung, dan akhirnya mengontrol. Kini, Pol Pot, Stalin,
dan Mussolini lebih transparan. Syariat Islam adalah hukum kekerasan
yang dikubur dalam keyakinan barbar.
Mungkin, bagian paling mengerikan bagi seorang laki-laki yang tumbuh di
Rhode Island yang kecil ini (Flynn-penulis) adalah saat OKI kini
mengatakan bahwa jika kami mengkritik Nabi Muhammad atau Islam,
maka kami bisa dituduh menghina. Ini seperti kami mengatakan bahwa
sebagai seorang penganut Katolik Roma, saya tidak boleh menkritik
pendeta
yang
memperkosa
dan
kardinal
dan
pastur
yang
melindunginya!...
Muslim ingin menerapkan Syariat Islam dengan menggunakan sistem
hukum kita untuk menguatkan apa yang kebanyakan warga Amerika
yakini sebagai hukum agama yang penuh dengan kekerasan yang tidak
mempunyai tempat di Amerika Serikat.”93
Para jurnalis menganggap komentar-komentarnya sebagai bentuk kebencian yang
sangat dalam terhadap Islam dan Islam radikal, statement dia di atas menunjukkan
bahwa seorang penasihat keamanan nasional AS secara eksplisit mencemooh
agama Islam secara keseluruhan, nabinya, kitab sucinya, dan para pemeluknya.
Dalam sebuah interview di Cleveland, Flynn mengatakan bahwa Islam dan Nabi
Muhammad adalah dua hal yang membuat Timur Tengah tidak bisa maju.
93
Field of Fight, 110-111
47
Clash of Civilizations
“Saya selalu menggunakan frase “berinvestasi dalam peradaban, dan bukan
di dalam konflik”. Jika kita berinvestasi di dalam peradaban, kita membantu
sebuah bangsa, kita menantang sebuah bangsa. Jadi, seperti Kuwait, Uni
Emirat Arab, Arab Saudi, atau Mesir, atau siapapun di antara mereka. Kita
menantang mereka untuk melihat sistem mereka secara keseluruhan, seluruh
ekosistem mereka. Karena jika mereka ingin agama mereka, kutipan-kutipan
agama mereka, dan mereka ingin aman, dan mereka ingin seolah-olah
menghargai hak wanita, dan mereka berpura-pura bahwa segalanya baikbaik saja... Saya katakan, bahwa tidaklah demikian...
Pada tahun 2015, ada lebih banyak buku yang diterjemahkan di Spanyol.
Dalam satu tahun, [buku yang] diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol,
lebih banyak dibandingkan buku yang diterjemahkan di dunia Arab dalam
seribu tahun terakhir. OK? Jadi seribu tahun yang lalu, dunia Arab mungkin
akan
mendapatkan
seluruh
hadiah
Nobel—dalam
sains,
seni,
dan
perdamaian. Mereka bisa memenangkan semua itu seribu tahun yang lalu.
Yang membuat berubah adalah setelah pria ini, Muhammad, datang. Jujur,
kita berhadapan dengan sebuah teks yang kuno dan tidak membantu dan
sebuah masyarakat yang hidup dengan teks tersebut dan tidak bisa
beradaptasi dengan modernitas dan menjadi modern.”94
Michael Flynn mungkin adalah orang yang paling vokal di dalam kabinet Trump
dalam upaya membenturkan Barat dengan Islam. Sebagai seorang penasihat, Flynn
terbukti mampu memberikan pengaruh yang sangat kuat pada Trump. Ia mampu
meyakinkan Trump bahwa AS sedang berada dalam sebuah “perang dunia”
melawan militan Islam dan karenanya harus bekerjasama dengan sekutu manapun
yang mau bekerjasama dalam perang tersebut, termasuk dengan Rusia sekalipun.95
94
http://lobelog.com/flynn-prophet-muhammad-and-quran-are-incompatible-with-modernity/,
https://www.youtube.com/watch?v=ikmpWbXb52I
95
http://www.nytimes.com/2016/11/18/us/politics/michael-flynn-national-security-adviser-donaldtrump.html
48
Clash of Civilizations
Selama masa transisi, Flynn selalu hadir setiap kali Trump mendapatkan briefing
intelijen. Sebagai penasihat keamanan nasional, ia lah orang yang akan memberi
nasihat terakhir tentang apa yang harus dilakukan presiden untuk merespon
berbagai krisis yang terjadi.
Pada bulan Februari 2016 dia pernah mengeluarkan tweet yang menyatakan bahwa
rasa takut terhadap Muslim adalah hal yang rasional dan wajar; dia juga menyeru
pemimpin Arab untuk menyebut Ideologi Islam mereka sebagai penyakit.96
“Takut pada Islam, yang ingin agar 80% umat manusia diperbudak atau
dimusnahkan adalah sesuatu yang sangat rasional, dan karenanya tidak bisa
disebut phobia.”
Dalam bukunya, The Field of Fight: How We Can Win the Global War Against
Radical Islam and Its Allies, Flynn menulis bahwa “Muslim telah melarang pencarian
kebenaran” karena mereka percaya kepada Al Quran, kitab suci mereka. “Para
pembuat kebijakan Amerika Serikat, setelah 9/11, malu dan berupaya menghindari
segala kritik terhadap Islam, dan terus mengulanginya, meskipun sudah banyak
bukti yang bertolak belakang dengan anggapan bahwa Islam adalah agama yang
damai,” tulis Flynn.
Nuansa benturan peradaban begitu terasa dalam cara pandang Flynn. Baginya,
peradaban Barat lebih superior dibanding Islam. “Saya tidak percaya semua budaya
sejajar dalam hal moral. Dan saya berpikir bahwa Barat, terutama Amerika, lebih
beradab, memiliki moral dan etika yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan
sistem yang ingin diterapkan oleh musuh utama kita.” Karenanya, Flynn meminta
kepada Barat agar tidak ragu untuk menyebut identitas musuh sejati mereka. “Kita
harus berhenti dari merasa bersalah untuk menyebut nama mereka dan
96
http://talkingpointsmemo.com/fivepoints/michael-flynn-trump-national-security-adviser-what-youneed-to-know
49
Clash of Civilizations
mengidentifikasi mereka sebagai pembunuh fanatik yang beraksi untuk membela
peradaban yang gagal.”97
Setelah lebih dari lima belas tahun melakukan Perang Melawan Teror, Flynn
menyimpulkan bahwa Amerika Serikat kalah. “Saya bicara tentang perang yang
sangat besar, bukan hanya Suriah, Irak, dan Afghanistan. Kita berada dalam sebuah
peperangan melawan gerakan massal mesianik dari orang-orang jahat, yang
sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh ideologi totalitarian, yaitu Islam
radikal.”
Flynn pernah menjabat sebagai Direktur Badan Intelijen AS sebelum ia
diberhentikan dari jabatannya tersebut pada tahun 2014. Flynn mengklaim bahwa
dirinya dipecat karena sikapnya terhadap Islam radikal. “Kita tidak diperbolehkan
mengucapkan atau menuliskan dua kata tersebut (Islam radikal),”98 tulisnya. Sikap
ini, menurutnya, akan berpotensi fatal bagi Amerika Serikat.
Flynn seringkali menyerukan dilakukannya reformasi terhadap Islam, sebagaimana
yang pernah terjadi dalam sejarah Kristen. Dunia Kristen pernah mengalami
lintasan perubahan dalam sejarah. Berawal dari pencerahan (enlightment),
reformasi, dan pada akhirnya sekulerisasi. Lintasan yang sama mereka inginkan
terhadap Islam. Ia menuduh bahwa “dunia Islam adalah kegagalan besar, yang
memerlukan reformasi ekonomi, kultur, dan pendidikan.”
Untuk itu, ia memuji Presiden Mesir, Abdel Fattah As-Sisi, atas kebijakannya
memberangus Ikhwanul Muslimin di Mesir dan menyerukan pembaharuan Islam.
Bagi Flynn, As-Sisi adalah sosok ideal di tubuh umat Islam. Sebagaimana Flynn, AsSisi juga menyerukan agar dilakukan reformasi Islam. Pada bulan Januari 2015, di
hadapan ulama Al-Azhar, As-Sisi mendeklarasikan diperlukannya reformasi di
tubuh umat Islam untuk memodernisasi interpretasi agama yang sudah berabad-
97
98
The Field of Fight, 10
http://nypost.com/2016/07/09/the-military-fired-me-for-calling-our-enemies-radical-jihadis/
50
Clash of Civilizations
abad mengakar di kalangan umat Islam. Menurut As-Sisi, interpretasi tersebut
membuat dunia Muslim menjadi sumber kehancuran.
“Saya katakan dan ulangi lagi, bahwa kita perlu sebuah revolusi agama. Dan kalian,
para imam, bertanggungjawab di hadapan Allah. Seluruh dunia menunggu kalian.
Seluruh dunia menunggu kata-kata kalian... karena dunia Islam telah dirusak, telah
dihancurkan, dan telah kalah. Dan ia kalah karena kita sendiri,”99 kata As-Sisi di
hadapan ulama Al-Azhar.
“Dunia benar-benar membutuhkan reformasi Islam. Dan kita tidak boleh terkejut
jika hal itu melibatkan kekerasan,” tulis Flynn dalam bukunya. Iya, kekerasan. Flynn
berulangkali menegaskan bahwa ia “telah berperang melawan Islam, atau satu
komponen Islam, dalam satu dekade terakhir.”100 Dan untuk itu, menurutnya,
kekerasan adalah konsekuensi yang tak dapat dihindari, perang adalah kondisi
normal umat manusia, dan perdamaian adalah pengecualian.
“Sebagian besar warga Amerika secara salah meyakini bahwa perdamaian
adalah kondisi normal bagi umat manusia, sedangkan perang adalah
penyelewengan yang aneh. Padahal, yang sebenarnya adalah sebaliknya.
Kebanyakan sejarah umat manusia berkaitan dengan perang, dan persiapan
untuk melakukan perang berikutnya. Amerika tidak menyiapkan diri untuk
perang berikutnya, dan selalu terkejut jika perang meletus. Dan karena kita
tidak
mengambil
langkah
yang
bijak
saat
perang
relatif
mudah
dimenangkan, seringkali berujung pada perang yang semakin sulit dan mahal
melawan musuh kita.”
Flynn menegaskan bahwa pandangannya tersebut bukanlah perpanjangan dari
keyakinan agamanya. Ia juga tidak memandang bahwa konflik yang ia jelaskan
adalah konflik agama. Menurutnya, “ini adalah perang politik,” katanya. Meski
demikian, ia juga menegaskan bahwa “Islam adalah ideologi politik yang
99
http://www.timesofisrael.com/sissi-launches-campaign-to-combat-islamic-extremism-witheducation/
100
https://theintercept.com/2016/07/13/an-interview-with-lt-gen-michael-flynn/
51
Clash of Civilizations
bersembunyi di balik agama, menggunakan agama sebagai sebuah keuntungan
untuk melawan kita. Islam adalah ideologi politik. Syariat adalah undang-undang
dalam Islam, sebagaimana Konstitusi kita adalah undang-undang kita.”
Meski Flynn berusaha membedakan antara Muslim biasa dan Muslim radikal, dalam
beberapa kesempatan ia menunjuk Islam saja saat menyebut musuh utama
Amerika Serikat. Apakah ia sengaja atau tidak, ketidakpresisian dia membuat
beberapa pihak khawatir dengan peranan Flynn di pemerintahan Trump.
Gambar 3. Donald Trump sedang menelopon Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, dengan
didampingi oleh penasihat keamanan nasional, Michael Flynn (tengah), dan kepala strategi, Steve
Bannon (kanan) di Oval Office.
Pandangan benturan peradaban antara Islam melawan Barat tidak hanya berhenti
di Flynn. Beberapa lingkaran terdalam pemerintahan Trump pun berpandangan
serupa.
52
Clash of Civilizations
Mike Pompeo, Direktur CIA
Gambar 4. Mike Pompeo
Pada tahun 2015, Mike Pompeo, seorang anggota Kongres dari Kansas, menjadi
bintang di Seminar Gereja di Wichita. Di sana ia mengatakan, “Beribadah kepada
Tuhan dan menghormati negara kita secara bersamaan bukan hanya hak kita, tapi
ia adalah kewajiban kita.” Setelah itu, ia memperingatkan bahaya Islam radikal.
“Penjahat ini berada di sekitar kita.” Pompeo mengakhiri ceramahnya dengan
menjelaskan politik sebagai “sebuah perjuangan tanpa henti.... sampai kita ke
surga.”
Kini, Trump menunjuk Pompeo sebagai direktur CIA. Baginya, kebijakan luar negeri
AS adalah kendaraan untuk melakukan perang suci.101 Pompeo adalah seorang
Kristen ekstrem yang meyakini bahwa perang saat ini adalah perang antara Kristen
Barat melawan Islam Timur.102
101
http://www.slate.com/articles/news_and_politics/politics/2017/01/mike_pompeo_trump_s_pick_for_
the_cia_wants_a_holy_war.html
102
http://www.westminster-institute.org/announcements/events/pompeo/
53
Clash of Civilizations
Pompeo tidak sepakat dengan gagasan penghentian program penyiksaan CIA, dan
waterboarding adalah teknik penyiksaan favoritnya. Ia juga mendukung dibukanya
kembali Guantanamo.103
Ia mencurigai umat Islam secara umum di Amerika, menganggap Muslim Amerika
yang tidak mengutuk aksi ‘terorisme’ berpotensi terlibat dalam aksi-aksi tersebut,
atau terlibat dalam hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari. Menurut
Pompeo, ancaman terhadap Amerika berasal dari “orang yang meyakini dengan
sangat dalam bahwa Islam adalah jalan dan cahaya, dan satu-satunya jawaban.”104
Dalam rapat dengan kelompok gereja di tahun 2014, Pompeo mendorong
penganut kristen untuk melawan Muslim radikal. Ia yakin bahwa Kristen adalah
satu-satunya solusi untuk melawan Islam radikal.
“Mereka membenci orang kristen dan akan terus menekan kita hingga kita berdiri
melawan mereka, dengan keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah penolong kita dan
satu-satunya solusi yang benar untuk dunia kita,”105 katanya.
Pompeo juga memiliki hubungan dengan Frank Gaffney, presiden the Center of
Security Policy, yang dikenal dengan pandangan anti-Islamnya. “Kita tidak perlu
mengatakan bahwa semua Muslim buruk,” kata Pompeo dalam obrolannya dengan
Gaffney. “Namun masalah ini melebar lebih dari sekadar mereka yang terlibat
langsung dalam violent extremism dan kita harus memiliki pendekatan lebih luas
untuk menjamin Amerika tetap aman.”
Sejak pindah ke Capitol Hill, Pompeo turut berpartisipasi dalam studi Alkitab untuk
anggota Kongres tiap Senin malam, yang disponsori oleh Ralph Drollinger.
Kelompok Drollinger disponsori oleh anggota parlemen Kristen sayap kanan,
termasuk Michele Bachmann, Steve Raja, dan Louie Gohmert.106
103
http://www.mcclatchydc.com/news/politics-government/election/article115635853.html
http://www.cnsnews.com/news/article/michael-w-chapman/cia-dir-pompeo-jesus-christ-our-saviortruly-only-solution-our-world
105
ibid
106
https://capmin.org/wp-content/uploads/2015/08/what-does-it-mean-to-be-honorable-2-1-1.pdf
104
54
Clash of Civilizations
Salah satu panduan dalam Studi Alkitab Drollinger menyatakan: "Tidak setiap
Muslim adalah teroris tapi setiap teroris internasional dalam sejarah terbaru adalah
Muslim." Panduan ini juga mengklaim"bahwa Islam dan Alquran tidak lebih dari
plagiat kebenaran Perjanjian Lama."107
Setelah Pompeo diumumkan sebagai direktur CIA, Drollinger mengutarakan
kegembiraannya di situsnya. "Kenaikan tiba-tiba Pence, Sessions, dan Pompeo—
semua
orang
yang
menjadi
murid-murid
Yesus
Kristus—secara
jelas
menggambarkan kebenaran dari Timotius 2: 1-4!" kata Drollinger. Bagian tersebut
menyerukan "permohonan, doa, dan ucapan syukur" untuk "semua orang",
termasuk "raja-raja dan semua pihak yang berkuasa.”108
Drollinger melanjutkan, "Tiba-tiba orang-orang yang menjadi murid Gereja ini
berada dalam posisi kekuasaan yang menonjol untuk mengubah arah Amerika
dengan cara-cara yang sesuai dengan Injil."
107
108
https://capmin.org/the-bible-as-an-aid-to-tst-terrorist-sensitivity-training/
https://capmin.org/
55
Clash of Civilizations
James Mattis, Menteri Pertahanan
Gambar 5. James Mattis
Trump memilih mantan jenderal marinir, James Mattis, sebagai menteri
pertahanan. Mattis sebelumnya mengkritik cara pemerintahan Obama dalam
menangani permasalahan Timur Tengah. Ia menyarankan agar AS mengambil sikap
tegas terhadap ideologi Islam politis, yaitu gerakan Islam yang ingin menegakkan
syariat Islam dan nilai-nilai Islam dalam seluruh kehidupannya.
“Apakah Islam politik baik untuk kepentingan AS?” Mattis menanyakan dalam
ceramahnya di Heritage Foundation di 2015. “Saya berpendapat jawabannya
adalah tidak. Jika kita sama sekali tidak menanyakan pertanyaan tersebut,
bagaimana mungkin bisa mengenali berada di sisi mana kita dalam perang ini?”109
Soal Muslim Afghanistan, Mattis juga pernah mengatakan, “Kalian pergi ke
Afghanistan, dan kalian mendapati orang-orang yang memukuli para wanita
selama lima tahun karena tidak memakai jilbab. Maka, sangat menyenangkan sekali
menembak mereka.”110
109
110
https://www.youtube.com/watch?v=7GkXJ_lb2z8&feature=youtu.be
http://edition.cnn.com/2005/US/02/03/general.shoot/
56
Clash of Civilizations
Steve Bannon, Kepala Strategi
Gambar 6. Steve Bannon
Steve Bannon adalah salah satu orang kepercayaan Donald Trump. Ia lah aktor
utama di balik program larangan perjalanan bagi Muslim. Bannon menolak usulan
agar larangan tersebut tidak berlaku bagi Muslim pemegang Green Card.111
Kebijakan tersebut ia dorong tanpa konsultasi dengan para ahli di Departemen
Keamanan Nasional AS atau Departmen Luar Negeri AS.
Trump memberinya kursi di komite utama Dewan Keamanan Nasional. Sebagai
politisi yang tidak memiliki pengalaman dalam hal keamanan nasional, Bannon kini
memiliki kedudukan yang sama dengan menteri luar negeri, menteri pertahanan,
serta penasihat militer dan intelijen presiden. Bannon menduduki posisi yang biasa
dipegang para jenderal.112
Bannon adalah orang paling berpengaruh bagi Donald Trump.113 Bannon diberi
otoritas atas semua statement tertulis Gedung Putih dan Dewan Keamanan
111
http://www.reuters.com/article/us-usa-trump-immigration-bannon-idUSKBN15E2TG
https://www.nytimes.com/2017/01/29/us/stephen-bannon-donald-trump-national-securitycouncil.html
113
https://www.nytimes.com/2017/01/29/us/stephen-bannon-donald-trump-national-securitycouncil.html?_r=0
112
57
Clash of Civilizations
Nasional, dan merevisinya jika dianggapnya tidak tepat.114 Bannon jua lah yang
mengenalkan Trump dengan Michael Flynn.
Pada tahun 2010, ia pernah menyatakan bahwa “Islam bukanlah agama
perdamaian. Islam adalah agama penundukan. Islam berarti penundukan.”115
Pada ceramahnya di tahun 2014 di Human Dignity Institute, Vatican,116 Bannon
memandang bahwa Yahudi-Kristen Barat kini “sedang berada di tahap awal sebuah
konflik yang sangat brutal dan berdarah.” “Kita sedang dalam perang melawan
jihadis, Islam, fasisme Islam,” kata Bannon.
Ia mendeskripsikan perang AS terhadap teror sebagai kelanjutan sejarah Barat.
“Jika anda melihat ke belakang dalam sejarah panjang perjuangan Yahudi-Kristen
Barat melawan Islam, saya percaya bahwa leluhur kita menjaga posisi mereka, dan
saya pikir mereka melakukan hal yang benar,” katanya.
Di forum tersebut, Bannon menekankan bahwa “orang-orang yang berada di
ruangan ini, dan orang-orang yang berada di Gereja, harus bersatu dan
membentuk apa yang saya rasa sebagai aspek militansi Gereja, agar tidak hanya
mampu berpegang teguh pada keyakinan kita, tapi juga mampu untuk berjuang
membela keyakinan kita melawan kekejaman yang akan membumihanguskan
segala yang telah kita wariskan dalam 2.000 hingga 2.500 tahun terakhir.”
Sebagai kepala Breitbart News, Bannon banyak memberi panggung bagi kelompok
ekstremis anti Muslim untuk memuntahkan kebencian terhadap umat Islam. Dalam
acara radionya, SiriusXM, dia seringkali menghadirkan pembicara-pembicara anti
Islam. Salah satunya adalah Pamela Geller, pendiri Stop Islamization of America.
Bannon menyebut Geller sebagai “salah satu pakar terhebat dunia di bidang Islam
radikal, hukum Syariat, dan supremasisme Islam.” Geller pernah berupaya
114
http://www.reuters.com/article/us-usa-trump-immigration-bannon-idUSKBN15E2TG
http://edition.cnn.com/2017/01/31/politics/kfile-bannon-on-islam/index.html?sr=twpol020117kfilebannon-on-islam0901AMVODtopLink&linkId=33995283
116
https://www.buzzfeed.com/lesterfeder/this-is-how-steve-bannon-sees-the-entireworld?utm_term=.ucov8BvyK#.txVN2wNlB
115
58
Clash of Civilizations
memblokade pendirian Islamic Center di Manhattan. Ia juga pernah mengadakan
lomba menggambar kartun Nabi Muhammad SAW.
Tokoh anti Islam lain yang sering dihadirkan Bannon di medianya adalah Frank
Gaffney, pimpinan Center of Security Policy. Bannon menyebut Gaffney sebagai
“salah satu pemimpin pemikiran dan men of action dalam perang total melawan
jihad radikal Islam.” Ia menambahkan bahwa Gaffney “sedang melakukan pekerjaan
yang menakjubkan, melakukan pekerjaan Tuhan… dan itu luar biasa.”
Selain itu, Bannon juga pernah menyambut anggota Belanda Parlemen Geerts
Wilder, salah satu aktivis anti-Muslim terkemuka di dunia, untuk menulis berbagai
artikel yang mengecam Muslim, termasuk salah satu artikel yang menyatakan
bahwa, “Islam adalah ancaman eksistensial untuk kebebasan Barat dan peradaban
Yahudi-Kristen kita.”
Steve Bannon tidak banyak menarik perhatian publik selama masa kampanye
Donald Trump. Media banyak mengesampingkannya. Saat Trump tidak pernah
berhenti cuitannya di Twitter, Bannon tidak pernah mau diwawancarai atau
memberikan pernyataan.
Ini adalah cara kerja Bannon. Ia adalah the classic man in the shadows. Prinsipnya
sejak merintis karis di bank Goldman Sachs adalah, “Jangan jadi orang yang
pertama di depan pintu, karena engkau akan menerima seluruh hunjaman anak
panah.”
Ini adalah taktik khas orang yang memusatkan seluruh kekuatannya untuk menarik
busur panah. Biarkan Trump memimpin, membuka pintu ke Gedung Putih, dan
menarik
api.
Trump
menjadi
kendaraan
untuk
mewujudkan
cita-citanya,
menyingkirkan Islam dari Amerika.
Trump bukanlah ideologi, atau bahkan ia tidak memiliki ideologi. Ia hanyalah
seorang demagog yang ingin mencari keuntungan bisnis. Sedang Bannon adalah
ideolog ekstrim sayap kanan. Tidak heran jika mulai muncul pertanyaan, siapa
sebenarnya yang memimpin Gedung Putih?
59
Clash of Civilizations
Meski publik Amerika memilih Trump sebagai presiden, mereka mungkin harus
menerima kenyataan Steve Bannon sebagai pemimpin. Orang di balik bayangan,
kepala strategi, dan sang penasihat. Orang yang akan menentukan kebijakan
sesungguhnya.
Ben Carson, Menteri Perumahan dan Pengembangan Perkotaan
Gambar 7. Ben Carson
Ben Carson adalah nominasi yang dipilih Trump sebagai Menteri Perumahan dan
Pengembangan
Perkotaan.
Carson
selama
kampanye
Partai
Republik,
ia
menyatakan bahwa Muslim Amerika harus didiskualifikasi dari syarat menjabat
sebagai Presiden karena dalam pandangannya Islam tidak sejalan dengan
Konstitusi AS. Ironisnya, pernyataan Carson sendiri tidak sejalan dengan Konstitusi
yang melarang penggunaan isu agama dalam mengemban jabatan. Dalam
pandangan Carson, satu-satunya cara seorang Muslim Amerika yang diizinkan
untuk menjadi Presiden adalah jika ia setuju untuk menolak ajaran Islam.
"Saya tidak suka dengan orang yang memegang semua doktrin yang berhubungan
dengan Islam. Jika mereka tidak mau menolak Syariat Islam dan semua tentangnya
60
Clash of Civilizations
yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan mendudukkannya di bawah nilai-nilai
Amerika dan Konstitusi, maka saya [tidak akan menyarankannya menjadi
presiden]... Kita harus menolak ajaran Islam."117
Sebagaimana narasi yang sering dibangun kelompok sayap kanan tentang Islam,
Carson juga menuduh bahwa “Islam bukanlah agama, tapi sistem organisasi
kehidupan.”118
Pandangan Carson terhadap Muslim bahkan mungkin akan lebih menyedihkan
sekarang dengan fakta bahwa ia dia mungkin menjadi Menteri Perumahan dan
Pengembangan Perkotaan (HUD). Salah satu tanggung jawab dari HUD adalah
memerangi diskriminasi perumahan, memastikan tidak ada pelanggaran UU
Keadilan Perumahan.
Pertanyaannya, apakah Carson akan bersikap adil terhadap Muslim Amerika ketika
mereka mengajukan permohonan pemilikan perumahan. Dan akankah Carson
meminta umat Islam untuk meninggalkan keyakinan mereka sebagai syarat untuk
memperoleh perumahan dari pemerintah AS?
117
http://cnnpressroom.blogs.cnn.com/2015/09/27/dr-ben-carson-on-muslims-having-to-reject-islamin-order-to-be-president-you-have-to-reject-the-tenets-of-islam-yes-you-have-to/
118
http://www.motherjones.com/politics/2016/01/ben-carson-islam-not-religion
61
Clash of Civilizations
Sebastian Gorka, Anggota Dewan Keamanan Nasional
Gambar 8. Sebastian Gorka
Sebastian Gorka tokoh anti-Islam berikutnya yang ditunjuk Trump untuk
bergabung ke Gedung Putih. Bersama dengan Steve Bannon, ia akan mengisi posisi
di Dewan Keamanan Nasional.119 Gorka adalah editor senior keamanan nasional di
Breitbart, media sayap kanan yang dipimpin oleh Steve Bannon. Ia mengaku
menuliskan rancangan kebijakan keamanan nasional saat Trump mencalonkan diri
sebagai presiden. Masuknya Sebastian Gorka dalam Dewan Keamanan Nasional
semakin memperkuat pengaruh Breitbart di lingkaran inti Gedung Putih.
Gorka dikenal dengan tulisannya, Defeating Jihad, yang berisi tentang usulan untuk
memenangkan peperangan melawan Islam radikal. Gorka mengatakan bahwa ia
termotivasi untuk menulis buku tersebut setelah ia melihat 16 tahun pemerintahan
sayap kanan dan sayap kiri saling mengoper bola, atau bahkan meletakkannya
sama sekali, dalam peperangan ini.
119
http://www.businessinsider.co.id/sebastian-gorka-trump-breitbart-20171/?r=US&IR=T#FVL4fcWUVfXclygL.97
62
Clash of Civilizations
Gorka mengatakan bahwa penting bagi pemimpin Barat untuk membuang jauhjauh fantasi yang mereka bayangkan, bahwa setelah serangan 11 September, Islam
membutuhkan “Reformasi”. Ia menerangkan bahwa reformasi Kristen diprakarsai
oleh kebutuhan untuk “kembali ke dasar,” seperti mempelajari injil dan
mengembangkan pemahaman terhadap pokok kepercayaan. Hal tersebut
persisnya merupakan isi dari pesan yang dibawakan oleh para ekstrimis Muslim
dan jihadis saat ini.
Gorka menilai bahwa ideologi Islam Al-Qaidah dan ISIS secara fundamental
bukanlah hal yang tidak Islami, karena hal tersebut merupakan interpretasi Islam
abad ketujuh yang merupakan penjelasan langsung dari Al-Qur’an.
“Separuh hal dari Qur’an sangat-sangat berbau kekerasan, mengenai pembunuhan
orang kafir,” terangnya. “Karenanya, kita tidak perlu reformasi agar orang Islam
kembali ke dasar agamanya, karena dengannya kita justru akan memberi kekuatan
kepada jihadis.”120
Ia menganggap bahwa politisi Amerika selama ini acuh dengan ancaman Islam.
Gorka memberikan permintaan provokatif kepada pendengar: “Setiap rakyat
Amerika yang peduli terhadap republik ini, setelah 9/11, anda tidak memiliki alasan
lagi. Beli Al-Qur’an. Jangan dengarkan hal-hal baik yang disebarkan oleh media
mainstream. Lihat kepada sumber dasarnya, dan buat penilaian sendiri terhadap
agama ini.”
Ia juga menekankan pentingnya pemahaman bahwa, tidak seperti Injil dan kitab
agama lain, Al-Qur’an dimaksudkan untuk menjadi kata-kata Tuhan yang tak
terbantahkan, didiktekan kepada nabi Muhammad SAW oleh malaikat Jibril,
bukannya rangkaian cerita dan penjelasan kenabian yang memungkinkan
interpretasi ulang oleh otoritas selanjutnya.
120
http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/
63
Clash of Civilizations
Dengan cara yang sama, dia menantang pembicaraan umum mengenai “jihad”
sebagai perjuangan yang konstruktif dan tanpa kekerasan melawan hawa nafsu
dengan mengutip “Dua belas kata di dalam Qur’an, ketika kata jihad digunakan, hal
tersebut bukan mengenai kedamaian di dalam diri,” tetapi mendeskripsikan
“Perang pertahanan, perang untuk penyerangan, mengalahkan dan menekan
musuh hingga mereka berpindah kepada satu-satunya kepercayaan yang benar,
atau hingga mereka berhasil dihancurkan.”
“Ideologi mereka adalah ideologi totalitarian yang mendefinisikan diri mereka
sebagai lawan dari kita,” kata Gorka tentang jihad. “Kita adalah musuh dari mereka.
Semua
yang ditunjukkan oleh Amerika—kebebasan individu, berdasarkan
kehormatan manusia yang dibuat dalam citra Tuhan—harus dihancurkan atau
diperbudak. Ini bukanlah aksi kekerasan acak. Mereka punya rencana, mereka
punya strategi.”
Dengan kata lain, Gorka menyimpulkan bahwa “para jihadis percaya bahwa mereka
ada dalam peperangan dan mereka yakin bahwa mereka memiliki strategi untuk
memenangkannya. Itu adalah dua elemen yang tidak ada di pemimpin-pemimpin
Barat.” Oleh Gorka, para pemimpin Barat tidak suka mengungkapkan jihadis
sebagai musuh dan seringkali tidak nyaman dalam menggunakan istilah seperti
“musuh,” “kemenangan,” atau “perang.”
Katharine Gorka, Tim Transisi Keamanan Dalam Negeri
Trump menunjuk Katharine Gorka sebagai salah satu tim transisi dari Obama
menuju Trump. Katharina adalah istri dari Sebastian Gorka. Sebagaimana suaminya,
Katharina banyak menulis tentang Islam untuk Breitbart News. Ia pernah mengkritik
statement Departemen Keamanan Nasional AS yang menyatakan bahwa Islam
64
Clash of Civilizations
adalah agama yang damai.121 Dalam salah satu kolomnya, ia mengatakan bahwa
ketika George W. Bush dan Barrack Obama menyebut Islam adalah agama damai,
hal tersebut membuat banyak orang sebal. Menurutnya, sikap tersebut telah
mencegah dan mematikan segala debat dalam Islam dengan mendeklarasikan
bahwa Islam adalah agama kedamaian.122
Katharine Gorka, yang memproklamirkan diri sebagai anti gerakan jihad, juga
mengusulkan kepada para pejabat yang mengelola Program Countering Violent
Extremism di Departemen keamanan Dalam Negeri dan menggantinya dengan
nama baru, Countering Radical Islam atau Countering Violent Jihad. Ia mengusulkan
agar Ikhwanul Muslimin dimasukkan dalam daftar organisasi teroris, serta
memberikan sanksi kepada “afiliasinya, kelompok yang terkait dengannya, maupun
agen-agen mereka.”123
Playbook Anti-Muslim Kelompok Sayap Kanan
Pemerintahan Trump banyak berisi orang-orang yang dalam sejarahnya seringkali
berpandangan miring tentang Islam. Narasi mereka tentang Islam banyak
mengadopsi narasi-narasi kelompok sayap kanan. Hal ini tentu bukan sebuah
kebetulan, karena orang-orang dalam lingkaran terdalam Donald Trump memang
dikenal cukup dekat dengan kelompok sayap kanan.
Steve Bannon, kepala strategi Donald Trump, sering meminta nasihat kepada Frank
Gaffney, tokoh anti Islam di Amerika dan pemimpin the Center of Security Policy.
Selama masa kampanyenya, Gaffney dan timnya pernah memberikan briefing
kepada Trump tentang bahaya Syariat Islam. Riset-riset Center of Security Policy,
yang dipimpin oleh Gaffney, sering dipakai oleh Donald Trump untuk menjustifikasi
121
http://www.westminster-institute.org/articles/re-engaging-in-the-war-of-ideas-lessons-from-theactive-measures-working-group/
122
http://www.breitbart.com/national-security/2014/11/22/opening-the-door-to-muslim-dissidents/
123
http://www.familysecuritymatters.org/publications/detail/us-moves-to-designate-the-muslimbrotherhood-a-terrorist-organization?f=radical%20jihad
65
Clash of Civilizations
kebijakan larangan masuk AS bagi Muslim. Trump pernah memuji the Center of
Security Policy dengan sebutan “kelompok yang sangat terhormat.”124
Gambar 9. Frank Gaffney, Presiden Center of Security Policy. Ia menuduh bahwa Syariat Islam
adalah ideology totalitarian dan represif.
Gaffney dijuluki oleh Southern Poverty Law Center sebagai “salah satu tokoh
Islamophobia
paling
buruk
di
Amerika”.
The
Anti-Defamation
League
mendeskripsikan dia sebagai “pengusung teori konspirasi anti-Muslim”. Bahkan,
Gaffney sempat dilarang hadir dalam the Conservative Political Action Conference,
pertemuan tahunan aktivis dan politisi sayap kanan, karena pernah menuduh
organisasi tersebut telah disusupi agen Ikhwanul Muslimin. Gaffney dikenal
memiliki karakter yang aneh dan penggemar teori konspirasi. Ia pernah menuduh
bahwa Obama adalah seorang Muslim.
124
http://edition.cnn.com/2015/12/07/politics/donald-trump-muslims-center-for-security-policy-frankgaffney/
66
Clash of Civilizations
Dalam sebuah wawancara, ia menjelaskan pandangannya
tentang Islam.
Menurutnya, Syariat Islam adalah doktrin supremasis yang “beracun, represif,
totalitarian, dan anti-konstitusi.”125 Ia juga menilai bahwa musuh potensial Amerika
“seringkali justru di luar pandangan kita, mereka beribadah di masjid, melakukan
rekrutmen di kalangan pelajar, dan mendompleng kelompok hak asasi Muslim,
serta akan melakukan jihad secara diam-diam... Mereka secara esensial, seperti
rayap, menggerogoti struktur masyarakat dan institusi lainnya dengan tujuan untuk
menciptakan kondisi yang membuat jihad berhasil.”126 Masjid, bagi Gaffney, adalah
tempat untuk “menghancurkan peradaban Barat dari dalam.”127
Pada tahun 2011, People for the American Way merilis sebuah laporan yang
berjudul “The Right Wing Playbook on Anti-Muslim Extremism”. Laporan setebal 16
halaman tersebut berisi narasi yang sering dipakai oleh kelompok sayap kanan AS,
untuk mendiskreditkan Islam dan Muslim.128
a. Bingkai pandangan bahwa Muslim Amerika berbahaya bagi Amerika.
Aktivis anti-Muslim berusaha keras untuk menggambarkan Muslim Amerika
sebagai ancaman yang harus dihentikan untuk mencegah kehancuran
Amerika. David Yerushalmi, salah satu tokoh propagandis anti-Muslim
mengklaim bahwa, “Peradaban Muslim sedang berperang melawan
peradaban Yahudi-Kristen… Umat Islam, yaitu mereka yang berkomitmen
pada Islam sebagaimana yang kita kenali hari ini, adalah musuh kita.”129
Menurut Yerushalmi, satu-satunya cara untuk mengalahkan “musuh kita”
tersebut adalah dengan membuat bahwa “menjadi Muslim adalah sebuah
kejahatan.”130
125
http://www.washingtontimes.com/news/2012/feb/27/shariahs-threat-to-civil-rights/,
https://www.centerforsecuritypolicy.org/2013/08/19/dont-rescue-the-muslim-brotherhood/
126
http://www.wibc.com/blogs/garrison/segments-interviews/frank-gaffney-combating-stealthysubversive-jihad
127
http://transcripts.cnn.com/TRANSCRIPTS/1009/27/acd.01.html
128
http://www.rightwingwatch.org/report/the-right-wing-playbook-on-anti-muslim-extremism/#seven
129
http://www.adl.org/main_Interfaith/david_yerushalmi.htm
130
http://prospect.org/csnc/blogs/adam_serwer_archive?month=09&year=2010&base_name=this_is_
who_they_listen_to
67
Clash of Civilizations
Aktivis anti-Muslim juga menyebarkan retorika bahwa semua atau hampir
semua Muslim Amerika mendukung terorisme, kekerasan, pelecehan
wanita, dan berupaya untuk menghapus hukum dan idealisme Amerika.
Tujuan akhir dari pencemaran tersebut adalah untuk mendorong
dilakukannya hukuman terhadap umat Islam.
b. Putarbalikkan statistik dan gunakan riset palsu untuk membuktikan
ancaman umat Islam.
Aktivis anti–Muslim berupaya menunjukkan kredibilitas mereka dengan
membumbui retorika mereka dengan berbagai studi dan investigasi yang
menunjukkan ancaman yang ditimbulkan oleh Muslim Amerika. Mereka
seringkali memulai atau menguatkan karir mereka dengan menyerang
Muslim, hingga julukan “industri teori konspirasi Syariah” pun disematkan
kepada mereka atas sifat narasi mereka yang busuk dan ujung-ujungnya
demi mendapatkan keuntungan finansial.131
Salah satu contoh histeria anti-Muslim yang mereka lakukan adalah saat
anggota Kongres AS menggunakan riset palsu untuk menyerang Council on
American-Islamic Relations (CAIR).
c. Ceritakan tentang bahaya “percobaan penerapan Syariat”
Aktivis anti-Muslim di Amerika juga mengklaim bahwa hakim-hakim di
Amerika dipaksa untuk mengikuti hukum syariah, dan Muslim di Amerika
ingin menerapkan pengadilan Syariat di Amerika. Paranoid anti-Syariat
cukup banyak menyebar di Amerika. Oklahoma adalah salah satunya. Pada
tahun 2010, kota tersebut meloloskan undang-undang anti-Syariat Islam.
Aktivis anti-Muslim juga sering memproduksi dan mengutip studi palsu
untuk mendukung klaim bahwa Syariat Islam mengambil alih Amerika. The
Center for Security Policy, yang dipimpin oleh salah satu ideolog antiMuslim paling popular di Amerika, Frank Gaffney, pernah merilis sebuah
131
http://www.religiondispatches.org/archive/politics/4335/welcome_to_the_shari%27ah_conspiracy_t
heory_industry/
68
Clash of Civilizations
studi yang berusaha membuktikan tentang ancaman Syariat Islam pada
Amerika.
d. Atas nama “membela kebebasan” ambil kebebasan dari umat Islam
Aktivis anti-Muslim meminta negara mencabut kebebasan Muslim dalam
rangka melindungi kebebasan semua pihak. Gaffney mengatakan bahwa
Muslim
radikal
menggunakan
hak
kebebasan
beragama
untuk
menggagalkan pengawasan dan upaya penegakan hukum lainnya.
Karenanya, Gaffney meminta agar hak tersebut dicabut.132
Komentar serupa disampaikan oleh Pamela Geller, yang mengklaim bahwa
jika Muslim diberi hak yang sama dengan warga Amerika lainnya, mereka
akan memaksakan Islam di Amerika, dan akan mencabut hak semua orang
melalui “supremasisme Islam”.133
e. Klaim bahwa Islam bukanlah agama
Aktivis
anti-Muslim
berupaya
membangun
narasi
bahwa
mereka
sebenarnya melindungi kebebasan di Amerika saat mereka berusaha
membatasi kebebasan beragama Muslim Amerika. Hal ini dilakukan dengan
menuduh bahwa Islam bukanlah agama, tapi sebuah ideologi politik yang
mematikan. Narasi lain yang sering mereka sampaikan adalah bahwa Islam
adalah sistem militer geopolitik yang dibungkus dengan jubah keyakinan
agama.134
f.
Tekankan bahwa Muslim tidak memiliki hak Amandemen Pertama di bawah
konstitusi Amerika
Aktivis anti-Muslim berargumen bahwa Islam bukanlah agama, dan Muslim
Amerika tidaklah dilindungi oleh Amandemen Pertama AS tentang
kebebasan beragama. Dalam pandangan para aktivis anti-Muslim, Muslim
132
http://www.washingtontimes.com/news/2009/jun/16/free-speech-but-not-for-me/
http://www.splcenter.org/blog/2011/06/15/tea-party-patriots-wallow-in-muslim-bashing-gutter-withgeller/
134
http://freedomfederation.org/content/news/29982/Islamic%20Radicalism%20Deserves%20Our%20
Focus
133
69
Clash of Civilizations
Amerika berniat untuk menggunakan, atau menyalahgunakan, kebebesan
Amerika untuk menguatkan ideologi totalitarian mereka. Gaffney menulis:
“Musuh kita menggunakan toleransi beragama kita untuk membangun
infrastruktur masjid di sini yang nantinya akan menginkubasi perang suci
Islam bernama jihad sebagai bagian dari ‘peradaban jihad’ di negara ini.”135
Kelompok sayap kanan anti-Muslim banyak merayakan keberhasilan Trump
memegang tampuk kepresidenan AS. Sehari setelah kemenangan Trump, Gaffney
mengatakan di radio Breitbart, “Ini adalah karunia besar Tuhan.” Ia juga memuji
orang-orang di sekitar Trump, yaitu Bannon dan Flynn, sebagai “orang-orang hebat
yang akan memimpin kita menyelamatkan Republik ini.”136
Bagi kelompok sayap kanan, Islam adalah ancaman terbesar bagi Amerika Serikat.
Dan narasi ini disambut oleh Donald Trump dengan menegaskan bahwa “ideologi
Islam radikal yang penuh kebencian tidak boleh tinggal atau menyebar di tengah
negara kita (Amerika Serikat).”137
135
http://townhall.com/columnists/frankgaffney/2011/06/07/american_mosques_jihads_incubators
http://www.breitbart.com/radio/2016/11/09/frank-gaffney-trump-foreign-policy-start-designatingmuslim-brotherhood-terrorist-organization/
137
http://time.com/4453110/donald-trump-national-security-immigration-terrorism-speech/
136
70
Mengalahkan Jihad
Mengalahkan Jihad
“Sedikit dari kita yang punya ide untuk menang. Saya dalam posisi yang lebih baik
dibanding yang lain dalam hal ini. Saya telah melihat, menembak, menangkap,
menginterogasi, dan mempelajari musuh kita.” (Michael T. Flynn)
Syarat utama untuk memenangkan perang adalah adanya keinginan (willingness),
determinasi, dan ketetapan hati untuk menang serta melakukan hal-hal yang
diperlukan untuk menggapai kemenangan tersebut. Dan inilah, yang menurut
Michael T. Flynn, tidak dilakukan oleh Obama. Pada bulan November 2015, Obama
pernah mengatakan, “Yang saya tidak tertarik melakukannya adalah mengejar ide
tentang “kepemimpinan AS atau ‘kemenangan AS’”. Artinya, dalam pandangan
Flynn, “Obama mengatakan kepada rakyat AS dan musuhnya bahwa AS tidak akan
memimpin, tidak ingin menang, dan karena itu akan kalah. Musuh kita tentu saja
ingin memimpin dan menang, baik Islam radikal maupun tiran sekuler yang
ambisius.”
Untuk itu, Flynn berharap pemimpin baru yang bisa menceritakan kebenaran, yang
memang ingin menang, dan mampu memimpin. Harapan tersebut ia tumpukan
“Saya tidak
percaya
semua budaya
sejajar dalam
hal moral. Dan
saya berpikir
bahwa Barat,
terutama
Amerika, lebih
beradab,
memiliki moral
dan etika yang
jauh lebih baik,
dibandingkan
dengan sistem
yang ingin
diterapkan
oleh musuh
utama kita.”
pada Donald Trump. Michael T. Flynn adalah penasihat militer paling dipercaya
Trump. Harapan Flynn terwujud, Donald Trump terpilih sebagai presiden AS yang
baru.
Harapan serupa juga disampaikan oleh Sebastian Gorka, yang pernah menjadi
konsutan
politik
Donald
Trump
selama
masa
kampanye.
“Kita
dapat
memenangkannya, jika kita memiliki kepemimpinan yang benar,” katanya. Ia
mengklaim bahwa bukunya, ‘Defeating Jihad: The Winnable War’, memiliki resep
untuk memenangkan pertempuran ini dengan cepat.
Gorka mengatakan bahwa ia termotivasi untuk menulis buku tersebut setelah ia
melihat 16 tahun pemerintahan sayap kanan dan sayap kiri saling mengoper bola,
atau bahkan meletakkannya sama sekali, dalam peperangan ini.
71
Mengalahkan Jihad
Mengalahkan jihad menjadi program utama pemerintahan Trump. Beberapa
strategi pun sudah mulai disampaikan oleh orang-orang terdekatnya. Dalam
beberapa terakhir, cukup banyak diskusi yang secara spesifik mengusulkan cara
memerangi Islam radikal, meski beberapa menggunakan istilah ‘mengalahkan
jihad’. Bab ini akan membahas mengenai berbagai usulan yang disampaikan oleh
orang-orang terdekat Trump untuk mengalahkan jihad dan Islam radikal.
1. Hancurkan pasukan jihadi. Bunuh atau tangkap pemimpin mereka.
a. Sinergikan
seluruh
elemen
kekuatan
nasional
dalam
cara
yang
tersinkronisasi secara kohesif. Langkah pertama yang perlu diambil untuk
ini adalah dengan mendefinisikan musuh secara jelas, yaitu Islam radikal.
Flynn mengingatkan harga yang harus dibayar untuk memenangkan perang
ini mungkin mahal.
“Sangat sedikit warga Amerika—bahkan sangat sedikit pemimpin Barat, dari
waktu ke waktu, yang menggunakan kata “perang” dan mampu berjanji
untuk memenangkannya—yang mengakui bahwa sebuah perang global
sedang dilakukan melawan kita. Untuk berperang, kita perlu mengenali
musuh kita, sebagaimana yang disampaikan Sun Tzu. Para pemimpin kita
tidak ingin mengidentifikasi musuh kita. Hal ini membawa kita kepada jalur
kekalahan.”138
Ketegasan menyebut musuh, yaitu Islam radikal, dinilai Trump akan
memberikan kejelasan moral. Kejelasan moral yang dimaksud adalah
penegasan bahwa mereka berada di pihak kebenaran dan dilindungi Tuhan,
sedangkan musuh mereka, Islam radikal, berada di sisi sebaliknya. Selama
ini, pemerintahan Amerika dirasa tidak memberikan kejelasan tersebut,
yang membuat tingkat bunuh diri di kalangan veteran perang Amerika
138
The Field of Fight, 11
72
Mengalahkan Jihad
mencapai 20 kasus bunuh diri per hari.139 Sebastian Gorka menjelaskan
tentang fenomena tersebut dalam sebuah tulisannya:
“Mengapa kita memiliki tingkat PTSD (post-traumatic stress disorder)140 yang
tidak pernah dicapai sebelumnya di negara ini? Kakek-kakek kita
menghadapi banyak hal buruk di WWII, terutama di Pasifik, terutama ketika
mereka membebaskan kamp kematian. Namun ketika mereka pulang ke
rumah pada tahun 1950-an, mereka tidak merasakan efek dari 911.
Mengapa? Karena mereka betul-betul memahami bahwa mereka ada di sisi
para malaikat. Presiden mereka, komandan mereka, mengatakan pada
mereka, ‘ini adalah perang melawan kejahatan, apa yang akan kalian lihat
mungkin mengerikan, namun tak masalah, kalian ada di sisi kebenaran.’”141
Kejelasan tersebut, menurut Gorka, tidak pernah dilakukan di era Obama.
b. Terus buru Islamis pro kekerasan dimanapun mereka berada. Usir mereka
dari tempat perlindungannya, dan bunuh atau tangkap mereka. Negara
yang memberikan tempat perlindungan pada musuh Barat harus hanya
diberi satu pilihan—mengeliminasi jihadis atau menyiapkan mereka (negara
yang mau berkontribusi) untuk bisa melakukannya. AS harus bersiap untuk
membantu negara-negara tersebut.
c. Hadapi secara tegas negara dan aktor non-negara yang mendukung
ideologi Islamis ini dan paksa mereka untuk menghentikan dukungannya
pada musuh.
2. Lakukan perang ideologis melawan Islam radikal. Diskreditkan ideologi mereka.
Usaha ini akan sangat terbantu jika diiringi dengan kemenangan militer.
139
http://www.militarytimes.com/story/veterans/2016/07/07/va-suicide-20-daily-research/86788332/
PSTD adalah gangguan kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami.
141
http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/
140
73
Mengalahkan Jihad
Saat bicara tentang perang, kebanyakan yang terbayang di benak masyarakat
adalah tank, pesawat yang menjatuhkan bom, kapal tempur, pasukan darat
yang melakukan baku tembak, dll. Namun ada hal yang tak kalah penting, kita
juga harus memahami kekuatan strategis kata dan gambar. Ide, dan kata-kata
yang digunakan untuk mengekspresikannya, adalah bagian penting dalam
perang.
Flynn menyimpulkan bahwa perang yang dilakukan terhadap Barat akhir-akhir
ini dilakukan atas nama doktrin ideologi mereka. Barat dan Islam radikal saat ini
memandang perang dalam cara pandang yang sama, yaitu terjadinya benturan
peradaban. Untuk melawan Islam radikal, mereka mengusulkan dilakukannya
perang ideologis. Karenanya, perlu dilakukan sebuah kampanye untuk
menunjukkan bahaya dan buruknya ideologi musuh. “Politik dan teologi yang
menyokong tindakan amoral mereka harus dihancurkan,” kata Flynn.
Caranya, Flynn menekankan dua poin utama: pertama, mengkampanyekan
bahwa Islam radikal adalah peradaban yang gagal; Kedua, menegaskan bahwa
Islam radikal sedang berperang melawan Barat. Flynn menambahkan bahwa
kampanye ini harus dilakukan oleh semua lapisan, dari presiden hingga lapisan
terbawah.
Dalam kampanye ini, Flynn menyarankan untuk menyerang ideologi Islam
radikal dengan seluruh energi yang dimiliki AS, mulai dari pernyataan publik
pejabat tinggi AS, radio, televisi, hingga internet. Flynn juga meminta
perusahaan media sosial raksasa, seperti Facebook dan Twitter, untuk ikut
bertanggungjawab secara sosial, menyebarkan pesan-pesan yang dianggap
positif oleh mereka, tanpa perlu diperintah.
Dalam bukunya, Flynn mencontohkan program di Singapura. Di sana,
pemerintah melakukan kampanye yang membidik komunitas umat Islam.
Tujuannya, “agar mereka menerima bahwa tidaklah mengapa bagi Muslim yang
taat untuk tinggal di negara sekuler. Tidak ada dasarnya semua desakan kaum
radikal bahwa Muslim setempat harus hijrah ke negara Islam atau berjuang
untuk menegakkannya di Singapura.” Kampanye tersebut juga bertujuan untuk
74
Mengalahkan Jihad
menjelaskan kepada umat Islam bahwa mereka “tidak perlu menegakkan
Syariat Islam.”142
Menariknya, Flynn menyatakan bahwa “usaha yang sama sedang dijalankan di
Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia.”143
Usulan Flynn tersebut direspon Donald Trump dengan rencananya untuk
membentuk sebuah komisi tentang Islam Radikal (Commission on Radical
Islam). Komisi tersebut nantinya akan bertugas untuk melakukan edukasi
kepada masyarakat tentang Islam radikal dan ancaman mereka kepada AS dan
dunia pada umumnya.
“Tujuan dari komisi tersebut adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan
kepada publik Amerika tentang keyakinan inti dari radikalisme [Islam],
mengidentifikasi tanda-tanda radikalisme, dan mengekspos jaringan yang
mendukung radikalisasi di tengah masyarakat kita.”144
Komisi tersebut rencananya akan melibatkan para reformis di kalangan umat
Islam yang mau bekerjasama dengan Trump, sebagaimana saran Flynn.
Flynn menyerukan reformasi total terhadap agama Islam. “Ini harus dimulai dari
dalam komunitas Muslim agar bisa berhasil—tapi harus dimulai dari suatu
tempat,” tulis Flynn. Untuk itu, ia memuji sikap presiden Mesir, Abdel Fattah AsSisi, yang dengan lantang menyerukan revolusi terhadap agama Islam.
Berbicara di Al-Azhar, As-Sisi mengatakan bahwa, “korpus teks dan ide-ide
[Islam] yang kita telah sakralkan selama berabad-abad, berlawanan dengan
seluruh dunia.” Untuk itu, As-Sisi berulang kali menegaskan bahwa “kita
membutuhkan sebuah revolusi agama.”145
142
The Field of Fight, 132
ibid
144
https://www.youtube.com/watch?v=gUVycqPoNjo
145
https://www.jihadwatch.org/2015/01/egypts-sisi-we-are-in-need-of-a-religious-revolution
143
75
Mengalahkan Jihad
Karena itulah, As-Sisi, beserta Raja Abdullah dari Yordania, dianggap sebagai
contoh Muslim reformis yang bisa menjadi partner ideal bagi Donald Trump
dalam melakukan perang sucinya.
3. Ciptakan aliansi baru abad ke-21. Usaha ini juga akan muncul secara natural
dari kampanye militer dan politik yang dilakukan.
Trump siap menggalang aliansi dengan siapapun yang berada dalam satu
pandangan terkait Islam radikal, termasuk Rusia. Menurut Flynn, “Saat bicara
dengan Rusia atau negara lain, musuh bersama kita semua adalah Islam
radikal.” Trump juga akan menggalang para reformis Muslim yang memiliki
pandangan yang sama dengan mereka tentang Islam dan modernitas. Di sini,
As-Sisi dan Raja Abdullah dari Yordania adalah sosok yang dicontohkan oleh
Trump. As-Sisi merupakan presiden pertama yang menelepon Trump setelah ia
memenangkan pemilu.146
Sosok Muslim idaman yang dicari oleh Trump adalah Kamal Ataturk,
sebagaimana yang diungkapkan oleh Sebastian Gorka, “Kita membutuhkan
orang-orang seperti Ataturk—Orang-orang yang mengatakan ‘Lihat, aku dipilih
sebagai pemimpin secara demokratis, dan aku tidak peduli terhadap apa yang
Al-Qur’an katakan tentang membunuh orang kafir. Kita tidak melakukannya
karena kita menyukai Amerika, kita menyukai Barat, dan aku akan mengatakan
kepadamu apa Islam itu.’”147
Inilah aliansi yang ingin digalang oleh Donald Trump, yang bercita-cita
menumpas Islam radikal dari muka bumi.
4. Berikan tantangan langsung kepada rezim yang mendukung musuh, minimal
lemahkan mereka, atau jika mungkin gulingkan mereka.
146
http://www.nytimes.com/2016/11/16/us/politics/trumptransition.html?hp&action=click&pgtype=Homepage&clickSource=story-heading&module=span-abtop-region&region=top-news&WT.nav=top-news
147
http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/
76
Kakistokrasi
Kakistokrasi
Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang
tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan
menjadi seorang fasis?148 Apakah ia akan menjadi seorang demagog149 ataukah
diktator? Apakah pemerintahannya bersifat oligarki,150 plutokrasi,151 ataukah
kleptokrasi?152
Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah
menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin.
Jawabannya, dalam pandangan Sophia A. McClennen, adalah semua hal di atas.
Dan semua itu terangkum dalam satu kata: kakistokrasi, yang secara harfiah berarti
sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh elemen terburuk dalam sebuah
komunitas.153 Kakistokrasi adalah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh orang
paling tidak berkompeten atau paling buruk dalam sebuah masyarakat.
“Kakistokrasi” berasal dari kata “kakistos”, kata yunani yang berarti "terburuk", yang
merupakan superlative dari “kakos”, yang berarti “buruk”.
Kata “kakistokrasi” mulai muncul pada tahun 1829 di “The Misfortunes of Elphin,”
karangan penulis Inggris Thomas Love Peacock. Di Amerika, kata tersebut pertama
kali muncul dari penyair Amerika, James Russell Lowell, saat ia menulis sebuah
surat kepada teman sesama penyairnya Joel Benton pada tahun 1876:
Kakistokrasi
adalah sebuah
pemerintahan
yang dipimpin
oleh orang
paling tidak
berkompeten
atau paling
buruk dalam
sebuah
masyarakat.
148
Ideologi yang berdasarkan pada prinsip kepemimpinan dengan otoritas absolut di mana perintah
pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa pengecualian
149
Penggerak (pemimpin) rakyat yg pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat,
seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kekuasaan untuk dirinya.
150
Bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil
dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer.
151
Pemerintahan yang diperintah atau dikendalikan oleh orang-orang kaya.
152
Kleptokrasi ("pemerintahan para maling") adalah istilah yang mengacu kepada sebuah bentuk
pemerintahan yang mengambil uang pungutan (pajak) yang berasal dari publik / rakyat untuk
memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri.
153
http://www.merriam-webster.com/dictionary/kakistocracy
77
Kakistokrasi
"Yang membuatku penuh dengan keraguan dan kecemasan adalah
penurunan moral. Apakah ia hasil dari demokrasi atau bukan? Apakah
pemerintahan kita adalah 'pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat', atau sebuah kakistokrasi
untuk keuntungan para bajingan
dikarenakan oleh orang-orang bodoh?"154
Dan kini, kecemasan Lowell terbukti. AS berada dalam sebuah pemerintahan yang
menguntungkan para bajingan, dikarenakan orang-orang bodoh.
Saat ini, presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri
saat melakukan pelecehan terhadap wanita.155 Pemimpin bangsa AS adalah
pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. 156
Panglima yang bertanggung jawab atas senjata nuklir AS adalah individu yang
tidak terbiasa dengan nuklir tapi terobsesi dengan balas dendam.157 Penjaga
konstitusi AS adalah pembohong dan pengarang cerita yang telah berulang kali
menyerang wartawan yang menantang pernyataan palsunya.158 Orang yang akan
mengawasi penegakan hukum nasional AS adalah pengembang yang tidak jujur
yang digugat akibat diskriminasi perumahan berdasarkan ras.159 Orang yang akan
bertanggung jawab atas keamanan nasional AS adalah pemula dalam hal kebijakan
luar negeri dan yang telah menyerukan untuk meningkatkan hubungan dengan
kekuatan asing, untuk keuntungan diri dan keluarganya.160 Orang yang paling
berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah tersinggung, arogan,
154
http://www.worldwidewords.org/weirdwords/ww-kak1.htm
http://www.telegraph.co.uk/women/politics/donald-trump-sexism-tracker-every-offensive-commentin-one-place/
156
http://www.alternet.org/media/14-fake-news-stories-created-or-publicized-donald-trump
157
http://www.inquisitr.com/3848699/donald-trump-revenge-comments-will-crush-hopeful-democratsnever-trump-republicans/
158
https://www.nytimes.com/2017/01/21/us/politics/trump-white-house-briefing-inauguration-crowdsize.html
159
http://www.npr.org/2016/09/29/495955920/donald-trump-plagued-by-decades-old-housingdiscrimination-case
160
http://time.com/4578431/donald-trump-conflicts-of-interest-list/
155
78
Kakistokrasi
suka menghina, mengintimidasi, dan narsis.161 Seorang selebritis yang sombong,
pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS.
Trump merubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia
yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif—yang
memang sudah lama ada di AS—terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia
mengejek wartawan yang cacat.162 Dia mengolok-olok hakim federal yang telah
melawannya pada gugatan penipuan di Trump University sebagai "Orang
Meksiko."163 Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan apa-apa selain
orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan.164 Ia memenangkan
dukungan dari Ku Klux Klan dan orang-orang sayap kanan.165 Dia mencela
lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk
dipenjara.166 Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah ... dengan hampir
semua orang. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden meski dengan
mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi logis dari
demokrasi.
Kini, ia lah presiden Amerika Serikat, negara yang mendaulat diri sebagai kampiun
demokrasi.
Trump akan memimpin kabinet dengan jumlah orang kulit putih dan laki-laki
terbanyak, mengisinya dengan orang-orang yang menurut Mehdi Hassan, “sebuah
campuran ajaib dari orang-orang yang tidak memiliki kualifikasi di bidangnya”. Ia
mengkombinasikan beberapa kualitas terburuk dari beberapa presiden terburuk AS
161
http://www.huffingtonpost.com/daniel-wagner/trump-and-narcissistic-pe_b_11289332.html
http://www.nbcnews.com/politics/2016-election/donald-trump-criticized-after-he-appears-mockreporter-serge-kovaleski-n470016
163
http://blogs.wsj.com/washwire/2016/05/27/trump-attacks-federal-judge-in-trump-u-case/
164
http://www.huffingtonpost.com/entry/president-donald-trump-racistexamples_us_584f2ccae4b0bd9c3dfe5566
165
https://www.washingtonpost.com/news/post-politics/wp/2016/11/01/the-kkks-official-newspaperhas-endorsed-donald-trump-for-president/?utm_term=.f2349984fae9
166
https://www.theguardian.com/us-news/2016/oct/10/debate-donald-trump-threatens-to-jail-hillaryclinton
162
79
Kakistokrasi
dalam satu orang: “Donald Trump membuat Nixon terlihat jujur, Clinton terlihat
suci, dan Bush terlihat pintar”.167
Pada bulan Desember 2016 silam, Chicago Tribune memuat sebuah headline,
"Apakah
kabinet
menghancurkannya?"168
Trump
Kalimat
ingin
tersebut
menjalankan
adalah
cara
pemerintahan—atau
yang
sopan
untuk
membicarakan masalah kakistokrasi ini. Dan pertanyaan tersebut secara tidak
langsung dijawab oleh Johan Galtung, sosiolog yang pernah memprediksi secara
akurat keruntuhan Uni Soviet. Dari beberapa indikator dan kontradiksi yang ada,
Galtung memprediksi bahwa AS sebagai imperium global akan mengalami
keruntuhan di era Donald Trump.169
Galtung memprediksi bakal runtuhnya imperium AS dalam sebuah buku berjudul
“The Fall of the American Empire—and then What?”
Buku ini memaparkan fenomena sinkronisasi dan kontradiksi yang saling
memperkuat yang tengah melanda AS, yang akan membawa kepada berakhirnya
kekuatan global AS pada tahun 2020. Galtung memperingatkan bahwa selama
melewati fase kemundurannya ini, AS akan menjadi negara yang sangat fasis dan
reaksioner.
Ia berargumentasi bahwa fasisme orang-orang Amerika tumbuh karena: (a)
kemampuan mereka untuk melakukan kekerasan tanpa batas di seluruh dunia; (b)
Kemudian, hal itu diperkuat dengan sebuah visi atau pandangan tentang
“Eksepsionalisme Amerika”, merasa sebagai negara paling hebat; (c) kuatnya
keyakinan tentang bakal adanya perang pamungkas antara kebaikan dan
kejahatan; (d) Adanya pengkultusan terhadap negara yang kuat untuk memimpin
167
http://www.newstatesman.com/world/2017/01/donald-trump-ushers-new-era-kakistocracygovernment-worst-people
168
http://www.chicagotribune.com/news/nationworld/politics/ct-trump-cabinet-picks-20161208story.html
169
https://motherboard.vice.com/en_us/article/us-power-will-decline-under-trump-says-futurist-whopredicted-soviet-collapse
80
Kakistokrasi
perang kebaikan melawan kejahatan; (d) dan adanya pengkultusan terhadap figur
“pemimpin yang kuat”.
Semua gejala yang muncul selama masa pemerintahan Bush, kini semakin nampak
jelas dalam bentuk hasil turunannya di era Donald Trump. Kebijakannya yang fasis,
merupakan sebuah gejala degradasi dan kemunduran yang menghentak banyak
orang jika sebuah negara superpower seperti Amerika bisa jatuh.
Beberapa kontradiksi Amerika yang disebutkan Johan Galtung antara lain adalah:
 Kontradiksi ekonomi, seperti: tingkat produksi yang berlebihan yang tidak
sebanding dengan permintaan, pengangguran, serta meningkatnya biaya-biaya
terkait perubahan iklim;
 Kontradiksi militer, termasuk ketegangan yang semakin meningkat antara AS,
NATO, dan negara-negara sekutu lainnya. Ditambah lagi dengan beban
ekonomi/finansial yang tidak mampu ditanggung akibat perang;
 Kontradiksi politik, termasuk masalah peran yang tumpang tindih antara AS,
PBB, dan negara-negara Uni Eropa;
 Kontradiksi kultural, seperti: ketegangan antar masyarakat Yahudi-Kristen, Islam,
dan kelompok minoritas lainnya;
 Kontradiksi sosial, dengan semakin tingginya kesenjangan dan jurang pemisah
antara “Mimpi Amerika”, yaitu keyakinan bahwa setiap orang bisa hidup
makmur di Amerika dengan bekerja keras, dengan realita yang terjadi, yaitu
fakta bahwa semakin banyak orang yang gagal mewujudkan mimpi tersebut
menjadi nyata.
Di dalam bukunya, Galtung mencoba mengeksplorasi bagaimana ketidakmampuan
struktural dalam mengatasi berbagai kontradiksi semacam itu akan menyeret
Amerika Serikat kepada situasi bubarnya kekuasaan politik, baik secara global
maupun domestik.
Bagi Galtung, sejumlah proposal kebijakan Trump yang saling kontradiktif
merupakan bukti terjadinya kemunduran struktural yang serius di pusat kekuasaan
AS.
81
Kakistokrasi
Trump menegaskan bahwa dia meyakini pasukan AS masih dibutuhkan
kehadirannya di Iraq dan Afghanistan, bahkan ia mengusulkan untuk mengirim
lebih banyak lagi tentara ke Iraq. Anehnya, ia juga mengkritik keras kebijakankebijakan militer negaranya.
Terkait isu domestik, Trump pernah berjanji akan mendeportasi 11 juta orang yang
dianggap sebagai migran ilegal, membangun tembok pemisah di perbatasan
antara AS dan Meksiko, memaksa semua Muslim Amerika untuk mendaftarkan diri
ke pemerintah, dan melarang seluruh imigran Muslim masuk ke Amerika Serikat.
“Ia (Trump) memperlunak kontradiksi dengan Rusia, mungkin dengan Cina, dan
nampaknya juga dengan Korea Utara. Sebaliknya, ia mempertajam kontradiksi di
dalam negeri AS, di antaranya yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat
minoritas,” kata Galtung.
Di satu sisi, kebijakan Trump terlihat seperti memberikan peluang untuk
menghindari potensi konflik dengan kekuatan-kekuatan besar saingannya, seperti
Rusia dan Cina. Namun di sisi lain, dengan bodohnya ia masih harus sendirian
menghadapi berbagai perang unilateral yang secara sepihak diinisiasi oleh
negaranya, dan terus memperparah kontradiksi di dalam negeri dengan kelompok
minoritas.
“Imperium adalah sebuah struktur lintas batas dengan negara imperial yang
memerintah berada di satu titik pusat strukturnya, kemudian ada negara-negara
lain sebagai klien yang mengelilingi pusat tersebut. Negara-negara klien itu
berposisi sebagai pengikut yang memiliki ketergantungan ke pusat. Wujud dari
imperialisme adalah menciptakan elit-elit baru di keliling struktur yang bekerja
untuk para elit di pusat.”
Dengan kata lain, menciptakan penguasa boneka di negara-negara klien sebagai
kepanjangan tangan penguasa imperium.
Negara yang berada di pusat imperial bisa negara diktator, bisa juga negara
demokrasi. Maka menurut Galtung, jatuhnya imperium AS terjadi ketika para elit
82
Kakistokrasi
negara-negara pengikut tidak mau lagi berperang untuk Amerika, dan tidak lagi
mau dieksploitasi untuk kepentingan elit di pusat.”
Cara pendekatan “single-fighter” ala Trump akan menggerogoti sekaligus
mempercepat jatuhnya imperialisme global AS secara bersamaan.
“Jatuhnya Amerika Serikat memiliki dua bentuk,” papar Galtung. Pertama, negaranegara lain menolak menjadi sekutu yang baik; dan kedua: AS harus melakukan
perang mereka sendiri dengan cara menjatuhkan ribuan bom dari titik ketinggian,
serangan drone yang dikendalikan melalui sebuah komputer jarak jauh, dan unit
pasukan khusus yang menebar kematian. Kedua hal itu sedang terjadi hari ini,
kecuali Eropa Utara, yang saat ini mendukung perang-perang tersebut.
“Kemungkinan hal itu tidak terjadi lagi setelah 2020, jadi saya masih mematok
batas waktu tersebut,” kata Galtung menyimpulkan.
Runtuhnya struktur imperium global AS ini, juga berpotensi akan menimbulkan
dampak secara domestik. Galtung memperingatkan bahwa jatuhnya kekuatan
Amerika di panggung dunia kemungkinan besar akan berimplikasi di tingkat
domestik dengan melemahnya hubungan dan kesatuan di antara negara-negara
bagian AS.
Dalam konteks struktur lintas batas, kejatuhan AS itu bersifat global, bukan
domestik. Tetapi tidak mustahil akan terjadi efek resonansi atau semacam arus
balik di tingkat domestik, seperti supremasi kulit putih, atau bahkan kelompokkelompok minoritas seperti orang-orang Hawaii, Inuits, dan penduduk asli Amerika.
Demikian juga dengan komunitas kulit hitam Amerika akan melakukan hal yang
sama. Mungkin mereka akan mengusulkan Amerika Serikat menjadi semacam
negara konfederasi yang jauh lebih longgar daripada negara kesatuan/federasi.
Meski demikian, terkait prediksinya itu, Galtung tidak pesimis. Sebagaimana Uni
Soviet, kejatuhan imperium AS sebagai kekuatan global merupakan sesuatu yang
tidak bisa dihindari.
83
Kesimpulan
Kesimpulan
Lima belas tahun lebih Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang
membuatnya menjadi perang terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat.
Hampir lima trilyun dollar sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan.
Kini, telah datang era Donald Trump, yang membawa gerbong orang-orang antiIslam ke Gedung Putih. Mereka merasa strategi yang selama ini dilakukan akan
berujung pada kekalahan. Karenanya, mereka mengusulkan strategi baru.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan secara tegas menyebutkan
musuh, yaitu Islam radikal. Untuk itu, Trump mendeklarasikan sebuah perang suci,
untuk menumpas terorisme Islam radikal dari muka bumi.
Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme.
Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi,
di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam
yang meyakini supremasi hukum Islam di atas nilai-nilai dan konstitusi yang lain.
Download