PERANG SUCI DONALD TRUMP AKHIR DARI GLOBAL WAR ON TERRORISM K. Mustarom Laporan Khusus Edisi 2 | Februari 2017 ABOUT US Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis. —————— Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke: [email protected]. Seluruh laporan kami bisa didownload di www.syamina.org Daftar Isi Executive Summary _____________________________________________________ 1 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump ___________________________________ 3 Fase Baru Perang Melawan Terorisme ______________________________________ 18 Violent Extremism vs Islam Radikal ________________________________________ 23 Clash of Civilizations ___________________________________________________ 36 Mengalahkan Jihad ____________________________________________________ 70 Kakistokrasi __________________________________________________________ 76 Kesimpulan __________________________________________________________ 83 01 Executive Summary Executive Summary Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS mengejutkan banyak pihak. Saat ini, presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri saat melakukan pelecehan seksual terhadap wanita. Pemimpin bangsa AS adalah pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. Orang yang paling berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah tersinggung, arogan, suka menghina, mengintimidasi, dan narsis. Seorang selebritis yang arogan, pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS. Trump merubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif—yang memang sudah lama ada di AS—terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia mengejek wartawan yang cacat. Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan apa-apa selain orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan. Dia mencela lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk dipenjara. Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah ... dengan hampir semua orang. Kedengkian adalah meme-nya. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden meski dengan mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi logis dari demokrasi. Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan menjadi seorang fasis? Apakah ia akan menjadi seorang demagog ataukah diktator? Apakah pemerintahannya bersifat oligarki, plutokrasi, ataukah kleptokrasi? Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin. Jawabannya adalah semua hal di atas. Dan semua itu terangkum dalam satu kata: kakistokrasi, yang secara harfiah berarti sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh 02 Executive Summary elemen terburuk dalam sebuah komunitas. Kakistokrasi adalah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling buruk dalam sebuah masyarakat. Trump datang untuk menegaskan musuh utama Amerika. Lima belas tahun lebih Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang membuatnya menjadi perang terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat. Hampir lima trilyun dollar sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan. Kini, Donald Trump datang dengan membawa strategi baru. Dengan narasi yang mirip dengan narasi Perang Salib Paus Urabanus II, Trump, bersama sederetan tokoh anti-Islam ia bawa ke Gedung Outih, siap mendeklarasikan sebuah perang suci, untuk membuat Amerika aman dan hebat kembali. Di malam inagurasinya, ia menegaskan musuh utamanya, yaitu Islam radikal, yang ingin ia tumpas dari muka bumi. Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme. Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi, di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam yang meyakini supremasi hukum Islam di atas nilai-nilai dan konstitusi yang lain. 03 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump “Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh ideologi totalitarian, yaitu Islam radikal.” Pada bulan Nopember 1095 sebuah pertemuan besar dihelat di Clermont. Ribuan orang dari berbagai daerah di Prancis berbondong-bondong menghadiri pertemuan ini. Dinginnya bulan Nopember tidak menghalangi mereka untuk mendengarkan pidato Paus Urbanus II. Mereka mendirikan kemah-kemah di ruang terbuka. Di tengah lautan manusia, Urbanus menyampaikan pidatonya dalam bahasa Perancis. “Wahai rakyat Frank! Rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih! Telah datang kabar memilukan dari Palestina dan Konstantinopel, bahwa suatu bangsa terlaknat yang jauh dari Tuhan telah merampas negara tersebut, negara umat Kristen. mereka hancurkan negara itu dengan perampokan dan pembakaran. Mereka bawa para tawanan ke negara mereka. Dan sebagian lain mereka bunuh dengan disiksa secara sadis. Mereka hancurkan gereja-gereja setelah sebelumnya mereka kotori dan mereka nodai. Mereka taklukkan kerajaan Yunani (Bizantium: Penulis) dan mereka rampas wilayahnya yang sebegitu luasnya hingga seorang musafir tidak akan selesai mengelilingi wilayah itu dalam waktu dua bulan penuh.”1 Pertama-tama pidato di atas menciptakan common enemy bagi Kristen Barat dengan melakukan dua kali penyebutan kelompok yang berkonotasi baik dan buruk. Pertama, kalimat “rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih”. Penyebutan ini digunakan untuk menimbulkan rasa bangga bagi komunikan. Kedua, kalimat “bangsa terlaknat yang jauh dari Tuhan”. Penyebutan ini digunakan untuk menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap obyek. Dengan dua penyebutan ini terciptalah garis demarkasi yang tegas antara “kita”, orang baik, dengan “mereka”, orang jahat, yang menjadi musuh bersama. 1 https://sourcebooks.fordham.edu/source/urban2a.html 04 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Selanjutnya pidato tersebut melakukan tebang pilih fakta untuk menguatkan kesan kejahatan dan kebrutalan musuh bersama. Bahwa di suatu periode sejarah, penguasa Muslim pernah menghancurkan gereja Makam Suci (holy spulchre) adalah fakta. Pada tahun 1010 al-Hakim bin Amrillah, penguasa dinasti Fatimiyah, menghancurkan gereja Makam Suci. Tetapi ada fakta lain yang berbanding terbalik. Di bawah kepemimpinan al-Ẓāhir, penerus al-Hākim, gereja Makam Suci dibangun kembali. Durant menggambarkan bangunan baru gereja Makam Suci sebagai “… bangunan luas yang bisa menampung 8000 (delapan ribu) orang. Pembangunannya melibatkan teknik dan kecerdasan tertinggi yang ada pada saat itu. Interiornya dihiasi tenunan sutera yang bersulam benang Emas. Di dalamnya terdapat gambar Almasih yang sedang menunggang keledai.”2 Bisa jadi benar juga bahwa para peziarah Makam Suci dari Eropa mendapat gangguan keamanan dari penguasa Seljuk. Tetapi fakta lain menunjukkan bahwa selama Palestina berada di bawah kekuasaan Islam, umat Kristiani yang berdomisili maupun yang berkunjung untuk melaksanakan ziarah mendapat perlakuan yang baik. Bahkan Durant menyebut, perlakuan buruk dari penguasa Islam hanyalah pengecualian.3 Tebang pilih fakta di atas dikombinasikan dengan isu pencaplokan wilayah Kristen Bizantium oleh pasukan Islam untuk menanamkan kesan bahwa bangsa Eropa adalah bangsa yang teraniaya. Kesan ini memberikan legitimasi bagi kemungkinan tindakan perang yang akan diambil bangsa Eropa terhadap Umat Islam. Sejatinya isu pencaplokan bukan hal baru. Sudah sejak abad ketujuh, kekaisaran Romawi terus menerus kehilangan wilayahnya oleh upaya perluasan yang dilakukan pasukan Islam. Yerussalem pun sudah berada di bawah kekuasaan kekhalifahan Islam sejak masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Karenanya, Calude Cahen menyebut perang salib adalah respon terlambat atas gerakan perluasan 2 William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, Terj., Dr. Zaki Najib Mahmud dkk, (Beirut: Dār al-Jīl, 1988), 15:12. 3 Ibid, 15:11 05 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Islam.4 Bahkan jika ditarik lebih ke belakang, maka caplok mencaplok sudah terjadi sejak sebelum Islam, ketika dua negara adidaya, Romawi di barat dan Persia di timur, saling bertukar kemenangan dalam serangkaian peperangan. Jadi, jika selama ini tiga isu di atas, yaitu: penghancuran gereja, gangguan keamanan dan pencaplokan wilayah, umumnya disebut para sejarawan sebagai penyebab meletusnya Perang Salib, maka sejatinya ketiga hal tersebut hanyalah peristiwa-peristiwa biasa terkait keputusan politik dan tindakan militer yang mendahului Perang Salib. Yang membedakan ketiga peristiwa tersebut dari peristiwa lain adalah kemasannya dalam bentuk propaganda yang berhasil melarutkan suasana emosional masyarakat Eropa dan memobilisasi dukungan massa untuk melakukan penyerangan dalam skala masif ke Yerussalem. Setelah menyampaikan kondisi kezaliman yang dialami umat Kristiani, Urbanus melanjutkan propagandanya dengan mengatakan: “Di atas pundak siapakah tanggung jawab pembalasan atas kezalimankezaliman ini dan tanggung jawab merebut kembali tanah-tanah ini, jika bukan di atas pundak kalian: kalian, wahai orang-orang yang mendapat keistimewaan dari Tuhan lebih dari kaum lain berupa kemenangan di dalam peperangan, keberanian besar dan kemampuan mengalahkan orang-orang yang menghadang kalian? Jadikanlah perjalanan pendahulu kalian sebagai peneguh hati kalian: kemenangan Charlemagne dan kemenangan raja-raja lain kalian. Bulatkan tekadmu untuk menuju Makam Suci Almasih, Tuhan kita dan juru selamat kita: makam yang sekarang dikuasai bangsa najis, dan tempat-tempat suci lain yang telah ternodai dan terkotori.”5 Bagian pertama dari paragraf di atas merupakan persuasi yang menyentuh kesadaran. Mereka, para komunikan, diidentifikasi sebagai orang-orang hebat yang dapat mengalahkan siapa saja dalam peperangan. Jika mereka terzalimi, maka 4 Calude Cahen, al-Sharq wa al-Gharb Zamana al-Ḥurūb al-Ṣalibiyyah, terj., Ahmad al-Shayh, (Cairo: Sīna li al-Nashr, 1995), 25. 5 William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, 15:12. 06 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump hanya merekalah yang dapat membalas kezaliman tersebut. Persuasi itu dikuatkan dengan meminjam nama tokoh untuk diasosiasikan dengan orang-orang yang bersedia mengikuti ajakan perang Urbanus. Dengan kata lain, orang-orang yang bersedia mengikuti Perang Salib akan diidentifikasi sebagai orang-orang hebat seperti Charlemagne. Di bagian akhir paragraf Urbanus mengidentifikasi perang yang dipropagandakannya sebagai perang suci dengan menyebut hal-hal sakral bagi komunikan, yaitu Makam Suci dan Almasih. Kedua hal sakral ini dihadap-hadapkan dengan para musuh yang disebut sebagai najis dan telah mengkotori tempattempat suci komunikan. Sumber lain menyebutkan bahwa Urbanus mengklaim perintah Perang Salib adalah perintah Tuhan, bukan perintah Urbanus. Fulcher, mengutip khotbah Urbanus, mengatakan, “…Tuhan, bukan saya, yang mendorong kalian, wahai tentara Almasih, apapun derajat sosialnya, para ksatria maupun serdadu, kaya ataupun miskin, untuk bergegas memusnahkan bangsa hina ini (Islam–penulis) dari tanah kita dan memberikan pertolongan kepada penduduk Kristen sebelum terlambat.”6 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perang Salib pertama-tama dan terutama digerakkan oleh propaganda Urbanus II yang merepresentasikan Gereja Romawi Barat dan diidentifikasi sebagai perang suci atau perang demi agama. Namun demikian, tidak semua orang dapat digerakkan menuju medan perang yang sangat berat hanya dengan menyulut kemarahan dan mengobarkan semangat saja tanpa ada iming-iming duniawi maupun ukhrowi. Orang-orang yang boleh jadi bisa tergerak tanpa iming-iming adalah para tokoh agama. Tetapi perang ini memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana yang melimpah. 6 Fulcher of Chartes, Tārīkh al-Ḥamlah ila al-Quds, terj., Ziyad Jamil al-‘Asali, (Aman: Dār al-Shurūq, 1990), 38 07 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Karena itu tidak mengherankan jika Urbanus menyebutkan iming-iming dengan mengatakan: “Janganlah harta dan keluarga menghalangi kalian. Sebab, tanah yang kalian tempati, yang dikelilingi laut dan pegunungan, terlalu sempit untuk menampung seluruh penduduknya dan nyaris tak dapat memberikan kehidupan yang baik untuk kalian. Dan karena itulah kalian saling membunuh, memangsa dan berperang. Banyak dari kalian yang mati karena perang saudara. Bersihkan hati kalian dari kotornya kedengkian! Hentikan permusuhan diantara kalian! Ambillah jalan kalian menuju Makam Suci dan rebutlah tanah itu dari bangsa najis dan kotor! Milikilah tanah itu! Sesungguhnya Yerusalem adalah tanah yang tiada berbanding buahbuahannya. Ia adalah surga kemewahan. Sesungguhnya kota terbesar yang terletak di jantung dunia telah menjerit meminta tolong kalian untuk diselamatkan. Lakukanlah perjalanan ini dengan gembira dan penuh semangat, maka kalian akan terbebas dari dosa-dosa kalian. Yakinlah bahwa kalian akan mendapatkan kemuliaan yang tiada fana di kerajaan langit.” 7 Ada tiga iming-iming yang ditawarkan Urbanus. Pertama, jaminan keselamatan untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan. Lebih detail Durant menjelaskan: “Urbanus mengambil tanggung jawab untuk membebaskan segala belenggu yang menghalangi pasukan Salib untuk bergabung dengan para pejuang. Kebijakan ini tidak mendapatkan perlawanan berarti dari kaum bangsawan dan tuan tanah yang mungkin saja dirugikan. Urbanus membebaskan budak-budak tuan tanah dari kewajiban kepada tuannya selama masa perang. Semua pasukan Salib diberi dispensasi untuk berpekara di pengadilan gereja, bukan di pengadilan feodal. Urbanus menjamin, selama kepergian mereka gereja akan menjaga keselamatan harta benda meraka.”8 7 8 William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, 15:15-16. Ibid, 15:15-16. 08 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Kedua, kemakmuran di tanah baru, yaitu Yerusalem. Janji kedua ini bisa jadi merupakan respon atas kemelaratan akibat epidemi yang melanda beberapa wilayah Eropa. Barker mengatakan: “Kelaparan dan wabah yang melanda tanah air mereka, telah mendorong terjadinya eksodus ke timur untuk mengakhiri kesulitan-kesulitan. Tahun 1094 terjadi epidemi di Flanderen (sekarang masuk wilayah Belgia–penulis) dan meluas hingga ke Bohemia (sekarang masuk wilayah Ceko–penulis). Tahun 1095 kelaparan melanda Lorraine. Karena itu tidaklah mengherankan jika terjadi gelombang pengungsian ke timur…”9 Ketiga, iming-iming yang bersifat spirituil, yaitu pengampunan dosa dan kebahagiaan di hari kiamat. Urbanus memandang Perang Salib sebagai sebuah penebusan dosa sesuai dengan indulgensi atau surat pengampunan yang diberikan gereja.10 Tentang iming-iming spirituil, Fulcher menceritakan, “… sesungguhnya Almasih memerintahkan hal berikut: setiap orang yang bepergian ke sana (Yerusalem–Penulis) akan diampuni segala dosanya…”11 Ketiga iming-iming ini menjelaskan bahwa Urbanus membidik berbagai kalangan dari berbagai lapis sosial. Urbanus membidik kalangan raja, bangsawan, kaum feodal dan para ksatria yang gemar berperang demi memperebutkan tanah; kaum papa dan orang-orang lemah yang akan tergiur dengan kebebasan dan kemakmuran; dan mayoritas masyarakat Eropa yang secara psikologis akan merasa terkurangi atau bahkan hilang sama sekali beban dosa dan kesalahan mereka di dunia berkat endulgensi yang diberikan bagi mereka yang turut serta dalam perang Salib. Propaganda Urbanus telah menanamkan keyakinan bahwa Perang Salib bukan sekedar perbuatan yang mendatangkan ridla Tuhan, tetapi juga 9 Ernest Barker, al-Ḥurūb al-Ṣalībiyyah, 22. Jonatahan Riley Smith, al-Ḥamlah al-Ṣalībiyyah al-Ūlā wa Fikrat al-Ḥurūb al-Ṣalībiyyah, terj., Dr. Muhammad Fathi al-Shā’ir, (Cairo: Al-Hay`ah al-‘Āmmah li al-Kitāb, 1999), 50. 11 Fulcher of Chartes, Tārīkh al-Ḥamlah ila al-Quds, 38. 10 09 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump merupakan jalan keselamatan—suatu jalan yang selama ini dianggap menjadi monopoli kaum agamawan.12 Khotbah Urbanus disambut para hadirin dengan teriakan, Deus Vult! (itu kehendak Tuhan). Gagasan Perang Salib menggelinding ke seluruh penjuru Eropa bagai bola salju yang semakin lama semakin membesar. Dalam masa sembilan bulan Urbanus mengunjungi Montpellier, Bordeux, Tolouse, Nimes dan beberapa daerah lain untuk mengkampanyekan Perang Salib. Urbanus juga mengirim utusan untuk kampanye yang sama ke Genoa, Venezia, Bologna, Pisa dan Milan. Berbagai golongan masyarakat bergabung di bawah panji Perang Salib dengan beragam motivasi. Mereka tergiur dengan berbagai iming-iming yang ditawarkan Urbanus. Sebagian tertarik menjadi martir Perang Salib dengan harapan mendapat ampunan atas segala dosanya. Para budak tuan tanah berharap dapat terbebas dari kungkungan tuan feodal. Para pembayar pajak berharap mendapat pembebasan. Orang-orang yang terlilit hutang tergiur dengan janji penundaan. Para tahanan berharap dapat menghirup udara bebas dengan mengikuti Perang Salib. Para terhukum mati berharap mendapatkan kehidupannya, jika mereka bersedia mengabdi di Palestina sepanjang hidupnya. Kaum miskin berharap terlepas dari penderitaan kemiskinan yang dialaminya. Kaum pedagang berharap dapat memperluas wilayah pemasarannya. Bahkan orang-orang lemah yang tidak tertarik dengan dunia perang pun bergabung dengan ekspedisi militer Salib karena takut sanksi sosial dan tuduhan sebagai penakut.13 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa propaganda Urbanus berhasil memobilisasi berbagai lapisan masyarakat Eropa dengan beragam kepentingan untuk bergabung dalam Perang Salib. Urbanus melalui khotbahnya sukses menggelorakan semangat perang demi dan atas 12 13 nama agama. Kesan sebagai perang agama Jonathan Riley Smith, al-Ḥamlah al-Ṣalībiyyah,, 56. William James Durant, Qiṣṣat al-Haḍārah, 15:18. semakin kuat ketika 10 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Urbanus menyelipkan simbol-simbol agama. Pekik “Deus Vult” (itu kehendak Tuhan) ditetapkan Urbanus sebagai yel-yel perang.14 “Exercitus Dei” (Tentara Tuhan) menjadi nama bagi pasukan Salib.15 Atas perintah Urbanus, simbol agama yang paling menonjol adalah penggunaan tanda salib di bahu dan di dada.16 Tidak hanya itu, Urbanus juga memberikan justifikasi bagi tindak kekerasan yang akan terjadi dalam pertempuran. Perang yang dikobarkannya disebutnya sebagai “Tebusan Kekerasan”, yang patut mendapat pujian.17 Justifikasi ini diperlukan guna menjelaskan doktrin kasih sayang Kristiani yang tampak bertentangan dengan perang yang meniscayakan kekerasan. Kegelisahan Tancred, salah satu pemimpin pasukan Salib yang tinggal di Italia Selatan, atas ambiguitas makna perang dalam doktrin Kristiani mencerminkan masih adanya keberatan psikologis di benak umat Kristen. Jonathan menggambarkan kegelisahan itu dengan mengatakan: “Tancred sangat menderita akibat kegelisahan yang terus menerus menderanya. Sebab, perang yang akan dilakoninya sebagai ksatria bertentangan dengan memerintahkannya agar ajaran Almasih. bersikap toleran Sebenarnya dan Almasih mengajarkan agar memalingkan pipi kiri kepada orang yang telah memukul pipi kanannya. Tetapi keksatriaan sekuler justru sigap mengalirkan darah. Almasih menasihatinya agar memberikan pakaian dan mantel kepada orang yang memintanya. Tetapi perang meniscayakannya melucuti semua benda yang menjadi milik musuh. Keluarnya keputusan Paus Urbanus tentang pemberian ampunan dari segala dosa bagi umat kristiani yang berangkat untuk memerangi umat Islam, menambah kekuatan dan semangat Tancred, meskipun ia tetap tidak yakin, apakah perang yang ia jalani merupakan perang demi agama atau demi dunia.”18 14 Ibid, 15:16. Jonathan Riley Smith, al-Ḥamlah al-Ṣalībiyyah, 38. 16 Ibid, 52. 17 https://jeffdavis.blog/tag/pope-urban-ii/ 18 Ibid, 71. 15 11 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Tetapi berkat doktrin Urbanus, keberatan psikologis itu dapat dihilangkan. Pada akhirnya, kesucian Perang Salib sebagaimana propaganda Paus Urbanus dengan berbagai simbol agama yang disematkan di dalamnya tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Perang Salib yang dipretensikan sebagai perang suci ternoda oleh tindak kriminal dan pembantaian Yahudi yang dilakukan beberapa legiun dari Eropa Barat. Kini, semangat perang suci kembali digelorakan Donald Trump dan orang-orang di sekelilingnya. Mereka memandang bahwa terjadi benturan peradaban antara Kristen Barat dan Islam. Visi itu terungkap dengan sangat jelas dari berbagai statement yang mereka nyatakan. Pada tahun 2014, dalam sebuah pertemuan dengan kalangan konservatif Katolik di Vatikan, Steve Bannon, kepala strategis Donald Trump yang kini menjadi anggota Dewan Keamanan Nasional, mendeklarasikan bahwa “Barat kini sedang dalam tahap awal perang global melawan fasisme Islam.” Ia membingkai pertempuran ini dengan istilah-istilah agama. Bannon mendudukkan perang saat ini dalam sejarah panjang perang antar Kristen dan Muslim. Ia memuji sikap keras Kerajaan Eropa. “Jika anda melihat ke belakang dalam sejarah panjang perjuangan YahudiKristen Barat melawan Islam, saya percaya bahwa leluhur kita menjaga posisi mereka, dan saya pikir mereka melakukan hal yang benar. Saya pikir mereka mampu menyingkirkan [pasukan Islam] dari dunia, baik itu di Wina, di Tours, maupun di tempat lainnya… Mereka mewariskan kepada kita lembaga yang hebat, yaitu gereja Barat.”19 Sikap yang sama diambil oleh Michael Flynn, penasihat keamanan nasional, menurutnya, 19 https://www.buzzfeed.com/lesterfeder/this-is-how-steve-bannon-sees-the-entireworld?utm_term=.bjoOX2kPG#.ypWv8gPm1 12 “Deus Vult!”— Tuhan menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan— adalah kata yang dulu menjadi slogan penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan dan pendukung Trump untuk menghina umat Islam—dan sebagai referensi untuk membunuh para pengikut Islam. Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump “Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh ideologi totalitarian, yaitu Islam radikal.”20 Hidup dari ide tersebut, para pendukung Trump menggunakan simbol-simbol Perang Salib dalam meme-meme dan pesan-pesan mereka. Mereka mengutip khotbah Paus Urbanus II pada tahun 1095, saat ia menyerukan Perang Salib I untuk merebut kembali Tanah Suci dari tangan umat Islam. “Deus Vult!”—Tuhan menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan—menjadi tagar yang banyak tersebar di media sosial dan grafiti yang digambar di temboktembok sebelum dan sesudah pemilihan presiden yang berujung pada kemenangan Donald Trump. “Deus Vult” adalah kata yang dulu menjadi slogan penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan dan pendukung Trump untuk menghina umat Islam—dan sebagai referensi untuk membunuh para pengikut Islam.21 20 Michael T. Flynn, Michael Ledeen, The Field of Fight: How We Can Win the Global War Against Radical Islam and Its Allies, St. Martin’s Press, 2016, 8 21 http://www.pressherald.com/2016/11/11/our-view-theres-no-mandate-for-mainers-to-hate/ 13 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Gambar 1. Slogan #DeusVult banyak digunakan oleh para pendukung Donald Trump di media sosial 14 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump Trump memimpin Gedung Putih dengan dukungan dari orang-orang yang gencar meneriakkan sebuah perang suci. Bagi Trump sendiri, perang melawan Islam radikal adalah perang suci. Sebagaimana Urbanus II, Trump pun menggunakan narasi yang sama. Dalam sebuah ceramahnya di Ohio Agustus 2016 silam,22 Trump menciptakan common enemy bagi Kristen Barat dengan menjelaskan musuh dengan konotasi buruk. Penyebutan ini digunakan untuk menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap obyek yang mereka identifikasi sebagai musuh utama, yaitu Islam radikal. Di awal ceramahnya, ia menjelaskan mengenai berbagai keburukan dari kelompok yang mengancam Kristen Barat dan kerusakan yang mereka lakukan. “Anak-anak dibantai, anak perempuan dijual sebagai budak, laki-laki dan perempuan dibakar hidup-hidup. Penyaliban, pemenggalan dan penenggelaman. Etnis minoritas ditargetkan untuk eksekusi massal. Tempat suci dinodai. Umat Kristen diusir dari rumah mereka dan diburu untuk dimusnahkan. Kita tidak bisa membiarkan kejahatan ini terus berlanjut. Kita juga tidak bisa membiarkan ideologi kebencian dari Islam Radikal— penindasan mereka terhadap perempuan, gay, anak-anak, dan orang kafir— diizinkan untuk tinggal atau menyebar di dalam negara kita sendiri.” Narasi tersebut ia ulangi kembali dalam cuitannya pasca penerapan larangan masuk Amerika Serikat bagi pengungsi Muslim. “Umat Kristiani di Timur Tengah telah dieksekusi dalam jumlah besar. Kita tidak boleh membiarkan horor ini berlanjut!”23 Kemudian, Trump mencoba membangun rasa bangga warga Amerika dengan menekankan akan kemuliaan nilai-nilai mereka. "Kita memiliki negara yang luar biasa, dan cara hidup yang luar biasa... Kebanggaan pada institusi kita, sejarah kita, dan nilai-nilai kita harus 22 23 http://edition.cnn.com/TRANSCRIPTS/1608/15/cnr.07.html https://twitter.com/realDonaldTrump/status/825721153142521858 15 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump diajarkan oleh orang tua dan guru, dan mengesankan semua yang datang dalam masyarakat kita dan yang ingin bergabung dengan masyarakat kita... Sistem pemerintahan kita dan Budaya Amerika adalah yang terbaik di dunia dan akan memberikan hasil yang terbaik bagi semua orang yang mengadopsinya." Dengan statement di atas, Trump menciptakan garis demarkasi yang tegas antara “kita”, orang baik, dengan “mereka”, orang jahat, yang menjadi musuh bersama. Trump juga menyebut hal-hal sakral bagi umat Kristiani, yaitu tempat suci yang telah dinodai. Terakhir, Trump tak lupa memberikan iming-iming bagi komunikan jika mereka mengikuti cara-cara yang ia gulirkan. Jika Urbanus memberikan iming-iming jaminan keselamatan untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan, kemakmuran di tanah baru, yaitu Yerusalem, serta pengampunan dosa dan kebahagiaan di hari kiamat, Trump memberikan iming-iming “membuat Amerika hebat dan aman kembali.” Deklarasi perang kembali ia tegaskan pada malam inagurasi 20 Januari 2017 silam. Presiden Donald Trump menggunakan sesi pelantikannya sebagai panggung untuk menyeru kepada “dunia yang beradab” agar bersatu melawan "terorisme Islam radikal, yang akan kita hapus seluruhnya dari muka bumi." Seruan tersebut mendapat respon yang penuh dengan antusiasme dari para peserta yang hadir di National Mall. “Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru, dan menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang akan kita tumpas sepenuhnya dari muka bumi.”24 Kata-kata tersebut mengingatkan kita kepada Presiden George W. Bush dan pemerintahannya. Setelah serangan 11 September, Bush menyebut 'perang 24 https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2017/01/20/donald-trumps-full-inaugurationspeech-transcript-annotated/?utm_term=.a25fe42cf201 16 Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump melawan terorisme' sebagai 'perang salib.' Pemerintahan Bush mengartikan perang melawan terorisme sebagai salah satu perang suci melawan Muslim. Trump tidak menggunakan kata 'Perang Salib,' namun terdapat tema teokratis kristen yang sangat nyata dalam deklarasinya untuk 'memperkuat persekutuan lama dan membentuk persekutuan baru' dalam perang melawan terorisme radikal Islam. "Landasan politik kita adalah kesetiaan total terhadap Amerika Serikat. Dan melalui loyalitas kita terhadap negara kita, kita akan menemukan kembali loyalitas kita terhadap satu sama lain," Kata Trump. Segera setelah mengemukakan kembali komitmennya untuk melakukan perang, ia menambahkan, "Ketika kita membuka hati kita untuk patriotisme, tidak ada ruang bagi prasangka. Injil mengatakan pada kita, 'Betapa bagus dan menyenangkannya ketika manusia-manusia Tuhan hidup bersama dalam kesatuan.'" "Kita harus membicarakan pikiran kita secara terbuka, memperdebatkan ketidaketujuan kita dengan jujur, namun selalulah mengejar solidaritas. Ketika Amerika bersatu, Amerika tidak dapat dihentikan. Tidak boleh ada ketakutan—kita telah dilindungi dan akan selalu dilindungi." "Kita akan dilindungi oleh laki-laki dan wanita luar biasa dalam militer dan aparat penegak hukum kita, dan yang terpenting, dilindungi oleh Tuhan." Ini adalah seruan untuk perang suci, sebuah pengukuhan terhadap perang dan pertumpahan darah, dengan menegaskan bahwa semua kekerasan yang dilakukan oleh Amerika disetujui oleh Tuhan. Persis sebagaimana Urbanus memberikan justifikasi bagi tindak kekerasan yang akan terjadi dalam pertempuran, dengan narasi “Tebusan Kekerasan”. 18 Fase Baru Perang Melawan Terorisme Fase Baru Perang Melawan Terorisme “Saya pikir kita tidak bisa memenangkan perang ini... Saya tidak tahu... akhir dari perang ini.”25 (George W. Bush) Perang melawan teror disebut sebagai perang terpanjang yang pernah dilakukan oleh AS. Sejak serangan 11 September, berbagai strategi dan narasi sudah pernah dikeluarkan. Pada awalnya, presiden George W. Bush memakai narasi “perang salib” untuk menggelorakan will of fight Barat. Hasilnya, kongres AS memberikan otorisasi kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer dalam rangka memburu pelaku 911. Tak hanya itu, Bush juga mampu memobilisir 50 negara sekutu untuk turut berperan serta. Narasi “perang salib” sempat menjadi banyak perdebatan karena sensitivitasnya. Masukan dari berbagai pihak membuat Bush melakukan revisi. Hingga kalimat “Perang Melawan Teror” disepakati sebagai pengganti. Afghanistan dibombardir dengan serangan besar-besaran. Tawaran untuk menyerahkan Usamah bin Ladin, sosok yang mereka tuduh sebagai otak di balik serangan 11 September, ditolak oleh Taliban. Perlindungan kepada saudara Muslim menjadi pertimbangan Mullah Umar, meski dengan risiko mempertaruhkan kekuasaan. Serangan dari darat, laut dan udara menghiasi bumi Afghanistan. Pada akhirnya, Taliban akhirnya terguling dari kekuasaan, dan Al Qaidah pun sempat mengalami “Saya pikir kita tidak bisa memenangkan perang ini... Saya tidak tahu... akhir dari perang ini.” fase kritis perjuangan. Keberhasilan awal di Afghanistan membuat AS merasa percaya diri untuk membuka medan baru pertempuran. Tahun 2003, rezim Saddam Hussein di Irak menjadi sasaran. Sekutu yang berhasil digalang di Afghanistan kembali diminta untuk mengambil peran. Saddam Hussein berhasil ditangkap di sebuah tempat persembunyian, yang menjadi simbol keruntuhan sebuah rezim 25 http://www.today.com/news/bush-you-cannot-show-weakness-world-wbna5866571 19 Fase Baru Perang Melawan Terorisme yang sudah puluhan tahun memegang tampuk kekuasaan. Sontak, AS merasa bahwa mereka sudah diambang kesuksesan. Bush pun mengeluarkan statement di atas kapal US Marshall dengan background “mission accomplished” di belakang. Misi sudah tertunaikan. Namun demikian, perang tidak sependek yang mereka bayangkan. Perlawanan terus berlangsung dari para militan. Taliban kembali bangkit melakukan perlawanan. Pejuang Irak juga tidak ketinggalan. Al Qaidah yang terjepit di Afghanistan mampu menyebar dan menginspirasi belahan dunia lain untuk membuka front pertempuran. Khawatir atas perkembangan perlawanan yang semakin meluas, pada tahun 2004 para pejabat di Eropa dan Barat pun mulai membuat narasi, bahwa akar utama dari fenomena terorisme abad ke-21 adalah ideologi ekstrim. Pendapat tersebut terus digaungkan. Media pun terdepan dalam mengabarkan, meski bukti akademis belum juga mereka dapatkan. Akhirnya, program baru mulai dijalankan, dalam rangka mengubah para militan dari pikiran radikal. Deradikalisasi dan disengagement menjadi program andalan. Perang Melawan Teror saat itu pun mulai memasuki fase baru. Di Irak dan Afghanistan, Jenderal David Petraeus mulai mengampanyekan program counterinsurgency. Istilah winning heart and mind pun digaungkan dalam rangka mengatasi kekacauan. Di belahan dunia yang lain, deradikalisasi dan disengagement mulai dijalankan, dengan melibatkan psikolog dan antropolog. Iming-iming insentif ekonomi, pendekatan agama, serta beasiswa adalah salah satu cara untuk melunturkan pikiran radikal para militan. Di sisi lain, dana besar pun digelontorkan untuk para akedemisi melakukan penelitian dan membuktikan bahwa akar terorisme adalah ideologi ekstrim. Namun sayang, hasilnya masih juga belum mampu memberikan titik terang. Kenapa seseorang menjadi teroris masih menjadi tanda tanya besar. Faktornya sangat kompleks, tidak hanya karena satu penyebab. Tahun 2011, Obama merilis strategi baru untuk menghadapi kelompok jihadis. Setelah serangan drone, hingga pembunuhan para pemimpin jihadis tidak jua 20 Fase Baru Perang Melawan Terorisme menghentikan perlawanan, mereka menyimpulkan bahwa pusat gravitasi kelompok ini ada pada narasi. Kemampuan kelompok jihadis untuk menyampaikan tujuan dan ideologi dipandang sebagai daya tarik utama yang membuat mereka terus bisa menggelorakan semangat perlawanan. Program Countering Violent Extremism (CVE) dipilih untuk menghadapinya, dan bahkan mengadakan pertemuan puncak tentang masalah ini pada bulan Februari 2015 di Gedung Putih. Usaha Amerika tidak berhenti di situ, mereka berusaha mengglobalkan program tersebut agar serempak bisa dijalankan oleh negara lain di dunia. Pada akhirnya, pada bulan Desember 2015 PBB mengadopsi program tersebut dengan nama Preventing Violent Extremism (PVE). Ada tiga hal yang membedakan CVE dengan kebijakan Bush sebelumnya. Pertama, CVE menggeser fokus perhatian, dari teroris asing kepada ekstrimis di dalam negeri, berfokus pada warga Muslim sebagai tersangka radikalisme. Dua, CVE bergantung pada jaringan informan untuk memonitor komunitas umat Islam, selain melakukan pengawasan secara elektronik yang sudah dibangun pada masa Bush. Dan ketiga, Obama secara strategis mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh retorika benturan peradaban yang sebelumnya menjadi karakteristik pemerintahan Bush. Ia menggantinya dengan bahasa toleransi dengan maksud untuk menggalang Muslim sebagai informan. Dengan CVE, Obama berusaha memenangkan hati dan pikiran Muslim, menggalang mereka agar bersatu dalam barisan AS untuk memerangi kelompok yang sebenarnya sama dengan yang diperangi oleh Bush maupun Trump saat ini, yaitu Islam radikal. Obama lebih memilih kata “violent extremism”, bukan Islam radikal, untuk meminimalisir kesan perang terhadap Islam. Sekarang, telah tiba era Donald Trump, yang selama masa kampanye menjadikan pilihan kata “violent extremism” sebagai salah satu titik serang kepada pemerintah Obama. Bagi Trump dan orang-orang di sekelilingnya, CVE adalah sebuah kepengecutan. Sejak tahun 2001 hingga tahun 2016, Amerika sudah mengeluarkan 21 Fase Baru Perang Melawan Terorisme biaya perang sebanyak US $ 4.97 triliun, angka yang sangat fantastis untuk sebuah perang yang sampai sekarang belum juga bisa mereka menangkan. Untuk itu, Trump dan timnya berusaha melakukan perubahan strategi. Menurut mereka, jika AS masih menggunakan strategi saat ini, maksimal lima tahun lagi mereka akan kalah. “Jika pemerintah tidak pergi berperang — dengan sekutu Muslim kita — melawan jihadis, kita akan mengalami kekalahan dalam perang ini. Baik dalam serangan langsung, maupun serangan dari dalam melalui subversi. Lima tahun, maksimal,” 26 tutur Sebastian Gorka, yang pernah menjadi konsultan Donald Trump selama masa kampanye.27 Ia, dan timnya, menganggap bahwa kelemahan utama pemerintah Obama adalah ketidaktegasan mereka dalam menyebut musuh. “Kita harus mampu mendiskreditkan doktrin Islam radikal, mendiskreditkan ideologi ini. Namun saat ini [semasa pemerintahan Obama] kita tidak diperbolehkan,”28 terang Michael T. Flynn, penasihat keamanan nasional Donald Trump. Mereka menilai bahwa keengganan Obama untuk menyebut agama sebagai motivasi di balik aksi para jihadis—meski kenyaatannya CVE banyak diarahkan terhadap komunitas Muslim—membuat AS tidak efektif dalam menjalankan perang melawan teror. “Kita tidak bisa mengalahkan musuh yang tidak bisa kita definisikan. Dan dengan membuat Barat sulit bicara tentang Islam radikal, justru akan membuat kita sulit untuk merancang strategi yang akan mengalahkan mereka,”29 terang Michael Ledeen, co-authors dari buku The Field Of Fight bersama dengan Michael Flynn. 26 http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/ 27 http://docquery.fec.gov/cgi-bin/fecimg/?201601319005280481 28 http://edition.cnn.com/2016/11/16/politics/michael-flynn-donald-trump-national-security-adviser/ 29 http://www1.cbn.com/cbnnews/2017/january/get-ready-for-trumps-war-on-terror-radical-islam 22 Fase Baru Perang Melawan Terorisme Karena itu, Trump dan orang-orang di sekitarnya menegaskan bahwa musuh utama mereka adalah Islam radikal. Bahkan ia bersumpah untuk memerangi mereka secara lebih terang-terangan. Di Ohio, pada bulan Agustus 2016, Trump mendeklarasikan bahwa “Kita akan mengalahkan terorisme Islam radikal sebagaimana kita telah mengalahkan setiap ancaman yang kita telah hadapi di setiap masa. Tapi kami tidak akan mengalahkan mereka dengan mata tertutup atau suara yang terbungkam.”30 Di bawah kepemimpinan Donald Trump, perang melawan terorisme kini pun memasuki fase baru. Pada akhir Desember 2016, salah seorang lingkaran inti dalam pemerintahan Trump mengatakan kepada pejabat Departmen Keamanan Nasional bahwa CVE mungkin akan diubah namanya menjadi "Countering Islamic Extremism" atau "Countering Radical Islamic Extremism". Program tersebut tidak lagi menargetkan kelompok supremasi kulit putih, yang juga melakukan pengeboma dan penembakan di Amerika Serikat, tapi secara eksklusif menargetkan Islam dan Muslim.31 Dengan demikian, kita keluar dari era Obama dan CVE-nya, masuk ke era Trump dan perang sucinya. 30 http://thehill.com/blogs/pundits-blog/presidential-campaign/291498-full-transcript-donald-trumpaddresses-radical 31 http://www.reuters.com/article/us-usa-trump-extremists-program-exclusiv-idUSKBN15G5VO 23 Violent Extremism vs Islam Radikal Violent Extremism vs Islam Radikal “Saya pikir Islam membenci kita. Ada kebencian yang sangat besar di sana. Ada kebencian yang luar biasa terhadap kita,” kata Trump dalam sebuah interview dengan CNN Maret 2016 silam. Saat ditanya apakah yang ia maksud “Islam itu sendiri” ataukah “Islam radikal”, Trump menjawab, “Radikal, tapi sangat sulit untuk mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan.”32 Omar Mateen adalah Muslim Amerika generasi kedua. Laki-laki berusia 29 tahun tersebut lahir di New York dari seorang ayah Afghanistan yang melakukan migrasi ke AS. Ia tidak punya catatan kriminal sebelumnya, meski FBI pernah dua kali melakukan invetigasi terkait kemungkinan hubungannya dengan teroris. Hari itu, 12 Juni 2016, Omar Mateen melakukan serangan ke sebuah kelab malam di Orlando. Empat puluh sembilan orang tewas dan 53 lainnya terluka dalam serangan tersebut. Obama menyebut serangan tersebut sebagai “aksi teror dan aksi kebencian”.33 Ia berusaha diplomatis saat menyatakan bahwa, sejauh ini, satusatunya hal yang pasti adalah bahwa Mateen dipenuhi kebencian. Kita tidak mendengar Obama menyebut “Islam radikal” atau “teroris Islam radikal”. Ia tidak “Saya pikir Islam membenci kita. Ada kebencian yang sangat besar di sana. Ada kebencian yang luar biasa terhadap kita,” pernah mengucapkannya. Terkait ISIS, Obama mengatakan bahwa “Mereka bukanlah pemimpin agama, mereka adalah teroris… Kita tidak sedang berperang melawan Islam. Kita berperang melawan orang-orang yang menodai Islam.”34 Obama juga menyatakan bahwa ISIS “sangat ingin” menggambarkan diri sebagai pembela Islam. Dan Obama ingin agar publik Amerika menolak fantasi ini. Karenanya, ia lebih memilih 32 http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-anderson-cooper-primary-floridaohio/index.html 33 http://gokicker.com/2016/06/12/heres-obama-said-orlando-shooting/ 34 http://www.huffingtonpost.com/2015/02/18/obama-islamic-state-terrorists_n_6708610.html 24 Violent Extremism vs Islam Radikal istilah “ektremisme kekerasan” saat berbicara tentang teroris.35 “Tidak ada magic dalam frase “Islam radikal”. Ini adalah pembicaraan politis, bukan sebuah strategi,”36 tulis Obama dalam akun twitter resmi presiden AS. Dalam pandangan Obama, membangkitkan Islam atas nama terorisme dan melegitimasi apa yang dilakukan kelompok radikal atas nama Islam akan menyebabkan kerugian besar pada lebih dari 1 milyar Muslim di dunia yang menolak kekerasan.37 Obama juga bersikukuh dengan pandangan bahwa menggeneralisasi Muslim akan membuat sikap tersebut masuk dalam perangkap propaganda ISIS dan mengalienasi sekutu mereka di dunia Muslim. Terkait penggunaan istilah “Islam radikal”, banyak kritik yang diarahkan kepada Obama. Banyak yang meyakini bahwa Obama menolak hubungan yang sangat jelas antara Islam dan terorisme ekstremis. Dan hal itu, menurut mereka, sangat berbahaya. Mereka menganggap bahwa sikap Obama untuk menghindari istilah tersebut merefleksikan kegagalan yang lebih besar untuk mengalahkan musuh dan membuat AS tetap aman.38 Obama dinilai tidak mampu memenuhi peran seseorang yang seharusnya merefleksikan kemarahan dan kegelisahan bangsa terhadap Islam radikal.39 Peran itulah yang coba diambil oleh Donald Trump dan Partai Republik dalam kampanyenya. Senator Tom Cotton dari Arkansas mengatakan bahwa Amerika membutuhkan “pemimpin yang menyebut musuh sesuai dengan namanya.”40 Sedangkan tokoh Partai Republik lainnya, Sean Duffy, mengatakan bahwa “saat jihadis radikal 35 http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/02/obama-violent-extremism-radicalislam/385700/ 36 https://amp.twimg.com/v/3ebc55a0-4a43-4558-bac3-c35a608bef83 37 http://gokicker.com/2015/11/19/does-islam-promote-violence-should-america-fear-Muslims-letsbreak-it-down/ 38 FOX & Friends (@foxandfriends) 15 Juni 2016, https://amp.twimg.com/v/80c0623d-6b0c-46858f57-ac6e44614a62 39 ] Megyn Kelly (@megynkelly) 15 Juni 2016, https://twitter.com/megynkelly/status/742897314981810176 40 http://time.com/4412018/republican-convention-tom-cotton-speech-transcript/ 25 Violent Extremism vs Islam Radikal membunuh orang Amerika, Obama justru ribut untuk menentukan apakah menyebutnya dengan kekerasan atau kejahatan dengan kebencian.”41 Islam radikal adalah tema yang sudah lama diusung oleh Donald Trump. Dalam sebuah pernyataannya setelah serangan di Orlando, Trump mengkritik Obama yang “menolak dengan penuh rasa malu untuk sekadar mengatakan kata ‘Islam radikal’. Dan untuk alasan itu, Trump meminta agar Obama mengundurkan diri dari jabatan presiden AS. Tak hanya itu, Trump juga menambahkan bahwa jika Hillary Clinton tidak mau menggunakan kata “Islam radikal”, maka sebaiknya ia keluar dari persaingan calon presiden.42 Sindiran tersebut tidak membuat Obama bergeming, ia tetap bersikukuh tidak menggunakan dua kata tersebut agar tetap mendapatkan dukungan dari sekutu Muslimnya. Namun, sikap yang sama ternyata tidak diambil oleh Clinton. Dalam sebuah wawancara dengan NBC pada bulan Juni 2016, Clinton mengatakan bahwa ia cukup senang untuk mengatakan “jihadisme radikal” atau “Islamisme radikal”, karena keduanya bermakna sama.43 Perdebatan soal ini memang sudah berlangsung cukup lama. Pada musim gugur tahun 1990—saat pasukan AS tiba di Arab Saudi, yang membuat marah Usamah bin Ladin—sejarawan Bernard Lewis memperingatkan tentang meningkatnya sikap anti Amerika di dunia Islam. “Kita menghadapi sebuah suasana dan sebuah gerakan yang jauh melebihi isu, kebijakan, dan pemerintah yang berusaha mengejarnya. Ini adalah semacam benturan peradaban—reaksi yang mungkin irasional dan bersejarah dari rival kuno yang melawan warisan Yahudi-Kristen kita, sekulerisme kita, dan ekspansi keduanya di dunia ini. Penting bagi kita untuk 41 http://www.politico.com/story/2016/07/rnc-2016-sean-rachel-duffy-225778 http://www.vox.com/2016/6/12/11911796/clinton-sanders-trump-orlando-shooting 43 http://www.politico.com/story/2016/06/hillary-clinton-radical-islam-224255 42 26 Violent Extremism vs Islam Radikal tidak terprovokasi secara historis dan irasional saat melawan rival semacam itu.”44 Presiden AS pasca serangan 11 September, George W. Bush dan Barack Obama, berusaha untuk melakukan tindakan secara seimbang: memerangi jihadis namun menghindari kesan bahwa Barat dan dunia Islam sedang dalam sebuah peperangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Lewis di atas. Bush memang mendefinisikan Perang Global Melawan Terornya dalam cara yang bisa membangkitkan sebuah benturan peradaban, dengan menempatkan seolaholah ‘para pecinta kebebasan’ melawan penerus totaliter Nazi dan Komunis. Namun, ia mencoba menutupinya dengan menegaskan bahwa Islam bukanlah pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, dengan menyebut bahwa teroris telah “menyesatkan” ajaran Islam yang damai. Di sepanjang pemerintahannya, George W. Bush enggan untuk mendefinisikan konflik ini dengan istilah-istilah agama. “Beberapa orang menyebutnya radikalisme Islam yang jahat,” kata Bush pada tahun 2005. “Sedangkan yang lain menyebutnya jihadisme militan. Dan ada juga yang menyebut dengan Islamo-fascisme. Apapun sebutannya, ideologi ini sangat berbeda dengan agama Islam.”45 Obama ‘menurunkan’ istilah ‘war’ yang dibawa Bush dengan istilah ‘fight’, dan menyebut musuh dari istilah teror secara umum menjadi nama kelompok secara spesifik. Ia juga menolak gagasan mengenai benturan peradaban (clash of civilizations). Alasannya ada tiga: pertama, gagasan tersebut menurutnya terlalu melebih-lebihkan ancaman terorisme kepada Amerika Serikat. Kedua, ia tidak ingin menguatkan narasi para jihadis tentang perang antara Islam dan Barat. Ketiga, narasi benturan peradaban juga akan mengurangi daya tarik program tersebut untuk menggalang umat Islam sebagai informan. Saat presiden AS menggunakan “bahasa yang longgar yang nampak menonjolkan sebuah konflik peradaban antara 44 45 https://www.theatlantic.com/magazine/archive/1990/09/the-roots-of-muslim-rage/304643/ https://www.theatlantic.com/magazine/archive/2006/04/a-war-on-jihadism-not-terror/304849/ 27 Violent Extremism vs Islam Radikal Barat dan Islam, atau antara dunia modern dan Islam, maka kita akan membuatnya lebih sulit, tidak lebih mudah, bagi teman, sekutu, dan orang-orang biasa untuk menahan dan melawan dorongan terburuk di dunia Islam,”46 kata Obama. Pendekatan ala Obama tersebut pada akhirnya menghasilkan reaksi balik yang mungkin nantinya akan menentukan arah kebijakan pemerintah Trump. Sudah bertahun-tahun kaum Republik mencela keengganan Obama untuk menggunakan istilah “Islam radikal”. Mereka berargumen bahwa sikap tersebut merepresentasikan kegagalan Obama untuk menilai ancaman dengan tepat. Menurut para kritikus tersebut, Islam radikal adalah radikalisme yang berakar dari agama Islam. Saat Obama melihat ‘ekstremisme kekerasan’, para kritikus melihat militansi agama. Saat Obama melihat benturan di dalam peradaban Islam—antara sekelompok kecil fanatik dengan mayoritas umat Islam—para kritikus melihat benturan antara peradaban Barat dan sekelompok kecil tapi signifikan di dunia Islam. Saat Obama melihat musuh lemah yang semakin melemah, para kritikus melihat musuh yang kuat yang semakin kuat. Saat Obama melihat keterbatasan AS untuk memberangus interpretasi Islam yang radikal, para kritikus melihat lemahnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah AS. Saat Obama melihat adanya ancaman yang serius tapi masih bisa dimanaje terhadap keamanan nasional AS, para kritikus melihat adanya tantangan ideologis terhadap dunia yang bebas. Dalam hal ini, Trump terlihat paling kuat dalam melakukan kontra argumen terhadap Obama. Tidak hanya dari kebijakan yang diusulkannya, seperti melarang atau sangat membatasi imigran Muslim di AS, tapi juga dari retorikanya: “Saya kira Islam membenci kita,” kata Trump awal tahun 2016 silam. Saat ditanya apakah yang 46 https://www.theatlantic.com/international/archive/2016/03/obama-doctrine-goldberg-communismislamism-isis/475833/ 28 Violent Extremism vs Islam Radikal ia maksud Islam radikal ataukah Islam secara umum, Trump menjawab, “Radikal, tapi sangat sulit untuk mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan.”47 Kontroversi mengenai penolakan Obama untuk menggunakan istilah “Islam Radikal” bermula pada bulan Januari 2015 setelah serangan terhadap majalah satir, Charlie Hebdo. Pasca serangan tersebut, Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls, mengatakan bahwa negaranya sedang berperang melawan Islam Radikal. Beberapa hari berikutnya, Mara Liasson dari NPR bertanya mengapa Presiden Obama cenderung menghindari penggunaan kata tersebut. Pertanyaan tersebut dijawab oleh John Earnest, Sekretaris Gedung Putih. Ia menyatakan bahwa pemerintahan Obama sengaja tidak menggunakan kata tersebut. Ada dua alasan yang ia utarakan. Pertama, ia memandang bahwa pandangan keislaman pelaku menyimpang dari Islam. Kedua, sebagian besar Muslim di dunia mengecam serangan tersebut. Karenanya, pemerintah Obama menghindari penggunaan istilah tersebut karena “[istilah tersebut] tidak menjelaskan secara akurat tentang apa yang telah terjadi.”48 Sejak itu, perdebatan sengit mengenai istilah tersebut mengemuka. Sikap Obama membuat geram sebagian pihak di AS. Beberapa pihak menganggap bahwa penghapusan elemen agama sebagai motivasi pelaku menunjukkan kurangnya pemahaman mengapa mereka begitu berbahaya. Sebagian yang lain menganggap sikap tersebut tidak layak diambil oleh seorang pemimpin AS. Bagi Partai Republik, penolakan Obama untuk menyebut “Islam Radikal” menjadi tema utama para kandidat presidennya.49 Ted Cruz adalah salah satunya. Baginya, “Selama kita memiliki pemimpin yang tidak mau mengucapkan kata ‘terorisme Islam radikal’, kita tidak akan memiliki usaha bersama untuk mengalahkan kaum 47 http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-islam-hates-us/ http://www.mediaite.com/online/josh-earnest-wouldnt-be-accurate-to-call-paris-attackers-radicalislamists/ 49 http://www.washingtonexaminer.com/rubio-saddle-up-to-fight-radical-islam/article/2562849 48 29 Violent Extremism vs Islam Radikal radikal tersebut.”50 Begitu juga Jeb Bush, putra dari George W. Bush, yang mengatakan, “Sepanjang saya hidup, saya masih susah memahami mengapa orang-orang masih terbelit dalam keraguan untuk mengatakan bahwa ini adalah terorisme Islam radikal.”51 Namun, sikap tersebut ternyata bukan hanya monopoli Republik. Pendeta Tulsi Gabbard dari Hawai mengkritik Obama atas tarian retorikanya. Ia merasa sangat terganggu saat Obama tidak mau mengidetifikasi Islam radikal sebagai ancaman.52 Max Fisher, dari Vox, mengkritik Obama yang sepertinya meremehkan atau bahkan mengabaikan sama sekali sebuah fakta yang aneh tapi penting, yaitu bahwa agama juga memainkan peranan penting sebagai penyebab munculnya ekstremisme.53 Sikap tersebut diambil Obama lebih karena alasan strategis dan perang ide. Untuk memerangi terorisme secara efektif, bagi Obama, adalah dengan memenangkan “hati dan pikiran” umat Islam. Usaha ini tidak akan tercapai jika AS membingkai konflik ini dalam istilah agama. Keyakinan serupa juga dimiliki oleh Bush. Obama menilai kelompok ekstrim telah menodai agama Islam. Bahkan, klaimnya, mayoritas Muslim di dunia tidak mengakui pandangan para ekstrimis tersebut sebagai “orang Islam”.54 Di sini, Obama, seorang Kristen Amerika, memposisikan diri sebagai penentu kebenaran keislaman seseorang. Entah apa standar kebenaran keislaman yang ia jadikan sebagai patokan. Para pejabat Barat kini terjebak dalam kancah perdebatan teologis. Bahkan, Barack Obama sendiri terapung dalam kubangan takfiri saat dia mengklaim bahwa Islamic State “tidaklah Islami”. Ironis memang, karena dia adalah seorang non-Muslim anak dari seorang Muslim, yang bisa diklasifikasikan sebagai seorang murtad, dan kini justru melakukan praktik takfir atas Muslim. “Hal ini tentu 50 http://insider.foxnews.com/2015/11/14/senator-ted-cruz-says-we-need-commander-chief-who-willvow-defeat-radical-islamic 51 http://www.huffingtonpost.com/entry/jeb-bush-radical-islam_us_5649eb1fe4b045bf3defda73 52 http://www.mediaite.com/tv/dem-rep-frustrating-wh-refuses-to-recognize-radical-islam-as-threat/ 53 http://www.vox.com/2015/2/19/8065143/obama-isis-islam 54 http://cnnpressroom.blogs.cnn.com/2015/02/01/pres-obama-on-fareed-zakaria-gps-cnn-exclusive/ 30 Violent Extremism vs Islam Radikal saja menjadi bahan tertawaan bagi para jihadis. Seperti babi yang berlumur kotoran memberi nasihat soal higienitas,”55 kata Graeme Wood, dari Yale University. Obama merasa deklarasi perang melawan “Islam radikal” akan membuat AS memiliki lebih banyak musuh. Usaha mereka untuk mendiskeditkan ideologi kelompok jihadis pun dirasa akan terganggu. Kekhawatiran tersebut wajar, karena jika ditimbang, ada begitu banyak Muslim yang bisa dimasukkan dalam kategori radikal jika istilah tersebut dipakai. Bahkan, sebagaimana yang dikatakan salah seorang tokoh sayap kanan, Eli Lake, banyak aliansi AS dalam perang melawan teror yang tidak sepakat dengan taktik terorisme namun memiliki tujuan yang sama dengan Islam radikal, tegaknya hukum Islam di muka bumi.56 Artinya, deklarasi perang melawan Islam radikal akan membuat AS harus mengakhiri Perang Global Melawan Teror karena berhentinya dukungan dari sekutu Muslimnya. Akar dari kontroversi ini sudah berlangsung pasca serangan 11 September—saat George W. Bush mendeklarasikan “perang global melawan teror”, bukan perang melawan ekstremisme atau radikalisme Islam. Pemerintahan Bush kemudian melakukan rebranding. Menggantinya dengan “Global Struggle Against Violent Extremism.”57 Ia menghindarkan diri dari menggunakan kata yang berhubungan dengan Islam. Bush berusaha keras untuk menghindari framing agama dalam konflik ini. Ia berargumen bahwa para pelaku 911 bukanlah Muslim sejati. “wajah teror bukanlah keyakinan sejati Islam. Itu semua bukanlah Islam yang sebenarnya. Islam adalah agama damai,” kata Bush sesaat setelah serangan 11 September.58 55 http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2015/03/what-isis http://www.bloombergview.com/articles/2015-01-19/why-obama-can-t-call-charlie-hebdo-terroristsradical-islamists57 http://www.nytimes.com/2005/07/26/politics/us-officials-retool-slogan-for-terror-war.html?_r=0 58 http://georgewbush-whitehouse.archives.gov/news/releases/2001/09/20010917-11.html 56 31 Violent Extremism vs Islam Radikal Namun, kaum konservatif merasa bahwa terminologi “perang melawan teror” meninggalkan satu elemen kunci. Mereka memadang bahwa konflik tersebut seharusnya dibingkai dalam terminologi yang lebih ideologis. Dan beberapa anggota pemerintahan Bush setuju dengan kritikan tersebut. Istilah “Islamofascism” pun mulai dipopulerkan. Berawal dari tulisan seorang blogger, Stephen Schwartz, istilah tersebut mulai menyebar di kalangan sayap kanan.59 “Mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan terorisme itu seperti mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan pengebom atau kita berperang melawan tank,” kata Donald Rumsfeld, menteri pertahanan di era Bush. “Sejak awal, anggota pemerintahan sangat hati-hati terhadap sebuah kebenaran yang sangat jelas, yaitu bahwa musuh utama kita adalah ekstremis Islam.”60 Setelah lima tahun menjalankan Perang Melawan Teror, pada tahun 2006, Bush— mungkin untuk menanggapi kritikan dari kalangan konservatif—mulai menyebut bahwa AS sedang berperang melawan Islamic fascist.61 Responnya tidak mengejutkan: banyak kalangan yang protes. Istilah tersebut dianggap menyerang mayoritas Muslim yang moderat dan menguatkan argumen bahwa terjadi benturan peradaban antara Islam melawan Barat.62 Kritikan tidak hanya datang dari kalangan umat Islam, namun juga dari internal pemerintah Bush sendiri yang memilih untuk tidak menggunakan istilah agama agar tidak diinterpretasikan terlalu luas.63 Lalu, apa yang membuat Trump dan timnya begitu keras meneriakkan bahwa Amerika Serikat sedang berperang melawan “Islam radikal”? Tidak sebagaimana Obama, mereka tidak takut untuk mengatakannya. Mereka lebih peduli dengan citra mereka di hadapan basis pendukungnya—termasuk komunitas yang curiga 59 http://www.weeklystandard.com/article/13723 http://www.amazon.com/Known-Unknown-Memoir-Donald-Rumsfeld/dp/159523084X 61 http://www.cnn.com/2006/POLITICS/08/10/washington.terror.plot/ 62 http://news.bbc.co.uk/2/hi/4785065.stm 63 http://www.nytimes.com/2006/09/24/weekinreview/24stolberg.html 60 32 Violent Extremism vs Islam Radikal dan takut terhadap Islam—dibanding memenangkan hati dan pikiran umat Islam di luar negeri.64 Banyak kalangan konservatif yang memandang konflik ini dari kacamata ideologis atau bahkan wahyu. Senator Lindsey Graham, misalnya, berpendapat bahwa “Islam radikal dimotivasi oleh doktrin agama yang meminta mereka untuk memurnikan agamanya. Mereka tidak bisa diakomodasi atau ditenangkan.”65 Bush, Cruz, dan Trump tidak ragu untuk menyebut istilah “Islam radikal” karena menurut mereka, sikap tersebut memberikan “kejelasan moral” bagi Amerika dalam perang melawan teror.66 Namun, sebuah istilah tidak akan mampu memberikan “kejelasan moral” jika kita sendiri tidak memahami apa maksudnya. Perdebatan mengenai istilah ini pernah dibahas oleh Peter Beinart dalam sebuah tulisannya di Haaretz.67 Menurutnya, “radikal” mempunyai dua makna. Pertama, artinya adalah “fundamental.” “Radikal” berasal dari bahasa latin “radix” yang artinya “akar”. Saat “radikal” bermakna “fundamental” atau “esensial”, maka menggunakan frase “Islam radikal” menjadi tidak penting lagi. Karena dengan mengatakan bahwa Amerika berperang melawan “Islam radikal” sama dengan mengatakan bahwa Amerika berperang melawan Islam. Inilah yang diyakini oleh kelompok semacam Islamic State, dan juga tidak jauh dengan keyakinan Donald Trump. Hal ini dibuktikan saat Trump merespon penembakan di San Bernardino. Saat itu, ia meminta Amerika untuk melarang umat Islam secara umum masuk ke Amerika Serikat. Jika ia hanya spesifik melawan Islam radikal, tentu yang ia larang untuk masuk adalah hanyalah “Islam radikal”, bukan Muslim secara umum. Di awal pemerintahannya, Trump juga melarang masuknya pengungsi dari negara tujuh 64 http://www.vox.com/2015/11/16/9745334/obama-radical-islam-isis http://www.breitbart.com/video/2015/02/02/graham-obama-misunderstanding-of-radical-islam-likepre-wwii-europe/ 66 http://www.breitbart.com/national-security/2013/05/27/the-lack-of-moral-clarity-in-the-war-withradical-islam/ 67 http://www.haaretz.com/opinion/.premium-1.724907 65 33 Violent Extremism vs Islam Radikal negara mayoritas Muslim. Larangan tersebut hanya berlaku untuk pengungsi Muslim, tidak bagi pengungsi Kristen. Implikasinya, Trump memandang bahwa semua Muslim adalah radikal, kecuali terbukti sebaliknya. Arti kedua dari “radikal” adalah “ekstrem.” Inilah hal yang menurut Beinart, menjadi alasan mengapa kata ini begitu penting bagi kalangan konservatif Amerika. Bagi mereka, kata tersebut sangat menarik bagi para pemilih mereka yang meyakini bahwa ISIS adalah representasi Islam yang otentik dan bagi mereka yang meyakini bahwa ISIS merepresentasikan bentuk Islam yang “ekstrim.” Secara konsep, istilah tersebut sebenarnya tidak banyak memberikan kejelasan. Kata “ekstrem” tidak memiliki muatan moral atau ideologi. Ekstrem hanya berarti tidak biasa, menurut Beinart. Jika mau dibandingkan, kesetiaan Mother Teressa terhadap warga miskin Calcutta membuatnya menjadi seorang “Kristen ekstrim.” Ketaatan yang luar biasa dari Yahudi ultra ortodoks terhadap mitzvot (perintah Tuhan) membuat mereka disebut “Yahudi ekstrem”. Mengatakan Islam versi ISIS ekstrim tidak mampu memberikan penjelasan mengapa AS harus melawan atau bahkan memeranginya. “Islam radikal” tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Ia bisa berarti bahwa Islam itu sendiri adalah masalahnya atau bisa juga diartikan bahwa versi Islam yang tidak biasa tersebut adalah masalahnya. Namun, apa yang membuat Islam versi tersebut bermasalah? Tidak ada penjelasan. Pertanyaannya sekarang, apa yang mereka maksud dengan Islam radikal menurut Trump dan orang-orang di sekelilingnya? Secara eksplisit, mereka tidak pernah mendefinisikannya. Namun, coba kita lihat dari rangkaian puzzle narasi yang mereka bangun. FoxNews, salah satu media yang sangat mendukung Donald Trump dan banyak memberi panggung bagi tim Trump untuk menyampaikan narasinya, pernah memuat sebuah artikel yang ditulis oleh Qanta A. Ahmed, seorang yang mengaku 34 Violent Extremism vs Islam Radikal sebagai Muslim yang secara pribadi mendeklarasikan diri sanggup untuk bergabung bersama Trump untuk memerangi Islam radikal.68 Dalam artikel tersebut, ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam radikal. Menurutnya, Islam radikal adalah komponen pro kekerasan dari Islamisme. Mengutip, ilmuwan politik, Bassam Tibi, ia menjelaskan enam pondasi dasar ajaran kelompok Islamis.69 Pertama, kelompok Islamis memahami bahwa Islam adalah agama dan negara. Tibi mengklaim bahwa Islam sebagai sebuah negara tidak ditemukan satu pun di dalam Al-Quran. Menurutnya, konsep tersebut baru dimunculkan oleh pendiri Islamisme pada abad kedua puluh. Kedua, ia menuduh bahwa Islamisme adalah paham totaliter. Dan paham totaliter, menurutnya, butuh musuh eksternal. Dalam hal ini, Yahudi adalah musuh utama Islamisme. Ketiga, Islamisme tidak compatible dengan demokrasi. Keempat, kelompok Islamis mendefinisikan jihad dalam arti kekerasan. Kelima, syariat Islam. Kelompok Islamis ingin menegakkan hukum Islam, yang menurutnya totaliter. Keenam, kelompok Islamis sering menyerukan kembali ke kemurnian agama sebagai perlawanan terhadap sekulerisasi yang dilakukan oleh Barat. Dalam bukunya, Michael Flynn, mengutip pernyataan Andy McCarthy, memberikan keterangan tambahan mengenai siapa kelompok yang mereka jadikan musuh, bukan sekadar para ekstremis pro kekerasan, tapi siapapun dari kalangan umat Islam yang meyakini supremasi hukum Islam. 68 http://www.foxnews.com/opinion/2016/12/05/mr-trump-have-unique-opportunity-to-defeat-islamismas-Muslim-im-ready-to-collaborate.html 69 Bassam Tibi, Islamism and Islam, New Haven, CT: Yale University Press, 2012, 6 35 Violent Extremism vs Islam Radikal “Supremasisme Islam bukan hanya keyakinan kelompok pinggiran seperti Violent Extremist, tapi juga ratusan juta Muslim, [mereka adalah] lautan yang para jihadis nyaman berenang di dalamnya,”70 tulisnya. Artinya, sasaran utama pemerintahan Trump adalah siapapun Muslim yang meyakini supremasi hukum Islam di atas konstitusi yang lain, sebagaimana statement yang pernah ia ungkapkan selama masa kampanye. Ia ingin melakukan tes ideologi terhadap Muslim yang ingin masuk ke Amerika. Muslim yang meyakini bahwa “Syariat Islam berada di atas konstitusi Amerika Serikat” tidak boleh masuk ke Amerika.71 70 Field of Fight, 131 http://www.huffingtonpost.com/entry/donald-trump-immigrationtest_us_57b224c9e4b007c36e4fc81e 71 36 Clash of Civilizations Clash of Civilizations “Jika saya menjadi presiden, era nation building (pembangunan negara) akan berakhir. Pendekatan baru kami—yang juga harus dibagi dengan pihak-pihak di dalam negeri AS, sekutu kita di luar negeri, dan juga teman-teman kita di Timur Tengah—harus ditujukan untuk menghentikan penyebaran Islam radikal. Semua tindakan kita harus diorientasikan di sekitar tujuan ini, dan negara manapun yang memiliki tujuan yang sama akan menjadi sekutu kita. Beberapa negara tidak memiliki tujuan yang sama dengan kita. Kita tidak bisa selalu memilih teman kita, tapi kita tidak pernah gagal mengenali musuh kita.” “Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru, dan menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang akan kita tumpas sepenuhnya dari muka bumi.”72 Ada tiga poin yang patut dipertimbangkan untuk memahami pidato Trump tentang terorisme Islam radikal. Setiap poin berakar pada sejarah dan literatur akademis, dan setiap titik membawa implikasi serius terhadap perdamaian dan keamanan Amerika Serikat dan dunia. Pertama, terorisme Islam radikal disajikan sebagai ancaman bagi "dunia yang beradab." Secara historis, frase "dunia beradab" diciptakan di era kolonialisme “Kita sedang berada di tahap awal sebuah konflik yang sangat brutal dan berdarah... Kita sedang dalam perang melawan jihadis, Islam, fasisme Islam.” untuk merujuk kepada negara-negara Eropa. Implikasinya, "dunia tidak beradab" ditujukan kepada penduduk asli Amerika di Amerika, budak dari Afrika, dan negara-negara terjajah di Asia. Di dunia kontemporer hari ini, frase "dunia beradab" jarang digunakan oleh diplomat, kepala negara, atau kalangan akademisi. Kedua, frase "terorisme Islam radikal" menimbulkan kesan bahwa kekerasan berasal dari agama Islam itu sendiri, bukan dari keluhan geopolitik yang diperjuangkan 72 https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2017/01/20/donald-trumps-full-inaugurationspeech-transcript-annotated/?utm_term=.a25fe42cf201 37 Clash of Civilizations militan Muslim di berbagai belahan dunia. Ungkapan "terorisme Islam radikal" cukup populer di kalangan neokonservatif populer yang ingin mengalihkan fokus dari kezaliman yang selama ini dihadapi umat Islam ke Islam itu sendiri. Kalimat tersebut mengesankan bahwa kekerasan yang dilakukan warga Muslim Palestina tidak ada hubungannya dengan penjajahan dan kezaliman yang mereka hadapi sebagai manusia. Demikian juga, frase tersebut juga menekankan bahwa Taliban sebagai seorang Muslim melakukan kekerasan karena agamanya, bukan karena invasi yang dilakukan oleh AS ke Afghanistan. Dengan mengadopsi frase tersebut selama masa kampanye dan juga dalam pidato pelantikannya, Donald Trump sepakat dengan gagasan bahwa versi radikal dari Islam itu brutal secara inheren, dan karenanya akan menjadi justifikasi atas dilakukannya kekerasan di seluruh dunia, bahkan setelah semua masalah telah diselesaikan. Ketiga, Trump telah menambahkan komponen untuk perang suci dalam pemberantasan terorisme Islam radikal dari muka bumi. Trump mengklaim bahwa "kita akan dilindungi oleh Tuhan." Ini berarti bahwa Tuhan ada di sisi Amerika Serikat dalam perangnya melawan berbagai bangsa, terutama terorisme Islam radikal. Pemahaman keberpihakan Tuhan dalam perang manusia adalah prinsip kardinal sebuah perang suci. Terkait dengan kata-kata “perang salib” yang disampaikan Bush, James Carroll menulis untuk The Nation pada tahun 2004 mengenai Paus Katolik pada masa perang salib.73 Sang Paus ingin mengatasi "terusirnya” umat kristen post-millennial selama ratusan tahun. Ia pun menyerukan sebuah Perang Suci. Umat Islam dianggap kafir karena mereka merebut Tanah Suci. "Saat itu, pendudukan tersebut didefinisikan sebagai penghinaan terhadap Tuhan yang tidak dapat ditoleransi," kata Carroll. Paus Urbanus II menyerukan dilakukannya Perang Suci. Pada tahun 1095 Urbanus mengadakan Majelis Clermont. Di sana ia menyeru kepada seluruh Kristen Eropa, “semua orang dengan 73 https://www.thenation.com/article/bush-crusade/ 38 Clash of Civilizations tidak melihat pangkat, serdadu biasa atau kesatria, miskin atau kaya, agar segera membantu orang Kristen dan menghapuskan bangsa yang keji itu dari tanah sahabat-sahabat kita.” Seruan ini ia perkuat dengan sebuah ungkapan yang cukup popular, yaitu “Deus Vult!”, Tuhan menghendakinya. Dalam beberapa bulan sejak seruan Paus, sekitar 100.000 orang 'mengangkat salib' untuk mengambil kembali Tanah Suci demi Kristus.” Carrol membandingkan jumlah orang yang berhasil dimobilisir oleh Paus waktu itu dengan jumlah hari ini. Proporsi seratus ribu penduduk Eropa waktu itu mungkin sama dengan lebih dari sejuta orang Eropa hari ini, “yang rela meninggalkan segalanya untuk pergi berperang." Carroll melanjutkan, "Dengan nama Yesus, para salibis melancarkan serangan yang hari ini bisa diistilahkan dengan shock and awe (istilah yang populer merujuk pada strategi serangan militer AS di Irak), di tempat manapun yang mereka tuju. Di Yerussalem, mereka secara kejam membantai Muslim dan Yahudi—dan bisa dikatakan berarti seluruh penduduk kota tersebut.” Nafsu membunuh meninggalkan jejak kekerasan yang nyata, dan Carroll berpendapat, invasi keagamaan dan perang salib “telah membangun identitas Barat yang berlawanan sama sekali dengan Islam, kelompok oposisi yang masih survive hingga hari ini." Trump, terutama didukung oleh kekuatan kristen fundamental yang dipimpin oleh Wakil Presiden Mike Pence, bertujuan untuk membuat identitas Barat ini sebagai bagian utama dalam perang melawan terorisme. Bush secara terselubung, dan terkadang terang-terangan, menggunakan cara pandang bahwa terjadi benturan peradaban antara Barat dan Islam, kesan yang coba dihindari oleh Barack Obama. Ia tidak pernah menyerukan identitas Barat ini untuk menyatukan masyarakat. ketika ia membahas terorisme dalam pidato pengangkatan keduanya, ia berbicara mengenai kemungkinan untuk menyudahi peperangan abadi. Kebalikannya, Trump memerintahkan pemerintah Amerika untuk tidak ragu-ragu dalam membunuh Muslim radikal karena Tuhan ada di sisi Amerika. 39 Clash of Civilizations Meski demikian, proyek untuk mempertahankan hegemoni atau dominasi Amerika di dunia berlanjut dengan dahsyat semasa pemerintahan Obama, yang mengakibatkan kematian jutaan rakyat sipil di Timur Tengah. Sepanjang tahun 2016, AS menjatuhkan 26.171 bom di tujuh negara mayoritas Muslim.74 Artinya, Obama, di akhir masa jabatannya melakukan pengeboman ke tujuh negara mayoritas Muslim sebanyak 3 bom per jam. Catatan yang sangat berdarah untuk seorang presiden yang pernah meraih nobel perdamaian. Menggunakan drone predator, ribuan terduga militer atau tersangka teroris, dan tentu saja rakyat sipil, dibunuh di negara-negara ini. Meski Obama berusaha mundur dari penyiksaan, meskipun ia tidak menuntut mantan petugas pemerintahan Bush atas penyiksaan yang mereka lakukan. Tabel 1. Statisik bom yang dijatuhkan oleh pemerintah Obama di negara Muslim selama tahun 2016. (Sumber: Council on Foreign Relations) 74 https://www.theguardian.com/commentisfree/2017/jan/09/america-dropped-26171-bombs-2016obama-legacy 40 Clash of Civilizations Membingkai perang permanen melawan Islam radikal sebagai perang yang didukung oleh Tuhan Kristen adalah bingkai yang dapat digunakan untuk mengembalikan teknik penyiksaan. Ini adalah undangan untuk tidak memanusiakan “musuh” dan melakukan semua jenis kekerasan; tidak hanya atas nama kebaikan Amerika, namun juga atas nama moral dan membela Kristen. Semua itu dibutuhkan untuk melawan siapapun yang mengancam peradaban mereka. Trump berencana membuka kembali Guantanamo, dan sesumbar akan memenuhinya dengan “orang-orang nakal”.75 Ia juga menyetujui dilakukannya penyiksaan, bahkan yang lebih sadis dibanding waterboarding sekalipun.76 Tak hanya itu, ia juga menganjurkan dibunuhnya keluarga terduga teroris, yang merupakan sebuah kejahatan perang.77 ISIS dan kelompok lain yang dianggap ekstrem tentunya akan sangat senang jika Trump menyebarkan retorika ini. Jika Trump dan Pence mendeklarasikan fase baru perang yang dijanjikannya semasa pidato pelantikan kemarin, jajaran prajurit pembela Islam mungkin akan bertambah banyak. Mereka tidak akan mundur dari tentara Amerika yang mengklaim "dilindungi Tuhan". Retorika anti-Muslim memang banyak digulirkan Trump selama masa kampanyenya. Ia seringkali menggambarkan warga Muslim sebagai pihak yang patut dicurigai hanya karena identitas mereka sebagai seorang Muslim. Kata-kata tersebut bukanlah sekadar retorika kampanye, namun sebuah pandangan yang diyakini secara mendalam. Sejak terpilih, Trump semakin mempertegas sikapnya tentang Islam, di saat ia agak melunak soal isu-isu panas lainnya. 75 http://www.npr.org/sections/parallels/2016/11/14/502007304/trump-has-vowed-to-fill-guantanamowith-some-bad-dudes-but-who 76 https://www.washingtonpost.com/politics/trump-says-torture-works-backs-waterboarding-andmuch-worse/2016/02/17/4c9277be-d59c-11e5-b1952e29a4e13425_story.html?utm_term=.71ffdbb13a4c 77 http://edition.cnn.com/2015/12/02/politics/donald-trump-terrorists-families/ 41 Clash of Civilizations Setelah serangan di pasar Natal di Berlin Desember 2016, Trump menulis status dalam Twitter resminya, “Ini murni ancaman agama, yang akhirnya menjadi realitas. Semacam kebencian! Kapan Amerika Serikat, dan semua negara, akan melawan balik?”78 Begitu juga terkait rencana kontroversialnya untuk melarang umat Islam memasuki negara itu, ia menjawab: “Kalian tahu rencana saya—Saya sudah terbukti benar.”79 Menanggapi banyaknya protes atas kebijakan pelarangan Muslim masuk AS yang ia gulirkan, Trump menuduh Muslim sebagai penjahat dalam cuitannya, “kita harus menjauhkan “para penjahat” dari negara kita.”80 Donald Trump bertekad menjadikan perang melawan “terorisme Islam radikal” sebagai kebijakan utama AS. Baginya, perang tersebut adalah perang ideologis. “Perang militer, cyber, dan finansial akan diperlukan untuk menumbangkan terorisme Islam. Tapi, kita juga harus menggunakan perang ideologis juga,”81 katanya. Dengan melihat ancaman tersebut sebagai ancaman ideologis, Trump melihat bahwa untuk memerangi Islam radikal bukan sekadar menghentikan serangan, namun juga menghentikan penyebaran ideologi mereka. Pemerintah Trump memberikan darah baru bagi teori “clash of civilization” setelah hampir seperempat abad dipresentasikan. Pada tahun 1993, Samuel Huntington mempopulerkan istilah “clash of civilizations” untuk menjelaskan tentang teorinya bahwa konflik masa depan, pasca Perang Dingin, akan banyak disebabkan oleh konflik antar agama dan budaya. Ia membagi dunia dalam delapan peradaban, dengan penekanan utama bahwa dua kultur yang tidak bisa didamaikan—yaitu dunia Islam dan Barat—akan menjadi sumber utama ketegangan dunia. 78 https://twitter.com/realdonaldtrump/status/812408189492797442?lang=en http://time.com/4611229/donald-trump-berlin-attack/ 80 https://twitter.com/realDonaldTrump/status/827655062835052544 81 http://www.cnsnews.com/news/article/susan-jones/trump-promises-take-ideology-radical-islam 79 42 Clash of Civilizations Sejak digulirkannya Perang Global Melawan Teror (GWOT), para pendahulu Trump mencoba menjauhkan kesan bahwa Barat sedang berperang melawan Islam. George W. Bush memang mendeklarasikan Perang Melawan Teror, tapi ia seringkali menegaskan bahwa teroris telah mendistorsi “ajaran Islam yang penuh perdamaian”. Saat mendefinisikan ideologi teroris, Bush mengatakan, “Beberapa menyebutnya radikalisme Islam yang jahat. Beberapa menyebutnya jihadisme militan. Sedang yang lain menyebutnya Islamo-fascisme. Apapun sebutannya, ideologi ini sangat berbeda dengan agama Islam.” Posisi yang serupa diambil oleh Obama. Baginya, cara pandang “clash of civilization” antara Barat dan Islam hanya akan memperkuat narasi para ekstrimis. Karenanya, dalam pemerintahannya, ia banyak menggunakan istilah “violent extremism”. Sikap inilah yang membuat kelompok Sayap Kanan AS meradang. Sikap Obama tersebut dianggap tidak tegas menyebut musuh mereka, yaitu “terorisme Islam Radikal.” Sekarang, di bawah kekuasaan Trump, era tersebut nampak segera berakhir. Banyak pejabat yang dipilih Trump memiliki pendekatan yang sama dengannya, yaitu adanya “clash of civilizations” antara Barat dan Islam. Bagi Trump dan lingkaran terdalamnya, garis pertempuran semakin jelas, yaitu antara Kristen Barat melawan Islam. 43 Clash of Civilizations Michael T. Flynn, Penasihat Keamanan Nasional Gambar 2. Michael T. Flynn Michael T. Flynn didaulat oleh Trump untuk menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional Amerika Serikat, yang akan memimpin Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih. Jabatan tersebut akan memberinya pengaruh yang sangat besar di dalam pembuatan keputusan militer dan intelijen AS. Sebagai penasihat keamanan nasional, ia lah orang yang akan memberikan kata terakhir pada Trump untuk menentukan kebijakan militer dan kebijakan luar negerinya.82 Baginya, AS kini sedang terlibat dalam sebuah perang dunia. Namun, ia menyayangkan kurangnya kesadaran warga AS akan hal ini, sebagaimana yang ia tuangkan dalam bukunya, the Field of Fight: How We Can Win the Global War Against Radical Islam and Its Allies. Buku tersebut berisi saran-saran strategis Flynn untuk memenangkan perang global melawan Islam radikal. Pilihan judul yang ia ambil cukup menarik. Judul tersebut ia ambil dari Iliad, puisi epik karya filsuf Yunani, Homer, yang bercerita tentang sebuah pertempuran yang melibatkan 82 http://www.nytimes.com/2016/11/18/us/politics/michael-flynn-national-security-adviser-donaldtrump.html?_r=0 44 Clash of Civilizations manusia dan tuhan. Pilihan tersebut menunjukkan bagaimana ia memandang perang ini. Baginya, perang melawan Islam radikal adalah perang yang melibatkan tuhan dan manusia. “Musuh kita yang paling fanatik berpikir melakukan perang yang sama dengan kita. Sebagian besar dari mereka yakin bahwa tujuan mereka diberkahi dan didukung oleh Yang Maha Kuasa. Maka, tugas kita untuk membuktikan bahwa mereka salah.”83 Sikap anti-Islam memang sering dikemukakan Flynn dalam beberapa pertanyaannya. Flynn menuduh bahwa “Islam adalah kanker beracun di dalam tubuh 1,7 milyar Muslim di planet ini, dan harus dihilangkan.”84 Dalam ceramahnya di depan ACT! for America—sebuah kelompok anti-Islam terbesar di Amerika, di mana Flynn menduduki posisi sebagai penasihat—ia menuduh bahwa Islam adalah ideologi politik yang bersembunyi di balik topeng agama. “Aku digerakkan “Islam adalah ideologi politik. Ia adalah ideologi politik. Ia bersembunyi di dengan misi Tuhan. Tuhan mengatakan balik ide bahwa ia adalah sebuah agama. Islam itu seperti kanker. Dan ia kepadaku, ‘George, seperti kanker yang ganas. Ia telah menyebar.”85 pergi dan perangilah teroris Salah satu argumen yang dipakai oleh Flynn adalah bahwa umat Kristiani tidak tersebut di membunuh orang atas nama Yesus. Flynn mungkin lupa bahwa presiden George Afganistan’. Dan W. Bush pernah mengatakan bahwa Tuhan lah yang membuatnya jadi presiden. aku telah Bush juga pernah berkata kepada presiden Prancis, Jacques Chirac, bahwa ia melakukannya. Dan kemudian Tuhan mengatakan kepadaku, ‘George, pergi dan akhirilah tirani di Irak’. Dan melakukan perang di Irak karena orang Irak, menurut injil yang ia yakini, adalah Ya’juj Ma’juj.86 Bush juga mengklaim bahwa ia menjalankan misi Tuhan saat melakukan invasi ke Irak dan Afghanistan. Pada tahun 2003, menurut pengakuan menteri luar negeri aku pun telah Palestina waktu itu, Nabil Shaath, Bush pernah mengatakan pada delegasi melakukannya.” Palestina: “Aku digerakkan dengan misi Tuhan. Tuhan mengatakan kepadaku, 83 Michael Flynn, 3 http://edition.cnn.com/2016/11/22/politics/kfile-michael-flynn-august-speech/ 85 RWW News: Michael Flynn: Islam Is A 'Cancer,' 'Political Ideology' That 'Hides Behind' Religion, https://www.youtube.com/watch?v=fzh9b_vo4vs 86 https://www.theguardian.com/commentisfree/andrewbrown/2009/aug/10/religion-george-bush 84 45 Clash of Civilizations ‘George, pergi dan perangilah teroris tersebut di Afganistan’. Dan aku telah melakukannya. Dan kemudian Tuhan mengatakan kepadaku, ‘George, pergi dan akhirilah tirani di Irak’. Dan aku pun telah melakukannya.”87 Mayoritas pilot angkatan udara AS yang mengebom Irak selama 8 tahun juga berpikir bahwa mereka adalah ksatria Kristen yang menyerang gerombolan umat Islam.88 Persis sebagaimana Bush. Bahkan, militerisme injil bangsa Amerika89 sudah banyak didokumentasikan oleh para ilmuwan sosial.90 Pada tahun 2007, Pentagon mengirimkan paket kiriman untuk pasukan Amerika di Irak, yang berisi Injil, materimateri agama dalam Bahasa Inggris dan Arab, serta game komputer bertema akhir zaman “Left Behind: Eternal Forces”, yang berisi tentang pasukan Kristen yang memburu musuhnya.91 Lord's Resistance Army di Uganda, atas nama Kristen, memicu sebuah konflik yang membuat dua juta orang terusir dari rumahnya.92 Kolonialisme Barat datang ke Afrika dan Asia, atas nama gold, glory, dan gospel. Korban mereka bukan hanya hitungan tiga atau empat digit angka, tapi mencapai jutaan manusia. Flynn dikenal sangat suka dengan teori konspirasi. Syariat Islam adalah sasaran tembak utama para pengusung teori konspirasi anti-Islam ini. Ia pernah berpendapat bahwa Muslim Amerika mulai melakukan kampanye subversif untuk mengganti hukum Amerika dengan Syariat Islam. Flynn menulis, “Syariat Islam adalah sistem hukum dasar yang diturunkan dari ajaran agama Islam, terutama Al-Quran dan Hadits. Dalam definisinya yang paling tegas, Syariat adalah hukum Tuhan yang sempurna. Mereka ingin memaksakan sistem dunia yang berdasarkan hukum Syariat versi mereka 87 https://www.theguardian.com/world/2005/oct/07/iraq.usa http://www.latimes.com/opinion/la-oe-aslan22aug22-story.html 89 http://truth-out.org/archive/component/k2/item/75184:military-evangelism-deeper-wider-than-firstthought 90 http://www.juancole.com/2016/01/evangelical-hate-speech-towards-Muslims-does-wheatoncolleges-case-against-dr-hawkins-signal-a-problem.html 91 http://www.latimes.com/opinion/la-oe-aslan22aug22-story.html 92 http://www.juancole.com/2013/04/terrorism-other-religions.html 88 46 Clash of Civilizations yang menolak kebebasan beragama, dan kebebasan membuat pilihan... Saya sangat yakin bahwa Islam radikal adalah sebuah sekte pemuja dan harus dihancurkan. Kritikan akan dikuburkan sesuai dengan sunnah, hadits, ummat, dan renungan imam dan ulama Islam. Para ulama Islam tersebut terus membuat pesan mereka rumit untuk menciptakan chaos, untuk membuat bingung, dan akhirnya mengontrol. Kini, Pol Pot, Stalin, dan Mussolini lebih transparan. Syariat Islam adalah hukum kekerasan yang dikubur dalam keyakinan barbar. Mungkin, bagian paling mengerikan bagi seorang laki-laki yang tumbuh di Rhode Island yang kecil ini (Flynn-penulis) adalah saat OKI kini mengatakan bahwa jika kami mengkritik Nabi Muhammad atau Islam, maka kami bisa dituduh menghina. Ini seperti kami mengatakan bahwa sebagai seorang penganut Katolik Roma, saya tidak boleh menkritik pendeta yang memperkosa dan kardinal dan pastur yang melindunginya!... Muslim ingin menerapkan Syariat Islam dengan menggunakan sistem hukum kita untuk menguatkan apa yang kebanyakan warga Amerika yakini sebagai hukum agama yang penuh dengan kekerasan yang tidak mempunyai tempat di Amerika Serikat.”93 Para jurnalis menganggap komentar-komentarnya sebagai bentuk kebencian yang sangat dalam terhadap Islam dan Islam radikal, statement dia di atas menunjukkan bahwa seorang penasihat keamanan nasional AS secara eksplisit mencemooh agama Islam secara keseluruhan, nabinya, kitab sucinya, dan para pemeluknya. Dalam sebuah interview di Cleveland, Flynn mengatakan bahwa Islam dan Nabi Muhammad adalah dua hal yang membuat Timur Tengah tidak bisa maju. 93 Field of Fight, 110-111 47 Clash of Civilizations “Saya selalu menggunakan frase “berinvestasi dalam peradaban, dan bukan di dalam konflik”. Jika kita berinvestasi di dalam peradaban, kita membantu sebuah bangsa, kita menantang sebuah bangsa. Jadi, seperti Kuwait, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, atau Mesir, atau siapapun di antara mereka. Kita menantang mereka untuk melihat sistem mereka secara keseluruhan, seluruh ekosistem mereka. Karena jika mereka ingin agama mereka, kutipan-kutipan agama mereka, dan mereka ingin aman, dan mereka ingin seolah-olah menghargai hak wanita, dan mereka berpura-pura bahwa segalanya baikbaik saja... Saya katakan, bahwa tidaklah demikian... Pada tahun 2015, ada lebih banyak buku yang diterjemahkan di Spanyol. Dalam satu tahun, [buku yang] diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol, lebih banyak dibandingkan buku yang diterjemahkan di dunia Arab dalam seribu tahun terakhir. OK? Jadi seribu tahun yang lalu, dunia Arab mungkin akan mendapatkan seluruh hadiah Nobel—dalam sains, seni, dan perdamaian. Mereka bisa memenangkan semua itu seribu tahun yang lalu. Yang membuat berubah adalah setelah pria ini, Muhammad, datang. Jujur, kita berhadapan dengan sebuah teks yang kuno dan tidak membantu dan sebuah masyarakat yang hidup dengan teks tersebut dan tidak bisa beradaptasi dengan modernitas dan menjadi modern.”94 Michael Flynn mungkin adalah orang yang paling vokal di dalam kabinet Trump dalam upaya membenturkan Barat dengan Islam. Sebagai seorang penasihat, Flynn terbukti mampu memberikan pengaruh yang sangat kuat pada Trump. Ia mampu meyakinkan Trump bahwa AS sedang berada dalam sebuah “perang dunia” melawan militan Islam dan karenanya harus bekerjasama dengan sekutu manapun yang mau bekerjasama dalam perang tersebut, termasuk dengan Rusia sekalipun.95 94 http://lobelog.com/flynn-prophet-muhammad-and-quran-are-incompatible-with-modernity/, https://www.youtube.com/watch?v=ikmpWbXb52I 95 http://www.nytimes.com/2016/11/18/us/politics/michael-flynn-national-security-adviser-donaldtrump.html 48 Clash of Civilizations Selama masa transisi, Flynn selalu hadir setiap kali Trump mendapatkan briefing intelijen. Sebagai penasihat keamanan nasional, ia lah orang yang akan memberi nasihat terakhir tentang apa yang harus dilakukan presiden untuk merespon berbagai krisis yang terjadi. Pada bulan Februari 2016 dia pernah mengeluarkan tweet yang menyatakan bahwa rasa takut terhadap Muslim adalah hal yang rasional dan wajar; dia juga menyeru pemimpin Arab untuk menyebut Ideologi Islam mereka sebagai penyakit.96 “Takut pada Islam, yang ingin agar 80% umat manusia diperbudak atau dimusnahkan adalah sesuatu yang sangat rasional, dan karenanya tidak bisa disebut phobia.” Dalam bukunya, The Field of Fight: How We Can Win the Global War Against Radical Islam and Its Allies, Flynn menulis bahwa “Muslim telah melarang pencarian kebenaran” karena mereka percaya kepada Al Quran, kitab suci mereka. “Para pembuat kebijakan Amerika Serikat, setelah 9/11, malu dan berupaya menghindari segala kritik terhadap Islam, dan terus mengulanginya, meskipun sudah banyak bukti yang bertolak belakang dengan anggapan bahwa Islam adalah agama yang damai,” tulis Flynn. Nuansa benturan peradaban begitu terasa dalam cara pandang Flynn. Baginya, peradaban Barat lebih superior dibanding Islam. “Saya tidak percaya semua budaya sejajar dalam hal moral. Dan saya berpikir bahwa Barat, terutama Amerika, lebih beradab, memiliki moral dan etika yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan sistem yang ingin diterapkan oleh musuh utama kita.” Karenanya, Flynn meminta kepada Barat agar tidak ragu untuk menyebut identitas musuh sejati mereka. “Kita harus berhenti dari merasa bersalah untuk menyebut nama mereka dan 96 http://talkingpointsmemo.com/fivepoints/michael-flynn-trump-national-security-adviser-what-youneed-to-know 49 Clash of Civilizations mengidentifikasi mereka sebagai pembunuh fanatik yang beraksi untuk membela peradaban yang gagal.”97 Setelah lebih dari lima belas tahun melakukan Perang Melawan Teror, Flynn menyimpulkan bahwa Amerika Serikat kalah. “Saya bicara tentang perang yang sangat besar, bukan hanya Suriah, Irak, dan Afghanistan. Kita berada dalam sebuah peperangan melawan gerakan massal mesianik dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh ideologi totalitarian, yaitu Islam radikal.” Flynn pernah menjabat sebagai Direktur Badan Intelijen AS sebelum ia diberhentikan dari jabatannya tersebut pada tahun 2014. Flynn mengklaim bahwa dirinya dipecat karena sikapnya terhadap Islam radikal. “Kita tidak diperbolehkan mengucapkan atau menuliskan dua kata tersebut (Islam radikal),”98 tulisnya. Sikap ini, menurutnya, akan berpotensi fatal bagi Amerika Serikat. Flynn seringkali menyerukan dilakukannya reformasi terhadap Islam, sebagaimana yang pernah terjadi dalam sejarah Kristen. Dunia Kristen pernah mengalami lintasan perubahan dalam sejarah. Berawal dari pencerahan (enlightment), reformasi, dan pada akhirnya sekulerisasi. Lintasan yang sama mereka inginkan terhadap Islam. Ia menuduh bahwa “dunia Islam adalah kegagalan besar, yang memerlukan reformasi ekonomi, kultur, dan pendidikan.” Untuk itu, ia memuji Presiden Mesir, Abdel Fattah As-Sisi, atas kebijakannya memberangus Ikhwanul Muslimin di Mesir dan menyerukan pembaharuan Islam. Bagi Flynn, As-Sisi adalah sosok ideal di tubuh umat Islam. Sebagaimana Flynn, AsSisi juga menyerukan agar dilakukan reformasi Islam. Pada bulan Januari 2015, di hadapan ulama Al-Azhar, As-Sisi mendeklarasikan diperlukannya reformasi di tubuh umat Islam untuk memodernisasi interpretasi agama yang sudah berabad- 97 98 The Field of Fight, 10 http://nypost.com/2016/07/09/the-military-fired-me-for-calling-our-enemies-radical-jihadis/ 50 Clash of Civilizations abad mengakar di kalangan umat Islam. Menurut As-Sisi, interpretasi tersebut membuat dunia Muslim menjadi sumber kehancuran. “Saya katakan dan ulangi lagi, bahwa kita perlu sebuah revolusi agama. Dan kalian, para imam, bertanggungjawab di hadapan Allah. Seluruh dunia menunggu kalian. Seluruh dunia menunggu kata-kata kalian... karena dunia Islam telah dirusak, telah dihancurkan, dan telah kalah. Dan ia kalah karena kita sendiri,”99 kata As-Sisi di hadapan ulama Al-Azhar. “Dunia benar-benar membutuhkan reformasi Islam. Dan kita tidak boleh terkejut jika hal itu melibatkan kekerasan,” tulis Flynn dalam bukunya. Iya, kekerasan. Flynn berulangkali menegaskan bahwa ia “telah berperang melawan Islam, atau satu komponen Islam, dalam satu dekade terakhir.”100 Dan untuk itu, menurutnya, kekerasan adalah konsekuensi yang tak dapat dihindari, perang adalah kondisi normal umat manusia, dan perdamaian adalah pengecualian. “Sebagian besar warga Amerika secara salah meyakini bahwa perdamaian adalah kondisi normal bagi umat manusia, sedangkan perang adalah penyelewengan yang aneh. Padahal, yang sebenarnya adalah sebaliknya. Kebanyakan sejarah umat manusia berkaitan dengan perang, dan persiapan untuk melakukan perang berikutnya. Amerika tidak menyiapkan diri untuk perang berikutnya, dan selalu terkejut jika perang meletus. Dan karena kita tidak mengambil langkah yang bijak saat perang relatif mudah dimenangkan, seringkali berujung pada perang yang semakin sulit dan mahal melawan musuh kita.” Flynn menegaskan bahwa pandangannya tersebut bukanlah perpanjangan dari keyakinan agamanya. Ia juga tidak memandang bahwa konflik yang ia jelaskan adalah konflik agama. Menurutnya, “ini adalah perang politik,” katanya. Meski demikian, ia juga menegaskan bahwa “Islam adalah ideologi politik yang 99 http://www.timesofisrael.com/sissi-launches-campaign-to-combat-islamic-extremism-witheducation/ 100 https://theintercept.com/2016/07/13/an-interview-with-lt-gen-michael-flynn/ 51 Clash of Civilizations bersembunyi di balik agama, menggunakan agama sebagai sebuah keuntungan untuk melawan kita. Islam adalah ideologi politik. Syariat adalah undang-undang dalam Islam, sebagaimana Konstitusi kita adalah undang-undang kita.” Meski Flynn berusaha membedakan antara Muslim biasa dan Muslim radikal, dalam beberapa kesempatan ia menunjuk Islam saja saat menyebut musuh utama Amerika Serikat. Apakah ia sengaja atau tidak, ketidakpresisian dia membuat beberapa pihak khawatir dengan peranan Flynn di pemerintahan Trump. Gambar 3. Donald Trump sedang menelopon Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, dengan didampingi oleh penasihat keamanan nasional, Michael Flynn (tengah), dan kepala strategi, Steve Bannon (kanan) di Oval Office. Pandangan benturan peradaban antara Islam melawan Barat tidak hanya berhenti di Flynn. Beberapa lingkaran terdalam pemerintahan Trump pun berpandangan serupa. 52 Clash of Civilizations Mike Pompeo, Direktur CIA Gambar 4. Mike Pompeo Pada tahun 2015, Mike Pompeo, seorang anggota Kongres dari Kansas, menjadi bintang di Seminar Gereja di Wichita. Di sana ia mengatakan, “Beribadah kepada Tuhan dan menghormati negara kita secara bersamaan bukan hanya hak kita, tapi ia adalah kewajiban kita.” Setelah itu, ia memperingatkan bahaya Islam radikal. “Penjahat ini berada di sekitar kita.” Pompeo mengakhiri ceramahnya dengan menjelaskan politik sebagai “sebuah perjuangan tanpa henti.... sampai kita ke surga.” Kini, Trump menunjuk Pompeo sebagai direktur CIA. Baginya, kebijakan luar negeri AS adalah kendaraan untuk melakukan perang suci.101 Pompeo adalah seorang Kristen ekstrem yang meyakini bahwa perang saat ini adalah perang antara Kristen Barat melawan Islam Timur.102 101 http://www.slate.com/articles/news_and_politics/politics/2017/01/mike_pompeo_trump_s_pick_for_ the_cia_wants_a_holy_war.html 102 http://www.westminster-institute.org/announcements/events/pompeo/ 53 Clash of Civilizations Pompeo tidak sepakat dengan gagasan penghentian program penyiksaan CIA, dan waterboarding adalah teknik penyiksaan favoritnya. Ia juga mendukung dibukanya kembali Guantanamo.103 Ia mencurigai umat Islam secara umum di Amerika, menganggap Muslim Amerika yang tidak mengutuk aksi ‘terorisme’ berpotensi terlibat dalam aksi-aksi tersebut, atau terlibat dalam hal-hal yang mungkin terjadi di kemudian hari. Menurut Pompeo, ancaman terhadap Amerika berasal dari “orang yang meyakini dengan sangat dalam bahwa Islam adalah jalan dan cahaya, dan satu-satunya jawaban.”104 Dalam rapat dengan kelompok gereja di tahun 2014, Pompeo mendorong penganut kristen untuk melawan Muslim radikal. Ia yakin bahwa Kristen adalah satu-satunya solusi untuk melawan Islam radikal. “Mereka membenci orang kristen dan akan terus menekan kita hingga kita berdiri melawan mereka, dengan keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah penolong kita dan satu-satunya solusi yang benar untuk dunia kita,”105 katanya. Pompeo juga memiliki hubungan dengan Frank Gaffney, presiden the Center of Security Policy, yang dikenal dengan pandangan anti-Islamnya. “Kita tidak perlu mengatakan bahwa semua Muslim buruk,” kata Pompeo dalam obrolannya dengan Gaffney. “Namun masalah ini melebar lebih dari sekadar mereka yang terlibat langsung dalam violent extremism dan kita harus memiliki pendekatan lebih luas untuk menjamin Amerika tetap aman.” Sejak pindah ke Capitol Hill, Pompeo turut berpartisipasi dalam studi Alkitab untuk anggota Kongres tiap Senin malam, yang disponsori oleh Ralph Drollinger. Kelompok Drollinger disponsori oleh anggota parlemen Kristen sayap kanan, termasuk Michele Bachmann, Steve Raja, dan Louie Gohmert.106 103 http://www.mcclatchydc.com/news/politics-government/election/article115635853.html http://www.cnsnews.com/news/article/michael-w-chapman/cia-dir-pompeo-jesus-christ-our-saviortruly-only-solution-our-world 105 ibid 106 https://capmin.org/wp-content/uploads/2015/08/what-does-it-mean-to-be-honorable-2-1-1.pdf 104 54 Clash of Civilizations Salah satu panduan dalam Studi Alkitab Drollinger menyatakan: "Tidak setiap Muslim adalah teroris tapi setiap teroris internasional dalam sejarah terbaru adalah Muslim." Panduan ini juga mengklaim"bahwa Islam dan Alquran tidak lebih dari plagiat kebenaran Perjanjian Lama."107 Setelah Pompeo diumumkan sebagai direktur CIA, Drollinger mengutarakan kegembiraannya di situsnya. "Kenaikan tiba-tiba Pence, Sessions, dan Pompeo— semua orang yang menjadi murid-murid Yesus Kristus—secara jelas menggambarkan kebenaran dari Timotius 2: 1-4!" kata Drollinger. Bagian tersebut menyerukan "permohonan, doa, dan ucapan syukur" untuk "semua orang", termasuk "raja-raja dan semua pihak yang berkuasa.”108 Drollinger melanjutkan, "Tiba-tiba orang-orang yang menjadi murid Gereja ini berada dalam posisi kekuasaan yang menonjol untuk mengubah arah Amerika dengan cara-cara yang sesuai dengan Injil." 107 108 https://capmin.org/the-bible-as-an-aid-to-tst-terrorist-sensitivity-training/ https://capmin.org/ 55 Clash of Civilizations James Mattis, Menteri Pertahanan Gambar 5. James Mattis Trump memilih mantan jenderal marinir, James Mattis, sebagai menteri pertahanan. Mattis sebelumnya mengkritik cara pemerintahan Obama dalam menangani permasalahan Timur Tengah. Ia menyarankan agar AS mengambil sikap tegas terhadap ideologi Islam politis, yaitu gerakan Islam yang ingin menegakkan syariat Islam dan nilai-nilai Islam dalam seluruh kehidupannya. “Apakah Islam politik baik untuk kepentingan AS?” Mattis menanyakan dalam ceramahnya di Heritage Foundation di 2015. “Saya berpendapat jawabannya adalah tidak. Jika kita sama sekali tidak menanyakan pertanyaan tersebut, bagaimana mungkin bisa mengenali berada di sisi mana kita dalam perang ini?”109 Soal Muslim Afghanistan, Mattis juga pernah mengatakan, “Kalian pergi ke Afghanistan, dan kalian mendapati orang-orang yang memukuli para wanita selama lima tahun karena tidak memakai jilbab. Maka, sangat menyenangkan sekali menembak mereka.”110 109 110 https://www.youtube.com/watch?v=7GkXJ_lb2z8&feature=youtu.be http://edition.cnn.com/2005/US/02/03/general.shoot/ 56 Clash of Civilizations Steve Bannon, Kepala Strategi Gambar 6. Steve Bannon Steve Bannon adalah salah satu orang kepercayaan Donald Trump. Ia lah aktor utama di balik program larangan perjalanan bagi Muslim. Bannon menolak usulan agar larangan tersebut tidak berlaku bagi Muslim pemegang Green Card.111 Kebijakan tersebut ia dorong tanpa konsultasi dengan para ahli di Departemen Keamanan Nasional AS atau Departmen Luar Negeri AS. Trump memberinya kursi di komite utama Dewan Keamanan Nasional. Sebagai politisi yang tidak memiliki pengalaman dalam hal keamanan nasional, Bannon kini memiliki kedudukan yang sama dengan menteri luar negeri, menteri pertahanan, serta penasihat militer dan intelijen presiden. Bannon menduduki posisi yang biasa dipegang para jenderal.112 Bannon adalah orang paling berpengaruh bagi Donald Trump.113 Bannon diberi otoritas atas semua statement tertulis Gedung Putih dan Dewan Keamanan 111 http://www.reuters.com/article/us-usa-trump-immigration-bannon-idUSKBN15E2TG https://www.nytimes.com/2017/01/29/us/stephen-bannon-donald-trump-national-securitycouncil.html 113 https://www.nytimes.com/2017/01/29/us/stephen-bannon-donald-trump-national-securitycouncil.html?_r=0 112 57 Clash of Civilizations Nasional, dan merevisinya jika dianggapnya tidak tepat.114 Bannon jua lah yang mengenalkan Trump dengan Michael Flynn. Pada tahun 2010, ia pernah menyatakan bahwa “Islam bukanlah agama perdamaian. Islam adalah agama penundukan. Islam berarti penundukan.”115 Pada ceramahnya di tahun 2014 di Human Dignity Institute, Vatican,116 Bannon memandang bahwa Yahudi-Kristen Barat kini “sedang berada di tahap awal sebuah konflik yang sangat brutal dan berdarah.” “Kita sedang dalam perang melawan jihadis, Islam, fasisme Islam,” kata Bannon. Ia mendeskripsikan perang AS terhadap teror sebagai kelanjutan sejarah Barat. “Jika anda melihat ke belakang dalam sejarah panjang perjuangan Yahudi-Kristen Barat melawan Islam, saya percaya bahwa leluhur kita menjaga posisi mereka, dan saya pikir mereka melakukan hal yang benar,” katanya. Di forum tersebut, Bannon menekankan bahwa “orang-orang yang berada di ruangan ini, dan orang-orang yang berada di Gereja, harus bersatu dan membentuk apa yang saya rasa sebagai aspek militansi Gereja, agar tidak hanya mampu berpegang teguh pada keyakinan kita, tapi juga mampu untuk berjuang membela keyakinan kita melawan kekejaman yang akan membumihanguskan segala yang telah kita wariskan dalam 2.000 hingga 2.500 tahun terakhir.” Sebagai kepala Breitbart News, Bannon banyak memberi panggung bagi kelompok ekstremis anti Muslim untuk memuntahkan kebencian terhadap umat Islam. Dalam acara radionya, SiriusXM, dia seringkali menghadirkan pembicara-pembicara anti Islam. Salah satunya adalah Pamela Geller, pendiri Stop Islamization of America. Bannon menyebut Geller sebagai “salah satu pakar terhebat dunia di bidang Islam radikal, hukum Syariat, dan supremasisme Islam.” Geller pernah berupaya 114 http://www.reuters.com/article/us-usa-trump-immigration-bannon-idUSKBN15E2TG http://edition.cnn.com/2017/01/31/politics/kfile-bannon-on-islam/index.html?sr=twpol020117kfilebannon-on-islam0901AMVODtopLink&linkId=33995283 116 https://www.buzzfeed.com/lesterfeder/this-is-how-steve-bannon-sees-the-entireworld?utm_term=.ucov8BvyK#.txVN2wNlB 115 58 Clash of Civilizations memblokade pendirian Islamic Center di Manhattan. Ia juga pernah mengadakan lomba menggambar kartun Nabi Muhammad SAW. Tokoh anti Islam lain yang sering dihadirkan Bannon di medianya adalah Frank Gaffney, pimpinan Center of Security Policy. Bannon menyebut Gaffney sebagai “salah satu pemimpin pemikiran dan men of action dalam perang total melawan jihad radikal Islam.” Ia menambahkan bahwa Gaffney “sedang melakukan pekerjaan yang menakjubkan, melakukan pekerjaan Tuhan… dan itu luar biasa.” Selain itu, Bannon juga pernah menyambut anggota Belanda Parlemen Geerts Wilder, salah satu aktivis anti-Muslim terkemuka di dunia, untuk menulis berbagai artikel yang mengecam Muslim, termasuk salah satu artikel yang menyatakan bahwa, “Islam adalah ancaman eksistensial untuk kebebasan Barat dan peradaban Yahudi-Kristen kita.” Steve Bannon tidak banyak menarik perhatian publik selama masa kampanye Donald Trump. Media banyak mengesampingkannya. Saat Trump tidak pernah berhenti cuitannya di Twitter, Bannon tidak pernah mau diwawancarai atau memberikan pernyataan. Ini adalah cara kerja Bannon. Ia adalah the classic man in the shadows. Prinsipnya sejak merintis karis di bank Goldman Sachs adalah, “Jangan jadi orang yang pertama di depan pintu, karena engkau akan menerima seluruh hunjaman anak panah.” Ini adalah taktik khas orang yang memusatkan seluruh kekuatannya untuk menarik busur panah. Biarkan Trump memimpin, membuka pintu ke Gedung Putih, dan menarik api. Trump menjadi kendaraan untuk mewujudkan cita-citanya, menyingkirkan Islam dari Amerika. Trump bukanlah ideologi, atau bahkan ia tidak memiliki ideologi. Ia hanyalah seorang demagog yang ingin mencari keuntungan bisnis. Sedang Bannon adalah ideolog ekstrim sayap kanan. Tidak heran jika mulai muncul pertanyaan, siapa sebenarnya yang memimpin Gedung Putih? 59 Clash of Civilizations Meski publik Amerika memilih Trump sebagai presiden, mereka mungkin harus menerima kenyataan Steve Bannon sebagai pemimpin. Orang di balik bayangan, kepala strategi, dan sang penasihat. Orang yang akan menentukan kebijakan sesungguhnya. Ben Carson, Menteri Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Gambar 7. Ben Carson Ben Carson adalah nominasi yang dipilih Trump sebagai Menteri Perumahan dan Pengembangan Perkotaan. Carson selama kampanye Partai Republik, ia menyatakan bahwa Muslim Amerika harus didiskualifikasi dari syarat menjabat sebagai Presiden karena dalam pandangannya Islam tidak sejalan dengan Konstitusi AS. Ironisnya, pernyataan Carson sendiri tidak sejalan dengan Konstitusi yang melarang penggunaan isu agama dalam mengemban jabatan. Dalam pandangan Carson, satu-satunya cara seorang Muslim Amerika yang diizinkan untuk menjadi Presiden adalah jika ia setuju untuk menolak ajaran Islam. "Saya tidak suka dengan orang yang memegang semua doktrin yang berhubungan dengan Islam. Jika mereka tidak mau menolak Syariat Islam dan semua tentangnya 60 Clash of Civilizations yang disebutkan dalam Al-Qur'an, dan mendudukkannya di bawah nilai-nilai Amerika dan Konstitusi, maka saya [tidak akan menyarankannya menjadi presiden]... Kita harus menolak ajaran Islam."117 Sebagaimana narasi yang sering dibangun kelompok sayap kanan tentang Islam, Carson juga menuduh bahwa “Islam bukanlah agama, tapi sistem organisasi kehidupan.”118 Pandangan Carson terhadap Muslim bahkan mungkin akan lebih menyedihkan sekarang dengan fakta bahwa ia dia mungkin menjadi Menteri Perumahan dan Pengembangan Perkotaan (HUD). Salah satu tanggung jawab dari HUD adalah memerangi diskriminasi perumahan, memastikan tidak ada pelanggaran UU Keadilan Perumahan. Pertanyaannya, apakah Carson akan bersikap adil terhadap Muslim Amerika ketika mereka mengajukan permohonan pemilikan perumahan. Dan akankah Carson meminta umat Islam untuk meninggalkan keyakinan mereka sebagai syarat untuk memperoleh perumahan dari pemerintah AS? 117 http://cnnpressroom.blogs.cnn.com/2015/09/27/dr-ben-carson-on-muslims-having-to-reject-islamin-order-to-be-president-you-have-to-reject-the-tenets-of-islam-yes-you-have-to/ 118 http://www.motherjones.com/politics/2016/01/ben-carson-islam-not-religion 61 Clash of Civilizations Sebastian Gorka, Anggota Dewan Keamanan Nasional Gambar 8. Sebastian Gorka Sebastian Gorka tokoh anti-Islam berikutnya yang ditunjuk Trump untuk bergabung ke Gedung Putih. Bersama dengan Steve Bannon, ia akan mengisi posisi di Dewan Keamanan Nasional.119 Gorka adalah editor senior keamanan nasional di Breitbart, media sayap kanan yang dipimpin oleh Steve Bannon. Ia mengaku menuliskan rancangan kebijakan keamanan nasional saat Trump mencalonkan diri sebagai presiden. Masuknya Sebastian Gorka dalam Dewan Keamanan Nasional semakin memperkuat pengaruh Breitbart di lingkaran inti Gedung Putih. Gorka dikenal dengan tulisannya, Defeating Jihad, yang berisi tentang usulan untuk memenangkan peperangan melawan Islam radikal. Gorka mengatakan bahwa ia termotivasi untuk menulis buku tersebut setelah ia melihat 16 tahun pemerintahan sayap kanan dan sayap kiri saling mengoper bola, atau bahkan meletakkannya sama sekali, dalam peperangan ini. 119 http://www.businessinsider.co.id/sebastian-gorka-trump-breitbart-20171/?r=US&IR=T#FVL4fcWUVfXclygL.97 62 Clash of Civilizations Gorka mengatakan bahwa penting bagi pemimpin Barat untuk membuang jauhjauh fantasi yang mereka bayangkan, bahwa setelah serangan 11 September, Islam membutuhkan “Reformasi”. Ia menerangkan bahwa reformasi Kristen diprakarsai oleh kebutuhan untuk “kembali ke dasar,” seperti mempelajari injil dan mengembangkan pemahaman terhadap pokok kepercayaan. Hal tersebut persisnya merupakan isi dari pesan yang dibawakan oleh para ekstrimis Muslim dan jihadis saat ini. Gorka menilai bahwa ideologi Islam Al-Qaidah dan ISIS secara fundamental bukanlah hal yang tidak Islami, karena hal tersebut merupakan interpretasi Islam abad ketujuh yang merupakan penjelasan langsung dari Al-Qur’an. “Separuh hal dari Qur’an sangat-sangat berbau kekerasan, mengenai pembunuhan orang kafir,” terangnya. “Karenanya, kita tidak perlu reformasi agar orang Islam kembali ke dasar agamanya, karena dengannya kita justru akan memberi kekuatan kepada jihadis.”120 Ia menganggap bahwa politisi Amerika selama ini acuh dengan ancaman Islam. Gorka memberikan permintaan provokatif kepada pendengar: “Setiap rakyat Amerika yang peduli terhadap republik ini, setelah 9/11, anda tidak memiliki alasan lagi. Beli Al-Qur’an. Jangan dengarkan hal-hal baik yang disebarkan oleh media mainstream. Lihat kepada sumber dasarnya, dan buat penilaian sendiri terhadap agama ini.” Ia juga menekankan pentingnya pemahaman bahwa, tidak seperti Injil dan kitab agama lain, Al-Qur’an dimaksudkan untuk menjadi kata-kata Tuhan yang tak terbantahkan, didiktekan kepada nabi Muhammad SAW oleh malaikat Jibril, bukannya rangkaian cerita dan penjelasan kenabian yang memungkinkan interpretasi ulang oleh otoritas selanjutnya. 120 http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/ 63 Clash of Civilizations Dengan cara yang sama, dia menantang pembicaraan umum mengenai “jihad” sebagai perjuangan yang konstruktif dan tanpa kekerasan melawan hawa nafsu dengan mengutip “Dua belas kata di dalam Qur’an, ketika kata jihad digunakan, hal tersebut bukan mengenai kedamaian di dalam diri,” tetapi mendeskripsikan “Perang pertahanan, perang untuk penyerangan, mengalahkan dan menekan musuh hingga mereka berpindah kepada satu-satunya kepercayaan yang benar, atau hingga mereka berhasil dihancurkan.” “Ideologi mereka adalah ideologi totalitarian yang mendefinisikan diri mereka sebagai lawan dari kita,” kata Gorka tentang jihad. “Kita adalah musuh dari mereka. Semua yang ditunjukkan oleh Amerika—kebebasan individu, berdasarkan kehormatan manusia yang dibuat dalam citra Tuhan—harus dihancurkan atau diperbudak. Ini bukanlah aksi kekerasan acak. Mereka punya rencana, mereka punya strategi.” Dengan kata lain, Gorka menyimpulkan bahwa “para jihadis percaya bahwa mereka ada dalam peperangan dan mereka yakin bahwa mereka memiliki strategi untuk memenangkannya. Itu adalah dua elemen yang tidak ada di pemimpin-pemimpin Barat.” Oleh Gorka, para pemimpin Barat tidak suka mengungkapkan jihadis sebagai musuh dan seringkali tidak nyaman dalam menggunakan istilah seperti “musuh,” “kemenangan,” atau “perang.” Katharine Gorka, Tim Transisi Keamanan Dalam Negeri Trump menunjuk Katharine Gorka sebagai salah satu tim transisi dari Obama menuju Trump. Katharina adalah istri dari Sebastian Gorka. Sebagaimana suaminya, Katharina banyak menulis tentang Islam untuk Breitbart News. Ia pernah mengkritik statement Departemen Keamanan Nasional AS yang menyatakan bahwa Islam 64 Clash of Civilizations adalah agama yang damai.121 Dalam salah satu kolomnya, ia mengatakan bahwa ketika George W. Bush dan Barrack Obama menyebut Islam adalah agama damai, hal tersebut membuat banyak orang sebal. Menurutnya, sikap tersebut telah mencegah dan mematikan segala debat dalam Islam dengan mendeklarasikan bahwa Islam adalah agama kedamaian.122 Katharine Gorka, yang memproklamirkan diri sebagai anti gerakan jihad, juga mengusulkan kepada para pejabat yang mengelola Program Countering Violent Extremism di Departemen keamanan Dalam Negeri dan menggantinya dengan nama baru, Countering Radical Islam atau Countering Violent Jihad. Ia mengusulkan agar Ikhwanul Muslimin dimasukkan dalam daftar organisasi teroris, serta memberikan sanksi kepada “afiliasinya, kelompok yang terkait dengannya, maupun agen-agen mereka.”123 Playbook Anti-Muslim Kelompok Sayap Kanan Pemerintahan Trump banyak berisi orang-orang yang dalam sejarahnya seringkali berpandangan miring tentang Islam. Narasi mereka tentang Islam banyak mengadopsi narasi-narasi kelompok sayap kanan. Hal ini tentu bukan sebuah kebetulan, karena orang-orang dalam lingkaran terdalam Donald Trump memang dikenal cukup dekat dengan kelompok sayap kanan. Steve Bannon, kepala strategi Donald Trump, sering meminta nasihat kepada Frank Gaffney, tokoh anti Islam di Amerika dan pemimpin the Center of Security Policy. Selama masa kampanyenya, Gaffney dan timnya pernah memberikan briefing kepada Trump tentang bahaya Syariat Islam. Riset-riset Center of Security Policy, yang dipimpin oleh Gaffney, sering dipakai oleh Donald Trump untuk menjustifikasi 121 http://www.westminster-institute.org/articles/re-engaging-in-the-war-of-ideas-lessons-from-theactive-measures-working-group/ 122 http://www.breitbart.com/national-security/2014/11/22/opening-the-door-to-muslim-dissidents/ 123 http://www.familysecuritymatters.org/publications/detail/us-moves-to-designate-the-muslimbrotherhood-a-terrorist-organization?f=radical%20jihad 65 Clash of Civilizations kebijakan larangan masuk AS bagi Muslim. Trump pernah memuji the Center of Security Policy dengan sebutan “kelompok yang sangat terhormat.”124 Gambar 9. Frank Gaffney, Presiden Center of Security Policy. Ia menuduh bahwa Syariat Islam adalah ideology totalitarian dan represif. Gaffney dijuluki oleh Southern Poverty Law Center sebagai “salah satu tokoh Islamophobia paling buruk di Amerika”. The Anti-Defamation League mendeskripsikan dia sebagai “pengusung teori konspirasi anti-Muslim”. Bahkan, Gaffney sempat dilarang hadir dalam the Conservative Political Action Conference, pertemuan tahunan aktivis dan politisi sayap kanan, karena pernah menuduh organisasi tersebut telah disusupi agen Ikhwanul Muslimin. Gaffney dikenal memiliki karakter yang aneh dan penggemar teori konspirasi. Ia pernah menuduh bahwa Obama adalah seorang Muslim. 124 http://edition.cnn.com/2015/12/07/politics/donald-trump-muslims-center-for-security-policy-frankgaffney/ 66 Clash of Civilizations Dalam sebuah wawancara, ia menjelaskan pandangannya tentang Islam. Menurutnya, Syariat Islam adalah doktrin supremasis yang “beracun, represif, totalitarian, dan anti-konstitusi.”125 Ia juga menilai bahwa musuh potensial Amerika “seringkali justru di luar pandangan kita, mereka beribadah di masjid, melakukan rekrutmen di kalangan pelajar, dan mendompleng kelompok hak asasi Muslim, serta akan melakukan jihad secara diam-diam... Mereka secara esensial, seperti rayap, menggerogoti struktur masyarakat dan institusi lainnya dengan tujuan untuk menciptakan kondisi yang membuat jihad berhasil.”126 Masjid, bagi Gaffney, adalah tempat untuk “menghancurkan peradaban Barat dari dalam.”127 Pada tahun 2011, People for the American Way merilis sebuah laporan yang berjudul “The Right Wing Playbook on Anti-Muslim Extremism”. Laporan setebal 16 halaman tersebut berisi narasi yang sering dipakai oleh kelompok sayap kanan AS, untuk mendiskreditkan Islam dan Muslim.128 a. Bingkai pandangan bahwa Muslim Amerika berbahaya bagi Amerika. Aktivis anti-Muslim berusaha keras untuk menggambarkan Muslim Amerika sebagai ancaman yang harus dihentikan untuk mencegah kehancuran Amerika. David Yerushalmi, salah satu tokoh propagandis anti-Muslim mengklaim bahwa, “Peradaban Muslim sedang berperang melawan peradaban Yahudi-Kristen… Umat Islam, yaitu mereka yang berkomitmen pada Islam sebagaimana yang kita kenali hari ini, adalah musuh kita.”129 Menurut Yerushalmi, satu-satunya cara untuk mengalahkan “musuh kita” tersebut adalah dengan membuat bahwa “menjadi Muslim adalah sebuah kejahatan.”130 125 http://www.washingtontimes.com/news/2012/feb/27/shariahs-threat-to-civil-rights/, https://www.centerforsecuritypolicy.org/2013/08/19/dont-rescue-the-muslim-brotherhood/ 126 http://www.wibc.com/blogs/garrison/segments-interviews/frank-gaffney-combating-stealthysubversive-jihad 127 http://transcripts.cnn.com/TRANSCRIPTS/1009/27/acd.01.html 128 http://www.rightwingwatch.org/report/the-right-wing-playbook-on-anti-muslim-extremism/#seven 129 http://www.adl.org/main_Interfaith/david_yerushalmi.htm 130 http://prospect.org/csnc/blogs/adam_serwer_archive?month=09&year=2010&base_name=this_is_ who_they_listen_to 67 Clash of Civilizations Aktivis anti-Muslim juga menyebarkan retorika bahwa semua atau hampir semua Muslim Amerika mendukung terorisme, kekerasan, pelecehan wanita, dan berupaya untuk menghapus hukum dan idealisme Amerika. Tujuan akhir dari pencemaran tersebut adalah untuk mendorong dilakukannya hukuman terhadap umat Islam. b. Putarbalikkan statistik dan gunakan riset palsu untuk membuktikan ancaman umat Islam. Aktivis anti–Muslim berupaya menunjukkan kredibilitas mereka dengan membumbui retorika mereka dengan berbagai studi dan investigasi yang menunjukkan ancaman yang ditimbulkan oleh Muslim Amerika. Mereka seringkali memulai atau menguatkan karir mereka dengan menyerang Muslim, hingga julukan “industri teori konspirasi Syariah” pun disematkan kepada mereka atas sifat narasi mereka yang busuk dan ujung-ujungnya demi mendapatkan keuntungan finansial.131 Salah satu contoh histeria anti-Muslim yang mereka lakukan adalah saat anggota Kongres AS menggunakan riset palsu untuk menyerang Council on American-Islamic Relations (CAIR). c. Ceritakan tentang bahaya “percobaan penerapan Syariat” Aktivis anti-Muslim di Amerika juga mengklaim bahwa hakim-hakim di Amerika dipaksa untuk mengikuti hukum syariah, dan Muslim di Amerika ingin menerapkan pengadilan Syariat di Amerika. Paranoid anti-Syariat cukup banyak menyebar di Amerika. Oklahoma adalah salah satunya. Pada tahun 2010, kota tersebut meloloskan undang-undang anti-Syariat Islam. Aktivis anti-Muslim juga sering memproduksi dan mengutip studi palsu untuk mendukung klaim bahwa Syariat Islam mengambil alih Amerika. The Center for Security Policy, yang dipimpin oleh salah satu ideolog antiMuslim paling popular di Amerika, Frank Gaffney, pernah merilis sebuah 131 http://www.religiondispatches.org/archive/politics/4335/welcome_to_the_shari%27ah_conspiracy_t heory_industry/ 68 Clash of Civilizations studi yang berusaha membuktikan tentang ancaman Syariat Islam pada Amerika. d. Atas nama “membela kebebasan” ambil kebebasan dari umat Islam Aktivis anti-Muslim meminta negara mencabut kebebasan Muslim dalam rangka melindungi kebebasan semua pihak. Gaffney mengatakan bahwa Muslim radikal menggunakan hak kebebasan beragama untuk menggagalkan pengawasan dan upaya penegakan hukum lainnya. Karenanya, Gaffney meminta agar hak tersebut dicabut.132 Komentar serupa disampaikan oleh Pamela Geller, yang mengklaim bahwa jika Muslim diberi hak yang sama dengan warga Amerika lainnya, mereka akan memaksakan Islam di Amerika, dan akan mencabut hak semua orang melalui “supremasisme Islam”.133 e. Klaim bahwa Islam bukanlah agama Aktivis anti-Muslim berupaya membangun narasi bahwa mereka sebenarnya melindungi kebebasan di Amerika saat mereka berusaha membatasi kebebasan beragama Muslim Amerika. Hal ini dilakukan dengan menuduh bahwa Islam bukanlah agama, tapi sebuah ideologi politik yang mematikan. Narasi lain yang sering mereka sampaikan adalah bahwa Islam adalah sistem militer geopolitik yang dibungkus dengan jubah keyakinan agama.134 f. Tekankan bahwa Muslim tidak memiliki hak Amandemen Pertama di bawah konstitusi Amerika Aktivis anti-Muslim berargumen bahwa Islam bukanlah agama, dan Muslim Amerika tidaklah dilindungi oleh Amandemen Pertama AS tentang kebebasan beragama. Dalam pandangan para aktivis anti-Muslim, Muslim 132 http://www.washingtontimes.com/news/2009/jun/16/free-speech-but-not-for-me/ http://www.splcenter.org/blog/2011/06/15/tea-party-patriots-wallow-in-muslim-bashing-gutter-withgeller/ 134 http://freedomfederation.org/content/news/29982/Islamic%20Radicalism%20Deserves%20Our%20 Focus 133 69 Clash of Civilizations Amerika berniat untuk menggunakan, atau menyalahgunakan, kebebesan Amerika untuk menguatkan ideologi totalitarian mereka. Gaffney menulis: “Musuh kita menggunakan toleransi beragama kita untuk membangun infrastruktur masjid di sini yang nantinya akan menginkubasi perang suci Islam bernama jihad sebagai bagian dari ‘peradaban jihad’ di negara ini.”135 Kelompok sayap kanan anti-Muslim banyak merayakan keberhasilan Trump memegang tampuk kepresidenan AS. Sehari setelah kemenangan Trump, Gaffney mengatakan di radio Breitbart, “Ini adalah karunia besar Tuhan.” Ia juga memuji orang-orang di sekitar Trump, yaitu Bannon dan Flynn, sebagai “orang-orang hebat yang akan memimpin kita menyelamatkan Republik ini.”136 Bagi kelompok sayap kanan, Islam adalah ancaman terbesar bagi Amerika Serikat. Dan narasi ini disambut oleh Donald Trump dengan menegaskan bahwa “ideologi Islam radikal yang penuh kebencian tidak boleh tinggal atau menyebar di tengah negara kita (Amerika Serikat).”137 135 http://townhall.com/columnists/frankgaffney/2011/06/07/american_mosques_jihads_incubators http://www.breitbart.com/radio/2016/11/09/frank-gaffney-trump-foreign-policy-start-designatingmuslim-brotherhood-terrorist-organization/ 137 http://time.com/4453110/donald-trump-national-security-immigration-terrorism-speech/ 136 70 Mengalahkan Jihad Mengalahkan Jihad “Sedikit dari kita yang punya ide untuk menang. Saya dalam posisi yang lebih baik dibanding yang lain dalam hal ini. Saya telah melihat, menembak, menangkap, menginterogasi, dan mempelajari musuh kita.” (Michael T. Flynn) Syarat utama untuk memenangkan perang adalah adanya keinginan (willingness), determinasi, dan ketetapan hati untuk menang serta melakukan hal-hal yang diperlukan untuk menggapai kemenangan tersebut. Dan inilah, yang menurut Michael T. Flynn, tidak dilakukan oleh Obama. Pada bulan November 2015, Obama pernah mengatakan, “Yang saya tidak tertarik melakukannya adalah mengejar ide tentang “kepemimpinan AS atau ‘kemenangan AS’”. Artinya, dalam pandangan Flynn, “Obama mengatakan kepada rakyat AS dan musuhnya bahwa AS tidak akan memimpin, tidak ingin menang, dan karena itu akan kalah. Musuh kita tentu saja ingin memimpin dan menang, baik Islam radikal maupun tiran sekuler yang ambisius.” Untuk itu, Flynn berharap pemimpin baru yang bisa menceritakan kebenaran, yang memang ingin menang, dan mampu memimpin. Harapan tersebut ia tumpukan “Saya tidak percaya semua budaya sejajar dalam hal moral. Dan saya berpikir bahwa Barat, terutama Amerika, lebih beradab, memiliki moral dan etika yang jauh lebih baik, dibandingkan dengan sistem yang ingin diterapkan oleh musuh utama kita.” pada Donald Trump. Michael T. Flynn adalah penasihat militer paling dipercaya Trump. Harapan Flynn terwujud, Donald Trump terpilih sebagai presiden AS yang baru. Harapan serupa juga disampaikan oleh Sebastian Gorka, yang pernah menjadi konsutan politik Donald Trump selama masa kampanye. “Kita dapat memenangkannya, jika kita memiliki kepemimpinan yang benar,” katanya. Ia mengklaim bahwa bukunya, ‘Defeating Jihad: The Winnable War’, memiliki resep untuk memenangkan pertempuran ini dengan cepat. Gorka mengatakan bahwa ia termotivasi untuk menulis buku tersebut setelah ia melihat 16 tahun pemerintahan sayap kanan dan sayap kiri saling mengoper bola, atau bahkan meletakkannya sama sekali, dalam peperangan ini. 71 Mengalahkan Jihad Mengalahkan jihad menjadi program utama pemerintahan Trump. Beberapa strategi pun sudah mulai disampaikan oleh orang-orang terdekatnya. Dalam beberapa terakhir, cukup banyak diskusi yang secara spesifik mengusulkan cara memerangi Islam radikal, meski beberapa menggunakan istilah ‘mengalahkan jihad’. Bab ini akan membahas mengenai berbagai usulan yang disampaikan oleh orang-orang terdekat Trump untuk mengalahkan jihad dan Islam radikal. 1. Hancurkan pasukan jihadi. Bunuh atau tangkap pemimpin mereka. a. Sinergikan seluruh elemen kekuatan nasional dalam cara yang tersinkronisasi secara kohesif. Langkah pertama yang perlu diambil untuk ini adalah dengan mendefinisikan musuh secara jelas, yaitu Islam radikal. Flynn mengingatkan harga yang harus dibayar untuk memenangkan perang ini mungkin mahal. “Sangat sedikit warga Amerika—bahkan sangat sedikit pemimpin Barat, dari waktu ke waktu, yang menggunakan kata “perang” dan mampu berjanji untuk memenangkannya—yang mengakui bahwa sebuah perang global sedang dilakukan melawan kita. Untuk berperang, kita perlu mengenali musuh kita, sebagaimana yang disampaikan Sun Tzu. Para pemimpin kita tidak ingin mengidentifikasi musuh kita. Hal ini membawa kita kepada jalur kekalahan.”138 Ketegasan menyebut musuh, yaitu Islam radikal, dinilai Trump akan memberikan kejelasan moral. Kejelasan moral yang dimaksud adalah penegasan bahwa mereka berada di pihak kebenaran dan dilindungi Tuhan, sedangkan musuh mereka, Islam radikal, berada di sisi sebaliknya. Selama ini, pemerintahan Amerika dirasa tidak memberikan kejelasan tersebut, yang membuat tingkat bunuh diri di kalangan veteran perang Amerika 138 The Field of Fight, 11 72 Mengalahkan Jihad mencapai 20 kasus bunuh diri per hari.139 Sebastian Gorka menjelaskan tentang fenomena tersebut dalam sebuah tulisannya: “Mengapa kita memiliki tingkat PTSD (post-traumatic stress disorder)140 yang tidak pernah dicapai sebelumnya di negara ini? Kakek-kakek kita menghadapi banyak hal buruk di WWII, terutama di Pasifik, terutama ketika mereka membebaskan kamp kematian. Namun ketika mereka pulang ke rumah pada tahun 1950-an, mereka tidak merasakan efek dari 911. Mengapa? Karena mereka betul-betul memahami bahwa mereka ada di sisi para malaikat. Presiden mereka, komandan mereka, mengatakan pada mereka, ‘ini adalah perang melawan kejahatan, apa yang akan kalian lihat mungkin mengerikan, namun tak masalah, kalian ada di sisi kebenaran.’”141 Kejelasan tersebut, menurut Gorka, tidak pernah dilakukan di era Obama. b. Terus buru Islamis pro kekerasan dimanapun mereka berada. Usir mereka dari tempat perlindungannya, dan bunuh atau tangkap mereka. Negara yang memberikan tempat perlindungan pada musuh Barat harus hanya diberi satu pilihan—mengeliminasi jihadis atau menyiapkan mereka (negara yang mau berkontribusi) untuk bisa melakukannya. AS harus bersiap untuk membantu negara-negara tersebut. c. Hadapi secara tegas negara dan aktor non-negara yang mendukung ideologi Islamis ini dan paksa mereka untuk menghentikan dukungannya pada musuh. 2. Lakukan perang ideologis melawan Islam radikal. Diskreditkan ideologi mereka. Usaha ini akan sangat terbantu jika diiringi dengan kemenangan militer. 139 http://www.militarytimes.com/story/veterans/2016/07/07/va-suicide-20-daily-research/86788332/ PSTD adalah gangguan kejiwaan yang dipicu oleh kejadian tragis yang pernah dialami. 141 http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/ 140 73 Mengalahkan Jihad Saat bicara tentang perang, kebanyakan yang terbayang di benak masyarakat adalah tank, pesawat yang menjatuhkan bom, kapal tempur, pasukan darat yang melakukan baku tembak, dll. Namun ada hal yang tak kalah penting, kita juga harus memahami kekuatan strategis kata dan gambar. Ide, dan kata-kata yang digunakan untuk mengekspresikannya, adalah bagian penting dalam perang. Flynn menyimpulkan bahwa perang yang dilakukan terhadap Barat akhir-akhir ini dilakukan atas nama doktrin ideologi mereka. Barat dan Islam radikal saat ini memandang perang dalam cara pandang yang sama, yaitu terjadinya benturan peradaban. Untuk melawan Islam radikal, mereka mengusulkan dilakukannya perang ideologis. Karenanya, perlu dilakukan sebuah kampanye untuk menunjukkan bahaya dan buruknya ideologi musuh. “Politik dan teologi yang menyokong tindakan amoral mereka harus dihancurkan,” kata Flynn. Caranya, Flynn menekankan dua poin utama: pertama, mengkampanyekan bahwa Islam radikal adalah peradaban yang gagal; Kedua, menegaskan bahwa Islam radikal sedang berperang melawan Barat. Flynn menambahkan bahwa kampanye ini harus dilakukan oleh semua lapisan, dari presiden hingga lapisan terbawah. Dalam kampanye ini, Flynn menyarankan untuk menyerang ideologi Islam radikal dengan seluruh energi yang dimiliki AS, mulai dari pernyataan publik pejabat tinggi AS, radio, televisi, hingga internet. Flynn juga meminta perusahaan media sosial raksasa, seperti Facebook dan Twitter, untuk ikut bertanggungjawab secara sosial, menyebarkan pesan-pesan yang dianggap positif oleh mereka, tanpa perlu diperintah. Dalam bukunya, Flynn mencontohkan program di Singapura. Di sana, pemerintah melakukan kampanye yang membidik komunitas umat Islam. Tujuannya, “agar mereka menerima bahwa tidaklah mengapa bagi Muslim yang taat untuk tinggal di negara sekuler. Tidak ada dasarnya semua desakan kaum radikal bahwa Muslim setempat harus hijrah ke negara Islam atau berjuang untuk menegakkannya di Singapura.” Kampanye tersebut juga bertujuan untuk 74 Mengalahkan Jihad menjelaskan kepada umat Islam bahwa mereka “tidak perlu menegakkan Syariat Islam.”142 Menariknya, Flynn menyatakan bahwa “usaha yang sama sedang dijalankan di Indonesia, negara Muslim terbesar di dunia.”143 Usulan Flynn tersebut direspon Donald Trump dengan rencananya untuk membentuk sebuah komisi tentang Islam Radikal (Commission on Radical Islam). Komisi tersebut nantinya akan bertugas untuk melakukan edukasi kepada masyarakat tentang Islam radikal dan ancaman mereka kepada AS dan dunia pada umumnya. “Tujuan dari komisi tersebut adalah untuk mengidentifikasi dan menjelaskan kepada publik Amerika tentang keyakinan inti dari radikalisme [Islam], mengidentifikasi tanda-tanda radikalisme, dan mengekspos jaringan yang mendukung radikalisasi di tengah masyarakat kita.”144 Komisi tersebut rencananya akan melibatkan para reformis di kalangan umat Islam yang mau bekerjasama dengan Trump, sebagaimana saran Flynn. Flynn menyerukan reformasi total terhadap agama Islam. “Ini harus dimulai dari dalam komunitas Muslim agar bisa berhasil—tapi harus dimulai dari suatu tempat,” tulis Flynn. Untuk itu, ia memuji sikap presiden Mesir, Abdel Fattah AsSisi, yang dengan lantang menyerukan revolusi terhadap agama Islam. Berbicara di Al-Azhar, As-Sisi mengatakan bahwa, “korpus teks dan ide-ide [Islam] yang kita telah sakralkan selama berabad-abad, berlawanan dengan seluruh dunia.” Untuk itu, As-Sisi berulang kali menegaskan bahwa “kita membutuhkan sebuah revolusi agama.”145 142 The Field of Fight, 132 ibid 144 https://www.youtube.com/watch?v=gUVycqPoNjo 145 https://www.jihadwatch.org/2015/01/egypts-sisi-we-are-in-need-of-a-religious-revolution 143 75 Mengalahkan Jihad Karena itulah, As-Sisi, beserta Raja Abdullah dari Yordania, dianggap sebagai contoh Muslim reformis yang bisa menjadi partner ideal bagi Donald Trump dalam melakukan perang sucinya. 3. Ciptakan aliansi baru abad ke-21. Usaha ini juga akan muncul secara natural dari kampanye militer dan politik yang dilakukan. Trump siap menggalang aliansi dengan siapapun yang berada dalam satu pandangan terkait Islam radikal, termasuk Rusia. Menurut Flynn, “Saat bicara dengan Rusia atau negara lain, musuh bersama kita semua adalah Islam radikal.” Trump juga akan menggalang para reformis Muslim yang memiliki pandangan yang sama dengan mereka tentang Islam dan modernitas. Di sini, As-Sisi dan Raja Abdullah dari Yordania adalah sosok yang dicontohkan oleh Trump. As-Sisi merupakan presiden pertama yang menelepon Trump setelah ia memenangkan pemilu.146 Sosok Muslim idaman yang dicari oleh Trump adalah Kamal Ataturk, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sebastian Gorka, “Kita membutuhkan orang-orang seperti Ataturk—Orang-orang yang mengatakan ‘Lihat, aku dipilih sebagai pemimpin secara demokratis, dan aku tidak peduli terhadap apa yang Al-Qur’an katakan tentang membunuh orang kafir. Kita tidak melakukannya karena kita menyukai Amerika, kita menyukai Barat, dan aku akan mengatakan kepadamu apa Islam itu.’”147 Inilah aliansi yang ingin digalang oleh Donald Trump, yang bercita-cita menumpas Islam radikal dari muka bumi. 4. Berikan tantangan langsung kepada rezim yang mendukung musuh, minimal lemahkan mereka, atau jika mungkin gulingkan mereka. 146 http://www.nytimes.com/2016/11/16/us/politics/trumptransition.html?hp&action=click&pgtype=Homepage&clickSource=story-heading&module=span-abtop-region&region=top-news&WT.nav=top-news 147 http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-losewar-jihad/ 76 Kakistokrasi Kakistokrasi Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan menjadi seorang fasis?148 Apakah ia akan menjadi seorang demagog149 ataukah diktator? Apakah pemerintahannya bersifat oligarki,150 plutokrasi,151 ataukah kleptokrasi?152 Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin. Jawabannya, dalam pandangan Sophia A. McClennen, adalah semua hal di atas. Dan semua itu terangkum dalam satu kata: kakistokrasi, yang secara harfiah berarti sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh elemen terburuk dalam sebuah komunitas.153 Kakistokrasi adalah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling buruk dalam sebuah masyarakat. “Kakistokrasi” berasal dari kata “kakistos”, kata yunani yang berarti "terburuk", yang merupakan superlative dari “kakos”, yang berarti “buruk”. Kata “kakistokrasi” mulai muncul pada tahun 1829 di “The Misfortunes of Elphin,” karangan penulis Inggris Thomas Love Peacock. Di Amerika, kata tersebut pertama kali muncul dari penyair Amerika, James Russell Lowell, saat ia menulis sebuah surat kepada teman sesama penyairnya Joel Benton pada tahun 1876: Kakistokrasi adalah sebuah pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling buruk dalam sebuah masyarakat. 148 Ideologi yang berdasarkan pada prinsip kepemimpinan dengan otoritas absolut di mana perintah pemimpin dan kepatuhan berlaku tanpa pengecualian 149 Penggerak (pemimpin) rakyat yg pandai menghasut dan membangkitkan semangat rakyat, seakan-akan memperjuangkan rakyat padahal semua itu dilakukan demi kekuasaan untuk dirinya. 150 Bentuk pemerintahan yang kekuasaan politiknya secara efektif dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga, atau militer. 151 Pemerintahan yang diperintah atau dikendalikan oleh orang-orang kaya. 152 Kleptokrasi ("pemerintahan para maling") adalah istilah yang mengacu kepada sebuah bentuk pemerintahan yang mengambil uang pungutan (pajak) yang berasal dari publik / rakyat untuk memperkaya kelompok tertentu atau diri sendiri. 153 http://www.merriam-webster.com/dictionary/kakistocracy 77 Kakistokrasi "Yang membuatku penuh dengan keraguan dan kecemasan adalah penurunan moral. Apakah ia hasil dari demokrasi atau bukan? Apakah pemerintahan kita adalah 'pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat', atau sebuah kakistokrasi untuk keuntungan para bajingan dikarenakan oleh orang-orang bodoh?"154 Dan kini, kecemasan Lowell terbukti. AS berada dalam sebuah pemerintahan yang menguntungkan para bajingan, dikarenakan orang-orang bodoh. Saat ini, presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri saat melakukan pelecehan terhadap wanita.155 Pemimpin bangsa AS adalah pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. 156 Panglima yang bertanggung jawab atas senjata nuklir AS adalah individu yang tidak terbiasa dengan nuklir tapi terobsesi dengan balas dendam.157 Penjaga konstitusi AS adalah pembohong dan pengarang cerita yang telah berulang kali menyerang wartawan yang menantang pernyataan palsunya.158 Orang yang akan mengawasi penegakan hukum nasional AS adalah pengembang yang tidak jujur yang digugat akibat diskriminasi perumahan berdasarkan ras.159 Orang yang akan bertanggung jawab atas keamanan nasional AS adalah pemula dalam hal kebijakan luar negeri dan yang telah menyerukan untuk meningkatkan hubungan dengan kekuatan asing, untuk keuntungan diri dan keluarganya.160 Orang yang paling berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah tersinggung, arogan, 154 http://www.worldwidewords.org/weirdwords/ww-kak1.htm http://www.telegraph.co.uk/women/politics/donald-trump-sexism-tracker-every-offensive-commentin-one-place/ 156 http://www.alternet.org/media/14-fake-news-stories-created-or-publicized-donald-trump 157 http://www.inquisitr.com/3848699/donald-trump-revenge-comments-will-crush-hopeful-democratsnever-trump-republicans/ 158 https://www.nytimes.com/2017/01/21/us/politics/trump-white-house-briefing-inauguration-crowdsize.html 159 http://www.npr.org/2016/09/29/495955920/donald-trump-plagued-by-decades-old-housingdiscrimination-case 160 http://time.com/4578431/donald-trump-conflicts-of-interest-list/ 155 78 Kakistokrasi suka menghina, mengintimidasi, dan narsis.161 Seorang selebritis yang sombong, pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS. Trump merubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif—yang memang sudah lama ada di AS—terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia mengejek wartawan yang cacat.162 Dia mengolok-olok hakim federal yang telah melawannya pada gugatan penipuan di Trump University sebagai "Orang Meksiko."163 Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan apa-apa selain orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan.164 Ia memenangkan dukungan dari Ku Klux Klan dan orang-orang sayap kanan.165 Dia mencela lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk dipenjara.166 Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah ... dengan hampir semua orang. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden meski dengan mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi logis dari demokrasi. Kini, ia lah presiden Amerika Serikat, negara yang mendaulat diri sebagai kampiun demokrasi. Trump akan memimpin kabinet dengan jumlah orang kulit putih dan laki-laki terbanyak, mengisinya dengan orang-orang yang menurut Mehdi Hassan, “sebuah campuran ajaib dari orang-orang yang tidak memiliki kualifikasi di bidangnya”. Ia mengkombinasikan beberapa kualitas terburuk dari beberapa presiden terburuk AS 161 http://www.huffingtonpost.com/daniel-wagner/trump-and-narcissistic-pe_b_11289332.html http://www.nbcnews.com/politics/2016-election/donald-trump-criticized-after-he-appears-mockreporter-serge-kovaleski-n470016 163 http://blogs.wsj.com/washwire/2016/05/27/trump-attacks-federal-judge-in-trump-u-case/ 164 http://www.huffingtonpost.com/entry/president-donald-trump-racistexamples_us_584f2ccae4b0bd9c3dfe5566 165 https://www.washingtonpost.com/news/post-politics/wp/2016/11/01/the-kkks-official-newspaperhas-endorsed-donald-trump-for-president/?utm_term=.f2349984fae9 166 https://www.theguardian.com/us-news/2016/oct/10/debate-donald-trump-threatens-to-jail-hillaryclinton 162 79 Kakistokrasi dalam satu orang: “Donald Trump membuat Nixon terlihat jujur, Clinton terlihat suci, dan Bush terlihat pintar”.167 Pada bulan Desember 2016 silam, Chicago Tribune memuat sebuah headline, "Apakah kabinet menghancurkannya?"168 Trump Kalimat ingin tersebut menjalankan adalah cara pemerintahan—atau yang sopan untuk membicarakan masalah kakistokrasi ini. Dan pertanyaan tersebut secara tidak langsung dijawab oleh Johan Galtung, sosiolog yang pernah memprediksi secara akurat keruntuhan Uni Soviet. Dari beberapa indikator dan kontradiksi yang ada, Galtung memprediksi bahwa AS sebagai imperium global akan mengalami keruntuhan di era Donald Trump.169 Galtung memprediksi bakal runtuhnya imperium AS dalam sebuah buku berjudul “The Fall of the American Empire—and then What?” Buku ini memaparkan fenomena sinkronisasi dan kontradiksi yang saling memperkuat yang tengah melanda AS, yang akan membawa kepada berakhirnya kekuatan global AS pada tahun 2020. Galtung memperingatkan bahwa selama melewati fase kemundurannya ini, AS akan menjadi negara yang sangat fasis dan reaksioner. Ia berargumentasi bahwa fasisme orang-orang Amerika tumbuh karena: (a) kemampuan mereka untuk melakukan kekerasan tanpa batas di seluruh dunia; (b) Kemudian, hal itu diperkuat dengan sebuah visi atau pandangan tentang “Eksepsionalisme Amerika”, merasa sebagai negara paling hebat; (c) kuatnya keyakinan tentang bakal adanya perang pamungkas antara kebaikan dan kejahatan; (d) Adanya pengkultusan terhadap negara yang kuat untuk memimpin 167 http://www.newstatesman.com/world/2017/01/donald-trump-ushers-new-era-kakistocracygovernment-worst-people 168 http://www.chicagotribune.com/news/nationworld/politics/ct-trump-cabinet-picks-20161208story.html 169 https://motherboard.vice.com/en_us/article/us-power-will-decline-under-trump-says-futurist-whopredicted-soviet-collapse 80 Kakistokrasi perang kebaikan melawan kejahatan; (d) dan adanya pengkultusan terhadap figur “pemimpin yang kuat”. Semua gejala yang muncul selama masa pemerintahan Bush, kini semakin nampak jelas dalam bentuk hasil turunannya di era Donald Trump. Kebijakannya yang fasis, merupakan sebuah gejala degradasi dan kemunduran yang menghentak banyak orang jika sebuah negara superpower seperti Amerika bisa jatuh. Beberapa kontradiksi Amerika yang disebutkan Johan Galtung antara lain adalah: Kontradiksi ekonomi, seperti: tingkat produksi yang berlebihan yang tidak sebanding dengan permintaan, pengangguran, serta meningkatnya biaya-biaya terkait perubahan iklim; Kontradiksi militer, termasuk ketegangan yang semakin meningkat antara AS, NATO, dan negara-negara sekutu lainnya. Ditambah lagi dengan beban ekonomi/finansial yang tidak mampu ditanggung akibat perang; Kontradiksi politik, termasuk masalah peran yang tumpang tindih antara AS, PBB, dan negara-negara Uni Eropa; Kontradiksi kultural, seperti: ketegangan antar masyarakat Yahudi-Kristen, Islam, dan kelompok minoritas lainnya; Kontradiksi sosial, dengan semakin tingginya kesenjangan dan jurang pemisah antara “Mimpi Amerika”, yaitu keyakinan bahwa setiap orang bisa hidup makmur di Amerika dengan bekerja keras, dengan realita yang terjadi, yaitu fakta bahwa semakin banyak orang yang gagal mewujudkan mimpi tersebut menjadi nyata. Di dalam bukunya, Galtung mencoba mengeksplorasi bagaimana ketidakmampuan struktural dalam mengatasi berbagai kontradiksi semacam itu akan menyeret Amerika Serikat kepada situasi bubarnya kekuasaan politik, baik secara global maupun domestik. Bagi Galtung, sejumlah proposal kebijakan Trump yang saling kontradiktif merupakan bukti terjadinya kemunduran struktural yang serius di pusat kekuasaan AS. 81 Kakistokrasi Trump menegaskan bahwa dia meyakini pasukan AS masih dibutuhkan kehadirannya di Iraq dan Afghanistan, bahkan ia mengusulkan untuk mengirim lebih banyak lagi tentara ke Iraq. Anehnya, ia juga mengkritik keras kebijakankebijakan militer negaranya. Terkait isu domestik, Trump pernah berjanji akan mendeportasi 11 juta orang yang dianggap sebagai migran ilegal, membangun tembok pemisah di perbatasan antara AS dan Meksiko, memaksa semua Muslim Amerika untuk mendaftarkan diri ke pemerintah, dan melarang seluruh imigran Muslim masuk ke Amerika Serikat. “Ia (Trump) memperlunak kontradiksi dengan Rusia, mungkin dengan Cina, dan nampaknya juga dengan Korea Utara. Sebaliknya, ia mempertajam kontradiksi di dalam negeri AS, di antaranya yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat minoritas,” kata Galtung. Di satu sisi, kebijakan Trump terlihat seperti memberikan peluang untuk menghindari potensi konflik dengan kekuatan-kekuatan besar saingannya, seperti Rusia dan Cina. Namun di sisi lain, dengan bodohnya ia masih harus sendirian menghadapi berbagai perang unilateral yang secara sepihak diinisiasi oleh negaranya, dan terus memperparah kontradiksi di dalam negeri dengan kelompok minoritas. “Imperium adalah sebuah struktur lintas batas dengan negara imperial yang memerintah berada di satu titik pusat strukturnya, kemudian ada negara-negara lain sebagai klien yang mengelilingi pusat tersebut. Negara-negara klien itu berposisi sebagai pengikut yang memiliki ketergantungan ke pusat. Wujud dari imperialisme adalah menciptakan elit-elit baru di keliling struktur yang bekerja untuk para elit di pusat.” Dengan kata lain, menciptakan penguasa boneka di negara-negara klien sebagai kepanjangan tangan penguasa imperium. Negara yang berada di pusat imperial bisa negara diktator, bisa juga negara demokrasi. Maka menurut Galtung, jatuhnya imperium AS terjadi ketika para elit 82 Kakistokrasi negara-negara pengikut tidak mau lagi berperang untuk Amerika, dan tidak lagi mau dieksploitasi untuk kepentingan elit di pusat.” Cara pendekatan “single-fighter” ala Trump akan menggerogoti sekaligus mempercepat jatuhnya imperialisme global AS secara bersamaan. “Jatuhnya Amerika Serikat memiliki dua bentuk,” papar Galtung. Pertama, negaranegara lain menolak menjadi sekutu yang baik; dan kedua: AS harus melakukan perang mereka sendiri dengan cara menjatuhkan ribuan bom dari titik ketinggian, serangan drone yang dikendalikan melalui sebuah komputer jarak jauh, dan unit pasukan khusus yang menebar kematian. Kedua hal itu sedang terjadi hari ini, kecuali Eropa Utara, yang saat ini mendukung perang-perang tersebut. “Kemungkinan hal itu tidak terjadi lagi setelah 2020, jadi saya masih mematok batas waktu tersebut,” kata Galtung menyimpulkan. Runtuhnya struktur imperium global AS ini, juga berpotensi akan menimbulkan dampak secara domestik. Galtung memperingatkan bahwa jatuhnya kekuatan Amerika di panggung dunia kemungkinan besar akan berimplikasi di tingkat domestik dengan melemahnya hubungan dan kesatuan di antara negara-negara bagian AS. Dalam konteks struktur lintas batas, kejatuhan AS itu bersifat global, bukan domestik. Tetapi tidak mustahil akan terjadi efek resonansi atau semacam arus balik di tingkat domestik, seperti supremasi kulit putih, atau bahkan kelompokkelompok minoritas seperti orang-orang Hawaii, Inuits, dan penduduk asli Amerika. Demikian juga dengan komunitas kulit hitam Amerika akan melakukan hal yang sama. Mungkin mereka akan mengusulkan Amerika Serikat menjadi semacam negara konfederasi yang jauh lebih longgar daripada negara kesatuan/federasi. Meski demikian, terkait prediksinya itu, Galtung tidak pesimis. Sebagaimana Uni Soviet, kejatuhan imperium AS sebagai kekuatan global merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. 83 Kesimpulan Kesimpulan Lima belas tahun lebih Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang membuatnya menjadi perang terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat. Hampir lima trilyun dollar sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan. Kini, telah datang era Donald Trump, yang membawa gerbong orang-orang antiIslam ke Gedung Putih. Mereka merasa strategi yang selama ini dilakukan akan berujung pada kekalahan. Karenanya, mereka mengusulkan strategi baru. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan secara tegas menyebutkan musuh, yaitu Islam radikal. Untuk itu, Trump mendeklarasikan sebuah perang suci, untuk menumpas terorisme Islam radikal dari muka bumi. Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme. Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi, di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam yang meyakini supremasi hukum Islam di atas nilai-nilai dan konstitusi yang lain.