BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Manusia merupakan mahluk hidup yang memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan. Manusia akan memanfaatkan Sumberdaya yang ada di Lingkungan. Salah satu sumberdaya yang sangat penting bagi kehidupan manusia adalah air. Menurut Undang-undang No.7 tahun 2004 : “Sumberdaya air adalah semua air yang terdapat pada atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat”. Sumberdaya air yang paling banyak dimanfaatkan oleh manusia adalah airtanah. Airtanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Potensi sumberdaya airtanah ini sangat ditentukan oleh karakteristik dari kondisi geologi yang ada disuatu wilayah. Perbedaan karakteristik wilayah akan membuat perbedaan karakteristik geologi. Perbedaan karakteristik geologi akan membuat perbedaan potensi airtanah yang ada (Zohdy dkk, 1980). Airtanah berada di dalam suatu lapisan di dalam tanah yang dinamakan akuifer. Todd (1980) menyatakan bahwa akuifer adalah lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu mengalirkan air. Akuifer mengandung air karena lapisan tersebut bersifat permeable (lolos air) yaitu mampu mengalirkan air baik karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut ataupun memang sifat dari lapisan batuan tertentu. Salah satu bentuk identifikasi potensi dan karakteristik akuifer yang akan diteliti berada di daerah Wates. Daerah Wates terletak pada Kabupaten Kulon Progo. Daerah Wates memiliki topografi yang relatif landai dan terletak pada ketinggian antara 0 hingga 500 meter di atas permukaan laut. Secara hidrogeologi sebagian besar wilayah Wates 1 termasuk dalam Cekungan Air Tanah (CAT) Wates yang terletak di Kulon Progo bagian selatan hingga wilayah pesisir selatan Kabupaten Kulon Progo. Penentuan ini juga diperkuat dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo No.1 tahun 2012 yang menyebutkan bahwa Daerah wates termasuk sebagai daerah imbuhan airtanah atau sering disebut dengan Cekungan Air Tanah (CAT). CAT merupakan suatu wilayah yang memiliki batas hidrogeologis yang memiliki kesatuan akuifer sebagai tempat imbuhan airtanah (Kodoatie dan Sjarief, 2005) CAT Wates merupakan suatu daerah yang memiliki karakteristik akuifer yang unik dikarenakan airtanah akan mengalir dari bagian utara yang memiliki ketinggian lebih tinggi. Airtanah juga akan mengalir dari Perbukitan Sentolo yang memiliki karakteristik geologi yang sulit menyimpan air. Keadaan ini membuat terjadi suatu kumpulan airtanah yang berpusat di daerah Wates hingga ke daerah pesisir selatan Kabupaten Kulon Progo. Kondisi geologi pada daerah ini tersusun atas material yang berpotensi menyimpan dan mengalirkan air atau sering disebut sebagai akuifer yang baik. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari beberapa kabupaten yang mengalami perkembangan di Daerah Istemewa Yogyakarta. Perkembangan sektor industri serta terus bertambahnya jumlah penduduk membuat pemanfaatan sumberdaya di daerah ini juga semakin tinggi. Salah satu sumberdaya yang banyak dimanfaatakan adalah airtanah. Secara teori potensi airtanah di daerah ini termasuk cukup tinggi. Namun perlu suatu studi untuk melihat hasil aman pemanfaatan airtanah yang dapat diambil didaerah ini. Perkembangan Kabupaten Kulon Progo ini berpusat pada Kota Wates dan daerah sekitarnya Berkembangnya Kabupaten Kulon Progo terutama di daerah sekitar Kota Wates dan sekitarnya juga diikuti dengan bertambahnya jumlah penduduk. Semakin tinggi populasi penduduk juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan akan sumberdaya terutama sumberdaya air bersih. Air bersih ini didapatkan dari airtanah yang ada di CAT Wates. Pemanfaatan airtanah bila dilakukan secara berlebihan tentunya akan membuat ketidakstabilan pada kondisi lingkungan daerah tersebut. 2 Perkembangan industri serta terus bertambahnya jumlah penduduk juga berpotensi menyebabkan terjadinya konflik mengenai airtanah. Oleh sebab itu diperlukan suatu studi mengenai kondisi airtanah yang ada dengan cara melihat potensi dan karakteristik akuifer di CAT Wates. Hasil dari analisis karakteristik akuifer akan menghasilkan suatu gambaran tingkat potensi airtanah. Potensi airtanah yang ada kemudian dijadikan dasar dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air terutama sumberdaya airtanah di Kabupaten Kulon Progo. 1.2. Perumusan Masalah Kabupaten Kulon Progo terutama CAT Wates memiliki potensi industri dan perkembangan pemukiman yang tinggi. Potensi industri yang terus berkembang menyebabkan potensi pemanfaatan airtanah menjadi semakin tinggi. CAT Wates memiliki kondisi geologi yang berbeda dengan daerah disekitarnya. CAT Wates tersusun atas lapisan geologi atau akuifer yang memiliki potensi airtanah cukup tinggi. Tingginya potensi pemanfaatan airtanah serta adanya indikasi awal mengenai tingkat potensi airtanah membuat perlunya suatu studi lebih lanjut untuk mengidentifikasi potensi akuifer yang ada di CAT Wates. Kajian tentang potensi airtanah ini dapat digunakan sebagai dasar dari studi potensi sumberdaya airtanah di Kabupaten Kulon Progo dan daerah sekitarnya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian yaitu : 1. Bagaimana Karakteristik akuifer di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates? 2. Bagaimana Potensi akuifer di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates? Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang sudah disampaikan tersebut maka penelitian yang akan dilakukan ini berjudul “Karakteristik Dan Potensi Akuifer Bebas di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates, Kabupaten Kulon Progo. 3 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tentang “Karakteristik dan Potensi Akuifer Bebas di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates, Kabupaten Kulon Progo” adalah 1. Mendeskripsikan karakteristik akuifer bebas di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates. 2. Menghitung potensi akuifer bebas di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates. 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian “Karakteristik dan Potensi Akuifer Bebas di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates, Kabupaten Kulon Progo” akan memperlihatkan kondisi dari potensi akuifer di CAT Wates. Potensi ini tergambar dari parameter-parameter akuifer yang akan diukur di lapangan. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta referansi baru dalam bidang ilmu pengetahuan serta bidang lainnya. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi pertimbangan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya airtanah di daerah ini. 1.5. Perbandingan Penelitian Penelitian potensi akuifer dan airtanah di Indonesia sudah cukup banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan menggunakan berbagai metode yang sampai saat ini terus dikembangkan. Soenarso Simoen, Darmakusuma Darmanto, Suseno Darsomartoyo (1977), dalam suvei geolistrik di daerah Cilacap Jawa Tengah mengatakan bahwa metode geolistrik akan memperlihatkan suatu nilai tahanan jenis dari suatu material yang ada di dalam bumi. Penelitian ini juga mengungkapakan bahwa terjadi penurunan tingkat resistivitas sehinga identifikasi materialnya juga berubah sesuai tingkat resistivitasnya. Penelitian lain juga dilakukan Soenarso Simoen (1981) di daerah Sragen Jawa Timur mengenai metode geolistrik untuk studi potensi airtanah. Penelitian ini mengemukakan bahwa metode geolistrik merupakan salah satu metode yang tepat digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan airtanah. Keberadaan airtanah akan 4 menggambarkan potensi akuifer juga diperkuat dengan penelitian Nurkolis (2004) tentang studi akuifer lereng selatan Gunung Merapi. Beberapa penelitian lain tentang studi potensi akuifer di Indonesia juga banyak dilakukan. Berikut akan disampaikan beberapa penelitian terdahulu yang pernah dilakukan. 5 Tabel 1.1. Perbandingan Penelitian Sebelumnya dengan Penelitian Sekarang No Peneliti Lokasi-Tahun Judul Penlitian Tujuan Metode Hasil 1 Simoen Soenarso, Cilacap, A Short Note On A Geo- Mengetahui karakteristik Pengukuran nilai Hasil nilai resistivitas Darmanto Jawa Tengah electric Survey In The material bawah tahanan jenis dengan tahanan jenis Darmakusuma, 1977 Cilacap Area, Central permukaan dengan geolistrik Java. metode geolistrik Sragen Aplikasi teknik Geolistrik Mengetahui potensi Pengukuran nilai Hasil nilai resistivitas Jawa Tengah dalam studi Air Tanah di airtanah dengan metode tahanan jenis dengan tahanan jenis 1981 Daerah Sragen Jawa geolistrik geolistrik Darsomartoyo Suseno 2 Simoen Soenarso Tengah. 3 Nurkolis, BS SubDAS Opak Studi akuifer lereng Mengetahui potensi Pengukuran nilai lereng selatan selatan gunung merapi airtanah di SubDAS tahanan jenis resistivitas Gunung merapi dengan metode geolistrik Opak dengan geolistrik tahanan jenis 2004 di SubDAS Opak Analisis Data bor Analisis Hasil nilai Penampang melintang Kualitas tahanan jenis air Sumur Peta Kdalaman Muka Air Tanah 4 Rizki Setyo Pambudi Desa Prangtritis, Studi akuifer pada Menganalisis Kecamatan bentuklahan fluviomarin karakteristik akuifer pada hidrogeologi dan resistivitas Kretek, Bantul. Desa Prangtritis, bentuklahan fluviomarin peta geologi. tahanan jenis 6 Analisa peta Hasil nilai 2011 Kecamatan Kretek, Bantul menggunakan metode geolistrik electrical Penampang Metode geolistrik melintang konfigurasi ERT tahanan jenis resistivity tomograhpy Stratigrafi akuifer Gambaran akuifer 3 dimensi. 5 Setyawan Purnama, Cilacap Jawa Analisis karakteristik Mengetahui karakteristik Metode geolistrik Erik Febriarta, Tengah akuifer berdasarkan akuifer pesisir Cilacap konfigurasi resistivitas Ahmad Cahyadi, 2013 pendugaan geolistrik di Sclumberger tahanan jenis Nurul Khakhim, pesisir kabupaten cilacap Lili Ismangil, Jawa Tengah. Hasil nilai Penampang melintang Hari Prihatno tahanan jenis Tipe material Ketebalan akuifer 6 Bima Arifiyanto Cekungan Air Identifikasi Potensi Mengidentifikasi Tanah (CAT) Akuifer DI Cekungan Air Karakteristik potensi Geolistrik Wates Tanah (CAT) Wates, akuifer di CAT Wates, konfigurasi Kabupaten Kulon Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo Sclumberger Progo 2014 7 Metode Metode Flownet 1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Airtanah Airtanah merupakan salah satu jenis sumberdaya air yang banyak dimanfaatkan oleh manusia. Airtanah memiliki keunggulan dibanding air permukaan. Keunggulan airtanah adalah kualitas dan kuantitasnya yang lebih baik dalam hal pemanfaatan oleh manusia. Kualitas airtanah relatif lebih baik dibandingkan dengan air permukaan. Airtanah memiliki sifat yang lebih sulit untuk tercemar karena terletak di bawah permukaan tanah (Purnama, 2010). Potensi air secara keseluruhan tergambar dalam Tabel 1.2. Tabel 1.2 Potensi Sumberdaya Air Sumberdaya Air Volume (juta km³) Presentase (%) Air Laut 1.338 96,53 Air Tawar 35,03 2,53 12,95 0,94 1.385,98 100 Lainnya (Airtanah Asin, Danau Asin, Air Payau, Air di udara) Total Sumber : Kodoatie dan Sjarief, (2005) Permasalahan airtanah terletak pada keberadaannya yang terbatas serta distribusinya yang tidak merata. Kerusakan pada sumberdaya airtanah juga terus terjadi dan akibatnya akan memberikan dampak yang luas serta pemulihannya sulit dilakukan. Menurut Undang-undang No.7 tahun 2004: “Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah“ Airtanah merupakan semua air yang terdapat di bawah permukaan tanah pada zona jenuh air (zone of saturation). Airtanah yang terbentuk berasal dari air hujan maupun aliran air permukaan yang meresap (infiltrate) ke zona tak jenuh (zone of aeration) dan kemudian meresap makin dalam (percolate) hingga mencapai zona jenuh 8 air dan menjadi airtanah (Todd, 1980). Airtanah akan bergerak dalam tanah dan terdapat dalam ruang antar butir-butir tanah. Airtanah merupakan salah satu sumberdaya air yang memiliki kualitas paling baik. Kualitas airtanah dipengaruhi oleh keadaan geologi, jenis material tanah, vegetasi dan penggunaan lahan. Airtanah terdapat pada suatu lapisan geologi yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan meloloskan air tanah dalam jumlah berarti. Menurut Todd (1980) secara umum formasi geologi penyusun airtanah dapat dibedakan menjadi 4 jenis yaitu: a. Akuifer merupakan sebuah formasi dengan material permeabel yang mampu menyimpan serta menyalurkan sejumlah airtanah dengan baik. Akuifer biasanya tersusun dari material pasiran hingga kerikil; b. Akuiklud merupakan sebuah formasi dengan lapisan jenuh namun relatif menyerupai lapisan impermeabel sehingga kemampuannya dalam menyalurkan air sangat buruk. Contoh material akuiklud berupa lempung; c. Akuifuge merupakan formasi yang terdiri dari material yang impermeabel sehingga tidak mampu meloloskan air. Contoh material akuifuge seperti batuan granit yang solid; d. Akuitard merupakan formasi dengan lapisan permeabel yang buruk, sehingga tidak mampu menyalurkan airtanah dengan bebas, namun masih mampu menyalurkan airtanah walaupun tidak dengan jumlah yang besar. Contoh materialnya yaitu lempung pasiran. 1.6.2. Akuifer Akuifer adalah lapisan pembawa air. Akuifer merupakan lapisan bawah tanah yang mengandung air dan mampu mengalirkan air. Hal ini disebabkan karena lapisan tersebut bersifat permeable yaitu mampu mengalirkan air dengan baik karena adanya pori-pori pada lapisan tersebut. Pelapisan batuan atau material yang berpotensi menyimpan dan megalirakan air ini sangat tergantung dari tingkat porositas dan permeabilitas yang ada (Davis dan Weist, 1966). Porositas adalah kemampuan lapisan 9 yang mengandung air dan dinyatakan sebagai presentase rongga-rongga batuan atau pori batuan terhadap volume total batuan. Sedangkan permeabilitas adalah ukuran mudahnya aliran airtanah melalui akuifer (Todd,1980). Sebagai sistem akuifer, airtanah dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu akuifer/airtanah tidak tertekan dan akuifer/aritanah tertekan. Airtanah bebas/airtanah tidak tertekan (unconfined aquifer) yaitu airtanah yang dibatasi oleh muka freatik (water table) di bagian atas serta di bagian bawahnya dibatasi oleh lapisan kedap. Dalam jenis akuifer ini juga dapat ditemukan airtanah menggantung (perched aquifer). Tipe selanjutnya adalah airtanah tertekan yang terletak dibawah lapisan kedap sehingga memiliki tekanan lebih besar dibandingkan tekanan atmosfir. Jenis akuifer lainnya adalah akuifer bocor (leaky aquifer) yang merupakan kombinasi antara akuifer bebas dengan tertekan, sehingga disebut airtanah semi tertekan (Purnama, 2010). Kondisi imbuhan airtanah pada akuifer juga akan dipengaruhi oleh kemiringan lereng didaerah tersebut (Todd,1980). Jenis akuifer akan digambarkan pada Gambar 1.1. berikut : Gambar 1.1. Akuifer bebas dan Akuifer tertekan (Sumber : Kodoatie dan Sjarief, 2005) Potensi airtanah di suatu wilayah sangat terkait dengan karateristik akuifer. Karakteristik akuifer yang sangat menentukan potensi airtanah di suatu wilayah diantaranya adalah jenis material, stratigrafi batuan, ketebalan akuifer dan kedalaman 10 akuifer yang menggambarkan kedalaman airtanah (Purnama dkk, 2013). Salah satu contoh akuifer yang baik adalah akuifer yang tersusun dari lapisan pasir atau kerikil. Menurut Fetter (1988) akuifer memiliki karakteristik yang berbeda-beda akibat keragaman geologinya, sehingga sifat-sifat hidrolik, persebaran dan volumenya juga akan berbeda-beda. Formasi geologi atau dalam hal ini adalah akuifer dapat diidentifikasi dengan menggunakan metode geofisika. Salah satu metode geofisika yang banyak digunakan adalah metode geolistrik tahanan jenis. Batuan atau material dengan rongga atau pori-pori banyak akan memiliki tingkat resistivitas atau tahanan jenis yang berbeda dengan batuan atau material yang sedikit memiliki pori-pori (Zohdy dkk, 1980). Batuan dan material yang memiliki rongga atau pori-pori inilah yang berpotensi menyimpan air dan mengalirkan airtanah. Batuan atau material seperti inilah yang disebut sebagai akuifer. 1.6.3. Cekungan Air Tanah (CAT) Cekungan Air Tanah atau sering disebut CAT merupakan suatu wilayah yang memiliki kesatuan akuifer dan juga memiliki batas hidrogeologis sebagai tempat berkumpulnya airtanah (Kodoatie dan Sjarief, 2005). CAT secara hidrogeologis memiliki suatu karakteristik geologi yang unik karena airtanah akan mengalir dan berkumpul pada daerah ini. CAT memiliki karakteristik material yang relatif homogen serta memiliki potensi besar untuk menyimpan dan mengalirkan airtanah. CAT memiliki suatu batasan kusus. Batasan yang dimaksudkan merupakan batasan akibat dari kondisi geologi bawah permukaan, seperti zona sesar, lipatan, dan kemiringan lapisan batuan. Akibatnya zona pelapisan batuan dan persebaran batuan juga akan terbatasi. Cekungan Air Tanah atau CAT memiliki kriteria seperti yang tertuang dalam Pasal 8, PP No. 43/2008 tentang airtanah. Kriteria CAT menurut Pasal 8, PP No. 43/2008 tentang airtanah yaitu: 1. Mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi geologis dan/atau kondisi hidrolik airtanah. Batas hidrogeologis merupakan suatu batas fisik pada wilayah pengelolaan airtanah. Batas hidrogeologis dapat berupa batas antara 11 batuan lolos dan tidak lolos air, batas pemisah airtanah, dan batas yang terbentuk oleh struktur geologi yang meliputi, antara lain, kemiringan lapisan batuan, lipatan, dan patahan; 2. Mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan airtanah dalam satu sistem pembentukan air tanah. Daerah imbuhan airtanah merupakan kawasan lindung airtanah, sedangkan daerah lepasan air tanah secara umum merupakan daerah yang airtanahnya dapat dimanfaatkan; 3. Memiliki satu kesatuan sistem akuifer. Hal yang dimaksudkan adalah kesatuan susunan akuifer, termasuk lapisan batuan kedap air yang berada di dalamnya. Selain akibat aliran airtanah yang mengalir ke Cekungan ini, CAT memiliki potensi airtanah yang tinggi dikarenakan material akuifer yang memiliki tingkat porositas yang baik (Purnama, 2010). Menurut Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2008 tentang airtanah, CAT menjadi salah satu dasar pengelolaan sumberdaya airtanah. Pengelolaan airtanah berbasis Cekungan Air Tanah atau CAT memiliki arti bahwa CAT dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan penyusunan strategi pengelolaan airtanah. Pengelolaan airtanah termasuk di dalamnya adalah pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak airtanah. 1.6.4. Penentuan Batas Cekungan Air Tanah (CAT) Menurut Danaryanto, dkk (2005) penentuan batas CAT dilakukan dengan melihat kondisi hidrogeologis wilayah tersebut. Kondisi yang diamati adalah batas hidrolik dari kondisi kontur dan kondisi geologis daerah tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2008 tentang Air Tanah penyusunan rancangan penetapan CAT dilakukan melalui tahapan: 1. Identifikasi cekungan airtanah; 2. Penentuan batas cekungan airtanah; dan 3. Konsultasi publik. 12 Rancangan penetapan CAT terbagi menjadi 4 kategori. Keadaan ini akibat penentuan CAT yang menggunakan dasar kondisi hidrogeologis bukan batas administrasi. Kategori penetapan CAT adalah sebagai berikut: 1. Cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota; 2. Cekungan air tanah lintas kabupaten/kota; 3. Cekungan air tanah lintas provinsi; 4. Cekungan air tanah lintas negara. Selain hal itu, penentuan batas Cekungan Air Tanah (CAT) juga meliputi batas lateral dan batas vertikal. Penentuan batas lateral dilakukan untuk mengetahui keberadaan cekungan airtanah yang mencakup satu wilayah kabupaten/kota, lintas kabupaten/kota, lintas provinsi, atau lintas negara. Menurut Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2008 tentang Air Tanah, penentuan batas lateral cekungan airtanah dilakukan sebagai berikut : a. Batas tanpa aliran eksternal Batas tanpa aliran eksternal ditentukan berdasarkan Peta Geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000 dan Peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000. b. Batas pemisah air tanah Batas pemisah air tanah ditentukan berdasarkan peta geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000 dan peta topografi/peta rupa bumi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000. c. Batas muka air permukaan eksternal Batas pemisah air tanah ditentukan berdasarkan peta geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, peta topografi/peta rupa bumi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, dan hasil analisis data hidrogeologi bawah permukaan dari kegitan pengeboran atau pendugaan geofisika. 13 d. Batas aliran air tanah Batas aliran air tanah masuk ke dalam cekungan air tanah dan batas aliran air tanah keluar dari cekungan air tanah ditentukan berdasarkan peta geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, peta hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, peta curah hujan tahunan rata-rata skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, dan peta aliran air tanah skala lebih besar atau sama dengan 1:100.000. Penentuan batas vertikal dilakukan untuk mengetahui batas, sebaran, dan dimensi cekungan air tanah pada arah vertikal. Menurut Peraturan Pemerintah No.34 tahun 2008 tentang Air Tanah, penentuan batas vertikal cekungan air tanah dilakukan dengan cara sebagi berikut : a. Batas tanpa aliran internal Batas tanpa aliran internal ditentukan berdasarkan peta geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, Peta Hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, hasil analisis pendugaan geofisika, dan penampang litologi dari hasil kegiatan pengeboran. b. Batas muka air permukaan internal Batas muka air permukaan internal ditentukan berdasarkan Peta Geologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, Peta Hidrogeologi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, Peta topografi skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, hasil analisis pendugaan geofisika, penampang litologi dari hasil kegiatan pengeboran, dan hasil analisis data pengukuran atau rekaman kedudukan muka air saluran/kanal dan muka air sungai. c. Batas muka air tanah bebas Batas muka air tanah bebas ditentukan berdasarkan peta muka air tanah bebas skala lebih besar atau sama dengan 1:250.000, untuk memperoleh informasi tentang kedudukan muka air tanah. 14 1.7. Kerangka Teori Identifikasi karakteristik dan potensi akuifer di CAT Wates dilakukan untuk mengetahu karakteristik akuifer yang ada di cekungan ini. Karakteristik akuifer ini kemudian dapat menggambarkan potensi airtanah yang dapat dimanfaatkan. Kabupaten Kulon Progo memiliki tingkat potensi pengembangan daerah yang tinggi. Potensi ini diikuti dengan penurapan airtanah yang juga semakin meningkat. Diperlukan suatu studi tentang potensi akuifer yang ada di CAT Wates. Identidikasi potensi akuifer di CAT Wates menggunakan beberapa metode yang kemudian akan menghasilkan suatu gambaran potensi yang dapat dianalisis. Identifikasi ini menggunakan beberapa indikator seperti geologi, tanah dan lahan, kondisi akuifer, dan juga varibael airtanah. Indikator geologi terdapat variabel yaitu karakteristik geologi. Karakteristik geologi CAT Wates dapat diamati dengan cara menganalisis peta geologi dan juga peta hidrogeologi daerah ini. Indikator lainnya adalah tanah dan lahan. Indikator ini dapat menggambarkan kondisi fisik dari daerah CAT Wates. Variabel yang diamati seperti karakteristik tanah yang diamati dengan data bor. Varibael karakteristik lahan yang dapat diamati dengan data penginderaan jauh. Indikator selanjutnya adalah indikator akuifer. Variabel yang digunakan untuk mengetahui indikator ini adalah varibel karakteristik akuifer. Karakteristik akuifer yang dimaksud adalah ketebalan akuifer, jenis material akuifer, dan juga luasan akuifer. Karakteristik akuifer dapat diamati dari hasil penampang tahanan jenis hasil geolistrik dan juga identifikasi peta hidrogeologi. Indikator selanjutnya adalah airtanah. Varibael yang digunakan seperti kedalaman muka airtanah, arah aliran air tanah, debit air tanah, dan hasil aman penurapan. Kedalaman muka airtanah didapatkan dari pengukuran sumur, arah aliran dan debit aliran air tanah didapat dari hasil analisis flownet. Hasil aman didapatkan dari analisis karakteristik material akuifer dengan fluktuasi. Gabungan dari analisis beberapa indikator ini kemudian akan dapat menggambarkan potensi akuifer di Cekungan Air Tanah (CAT) Wates. 15 Topik Utama Indikator Variabel Karakteristik kondisi geologi (Formasi batuan) Geologi Karakteristik akuifer Karakteristik AKuifer Akuifer Interpretasi geolistrik Kedalaman muka airtanah (Meter) Potensi Arah Aliran Air tanah Airtanah Akuifer Debit Airtanah (Meter3/detik) Hasil Aman Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran 16