BAB IV KESIMPULAN Sebagai perempuan abad 19, Edna dalam novel The Awakening pada dasarnya tidak hanya melakukan protes terhadap domestifikasi yang harus dilakukan dalam statusnya sebagai istri di dalam pernikahan. Edna tidak sekedar menyuarakan ketidaksetujuannya pada domestifikasi, namun sebagai perempuan dan sebagai seorang istri, ia menyuarakan pertanyaan yang lebih radikal dan kompleks. Pertanyaan yang radikal dan kompleks tersebut adalah yang berhubungan dengan sesuatu yang mendasari dan yang menjadi sifat-sifat yang membedakan, dan mengkotak-kotakkan laki-laki dan perempuan yang dipercayai berasal dari perbedaan biologis jenis kelamin mereka. Edna sebagai seorang perempuan, merasakan dan melihat adanya dampak negatif dari pengkotakkotakkan dan pembedaan laki-laki dan perempuan pada posisinya sebagai seorang istri dalam pernikahan dan pada hubungannya dengan suaminya. Melalui pernikahan, Edna mentransformasi statusnya menjadi seorang istri. Transformasi status yang yang diperoleh Edna ketika memasuki pernikahan ini membawa tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya untuk dijalankan sesuai dengan gender role nya sebagai perempuan. Status Edna sebagai seorang istri menempatkannya pada wilayah privat dengan domestifikasi dan pengasuhan anak. Wilayah privat meskipun dijadikan sebagai wilayah Edna sebagai seorang istri, akan tetapi wilayah tersebut tidak sepenuhnya menjadi milik Edna. Di dalam wilayah privat tersebut, Edna hanya menjadi pelakon dan 136 ‘pekerja’, dan dirinya tidak diberi kebebasan untuk mengatur dan bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri, meskipun berdasarkan narasi kontrak seksual wilayah privat dijadikan sebagai ruang gerak seorang istri. Kontrol pada wilayah privat ini tetap berada di tangan Mr. Pontellier sebagai suaminya. Sebagai seorang perempuan yang memasuki pernikahan, Edna tidak hanya mentransformasi statusnya. Dalam narasi kontrak seksual ketika laki-laki dan perempuan bersedia menjadi suami dan istri dengan memasuki pernikahan, maka pada saat itu juga terjadi poses exchange antara keduanya. Proses exchange antara Edna dan Mr. Pontellier adalah berupa perlindungan dan kepatuhan. Sebagai seorang suami, Mr. Pontellier diharapkan untuk memberikan perlindungannya kepada Edna karena berdasarkan kondisi natural jenis kelaminnya, ia lebih kuat. Kemudian sebagai timbal balik dan bayaran yang diberikan oleh suaminya, Edna sebagai seorang istri dituntut untuk memberikan kepatuhannya. Dalam novel The Awakening, Kate Chopin sebagai penulis menegasikan kepatuhan yang seharusnya diberikan oleh seorang istri kepada suaminya. Kepatuhan tersebut meskipun menjadi salah satu atribut dari True Womanhood yang ada pada abad 19, namun definisi dari kepatuhan tersebut tidak berarti perempuan bisa diperlakukan semena-mena oleh suaminya. Kepatuhan pada akhirnya akan menjadi senjata yang digunakan oleh laki-laki untuk mendominasi perempuan. Kate Chopin menampilkan dua situasi yang berlawanan dalam The Awakening, untuk memperlihatkan posisinya yang menolak kepatuhan yang harus 137 diberikan oleh seorang istri sebagai bayaran atas perlindungan yang diberikan oleh seorang suami. Pertama, Chopin terlebih dahulu menjadikan Edna sebagai seorang istri yang patuh, yang menjalankan keinginan suaminya dengan tanpa berfikir seperti halnya orang berjalan dan bergerak. Namun setelah itu, Chopin memunculkan perasaan-perasaan penolakan dalam diri Edna atas kepatuhan yang harus dia berikan kepada suaminya. Kemunculan perasaan-perasaan penolakan dalam diri Edna yang kemudian ditampilkan dalam tindakannya terhadap suaminya merupakan sebuah bentuk kesadaran perempuan, yang menyadari bahwa kepatuhan yang diberikannya kepada suaminya hanya menjadikannya sebagai boneka berjalan dan sebagai bentuk legitimasi superioritas laki-laki. Penolakan-penolakan ini membuat sikap Edna berbeda, sehingga Mr. Pontellier sebagai suaminya, tidak puas dengan apa yang dilakukan Edna dan menganggapnya gagal dalam menjalankan tugas yang ada pada gender role nya sebagai istri. Kate Chopin dalam novel The Awakening melalui hubungan pernikahan Edna dan Mr. Pontellier menunjukkan bahwa subordinasi terhadap peremuan dalam pernikahan telah menjadi sebuah sistem yang dijalankan oleh masyarakat. Ketika memasuki pernikahan, perempuan telah memasuki sebuah sistem yang terlegitimasi untuk menjalankan praktek-praktek dominasi dan opresi. Sistem tersebut sangat kuat sehingga mengikat perempuan dengan batasan-batasan yang mengekang hak-haknya sebagai individu yang otonom. Oleh karena itu, pernikahan kemudian menjadi sebuah institusi yang mengopresi perempuan baik secara simbolik maupun tidak. 138 Bentuk opresi yang ada dalam pernikahan tidak selalu dalam bentuk kekerasan fisik yang diterima oleh perempuan. Dalam novel The Awakening, Edna tidak mendapatkan perlakuan kasar berupa kekerasan fisik dari suaminya, namun ia merasakan kesewenang-wenangan dan egoisitas yang dimiliki oleh suaminya yang mengagung-agungkan superioritas gendernya sebagai laki-laki, sehingga memberikan perintah dan tuntutan-tuntutan yang begitu banyak kepada Edna. Kesewenang-wenangan dan egoisitas yang ada pada perintah dan tuntutantuntutan suaminya membuat Edna ingin keluar dari opresi yang selama ini diterimanya. Keinginan Edna untuk keluar dari opresi yang selama ini diterimanya untuk menjadi seorang individu yang otonom, bukanlah sebuah proses yang mudah. Dalam hal ini, Edna harus berjalanan berlawanan dengan alur yang seharusnya diikuti oleh perempuan-perempuan bersuami pada zamannya. Edna harus berjuang sendiri demi kebebasannya karena lingkungkan sekelilingnya tidak mendukung dan belum bisa menerima keputusannya yang dianggap berani dan melanggar sistem yang semestinya dipatuhinya. Akhirnya, dengan keputusan yang diambil perempuan untuk keluar dari tekanan-tekanan yang selama ini mereka terima dalam pernikahan, tindakan mereka tidak dapat dikatakan sebagai sebuah keegoisan. Dengan tindakannya tersebut perempuan tidak sedang berubah wujud menjadi monster dan menjadi egois dengan tidak memperdulikan sekelilingnya. Akan tetapi dengan perlawanan dan pemberontakan yang sedang mereka suarakan, mereka sedang mencari jalan, mencari pintu untuk berdiri sendiri dan berjalan sendiri sesuai dengan keinginan 139 yang mereka miliki tanpa diatur dan dikontrol oleh kekuasaan-kekuasaan yang selama ini merugikan dan menempatkan perempuan pada posisi yang subordinat. Posisi Kate Chopin sebagai pengarang dalam novel The Awakening, meskipun pada awalnya memiliki tujuan untuk menjadikan perempuan sebagai individu yang otonom dengan mengeluarkan mereka dari peran dan posisinya sebagai istri dan ibu, namun Chopin tidak sepenuhnya berhasil dan masih terbentur dengan kuatnya sistem dan konvensi yang ada dalam masyarakat. Chopin ingin menempatkan perempuan pada posisi yang lebih baik, yang tidak selamanya bergantung pada laki-laki dan terlepas dari subordinasi dan dominasi yang dilakukan oleh laki-laki. Chopin berusaha melabeli perempuan dengan keberanian dan kekuatan untuk mendobrak dan melawan aturan serta ketetapan yang menjadikan mereka sebagai pihak yang inferior. Akan tetapi, masyarakat memiliki tembok sistem yang begitu kuat yang sulit ditembus oleh seorang perempuan yang hanya menginginkan kebebasan yang sama dengan yang dimiliki oleh laki-laki. Keinginan perempuan abad 19, seperti halnya Edna, untuk keluar dari peranan mereka sebagai istri dan untuk memiliki kebebasan otonom dengan kekuatan dan keberanian yang mereka miliki itu tidak cukup. Sekuat apapun mereka berjuang untuk mengalahkan sistem yang ada di masyarakat itu tidak dapat menghasilkan kebebasan otonom yang mereka inginkan. Sistem dan konvensi yang ada dalam masyarakat dapat dicairkan apabila laki-laki dapat mengubah perspektif mereka, memiliki pemahaman yang baik tentang perbedaan gender dan menghilangkan hirarki yang ada dalam gender. Kebebasan otonom 140 seorang perempuan yang diperjuangkan secara sepihak tidak akan mendapatkan tempat dalam masyarakat. Dalam The Awakening, kematian yang dialami Edna pada akhirnya dapat memperlihatkan bahwa sebagai seorang perempuan Edna telah kalah dengan sistem yang sangat kuat yang tidak bisa dilawannya seorang diri. Dialog-dialog Edna dengan dirinya sendiri ketika berjalan ke tengah lautan menunjukkan bahwa Edna memiliki kekalutan pikiran karena penderitaan yang dirasakannya. Chopin menarasikan kekalutan pikiran Edna ketika berjalan ke tengah lautan melalui ingatan dan kenangan Edna yang berjalan flashback kemudian kembali ke realita. Kekalahan yang dialami Edna setelah dirinya tidak berhasil mendobrak sistem yang ada, semakin terlihat pada saat Edna menyadari bahwa dirinya telah berjalan semakin ke tengah laut dan semakin menjauh dari daratan, dengan mengatakan bahwa ia sudah terlalu lelah untuk kembali. Melalui kalimat terakhir Edna tersebut, Chopin sebagai pengarang menunjukkan bahwa telah terjadi penyerahan yang dilakukan oleh seorang perempuan pada sebuah sistem yang ada dalam masyarakat yang tidak dapat dilawannya. Meskipun pada akhirnya Edna kalah dengan kuatnya sistem yang tidak bisa dilawannya seorang diri, akan tetapi perlawanan yang sudah dilakukan Edna menjadi bukti bahwa sebagai seorang perempuan Edna telah berhasil bangkit dari posisinya selama ini. Dengan perlawanan yang sudah dilakukannya, Edna menyadari posisinya sebagai seorang istri yang tidak memberikannya kebebasan sebagai individu dan ia bangkit dari dominasi dan opresi yang selama ini ditemui 141 dalam kehidupan pernikahannya. Perlawanan Edna adalah bukti dari kebangkitan perempuan. 142