hubungan tingkat stres dalam menyusun tugas akhir dengan

advertisement
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR
DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA
PRGRAM STUDI DIV KEBIDANAN STIKES NGUDI WALUYO
Riski khairani
Program Studi DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
Email : [email protected]
ABSTRAK
Keputihan merupakan cairan berbau dan warnanya kuning yang keluar
melalui organ reproduksi wanita yang beresiko timbulnya penyakit, kemandulan
hingga kanker. Keputihan fisilogis dapat ditemukan pada saat menjelang
menstruasi atau setelah menstruasi, rangsangan seksual hingga kondisi stress.
Stresor atau penyebab stress pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan
akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal. Tuntutan eksternal dapat
bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang tua untuk
berhasil di kuliahnya dan penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat stress
dalam menyusun tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa
Program Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Desain penelitian ini deskriptif korelasional dengan pendekatan cross
sectional Populasi penelitian ini mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan
STIKES Ngudi Waluyo Ungaran sebanyak 123 mahasiswa dengan sampe l56
responden. Alat pengambilan data menggunakan kuesioner dan analisis data
menggunakan chi square.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan tingkat stress dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Program Studi
D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran dengan p value sebesar 0,047< α
(0,05). Sebaiknya mahasiswa mengendalikan stress yang dialami diantaranya aktif
melakukan bimbingan tugas akhir, aktif olahraga ataupun mendengarkan musik.
Kata Kunci : tingkat stress dalam menyusun tugas akhir, kejadian keputihan
fisiologi, mahasiswa
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
ABSTRACT
Leucorrhea is smelling and yellow colored liquid that comes out through
the female reproductive organs which at risk of disease, infertility, and cancer.
Physiological leucorrhea can be found at just before menstruation or after
menstruation, sexual stimulation and stress. The stressors can be sourced from
academic life, especially of external assertions, such as assignments, teaching
loads, the demands of parents to succeed in college and social adjustment in the
campus environment. The purpose of this study is to find the correlation between
stress levels in preparing the final assignment and the incidence of physiological
leucorrhea in students of Diploma IV of Midwifery Study Program at Ngudi
Waluyo School of Health Ungaran.
This was a descriptive-correlative study with cross sectional approach.
The population in this study was students of Diploma IV of Midwifery Study
Program at Ngudi Waluyo School of Health Ungaran as many as 123 students.
The samples in this study were 56 respondents. The data were collected by using
questionnaires and then be analyzed by using chi square test.
The results of this study indicate that there is no correlation between stress
levels in preparing the final assignment and the incidence of physiological
leucorrhea in students of Diploma IV of Midwifery Study Program at Ngudi
Waluyo School of Health Ungaran with the p-value of 0.047 < α (0.05). The
students are expected to control the stress by making guidance actively, active in
exercises or listening to music.
Keywords
: Stress levels in preparing the final assignment, the incidence of
physiological leucorrhea, Students
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa
dewasa yang meliputi semua perkembangannya yang dialami sebagai
persiapan memasuki masa dewasa. Masa remaja terdiri dari tiga sub fase yaitu
masa remaja awal (usia 11-14 tahun), masa remaja pertengahan (usia 15-17
tahun) dan masa remaja akhir (usia 18-20 tahun). Masa remaja mengalami
perkembangan fisiologis, psikososial, kognitif, moral dan perkembangan
seksual. Perubahan fisiologis pada masa remaja merupakan hasil aktivitas
hormonal di bawah pengaruh sistem saraf pusat. Perbedaan fisik antara kedua
jenis kelamin ditentukan berdasarkan karakteristik seks primer yaitu organ
internal dan eksternal yang melaksanakan fungsi reproduktif misalnya
ovarium, uterus, payudara dan penis (Wong, 2008).
Karakteristik seks sekunder merupakan perubahan yang terjadi di
seluruh tubuh sebagai hasil dari perubahan hormonal (misalnya perubahan
suara, munculnya rambut pubertas dan penumpukan lemak) tetapi tidak
berperan langsung dalam reproduksi (Wong, 2008). Masalah yang dapat
dijumpai pada masa remaja khususunya remaja perempuan adalah perubahan
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
bentuk tubuh, adanya jerawat atau acne, gangguan emosional, gangguan
miopi, adanya kelainan kifosis, penyakit infeksi, dan keputihan (Hidayat,
2008).
Keputihan merupakan infeksi jamur kandida pada genetalia perempuan
dan disebabkan oleh organisme seperti ragi yaitu candida albicans dalam
keadaan normal, vagina memproduksi cairan yang berwarna bening, tidak
berbau, tidak berwarna, jumlahnya tak berlebihan dan tidak disertai gatal.
Keputihan merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada perempuan.
Keputihan dapat terjadi pada keadaan yang normal (fisiologis), namun dapat
juga merupakan gejala dari suatu kelainan yang harus diobati (patologis)
(Clayton, 2008).
Keputihan yang fisiologis dapat timbul saat terjadi perubahan siklus
hormonal, seperti sebelum pubertas, stres psikologis, sebelum dan setelah
datang bulan, kehamilan, saat menggunakan kontrasepsi hormonal, atau saat
menopause (Kumalasari 2015).
Penyebab terjadinya keputihan pada wanita juga dapat dipengaruhi
oleh faktor stres. Hal ini terjadi karena ketika seseorang sedang stres, organorgan dalam tubuh juga terpengaruh. Ketika otak mengalami stres ataupun
kelelahan, otak yang mengontrol dan mengatur kinerja organ-organ dalam
tubuh juga terpengaruh dan tidak bekerja dengan optimal. Ketidakmaksimalan
kemampuan otak untuk mengatur organ-organ dalam tubuh menyebabkan
kemampuan organ-organ dalam tubuh menjadi terganggu. Produksi hormon
yang ada dalam tubuh juga menjadi tidak seimbang sehingga dapat
merangsang terjadi munculnya keputihan pada organ kewanitaan (Maria,
2009).
Ada empat faktor yang dapat membuat remaja menjadi stres, yaitu
penggunaan obat-obat terlarang, kenakalan remaja, pengaruh negatif dan
masalah akademis (Indri, 2007). Mahasiswa dalam kegiatannya juga tidak
terlepas dari stres. Stresor atau penyebab stres pada mahasiswa dapat
bersumber dari kehidupan akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan
tuntutan dari harapannya sendiri. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari
tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang tua untuk berhasil di
kuliahnya dan penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya. Tuntutan ini juga
termasuk kompetensi perkuliahan dan meningkatnya kompleksitas materi
perkuliahan yang semakin lama semakin sulit. Tuntutan dari harapan
mahasiswa dapat bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti
pelajaran (Heiman & Kariv, 2015).
Penyesuaian diri merupakan suatu proses individu dalam memberikan
respon terhadap tuntutan lingkungan dan kemampuan untuk melakukan
koping terhadap stres. Kegagalan individu dalam melakukan penyesuaian diri
dapat menyebabkan individu mengalami gangguan psikologis. Salah satu
masalah penyesuaian diri yang sering dihadapi mahasiswa adalah penyesuaian
diri dalam bidang pendidikan, contohnya adalah penyesuaian diri pada tugas
skripsi (Christensen & Janet, 2009).
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya stres pada
mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir dapat dibagi atas faktor
internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berasal dari diri individu
yang terdiri atas motivasi atau harapan, kondisi fisik dan tipe kepribadian dari
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
mahasiswa itu sendiri dan faktor eksternal yang berasal dari luar individu itu
sendiri seperti keluarga, pekerjaan, fasilitas, lingkungan, literatur, biaya, dosen
pembimbing, beban SKS yang ada dan faktor-faktor lainnya (Gunawati &
Hartati, 2015).
Kegagalan dalam penyusunan tugas akhir juga disebabkan oleh
adanya kesulitan mahasiswa dalam mencari judul tugas akhir, kesulitan
mencari literatur dan bahan bacaan, dana yang terbatas, serta adanya
kecemasan dalam menghadapi dosen pembimbing (Gunawan, Hartati dan
Listiara, 2006). Apabila masalah-masalah tersebut menyebabkan adanya
tekanan dalam diri mahasiswa maka dapat menyebabkan adanya stres dalam
menyusun tugas akhir pada mahasiswa (Gunawan, Hartati dan Listiara, 2006).
Kondisi tubuh yang selalu tegang, cemas, kelelahan dan kurang
istirahat dapat menimbulkan keputihan. Semua organ tubuh kinerjanya
dipengaruhi dan dikontrol oleh otak, maka ketika reseptor otak mengalami
kondisi stres, hal ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan dan
keseimbangan hormon-hormon dalam tubuh dan hal ini dapat menimbulkan
terjadinya keputihan (Suparyanto, 2010). Kondisi tubuh yang kelelahan dan
stres baik fisik maupun psikologis (seperti tuntutan akademis yang dinilai
terlalu berat, hasil ujian yang buruk dan tugas yang menumpuk) dapat
mempengaruhi kerja hormon-hormon yang ada dalam tubuh perempuan
termasuk memicu peningkatan hormon estrogen. Pengaruh hormon estrogen
ini menyebabkan terjadinya keputihan (Shadine, 2009).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2016
diperoleh data jumlah mahasiswa DIV Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran tahun 2016 yang menempuh mata kuliah skripsi sebanyak 123
mahasiswa. Peneliti juga melakukan pengukuran tingkat stres dan kejadian
keputihan fisiologi pada mahasiswa dengan menggunakan wawancara
terhadap 10 orang mahasiswa di peroleh 7 mahasiswa (70,0%) mengalami
pengeluaran cairan yang berlebihan dari liang senggama (vagina) yang
menyebabkan seringkali mengganti pakaian dalam atau menggunakan
pembalut dimana 5 mahasiswa (71,4%) tidak kesulitan mengatur waktu
istirahat, masih bisa untuk bersantai dan tidak mudah lelah, tidak cemas, sabar,
tidak gelisah, tidak merasa tegang, tidak tidur larut malam, tidak mudah marah
dan tersinggung, dan tidak sulit untuk berkonsentrasi dan 2 mahasiswa
(28,4%) kesulitan mengatur waktu istirahat, tidak bisa untuk bersantai dan
mudah lelah, cemas, sabar, gelisah, merasa tegang, tidur larut malam, mudah
marah dan tersinggung dan sulit untuk berkonsentrasi.
Peneliti juga memperoleh 3 mahasiswa (30,0%) tidak mengalami
pengeluaran cairan yang berlebihan dari liang senggama (vagina) dimana 2
mahasiswa (66,7%) tidak kesulitan mengatur waktu istirahat, masih bisa untuk
bersantai dan tidak mudah lelah, tidak cemas, sabar, tidak gelisah, tidak
merasa tegang, tidak tidur larut malam, tidak mudah marah dan tersinggung
dan tidak sulit untuk berkonsentrasi dan 1 mahasiswa (33,3%) kesulitan
mengatur waktu istirahat, tidak bisa untuk bersantai dan mudah lelah, cemas,
sabar, gelisah, merasa tegang, tidur larut malam, mudah marah dan
tersinggung dan sulit untuk berkonsentrasi.
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
Tujuan penelitian : Mengetahui hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Program Studi
D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
METODE PENELITIAN
Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Menurut
Notoatmodjo (2010), deskriptif korelasional merupakan penelitian hubungan
antara dua variabel pada suatu situasi atau sekelompok subjek. Desain ini
dipilih karena peneliti mencoba untuk mengetahui hubungan tingkat stres
dalam menyusun tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada
mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Program Studi D4 Kebidanan STIKES
Ngudi Waluyo Ungaran pada tanggal 15-16 Juli 2016.
Populasi dan Sampel
Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program
Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang sedang menyusun
tugas akhir sebanyak 123 Mahasiswa. Besar sampel yang disgunakan dalam
penelitian ini sebanyak 56 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah purposive sampling.
Instrumen Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner. Untuk variabel stress dalam
menyusun tugas akhir menggunakan Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS
42), sedangkan untuk variabel keputihan fisiologi digunakan kuesioner yang
dibuat sendiri oleh peneliti.
HASIL PENELITIAN
Analisis Univariat
Tingkat Stres dalam Menyusun Tugas Akhir
Tingkat Stres dalam
Frekuensi
Persentase
Menyusun Tugas Akhir
(f)
(%)
Ringan
20
35,7
Sedang
36
64,3
Total
56
100,0
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa tingkat stres dalam menyusun
tugas akhirmahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran lebih banyak yang mengalami stress sedang yaitu sebanyak 36 orang
(64,3%) sisanya 20 orang (35,7%) mengalami stress ringan.
Kejadian Keputihan Fisiologi
Kejadian Keputihan Fisiologi
Tidakkeputihan
Frekuensi
(f)
40
Persentase
(%)
71,4
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
Keputihan
Total
16
28,6
56
100,0
Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi
D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran lebih banyak yang tidak
mengalami kejadian keputihan fisiologi yaitu sebanyak 40 orang (71,4%)
sisanya 16 orang (28,6%) mengalami keputihan fisiologi.
Analisis Bivariat
Hubungan Tingkat Stres dalam Menyusun Tugas Akhir dengan Kejadian
Keputihan Fisiologi pada Mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES
Ngudi Waluyo Ungaran
KejadianKeputihan
Tingkat stres
Ringan
Sedang
Jumlah
Tidak Keputihan
Total
f
%
f
%
f %
18 90,0 2 10,0 20 100,0
22 61,1 14 38,9 36 100,0
40 71,4 16 28,6 56 100,0
χ2
p-value
3,938
0,047
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada Mahasiswa Program
Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh hasil
responden yang memiliki tingkat stres ringan yang tidak mengalami
keputihan yaitu 90,0% lebih tinggi dibandingkan responden yang memiliki
stres sedang yaitu 61,1%. Responden yang memiliki tingkat stres ringan yang
mengalami keputihan yaitu 10,0% lebih rendah dibandingkan tingkat stres
sedang yaitu 38,9%.
PEMBAHASAN
Analisis Univariat
Gambaran Tingkat Stres dalam Menyusun Tugas Akhir
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat stres dalam
menyusun tugas akhir mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES
Ngudi Waluyo Ungaran yang mengalami stres sedang sebanyak 36 orang
(64,3%). Mereka menyatakan bahwa sering merasa sulit untuk beristirahat
(50,0%), sulit bersantai (50,0%), meskipun kadang-kadang mudah merasa
kesal (53,6%), menghabiskan banyak energi untuk merasa cemas (50,0%),
sulit tenang setelah sesuatu membuat kesal (50,0%), sulit sabar dalam
menghadapi gangguan terhadap hal sedang dilakukan (58,9%), merasa
gelisah (50,0%) dan menemukan diri nya mudah gelisah (46,4%).
Sebagian mahasiswa yang mengalami stres sedang menyatakan bahwa
sering merasa sulit untuk beristirahat terutama tidur dimalam hari.Mereka
mengatakan masih memikirkan perkembangan penyusunan tugas akhir
diantaranya masukan dari dosen pembimbing yang harus segera direspon
yang pada akhirnya menyebabkan mereka sulit untuk jatuh terditur hingga
sering terbangun di malam hari. Mahasiswa juga menyetakan mereka sangat
sulit bersantai ketika mengingat waktu penyusunan tugas akhir yang semakin
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
mendesak sehingga terkadang mudah merasa kesal meskipun hanya diajak
bercanda dengan teman. Beberapa mahasiswa juga menyatakan
menghabiskan banyak tenaga karena rasa cemas yang dialami karena jalanjalan untuk mendistraksinya. Adapula dari mereka yang menjadi gelisah
ketika mengetahui teman sudah hampir selesai bahkan selesai sehingga
menjadi sulit sabar dalam menghadapi tantangan dalam pembuatan tugas
akhir diataranya masukan dari dosen pembimbing terkait dengan literatur atau
teknik penyusunan yang harus dibetulkan.
Stres dalam menyusun tugas akhir merupakan reaksi tubuh pada
mahasiswa terhadap kegiatan akademik ilmiah yang menggunakan penalaran
empiris atau non empiris dan memenuhi syarat metodologi disiplin ilmu
keperawatan, dilaksanakan berdasarkan usulan penelitian yang telah disetujui
oleh pembimbing dan panitia penilai usulan penelitian yang menimbulkan
tekanan, perubahan dan ketegangan emosi (Yosep, 2011; Nursalam, 2008).
Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran dalam menyusun tugas akhir
yang mengalami stres sedang dimungkinkan disebabkan oleh faktor jenis
kelamin.
Mahasiswa program studi DIV kebidanan semua berjenis kelamin
wanita.Mahasiswa dengan jenis kelamin wanita umumnya lebih mudah
terkena masalah psikologis termasuk stres jika dibandingkan dengan
mahasuswa dengan jenis kelamin pria. Wanita pada umumnya lebih mudah
terkena Psikosomatis dibanding pria. Alasanya karena wanita lebih
emosional, lebih mudah mengalami stres, cemas dan ketegangan dibanding
pria. Hal ini dimungkinkan karena sifat dan keterbukaan wanita, seperti lebih
banyak mengungkapkan keadaan dirinya dan sesuatu yang dirasakan, serta
tentang kecemasan atau rasa tertekannya. Sifat dan keterbukaan wanita
tersebut menjadikan dirinya mudah terkena pengaruh perubahan dari luar,
sehingga membuat mereka menjadi lebih emosional dan sulit melupakan
kejadian yang menimpa dirinya. Sedang pria, cenderung menolak bahwa diri
mereka menderita hal tersebut (Yumana dan Maramis, 2008).
Perbedaan segi-segi tubuh atau fisiologis antara pria dan wanita juga
mempenaruhi tingkat stres yang dialami. Wanita mengalami masa mentruasi,
dimana ketika masa itu tiba, wanita khususnya remaja putri akan merasakan
ketidakseimbangan pada segi tubuh dan beban psikis seperti tugas sekolah
atau tugas akhir bagi mahasiswi, sehingga mereka mengalami stres, menjadi
mudah marah, tegang serta cemas. Bahkan juga kelelahan fisik akibat
ketahanan psikis yang goncang, Hal ini bisa menurunkan daya tahan tubuh,
sehingga mereka mudah terkena penyakit (Gunarsa, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran yang mengalami stres ringan sebanyak 20 orang (35,7%).
Responden yang mengalami stres ringan menyatakan bahwa mereka kadangkadang merasa mudah tersinggung (75,0%), mudah marah karena hal sepele
(73,2%), menjadi tidak sabar ketika mengalami penundaan (67,9%), sangat
mudah marah (66,1%), tidak dapat memaklumi yang menghalangi sesuatu
(86,9%), meskipun masih ada yang menyatakan sering bereaksi berlebihan
terhadap situasi (41,1%).
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
Mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir kadang-kadang merasa
mudah tersinggung dengan perkataan teman meskipun hanya berupa candaan.
Mereka akan mudah tersinggung apabila candaan tersebut yang berkaitan
dengan pembuatan tugas akhir, terutama jika tingkat penyelesaian tugas akhir
mereka belum mencapai target mereka atau mendekati waktu batas
penyelesaian pembuatan tugas akhir. Mereka terkadang juga tidak dapat
memaklumi apa yang menghalangi atau menghambat penyusunan tugas akhir
misalnya harus antri untuk dapat berkonsultasi dengan dosen pembimbing
karena memang keterbatasan waktu bimbingan. Beberapa mahasiswa juga
bereaksi berlebihan ketika merasa stres seperti marah ketika bercanda dengan
teman.
Stres dapat berasal dari dalam diri maupun dari luar, misalnya stres
karena besarnya tuntutan orang tua akan prestasi akademik, maupun dari
lingkungan sekitar, misalnya kelas kuliah yang tidak nyaman . Sumber stres
pada mahasiswa paling banyak berasal dari tuntutan prestasi dari orang tua,
kelas kuliah yang tidak nyaman, frekuensi ujian, dan kurangnya waktu
rekreasi (Sreeramareddy, 2007). Mahasiswa STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
dalam menyusun tugas akhir yang mengalami stres ringan didukung oleh
faktor strategi koping mahasiswa.
Strategi coping sebagai upaya-upaya khusus, baik behavioral maupun
psikologis, yang digunakan orang untuk menguasai, mentoleransi,
mengurangi, atau meminimalkan dampak kejadian yang menimbulkan stres.
Strategi coping sebagai upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengelola
tuntutan eksternal dan internal yang dihasilkan dari sumber stres. Esensinya,
strategi coping adalah strategi yang digunakan individu untuk melakukan
penyesuaian antara sumber-sumber yang dimilikinya dengan tuntutan yang
dibebankan lingkungan kepadanya. Secara spesifik, sumber-sumber yang
memfasilitasi coping itu mencakup sumber-sumber personal (yaitu
karakteristik pribadi yang relatif stabil seperti self-esteem atau keterampilan
sosial) dan sumber-sumber lingkungan seperti dukungan sosial dan keluarga
atau sumber finansial.Strategi koping merupakan rangkaian respon yang
melibatkan unsur-unsur pemikiran untuk mengatasi permasalahan sehari-hari
dan sumber stres yang menyangkut tuntutan dan ancaman yang berasal dari
lingkungan sekitar. Strategi koping yang tepat yang digunakan oleh seseorang
dalam menghadapi stres, berpengaruh pada penurunan tingkat stresnya
(Sreeramareddy, 2007).
Gambaran Kejadian Keputihan Fisiologi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi D4
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang tidak mengalami kejadian
keputihan fisiologi sebanyak 40 orang (71,4%). Organ reproduksi merupakan
komponen yang penting bagi pria danwanita. Khususnya bagi wanita karena
wanita memiliki sistim reproduksi yang sensitif terhadap suatu penyakit
bahkan keadaan penyakit lebih dihubungkan dengan fungsi dan kemampuan
terhadap kesehatan reproduksinya.
Responden menyatakan tidak mengalami keputihan di luar pre
menstrusi dan masa subur dalam satu bulan terakhirdimana tidak adanya
lendir atau cairan yang keluar dari vagina baik dilihat dari warna dan
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
kepekatannya. Mereka menyatakan hanyak ada lendir yang berwarna bening
dan kepekatannya seperti baby oil atau putih telur. Biasanya terjadi menjelang
masa subur dan di saat masa subur sehingga vagina tak berbau dan bening.
Keputihan merupakan gejala yang sering dialami oleh mahasiswi
termasuk mereka yang sedang menyelesaikan tugas akhir (tugas akhir).
Gangguan ini merupakan masalah kedua setelah gangguan haid. Keputihan
seringkali tidak ditangani dengan serius oleh para mahasiswa yang sedang
sibuk menyusun tugas akhir. Padahal, keputihan bisa jadi indikasi adanya
penyakit. Hampir semua perempuan khususnya mahasiswa yang sedang
menyusun tugas akhir pernah mengalami keputihan. Umumnya, orang
menganggap keputihan pada wanita atau mahasiswa sebagai hal yang normal.
Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, karena ada berbagai sebab yang dapat
mengakibatkan keputihan. Keputihan yang normal memang merupakan hal
yang wajar, namun keputihan yang tidak normal dapat menjadi petunjuk
adanya penyakit yang harus diobati.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa Program Studi D4
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran yang mengalami kejadian
keputihan fisiologi yaitu sebanyak 16 orang (28,6%). Responden menyatakan
mengalami keputihan di luar pre menstrusi dan masa subur dalam satu bulan
terakhir.
Keputihan fisiologis cairan yang keluar seperti air atau kadang-kadang
agak berlendir, umumnya cairan yang keluar sedikit, jernih dan tidak berbau.
Selain itu, keputihan jenis ini juga tidak disertai rasa gatal dan perubahan
warna. Keputihan normal terjadi sebelum dan sesudah menstruasi, pada saat
terangsang secara seksual atau mengalami stres (Bahari, 2012). Beberapa
faktor yang menyebabkan keputihan diantaranya adalah faktor infeksi.
Ciri dari keputihan diantaranya cairan berwarna kekuningan sampai
hijau, sering kali lebih kental dan berbau dan mengandung banyak leukosit.
Secara langsung dapat disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, Candida
albican, dan infeks campuran dari Gardnella vaginalis dan vaginal anaerobs
(Bahari, 2012). Keadaan yang lembab pada daerah kewanitaan akan lebih
mendukung berkembangnya jamur penyebab keputihan. Untuk itu sangat
disarankan untuk menjaga agar daerah kewanitaan dalam keadaan bersih dan
tidak lembab dengan mengenakan pakaian dalam yang cukup menyerap
keringat atau terbuat dari jenis kain katun. Penggunaan cairan pembasuh
vagina harus dilakukan secara bijaksana dengan mengetahui suatu prinsip
bahwa lingkungan vagina bersifat asam yang juga merupakan lingkungan
normal bagi flora normal di vagina. Adanya perubahan lingkungan normal
tersebut, misalnya dengan penggunaan cairan pembasuh vagina yang bersifat
basa, dapat memicu pertumbuhan kuman secara abnormal yang salah satu
akibatnya adalah keputihan (Anolis, 2011).
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
Analisis Bivariat
Hubungan Tingkat Stres dalam Menyusun Tugas Akhir dengan Kejadian
Keputihan Fisiologi pada Mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES
Ngudi Waluyo Ungaran
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh
didapatkan pvalue 0,047 (α = 0,05), maka dapat disimpulkan ada hubungan
tingkat stres dalam menyusun tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi
pada Mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo
Ungaran.
Kondisi tubuh remaja pada saat stres akan mengalami perubahan,
termasuk perubahan pada hormon-hormon reproduksinya. Hormon estrogen
juga akan terpengaruh oleh kondisi stres. Hal ini menjadi penyebab pemicu
terjadinya gangguan menstruasi dan keputihan yang dialami remaja.
Kehidupan sekolah adalah salah satu faktor penyebab stres pada remaja.
Tuntutan akademis yang dinilai terlampau berat, hasil ujian yang buruk, tugas
yang menumpuk, ekspgektasi orang tua dan lingkungan pergaulan juga
merupakan faktor-faktor yang menyebabkab stres bagi para remaja (Linda,
2008).
Terjadinya stres dapat dijelaskan melalui teori biologis dan teori
psikologis. Menurut teori biologis, stres terjadi akibat lemahnya organ
tertentu, contohnya, sistem pernafasan yang lemah sejak lahir dapat memicu
seseorang menderita asma dan menjadi stres karenanya. Teori biologis yang
lebih mutakhir menjelaskan bahwa stres terjadi akibat ketidakseimbangan
hormon-hormon di dalam tubuh. Tubuh yang menderita stres akan
mengalami peningkatan jumlah kortisol dan mengalami penurunan sistem
imun sehingga mudah terserang penyakit (Djuanda, (2006).
Stres dibedakan menjadi dua yaitu distres atau stres yang negatif dan
eustres atau stress yang positif. Distres mengarah pada kerusakan atau
ketidaknyamanan dengan situasi cemas, takut dan khawatir. Inti dari stress
adalah pengalaman psikologi yang negatif yang menimbulkan kesakitan,
sehingga individu merasa perlu untuk menghindarinya. Eustres atau stres
yang positif adalah pengalaman yang memuaskan atau kenyaman. Eustres
dapat meningkatkan kesadaran, meningkatkan mental kesiagaan dan
meningkatkan performance. Eustres juga dapat memberikan motivasi pada
individu (Price, 2012). Penelitian ini menekankan pada stres yang negatif
yang mengarah pada kerusakan dan ketidaknyamanan sehingga menurunkan
performance atau pengalaman psiklogi yang negatif menimbulkan kesakitan
yang memiliki kesamaan dengan pengalaman kecemasan, kemarahan,
kekhawatiran.
Menurut Potter dan Perry (2008), semakin sering dan makin lama
situasi stres makin tinggi resiko kesehatan yang ditimbulkan. Kondisi stres
dan kelelahan baik fisik maupun psikologis dapat mempengaruhi kerja
hormon-hormon yang ada dalam tubuh perempuan termasuk memicu
peningkatan hormon estrogen. Pengaruh hormon estrogen ini menyebabkan
terjadinya keputihan wanita.
Menurut Purwantyastuti (2006), yang mengatakan bahwa wanita bisa
mengalami gangguan siklus menstruasi / keputihan yang disebabkan oleh
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
stres. Di atas batang otak manusia, terdapat satu struktur yang disebut
hipotalamus. Hipotalamus memiliki beberapa fungsi dan yang terpenting
adalah menghubungkan sistem saraf dengan kelenjar endokrin melalui
kelenjar hipofisis atau pituitasi. Hipotalamus mengatur berbagai tingkatan
hormon, termasuk hormon-hormon reproduksi wanita, yaitu esterogen dan
progesteron. Bila seorang wanita berada pada tekanan mental ekstrim seperti
stres, maka produksi esterogen dan progesteronnya akan terganggu.
Ketidakseimbangan ini dapat menyebabkan kejadian keputihan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh mahasiswa yang
mengalami stres sedang yaitu sebanyak 36 orang (64,3%). Responden yang
mengalami stres sedang dapat disebabkan karena adanya beban tambahan
seperti mempunyai masalah dengan teman atau keluarga. Beban belajar yang
ditambah dengan beban sosial menyebabkan responden mengalami tekanan
yang berlebih yang menyebabkan responden mengalami stres meskipun
dalam kategori sedang.
Stres sedang bila tidak disikapi dengan benar maka akan menyebabkan
stres yang lebih berat yang tentunya akan membawa dampak lebih berat lagi
(Hasibuan, 2012).
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh mahasiswa yang
mengalami stres ringan yaitu sebanyak 20 orang (35,7%). Responden yang
mengalami stres ringan dapat disebabkan karena adanya tekanan mental atau
beban kehidupan. Sebagai seorang pelajar, stres yang dialami lebih banyak
disebabkan karena masalah pribadi, baik dalam keluarga, lingkungan sekolah
maupun dalam kehidupan bermasyarakat.
Responden yang mengalami stres ringan dapat lebih mengembangkan
potensinya jika menyikapi stres yang dialaminya secara positif. Stres ringan
yang dialami responden dapat dijadikan motivasi untuk belajar lebih giat,
membangun komunikasi lebih baik dengan keluarga dan lingkungannya. Bagi
responden yang berpandangan positif stres ringan merupakan power atau
semangat baru untuk berprestasi lebih baik lagi. Namun bagi sebagian orang,
stres ringan dapat menjadi awal dari masalah yang lebih besar dan tidak
kunjung selesai yaitu jika stres disikapi secara negatif. Stres ringan dapat
memacu andrenalin dalam tubuh seseorang untuk berprestasi lebih baik,
terutama bagi para pelajar dan orang yang telah bekerja. Menurut Rasmun
(2008), jika tidak ada stres prestasi belajar juga tidak ada, prestasi belajar
cenderung rendah.
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh mahasiswa yang tidak
mengalami keputihan yaitu sebanyak 40 orang (71,4%). Responden
mengatakan tidak mengalami keputihan pada di luar pre menstruasi dan masa
subur dalam satu bulan terakhir. Responden yang tidak mengalami keputihan
kemungkinan disebabkan karena responden mempunyai perilaku atau
kebiasaan yang baik dalam menjaga daerah kewanitaannya. Clayton (2008)
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
menjelaskan bahwa perilaku atau kebiasaan yang menyebabkan keputihan
khususnya adalah masalah vulva hygiene.
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh mahasiswa yang
mengalami keputihan yaitu sebanyak 16 orang (28,6%). Responden
mengatakan mengalami keputihan di luar pre menstruasi dan masa subur
dalam satu bulan terakhir kemungkinan disebabkan personal hygiene yang
kurang baik.
Menurut Tarwoto (2010) kurangnya upaya kebersihan diri terutama
kebersihan genetalia, sehingga menyebabkan kuman, parasit dan virus
berkembang dengan pesat di daerah sekitar kemaluan wanita sehingga dapat
mengakibatkan keputihan.
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh diperoleh mahasiswa
stres ringan mengalami keputihan yaitu 2 orang (10,1%). Responden
menyatakan bahwa kadang-kadang merasa mudah tersinggung, mudah marah
karena hal sepele, menjadi tidak sabar ketika mengalami penundaan, sangat
mudah marah, tidak dapat memaklumi yang menghalangi sesuatu, meskipun
masih ada yang menyatakan sering bereaksi berlebihan terhadap situasi
namun tetap mengalami keputihan di luar pre menstrusi dan masa subur
dalam satu bulan terakhir.
Mahasiswa yang mengalami stress ringan menyatakan mereka tidak
sabar ketika harus mengalami penundaan seperti waktu konsultasi yang
berjadwal. Mereka tidak menyadari bahwa seorang dosen pembimbing tidak
hanya mengurus mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir saja akan
tetapi mempunyai tugas lain yang tidak kalah pentingnya. Oleh karena waktu
yang mereka miliki terbatas, maka seorang mahasiswa seharusnya lebih
bijaksana dalam menyikapinya dan tidak perlu untuk bersikap negatif. Masih
adanya mahasiswa yang terkadang berlebihan dalam menyikapi seperti
marah-marah kepada teman kost atau teman lainnya atau melampiaskan
kekecewaannya dengan menghibur diri secara berlebihan. Mahasiswa yang
bijaksana akan memanfaatkan jadwal konsultasi untuk menggali lebih
mendalam materi yang mereka butuhkan sehingga ketika berkonsultasi akan
lebih bermakna materi yang dimiliki yang pada akhirnya tugas mereka akan
lebih cepat selesai. Terkait dengan kejadian keputihan, mereka yang lebih
banyak menghibur diri secara berlebihan terkadang kurang memperhatikan
personal hygiene khususnya yang berkaitan dengan organ genetalia misalnya
kurang memperhatikan penggunaan jenis celana dalam, kurang
memperhatikan penggantian celana dalam hingga memilih air yang
digunakan untuk membersihan organ genetalia. Hal tersebut memungkinkan
mereka yang mengalami stress meskipun ringan mengalami keputihan, salah
satu faktor yang menyebabkan keputihan adalah penggunaan sabun anti
septik.
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh diperoleh mahasiswa
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
stres sedang tidak mengalami keputihan yaitu 22 orang (61,1%). Mereka
menyatakan bahwa sering merasa sulit untuk beristirahat, sulit bersantai,
meskipun kadang-kadang mudah merasa kesal, menghabiskan banyak energi
untuk merasa cemas, sulit tenang setelah sesuatu membuat kesal, sulit sabar
dalam menghadapi gangguan terhadap hal sedang dilakukan, merasa gelisah
dan menemukan dirinya mudah gelisah namun tidak mengalami keputihan di
luah pre menstruasi dan masa subur dalam satu bulan terakhir.
Sebagian besar mahasiswa yang memiliki personal hygiene yang baik
tersebut, mengalami keputihan yang masih dalam batas normal. Keputihan
yang mereka alami biasanya terjadi sebelum haid. Jadi meskipun mereka
mengalami keputihan belum tentu mereka memiliki personal hygiene yang
jelek, karena keputihan pasti terjadi pada setiap wanita, tetapi tingkat
keparahan keputihan yang mereka alami berbeda- beda. Keputihan juga
terjadi karena kurangnya upaya kebersihan diri terutama kebersihan
genetalia, sehingga menyebabkan kuman, parasit dan virus berkembang
dengan pesat didaerah sekitar kemaluan wanita. Responden yang mengalami
stres sedang yang tidak mengalami keputihan di dukung oleh faktor personal
hygiene.
Berdasarkan hasil analisis hubungan tingkat stres dalam menyusun
tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa Prodi DIV
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran, diperoleh diperoleh mahasiswa
stres sedang yang mengalami keputihan yaitu 14 orang (38,9%). Mereka
menyatakan bahwa sering merasa sulit untuk beristirahat, sulit bersantai,
meskipun kadang-kadang mudah merasa kesal (53,6%), menghabiskan
banyak energy untuk merasa cemas, sulit tenang setelah sesuatu membuat
kesal, sulit sabar dalam menghadapi gangguan terhadap hal sedang
dilakukan, merasa gelisah, dan menemukan diri nya mudah gelisah sehingga
mengalami keputihan di luar pre menstrusi dan masa subur dalam satu bulan
terakhir.
Perilaku personal hygiene genital yang baik meliputi membersihkan
daerah genital menggunakan air bersih, segera mengganti pakaian dalam jika
dirasa kotor, selalu mengganti pakaian dalam sehabis mandi, menggunakan
pakaian dalam berbahan katun yang menyerap keringat, melakukan cebok
dari arah depan ke belakang, mengeringkan daerah genital dengan tissue atau
kain bersih kering, tidak memakai panty liner, tidak memakai bedak untuk
mencegah keputihan. Responden yang mengalami stres sedang yang
mengalami keputihan diantaranya disebabkan oleh faktor perilaku hygiene
saat menstruasi yang lemah.
Sebaiknya sebelum memakai pakaian dalam daerah genitalia
dikeringkan dengan menggunakan tissue atau handuk, sebab jika tidak
dikeringkan akan menyebabkan pakaian dalam yang dipakai menjadi basah
dan lembab. Selain tidak nyaman dipakai, pakaian dalam yang basah dan
lembab berpotensi tumbuhnya bakteri dan jamur. Sebagian besar remaja
mengeringkan daerah genitalianya setelah mandi atau cebok agar tidak
membasahi pakaian dalam yang dipakai sehingga tidak menjadi basah atau
lembab yang akan berpotensi bagi tumbuhnya bakteri dan jamur (Yanti,
2014).
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan tingkat stress dalam
menyusun dalam tugas akhir dengan kejadian keputihan fisiologi pada mahasiswa
program studi DIV kebidanan STIKES ngusi waluyo ungaran dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Tingkat stres dalam menyusun tugas akhir mahasiswa Program Studi D4
Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran lebih banyak yang mengalami
stres sedang yaitu sebanyak 36 orang (64,3%) sisanya 20 orang (35,7%)
mengalami stres ringan.
2. Mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
lebih banyak yang tidak mengalami kejadian keputihan fisiologi yaitu
sebanyak 40 orang (71,4%) sisanya 16 orang (28,6%) mengalami keputihan
fisiologi.
3. Ada hubungan tingkat stres dalam menyusun tugas akhir dengan kejadian
keputihan fisiologi pada mahasiswa Program Studi D4 Kebidanan STIKES
Ngudi Waluyo Ungaran, dengan p value 0,047 (α = 0,05).
DAFTAR PUSTAKA
Anolis, (2011). 17 Penyakit Wanita yang Paling Mematikan. Yogjakarta : Buana
Pustaka.
Bahari (2012). Cara Mudah Atasi Keputihan. Yogyakarta: Buku Biru.
Christensen & Janet (2009). Proses keperawatan : aplikasasi model konsetual,
edisi 4. Jakarta:EGC.
Clayton (2008). Keputihan dan Infeksi Jamur Kandida lain. Alih bahasa oleh Adji
Darma & FX. Budiyanto. Jakarta: Arcan.
Djuanda, (2006). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,. Ed.4. Jakarta ; FKUI.
Gunarsa, (2008). Psikologis Praktis : Anak, Remaja Dan Keluarga. Jakarta : PT
BPK
Hasibuan (2012). Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, Edisi 2, Jakarta:
PT. Gunung Agung
Heiman & Kariv (2015). Task-oriented versus emotion-oriented coping
strategies:the case of college students. College Student Journal,
39(1):72-89
Hidayat (2008). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Kumalasari (2015). Kesehatan Reproduksi untuk Mahasiswa Kebidanan dan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
Linda (2008). Keputihan dan Infeksi Jamur Kandida Lain, Jakarta : Arcan
Maria (2009). Fakta Penting Seputar Kesehatan Reproduksi Wanita. Jogjakarta:
Book Marks
Potter & Perry. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses,
dan. Praktik. Edisi 4 volume 1. Jakarta : EGC.
Price & Wilson (2010). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Jakarta : EGC.
Purwantiastuti (2006). Penyakit terapi dan obatnya. Intisari Mediatama.
Rasmun (2008). Stress Koping dan Adaptasi. Jakarta :CV.Sagung Seto
Shadine (2009). Penyakit Wanita. Bandung : Keen Books.
Sreeramareddy (2007). Psychological Morbidity, Sources of Stress and Coping
Strategies among Undergraduate Medical Students of Nepal,
BioMedcentral
Medical
Education.
Available
from
:
http://www.biomedcentral.com/1472-6920/7/26
Suparyanto (2010). Keputihan, diakses tanggal 10 Maret 2016, tersedia dalam
http://dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/keputihan.html
Tarwoto (2010). Kesehatan remaja problem dan solusinya. Jakarta: Salemba
Medika
Wong (2008). Buku Ajar Keperawatan Pedeatrik Wong Edisi 6.Jakarta:EGC
HUBUNGAN TINGKAT STRES DALAM MENYUSUN TUGAS AKHIR DENGAN
KEJADIAN KEPUTIHAN FISIOLOGI PADA MAHASISWA DIV KEBIDANAN STIKES
NGUDI WALUYO
Download