BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Customer Experience ( Pengalaman Pelanggan ) 2.1.1.1 Definisi Customer Experience Model Customer Experience adalah suatu model dalam pemasaran yang mengikuti Customer Equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunya Customer Experience Management, yang merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya, yaitu Experiential Marketing. Experience adalah peristiwa pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa rangsangan. Pengalaman atau experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa kehidupan. Dengan kata lain, sebagai pemasar harus menata lingkungan yang benar untuk pelanggan dan apa sebenarnya yang diinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience pada umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau secara psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur kesengajaan. (Schmitt1999, p60) Experiential Marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan 10 11 dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan keuntungan sebuah produk (Andreani2007, p2) Berdasarkan pendapat Schmitt (2003, p17) “Customer Experience Management (CEM) is the process of strategically managing a customer’s entire experience with a product or a company”. Customer experience management adalah proses secara strategis dalam mengatur atau implementasi pengalaman atas diri pelanggan dengan suatu produk atau perusahaan. Sedangkan menurut Jacques (www.wikipedia.org) : ”Customer Experience is the quality of the experience as apprehended by a customer resulting from direct or indirect contact with any touch point of a company.” Customer Experience merupakan pengalaman dari pelanggan sebagai pemahaman akhir melalui hubungan langsung dan tidak langsung dengan cara – cara yang diberikan oleh perusahaan. 2.1.1.2 Pengertian dari Pengalaman Berdasarkan pendapat Bernd H. Schmitt (1999, p60), pengalaman (Experience) adalah peristiwa – peristiwa atau kejadian – kejadian yang memiliki kesan pribadi, yang terjadi sebagai tanggapan atau hasil dari adanya rangsangan atau stimuli (misalnya, rangsangan yang disediakan oleh usaha – usaha pemasaran, baik sebelum maupun sesudah 12 terjadinya pembelian). Pengalaman (Experience) melibatkan seluruh kehidupan dan sering merupakan hasil dari observasi langsung atau partisipasi dalam suatu kejadian, baik secara nyata, berupa mimpi, maupun virtual. Biasanya Experience tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus dipicu, oleh karena itu pemasar harus menyediakan atau menciptakan lingkungan dan setting yang tepat untuk menghasilkan Customer Experience yang diharapkan. Dilihat dari sisi neurobiologi dan psikologi, Experience menjelaskan bahwa otak manusia terdiri dari beberapa area fungsional (Bernd H. Schmitt1999, p62), yaitu : • Sistem penerimaan atau panca indera (Perceptual or Sensory) yang terletak di thamalus, berfungsi untuk memproses input dari sistem panca indera dalam bentuk gelombang cahaya, suara, dan lain-lain. • Sistem perasaan (Affective) terletak didalam dua lokasi terpisah, yaitu : o Di dalam sistem limbik (Limbic System), berfungsi untuk memproduksi respon spontan yang tidak dipengaruhi oleh daya pikir dan analisis. o Di dalam neo-cortex, berfungsi untuk memproduksi emosi yang lebih kompleks, dengan melibatkan logika, pemikiran, dan kreativitas. 13 2.1.1.3 Dimensi Customer Experience Ada 5 dimensi Customer Experience antara lain : 1. Sense Sense merupakan pendekatan pemasaran dengan tujuan untuk merasakan dengan menciptakan pengalaman yang berhubungan dengan perasaan melalui tinjauan dengan menyentuh, merasakan, dan mencium dengan kata lain yang berhubungan dengan panca indera, yang meliputi tentang gaya, tema dan warna. (Schmitt1999, p99) a. Sense sebagai pembeda (sense as differentiator) Sense campaigns ditujukan kepada konsumen karena dilakukan dengan bentuk spesial dan tidak seperti biasanya. Campaigns ini tidak sama dengan pelaksanaan standar yang sudah biasa dilakukan pada desain produk, komunikasi dan eceran. Usaha ini merangsang sense melalui alat baru dan strategi sehingga dapat membedakan produk. Perbedaan memunculkan masalah stimuli yang paling sesuai untuk menciptakan hasil sensory. (Schmitt1999, p110) b. Sense sebagai pendorong (sense as motivator) Sense dapat melakukan hal yang lebih banyak. Sense dapat memotivasi konsumen untuk mencoba produk dan membelinya. Kuncinya adalah bagaimana merangsang konsumen. Dengan tingkat optimum terhadap stimulasi dan aktivasi, sense merupakan kekuatan motivasi yang ampuh. Bagaimana tingkat sempurna terhadap stimulasi dapat dicapai, hal ini butuh pemahaman atas “bagaimana proses stimulasi sensory, secara singkat, prinsip yang berbeda digunakan pada tiga 14 tingkatan, yakni :1).terhadap modalitas, 2).terhadap ExPros dan 3).terhadap ruang dan waktu. (Schmitt1999, p110) c. Sense sebagai penyedia nilai (sense as value provider) Sense juga dapat melengkapi nilai yang unik kepada konsumen. Hal ini membutuhkan pemahaman mengenai jenis sense yang diinginkan konsumen, yakni pemahaman mengenai dampak dari sensory. (Schmitt1999, p111) Sebagai konsumen, perusahaan didesak dengan berbagai ungkapan sensory yang dicatat oleh retina, telinga dan sel syaraf yang terkait dengan informasi yang menjadi perhatian dan yang perlu diingat sebagai pengalaman tetap. Keputusan ini memberikan perhatian dan untuk menyimpan informasi sensory struktur evolusi yang berpusat pada otak. 2. Feel Feel merupakan perasaan emosi yang muncul dari dalam hati secara positif dan perasaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsi. Unsur feel meliputi tentang suasana hati dan perasaan atau emosi positif. (Schmitt1999, p118) Pengalaman yang affective (Bernd H. Schmitt1999, p122) adalah pengalaman yang bertingkat perasaan – perasaan (feelings) yang memiliki beragam intensitas, mulai dari mood tingkat ringan, baik yang positif ataupun negatif, sampai emosi yang kuat. Jika seorang pemasar bermaksud untuk menggunakan Affective eEperiences secara efektif sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka mereka perlu mengetahui sebuah pengalaman yang lebih detail mengenai perbedaan Moods dan Emotions ini. 15 Affect objects Moods Feelings and Emotions Light Strong Positive, negative, neutral Positive or negative, meaningful Often unspesific Triggered by events, agents and Sumber : Bernd H. Schmitt, Experiential Marketing, How To Get Customers To Sense, Feel, Think, Act, and Relate To Your Company and Brands, New York : The Free Press, 1999, P.123. Gambar 2.1 Types of Affect a. Moods (suasana hati) Moods (suasana hati) adalah jenis perasaan yang tidak spesifik. Moods (suasana hati) dapat dipicu oleh rangsangan tertentu. Moods (suasana hati) dapat timbul karena stimuli khusus, namun konsumen sering tidak sadar akan hal tersebut. Terkadang, konsumen salah membentuk sumber keadaan afektif mereka. Misalnya, lagu yang tidak menyenangkan di kedai kopi, atau pramugari yang kurang perhatian, dapat membawa konsumen kedalam keadaan bad mood, walaupun seringkali konsumen tidak menyadari bahwa musiknya atau pramugarinya yang bermasalah. Konsumen hanya menyimpulkan bahwa kopinya tidak enak, atau perjalanan mereka tidak menyenangkan. b. Emotions (emosi) Berbeda dengan Moods (suasana hati), Emotions (emosi) bersifat lebih kuat dan spesifik. Emotions (emosi) merupakan ketegangan, keadaan afektif stimulus khusus. Hal ini menarik perhatian dan menghambat aktivitas lain. Pikirkan tentang 16 kemarahan, kecemburuan, rasa benci, atau bahkan rasa sayang. Emotions (emosi) ini selalu disebabkan oleh sesuatu hal atau orang lain (manusia, kejadian, perusahaan, produk atau komunikasi). Berdasarkan pendapat Bernd H. Schmitt (1999, pp124-125), terdapat 2 jenis Emotions (emosi), yaitu : • Basic Emotions, misalnya emosi positif seperti senang, sukacita, atau emosi negatif seperti amarah, kesedihan, dan lain-lain. • Complex Emotions, merupakan kombinasi dari emosi – emosi dasar. Misalnya nostalgia (kerinduan yang sentimental akan masa lalu). Sebagai kesimpulan Pengalaman feel memiliki banyak bentuk, mulai dari mood ringan sampai dengan emosi kuat. Situasi konsumsi adalah hal penting terhadap feel walaupun komunikasi feel sebelum konsumsi dapat mempengaruhi jenis feel yang dialami dengan memberikan kerangka penafsiran terhadap konsumsi. Sebagai pemasar yang berpengalaman, perlu memahami bagaimana mengendalikan perasaan, dan bagaimana memberikan tingkat stimulasi yang baik terhadap perasaan. 3. Think Think merupakan pemikiran kreatif yang muncul di benak konsumen akan suatu merek / perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat dalam pemikiran kreatif. (Schmitt1999, p138) 17 Prinsip think terdiri atas 3 yaitu Surprise, Intrigue, dan Provocation, sebagai berikut : a. Surpise (terkejut) Terkejut adalah penting dalam membuat konsumen terikat dalam pemikiran kreatif. Terkejut terjadi ketika anda beralih dari harapan yang bersifat umum. Terkejut memiliki hal yang positif. Dalam hal ini, konsumen mendapatkan lebih dari apa yang mereka minta, atau melebihi harapan mereka. b. Intrigue (membangkitkan) Membangkitkan pikiran tergantung pada karakteristik seseorang. Apa yang membuat orang berimajinasi dengan orang lain, yang tergantung pada tingkat pengetahuan, ketertarikan dan pengalaman sebelumnya. c. Provocation (Provokasi) Provokasi dapat merangsang pembahasan, yang menciptakan kontroversi atau kejutan yang tergantung pada perhatian dan kelompok sasaran yang mana terihat penuh agresif, dan berisiko. 4. Act Strategi marketing Act dirancang untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang berhubugan dengan gerakan badan atau dengan kata lain gerakan dan interaksi yang muncul. (Schmitt1999, p154) 18 Act Experience meliputi flesh yang berhubungan dengan tubuh, tidak hanya mendatangkan sensasi dan perspesi mengenai dunia luar, motor action (aksi mesin) juga ikut bekerja dengan penuh yang dapat menimbulkan interaksi (interact), karena berhubungan erat dengan perilaku fisik atas gaya hidup dan sosial dari pihak-pihak yang berinteraksi. Pandangan bahwa media interaksi terkait dengan pengalaman dalam program belajar, serta diikuti dengan perilaku non-verbal yang tidak dapat dipisahkan, serta dalam act experience juga dapat menimbulkan persepsi atas diri sendiri atas perilaku yang dipelajari yang menyebabkan pengalaman atas berinteraksi. Sebagai contoh, produk Nike yang menjual sepatu sebanyak 160 juta pasang sepatu hampir dalam setahun–hampir satu dari setiap dua pasang sepatu terjual di Amerika Serikat. Kesuksesan yang diraih oleh produk ini, salah satunya adalah karena slogan Nike yang dinilai sebagai ide yang briliant yang digunakan oleh perusahaan dalam setiap iklan atau campaign yang dilakukan, yang slogannya berbunyi ”Just Do It”. Dimana, dalam setiap iklan Nike juga menampilkan figur atlet – atlet atau olahragawan terkenal yang melakukan aksinya, seperti mendribel bola – Nike ingin berusaha menampilkan Experience of Physical Exercise, yang bertujuan untuk mempengaruhi pengalaman jasmaniah (Bodily Experiences), menciptakan interaksi, serta merubah gaya hidup menuju pada olahraga yang menyenangkan sekaligus menyehatkan dengan sepatu Nike dan sesuai Slogannya ”Just Do It” (Bernd H. Schmitt1999, p68). Beberapa aspek dari act, yaitu : a. Physical Body Experiences, antara lain : • Flesh (daging / tubuh manusia), yaitu suatu sumber pengalaman yang kaya, misalnya pengalaman berupa sensasi yang didapat konsumen 19 ketika menikmati layanan potong rambut, manicure, pedicure, atau pijat (massage). • Motor actions, yaitu berbagai tindakan tertentu yang menghasilkan keadaan kejiwaan dalam bentuk Experience. Tidak hanya terjadi pada saat proses konsumsi, namun bisa juga dipicu melalui interaksi sosial. • Body Signals, yaitu bermacam gerakan tubuh yang menunjukan emosi seseorang. Hal ini bisa terlihat jelas dan langsung berpengaruh pada reaksi pelaku. b. Life Style (Gaya Hidup) Dalam persepsi pemasaran, gaya hidup adalah cara seseorang menghabiskan waktu dan uangnya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari, tercermin dari aktivitas, minat, dan pandangannya akan suatu hal. Pemasar harus cermat menangkap trend gaya hidup yang diminati pasar dan memastikan produknya bisa menjadi bagian dari trend tersebut. Serta lebih baik lagi apabila produk tersebut dapat menjadi trendsetter atau drivers of life style trends, tentunya hal ini dapat tercapai jika pemasar dapat menciptakan life style experience yang paling efektif. Misalnya Starbuck’s Coffee yang dapat membuat aktivitas minum kopi yang biasa, namun dengan kepiawaiannya, Starbuck’s mampu menjadikan minum kopi menjadi sebuah trend atau gaya hidup dengan sentuhan experience lewat atmosfir yang berbeda, sehingga terkesan precious. (Bernd H. Schmitt1999, p165) c. Interactions (Interaksi) Selain Physical Body Experience dan Life Style, ada pula Experience yang terjadi sebagai akibat interaksi antar umat manusia. Perilaku seseorang tidak hanya berdasarkan pada kepercayaan, tingkah laku, dan tujuannya, tetapi juga sistem 20 norma dan nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Dalam lingkungan kerja, act experience adalah kunci untuk menciptakan atmosfir kerja yang baik dan memperbaiki image perusahaan sekaligus hubungan interpersonal antar pegawai. Berawal dari pembentukan lingkungan kerja secara fisik yang tepat sehingga mendorong terjadinya interaksi. 5. Relate Relate merupakan upaya untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain, dirinya dengan merek atau perusahaan, dan budaya. (Schmitt1999, p171) Dalam hal ini nilai budaya silang (cross cultural values) dianggap sebagai keyakinan umum yang menggambarkan situasi tertentu. Hal ini berhubungan dengan keadaan tujuan akhir dan pada umumnya sering dilakuakan tentang apa yang terjadi pada hirarki utama. Experience relate bersifat langsung sampai dengan identifikasi kelompok yang mengacu pada orang lain, dalam hal ini konsumen menganggap merek adalah sebagai pusat organisasi sosial dan memiliki peranan dalam pemasaran. Pemasaran relate melengkapi pengalaman yang kuat yang berasal dari hubungan sosial budaya dan kebutuhan konsumen terhadap identitas sosial. Tantangan kunci terhadap relate adalah menciptakan identitas sosial yang berbeda bagi konsumen dengan merayakan satu kelompok atau budaya yang menjadi bagian konsumen. 21 2.1.1.4 Mengelola Pengalaman Pelanggan Pengalaman pelanggan merupakan perbatasan inovasi terbaru untuk bisnis. Perusahaan yang terfokus pada pentingnya pengalaman, dan sebagai catatan Jeananne Rae, mewujudkan bahwa “bangunan besar konsumen adalah pengalaman perusahaan yang kompleks, yang melibatkan strategi, integrasi dari teknologi, mengorganisir model bisnis, manajemen merek, dan komitmen CEO. Dalam Enterprice Feedback Management (EFM) sistem dapat digunakan untuk mengumpulkan nilai umpan balik dari pelanggan. Customer Experience Improvement Program Microsoft’s membuka kesempatan kepada pelanggan untuk memberikan masukan terhadap desain dan pengembangan produk– produknya. Program mengumpulkan umpan balik bagaimana pelanggan menggunakan Microsoft Program dan masalah – masalah yang dihadapi mereka. Hasil akhir perangkat lunak untuk memberikan yang lebih baik terhadap kebutuhan pelanggan. Layanan Customer Service menangani setiap kebutuhan pelanggan di setiap titik perputaran kehidupan pelanggan (pemesanan, pemenuhan, tagihan, dukungan, dan lain– lain) dan menggunakan semua saluran (pusat kontak, internet, layanan perorangan, handphone, orang yang ramah, dan pelayan toko) dan alat komunikasi (telepon, chating, email). Mereka mengembangkan pengalaman berbasis differensiasi, yang mengalihkan fokus ke fitur produk dari keinginan dan kebutuhan pelanggan. Berdasarkan pengalaman pelayanan yang mengintegrasikan baik inovasi internal dan eksternal untuk menciptakan end-to-end dari Customer Experience. Mereka menilai bisnis mereka dan juga model sistem dukungan bisnis dan bantuan operasional sistem dari sudut 22 pandang pelanggan untuk mencapai tingkat pemusatan yang diperlukan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan. Oraganisasi akan menghitung kepuasan pelanggan melalui survei yang menilai kemampuan mereka melayani pelanggan. Namun demikian, pelanggan dapat sering dinilai berdasarkan faktor – faktor seperti proses pembelian, lingkungan dalam batasan tertentu dimana pengalaman dapat diterima, dan kesesuaian dari transaksi atau pelayanan dalam setiap hubungan. 2.1.1.5 Solusi Pengalaman Pelanggan Berdasarkan pendapat Bernd Schmitt, istilah Management Pengalaman Pelanggan mewakili disiplin, metodologi dan / atau proses yang digunakan untuk mengatur secara keseluruhan jalur pelanggan, interaksi dan transaksi dengan perusahaan, produk, merek dan pelayanan. Pelanggan menyediakan solusi strategi, model proses dan teknologi interaksi untuk merancang, mengelola dan mengoptimalkan proses end-to-end Customer Experience. 2.1.1.6 Kerangka Customer Experience Management Kerangka Customer Experience Management meliputi 5 langakah : a. Analyzing the Experiental World of the Customer (menganalisa pengalaman secara umum atas diri pelanggan) 23 Untuk menganalisa konteks sosial budaya dimana pelanggan berada adalah termasuk kebutuhan pengalaman mereka, termasuk gaya hidup mereka. Untuk pasar bussiness to bussiness (B2B), dalam hal ini perlu menganalisa konteks bisnis termasuk kebutuhan dan solusi yang mempengaruhi pengalaman konsumen. Dalam hal ini langkah–langkah dalam menganalisa pengalaman pelanggan secara umum terdiri dari (Schmitt2003, p56) : • Mengidentifikasi konsumen yang menjadi target untuk pengalaman yang telah direncanakan. • Membagi dunia pengalaman, yang bertolak dari sudut pandang konsumen. • Menelusuri keseluruhan pengalaman sepanjang titik kontak antara konsumen dan perusahaan, dari kesadaran pada tahap pembelian produk, pemanfaatan dan penjualan. • Survey secara teratur akan sebuah kompetitif dengan menguji bagaimana kompetisi dapat mempengaruhi pengalaman konsumen. b. Building the Experiental Platform (membangun pengalaman platform) Pengalaman platform atau eksperiensial adalah titik penghubung utama antara strategi dan implementasi. Disamping itu, platform eksperiensial termasuk dinamika, multisensorik, gambaran multi-dimensi dari pengalaman yang diinginkan. Experiential Positioning (penempatan pengalaman) menggambarkan bahwa merek itu tetap bertahan. Ini setara dengan pernyataan posisi dari manajemen tradisional dan pemasaran, tetapi tentu menempatkan pernyataan posisi dengan isyarat dan menggunakan komponen multisensorik yang lebih baik bagi pembeli dan para pengguna 24 merek, Experiential Value Promise (EVP) juga dalam hal ini menjelaskan apa yang akan diperoleh oleh konsumen, yang merupakan pengalaman yang setara dengan proposisi nilai fungsional, yang seringkali bersifat umum dalam sebuah merek yang diharapkan, Overall Implementation Theme (implementasi tema yang menyeluruh) menimbulkan gaya dan isi pesan yang baik serta digunkan perusahaan dalam mengembangkan implementasi dalam pengalaman merek, menghubungkan kepada pelanggan, serta perubahan dimasa mendatang. Experiential Value Promise (EVP) bermanfaat untuk memikirkan istilah tipe pengalaman dalam Experiential Marketing. Hal ini termasuk pengalaman sensorik (rasa); pengalaman affektif (perasaan); pengalaman kognitif (berpikir); pengalaman fisik, perilaku dan gaya hidup; serta pengalaman identitas sosial yang dihasilkan yang berhubungan dengan suatu kelompok atau kultur (Schmitt2003, pp105-106), yaitu : • Pengalaman yang mengarah pada lima indera sense : nilai konsumen yang diciptakan melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan penciuman. • Pengalaman feel yang mengarahkan perasaan dari dalam pada konsumen dan emosi; nilai konsumen diciptakan melalui pengalaman efektif yang diarahkan pada perasaan positif dihubungkan dengan merek (yaitu untuk mereka yang tidak terlibat, merek grosir atau service atau produk industri) untuk emosi yang kuat terhadap kenikmatan dan kebanggaan. • Pengalaman think dalam intelektual : menciptakan nilai konsumen. • Pengalaman act untuk perilaku dan gaya hidup, menciptakan nilai yang memperlihatkan suatu gaya hidup alternative atau cara alternatif dalam menjalankan bisnis. 25 • Pengalaman relate yang memuat pengalaman sosial. Sekaligus menciptakan nilai untuk konsumen dengan memberikan identitas sosial. c. Designing the Brand Experience (merancang pengalaman merek) Pengalaman merek meliputi tentang estetika suatu produk yang fungsinya sebagai dasar untuk pengalaman merek konsumen. Pengalaman merek konsumen juga meliputi look and feel dalam logo dan tanda, kemasan, serta ruang gerai. Dalam aspek Brand Experience (pengalaman merek) ini meliputi the Product Experience (pengalaman produk) yang merupakan dasar dari pengalaman konsumen, yang meliputi atribut fungsi dari produk bekerja. Dalam hal ini produk yang bermutu tinggi, akan menjadi sebuah pertimbangan, dan dalam aspek the look and feel atau melihat dan merasakan konsumen tidak hanya menilai fitur, tetapi ada pada logo, simbol, atau kemasan, sedangkan pada aspek Experiential Communications (komunikasi pengalaman) ini berpusat pada fitur dan manfaat dan hasil fungsional yang dapat meningkatkan penjualan. d. Structuring the Customer Interface (strukturisasi antar pelanggan) Pengalaman platform diimplementasikan dalam interfase pelanggan. Dalam hal ini sangat penting untuk membuat struktur, isi dan gaya dari interaksi dinamis untuk menghasilkan atau memberi informasi dan pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen. Aspek Interface Design meliputi esensi dan fleksibilitas yang mana untuk menstrukturisasi interfase sebuah pelanggan membutuhkan gambaran mengenai operasi kunci, interaksi, dan pertukaran. Pelayanan pegawai yang selalu tanggap sangat dibutuhkan dalam fleksibilitas konsumen. Style and Substance (gaya dan substansi) juga 26 mengacu pada interfase yang tepat pada bauran gaya dan substansi. Gaya dalam konteks ini menunjukkan cara mengekspresikan esensi dan fleksibility dalam interfase, sedangkan substansi memperlihatkan kenyataan. Time (waktu) memperlihatkan perubahan secara nyata dari waktu ke waktu. Hal ini perlu diketahui tentang bagaimana konsumen dikelompokkan dalam setiap perubahan waktu. Pengalaman konsumen menjadi kunci utama untuk mendapatkan / menarik pelanggan kembali. e. Engaging in Continious Innovation (keterlibatan inovasi secara terus menurus) • Inovasi berkontiribusi dalam Customer Experience (Schmitt2003, p172), yaitu : o Inovasi bisa meningkatkan nilai tambah dalam menjalankan bisnis dengan perusahaan. o Inovasi bisa meningkatkan masa bertahan kesinambungan konsumen dan konsumen bisnis dengan memberikan solusi – solusi baru sehingga mendapatkan pengalaman baru. o • Inovasi menghasilkan produk yang relevan dan bisa menyenangkan. Experience at Various Stage of Product Development (pengalaman pada berbagai langkah dalam pengembangan produk (Schmitt2003, pp178-179), meliputi : o Market Assessment (penilaian pasar), yaitu menganalisa atas pengalaman pelanggan secara menyeluruh. o Idea Generation (ide secara berkelanjutan), yaitu dalam hal ini menghasilkan solusi atas pengalaman. 27 o Concept Testing ( percobaan konsep), yaitu percobaan pendekatan pengalaman dalam sebuah konsep. o Product Design (merancang produk), yaitu penggabungan sebuah pengalaman dalam produk secara khusus. o Product Testing (Percobaan produk), yaitu melakaukan percobaan pada pelanggan unutk mengetahui pengalaman atas diri pelanggan. Penggabungan pengalaman yang menyeluruh atas produk baru serta pengembangannya adalah proses yang sangat menggairahkan yang melibatkan konsumen. Untuk mencapai sasaran ini sangat penting memahami Experiential secara menyeluruh yang meliputi desain yang unik serta menimbulkan kreatifitas. 2.1.2 Brand Activation ( Aktifitas Merek) Saat masyarakat berpindah kedalam pandangan modern, perusahaan baru mempunyai tingkatan dan sesuatu yang lebih tua telah merubah bisnis mereka untuk menemukan individu dan perusahaan yang membutuhkan perubahan. Perusahaan telah mendengarkan pelanggan mereka, dan mereka telah mempelajarinya, baik sebagai perusahaan maupun sebagai individu dengan kebutuhan spesifik. Individu diartikan sebagai titik tumpu pada masyarakat post-modern. Saat Robert Delamar menetapkan dalam artikelnya “Post – modernism, electronic consciousness and humanness” : “Humanity is the center of the post-modern period; indeed it is helpful to characterize this age as the selfcentered era”. 28 Masing – masing individu membawa kemampuan dan ide yang berharga untuk segala macam resiko bisnis yang memiliki kebutuhan istimewa. Suatu peningkatan dari perusahaan telah mengkhususkan peningkatan kompleksitas dari kebutuhan individu. Mengorganisir jasa, telah menetapkan untuk mengimbangi permintaan dalam perubahan global yang cepat dalam lingkungan bisnis dimana fleksibilitas merupakan inti untuk banyak perusahaan. Sementara itu, dalam musim kompetitif bisnis yang sangat tinggi, perkembangan dan mempertahankan ciri unik dari sebuah produk bisa menjadikannya berharga dan mahal. Kemajuan teknis tidak perlu meyakinkan sukses komersial atau keuntungan kompetitif yang berkelanjutan. Produk akan menjadi lebih dan lebih seperti barang jualan. Sesuai dengan Naomi Klein, pengarang dari banyak debat buku “No Logo”, perusahaan pimpinan seperti Nike, Microsoft dan Tommy Hilfiger menyatakan bahwa mereka tidak hanya memikirkan produk saja tetapi juga memikirkan citra dari merek mereka. Perusahaan juga mengarahkan ke pelayanan untuk membedakan mereka dalam berhubungan dengan pelanggan. Mendirikan keuangan seperti bank yang telah menerlantarkan strategi yang di diversifikasi oleh mereka dengan satu jangkauan luas dari produk dan jasa, dimana masing – masing jasa perorangan mempunyai pemasaran titiknya sendiri. Sebagai gantinya, mereka mengubah hubungan mereka untuk pelanggan mereka dengan menggabungkan jasa berbeda dan perencanaan keuangan. Strategi ini tidak didasarkan pada spesifikasi produk; melainkan ini mencerminkan dalam pemahaman dari pelanggan seperti individu. Salah satu ide dasar di balik perencanaan keuangan adalah untuk memahami keadaan keuangan perorangan, perilaku dan kebutuhan untuk lebih spesifik menyediakan layanan dan produk. Perusahaan menginginkan hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan mereka, tetapi untuk membangun sebuah hubungan yang baik antara merek dengan pelanggan akan 29 menyulitkan dalam pertukaran produk untuk penawaran lain, keduanya pada satu fungsional dan pada satu taraf emosional. Kompetitif yang tinggi dan perusahaan perorangan dunia akan terus meningkat bergantung kepada merek sebagai senjata yang kompetitif. Merek telah menjadi pembawa dari nilai emosional kearah pelanggan dari kemampuan spesifik yang membangun keuntungan kompetitif. Dengan demikian merek menghadapi tantangan baru yang dapat memberikan arti untuk perusahaan yang berhubungan dengan konsumen. 2.1.2.1 Definisi Brand Activation Ketika mengaktifkan sebuah merek, perusahaan harus memperhatikan fitur – fitur pokok yang mendasari sebuah merek. Ini mungkin mengkomunikasikan posisi atau menjanjikan keuntungan pelanggan, atau impian perusahaan atau kebijakan perorangan – strategi dan siasat yang sering bersangkutan dengan perusahaan secara keseluruhan. Oleh sebab itu, aktifitas merek yang berlaku di mulai dengan definisi merek. Aktifitas Merek merupakan langkah awal dari evolusi sebuah merek. Ketika semua strategi merek yang diperlukan dilaksanakan, perusahaan hanya perlu untuk melaksanakan ke seberang organisasi dan pada penjumlahan menawarkan kepada pelanggan. Aktifitas merek melihat lebih dalam ke dalam kemungkinan pada merek, strategi dan posisi untuk mendapatkan kegunaan yang mempunyai konsekwensi relevan untuk perusahaan secara keseluruhan. Merek dapat diaktifkan pada satu jangkauan keadaan, ringkasan terbaik di empat bagian; 1.Produk dan jasa, 2.Karyawan, 3.Identitas, dan 4.komunikasi. Aktifitas Merek menyampaikan posisi merek dengan menawarkan produk – produk dan jasa. Dengan kata lain yaitu menciptakan hubungan yag erat antara pelanggan dengan merek produk dan jasa tersebut. Hal ini juga mempunyai kesamaan penampilan yang bebas 30 tak terikat dari alat penghubung. Dengan kata lain, pelanggan akan merasa merek sebagai “satu perusahaan yang mudah di mengerti“ apakah pelanggan melihat melalui media, melalui satu produk, secara langsung atau pada telepon. Tetapi, aktifitas merek juga memberitahukan kepada pelanggan dengan cara mengiklankan. Posisi merek adalah definisi umum seluk-beluk ini. Al Ries dan Jack Trout pertama ditetapkan pada masanya dalam buku mereka “Positioning”. Ries dan Trout mendeskripsikan kesempatan pemasaran dari memposisikan penaklukan spesifik dalam pikiran sasaran para pembaca. Posisi ini harus memiliki strategi keuntungan yang akan menguntungkan pesaing. Satu contoh yang mendukung pemikiran mereka adalah Avis, perusahaan penyewaan mobil. Avis mengakui bahwa Hertz adalah merek penyewaan mobil yang pertama di dunia. Pengakuan Avis ini dibagi menjadi dua, yaitu kesempatan dan keuntungan kompetitif. Hasilnya adalah : “Avis, we try harder”. Dengan memposisikan merek sebagai merek kedua dari pasar penyewaan mobil, Avis memberikan arti kenapa mereka yang harus bekerja lebih keras dibandingkan pesaing untuk menyenangkan hati para pelanggan. Contoh lain adalah Apple. Apple yang pertama di antara penghasil komputer untuk menaklukkan posisi nyata : sebagai posisi yang berbeda dari perusahaan komputer. “Think different”, memberikan arti yang berbeda pada Apple; ke dalam sistem berbeda yang berlaku dan, kemudian pada pendekatan yang berbeda ke desain produk. Teori lain dikembangkan oleh David A. Aaker yang menerbitkan bukunya ”Building Strong Brands”. Sistem identitas merek Aaker’s mendeskripsikan posisi merek seperti ini : “Brand Position is the part of the Brand Identity and Value Proposition that is to be actively communicated to the target audience and that demonstrates an advantage over competing 31 brands”. Aaker mendeskripsikan sistem identitas sendiri sebagai identitas inti dan membangun inti yang diperpanjang melalui produk, organisasi, kepribadian dan lambang. 2.1.2.2 Kekuatan Brand Activation Brand Activation memiliki 5 kekuatan, yaitu : • Komunikasi Langsung • Menggugah emosi dan hiburan • Meningkatkan penjualan • Meningkatkan loyalitas • Bisa diukur 2.1.2.3 Prinsip Brand Activation Brand Activation membantu mengatasi kebisingan dan membawa semangat hidup melalui pelaksanaan yang kreatif–dan, yang terpenting adalah memberikan hasil dalam proses. Yakni dijelaskan melalui empat prinsip sebagai berikut : 1. Keterlibatan Konsumen Dalam rangka mendapatkan promosi yang paling sesuai, seleksi yang ketat perlu diterapkan. Proses ini melibatkan perbadingan yang relevan antara perusahaan dengan merek. Mekanisme yang digunakan untuk memastikan kesesuaian adalah berdasarkan popularitas masalah, kesesuaian dengan nilai – nilai, target pasar, potensi nilai jasa, perbandingan jenis pelanggan. 32 2. Menyampaikan ide yang membangun agar sebuah merek menjadi istimewa Memberikan hal yang istimewa dan menarik kepada pelanggan merupakan salah satu kunci agar promosi dapat berjalan dengan baik. Dimana pelanggan dan perusahaan dapat berinteraksi yang pada akhirnya akan memperkuat merek perusahaan. Ide yang kreatif merupakan cara terbaik untuk menunjukkan kelebihan dari suatu produk. Sehingga perusahaan dapat memenuhi janji kepada pelanggan dari produk yang dipromosikan. 3. Menyampaikan ide yang dapat memotivasi konsumen Memberikan ide – ide yang dapat memotivasi pelanggan dengan cara mencari wawasan dari target pasar. Misalnya pelanggan menginginkan kemasan yang menarik dalam merchandise produk atau fungsi – fungsi lain yang bisa diperoleh dari produk tersebut. Contoh lainnya yaitu sebuah handphone yang memiliki banyak fungsi, selain untuk menelpon juga bisa digunakan untuk mengolah pesan serta menerima java game atau wallpaper gratis. 4. Dapat dipercaya dan memberikan hasil yang baik Hasil test untuk berbagai macam promosi apakah berasal dari merek produk atau tidak untuk mencapai tujuan – tujuan bisnis baik dalam penjualan maupun pengiriman. Hal ini mengacu pada luasnya pengalaman yang meliputi perencanaan, persetujuan dan menemukan evaluasi wawasan konsumen dalam berkomunikasi yang mendukung strategi perusahaan. 33 2.1.3 Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) 2.1.3.1 Definisi Customer Loyalty Definisi Customer Loyalty berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai ”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan ”mempraktekkan kebiasaan.” (Griffin, 2005) Pelanggan yang Loyal dicirikan sebagai berikut : • Makes regular repeat purchase (melakukan pembelian ulang secara teratur) • Purchases across product and service lines (melakukan pembelian lini produk yang lainnya dari perusahaan) • Refers others (memberikan referensi pada orang lain) ; and • Demonstrates in immunity to the pull of the competition (menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing / tidak mudah terpengaruh oleh bujukan pesaing) Berdasarkan pendapat Das Narayandas (2005, p136) “Manager define Loyalty as a commitment to continue buying a product or service, what ever the circumstances.” Manajer mendefinisikan Loyalitas sebagai suatu komitmen/janji untuk melakukan pembelian berulang pada produk atau jasa, apapun kondisi sekitarnya. Dapat disimpulkan bahwa Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) adalah seseorang yang melakukan pembelian berulang pada suatu produk. Dengan adanya Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) maka perusahaan akan mendapatkan laba yang besar. 34 Berdasarkan pendapat Hermawan Kartajaya (2004, p78) tingkat loyalitas pelanggan adalah proses yang berkembang sejak 1970-an. Dalam perkembangannya ada empat school of thoughts loyalitas pelanggan secara berturut - turut, yaitu Customer Satisfaction, Customer Rettention, Customer Migration dan Customer Enthusiasm. 1. Pada school of thought yang pertama muncul awal 1970-an, Customer Satisfaction, perusahaan mencoba mengukur dan mengelola kepuasan pelanggan mereka sebagai indikasi tingkat loyalitas. 2. Kemudian dilanjutkan dengan school of thought yang kedua yaitu Customer Retention. Pada era 1980-an sampai awal 1990-an, perusahaan mulai mengukur tingkat perpindahaan pelanggan (Customer rates of defection) dan menyelidiki penyebab – penyebabnya. 3. Sementara itu pada school of thought ketiga, Customer Migration, perusahaan mulai melihat customer wallet share satu persatu. Maksudnya, pelanggan dikelola supaya tetap atau bahkan meningkatkan belanjanya pada perusahaan itu. 4. Sedangkan school of thought terakhir dari loyalitas pelanggan adalah Customer Entusiasm. Pelanggan yang antusias ini akan menunjukkan komitmen yang kuat kepada produsen. 35 2.1.3.2 Manfaat Customer Loyalty Berdasarkan pendapat Griffin (2005, p11), ada beberapa manfaat dari Customer Loyalty yang tinggi bagi suatu perusahaan, yaitu : • Biaya pemasaran jadi berkurang (biaya pengambil-alihan pelanggan lebih tinggi dari biaya mempertahankan pelanggan) • Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negoisasi kontrak dan pemprosesan pesanan • Biaya perputaran pelanggan (customer turn over) menjadi berkurang (lebih sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan) • Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pasar pelanggan yang lebih besar • Pemberitahuan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif • Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim garansi, dan sebagainya) 36 2.1.3.3 Karakteristik Customer Loyalty Berdasarkan pendapat Das Narayandas (2005), Pelanggan yang Loyal memperlihatkan beberapa karakteristik perilaku, yaitu : • Grow the Relationship (Menumbuhkan persahabatan), yaitu Pelanggan ingin membeli lebih banyak produk atau jasa pada tingkatan ini dan mengembangkan cakupan persahabatan dengan penjual. • Provide word of Mouth Endorsement (Memberikan promosi melalui komunikasi mulut ke mulut, yaitu Pelanggan akan mempromosikan perusahaan dengan membicarakan hal-hal yang positif. • Resist Competitor’s Blandishment (Tahan terhadap bujukan pesaing), yaitu Pelanggan akan merasa segan untuk berpindah ke pesaing, terlebih produk – produk pesaing itu lebih superior, sebab ekspetasinya terhadap penjual akan mengembangkan produk – produk yang sejenis. • Pay Premium (Membayar harga premium), yaitu Pelanggan yang Loyal akan bersedia membayar harga lebih tinggi untuk penjual produk dan jasa. • Collaborate (Bekerjasama), yaitu Pelanggan percaya bahwa umpan balik memberikan perbaikan di masa depan dan keinginan pelanggan untuk membantu supplier mengembangkan produk dan jasa baru. • Invest (Investasi), yaitu Pelanggan yang loyal sering berinvestasi kepada penjual, dalam hubungannya untuk menciptakan hambatan keluar, seperti mengurangi risiko investasi penjual. 37 2.1.3.4 Tahapan Customer Loyalty Berdasarkan pendapat Griffin (2005), tahapan Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) dibagi menjadi : • Suspect, yaitu tersangka adalah orang yang mungkin membeli jasa anda. Disebut tersangka karena dipercaya atau menyangka mereka akan membeli tetapi masih belum cukup yakin. • Prospek, yaitu orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan memiliki kemampuan membeli. • Prospek yang didiskualifikasi, yaitu prospek yang telah cukup dipelajari untuk mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki kemampuan membeli produk. • Pelanggan pertama kali, yaitu orang yang telah membeli produk satu kali. Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan dan juga sekaligus pesaing. • Pelanggan berulang, yaitu orang – orang yang telah membeli produk dua kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali atau membeli produk atau jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau lebih. • Klien, yaitu orang yang membeli secara teratur, memiliki hubungan kuat dan berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan pesaing. Klien membeli apapun yang dijual dan dapat digunakan. • Advocate (Penganjur), yaitu orang yang membeli apa pun yang dijual dan dapat digunakan serta membelinya secara teratur. Tetapi, penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli, melakukan pemasaran dan membawa pelanggan. 38 • Pelanggan / klien yang hilang, yaitu seseorang yang pernah menjadi pelanggan atau klien tetapi belum membeli kembali dari sedikitnya dalam satu siklus pembelian yang normal. 2.1.3.5 Empat Jenis Loyalitas Empat jenis Loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi, dapat diuraikan sebagai berikut : • Tanpa Loyalitas. Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak mengembangkan Loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu. • Loyalitas yang lemah. Ketertarikan yang rendah digabung dengan pembelian berulang yang tinggi menghasilkan Loyalitas yang lemah (Inertia Loyalty). Pelanggan ini akan membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli. • Loyalitas tersembunyi. Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan Loyalitas tersembunyi (Latent Loyalty). • Loyalitas premium. Jenis Loyalitas yang dapat ditingkatkan, terjadi bila ada tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi juga. 2.1.3.6 Loyalitas dan Siklus Pembelian Setiap kali Pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Pembelian pertama kali akan bergerak melalui 5 langkah, yaitu : 39 • Kesadaran Langkah pertama menuju Loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan akan produk. Pada tahap inilah mulai terbentuk “pangsa pikiran” yang dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul dari pesaing. • Pembelian awal Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara Loyalitas. Baik itu dilakukan secara online maupun offline, pembelian pertama kali merupakan pembelian percobaan. Perusahaan dapat menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk atau jasa yang diberikan. • Evaluasi Pasca – pembelian Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan mengevaluasi tranksaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan beralih ke pesaing. • Keputusan membeli kembali Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi Loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya tanpa pembelian berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari lebih tingginya sikap positif yang ditunjukkan terhadap produk atau jasa tertentu, dibandingkan sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif yang potensial. Keputusan membeli kembali seringkali merupakan langkah selanjutnya yang terjadi secara alamiah apabila pelanggan telah memiliki kekuatan emosional yang kuat dengan produk tertentu. 40 • Pembelian kembali Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang aktual. Untuk dapat dianggap benar – benar loyal, pelanggan harus terus membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Pelanggan yang benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan yang sama kapan saja barang itu dibutuhkan. 41 2.2 Kerangka Pemikiran Harley - Davidson Customer Experience Brand Activation (X2) (X1) 1. Keterlibatan konsumen 1. Sense 2. Menyampaikan ide yang membangun agar sebuah merek menjadi istimewa 2. Feel 3. Think 3. Menyampaikan ide yang dapat memotivasi konsumen 4. Act 5. Relate 4. Dapat dipercaya dan memberikan hasil yang baik Customer Loyalty (Y) 1. Pembelian lini produk 2. Memberikan pada orang lain referensi 3. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing Sumber : Penulis Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ini adalah untuk mengetahui loyalitas para pelanggan Harley – Davidson. Loyalitas pelanggan yang dimaksud adalah dimulai dari kesadaran pelanggan akan produk, dimana akan membentuk “pangsa pikiran” pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul dari pesaing. Dengan adanya pikiran tersebut dalam diri pelanggan, maka pelanggan akan 42 melakukan pembelian awal sampai pada akhirnya pelanggan melakukan pembelian kembali. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah Customer Experience dan Brand Activation berhubungan dengan Customer Loyalty pelanggan. 2.3 Hipotesis Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan / pemecahan persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan / asumsi dari suatu hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan data hasil observasi. (Supranto2001, p124) Untuk dapat diuji, suatu hipotesis haruslah dinyatakan secara kuantitatif. Pengujian hipotesis statistik ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang diuji. Variabel : X1 = Customer Experience X2 = Brand Activation Y = Customer Loyalty 1. Hipotesis 1 Æ Bagaimana hubungan antara Customer Experience terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson ? • H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson • H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson 43 2. Hipotesis 2 Æ Bagaimana hubungan antara Brand Activation terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson ? • H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Brand Activation terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson • H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Brand Activation terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson 3. Hipotesis 3 Æ Bagaimana hubungan antara Customer Experience dan Brand Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson ? • H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience dan Brand Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson • H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience dan Brand Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson