BAB 2 LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Customer Experience ( Pengalaman Pelanggan )
2.1.1.1 Definisi Customer Experience
Model Customer Experience adalah suatu model dalam pemasaran yang mengikuti
Customer Equity. Model ini dikembangkan oleh Bern Schmitt dalam bukunya Customer
Experience Management, yang merupakan kelanjutan dari buku sebelumnya, yaitu
Experiential Marketing.
Experience adalah peristiwa pribadi yang terjadi sebagai jawaban atas beberapa
rangsangan. Pengalaman atau experience melibatkan seluruh dalam setiap peristiwa
kehidupan. Dengan kata lain, sebagai pemasar harus menata lingkungan yang benar untuk
pelanggan dan apa sebenarnya yang diinginkan pelanggan. Pengalaman atau experience
pada umumnya bukan dihasilkan atas diri sendiri tapi bersifat membujuk pada atau secara
psikologi pengalaman adalah sesuatu hal yang terjadi tanpa unsur kesengajaan.
(Schmitt1999, p60)
Experiential Marketing merupakan sebuah pendekatan baru untuk memberikan
informasi mengenai merek dan produk. Hal ini terkait erat dengan pengalaman pelanggan
10 11 dan sangat berbeda dengan sistem pemasaran tradisional yang berfokus pada fungsi dan
keuntungan sebuah produk (Andreani2007, p2)
Berdasarkan pendapat Schmitt (2003, p17)
“Customer Experience Management (CEM) is the process of strategically
managing a customer’s entire experience with a product or a company”.
Customer experience management adalah proses secara strategis dalam mengatur atau
implementasi pengalaman atas diri pelanggan dengan suatu produk atau perusahaan.
Sedangkan menurut Jacques (www.wikipedia.org) :
”Customer Experience is the quality of the experience as apprehended by a
customer resulting from direct or indirect contact with any touch point of a
company.”
Customer Experience merupakan pengalaman dari pelanggan sebagai pemahaman akhir
melalui hubungan langsung dan tidak langsung dengan cara – cara yang diberikan oleh
perusahaan.
2.1.1.2 Pengertian dari Pengalaman
Berdasarkan pendapat Bernd H. Schmitt (1999, p60), pengalaman (Experience)
adalah peristiwa – peristiwa atau kejadian – kejadian yang memiliki kesan pribadi, yang
terjadi sebagai tanggapan atau hasil dari adanya rangsangan atau stimuli (misalnya,
rangsangan yang disediakan oleh usaha – usaha pemasaran, baik sebelum maupun sesudah
12 terjadinya pembelian). Pengalaman (Experience) melibatkan seluruh kehidupan dan sering
merupakan hasil dari observasi langsung atau partisipasi dalam suatu kejadian, baik secara
nyata, berupa mimpi, maupun virtual. Biasanya Experience tidak terjadi dengan sendirinya,
tetapi harus dipicu, oleh karena itu pemasar harus menyediakan atau menciptakan
lingkungan dan setting yang tepat untuk menghasilkan Customer Experience yang
diharapkan.
Dilihat dari sisi neurobiologi dan psikologi, Experience menjelaskan bahwa otak
manusia terdiri dari beberapa area fungsional (Bernd H. Schmitt1999, p62), yaitu :
•
Sistem penerimaan atau panca indera (Perceptual or Sensory) yang terletak
di thamalus, berfungsi untuk memproses input dari sistem panca indera
dalam bentuk gelombang cahaya, suara, dan lain-lain.
•
Sistem perasaan (Affective) terletak didalam dua lokasi terpisah, yaitu :
o
Di
dalam
sistem
limbik
(Limbic
System),
berfungsi
untuk
memproduksi respon spontan yang tidak dipengaruhi oleh daya pikir
dan analisis.
o
Di dalam neo-cortex, berfungsi untuk memproduksi emosi yang lebih
kompleks, dengan melibatkan logika, pemikiran, dan kreativitas.
13 2.1.1.3 Dimensi Customer Experience
Ada 5 dimensi Customer Experience antara lain :
1. Sense
Sense merupakan pendekatan pemasaran dengan tujuan untuk merasakan dengan
menciptakan pengalaman yang berhubungan dengan perasaan melalui tinjauan dengan
menyentuh, merasakan, dan mencium dengan kata lain yang berhubungan dengan panca
indera, yang meliputi tentang gaya, tema dan warna. (Schmitt1999, p99)
a. Sense sebagai pembeda (sense as differentiator)
Sense campaigns ditujukan kepada konsumen karena dilakukan dengan bentuk
spesial dan tidak seperti biasanya. Campaigns ini tidak sama dengan pelaksanaan
standar yang sudah biasa dilakukan pada desain produk, komunikasi dan eceran.
Usaha ini merangsang sense melalui alat baru dan strategi sehingga dapat
membedakan produk. Perbedaan memunculkan masalah stimuli yang paling sesuai
untuk menciptakan hasil sensory. (Schmitt1999, p110)
b. Sense sebagai pendorong (sense as motivator)
Sense dapat melakukan hal yang lebih banyak. Sense dapat memotivasi
konsumen untuk mencoba produk dan membelinya. Kuncinya adalah bagaimana
merangsang konsumen. Dengan tingkat optimum terhadap stimulasi dan aktivasi,
sense merupakan kekuatan motivasi yang ampuh. Bagaimana tingkat sempurna
terhadap stimulasi dapat dicapai, hal ini butuh pemahaman atas “bagaimana proses
stimulasi sensory, secara singkat, prinsip yang berbeda digunakan pada tiga
14 tingkatan, yakni :1).terhadap modalitas, 2).terhadap ExPros dan 3).terhadap ruang
dan waktu. (Schmitt1999, p110)
c.
Sense sebagai penyedia nilai (sense as value provider)
Sense juga dapat melengkapi nilai yang unik kepada konsumen. Hal ini
membutuhkan pemahaman mengenai jenis sense yang diinginkan konsumen, yakni
pemahaman mengenai dampak dari sensory. (Schmitt1999, p111)
Sebagai konsumen, perusahaan didesak dengan berbagai ungkapan sensory yang
dicatat oleh retina, telinga dan sel syaraf yang terkait dengan informasi yang menjadi
perhatian dan yang perlu diingat sebagai pengalaman tetap. Keputusan ini memberikan
perhatian dan untuk menyimpan informasi sensory struktur evolusi yang berpusat pada
otak.
2. Feel
Feel merupakan perasaan emosi yang muncul dari dalam hati secara positif dan
perasaan gembira yang terjadi pada saat mengkonsumsi. Unsur feel meliputi tentang
suasana hati dan perasaan atau emosi positif. (Schmitt1999, p118)
Pengalaman yang affective (Bernd H. Schmitt1999, p122) adalah pengalaman yang
bertingkat perasaan – perasaan (feelings) yang memiliki beragam intensitas, mulai dari
mood tingkat ringan, baik yang positif ataupun negatif, sampai emosi yang kuat. Jika
seorang pemasar bermaksud untuk menggunakan Affective eEperiences secara efektif
sebagai bagian dari strategi pemasaran, maka mereka perlu mengetahui sebuah
pengalaman yang lebih detail mengenai perbedaan Moods dan Emotions ini.
15 Affect
objects
Moods
Feelings and Emotions
Light
Strong
Positive, negative, neutral
Positive or negative, meaningful
Often unspesific
Triggered by events, agents and
Sumber : Bernd H. Schmitt, Experiential Marketing, How To Get Customers To Sense, Feel,
Think, Act, and Relate To Your Company and Brands, New York : The Free Press, 1999,
P.123.
Gambar 2.1 Types of Affect
a. Moods (suasana hati)
Moods (suasana hati) adalah jenis perasaan yang tidak spesifik. Moods (suasana
hati) dapat dipicu oleh rangsangan tertentu. Moods (suasana hati) dapat timbul
karena stimuli khusus, namun konsumen sering tidak sadar akan hal tersebut.
Terkadang, konsumen salah membentuk sumber keadaan afektif mereka. Misalnya,
lagu yang tidak menyenangkan di kedai kopi, atau pramugari yang kurang perhatian,
dapat membawa konsumen kedalam keadaan bad mood, walaupun seringkali
konsumen tidak menyadari bahwa musiknya atau pramugarinya yang bermasalah.
Konsumen hanya menyimpulkan bahwa kopinya tidak enak, atau perjalanan mereka
tidak menyenangkan.
b. Emotions (emosi)
Berbeda dengan Moods (suasana hati), Emotions (emosi) bersifat lebih kuat dan
spesifik. Emotions (emosi) merupakan ketegangan, keadaan afektif stimulus khusus.
Hal ini menarik perhatian dan menghambat aktivitas lain. Pikirkan tentang
16 kemarahan, kecemburuan, rasa benci, atau bahkan rasa sayang. Emotions (emosi)
ini selalu disebabkan oleh sesuatu hal atau orang lain (manusia, kejadian,
perusahaan, produk atau komunikasi).
Berdasarkan pendapat Bernd H. Schmitt (1999, pp124-125), terdapat 2 jenis
Emotions (emosi), yaitu :
•
Basic Emotions, misalnya emosi positif seperti senang, sukacita, atau emosi
negatif seperti amarah, kesedihan, dan lain-lain.
•
Complex Emotions, merupakan kombinasi dari emosi – emosi dasar.
Misalnya nostalgia (kerinduan yang sentimental akan masa lalu).
Sebagai kesimpulan Pengalaman feel memiliki banyak bentuk, mulai dari mood
ringan sampai dengan emosi kuat. Situasi konsumsi adalah hal penting terhadap feel
walaupun komunikasi feel sebelum konsumsi dapat mempengaruhi jenis feel yang
dialami dengan memberikan kerangka penafsiran terhadap konsumsi. Sebagai
pemasar
yang
berpengalaman,
perlu
memahami
bagaimana
mengendalikan
perasaan, dan bagaimana memberikan tingkat stimulasi yang baik terhadap
perasaan.
3. Think
Think merupakan pemikiran kreatif yang muncul di benak konsumen akan suatu
merek / perusahaan atau pelanggan diajak untuk terlibat dalam pemikiran kreatif.
(Schmitt1999, p138)
17 Prinsip think terdiri atas 3 yaitu Surprise, Intrigue, dan Provocation, sebagai berikut :
a. Surpise (terkejut)
Terkejut adalah penting dalam membuat konsumen terikat dalam pemikiran
kreatif. Terkejut terjadi ketika anda beralih dari harapan yang bersifat umum.
Terkejut memiliki hal yang positif. Dalam hal ini, konsumen mendapatkan lebih dari
apa yang mereka minta, atau melebihi harapan mereka.
b. Intrigue (membangkitkan)
Membangkitkan pikiran tergantung pada karakteristik seseorang. Apa yang
membuat orang berimajinasi dengan orang lain, yang tergantung pada tingkat
pengetahuan, ketertarikan dan pengalaman sebelumnya.
c.
Provocation (Provokasi)
Provokasi dapat merangsang pembahasan, yang menciptakan kontroversi atau
kejutan yang tergantung pada perhatian dan kelompok sasaran yang mana terihat
penuh agresif, dan berisiko.
4. Act
Strategi marketing Act dirancang untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang
berhubugan dengan gerakan badan atau dengan kata lain gerakan dan interaksi yang
muncul. (Schmitt1999, p154)
18 Act Experience meliputi flesh yang berhubungan dengan tubuh, tidak hanya
mendatangkan sensasi dan perspesi mengenai dunia luar, motor action (aksi mesin) juga
ikut bekerja dengan penuh yang dapat menimbulkan interaksi (interact), karena
berhubungan erat dengan perilaku fisik atas gaya hidup dan sosial dari pihak-pihak yang
berinteraksi. Pandangan bahwa media interaksi terkait dengan pengalaman dalam
program belajar, serta diikuti dengan perilaku non-verbal yang tidak dapat dipisahkan,
serta dalam act experience juga dapat menimbulkan persepsi atas diri sendiri atas
perilaku yang dipelajari yang menyebabkan pengalaman atas berinteraksi.
Sebagai contoh, produk Nike yang menjual sepatu sebanyak 160 juta pasang sepatu
hampir dalam setahun–hampir satu dari setiap dua pasang sepatu terjual di Amerika
Serikat. Kesuksesan yang diraih oleh produk ini, salah satunya adalah karena slogan Nike
yang dinilai sebagai ide yang briliant yang digunakan oleh perusahaan dalam setiap iklan
atau campaign yang dilakukan, yang slogannya berbunyi ”Just Do It”. Dimana, dalam
setiap iklan Nike juga menampilkan figur atlet – atlet atau olahragawan terkenal yang
melakukan aksinya, seperti mendribel bola – Nike ingin berusaha menampilkan
Experience of Physical Exercise, yang bertujuan untuk mempengaruhi pengalaman
jasmaniah (Bodily Experiences), menciptakan interaksi, serta merubah gaya hidup
menuju pada olahraga yang menyenangkan sekaligus menyehatkan dengan sepatu Nike
dan sesuai Slogannya ”Just Do It” (Bernd H. Schmitt1999, p68). Beberapa aspek dari act,
yaitu :
a. Physical Body Experiences, antara lain :
•
Flesh (daging / tubuh manusia), yaitu suatu sumber pengalaman yang
kaya, misalnya pengalaman berupa sensasi yang didapat konsumen
19 ketika menikmati layanan potong rambut, manicure, pedicure, atau pijat
(massage).
•
Motor actions, yaitu berbagai tindakan tertentu yang menghasilkan
keadaan kejiwaan dalam bentuk Experience. Tidak hanya terjadi pada
saat proses konsumsi, namun bisa juga dipicu melalui interaksi sosial.
•
Body Signals, yaitu bermacam gerakan tubuh yang menunjukan emosi
seseorang. Hal ini bisa terlihat jelas dan langsung berpengaruh pada
reaksi pelaku.
b. Life Style (Gaya Hidup)
Dalam
persepsi
pemasaran,
gaya
hidup
adalah
cara
seseorang
menghabiskan waktu dan uangnya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari,
tercermin dari aktivitas, minat, dan pandangannya akan suatu hal. Pemasar harus
cermat menangkap trend gaya hidup yang diminati pasar dan memastikan
produknya bisa menjadi bagian dari trend tersebut. Serta lebih baik lagi apabila
produk tersebut dapat menjadi trendsetter atau drivers of life style trends, tentunya
hal ini dapat tercapai jika pemasar dapat menciptakan life style experience yang
paling efektif. Misalnya Starbuck’s Coffee yang dapat membuat aktivitas minum kopi
yang biasa, namun dengan kepiawaiannya, Starbuck’s mampu menjadikan minum
kopi menjadi sebuah trend atau gaya hidup dengan sentuhan experience lewat
atmosfir yang berbeda, sehingga terkesan precious. (Bernd H. Schmitt1999, p165)
c.
Interactions (Interaksi)
Selain Physical Body Experience dan Life Style, ada pula Experience yang
terjadi sebagai akibat interaksi antar umat manusia. Perilaku seseorang tidak hanya
berdasarkan pada kepercayaan, tingkah laku, dan tujuannya, tetapi juga sistem
20 norma dan nilai – nilai yang berlaku dalam masyarakat sekitarnya. Dalam lingkungan
kerja, act experience adalah kunci untuk menciptakan atmosfir kerja yang baik dan
memperbaiki image perusahaan sekaligus hubungan interpersonal antar pegawai.
Berawal dari pembentukan lingkungan kerja secara fisik yang tepat sehingga
mendorong terjadinya interaksi.
5. Relate
Relate merupakan upaya untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain, dirinya
dengan merek atau perusahaan, dan budaya. (Schmitt1999, p171)
Dalam hal ini nilai budaya silang (cross cultural values) dianggap sebagai keyakinan
umum yang menggambarkan situasi tertentu. Hal ini berhubungan dengan keadaan
tujuan akhir dan pada umumnya sering dilakuakan tentang apa yang terjadi pada hirarki
utama. Experience relate bersifat langsung sampai dengan identifikasi kelompok yang
mengacu pada orang lain, dalam hal ini konsumen menganggap merek adalah sebagai
pusat organisasi sosial dan memiliki peranan dalam pemasaran. Pemasaran relate
melengkapi pengalaman yang kuat yang berasal dari hubungan sosial budaya dan
kebutuhan konsumen terhadap identitas sosial. Tantangan kunci terhadap relate adalah
menciptakan identitas sosial yang berbeda bagi konsumen dengan merayakan satu
kelompok atau budaya yang menjadi bagian konsumen.
21 2.1.1.4 Mengelola Pengalaman Pelanggan
Pengalaman pelanggan merupakan perbatasan inovasi terbaru untuk bisnis.
Perusahaan yang terfokus pada pentingnya pengalaman, dan sebagai catatan Jeananne Rae,
mewujudkan bahwa “bangunan besar konsumen adalah pengalaman perusahaan yang
kompleks, yang melibatkan strategi, integrasi dari teknologi, mengorganisir model bisnis,
manajemen merek, dan komitmen CEO. Dalam Enterprice Feedback Management (EFM)
sistem dapat digunakan untuk mengumpulkan nilai umpan balik dari pelanggan.
Customer Experience Improvement Program Microsoft’s membuka kesempatan
kepada pelanggan untuk memberikan masukan terhadap desain dan pengembangan produk–
produknya. Program mengumpulkan umpan balik bagaimana pelanggan menggunakan
Microsoft Program dan masalah – masalah yang dihadapi mereka. Hasil akhir perangkat
lunak untuk memberikan yang lebih baik terhadap kebutuhan pelanggan.
Layanan Customer Service menangani setiap kebutuhan pelanggan di setiap titik
perputaran kehidupan pelanggan (pemesanan, pemenuhan, tagihan, dukungan, dan lain–
lain) dan menggunakan semua saluran (pusat kontak, internet, layanan perorangan,
handphone, orang yang ramah, dan pelayan toko) dan alat komunikasi (telepon, chating, email). Mereka mengembangkan pengalaman berbasis differensiasi, yang mengalihkan fokus
ke fitur produk dari keinginan dan kebutuhan pelanggan.
Berdasarkan pengalaman pelayanan yang mengintegrasikan baik inovasi internal dan
eksternal untuk menciptakan end-to-end dari Customer Experience. Mereka menilai bisnis
mereka dan juga model sistem dukungan bisnis dan bantuan operasional sistem dari sudut
22 pandang pelanggan untuk mencapai tingkat pemusatan yang diperlukan untuk meningkatkan
loyalitas pelanggan.
Oraganisasi akan menghitung kepuasan pelanggan melalui survei yang menilai
kemampuan mereka melayani pelanggan. Namun demikian, pelanggan dapat sering dinilai
berdasarkan faktor – faktor seperti proses pembelian, lingkungan dalam batasan tertentu
dimana pengalaman dapat diterima, dan kesesuaian dari transaksi atau pelayanan dalam
setiap hubungan.
2.1.1.5 Solusi Pengalaman Pelanggan
Berdasarkan pendapat Bernd Schmitt, istilah Management Pengalaman Pelanggan
mewakili disiplin, metodologi dan / atau proses yang digunakan untuk mengatur secara
keseluruhan jalur pelanggan, interaksi dan transaksi dengan perusahaan, produk, merek dan
pelayanan. Pelanggan menyediakan solusi strategi, model proses dan teknologi interaksi
untuk merancang, mengelola dan mengoptimalkan proses end-to-end Customer Experience.
2.1.1.6 Kerangka Customer Experience Management
Kerangka Customer Experience Management meliputi 5 langakah :
a. Analyzing the Experiental World of the Customer (menganalisa pengalaman secara
umum atas diri pelanggan)
23 Untuk menganalisa konteks sosial budaya dimana pelanggan berada adalah
termasuk kebutuhan pengalaman mereka, termasuk gaya hidup mereka. Untuk pasar
bussiness to bussiness (B2B), dalam hal ini perlu menganalisa konteks bisnis termasuk
kebutuhan dan solusi yang mempengaruhi pengalaman konsumen. Dalam hal ini
langkah–langkah dalam menganalisa pengalaman pelanggan secara umum terdiri dari
(Schmitt2003, p56) :
•
Mengidentifikasi konsumen yang menjadi target untuk pengalaman yang telah
direncanakan.
•
Membagi dunia pengalaman, yang bertolak dari sudut pandang konsumen.
•
Menelusuri keseluruhan pengalaman sepanjang titik kontak antara konsumen
dan perusahaan, dari kesadaran pada tahap pembelian produk, pemanfaatan
dan penjualan.
•
Survey secara teratur akan sebuah kompetitif dengan menguji bagaimana
kompetisi dapat mempengaruhi pengalaman konsumen.
b. Building the Experiental Platform (membangun pengalaman platform)
Pengalaman platform atau eksperiensial adalah titik penghubung utama antara
strategi dan implementasi. Disamping itu, platform eksperiensial termasuk dinamika,
multisensorik, gambaran multi-dimensi dari pengalaman yang diinginkan.
Experiential Positioning (penempatan pengalaman) menggambarkan bahwa merek
itu tetap bertahan. Ini setara dengan pernyataan posisi dari manajemen tradisional dan
pemasaran, tetapi tentu menempatkan pernyataan posisi dengan isyarat dan
menggunakan komponen multisensorik yang lebih baik bagi pembeli dan para pengguna
24 merek, Experiential Value Promise (EVP) juga dalam hal ini menjelaskan apa yang akan
diperoleh oleh konsumen, yang merupakan pengalaman yang setara dengan proposisi
nilai fungsional, yang seringkali bersifat umum dalam sebuah merek yang diharapkan,
Overall Implementation Theme (implementasi tema yang menyeluruh) menimbulkan
gaya dan isi pesan yang baik serta digunkan perusahaan dalam mengembangkan
implementasi dalam pengalaman merek, menghubungkan kepada pelanggan, serta
perubahan dimasa mendatang. Experiential Value Promise (EVP) bermanfaat untuk
memikirkan istilah tipe pengalaman dalam Experiential Marketing.
Hal ini termasuk pengalaman sensorik (rasa); pengalaman affektif (perasaan);
pengalaman kognitif (berpikir); pengalaman fisik, perilaku dan gaya hidup; serta
pengalaman identitas sosial yang dihasilkan yang berhubungan dengan suatu kelompok
atau kultur (Schmitt2003, pp105-106), yaitu :
•
Pengalaman yang mengarah pada lima indera sense : nilai konsumen yang
diciptakan melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa dan penciuman.
•
Pengalaman feel yang mengarahkan perasaan dari dalam pada konsumen dan
emosi; nilai konsumen diciptakan melalui pengalaman efektif yang diarahkan
pada perasaan positif dihubungkan dengan merek (yaitu untuk mereka yang
tidak terlibat, merek grosir atau service atau produk industri) untuk emosi yang
kuat terhadap kenikmatan dan kebanggaan.
•
Pengalaman think dalam intelektual : menciptakan nilai konsumen.
•
Pengalaman act untuk perilaku dan gaya hidup, menciptakan nilai yang
memperlihatkan suatu gaya hidup alternative atau cara alternatif dalam
menjalankan bisnis.
25 •
Pengalaman relate yang memuat pengalaman sosial. Sekaligus menciptakan nilai
untuk konsumen dengan memberikan identitas sosial.
c.
Designing the Brand Experience (merancang pengalaman merek)
Pengalaman merek meliputi tentang estetika suatu produk yang fungsinya sebagai
dasar untuk pengalaman merek konsumen. Pengalaman merek konsumen juga meliputi
look and feel dalam logo dan tanda, kemasan, serta ruang gerai. Dalam aspek Brand
Experience (pengalaman merek) ini meliputi the Product Experience (pengalaman
produk) yang merupakan dasar dari pengalaman konsumen, yang meliputi atribut fungsi
dari produk bekerja. Dalam hal ini produk yang bermutu tinggi, akan menjadi sebuah
pertimbangan, dan dalam aspek the look and feel atau melihat dan merasakan
konsumen tidak hanya menilai fitur, tetapi ada pada logo, simbol, atau kemasan,
sedangkan pada aspek Experiential Communications (komunikasi pengalaman) ini
berpusat pada fitur dan manfaat dan hasil fungsional yang dapat meningkatkan
penjualan.
d. Structuring the Customer Interface (strukturisasi antar pelanggan)
Pengalaman platform diimplementasikan dalam interfase pelanggan. Dalam hal ini
sangat penting untuk membuat struktur, isi dan gaya dari interaksi dinamis untuk
menghasilkan atau memberi informasi dan pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen.
Aspek
Interface
Design
meliputi
esensi
dan
fleksibilitas
yang
mana
untuk
menstrukturisasi interfase sebuah pelanggan membutuhkan gambaran mengenai operasi
kunci, interaksi, dan pertukaran. Pelayanan pegawai yang selalu tanggap sangat
dibutuhkan dalam fleksibilitas konsumen. Style and Substance (gaya dan substansi) juga
26 mengacu pada interfase yang tepat pada bauran gaya dan substansi. Gaya dalam
konteks ini menunjukkan cara mengekspresikan esensi dan fleksibility dalam interfase,
sedangkan
substansi
memperlihatkan
kenyataan.
Time (waktu) memperlihatkan
perubahan secara nyata dari waktu ke waktu. Hal ini perlu diketahui tentang bagaimana
konsumen dikelompokkan dalam setiap perubahan waktu. Pengalaman konsumen
menjadi kunci utama untuk mendapatkan / menarik pelanggan kembali.
e. Engaging in Continious Innovation (keterlibatan inovasi secara terus menurus)
•
Inovasi berkontiribusi dalam Customer Experience (Schmitt2003, p172), yaitu :
o
Inovasi bisa meningkatkan nilai tambah dalam menjalankan bisnis
dengan perusahaan.
o
Inovasi bisa meningkatkan masa bertahan kesinambungan konsumen
dan konsumen bisnis dengan memberikan solusi – solusi baru sehingga
mendapatkan pengalaman baru.
o
•
Inovasi menghasilkan produk yang relevan dan bisa menyenangkan.
Experience at Various Stage of Product Development (pengalaman pada
berbagai langkah dalam pengembangan produk (Schmitt2003, pp178-179),
meliputi :
o
Market
Assessment
(penilaian
pasar),
yaitu
menganalisa
atas
pengalaman pelanggan secara menyeluruh.
o
Idea Generation (ide secara berkelanjutan), yaitu dalam hal ini
menghasilkan solusi atas pengalaman.
27 o
Concept Testing ( percobaan konsep), yaitu percobaan pendekatan
pengalaman dalam sebuah konsep.
o
Product Design (merancang produk), yaitu penggabungan sebuah
pengalaman dalam produk secara khusus.
o
Product Testing (Percobaan produk), yaitu melakaukan percobaan pada
pelanggan unutk mengetahui pengalaman atas diri pelanggan.
Penggabungan
pengalaman
yang
menyeluruh
atas
produk
baru
serta
pengembangannya adalah proses yang sangat menggairahkan yang melibatkan
konsumen. Untuk mencapai sasaran ini sangat penting memahami Experiential secara
menyeluruh yang meliputi desain yang unik serta menimbulkan kreatifitas.
2.1.2 Brand Activation ( Aktifitas Merek)
Saat masyarakat berpindah kedalam pandangan modern, perusahaan baru
mempunyai tingkatan dan sesuatu yang lebih tua telah merubah bisnis mereka untuk
menemukan individu dan perusahaan yang membutuhkan perubahan. Perusahaan telah
mendengarkan pelanggan mereka, dan mereka telah mempelajarinya, baik sebagai
perusahaan maupun sebagai individu dengan kebutuhan spesifik. Individu diartikan sebagai
titik tumpu pada masyarakat post-modern. Saat Robert Delamar menetapkan dalam
artikelnya “Post – modernism, electronic consciousness and humanness” : “Humanity is the
center of the post-modern period; indeed it is helpful to characterize this age as the selfcentered era”.
28 Masing – masing individu membawa kemampuan dan ide yang berharga untuk
segala macam resiko bisnis yang memiliki kebutuhan istimewa. Suatu peningkatan dari
perusahaan telah mengkhususkan peningkatan kompleksitas dari kebutuhan individu.
Mengorganisir jasa, telah menetapkan untuk mengimbangi permintaan dalam perubahan
global yang cepat dalam lingkungan bisnis dimana fleksibilitas merupakan inti untuk banyak
perusahaan.
Sementara itu, dalam musim kompetitif bisnis yang sangat tinggi, perkembangan
dan mempertahankan ciri unik dari sebuah produk bisa menjadikannya berharga dan mahal.
Kemajuan teknis tidak perlu meyakinkan sukses komersial atau keuntungan kompetitif yang
berkelanjutan. Produk akan menjadi lebih dan lebih seperti barang jualan. Sesuai dengan
Naomi Klein, pengarang dari banyak debat buku “No Logo”, perusahaan pimpinan seperti
Nike, Microsoft dan Tommy Hilfiger menyatakan bahwa mereka tidak hanya memikirkan
produk saja tetapi juga memikirkan citra dari merek mereka. Perusahaan juga mengarahkan
ke pelayanan untuk membedakan mereka dalam berhubungan dengan pelanggan.
Mendirikan keuangan seperti bank yang telah menerlantarkan strategi yang di diversifikasi
oleh mereka dengan satu jangkauan luas dari produk dan jasa, dimana masing – masing jasa
perorangan mempunyai pemasaran titiknya sendiri. Sebagai gantinya, mereka mengubah
hubungan mereka untuk pelanggan mereka dengan menggabungkan jasa berbeda dan
perencanaan keuangan. Strategi ini tidak didasarkan pada spesifikasi produk; melainkan ini
mencerminkan dalam pemahaman dari pelanggan seperti individu. Salah satu ide dasar di
balik perencanaan keuangan adalah untuk memahami keadaan keuangan perorangan,
perilaku dan kebutuhan untuk lebih spesifik menyediakan layanan dan produk.
Perusahaan menginginkan hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan mereka,
tetapi untuk membangun sebuah hubungan yang baik antara merek dengan pelanggan akan
29 menyulitkan dalam pertukaran produk untuk penawaran lain, keduanya pada satu fungsional
dan pada satu taraf emosional. Kompetitif yang tinggi dan perusahaan perorangan dunia
akan terus meningkat bergantung kepada merek sebagai senjata yang kompetitif. Merek
telah menjadi pembawa dari nilai emosional kearah pelanggan dari kemampuan spesifik yang
membangun keuntungan kompetitif. Dengan demikian merek menghadapi tantangan baru
yang dapat memberikan arti untuk perusahaan yang berhubungan dengan konsumen.
2.1.2.1 Definisi Brand Activation
Ketika mengaktifkan sebuah merek, perusahaan harus memperhatikan fitur – fitur
pokok yang mendasari sebuah merek. Ini mungkin mengkomunikasikan posisi atau
menjanjikan keuntungan pelanggan, atau impian perusahaan atau kebijakan perorangan –
strategi dan siasat yang sering bersangkutan dengan perusahaan secara keseluruhan. Oleh
sebab itu, aktifitas merek yang berlaku di mulai dengan definisi merek.
Aktifitas Merek merupakan langkah awal dari evolusi sebuah merek. Ketika semua
strategi merek yang diperlukan dilaksanakan, perusahaan hanya perlu untuk melaksanakan
ke seberang organisasi dan pada penjumlahan menawarkan kepada pelanggan. Aktifitas
merek melihat lebih dalam ke dalam kemungkinan pada merek, strategi dan posisi untuk
mendapatkan kegunaan yang mempunyai konsekwensi relevan untuk perusahaan secara
keseluruhan. Merek dapat diaktifkan pada satu jangkauan keadaan, ringkasan terbaik di
empat bagian; 1.Produk dan jasa, 2.Karyawan, 3.Identitas, dan 4.komunikasi.
Aktifitas Merek menyampaikan posisi merek dengan menawarkan produk – produk
dan jasa. Dengan kata lain yaitu menciptakan hubungan yag erat antara pelanggan dengan
merek produk dan jasa tersebut. Hal ini juga mempunyai kesamaan penampilan yang bebas
30 tak terikat dari alat penghubung. Dengan kata lain, pelanggan akan merasa merek sebagai
“satu perusahaan yang mudah di mengerti“ apakah pelanggan melihat melalui media, melalui
satu
produk,
secara
langsung
atau
pada
telepon.
Tetapi,
aktifitas
merek
juga
memberitahukan kepada pelanggan dengan cara mengiklankan.
Posisi merek adalah definisi umum seluk-beluk ini. Al Ries dan Jack Trout pertama
ditetapkan pada masanya dalam buku mereka “Positioning”. Ries dan Trout mendeskripsikan
kesempatan pemasaran dari memposisikan penaklukan spesifik dalam pikiran sasaran para
pembaca. Posisi ini harus memiliki strategi keuntungan yang akan menguntungkan pesaing.
Satu contoh yang mendukung pemikiran mereka adalah Avis, perusahaan
penyewaan mobil. Avis mengakui bahwa Hertz adalah merek penyewaan mobil yang pertama
di dunia. Pengakuan Avis ini dibagi menjadi dua, yaitu kesempatan dan keuntungan
kompetitif. Hasilnya adalah : “Avis, we try harder”. Dengan memposisikan merek sebagai
merek kedua dari pasar penyewaan mobil, Avis memberikan arti kenapa mereka yang harus
bekerja lebih keras dibandingkan pesaing untuk menyenangkan hati para pelanggan.
Contoh lain adalah Apple. Apple yang pertama di antara penghasil komputer untuk
menaklukkan posisi nyata : sebagai posisi yang berbeda dari perusahaan komputer. “Think
different”, memberikan arti yang berbeda pada Apple; ke dalam sistem berbeda yang berlaku
dan, kemudian pada pendekatan yang berbeda ke desain produk.
Teori lain dikembangkan oleh David A. Aaker yang menerbitkan bukunya ”Building
Strong Brands”. Sistem identitas merek Aaker’s mendeskripsikan posisi merek seperti ini :
“Brand Position is the part of the Brand Identity and Value Proposition that is to be actively
communicated to the target audience and that demonstrates an advantage over competing
31 brands”. Aaker mendeskripsikan sistem identitas sendiri sebagai identitas inti dan
membangun inti yang diperpanjang melalui produk, organisasi, kepribadian dan lambang.
2.1.2.2 Kekuatan Brand Activation
Brand Activation memiliki 5 kekuatan, yaitu :
•
Komunikasi Langsung
•
Menggugah emosi dan hiburan
•
Meningkatkan penjualan
•
Meningkatkan loyalitas
•
Bisa diukur
2.1.2.3 Prinsip Brand Activation
Brand Activation membantu mengatasi kebisingan dan membawa semangat hidup
melalui pelaksanaan yang kreatif–dan, yang terpenting adalah memberikan hasil dalam
proses. Yakni dijelaskan melalui empat prinsip sebagai berikut :
1. Keterlibatan Konsumen
Dalam rangka mendapatkan promosi yang paling sesuai, seleksi yang ketat perlu
diterapkan. Proses ini melibatkan perbadingan yang relevan antara perusahaan
dengan merek. Mekanisme yang digunakan untuk memastikan kesesuaian adalah
berdasarkan popularitas masalah, kesesuaian dengan nilai – nilai, target pasar,
potensi nilai jasa, perbandingan jenis pelanggan.
32 2. Menyampaikan ide yang membangun agar sebuah merek menjadi istimewa
Memberikan hal yang istimewa dan menarik kepada pelanggan merupakan salah
satu kunci agar promosi dapat berjalan dengan baik. Dimana pelanggan dan
perusahaan dapat berinteraksi yang pada akhirnya akan memperkuat merek
perusahaan. Ide yang kreatif merupakan cara terbaik untuk menunjukkan kelebihan
dari suatu produk. Sehingga perusahaan dapat memenuhi janji kepada pelanggan
dari produk yang dipromosikan.
3. Menyampaikan ide yang dapat memotivasi konsumen
Memberikan ide – ide yang dapat memotivasi pelanggan dengan cara mencari
wawasan dari target pasar. Misalnya pelanggan menginginkan kemasan yang
menarik dalam merchandise produk atau fungsi – fungsi lain yang bisa diperoleh dari
produk tersebut. Contoh lainnya yaitu sebuah handphone yang memiliki banyak
fungsi, selain untuk menelpon juga bisa digunakan untuk mengolah pesan serta
menerima java game atau wallpaper gratis.
4. Dapat dipercaya dan memberikan hasil yang baik
Hasil test untuk berbagai macam promosi apakah berasal dari merek produk atau
tidak untuk mencapai tujuan – tujuan bisnis baik dalam penjualan maupun
pengiriman. Hal ini mengacu pada luasnya pengalaman yang meliputi perencanaan,
persetujuan dan menemukan evaluasi wawasan konsumen dalam berkomunikasi
yang mendukung strategi perusahaan.
33 2.1.3 Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan)
2.1.3.1 Definisi Customer Loyalty
Definisi Customer Loyalty berasal dari kata custom, yang didefinisikan sebagai
”membuat sesuatu menjadi kebiasaan atau biasa” dan ”mempraktekkan kebiasaan.” (Griffin,
2005)
Pelanggan yang Loyal dicirikan sebagai berikut :
•
Makes regular repeat purchase (melakukan pembelian ulang secara teratur)
•
Purchases across product and service lines (melakukan pembelian lini produk yang
lainnya dari perusahaan)
•
Refers others (memberikan referensi pada orang lain) ; and
•
Demonstrates in immunity to the pull of the competition (menunjukkan kekebalan
terhadap tarikan dari pesaing / tidak mudah terpengaruh oleh bujukan pesaing)
Berdasarkan pendapat Das Narayandas (2005, p136)
“Manager define Loyalty as a commitment to continue buying a product or
service, what ever the circumstances.”
Manajer mendefinisikan Loyalitas sebagai suatu komitmen/janji untuk melakukan
pembelian berulang pada produk atau jasa, apapun kondisi sekitarnya.
Dapat disimpulkan bahwa Customer Loyalty (Loyalitas Pelanggan) adalah seseorang
yang melakukan pembelian berulang pada suatu produk. Dengan adanya Customer Loyalty
(Loyalitas Pelanggan) maka perusahaan akan mendapatkan laba yang besar.
34 Berdasarkan pendapat Hermawan Kartajaya (2004, p78) tingkat loyalitas pelanggan
adalah proses yang berkembang sejak 1970-an. Dalam perkembangannya ada empat school
of thoughts loyalitas pelanggan secara berturut - turut, yaitu Customer Satisfaction,
Customer Rettention, Customer Migration dan Customer Enthusiasm.
1. Pada school of thought yang pertama muncul awal 1970-an, Customer Satisfaction,
perusahaan mencoba mengukur dan mengelola kepuasan pelanggan mereka sebagai
indikasi tingkat loyalitas.
2. Kemudian dilanjutkan dengan school of thought yang kedua yaitu Customer
Retention. Pada era 1980-an sampai awal 1990-an, perusahaan mulai mengukur
tingkat perpindahaan pelanggan (Customer rates of defection) dan menyelidiki
penyebab – penyebabnya.
3. Sementara itu pada school of thought ketiga, Customer Migration, perusahaan mulai
melihat customer wallet share satu persatu. Maksudnya, pelanggan dikelola supaya
tetap atau bahkan meningkatkan belanjanya pada perusahaan itu.
4. Sedangkan school of thought terakhir dari loyalitas pelanggan adalah Customer
Entusiasm. Pelanggan yang antusias ini akan menunjukkan komitmen yang kuat
kepada produsen.
35 2.1.3.2 Manfaat Customer Loyalty
Berdasarkan pendapat Griffin (2005, p11), ada beberapa manfaat dari Customer
Loyalty yang tinggi bagi suatu perusahaan, yaitu :
•
Biaya pemasaran jadi berkurang (biaya pengambil-alihan pelanggan lebih
tinggi dari biaya mempertahankan pelanggan)
•
Biaya transaksi menjadi lebih rendah, seperti negoisasi kontrak dan
pemprosesan pesanan
•
Biaya perputaran pelanggan (customer turn over) menjadi berkurang (lebih
sedikit pelanggan hilang yang harus digantikan)
•
Keberhasilan cross-selling menjadi meningkat, menyebabkan pangsa pasar
pelanggan yang lebih besar
•
Pemberitahuan dari mulut ke mulut menjadi lebih positif
•
Biaya kegagalan menjadi menurun (pengurangan pengerjaan ulang, klaim
garansi, dan sebagainya)
36 2.1.3.3 Karakteristik Customer Loyalty
Berdasarkan
pendapat
Das
Narayandas
(2005),
Pelanggan
yang
Loyal
memperlihatkan beberapa karakteristik perilaku, yaitu :
•
Grow the Relationship (Menumbuhkan persahabatan), yaitu Pelanggan ingin
membeli
lebih
banyak
produk
atau
jasa
pada
tingkatan
ini
dan
mengembangkan cakupan persahabatan dengan penjual.
•
Provide word of Mouth Endorsement (Memberikan promosi melalui
komunikasi mulut ke mulut, yaitu Pelanggan akan mempromosikan
perusahaan dengan membicarakan hal-hal yang positif.
•
Resist Competitor’s Blandishment (Tahan terhadap bujukan pesaing), yaitu
Pelanggan akan merasa segan untuk berpindah ke pesaing, terlebih produk
– produk pesaing itu lebih superior, sebab ekspetasinya terhadap penjual
akan mengembangkan produk – produk yang sejenis.
•
Pay Premium (Membayar harga premium), yaitu Pelanggan yang Loyal akan
bersedia membayar harga lebih tinggi untuk penjual produk dan jasa.
•
Collaborate (Bekerjasama), yaitu Pelanggan percaya bahwa umpan balik
memberikan perbaikan di masa depan dan keinginan pelanggan untuk
membantu supplier mengembangkan produk dan jasa baru.
•
Invest (Investasi), yaitu Pelanggan yang loyal sering berinvestasi kepada
penjual, dalam hubungannya untuk menciptakan hambatan keluar, seperti
mengurangi risiko investasi penjual.
37 2.1.3.4 Tahapan Customer Loyalty
Berdasarkan
pendapat
Griffin
(2005),
tahapan
Customer Loyalty (Loyalitas
Pelanggan) dibagi menjadi :
•
Suspect, yaitu tersangka adalah orang yang mungkin membeli jasa anda.
Disebut tersangka karena dipercaya atau menyangka mereka akan membeli
tetapi masih belum cukup yakin.
•
Prospek, yaitu orang yang membutuhkan produk atau jasa anda dan
memiliki kemampuan membeli.
•
Prospek yang didiskualifikasi, yaitu prospek yang telah cukup dipelajari untuk
mengetahui bahwa mereka tidak membutuhkan, atau tidak memiliki
kemampuan membeli produk.
•
Pelanggan pertama kali, yaitu orang yang telah membeli produk satu kali.
Orang tersebut bisa jadi merupakan pelanggan dan juga sekaligus pesaing.
•
Pelanggan berulang, yaitu orang – orang yang telah membeli produk dua
kali atau lebih. Mereka mungkin telah membeli produk yang sama dua kali
atau membeli produk atau jasa yang berbeda pada dua kesempatan atau
lebih.
•
Klien, yaitu orang yang membeli secara teratur, memiliki hubungan kuat dan
berlanjut, yang menjadikannya kebal terhadap tarikan pesaing. Klien
membeli apapun yang dijual dan dapat digunakan.
•
Advocate (Penganjur), yaitu orang yang membeli apa pun yang dijual dan
dapat digunakan serta membelinya secara teratur. Tetapi, penganjur juga
mendorong orang lain untuk membeli, melakukan pemasaran dan membawa
pelanggan.
38 •
Pelanggan / klien yang hilang, yaitu seseorang yang pernah menjadi
pelanggan atau klien tetapi belum membeli kembali dari sedikitnya dalam
satu siklus pembelian yang normal.
2.1.3.5 Empat Jenis Loyalitas
Empat jenis Loyalitas yang berbeda muncul bila keterikatan rendah dan tinggi
diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi, dapat diuraikan
sebagai berikut :
•
Tanpa Loyalitas. Untuk berbagai alasan, beberapa pelanggan tidak
mengembangkan Loyalitas terhadap produk atau jasa tertentu.
•
Loyalitas yang lemah. Ketertarikan yang rendah digabung dengan pembelian
berulang yang tinggi menghasilkan Loyalitas yang lemah (Inertia Loyalty).
Pelanggan ini akan membeli karena kebiasaan. Dengan kata lain, faktor nonsikap dan faktor situasi merupakan alasan utama membeli.
•
Loyalitas tersembunyi. Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabung
dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan Loyalitas
tersembunyi (Latent Loyalty).
•
Loyalitas premium. Jenis Loyalitas yang dapat ditingkatkan, terjadi bila ada
tingkat ketertarikan yang tinggi dan tingkat pembelian berulang yang tinggi
juga.
2.1.3.6 Loyalitas dan Siklus Pembelian
Setiap kali Pelanggan membeli, ia bergerak melalui siklus pembelian. Pembelian
pertama kali akan bergerak melalui 5 langkah, yaitu :
39 •
Kesadaran
Langkah pertama menuju Loyalitas dimulai dengan kesadaran pelanggan
akan produk. Pada tahap inilah mulai terbentuk “pangsa pikiran” yang
dibutuhkan untuk memposisikan ke dalam pikiran calon pelanggan bahwa
produk atau jasa lebih unggul dari pesaing.
•
Pembelian awal
Pembelian pertama kali merupakan langkah penting dalam memelihara
Loyalitas. Baik itu dilakukan secara online maupun offline, pembelian
pertama
kali
merupakan
pembelian
percobaan.
Perusahaan
dapat
menanamkan kesan positif atau negatif kepada pelanggan dengan produk
atau jasa yang diberikan.
•
Evaluasi Pasca – pembelian
Setelah pembelian dilakukan, pelanggan secara sadar atau tidak sadar akan
mengevaluasi tranksaksi. Bila pembeli merasa puas, atau ketidakpuasannya
tidak terlalu mengecewakan sampai dapat dijadikan dasar pertimbangan
beralih ke pesaing.
•
Keputusan membeli kembali
Komitmen untuk membeli kembali merupakan sikap yang paling penting bagi
Loyalitas bahkan lebih penting dari kepuasan. Singkatnya tanpa pembelian
berulang, tidak ada loyalitas. Motivasi untuk membeli kembali berasal dari
lebih tingginya sikap positif yang ditunjukkan terhadap produk atau jasa
tertentu, dibandingkan sikap positif terhadap produk atau jasa alternatif
yang potensial. Keputusan membeli kembali seringkali merupakan langkah
selanjutnya yang terjadi secara alamiah apabila pelanggan telah memiliki
kekuatan emosional yang kuat dengan produk tertentu.
40 •
Pembelian kembali
Langkah akhir dalam siklus pembelian adalah pembelian kembali yang
aktual. Untuk dapat dianggap benar – benar loyal, pelanggan harus terus
membeli kembali dari perusahaan yang sama, mengulangi langkah ketiga
sampai kelima (lingkaran pembelian kembali) berkali-kali. Pelanggan yang
benar-benar loyal menolak pesaing dan membeli kembali dari perusahaan
yang sama kapan saja barang itu dibutuhkan.
41 2.2 Kerangka Pemikiran
Harley - Davidson
Customer Experience
Brand Activation (X2)
(X1)
1. Keterlibatan konsumen
1. Sense
2. Menyampaikan
ide
yang
membangun agar sebuah
merek menjadi istimewa
2. Feel
3. Think
3. Menyampaikan
ide
yang
dapat memotivasi konsumen
4. Act
5. Relate
4. Dapat
dipercaya
dan
memberikan hasil yang baik
Customer Loyalty (Y)
1. Pembelian lini produk
2. Memberikan
pada orang lain
referensi
3. Menunjukkan kekebalan
terhadap
tarikan
dari
pesaing
Sumber : Penulis
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini adalah untuk mengetahui loyalitas para pelanggan Harley – Davidson.
Loyalitas pelanggan yang dimaksud adalah dimulai dari kesadaran pelanggan akan produk,
dimana akan membentuk “pangsa pikiran” pelanggan bahwa produk atau jasa lebih unggul
dari pesaing. Dengan adanya pikiran tersebut dalam diri pelanggan, maka pelanggan akan
42 melakukan pembelian awal sampai pada akhirnya pelanggan melakukan pembelian kembali.
Melalui penelitian ini akan diketahui apakah Customer Experience dan Brand Activation
berhubungan dengan Customer Loyalty pelanggan.
2.3 Hipotesis
Hipotesis pada dasarnya merupakan suatu proporsi atau anggapan yang mungkin
benar, dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan / pemecahan
persoalan ataupun untuk dasar penelitian lebih lanjut. Anggapan / asumsi dari suatu
hipotesis juga merupakan data, akan tetapi karena kemungkinan bisa salah, maka
apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji terlebih dahulu
dengan menggunakan data hasil observasi. (Supranto2001, p124)
Untuk dapat diuji, suatu hipotesis haruslah dinyatakan secara kuantitatif.
Pengujian hipotesis statistik ialah prosedur yang memungkinkan keputusan dapat
dibuat, yaitu keputusan untuk menolak atau tidak menolak hipotesis yang sedang diuji.
Variabel :
X1 = Customer Experience
X2 = Brand Activation
Y = Customer Loyalty
1. Hipotesis 1 Æ Bagaimana hubungan antara Customer Experience terhadap Customer
Loyalty Harley – Davidson ?
•
H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience
terhadap Customer Loyalty Harley – Davidson
•
H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience terhadap
Customer Loyalty Harley – Davidson
43 2. Hipotesis 2 Æ Bagaimana hubungan antara Brand Activation terhadap Customer
Loyalty Harley – Davidson ?
•
H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Brand Activation terhadap
Customer Loyalty Harley – Davidson
•
H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Brand Activation terhadap
Customer Loyalty Harley – Davidson
3. Hipotesis 3 Æ Bagaimana hubungan antara Customer Experience dan Brand
Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley –
Davidson ?
•
H0 = Tidak ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience dan
Brand Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty
Harley – Davidson
•
H1 = Ada hubungan yang signifikan antara Customer Experience dan Brand
Activation secara bersama – sama terhadap Customer Loyalty Harley –
Davidson
Download