6 ____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati POLITIK HUKUM, ASPEK, DAN TEORI PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PEMERINTAHAN DAERAH ANDI KASMAWATI Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar Abstrak: Tuntutan terhadap perubahan bidang hukum terutama hukum tata negara berkonsekuensi dilakukannya perubahan perundang-undangan termasuk perundangundang pemerintahan daerah dapat dilihat dalam kurun waktu 9 (sembilan) tahun undang-undang pemerintahan daerah mengalami perubahan yaitu 2 (dua) kali penggantian dan 2 (dua) kali revisi, hal ini menunjukkan bahwa perundang-undangan dibuat untuk menyesuaiakan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang dilandasi oleh teori-teori dan dilatarbelakangi oleh aspek-aspek pengubah hukum. Kata Kunci: Perubahan undang-undang dalam politik hukum, aspek, dan teori. PENDAHULUAN Ketika tuntutan reformasi berkumandangkan pada tahun 1998 lalu, berbagai konsekuensi yang perlu ditangani oleh pemerintah maupun masyarakat, termasuk pembenahan dan perubahan yang fundamental dalam bidang hukum dan politik, perjalanan roda kenegaraan yang tidak konsisten, tidak bisa tidak, harus mengalami perubahan yang selaras, baik terhadap tuntutan masyarakat internasional maupun masyarakat lokal. Akibat dari derasnya tuntutan terhadap perubahan dibidang hukum, terutama dalam bidang hukum tata negara, maka pemerintah dalam rangka mewujudkan agenda reformasi, untuk menegakkan supremasi hukum, dilakukannlah pembenahan terhadap berbagai peraturan perundang-undangan dengan cara membuat peraturan perundang yang baru maupun merubah peraturan perundang-undangan atau mengganti peraturan perundang yang ada. Hukum Tata Negara merupakan salah satu bidang hukum, cukup banyak mengalami perubahan sebagaimana kita lihat pada perubahan perundangundangan pemerintahan daerah dari undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah merupakan undang-undang peninggalan orde baru pada masa pemerintahan Soeharto, kemudian diera reformasi ini diganti menjadi undang-undang No. 22 Tahun 1999 pada masa pemerintahan KH. Abdul Rahman Wahid, empat tahun kemudian diganti lagi menjadi undang-undang No. 32 Tahun 2004 pada masa pemerintahan Megawati Soekarno Putri, kemudian ditahun 2005 lahir undang-undang No. 8 Tahun 2005 tentang Penetapan PERPU No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, dan pada tahun 2008 undang-undang pemerintahan daerah direvisi melalui undang-undang No. 12 Tahun 2008 tetang Perubahan kedua Undang-Undang Pemerintahan Daerah. 7 Berdararkan hasil pengamatan terhadap perubahan peraturan perundangundangan pemerintahan daerah yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada perbedaan limit waktu sebelum reformasi dan setelah reformasi. Perubahan undangundangan pemerintahan daerah pada masa sebelum reformasi boleh dikatakan tidak pernah dilakukan pergantian yang berlaku hanya undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daearh sampai di ganti dengan undangundang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (setelah reformasi) cukup lama baru mengalami perubahan yaitu sekitar 25 tahun, dibanding perubahan undang-undang No. 22 Tahun 1999 menjadi undang-undang No 32 tahun 2004 sekitar 5 tahun dan sudah dilakukan revisi sebanyak dua kali. Adanya perubahan perundangundangan merupakan reflekasi dari adanya ketidak puasan masyarakat terhadap pemerintahan orde baru, yang menggambarkan kuatnya posisi eksekutif dihadapan legislatif (yang sesungguhnya telah menjadi tradisi di Indonesia di zaman kolonial dan bahkan juga sejak zaman sebelumnya) ini disebabkan karena 2 (dua) alasan, yaitu: pertama karena ada dan selalu didayagunakannya wewenan konstitusional badan-badan eksekutuf untuk terlibat dalam perancangan perundang-undangan yang karena praktiknya (karena dikuasainya sumber daya yang berlebih) menyebabkan eksekutif mampu lebih dominan berprakarsa. Alih-alih ide dan kebijakan yang diprakarsai lembaga perwakilan yang seharusnya mendahului, dalam banyak peristiwa, justru ide-ide dan prakarsa eksekutif itulah yang lebih banayak merintis dan mengontrol perkembangan. Kontrol eksekutif di dunia perundang-undangan, menjadi tampak lebih besar lagi ketika orang juga mau memerhatikan ”keleluasaan” eksekutif dalam membuat perubahan hukum atau regulatori laws yang sebetulnya hanya bertaraf peraturan pelaksanaan, tetapi dalam praktek menimbulkan efek-efek perubahan pola kehidupan yang jauh juga. Kedua Kenyataan bahwa dalam perkembangan politik yang terjadi di zaman orde baru, kekuatan politik yang berkuasa dijajaran eksekutif ternyata juga mampu memanuver dan mendominasi DPR/MPR. Sebagai hasil kompromikompromi politik yang diperoleh dari hasil trade off antara berbagai kekuatan politik yang terjun kekancah percaturan politik diawal tahun 70 an disepakati bahwa tidak semua anggota DPR/MPR merupakan hasil pemilihan. Dalam Konstruksi seperti ini, dapat lah dikatakan bahwa: Hukum di Indonesia dalam perkembangannya diakhir abad ke 20 ini benar-benar secara sempurna menjadi semacam government social control dan berfunsi sebagai tools of social engjinering. Akibatnya hukum positif sebagai hukum perundangundangan sepanjang sejarah perkembangan pemerintahan orde baru telah menjadi kekuatan kontrol ditangan pemerintah terlegitimasi (secara formalyuridis) dan tidak selamanya merfleksikan konsep keadilan, asas-asas moral dan wawasan kearifan yang sebenarnya, sebagaimana yang sesungguhnya yang hidup didalam kesadaran hukum masyarakat awam. Dalam situasi seperti itulah gerakangerakan dari bawah untuk menuntut hakhak asasi manusia kemudian meletup secara terbuka, dan justru terdengar lebih kuat dan lebih santer dari apa yang Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________ 8 ____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati terjadi semasa jaya-jayanya ide hukum revolusi diawal tahun 60 an. Situasi ini menunjukkan bahwa situasi kekuatan politik legislatif telah dimonopoli oleh eksekutif yang dominan itu, yang pada gilirannya sistem hukum menjadi hukum represif (otoriterian) dan bukan hukum masyarakat yang responsif (demokratik). Hal ini merupakan perwujudan kontradiktipf yang selalu diciptanakan antara fungsi hukum dan politik, terutama melalui konfigurasi dan kecenderungan egoisme individualistik maupun kelompok berkepentingan. Berkaitan dengan kecenderungan ini Von der Heydte dalam Abraham Amos (2005: 63) mengemukakan bahwa: “...tiap-tiap norma hukum positif sebagai suatu realitas simultan dan postulat moral yang tidak dibatasi waktu serta tujuan politik yang bergantung dari waktu ke waktu secara terbatas. Hukum berada diantara ketegngan moral dan politik yang saling berkontraksi. Dalil-dalil keadilan bukanlah sekadar prinsip dari tatanan yang terdiri dari kebebasan manusia tetapi juga kehendak individu, ukuran kebenaran moral dan tujuan akhirnya.” Menelusuri makna dibalik pikiran Von der Heygte ahli hukum Mekxico Edurdo Garcia Meynes dalam Abraham Amos (2005: 63) mengatakan bahwa: “...seraya menerima kebenaran yang obyektif dari nilai-nilai hukum, bahwa nilai-nilai hukum itu mempunyai berbagai bentuk relativitas dalam tiga bentuk yakni : 1) relativitas pada orang, 2) relativitas pada situasi-situasi, 3) relativitas pada ruang dan waktu. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan diatas oleh Abraham Amos (2005: 64) mengemukakan bahwa: “Hukum yang eksis dalam masyarakat merupakan bentuk hukum yang bersifat imperative responces artinya netral tidak berpihak bagi siapa pun yang melakukan kesalahan atau kejahatan (dan tidak mengadopsi kepentingan tertentu). Jadi aturan hukum dibuat bukan melindungi kepentingan para pembuatnya, melainkan hukum dibuat untuk melindungi kepentingan warga masyarakat. Artinya hukum itu harus berada pada posisi yang setara yaitu antara kepentingan pemerintah dan masyarakat harus berimbang (ekuilibrasi) sesuai dengan hukum thermodinamika. Jika tidak, hukum hanya akan menjadi vampire penghisap darah manusia sehingga validitasnya tidak diakui sebagai hukum responsif yang mewakili jaminan rasa keadilan bagi semua pihak tanpa pengecualian. HAKIKAT POLITIK HUKUM DAN PERUBAHAN PERUNDANGUNDANGAN PEMERINTAHAN DAERAH 1. Politik Hukum dan Hubungan antara Hukum dan Politik Pada pemaparan mengenai politik hukum, diperlukan penjelasan menganai kajian politik hukum apakah merupakan kajian ilmu politik atau kajian ilmu hukum, hal ini masih sering dipertentangkan, namun oleh Soerjono Soekanto dan Purbadcaraka dalam Sri Soemantri (2006: 35) dikemukakan bahwa: “Displin Politik Hukum terbentuk dari gabungan dua disiplin hukum, yaitu disiplin ilmu hukum dan filsafat hukum. Ilmu Hukum diarahkan pada cara untuk mencapai tujuan. Adapun filsafat hukum diarahkan untuk melihat tujuan yang diinginkan” 9 Proses interplay antara cara untuk mencapai tujuan dan melihat tujuan yang diinginkan itulah yang kemudian melahirkan politik hukum, dengan catatan bahwa politik dipahami sebagai policy, bukan dalam pengetian cara untuk memperoleh kekuasaan. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kebijakan hukum (legal policy). Dengan Kerangka pikir seperti ini, Purnadi Purbacaraka dalam Sri Soemantri (2006: 40) mengemukakan bahwa: “Politik hukum dalam disiplin hukum bergerak pada tataran etik dan teknik kegiatan pembentukan hukum dan penemuan hukum” Lebih lanjut dijelaskan bahwa: Politik Hukum berbicara pada tataran empiris fungsional dengan menggumnakan metode teleologis-konstruktif, artinya bahwa Politik hukum dalam pengetian etik dan teknik kegiatan pembentukan hukum dan penemuan hukum, lebih diarahkan untuk melihat sejauh mana hukum yang dibentuk memiliki nilai guna dan gerak dalam proses transformasi masyarakat yang diinginkan, proses yang melibatkan unsur-unsur yang mendukung terjadinya proses tersebut harus diperhatikan, termasuk dalam hal ini adalah pengaruh ideologi atau ajaran-ajaran politik kendatipun kecil pengaruh tersebut” Sebagai sebuah disiplin hukum, politik hukum memberikan landasan akademis terhadap proses pembentukan dan penemuan hukum yang lebih sesuai dengan konteks kesejarahan, situasi dan kondisi, kultur, nilai-nilai yang berkembang dimasyarakat, dan dengan memperhatikan pula kebutuhan masyarakat terhadap hukum itu sendiri. Melalui proses seperti ini diharapkan produk hukum yang akan diimplementasikan ditengah-tengah masyarakat dapat diterima, dilaksanakan dan dipatuhi. Pengartian Politik Hukum dapat dibagi dalam pengertian dari presfektif etimologi dan presfektif terminologi dimana: Dalam persfektif etimologis politik hukum merupakan terjemahan bahasa Belanda ”recht politik” yang berarti kebijakan (policy) sehingga dapat dikatan sebagai kebijakan hukum, sedangkan kebijakan dalam kamus bahan Indonesia berarti rangkaian konsep dan asas dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Dengan kata lain poitik hukum adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak dalam bidang hukum. Berkaitan dengan pengertian tersebut Klan dalam Imam Syaukani (2004: 22) menjelaskan bahwa: “Kebijakan itu adalah tindakan secara sadar dan sistimatis, dengan mempergunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan politik yang jelas sebagai sasaran yang dijalankan langkah demi langkah. Sejalan dengan pendapat Klan. Kuypers dalam Imam Syaukani (2004: 22) menjelaskan pula bahwa: Kebijakan itu adalah suatu susunan dari: (1) Tujuan yang dipiliholeh para administratur publik baik untuk kepentingan diri sendiri maipun untuk kepentingan kelompok. (2) Jalan-jalan dan saarana-sarana yang dipilih olehnya. (3) Saat-saat yang mereka pilih. Adapun Fried dalam Imam Syaukani (2004: 22) memahami bahwa: “Kebijakan pada hakekatnya adalah suatu posisi yang sekali dinyatakan akan mempengaruhi keberhasilan keputusan- Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________ 10 ____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati keputusan yang akan dibuat dimasa datang” Pada persfektif terminologi, Menuru Padmo Wahyono (1986: 160) bahwa: “Politik Hukum adalah kebijakan penyelenggara negar tentang apa yang menjadi kriteria menghukumkan sesuatu” Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakannya sendiri yang dapat diurai dalam bentuk: (1) Politik Hukum dalam Presfektif Keilmuan (2) Ruang Lingkup dan Maanfaat Politik Hukum (3) Politik Hukum Nasional Indonesia (4) Karakteristik Politik Hukum nasional Menurut Bachsan Mustafa (2003: 52) Politik Hukum mengandung dua pengertian yaitu: “Politik dan Hukum. Politik adalah Aspek dari semua perbuatan yang berkenaan dengan usaha kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif. (Talcott Parson). Politik adalah tindakan yang dijalankan menurut suatu rencana tertentu, terorganisir dan terarah, yang secara tekun berusaha menghasilkan, mempertahankan atau mengubah susunan kemasyarakatan. (Peter Van Oetzen). Selanjutnya Politik adalah Kebijaksanaan pemerintah serta perwujudan dan damapaknya. (Hoogerwerf). Kebiajakan itu sendiri dapat dilukiskan sebagai usaha mencapai tujuan tertentu dengan sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Dari pandangan tersebut Hoogerwerf dalam Bachan Mustafa (2003: 53) mengemukakan menganai sarana yang bersifat yuridis pemerintahan dapat dibedakan atas: (1) Sarana untuk pengaturan aktivitasaktivitas warga negara (undang-undang, ketentuan-ketentuan administarasi dan sanksi). (2) Sarana untuk pegaturan antara pemerintahan dan yang diperintah (perlindungan hukum, antara lain dalam bentuk banding dan apel administarssi dan pengadilan administratif, dan perlindungan kepentingan-kepentingan, anatara lain dalam bentuk ”Inspraak” dan keterbukaan. (3) Sarana untuk pengaturan tindakan-tindakan dari hubungan antara badan – badan pemerintahan (anatara lain pengawasan, perencanaan, berjangka dan analisis kebijaksanaan Sementara itu Moh. Mahfud Md. (1998: 1) mengemukakan bahwa: “Politik Hukum secara sederhana dapat dirumuskan sebagai kebijakan hukum (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah ; mencakup pula tentang pengertian bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada dibelakang pembuatan dan penegakan hukum itu” Hubungan antara Hukum dan Politik menurut Bachan Mustafa (2003: 54) bahwa: “Hakikat hukum itu adalah pernyataan politik dari pemerintah” Hukum itu merupakan pernayataan politik pemerintah yang dinyatakan dalam bentuk undang-undang, peraturanperaturan tertulis yang dibuat pemerintah. Hukum dan Politik keduanya memiki tujuan yang sama yakni perwujudan dari ide hukum. Namun perwujudan itu memiliki sifat yang berbeda. Politik adalah proses perwujudannya sebagai demikian (an Such), dan hukum adalah produk dari proses itu bagi hukum, hukum adalah result dari politik” 2. Perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah Jimly Asshiddiqie (2007: 395) Mengemukakan bahwa: “Pemerintahan 11 Daerah diatur dalam Bab tersendiri dalam UUD NRI Tahun 1945 yaitu Bab. VI dengan judul ”Pemerintah Daerah” Dalam UUD RIS Tahun 1949, ketentuan tetang hal tersebut termaktub dalam pasal 42-67 dan dalam UUDS 1950 pada pasal 131 dan 132. Bahkan sejak sebelum kemerdekaan, sudah banyak pula peraturan yang dibuat untuk mengatur persoalan pemerintahan di daerah dan persaoalan yang berkaitan dengan desentralisasi” Berbagai peraturan telah dilahirkan untuk mengatur mengenai Pemerintahan Daerah yaitu: (1) Decentralisatie Wet Tahun 1903. (2) Bestuurshervorming Tahun 1922. (3) Undang-undang No. 1 Tahun 1945 tentang Pemerintahan Daerah. (4) Undang-undang No. 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan di Daerah. (5) Undang-undang No. 44 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah, Daerah Indonesia Timur. (6) Undang-undang No. 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. (7) Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah (8) Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 tentang Pemerintahan Daerah. (9) Undang-undang No. 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah. (10). Undang-undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah . (11). Undangundang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. (12). UndangUndang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, beserta berbagai peraturan pelaksanaannya yang ditetapkan pada Tahun 1999 dan Tahun 2000. (13). Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, beserta peraturan pelaksanaannya sampai sekarang. (14) Undang-undang No. 12 Tahun 2008, revisi Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Salah satu kebijakan yang terkandung dalam berbagai peraturan tersebut adalah kebijakan desentralisasi Pemerintahan Daerah yang sejak dahulu diaggap sesuatu yang niscaya. Menelusuri sejarah Perundang-undangan Pemerintahan Daerah yang selama ini dijalankan oleh pemerintah, khususnya pada Undang-Undang Pemeritahan Daerah yang diberlakaukan pada era reformasi ini yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 menjadi fokus perhatian, terutama dalam mengkaji politik hukum perubahan undang-undang tersebut. Hukum dibuat mempunayai Fungsi antara lain sebagai Standard of conduct yakni sandaran atau ukuran tingkah laku yang harus ditaati oleh orang dalam bertindak dalam mealakuakan hubungan antara satu dengan lainnya. Sebagai as atool of social engeneering, yakni sarana atau alat untuk merubah masyarakat kearah yang lebih baik, dan fungsi as a tool of social control adalah sebagai alat untuk mengukur tingkah laku dan perbuatan manusia agar mereka tidak melakukan perbuatan melawan norma hukum, aagama, dan susila dan fungsi as a facility on of human introduction yakni hukum berfungsi tidak hanya untuk menciptakan ketertiban tetapi juga untuk mencipatakan perubahan masyarakat dengan cara memperlancar proses interaksi sosial dan diharapkan menjadi pendorong untuk menimbulkan perubahan kehidupan masyarakat. Agar fungsi hukum dapat berjalan sebagaimana yang disebutkan diatas Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________ 12 ____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati dapat berjalan seabagaimana diharapkan, maka hukum itu tidak boleh statis, tetapi harus selalu dinamis, harus selalu diadakan perubahan sejalan dengan perkembanagan zaman dan dinamika kehidupan masyarakat. Menurut Ahmad Muatafa dalam Abdul Manan (2005: 3) bahwa: “Sesungguhnya hukum-hukum itu dibuat dan diundangkan untuk kepentingan manusia, sedangkan kepentingan manusia itu tidak sama berbeda satu dengan yang lain. Oleh karena itu, apabila suatu hukum yang dibuat pada waktu dimana pada waktu hukum itu dirasakan suatu kebutuhan, kemudian kebutuhan itu tidak ada lagi, mak suatu hal yang sangat bijaksana hukum itu diubah dan disesuaikan dengan kondisi zaman” ASPEK-ASPEK PERUBAHAN HUKUM (PERUNDANGUNDANGAN) 1. Aspek Pengubah Hukum dari segi Sosial Budaya a. Stratifikasi sosial Stratifaksi sosial adalah pembedaan penduduk dalam kelas-kelas atau lapisanlapisan sosial secara fertikal, Muh.Abduh dalam Abdul Manan (2005: 78) dengan mengutip pendapat Putirim A Sorokim yang mengatakan bahwa: “Sistem berlapis-lapis itu merupakan ciri tetap dan umum dalam setiap masyarkat yang hidup secara teratur dan inilah yang disebut dengan stratifikasi sosial. Selama dalam masyarakat ada sesuati yang dapat dihargainya, maka hal itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat itu” Barang sesuatu yang dihargai itu mungkin juga keturunan dari keluarga terhormat. Bagi masyarakat yang tidak mempunyai sesuatu yang berharga dari hal tersebut itu. Ada kemungkinan masyarakat lain memandang sebagai masyarakat dengan kedudukan yang rendah. Sesatu yang berharga atau tidak berharga ini akan membentuk lapisan masyarakt, yaitu adanya masrakat lapisan atas, lapisan bawah yang jumlahnya ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Lapisan dalam masyarakat ini selalu ada yang jumlahnya banyak sekali dan berbeda-beda, sekalipun dalam masyarakat kapitalis, demokratis, komunis dan sebagainya. Lapisan masyarakat itu ada sejak manusia mengenal adanya kehidupan bersama dalam organisasi sosial. Semakan Komplekx semakin majunya perkembangan teknologi suatu masyarakat, semakin kompeks pula lapisan dalam masyarakat. b. Pengaruh Budaya Luar Kata budaya dalam bahasa Inggris disebut ”cultur” yang berarti kebudayaan. Kata ”Kebudayaan” berasal dari kata sansekerta yang asalkatanya ”Buddayah” yang merupakan bentuk jamak dari kata ”Budhi” yang berarti budi atau akal. Unsur-unsur Kebudayaan dalam masyarakat terdiri dari unsur yang besar dan unsur yang kecil. Unsur-unsur ini merupakan bagian dari kesatuan yang bulat yang bersifat utuh. Dalam hal ini Koentjaraningrat menyebutkan tujuh macam unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada semua bangsa. 13 c. Kejenuhan terhadap sistem hukum yang mapan Pada dasarnya masyarakat memiliki kecenderungan untuk memberikan penilaian terhadap hukum yang berlaku dan kepada norma-norma yaitu hidup dalam masyarakat. Norma hukum selalu dijadikan pedoman dan ukuran dalam pergaulan hidup masyarakat untuk mencapai kestabilan dan ketentraman, sehingga kepentingan individu beraneka ragam macamnya dapat dilestarikan satu sama lain. Tetapi ada kalanya di dalam penilaian anggota masyareakat tersebut dijumpai ketidak puasan terhadap nilai-nilai dan hulum yang sudah mapan. Hal ini menyebabkan keinginan untuk mengadakan perubahanperubahan dan hal ini merupakan suatu hal yang wajar sebab kehidupan manusia dalam suatu kelompok selalu cenderung dinamis, berkembang sesuai dengan kondisi zaman. d. Menipisnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Hukum Suatu negara dikatakan sebagai negara hukum apabila unsur supremasi hukum dijadikan sebagai landasan penyelenggaraan negara termasuk memeligara melindungi hak warga negaranya. John Locke mengatakan bahwa untuk mendirikan suatu negara hukum yang menhasrgai hak-hak warga negara harus berisi tiga unsur penting, yaitu adanya hukum yang mengatur bagaimana anggota masyarakat dapat menikmati hak asasinya dengan damai, adanya suatu badan yang dapat menyelesaikan sengketa yang timbul lantaran pemerintah (Vertikal despute) atau sesama anggota masyarakat (Horisontal despute). 2. Aspek Pengubah Hukum dari Segi Politik Apabila kata politik dikaitkan dengan hukum, maka lahirlah istilah ”Politik hukum”. Dalam Kamus bahasa Belanda yang ditulis oleh Van Der Tass, kata politik mengandung arti Beleid, yang dalam bahasa Indonesia berarti ”Kebijakan” atau ”Policy” dari penjelasan dapat dikatakan bahwa politik hukum secara singkat berarti kebijakan hukum. Menurut Abd. Muin Salim dalam Abdul Manan (2003: 103) bahwa: “Agar Politik hukum suatu negara dapat berjalan dengan baik, maka diperlukan kegiatankegiatan untuk menentukan cara kerja fungsi-fungsi masukan (input fungction) dan fungsi-fungsi keluaran (output fungction) dalam melaksanakan kebijakan sistem politik. Fungsi poitik yang bersifat masukan adalah: sosialisasi politik, rekrutmen politik, artikulasi kepetingan, agresi kepentingan, Komunikasi Politik. Sedangkan Fungsi politik yang bersifat keluaran adalah : meliputi fungsi pembuatan aturan (rule making), pelaksana aturan-aturan hukum (rule application) dan pengawasan atas aturan-aturan hukum (rule adjudication)” Dari uraian teresebut dapat diketahui bahwa Politik Hukum adalah kebijakan dasar penyelenggaraan negara dalam bidang hukum yang akan, sedang, dan telah berlaku yang bersumber dari niali-nilai yang berlaku dimasyarakat untuk mencapai tujuan negara yang dicita-citakan. 3. Aspek Perubahan Hukum yang ditinjau dari segi Ekonomi Krisis ekonomi yang terjadi saat ini telah berkembang menjadi krisis yang rumit dan kompleks, yang terkadang Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________ 14 ____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati menimbulkan pesimisme tentang ekonomi Indonesia dimasa depan. Saat ini Indonesia berada dalam rentang transisi, yang belum terbanyangkan berapa lama transisi itu akan berlangsung. Dalam Era globalisai ekonomi sekarang ini telah hadir sebagai kejadian baru dalam perkembangan ekonomi dunia seperi terjadinya era pasar dunia, interdependensi sistem baik dalam bidang politik maupun dalam bidang ekonomi, lahirnya berbagai lembaga ekonomi internasional. Hal ini tentu tidak dapat dilaksanakan dalam kevakuman hukum dan kaidah-kaidah hukum sanagat dibutuhkan untuk mengatur mekanisme hubungan tersebut agar tidak terjadi konfik internasional dalam pembangunan ekonomi suatu negara. 4. Aspek Pengubah Hukum dari segi Pendidikan Melalui Pendidikan Manusia dapat menghasilkan sumber daya manusia yang andal dibidang apa saja yang dikehendakinya. Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupan karena pendidikan merupakan usaha manusia agar dapat mengembangkan potensi yang ada pada ririnya melalui proses pembelajaran atau dengan cra lain yang diakui oleh masyarakat. 5. Aspek Pengubah Hukum dari Segi Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi Hubungan Ilmu Pengetahuan dan teknologi dengan hukum dalam aspek pengubah hukum, mengapa ilmu pengetauan dan teknologi dapat mengubah huum, sejauhmana teknologi dapat berperan sebagai aspek pengubah hukum dan bagaimana proses perubaghan hukum terjadi sebagai akibat dari berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini. 6. Aspek Pengubah Hukum ditinjau dari segi Supremasi Hukum Suatu negara dapat dikatakan sebagai negara hukum apabila supremasi hukum sebagai landasan penyelenggraan negara dijalankan tidak hanya sebatas hukum yang dibuat, namun bagaimana hukum tersebut dilaksanakan dengan baik. Disetiap negara apalagi negaranegara yang sedang berkembang, pembangunan digerakkan melalui instrumen-instrumen hukum yang dibuat. 7. Aspek Pengubah Hukum dari Segi Hukum Islam Dalam Literatur Hukum Islam tidak ditemukan lafaz hukum Islam secara khusus, biasanya disebut dengan hukum syaria, fikfi dan syariah Islam. Dalam literture yang ditulis oleh para orientalis ditemukan istilah ” Islamic Law” yang secara harfiah dapat disebut hukum Islam. TEORI PERUBAHAN HUKUM (PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN) PEMERINTAHAN DAERAH Selain aspek-aspek yang berkaitan dengan perubahan hukum terdapat pula teori-teori yang dapat digunakan dalam melakukan perubahan hukum termasuk undang-undang yaitu: 1. Teori Grad tentang Momen Perubahan Hukum Teori grad digunakan untuk menjawab masalah yang berkaitan dengan waktu melakukan perubahan atau penggantian suatu perundang-undangan, untuk menjawab pertanyaan tentang 15 kapan saatnya untuk melakukan perubahan hukum dalam rangka menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam masyarakat oleh Grad dalam Achmad Ali (1996 : 208) dijawab bahwa: “Tidak mudah untuk menetapkan kapan saatnya tiba hukum untuk mengatur, sebab pada suatu waktu mungkin oleh sutu kelompok masyarakat sesuatu hal dirasakan sutu problem, yang membntuhkan pemecahannya, tetapi belum tentu kelompok lain merasakan hal yang sama. Dalam hal ini membeutuhkan penguasaan yang baik tentang tingkat kematangan suatau Kelompok” 2. Teori Perubahan Sosial (social change theory) Teori perubahan sosial (social change theory) yang dikemukakan Sleman B. Toneko. Bahwa bekerjanya hukum dalam masyarakat akan menimbulkan situasi tertentu. Apabila hukum itu berlaku efektif maka akan menimbulkan perubahan dan perubahan itu dapat dikategorikan sebagai perubahan sosial. Suatu perubahan sosial tidak lain dari penyimpangan kolektif dari pola yang telah mapan. Sorjono Soekanto, mengemukakan bahwa dalam setiap proses perubahan senantiasa akan dijumpai faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan. Menurut Zinzeimen Perubahan Ada faktor-faktor yang esensial dalam masyarakat yang bekerja sedemikian rupa sehingga memberikan corak konserfatif pada masyarakat itu. Faktor-faktor itu akan membiarkan masyarakat untuk tetap bertahan pada keadaan semula, sekalipun penderitaan yang ditanggung oleh masyarakat itu telah menjadi sedemikian rupa hebatnya. Faktor tersebut dapat berupa apatisme, sikap keagaman, hambatan dan sebagainya. Perubahan pada hukum baru akan terjadi apabila dua unsurnya telah bertemu pada suatu titik singgung kedua unsur itu adalah 1) Keadaan baru yang timbul, 2) Kesadaran akan perlunya perubahan dalam masyarakat yang bersangkutan itu sendiri. 3. Teori Sosiological Yurisfrudence Teori Sosiological Yrisfrudence yang di kemukakan oleh Eugen Ehrlich ”Teori ini adalah suatu teori yang memperlajari pengaruh hukum terhadap masyrakata dan sebagainya dengan pendekatan dari hukum ke masyarakat. Teori ini dikemukakan oleh Eugen Ehrilich yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara hukum positip disatu pihak dengan hukum yang hidup dalam masyarakat di pihak lain. Hukum positip akan memliliki daya berlaku efektif apabila berisikan atau selaras dengan hukum yang hidup dalam masyarakat. Eugen Ehrlich ”Menganjurkan agar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terdapat keseimbangan antara keinginan untuk mengadakan perubahan hukum melalui perundang-undangan dengan kesadaran untuk memerhatikan kenyataan yang hidup dalam masyarakat, kenyataan tersebut dinamakan ” living law and jast law” yang merupakan ”inner order” dari pada masyarkat yang mencerminkan nilai-nilai yang hidup di dalamnya.” Lebih lanjut di kemukakan bahwa : ” Jika ingin diadakan perubahan hukum, maka hal yang patut harus di perhatikan dalam membuat sebuah undang-undang agar undang-undang yang dibuat itu dapat berlaku secara efektif didalam kehidupan masyarakat adalah memperhatikan hukum yang hidup (living law) dalam masyarakat tersebut” Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________ 16 ____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati 4. Teori Perubahan Hukum Thomas C. Dienes Teori Perubahan Hukum Thomas C. Dienes dala Achmad Ali (1996: 207) mengemukakan bahwa : ”Ada pendapat yang menganggap bahwa perubahan hukum secara formal akan menyebabkan terlibatnya badan-badan yang menggerakkan perubahan itu, terutama badan legislatif dan badan peradilan”. Dan badan yang dimaksud itu terutama badan legislatif dan badan peradilan. Sehubungan dengan itu Satjipto Raharjo (1979: 64) berpendapat bahwa : ”Peranan mereka itu apakah ia seorang hakim atau kah legislator adalah cukup penting, oleh karena keputusan-keputusan serta tindakan-tindakan yang diambil oleh badan-badan tersebut diatas pada hakikatnya merupakan hasil karya mereka juga. Bagaimana pikiran dan sikap-sikap mereka mengenai perubahan dalam masyarakat akan sangat menentukan bagaimana badan-badan tersebut menghadapi masalah perubahan sosial. Pada gilirannya sikap mereka itu juga dituntukan oleh golongan dari mana mereka berasal dan oleh karena itu dengan mempelajari latar belakang sosialnya diharapkan akan diperoleh kejelasan mengenai langkah-langkah serta keputusan-keputusan yang diambil oleh badan-badan tersebut.” Dalam perubahan hukum, Menurut Abdul Manan (2005: 6-8) dikenal adanya dua pandangan yang dapat dijadikan bentuk perubahan tersebut yaitu: (1) Pandangan Tradisional, dalam rangka perubahan hukum mengatakan bahwa : masyarkat perlu berubah dulu, baru hukum datang untuk mengaturnya. Disini kedudukan hukum sebagai pembenar apa yang telah terjadi, fungsi hukum disini adalah sebagai pengabdian (dienende funtie). (2) Pandangan Modern, mengatakan bahwa : Hukum diusahakan agar dapat menampung segala perkembangan baru, oleh karena itu hukum harus selalu berada bersama dengan peristiwa yang terjadi, bahkan kalau perlu hukum harus tampil dahulu baru peristiw mengikutinya. Disini hukum berfungsi sebagai alat untuk rekanyasa sosial (Law a tool of social enginering). Kemudian lebih lanjut Abdul Manan (2005: 4-5) Menambahkan agar hukum baru, efektif berlaku ditengahtengah kehidupan masyarakat, maka perubahan hukum itu harus memerhatikan tiga ketentuan yaitu: (1) Perubahan hukum itu tidak dilakukan secara parsial, melainkan perubahan itu harus menyeluruh, terutama kepada doktrin, norma-norma yang tidak sesuai dengan kondisi zaman. (2) Perubahan itu juga harus mencakupi dalam cara penerapannya. Pola pikir yang statis dalam cara penerapan hukum hendaklah ditanggalkan, kemudian dalam cara-cara penafsiran hukum yang tidak melihat perkembangan zaman. (3) Harus juga diadakan pada kaidah (aturan) yang sesuai dengan falsafah hidup bangsa Indonesia. Agar kaidah (aturan) yang diperbaharui itu dapat dipatuhi oleh masyarakat, maka dalam kaidah (aturan) itu harus memuat sanksi dan daya paksa dan untuk itu harus dibuat oleh instansi yang berwenang. PENUTUP Perubahan hukum dapat dilakukan dengan memperhatikan aspekaspek yang melatar belakanginya. Suatu hukum atau perundang-undangan dibuat untuk memenuhi rasa keadilan, ketertiban, dan kemanfaatan bagi 17 masyarakat dan pemerintah, atau seluruh komponen masyarakat sehingga menjadi hukum yang netral. Perubahan undang-undang pemerintahan daerah yang dilakukan sebanyak 2 (dua) kali penggantian dan 2 (dua) kali revisi selama kurun waktu 9 (sembilan) tahun dibanding pada masa orde baru undang-undang pemerintahan daerah berlaku selam kurang lebih 20 tahun, menunjukkan bahwa dinamika perkembangan pemikiran dan tuntutan pemerintah dan masyarakat makin meningkat dan kompleks, oleh karena itu secara komprehensif semua aspek dan teori yang mempengaruhi terjadinya perubahan hukum menjadi standar yang melahirkan hukum yang dapat diterima oleh semua pihak sebagai hasil dari politik hukum. DAFTAER PUSTAKA Buku Abdul Manan, 2005, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana, Jakarta. Achmad Ali, 1996. Menguak Tabir Hukum, Chandra Praatama, Jakarta. Bachan Mustafa, 2003. Sistem Hukum Indonesia Terpadu, Citra Aditya Bakti,Bandung. H.F. Abraham Amos, 2005. Sistem Ketatanegaraan Indonesia (DARI ORLA, ORBA SAMPAI REFORMASI) Telaah Sosiologis Yuridis dan Yuridis Pragmatis Krisi Jati diri Hukum Tata Negara Indonesia, Raja Grapindo Persada, Jakarta. Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari, 2006. Dasar-Dasar Politik Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Jimly Asshiddiqie , 2007. Pokok Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, Buana Ilmu Populer, Jakarta Barat. Moh. Mahfud MD, 2006. Membangun Poltik Hukum Menegakka Konstitusi, LP3ES, Jakarta. ----------------- ,1998, Poltik Hukum Di Indonesia, LP3ES, Jakarta. Padmo Wahyono. 1986, Indonesia Berdasarkan atas Hukum, Galia Indonesia, Jakarta. Satjipto Raharjo. 1991, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung. Sri Soemantri, 2006. Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi Dalam Batang Tubuh UUD 45 (sebelem dan Sesudah Perubahan UUD 45). Alumni Bandung. Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Undang-Undang N0. 32 tahun 2004 tentang Penmeritahan Daerah. Undang-Undang No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Perundangundangan. Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________