6 POLITIK HUKUM, ASPEK, DAN TEORI PERUBAHAN

advertisement
6
____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati
POLITIK HUKUM, ASPEK, DAN TEORI PERUBAHAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PEMERINTAHAN DAERAH
ANDI KASMAWATI
Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar
Abstrak: Tuntutan terhadap perubahan bidang hukum terutama hukum tata negara
berkonsekuensi dilakukannya perubahan perundang-undangan termasuk perundangundang pemerintahan daerah dapat dilihat dalam kurun waktu 9 (sembilan) tahun
undang-undang pemerintahan daerah mengalami perubahan yaitu 2 (dua) kali
penggantian dan 2 (dua) kali revisi, hal ini menunjukkan bahwa perundang-undangan
dibuat untuk menyesuaiakan dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat yang
dilandasi oleh teori-teori dan dilatarbelakangi oleh aspek-aspek pengubah hukum.
Kata Kunci: Perubahan undang-undang dalam politik hukum, aspek, dan teori.
PENDAHULUAN
Ketika
tuntutan
reformasi
berkumandangkan pada tahun 1998 lalu,
berbagai konsekuensi yang perlu
ditangani oleh pemerintah maupun
masyarakat, termasuk pembenahan dan
perubahan yang fundamental dalam
bidang hukum dan politik, perjalanan
roda kenegaraan yang tidak konsisten,
tidak bisa tidak, harus mengalami
perubahan yang selaras, baik terhadap
tuntutan
masyarakat
internasional
maupun masyarakat lokal.
Akibat dari derasnya tuntutan
terhadap perubahan dibidang hukum,
terutama dalam bidang hukum tata
negara, maka pemerintah dalam rangka
mewujudkan agenda reformasi, untuk
menegakkan
supremasi
hukum,
dilakukannlah pembenahan terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan
dengan
cara
membuat
peraturan
perundang yang baru maupun merubah
peraturan perundang-undangan atau
mengganti peraturan perundang yang ada.
Hukum Tata Negara merupakan
salah satu bidang hukum, cukup banyak
mengalami perubahan sebagaimana kita
lihat
pada perubahan perundangundangan pemerintahan daerah dari
undang-undang No. 5 Tahun 1974
tentang Pemerintahan Daerah merupakan
undang-undang peninggalan orde baru
pada masa pemerintahan Soeharto,
kemudian diera reformasi ini diganti
menjadi undang-undang No. 22 Tahun
1999 pada masa pemerintahan KH. Abdul
Rahman Wahid, empat tahun kemudian
diganti lagi menjadi undang-undang No.
32 Tahun 2004 pada masa pemerintahan
Megawati Soekarno Putri, kemudian
ditahun 2005 lahir undang-undang No. 8
Tahun 2005 tentang Penetapan PERPU
No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas
Undang-undang No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan daerah, dan pada
tahun 2008 undang-undang pemerintahan
daerah direvisi melalui undang-undang
No. 12 Tahun 2008 tetang Perubahan
kedua Undang-Undang Pemerintahan
Daerah.
7
Berdararkan
hasil
pengamatan
terhadap perubahan peraturan perundangundangan pemerintahan daerah yang
telah dilakukan, menunjukkan bahwa ada
perbedaan limit waktu sebelum reformasi
dan setelah reformasi. Perubahan undangundangan pemerintahan daerah pada
masa sebelum reformasi boleh dikatakan
tidak pernah dilakukan pergantian yang
berlaku hanya undang-undang No. 5
Tahun 1974 tentang Pemerintahan
Daearh sampai di ganti dengan undangundang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah (setelah reformasi)
cukup lama baru mengalami perubahan
yaitu sekitar 25 tahun, dibanding
perubahan undang-undang No. 22 Tahun
1999 menjadi undang-undang No 32
tahun 2004 sekitar 5 tahun dan sudah
dilakukan revisi sebanyak dua kali.
Adanya perubahan perundangundangan merupakan reflekasi dari
adanya ketidak puasan masyarakat
terhadap pemerintahan orde baru, yang
menggambarkan kuatnya posisi eksekutif
dihadapan legislatif (yang sesungguhnya
telah menjadi tradisi di Indonesia di
zaman kolonial dan bahkan juga sejak
zaman sebelumnya) ini disebabkan
karena 2 (dua) alasan, yaitu: pertama
karena ada dan selalu didayagunakannya
wewenan konstitusional badan-badan
eksekutuf
untuk terlibat dalam
perancangan perundang-undangan yang
karena praktiknya (karena dikuasainya
sumber
daya
yang
berlebih)
menyebabkan eksekutif mampu lebih
dominan berprakarsa. Alih-alih ide dan
kebijakan yang diprakarsai lembaga
perwakilan yang seharusnya mendahului,
dalam banyak peristiwa, justru ide-ide
dan prakarsa eksekutif itulah yang lebih
banayak merintis dan mengontrol
perkembangan. Kontrol eksekutif
di
dunia perundang-undangan, menjadi
tampak lebih besar lagi ketika orang juga
mau
memerhatikan
”keleluasaan”
eksekutif dalam membuat perubahan
hukum atau regulatori laws
yang
sebetulnya hanya bertaraf peraturan
pelaksanaan, tetapi dalam praktek
menimbulkan efek-efek perubahan pola
kehidupan yang jauh juga. Kedua
Kenyataan bahwa dalam perkembangan
politik yang terjadi di zaman orde baru,
kekuatan politik yang berkuasa dijajaran
eksekutif
ternyata
juga
mampu
memanuver
dan
mendominasi
DPR/MPR. Sebagai hasil kompromikompromi politik yang diperoleh dari
hasil trade off antara berbagai kekuatan
politik yang terjun kekancah percaturan
politik diawal tahun 70 an disepakati
bahwa tidak semua anggota DPR/MPR
merupakan hasil pemilihan.
Dalam Konstruksi seperti ini, dapat
lah dikatakan bahwa: Hukum di
Indonesia
dalam
perkembangannya
diakhir abad ke 20 ini benar-benar secara
sempurna menjadi semacam government
social control dan berfunsi sebagai tools
of social engjinering. Akibatnya hukum
positif sebagai hukum perundangundangan
sepanjang
sejarah
perkembangan pemerintahan orde baru
telah menjadi kekuatan kontrol ditangan
pemerintah terlegitimasi (secara formalyuridis)
dan
tidak
selamanya
merfleksikan konsep keadilan, asas-asas
moral dan wawasan kearifan yang
sebenarnya,
sebagaimana
yang
sesungguhnya yang hidup didalam
kesadaran hukum masyarakat awam.
Dalam situasi seperti itulah gerakangerakan dari bawah untuk menuntut hakhak asasi manusia kemudian meletup
secara terbuka, dan justru terdengar lebih
kuat dan lebih santer dari apa yang
Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________
8
____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati
terjadi semasa jaya-jayanya ide hukum
revolusi diawal tahun 60 an.
Situasi ini menunjukkan bahwa
situasi kekuatan politik legislatif telah
dimonopoli oleh eksekutif yang dominan
itu, yang pada gilirannya sistem hukum
menjadi hukum represif (otoriterian) dan
bukan hukum masyarakat yang responsif
(demokratik).
Hal ini merupakan
perwujudan kontradiktipf yang selalu
diciptanakan antara fungsi hukum dan
politik, terutama melalui konfigurasi dan
kecenderungan egoisme individualistik
maupun kelompok berkepentingan.
Berkaitan dengan kecenderungan
ini Von der Heydte dalam Abraham
Amos (2005: 63) mengemukakan bahwa:
“...tiap-tiap norma hukum positif sebagai
suatu realitas
simultan dan postulat
moral yang tidak dibatasi waktu serta
tujuan politik yang bergantung dari waktu
ke waktu secara terbatas. Hukum berada
diantara ketegngan moral dan politik
yang saling berkontraksi. Dalil-dalil
keadilan bukanlah sekadar prinsip dari
tatanan yang terdiri dari kebebasan
manusia tetapi juga kehendak individu,
ukuran kebenaran moral dan tujuan
akhirnya.”
Menelusuri makna dibalik pikiran
Von der Heygte ahli hukum Mekxico
Edurdo Garcia Meynes dalam Abraham
Amos (2005: 63) mengatakan bahwa:
“...seraya menerima kebenaran yang
obyektif dari nilai-nilai hukum, bahwa
nilai-nilai hukum itu mempunyai
berbagai bentuk relativitas dalam tiga
bentuk yakni : 1) relativitas pada orang,
2) relativitas pada situasi-situasi, 3)
relativitas pada ruang dan waktu.
Berdasarkan
hal-hal
yang
dikemukakan diatas oleh Abraham Amos
(2005: 64) mengemukakan bahwa:
“Hukum yang eksis dalam masyarakat
merupakan bentuk hukum yang bersifat
imperative responces artinya netral tidak
berpihak bagi siapa pun yang melakukan
kesalahan atau kejahatan (dan tidak
mengadopsi kepentingan tertentu).
Jadi aturan hukum dibuat bukan
melindungi
kepentingan
para
pembuatnya, melainkan hukum dibuat
untuk melindungi kepentingan warga
masyarakat. Artinya hukum itu harus
berada pada posisi yang setara yaitu
antara kepentingan pemerintah dan
masyarakat harus berimbang (ekuilibrasi)
sesuai dengan hukum thermodinamika.
Jika tidak, hukum hanya akan menjadi
vampire penghisap darah manusia
sehingga validitasnya tidak diakui
sebagai hukum responsif yang mewakili
jaminan rasa keadilan bagi semua pihak
tanpa pengecualian.
HAKIKAT POLITIK HUKUM DAN
PERUBAHAN
PERUNDANGUNDANGAN
PEMERINTAHAN
DAERAH
1. Politik Hukum dan Hubungan
antara Hukum dan Politik
Pada pemaparan mengenai politik
hukum, diperlukan penjelasan menganai
kajian politik hukum apakah merupakan
kajian ilmu politik atau kajian ilmu
hukum,
hal
ini
masih
sering
dipertentangkan, namun oleh Soerjono
Soekanto dan Purbadcaraka dalam Sri
Soemantri (2006: 35) dikemukakan
bahwa: “Displin Politik Hukum terbentuk
dari gabungan dua disiplin hukum, yaitu
disiplin ilmu hukum dan filsafat hukum.
Ilmu Hukum diarahkan pada cara untuk
mencapai tujuan. Adapun filsafat hukum
diarahkan untuk melihat tujuan yang
diinginkan”
9
Proses interplay antara cara untuk
mencapai tujuan dan melihat tujuan yang
diinginkan itulah yang kemudian
melahirkan politik hukum, dengan catatan
bahwa politik dipahami sebagai policy,
bukan dalam pengetian cara untuk
memperoleh kekuasaan. Dalam hal ini
yang dimaksud adalah kebijakan hukum
(legal policy). Dengan Kerangka pikir
seperti ini, Purnadi Purbacaraka dalam
Sri Soemantri (2006: 40) mengemukakan
bahwa: “Politik hukum dalam disiplin
hukum bergerak pada tataran etik dan
teknik kegiatan pembentukan hukum dan
penemuan
hukum”
Lebih
lanjut
dijelaskan bahwa: Politik Hukum
berbicara pada tataran empiris fungsional
dengan
menggumnakan
metode
teleologis-konstruktif, artinya bahwa
Politik hukum dalam pengetian etik dan
teknik kegiatan pembentukan hukum dan
penemuan hukum, lebih diarahkan untuk
melihat sejauh mana hukum yang
dibentuk memiliki nilai guna dan gerak
dalam proses transformasi masyarakat
yang diinginkan, proses yang melibatkan
unsur-unsur yang mendukung terjadinya
proses tersebut harus diperhatikan,
termasuk dalam hal ini adalah pengaruh
ideologi atau ajaran-ajaran politik
kendatipun kecil pengaruh tersebut”
Sebagai sebuah disiplin hukum,
politik hukum memberikan landasan
akademis terhadap proses pembentukan
dan penemuan hukum yang lebih sesuai
dengan konteks kesejarahan, situasi dan
kondisi,
kultur,
nilai-nilai
yang
berkembang dimasyarakat, dan dengan
memperhatikan
pula
kebutuhan
masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
Melalui proses seperti ini diharapkan
produk
hukum
yang
akan
diimplementasikan
ditengah-tengah
masyarakat dapat diterima, dilaksanakan
dan dipatuhi.
Pengartian Politik Hukum dapat
dibagi dalam pengertian dari presfektif
etimologi dan presfektif terminologi
dimana: Dalam persfektif etimologis
politik hukum merupakan terjemahan
bahasa Belanda ”recht politik” yang
berarti kebijakan (policy) sehingga dapat
dikatan sebagai kebijakan hukum,
sedangkan kebijakan dalam kamus bahan
Indonesia berarti rangkaian konsep dan
asas dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak.
Dengan kata lain poitik hukum adalah
rangkaian konsep dan asas yang menjadi
garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan
suatu
pekerjaan
kepemimpinan, dan cara bertindak dalam
bidang hukum.
Berkaitan
dengan
pengertian
tersebut Klan dalam Imam Syaukani
(2004:
22)
menjelaskan
bahwa:
“Kebijakan itu adalah tindakan secara
sadar
dan
sistimatis,
dengan
mempergunakan sarana-sarana yang
cocok, dengan tujuan politik yang jelas
sebagai sasaran yang dijalankan langkah
demi langkah.
Sejalan dengan pendapat Klan.
Kuypers dalam Imam Syaukani (2004:
22) menjelaskan pula bahwa: Kebijakan
itu adalah suatu susunan dari: (1) Tujuan
yang dipiliholeh para administratur
publik baik untuk kepentingan diri sendiri
maipun untuk kepentingan kelompok. (2)
Jalan-jalan dan saarana-sarana
yang
dipilih olehnya. (3) Saat-saat yang
mereka pilih.
Adapun Fried dalam Imam
Syaukani (2004: 22) memahami bahwa:
“Kebijakan pada hakekatnya adalah suatu
posisi
yang sekali dinyatakan akan
mempengaruhi keberhasilan keputusan-
Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________
10
____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati
keputusan yang akan dibuat dimasa
datang”
Pada persfektif
terminologi,
Menuru Padmo Wahyono (1986: 160)
bahwa: “Politik Hukum adalah kebijakan
penyelenggara negar tentang apa yang
menjadi kriteria menghukumkan sesuatu”
Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat
berkaitan dengan pembentukan hukum,
penerapan hukum dan penegakannya
sendiri yang dapat diurai dalam bentuk:
(1) Politik Hukum dalam Presfektif
Keilmuan (2) Ruang Lingkup dan
Maanfaat Politik Hukum (3) Politik
Hukum
Nasional
Indonesia
(4)
Karakteristik Politik Hukum nasional
Menurut Bachsan Mustafa (2003:
52) Politik Hukum mengandung dua
pengertian yaitu: “Politik dan Hukum.
Politik adalah Aspek dari semua
perbuatan yang berkenaan dengan usaha
kolektif bagi tujuan-tujuan kolektif.
(Talcott Parson). Politik adalah tindakan
yang dijalankan menurut suatu rencana
tertentu, terorganisir dan terarah, yang
secara tekun berusaha menghasilkan,
mempertahankan atau mengubah susunan
kemasyarakatan. (Peter Van Oetzen).
Selanjutnya Politik adalah Kebijaksanaan
pemerintah serta perwujudan dan
damapaknya. (Hoogerwerf).
Kebiajakan itu sendiri dapat
dilukiskan sebagai usaha mencapai tujuan
tertentu dengan sarana tertentu dan dalam
urutan waktu tertentu. Dari pandangan
tersebut Hoogerwerf dalam Bachan
Mustafa (2003: 53) mengemukakan
menganai sarana yang bersifat yuridis
pemerintahan dapat dibedakan atas: (1)
Sarana untuk pengaturan aktivitasaktivitas warga negara (undang-undang,
ketentuan-ketentuan administarasi dan
sanksi). (2) Sarana untuk pegaturan
antara pemerintahan dan yang diperintah
(perlindungan hukum, antara lain dalam
bentuk banding dan apel administarssi
dan pengadilan administratif, dan
perlindungan kepentingan-kepentingan,
anatara lain dalam bentuk ”Inspraak” dan
keterbukaan. (3) Sarana untuk pengaturan
tindakan-tindakan dari hubungan antara
badan – badan pemerintahan (anatara lain
pengawasan, perencanaan, berjangka dan
analisis kebijaksanaan
Sementara itu Moh. Mahfud Md.
(1998: 1) mengemukakan bahwa: “Politik
Hukum
secara
sederhana
dapat
dirumuskan sebagai kebijakan hukum
(legal policy) yang akan atau telah
dilaksanakan secara nasional oleh
pemerintah ; mencakup pula tentang
pengertian
bagaimana
politik
mempengaruhi hukum dengan cara
melihat konfigurasi kekuatan yang ada
dibelakang pembuatan dan penegakan
hukum itu”
Hubungan antara Hukum dan
Politik menurut Bachan Mustafa (2003:
54) bahwa: “Hakikat hukum itu adalah
pernyataan politik dari pemerintah”
Hukum itu merupakan pernayataan
politik pemerintah yang dinyatakan
dalam bentuk undang-undang, peraturanperaturan tertulis yang dibuat pemerintah.
Hukum dan Politik keduanya memiki
tujuan yang sama yakni perwujudan dari
ide hukum. Namun perwujudan itu
memiliki sifat yang berbeda. Politik
adalah proses perwujudannya sebagai
demikian (an Such), dan hukum adalah
produk dari proses itu bagi hukum,
hukum adalah result dari politik”
2. Perubahan Undang-Undang Pemerintahan Daerah
Jimly Asshiddiqie (2007: 395)
Mengemukakan bahwa: “Pemerintahan
11
Daerah diatur dalam Bab tersendiri dalam
UUD NRI Tahun 1945 yaitu Bab. VI
dengan judul ”Pemerintah Daerah”
Dalam UUD RIS Tahun 1949, ketentuan
tetang hal tersebut termaktub dalam pasal
42-67 dan dalam UUDS 1950 pada pasal
131 dan 132. Bahkan sejak sebelum
kemerdekaan, sudah banyak pula
peraturan yang dibuat untuk mengatur
persoalan pemerintahan di daerah dan
persaoalan yang berkaitan dengan
desentralisasi”
Berbagai peraturan telah dilahirkan
untuk mengatur mengenai Pemerintahan
Daerah yaitu: (1) Decentralisatie Wet
Tahun 1903. (2) Bestuurshervorming
Tahun 1922. (3) Undang-undang No. 1
Tahun 1945 tentang Pemerintahan
Daerah. (4) Undang-undang No. 22
Tahun 1948 tentang Pemerintahan di
Daerah. (5) Undang-undang No. 44
Tahun 1950 tentang Pemerintahan
Daerah, Daerah Indonesia Timur. (6)
Undang-undang No. 1 Tahun 1957
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah. (7) Penetapan Presiden No. 6
Tahun 1959 tentang Pemerintah Daerah
(8) Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960
tentang Pemerintahan Daerah. (9)
Undang-undang No. 18 Tahun 1965
tentang Pokok-Pokok Pemerintahan
Daerah. (10). Undang-undang
No. 5
Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah . (11). Undangundang
No. 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa. (12). UndangUndang No. 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, beserta berbagai
peraturan
pelaksanaannya
yang
ditetapkan pada Tahun 1999 dan Tahun
2000. (13). Undang-undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, beserta peraturan pelaksanaannya
sampai sekarang. (14) Undang-undang
No. 12 Tahun 2008, revisi Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Salah
satu
kebijakan
yang
terkandung dalam berbagai peraturan
tersebut adalah kebijakan desentralisasi
Pemerintahan Daerah yang sejak dahulu
diaggap sesuatu yang niscaya. Menelusuri
sejarah Perundang-undangan Pemerintahan Daerah yang selama ini dijalankan
oleh pemerintah, khususnya pada
Undang-Undang Pemeritahan Daerah
yang diberlakaukan pada era reformasi ini
yaitu Undang-Undang No. 5 Tahun 1974,
Undang-Undang No 22 Tahun 1999 dan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
menjadi fokus perhatian, terutama dalam
mengkaji politik hukum perubahan
undang-undang tersebut.
Hukum
dibuat
mempunayai
Fungsi antara lain sebagai Standard of
conduct yakni sandaran atau ukuran
tingkah laku yang harus ditaati oleh orang
dalam bertindak dalam mealakuakan
hubungan antara satu dengan lainnya.
Sebagai as atool of social engeneering,
yakni sarana atau alat untuk merubah
masyarakat kearah yang lebih baik, dan
fungsi as a tool of social control adalah
sebagai alat untuk mengukur tingkah laku
dan perbuatan manusia agar mereka
tidak melakukan perbuatan melawan
norma hukum, aagama, dan susila dan
fungsi as a facility on of human
introduction yakni hukum berfungsi tidak
hanya untuk menciptakan ketertiban
tetapi
juga
untuk
mencipatakan
perubahan masyarakat dengan cara
memperlancar proses interaksi sosial dan
diharapkan menjadi pendorong untuk
menimbulkan
perubahan
kehidupan
masyarakat.
Agar fungsi hukum dapat berjalan
sebagaimana yang
disebutkan diatas
Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________
12
____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati
dapat berjalan seabagaimana diharapkan,
maka hukum itu tidak boleh statis, tetapi
harus selalu dinamis, harus selalu
diadakan perubahan sejalan dengan
perkembanagan zaman dan dinamika
kehidupan masyarakat.
Menurut Ahmad Muatafa dalam
Abdul Manan (2005: 3)
bahwa:
“Sesungguhnya hukum-hukum itu dibuat
dan diundangkan untuk kepentingan
manusia,
sedangkan kepentingan
manusia itu tidak sama berbeda satu
dengan yang lain. Oleh karena itu,
apabila suatu hukum yang dibuat pada
waktu dimana pada waktu hukum itu
dirasakan suatu kebutuhan, kemudian
kebutuhan itu tidak ada lagi, mak suatu
hal yang sangat bijaksana hukum itu
diubah dan disesuaikan dengan kondisi
zaman”
ASPEK-ASPEK PERUBAHAN
HUKUM (PERUNDANGUNDANGAN)
1. Aspek Pengubah Hukum dari segi
Sosial Budaya
a. Stratifikasi sosial
Stratifaksi sosial adalah pembedaan
penduduk dalam kelas-kelas atau lapisanlapisan sosial secara fertikal, Muh.Abduh
dalam Abdul Manan (2005: 78) dengan
mengutip pendapat Putirim A Sorokim
yang mengatakan bahwa: “Sistem
berlapis-lapis itu merupakan ciri tetap dan
umum dalam setiap masyarkat yang
hidup secara teratur dan inilah yang
disebut dengan stratifikasi sosial. Selama
dalam masyarakat ada sesuati yang dapat
dihargainya, maka hal itu akan menjadi
bibit yang dapat menumbuhkan adanya
sistem berlapis-lapis dalam masyarakat
itu”
Barang sesuatu yang dihargai itu
mungkin juga keturunan dari keluarga
terhormat. Bagi masyarakat yang tidak
mempunyai sesuatu yang berharga dari
hal tersebut itu. Ada kemungkinan
masyarakat lain memandang sebagai
masyarakat dengan kedudukan yang
rendah. Sesatu yang berharga atau tidak
berharga ini akan membentuk lapisan
masyarakt, yaitu adanya masrakat lapisan
atas, lapisan bawah yang jumlahnya
ditentukan oleh masyarakat itu sendiri.
Lapisan dalam masyarakat ini selalu ada
yang jumlahnya banyak sekali dan
berbeda-beda,
sekalipun
dalam
masyarakat
kapitalis,
demokratis,
komunis dan sebagainya. Lapisan
masyarakat itu ada sejak manusia
mengenal adanya kehidupan bersama
dalam organisasi sosial. Semakan
Komplekx
semakin
majunya
perkembangan
teknologi
suatu
masyarakat, semakin kompeks pula
lapisan dalam masyarakat.
b. Pengaruh Budaya Luar
Kata budaya dalam bahasa Inggris
disebut ”cultur” yang berarti kebudayaan.
Kata ”Kebudayaan” berasal dari kata
sansekerta yang asalkatanya ”Buddayah”
yang merupakan bentuk jamak dari kata
”Budhi” yang berarti budi atau akal.
Unsur-unsur Kebudayaan dalam
masyarakat terdiri dari unsur yang besar
dan unsur yang kecil. Unsur-unsur ini
merupakan bagian dari kesatuan yang
bulat yang bersifat utuh. Dalam hal ini
Koentjaraningrat menyebutkan tujuh
macam unsur kebudayaan yang dapat
ditemukan pada semua bangsa.
13
c. Kejenuhan terhadap sistem hukum
yang mapan
Pada
dasarnya
masyarakat
memiliki
kecenderungan
untuk
memberikan penilaian terhadap hukum
yang berlaku dan kepada norma-norma
yaitu hidup dalam masyarakat. Norma
hukum selalu dijadikan pedoman dan
ukuran
dalam
pergaulan
hidup
masyarakat untuk mencapai kestabilan
dan ketentraman, sehingga kepentingan
individu beraneka ragam macamnya
dapat dilestarikan satu sama lain. Tetapi
ada kalanya di dalam penilaian anggota
masyareakat tersebut dijumpai ketidak
puasan terhadap nilai-nilai dan hulum
yang sudah mapan. Hal ini menyebabkan
keinginan untuk mengadakan perubahanperubahan dan hal ini merupakan suatu
hal yang wajar sebab kehidupan manusia
dalam suatu kelompok selalu cenderung
dinamis, berkembang sesuai dengan
kondisi zaman.
d. Menipisnya Kepercayaan Masyarakat Terhadap Hukum
Suatu negara dikatakan sebagai
negara hukum apabila unsur supremasi
hukum dijadikan sebagai landasan
penyelenggaraan
negara
termasuk
memeligara melindungi hak warga
negaranya. John Locke mengatakan
bahwa untuk mendirikan suatu negara
hukum yang menhasrgai hak-hak warga
negara harus berisi tiga unsur penting,
yaitu adanya hukum yang mengatur
bagaimana anggota masyarakat dapat
menikmati hak asasinya dengan damai,
adanya suatu badan yang dapat
menyelesaikan sengketa yang timbul
lantaran pemerintah (Vertikal despute)
atau
sesama
anggota
masyarakat
(Horisontal despute).
2. Aspek Pengubah Hukum dari Segi
Politik
Apabila kata politik dikaitkan
dengan hukum, maka lahirlah istilah
”Politik hukum”. Dalam Kamus bahasa
Belanda yang ditulis oleh Van Der Tass,
kata politik mengandung arti Beleid, yang
dalam
bahasa
Indonesia
berarti
”Kebijakan”
atau
”Policy”
dari
penjelasan dapat dikatakan bahwa politik
hukum secara singkat berarti kebijakan
hukum.
Menurut Abd. Muin Salim dalam
Abdul Manan (2003: 103) bahwa: “Agar
Politik hukum suatu negara dapat berjalan
dengan baik, maka diperlukan kegiatankegiatan untuk menentukan cara kerja
fungsi-fungsi masukan (input fungction)
dan fungsi-fungsi
keluaran (output
fungction)
dalam
melaksanakan
kebijakan sistem politik. Fungsi poitik
yang bersifat
masukan adalah:
sosialisasi politik, rekrutmen politik,
artikulasi kepetingan, agresi kepentingan,
Komunikasi Politik. Sedangkan Fungsi
politik yang bersifat keluaran adalah :
meliputi fungsi pembuatan aturan (rule
making), pelaksana aturan-aturan hukum
(rule application) dan pengawasan atas
aturan-aturan hukum (rule adjudication)”
Dari uraian teresebut dapat
diketahui bahwa Politik Hukum adalah
kebijakan dasar penyelenggaraan negara
dalam bidang hukum yang akan, sedang,
dan telah berlaku yang bersumber dari
niali-nilai yang berlaku dimasyarakat
untuk mencapai tujuan negara yang
dicita-citakan.
3. Aspek Perubahan Hukum yang
ditinjau dari segi Ekonomi
Krisis ekonomi yang terjadi saat ini
telah berkembang menjadi krisis yang
rumit dan kompleks, yang terkadang
Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________
14
____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati
menimbulkan
pesimisme
tentang
ekonomi Indonesia dimasa depan. Saat
ini Indonesia berada dalam rentang
transisi, yang belum terbanyangkan
berapa lama transisi itu akan berlangsung.
Dalam Era globalisai ekonomi
sekarang ini telah hadir sebagai kejadian
baru dalam perkembangan ekonomi dunia
seperi terjadinya era pasar dunia,
interdependensi sistem baik dalam bidang
politik maupun dalam bidang ekonomi,
lahirnya berbagai lembaga ekonomi
internasional. Hal ini tentu tidak dapat
dilaksanakan dalam kevakuman hukum
dan kaidah-kaidah hukum sanagat
dibutuhkan untuk mengatur mekanisme
hubungan tersebut agar tidak terjadi
konfik internasional dalam pembangunan
ekonomi suatu negara.
4. Aspek Pengubah Hukum dari segi
Pendidikan
Melalui Pendidikan Manusia dapat
menghasilkan sumber daya manusia yang
andal
dibidang
apa
saja
yang
dikehendakinya. Manusia membutuhkan
pendidikan dalam kehidupan karena
pendidikan merupakan usaha manusia
agar dapat mengembangkan potensi yang
ada pada ririnya melalui proses
pembelajaran atau dengan cra lain yang
diakui oleh masyarakat.
5. Aspek Pengubah Hukum dari Segi
Ilmu Pengetahuan dan Teknolgi
Hubungan Ilmu Pengetahuan dan
teknologi dengan hukum dalam aspek
pengubah hukum, mengapa
ilmu
pengetauan
dan
teknologi
dapat
mengubah huum, sejauhmana teknologi
dapat berperan sebagai aspek pengubah
hukum dan bagaimana proses perubaghan
hukum terjadi sebagai akibat dari
berkembangnya ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini.
6. Aspek Pengubah Hukum ditinjau
dari segi Supremasi Hukum
Suatu negara dapat dikatakan
sebagai negara hukum apabila supremasi
hukum sebagai landasan penyelenggraan
negara dijalankan tidak hanya sebatas
hukum yang dibuat, namun bagaimana
hukum tersebut dilaksanakan dengan
baik. Disetiap negara apalagi negaranegara yang sedang berkembang,
pembangunan
digerakkan
melalui
instrumen-instrumen hukum yang dibuat.
7. Aspek Pengubah Hukum dari Segi
Hukum Islam
Dalam Literatur Hukum Islam
tidak ditemukan lafaz hukum Islam
secara khusus, biasanya disebut dengan
hukum syaria, fikfi dan syariah Islam.
Dalam literture yang ditulis oleh para
orientalis ditemukan istilah ” Islamic
Law” yang secara harfiah dapat disebut
hukum Islam.
TEORI
PERUBAHAN
HUKUM
(PERATURAN
PERUNDANGUNDANGAN)
PEMERINTAHAN
DAERAH
Selain aspek-aspek yang berkaitan
dengan perubahan hukum terdapat pula
teori-teori yang dapat digunakan dalam
melakukan perubahan hukum termasuk
undang-undang yaitu:
1. Teori Grad tentang Momen
Perubahan Hukum
Teori grad digunakan untuk
menjawab masalah yang berkaitan
dengan waktu melakukan perubahan atau
penggantian suatu perundang-undangan,
untuk menjawab pertanyaan tentang
15
kapan
saatnya untuk melakukan
perubahan
hukum
dalam
rangka
menyesuaikan diri dengan perubahan
yang terjadi dalam masyarakat oleh Grad
dalam Achmad Ali (1996 : 208) dijawab
bahwa: “Tidak mudah untuk menetapkan
kapan saatnya tiba hukum untuk
mengatur, sebab pada suatu waktu
mungkin oleh sutu kelompok masyarakat
sesuatu hal dirasakan sutu problem,
yang membntuhkan pemecahannya, tetapi
belum tentu kelompok lain merasakan hal
yang sama. Dalam hal ini membeutuhkan
penguasaan yang baik tentang tingkat
kematangan suatau Kelompok”
2. Teori Perubahan Sosial (social
change theory)
Teori perubahan sosial (social
change theory) yang dikemukakan
Sleman B. Toneko. Bahwa bekerjanya
hukum
dalam
masyarakat
akan
menimbulkan situasi tertentu. Apabila
hukum itu berlaku efektif maka akan
menimbulkan perubahan dan perubahan
itu
dapat
dikategorikan
sebagai
perubahan sosial. Suatu perubahan sosial
tidak lain dari penyimpangan kolektif dari
pola yang telah mapan.
Sorjono Soekanto, mengemukakan
bahwa dalam setiap proses perubahan
senantiasa akan dijumpai faktor-faktor
penyebab terjadinya perubahan.
Menurut Zinzeimen Perubahan Ada
faktor-faktor
yang esensial dalam
masyarakat yang bekerja sedemikian rupa
sehingga memberikan corak konserfatif
pada masyarakat itu. Faktor-faktor itu
akan membiarkan masyarakat untuk tetap
bertahan pada keadaan semula, sekalipun
penderitaan yang ditanggung oleh
masyarakat itu telah menjadi sedemikian
rupa hebatnya. Faktor tersebut dapat
berupa apatisme, sikap keagaman,
hambatan dan sebagainya. Perubahan
pada hukum baru akan terjadi apabila dua
unsurnya telah bertemu pada suatu titik
singgung kedua unsur itu adalah 1)
Keadaan baru yang timbul, 2) Kesadaran
akan
perlunya
perubahan
dalam
masyarakat yang bersangkutan itu sendiri.
3. Teori Sosiological Yurisfrudence
Teori Sosiological Yrisfrudence yang
di kemukakan oleh Eugen Ehrlich ”Teori
ini adalah suatu teori yang memperlajari
pengaruh hukum terhadap masyrakata
dan sebagainya dengan pendekatan dari
hukum ke masyarakat. Teori ini
dikemukakan oleh Eugen Ehrilich yang
berpendapat bahwa terdapat perbedaan
antara hukum positip
disatu pihak
dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat di pihak lain. Hukum positip
akan memliliki daya berlaku efektif
apabila berisikan atau selaras dengan
hukum yang hidup dalam masyarakat.
Eugen Ehrlich ”Menganjurkan agar
dalam
kehidupan
berbangsa
dan
bernegara terdapat keseimbangan antara
keinginan untuk mengadakan perubahan
hukum melalui perundang-undangan
dengan kesadaran untuk memerhatikan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat,
kenyataan tersebut dinamakan ” living
law and jast law” yang merupakan ”inner
order” dari pada masyarkat yang
mencerminkan nilai-nilai yang hidup di
dalamnya.”
Lebih lanjut di kemukakan bahwa : ”
Jika ingin diadakan perubahan hukum,
maka hal yang patut harus di perhatikan
dalam membuat sebuah undang-undang
agar undang-undang yang dibuat itu dapat
berlaku secara efektif didalam kehidupan
masyarakat
adalah
memperhatikan
hukum yang hidup (living law) dalam
masyarakat tersebut”
Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________
16
____________Politik Hukum, Aspek, dan Teori Perubahan Peraturan Perundang-Undangan.... Andi Kasmawati
4. Teori Perubahan Hukum Thomas
C. Dienes
Teori Perubahan Hukum Thomas C.
Dienes dala Achmad Ali (1996: 207)
mengemukakan bahwa : ”Ada pendapat
yang menganggap bahwa perubahan
hukum secara formal akan menyebabkan
terlibatnya
badan-badan
yang
menggerakkan perubahan itu, terutama
badan legislatif dan badan peradilan”.
Dan badan yang dimaksud itu terutama
badan legislatif dan badan peradilan.
Sehubungan dengan itu Satjipto
Raharjo (1979: 64) berpendapat bahwa :
”Peranan mereka itu apakah ia seorang
hakim atau kah legislator adalah cukup
penting, oleh karena keputusan-keputusan
serta tindakan-tindakan yang diambil oleh
badan-badan tersebut diatas pada
hakikatnya
merupakan hasil karya
mereka juga. Bagaimana pikiran dan
sikap-sikap mereka mengenai perubahan
dalam
masyarakat
akan
sangat
menentukan bagaimana badan-badan
tersebut menghadapi masalah perubahan
sosial. Pada gilirannya sikap mereka itu
juga dituntukan oleh golongan dari mana
mereka berasal dan oleh karena itu
dengan mempelajari latar belakang
sosialnya diharapkan akan diperoleh
kejelasan mengenai langkah-langkah
serta keputusan-keputusan yang diambil
oleh badan-badan tersebut.”
Dalam perubahan hukum, Menurut
Abdul Manan (2005: 6-8) dikenal adanya
dua pandangan yang dapat dijadikan
bentuk perubahan tersebut yaitu: (1)
Pandangan Tradisional, dalam rangka
perubahan hukum mengatakan bahwa :
masyarkat perlu berubah dulu, baru
hukum datang untuk mengaturnya. Disini
kedudukan hukum sebagai pembenar apa
yang telah terjadi, fungsi hukum disini
adalah sebagai pengabdian (dienende
funtie).
(2)
Pandangan
Modern,
mengatakan bahwa : Hukum diusahakan
agar dapat menampung
segala
perkembangan baru, oleh karena itu
hukum harus selalu berada bersama
dengan peristiwa yang terjadi, bahkan
kalau perlu hukum harus tampil dahulu
baru peristiw mengikutinya. Disini
hukum berfungsi sebagai alat untuk
rekanyasa sosial (Law a tool of social
enginering).
Kemudian lebih lanjut Abdul
Manan (2005: 4-5) Menambahkan agar
hukum baru, efektif berlaku ditengahtengah kehidupan masyarakat, maka
perubahan
hukum
itu
harus
memerhatikan tiga ketentuan yaitu: (1)
Perubahan hukum itu tidak dilakukan
secara parsial, melainkan perubahan itu
harus menyeluruh, terutama kepada
doktrin, norma-norma yang tidak sesuai
dengan kondisi zaman. (2) Perubahan itu
juga harus mencakupi dalam cara
penerapannya. Pola pikir yang statis
dalam cara penerapan hukum hendaklah
ditanggalkan, kemudian dalam cara-cara
penafsiran hukum yang tidak melihat
perkembangan zaman. (3) Harus juga
diadakan pada kaidah (aturan) yang
sesuai dengan falsafah hidup bangsa
Indonesia. Agar kaidah (aturan) yang
diperbaharui itu dapat dipatuhi oleh
masyarakat, maka dalam kaidah (aturan)
itu harus memuat sanksi dan daya paksa
dan untuk itu harus dibuat oleh instansi
yang berwenang.
PENUTUP
Perubahan
hukum
dapat
dilakukan dengan memperhatikan aspekaspek yang melatar belakanginya. Suatu
hukum atau perundang-undangan dibuat
untuk
memenuhi
rasa
keadilan,
ketertiban, dan kemanfaatan bagi
17
masyarakat dan pemerintah, atau seluruh
komponen masyarakat sehingga menjadi
hukum yang netral.
Perubahan
undang-undang
pemerintahan daerah yang dilakukan
sebanyak 2 (dua) kali penggantian dan 2
(dua) kali revisi selama kurun waktu 9
(sembilan) tahun dibanding pada masa
orde baru undang-undang pemerintahan
daerah berlaku selam kurang lebih 20
tahun, menunjukkan bahwa dinamika
perkembangan pemikiran dan tuntutan
pemerintah dan masyarakat makin
meningkat dan kompleks, oleh karena itu
secara komprehensif semua aspek dan
teori yang mempengaruhi
terjadinya
perubahan hukum menjadi standar yang
melahirkan hukum yang dapat diterima
oleh semua pihak sebagai hasil dari
politik hukum.
DAFTAER PUSTAKA
Buku
Abdul
Manan, 2005, Aspek-Aspek
Pengubah
Hukum,
Kencana,
Jakarta.
Achmad Ali, 1996. Menguak Tabir
Hukum,
Chandra
Praatama,
Jakarta.
Bachan Mustafa, 2003. Sistem Hukum
Indonesia Terpadu, Citra Aditya
Bakti,Bandung.
H.F. Abraham Amos, 2005. Sistem
Ketatanegaraan Indonesia (DARI
ORLA, ORBA SAMPAI
REFORMASI) Telaah Sosiologis
Yuridis dan Yuridis Pragmatis
Krisi Jati diri Hukum Tata Negara
Indonesia, Raja Grapindo Persada,
Jakarta.
Imam Syaukani dan A. Ahsin Thohari,
2006. Dasar-Dasar Politik Hukum,
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Jimly Asshiddiqie , 2007. Pokok Pokok Hukum Tata Negara
Indonesia Pasca Reformasi, Buana
Ilmu Populer, Jakarta Barat.
Moh. Mahfud MD, 2006. Membangun
Poltik
Hukum
Menegakka
Konstitusi, LP3ES, Jakarta.
----------------- ,1998, Poltik Hukum Di
Indonesia, LP3ES, Jakarta.
Padmo Wahyono. 1986, Indonesia
Berdasarkan atas Hukum, Galia
Indonesia, Jakarta.
Satjipto Raharjo. 1991, Ilmu Hukum,
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sri Soemantri, 2006. Prosedur dan
Sistem
Perubahan
Konstitusi
Dalam Batang Tubuh UUD 45
(sebelem dan Sesudah Perubahan
UUD 45). Alumni Bandung.
Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945
Undang-Undang N0. 32 tahun 2004
tentang Penmeritahan Daerah.
Undang-Undang No. 10 tahun 2004
tentang Pembentukan Perundangundangan.
Humanis, Volume XII Nomor 1, Januari 2011________________________________________
Download