STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN OKSIGENASI PADA TN. T DENGAN KANKER PARU DI RUANG BUGENVIL RS PANTI WALUYO SURAKARTA DISUSUN OLEH: TEGUH TRIYONO P.09049 PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru disebut juga karsinoma bronkial salah satu penyakit paru yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Kanker paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita. Menurut data WHO (World Health Organitation) tahun 2000 diseluruh dunia terdapat 1,2 juta penderita karsinoma paru baru, atau 12,3 % dari seluruh tumor ganas, meninggal dunia 1,2 juta atau 17,8 dari mortalitas total tumor. (Desen wan, 2008) Permasalahan yang lebih serius adalah di semua negara pemakai tembakau, kasus baru karsinoma paru terus meningkat menjadi penyakit umum yang semakin serius mengancam jiwa dan kesehatan penduduk. Selama 50 tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat 1.500.000 kasus baru prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di Amerika dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, prevalensi kanker menurut diagnosis tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,8%, Prevalensi tertinggi di Kabupaten Magelang (1,6%), Cilacap (1,5%), Kebumen (1,3%), Banyumas, Wonogiri, Surakarta, Tegal Kota (masing-masing 1,2%). Prevalensi nasional penyakit tumor/kanker adalah 0,4% (berdasarkan diagnosis 1 2 tenaga kesehatan). Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi penyakit di atas prevalensi nasional, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan. (Riskedas, 2007) Gejala yang khas akibat tumor kanker adalah batuk, hemoptisis (batuk bercampur darah), dada terasa penuh dan nyeri, dispnea pernapasan lebih dari 26 kali permenit, demam dan gejala non spesifik, dan untuk menentukan diagnosa ini ada beberapa pemeriksaan yaitu: sinar x, pemeriksaan CT scan, pemeriksaan MRI, pemeriksaan PET/CT, pemeriksaan sitologi. (Wiliam, 2008) Bukti-bukti menunjukan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul di tempat pada jaringan parut sebelumnya (tuberkolosis, fibrosis) dalam kanker paru dapat dicegah apabila kebiasaan merokok dihilangkan. (Smeltzer, 2002) Kebanyakan pada kanker paru dapat mengakibatkan adanya obstruksi dan penumpukan cairan pada stadium lanjut, maka dapat mempengaruhi proses pernapasan terapi oksigen diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan pada ventilasi pada seluruh lapang paru, pasien dengan gangguan pertukaran gas, serta mereka yang mengalami gagal jantung dan membutuhkan oksigen untuk menghindari terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernapasan salah satunya adalah gangguan pola nafas yang mengacu pada frekuensi, volume, irama dan usaha pernapasan. Perubahan pola nafas yang umum terjadi adalah takipnea, hiperventilasi, dispnea, orthopnea, apnea. (Mubarak, 2008) 3 Kondisi yang ditemui dilapangan menunjukan bahwa pasien mengalami dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan hiperventilasi yang harus diberi pertolongan dengan segera, disesuaikan dengan teori yang ada dengan alasan itu maka penulis mengangkat kasus gangguan kebutuhan oksigenasi pada pasien kanker paru untuk lebih mendalami dan mengupas masalah kebutuhan oksigenasi pada kanker paru dengan pendekatan ilmiah. B. Tujuan Penulisan. 1. Tujuan Umum Mahasiswa mampu untuk melaporkan kasus ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Tn. T dengan kanker paru di RS Panti Waluyo Surakarta. 2. Tujuan Khusus a. Hasil dari melakukan pengkajian dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru. c. Penulis mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru. 4 e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru. f. Penulis mampu menganalisis pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang terjadi pada kanker paru. C. Manfaat Penulisan. 1. Manfaat Bagi Penulis Memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam bidang keperawatan penyakit dalam dengan kanker paru. 2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Memberikan masukan dalam proses kegiatan belajar mengajar, mengajarkan tentang asuhan keperawatan dapat digunakan acuan praktek mahasiswa keperawatan. 3. Manfaat Bagi Rumah Sakit Memberi masukan yang diperlukan untuk mengaplikasikan ilmu yang di dapat selama perkuliahan ke dalam pelaksanaan praktek pelayanan kesehatan khususnya pada pasien di lapangan. 5 BAB II RESUME KEPERAWATAN Bab ini menjelaskan tentang ringkasan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Tn. T dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenisasi di ruang Bugenvil RS Panti Waluyo Surakarta dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian pada tanggal 5 April jam 09.00 WIB, diperoleh dengan cara autoanamnesa dan alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Identitas klien, bernama Tn. T umur 29 tahun, agama Kristen, pendidikan terakhir SMK pekerjaan swasta, Jebres, Surakarta. Pasien dirawat di ruang Bugenvil selama 5 hari. Dokter mendiagnosa Tn. T mengalami kanker paru bagian kanan, penanggung jawab klien adalah Ny. N umur 28 tahun alamat, Jebres, Surakarta hubungan dengan pasien adalah istri. Hasil pengkajian, keluhan utama yang dirasakan klien saat dikaji yaitu sesak nafas, Riwayat kesehatan sekarang sebelum dibawa ke rumah sakit, sejak tiga hari yang lalu pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dibagian dada kanan atas 6 kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke Poli RS Panti Waluyo Surakarta untuk memeriksakan pasien dikarenakan 2 bulan yang lalu pasien pernah mempunyai keluhan yang sama dan oleh dokter dianjurkan untuk rawat inap dan diberikan terapi infuse RL 20 tpm. Tekanan darah :130/90 mmhg, nadi: 90 x/menit, pernapasan: 30 x/menit, terapi oksigen: 2 liter/menit. Riwayat kesehatan dahulu pasien sebelumnya sudah pernah dirawat di Rumah Sakit Jogjakarta dengan keluhan yang sama 2 bulan yang lalu. Pasien tidak pernah mengalami kecelakaan namun pasien pernah dilakukan kemoterapi sebanyak 2 kali, atas indikasi kanker paru. Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang sama seperti pasien. Hasil riwayat kesehatan lingkungan hampir semua keluarga yang laki- laki perokok berat. Hasil pengkajian pola fungsional kesehatan menurut Gordon, pada pola persepsi pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan keadaan yang dialaminya sekarang kurang menyenangkan pasien tidak dapat melakukan aktivitas seperti sebelum sakit dan ingin cepat sembuh. Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan hampir semua aktivitas dibantu oleh keluarga. 7 Tabel 1: Pola aktivitas dan latihan Tn. T Di rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta 5 April 2012 Kemampuan merawat diri 0 1 2 3 Makan minum 9 Toileting 9 Berpakaian 9 Mobilitas tempat tidur 9 Berpindah 9 Ambulasi rom 9 4 Keterangan: 0:mandiri ,1:dibantu alat,2:dibantu orang lain, 3:dibantu orang lain dan alat ,4:tergantung total. Pola istirahat tidur pasien setelah sakit tidur kurang lebih hanya 3 jam perhari dikarenakan merasa sesak dan nyeri dada. Hasil pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan umum klien tampak lemah, kesadaran composmentis, Tekanan darah: 110/70 mmhg, pernapasan: 34 x/m, nadi: 90 x/m, suhu: 36,5oC. Hidung bersih simetris lubang kanan kiri, tidak terdapat polip terlihat nafas cuping hidung. Pemeriksaan dada (paru) dengan inspeksi: simetris kanan kiri terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, palpasi: vocal vremitus tidak seimbang antara kanan dan kiri, untuk yang kanan tidak teraba di bandingkan yang kiri, perkusi: pekak pada dada kanan, auskultasi: terdengar suara ronki di dada bagian kanan. Pemeriksaan laboraturium, terdapat beberapa mengalami peningkatan jumlah leukosit 12.500 mm3 dari angka normal 4.400-11.300, trombosit 147.000 u/l dari angka normal 150.000-450.000 u/l, neutrofil 87,8 % dari angka normal 55 – 80%, limfosit 9,8 % dari angka normal 22 – 44 %, MCH 8 26 pg dari angka normal 28 – 33 pg. Pemeriksaan penunjang dari foto rontgen menunjukan terdapatnya bayangan yang ditampilkan opaque. Selama dirawat di rumah sakit pasien mendapat terapi, Meptin 2 x 0,05 g, fungsi untuk anti asma, Ceptik 1 x 200 mg berfungsi untuk mengobati bronkitis akut, Lameson 1 x 8 mg berfungsi untuk mengobati asma bronchial, Combivet 2 x 1 gram sehari berfungsi untuk anti asma. (ISO, 2010) B. Perumusan Masalah Hasil pengkajian dan observasi penulis melakukan analisa data kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan prioritas, menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi tindakan. Data menunjukan bahwa secara subyektif: pasien mengatakan sesak. Secara obyektif: terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, terlihat nafas cuping hidung, dispnea, pernapasan: 30 x/menit, terpasang nasal O2: 2 liter/menit, maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Mengacu pada diagnosa keperawatan yang telah dibuat, dapat dirumuskan masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Tn. T dengan kanker paru. 9 C. Perencanaan Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah merumuskan masalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status pernafasan klien efektif dengan kriteria hasil sesak nafas berkurang sampai hilang, ekspansi dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, bunyi nafas tambahan tidak ada, respirasi dalam batas normal yaitu 16 – 24 x/menit. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu atur posisi tidur (semi fowler) untuk memaksimalkan pengembangan paru, kaji TTV untuk memonitor vital sign ada gangguan atau tidak, berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit untuk memenuhi kebutuhan oksigen, monitor pola nafas untuk melihat ada tidaknya otot bantu pernapasan, kolaborasi pemberian terapi dengan dokter untuk memberikan obat (Meptin, Euphilin, Combivet). ( Judith, 2007 ) D. Implementasi. Perencanaan yang telah disusun kemudian dilakukan implementasi selama tiga hari yang dilakukan sejak hari kamis tanggal 5-7 April 2012, hari pertama tanggal 5 April 2012 meliputi: jam 07.30 WIB mengkaji tanda-tanda vital pasien dengan respon obyektif: tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 90 x/menit, pernapasan: 34 x/menit, jam 08.00 WIB berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g) dengan respon obyektif: pasien terlihat minum obat yang diberikan. Jam 09.30 WIB 10 mengatur posisi tidur (semi fowler) dengan respon subyektif: pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur yang diberikan, respon obyektif: pasien terlihat nyaman dengan posisi yang diberikan, jam 11.00 WIB memberikan terapi O2 2 liter/menit, dengan respon subyektif: pasien mengatakan agak nyaman, respon obyektif; pasien terlihat terpasang O2 2 liter/menit. Jam 12.30 WIB memonitor pola nafas pasien dengan, respon obyektif: pasien terlihat masih menggunakan otot bantu pernapasan, pernapasan 30 x/menit. Hari kedua Jumat 6 April 2012, jam 07.45 WIB mengkaji tanda-tanda vital pasien dengan respon obyektif: tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 85 x/menit, pernapasan: 30 x/menit. Jam 08.00 WIB berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g) dengan respon obyektif: pasien terlihat minum obat yang diberikan. jam 09.00 WIB mengatur posisi tidur (semi fowler) dengan respon subyektif: pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur yang diberikan, respon obyektif: pasien terlihat nyaman dengan posisi yang diberikan, jam 10.00 WIB memberikan terapi O2 4 liter/menit, dengan respon subyektif: pasien mengatakan agak nyaman setelah oksigen ditambah menjadi 4 liter/menit, respon obyektif; pasien terlihat terpasang O2 4 liter/menit. Jam 11.30 WIB memonitor pola nafas pasien dengan respon obyektif: pasien terlihat masih menggunakan otot bantu pernapasan 28 x/menit. 11 Hari ketiga tanggal 7 April 2012 jam 07.20 WIB mengkaji tanda-tanda vital pasien dengan respon obyektif: tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 95 x/menit, pernapasan: 28 x/menit, jam 08.15 WIB berkolaborasi dengan tim medis untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g) dengan respon obyektif: pasien terlihat minum obat yang diberikan., jam 11.00 WIB memberikan terapi O2 4 liter/menit, dengan respon subyektif: pasien mengatakan agak nyaman setelah oksigen ditambah menjadi 4 liter/menit, respon obyektif; pasien terlihat terpasang O2 4 liter/menit. Jam 11.30 WIB mengatur posisi tidur (semi fowler) dengan respon subyektif: pasien mengatakan nyaman dengan posisi tidur yang diberikan, respon obyektif: pasien terlihat nyaman dengan posisi yang diberikan. Jam 13.30 WIB memonitor pola nafas pasien dengan respon obyektif: pasien terlihat sudah tidak menggunakan otot bantu pernapasan 26 x/menit. E. Evaluasi Setelah dilakukan implementasi pada pasien maka penulis melakukan evaluasi. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang sudah dilakukan kepada pasien sudah berhasil menangani masalah yang dihadapi pasien atau belum. Hari pertama kamis 5 April 2012 jam 13.30 WIB. Subyektif: pasien mengatakan nafasnya masih agak sesak, obyektif: pasien terlihat masih sesak, masih menggunakan otot bantu pernapasan, pernapasan 30 x/ menit, masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi: 12 pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan, monitor pola nafas, kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat (Meptin 2 x 0,05 g, Ceptik 1 x 200 mg, combivet). Hari kedua 6 April 2012 jam 14.00 WIB. Subyektif: pasien mengatakan nafasnya masih sesak, obyektif: pasien terlihat masih sesak, pernapasan 28 x/menit, analisa: masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi: pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan, monitor pola nafas, kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg, combivet). Hari ketiga 7 April 2012 jam 13.30 WIB. Subyektif: pasien mengatakan nafasnya sesak saat beraktivitas, obyektif: pasien terlihat masih sesak, sudah tidak menggunakan otot bantu pernapasan, pernapasan 26 x/menit, masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi: pertahankan pemberian O2 4 liter/menit, monitor pola nafas, kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg). BAB II RESUME KEPERAWATAN Bab ini menjelaskan tentang ringkasan Asuhan Keperawatan yang dilakukan pada Tn. T dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenisasi di ruang Bugenvil RS Panti Waluyo Surakarta dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 April 2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. A. Pengkajian Pengkajian pada tanggal 5 April jam 09.00 WIB, diperoleh dengan cara autoanamnesa dan alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan perawat. Identitas klien, bernama Tn. T umur 29 tahun, agama Kristen, pendidikan terakhir SMK pekerjaan swasta, Jebres, Surakarta. Pasien dirawat di ruang Bugenvil selama 5 hari. Dokter mendiagnosa Tn. T mengalami kanker paru, penanggung jawab klien adalah Ny. N umur 28 tahun alamat, Jebres, Surakarta hubungan dengan pasien adalah istri. Hasil pengkajian, keluhan utama yang dirasakan klien saat dikaji yaitu sesak nafas, Riwayat kesehatan sekarang sebelum dibawa ke rumah sakit, sejak tiga hari yang lalu pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dibagian dada 5 BAB III PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis akan membahas proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 5-7 April 2012 di ruang Bugenvil RS Panti Waluyo Surakarta. Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan pada aspek kehidupan proses keperawatan yang terdiri tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Pengkajian pada asuhan keperawatan pasien ketidakefektifan pola nafas dengan kanker paru, pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa sesuai dengan peraturan pengkajian keperawatan, mulai dari biodata, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan, pengkajian fisik, dan didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang sesuai teori yang disebutkan menurut Valentine L.Brasher dalam inti pengkajian adalah seperti yang disebutkan di atas. Keluhan utama yang dirasakan pasien sesak nafas (dipsnea), merupakan sensasi subyektif pada pernapasan yang sulit dan tidak nyaman, biasanya ditandai adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan pernapasan cuping hidung. Kemudian nyeri di bagian dada kanan, hal tersebut terjadi karena ketika kanker ϭϯ ϭϰ mengenai pleura parietal atau langsung menginvasi dinding torak, dapat menimbulkan nyeri di bagian dada. Pernapasan 30 kali/menit, menunjukan adanya ketidakefektifan pola nafas. (Porter and Perry, 2006) Hasil riwayat kesehatan lingkungan hampir semua keluarga yang laki-laki perokok berat. Penyebab utama kanker paru adalah asap rokok yang didalamnya mengandung sekitar 60 macam karsinogen yang dapat menyebabkan mutasi DNA dan berkaitan dengan gen p53 dianggap berkaitan dengan timbulnya karsinoma paru. (Brashers, 2008) Pola aktivitas latihan hampir semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga. Dengan kata lain pasien mengalami kelemahan dalam aktivitas hal tersebut sesuai teori yang menyebutkan bahwa gejala yang dialami pasien dengan kanker paru salah satunya adalah kelemahan dalam beraktivitas. Kelemahan atau keletihan merupakan sensasi subyektif, yaitu klien melaporkan bahwa dirinya kehilangan daya tahan dikarenakan mengalami perubahan kardiopumonal sering kali merupakan tanda awal perburukan proses dari suatu penyakit. (Porter and Perry, 2006) Pasien hanya dapat tidur kurang lebih hanya 3 jam per hari dikarenakan pasien merasakan sesak dan nyeri dibagian dada kanan. Gejala penyerta kanker paru adalah terdapatnya rasa nyeri dan sesak, terjadi karena ketika kanker mengenai pleura parietal atau langsung menginvasi dinding torak, dapat menimbulkan nyeri dilokasi tersebut. (Silvia, 2006) ϭϱ Pemeriksaan fisik, terlihat nafas cuping hidung diakibatkan adanya kompensasi dari reseptor otot-otot pernapasan. Pemeriksaan dada (paru) dengan Inspeksi simetris kanan kiri, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, palpasi vocal vremitus tidak seimbang antara kanan dan kiri, karena kurang berfungsinya paru-paru bagian kanan. Hasil perkusi pekak pada dada kanan karena terdapatnya masa dan cairan, auskultasi terdengar suara ronki, keadaan tersebut terjadi karena ada penumpukan cairan pada lapang paru yang diakibatkan adanya peradangan pada pleura. (Desen, 2008) Hasil pemeriksaan penunjang, foto rontgen menunjukan terdapatnya bayangan yang ditampilkan opaque karena pada paru tidak mendapatkan udara dan trakea tertarik ke sisi yang sakit. Foto rontgen sendiri adalah salah satu cara atau alat pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit dan memberikan rujukan. (Desen, 2008) Diagnosa keperawatan yang diangkat penulis adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Pengertian dari ketidakefektifan pola nafas adalah terdapatnya inspirasi dan atau ekspirasi yang memberi ventilasi yang tidak adekuat, sedangkan hiperventilasi adalah suatu kondisi ventilasi yang berlebih yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal di vena, yang diproduksi melalui metabolisme seluler. (NANDA, 2011) Diagnosa tersebut diangkat sebagai diagnosa utama karena merupakan faktor utama yang membuat pasien mengalami berbagai macam gangguan dalam ϭϲ melakukan aktivitas dan istirahat. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan data yang ditemukan pada saat pengkajian yaitu pasien mengatakan sesak, terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, terlihat nafas cuping hidung, dispnea, pernapasan 30 x/menit, terpasang O2: 2 liter/ menit. Pengangkatan diagnosa ini juga didasarkan pada pemenuhan kebutuhan dasar klien tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Oksigen (O2) merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh, secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas. Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Terapi O2 merupakan salah satu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat. Adapun hal–hal yang mempengaruhi keadekuatan sirkulasi oksigen adalah faktor fisiologis, perkembangan, perilaku dan lingkungan. (Porter and Pary, 2006) Perencanaan dan tujuan dari tindakan keperawatan menggunakan kaidah sesuai dengan sistematika SMART, yaitu Spesifik (jelas), Measureable (dapat diukur), Acepptance, Rasional, dan Timming, tujuan yang dibuat oleh penulis adalah pola nafas efektif dengan kriteria hasil sesak nafas berkurang sampai hilang, ekspansi dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, bunyi nafas tambahan tidak ada, respirasi dalam batas normal yaitu 16 – 24 x/menit. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan kaji TTV untuk memonitor ϭϳ ada tidaknya peningkatan suhu, tekanan darah, ada tidaknya takikardi yang biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau gangguan pernapasan dikarenakan terjadinya dipsnea pada pasien diikuti dengan peningkatan denyut nadi sebagai kompensasi tubuh untuk melakukan pertukan gas dan mengalirkannya keseluruh tubuh. Berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit bertujuan untuk memaksimalkan sediaan oksigen, khususnya jika ventilasi menurun, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit fungsional alfeolar. Monitor pola nafas untuk melihat ada tidaknya otot bantu pernapasan dan untuk mengetahui peningkatan jalan nafas, terapi O2 yang diberikan sebanyak 2 liter/ menit untuk menghindari terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, jika aliran lebih dari 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa hidung. (Desen, 2008) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg), bertujuan untuk mempertahankan kadar obat lebih konstan dan memperbaiki fungsi pernapasan, atur posisi tidur (semi fowler) untuk memaksimalkan pengembangan paru. (Doenges, 2002) Penulis menentukan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi yaitu inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat dan dari intervensi dan kriteria hasil yang telah ditentukan maka penulis melaksanakan implementasi. ϭϴ Mengkaji tanda-tanda vital untuk memonitor ada tidaknya peningkatan suhu, tekanan darah, ada tidaknya takikardi yang biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau gangguan pernapasan dikarenakan terjadinya dispnea pada pasien diikuti dengan peningkatan denyut nadi sebagai kompensasi tubuh untuk melakukan pertukan gas dan mengalirkannya keseluruh tubuh, dalam implementasinya pasien kooperatif tidak ada hambatan dan dapat melakukan implementasi dengan baik. Memberikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit bertujuan untuk memaksimalkan sediaan oksigen, khususnya jika ventilasi menurun, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit funsional alfeolar. Terpasang O2 2 liter/menit dan ditambah menjadi 4 liter/menit pada hari kedua dan ketiga implementasi dikarenakan sesak pasien bertambah. Saat diberikan terapi oksigen pasien merasa nyaman sesaknya berkurang namun, pasien merasa risih dengan selang oksigen yang dipasang di hidungnya. Memonitor pola nafas untuk melihat ada tidaknya otot bantu pernapasan dan untuk mengetahui peningkatan jalan nafas, pada hari pertama saat dilakukan implementasi untuk melihat pola nafas pasien, penulis mengalami kesulitan dikarenakan pasien tidur dalam posisi miring sehingga penulis tidak bisa melihat apakah pasien masih menggunakan otot bantu pernapasan atau tidak. Namun pada implementasi hari kedua dan ketiga didapatkan pasien penggunaan otot bantu pernapasan menghilang pada hari ke tiga. ϭϵ Berkolaborasi pemberian terapi dengan dokter untuk memberikan obat (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg ), bertujuan untuk mempertahankan kadar obat lebih konstan dan memperbaiki fungsi pernapasan. Saat diberikan obat pasien tidak langsung meminum obat karena pasien sedang dilakukan foto rontgen di ruang radiologi. Mengatur posisi tidur (semi fowler) merupakan intervensi keperawatan noninvasif untuk memaksimalkan dan mempertahankan pengembangan paru. Pasien nerasa nyaman setelah diberikan posisi semi fowler namun dalam pelaksanaan implementasi ini pasien harus di bantu dengan beberapa bantal yang ditumpuk dikarenakan tempat tidur yang dipakai rusak dan tidak bisa di seting sesuai dengan keinginan. Hasil evaluasi kondisi pasien selama tiga hari. Setelah dilakukan implementasi kondisi pasien belum sepenuhnya meningkat, dengan kata lain masalah belum teratasi hal ini dikarenakan waktu penulis untuk melakukan implementasi dirasa kurang dan dilihat dari prognosis penyakit klien yang merupakan bentuk kanker, sehingga membutuhkan kolaborasi dari tenaga kesehatan lain untuk memberikan terapi obat. ϮϬ B. Simpulan dan Saran 1. Simpulan Kesimpulan yang dapat dibuat berdasarkan studi kasus adalah sebagai berikut: a. Hasil pengkajian klien gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan kanker paru adalah terjadinya sesak nafas pada klien. b. Diagnosa keperawatan pada klien yang dapat diangkat dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah ketidak efektifan pola nafas. c. Rencana asuhan keperawatan pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan kanker paru antara lain berikan posisi yang nyaman (semi fowler), berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg ). d. Implementasi yang dilakukan pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi dengan kanker paru adalah berikan posisi yang nyaman (semi fowler), berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat. e. Hasil evaluasi yang didapat setelah melakukan implementasi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenisasi dengan kanker paru adalah pasien masih merasa sesak namun penggunaan otot bantu pernapasan sudah tidak ada, dengan masalah belum teratasi. f. Dari hasil asuhan keperawatan diketahui pasien membutuhkan oksigen Ϯϭ 2. Saran a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien dengan kanker paru khususnya. Dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien. b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal, khususnya pada klien dengan kanker paru. Perawat diharapkan dapat memberikan pelayanan profesional dan komprehensif. c. Bagi institusi pendidikan Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan. DAFTAR PUSTAKA Anderson, Silvia Price, 2006, Penyakit.EGC, Jakarta Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Desen, Wan. 2008, Buku Ajar Onkologi Klinis, FKUI, Jakarta Doenges, Marylin E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta Harahap, Ikhsanuddin Ahmad, 2005, Jurnal Keperawatan Oksigenasi Dalam Suatu Asuhan Keperawatan. Universitas Sumatera Utara, Volume 1.http//www.google.com/jurnal keperawatan. Diakses pada tanggal 14 April 2012 Herlambang, Kuntio Tri, 2003, Jurnal Laporan Penelitian Karakteristik jenis kanker paru berdasarkan densitas dengan menggunakan CT scan, Semarang. http//www.google.com./ jurnal makara/diakses tanggal 14 April 2012 Judith M Wilkinson. 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC, Jakarta Mubarak, Wahid Iqbal, 2008, Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, EGC, Jakarta NANDA, 2010, Nursing Diagnosis – Definition And Clafisication 2009 – 2011, EGC, Jakarta Porter and Parry, 2006, Fundamental Keperawatan, EGC, Jakarta Rasmin, melandi dkk, 2006 Jurnal Eflkasl Prosedur Diagnosis Dan Akurasi Diagnosis Sitologi Prabedah Kanker Paru. Departemen Pulmonologi dan llmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universftas Indonesia RS Persahabatan, Jakarta. http// www.jurnal makara.co.id. diakses tanggal 14 April 2012 Riset kesehatan dasar ( RIKESDA) 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. http//www. Google.co.id/Rikesda_2007.pdf. Diakses tanggal 14 April 2012. Suzane C.Smelter, 2002. Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Medical Bedah Edisi 8, EGC, Jakarta Syamsudihajat, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, EGC,Jakarta U.S. Department Of Health And Human Services, 2011, Journal Incidence And Mortality Rate Trends, National Cancer Institute. (http://progressreport.cancer.gov) diakses tanggal 24 April 2012 Valentine L. Bareshers. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan Dan Manajemen. EGC, Jakarta