studi kasus asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan oksigenasi

advertisement
STUDI KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI PADA TN. T DENGAN KANKER PARU
DI RUANG BUGENVIL RS PANTI WALUYO
SURAKARTA
DISUSUN OLEH:
TEGUH TRIYONO
P.09049
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker paru disebut juga karsinoma bronkial salah satu penyakit paru
yang memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah. Kanker
paru merupakan penyebab kematian utama akibat kanker pada pria dan wanita.
Menurut data WHO (World Health Organitation) tahun 2000 diseluruh dunia
terdapat 1,2 juta penderita karsinoma paru baru, atau 12,3 % dari seluruh tumor
ganas, meninggal dunia 1,2 juta atau 17,8 dari mortalitas total tumor. (Desen
wan, 2008)
Permasalahan yang lebih serius adalah di semua negara pemakai
tembakau, kasus baru karsinoma paru terus meningkat menjadi penyakit umum
yang semakin serius mengancam jiwa dan kesehatan penduduk. Selama 50
tahun terakhir terdapat suatu peningkatan insidensi paru – paru yang
mengejutkan. America Cancer Society memperkirakan bahwa terdapat
1.500.000 kasus baru prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di
Amerika dilaporkan 173.000/tahun, di Inggris 40.000/tahun, prevalensi kanker
menurut diagnosis tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah sebesar 0,8%,
Prevalensi tertinggi di Kabupaten Magelang (1,6%), Cilacap (1,5%), Kebumen
(1,3%), Banyumas, Wonogiri, Surakarta, Tegal Kota (masing-masing 1,2%).
Prevalensi nasional penyakit tumor/kanker adalah 0,4% (berdasarkan diagnosis
1
2
tenaga kesehatan). Sebanyak 9 provinsi mempunyai prevalensi penyakit di atas
prevalensi nasional, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan.
(Riskedas, 2007)
Gejala yang khas akibat tumor kanker adalah batuk, hemoptisis (batuk
bercampur darah), dada terasa penuh dan nyeri, dispnea pernapasan lebih dari
26 kali permenit, demam dan gejala non spesifik, dan untuk menentukan
diagnosa ini ada beberapa pemeriksaan yaitu: sinar x, pemeriksaan CT scan,
pemeriksaan MRI, pemeriksaan PET/CT, pemeriksaan sitologi. (Wiliam, 2008)
Bukti-bukti menunjukan bahwa karsinoma cenderung untuk timbul di
tempat pada jaringan parut sebelumnya (tuberkolosis, fibrosis) dalam kanker
paru dapat dicegah apabila kebiasaan merokok dihilangkan. (Smeltzer, 2002)
Kebanyakan pada kanker paru dapat mengakibatkan adanya obstruksi
dan penumpukan cairan pada stadium lanjut, maka dapat mempengaruhi proses
pernapasan terapi oksigen diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan
pada ventilasi pada seluruh lapang paru, pasien dengan gangguan pertukaran
gas, serta mereka yang mengalami gagal jantung dan membutuhkan oksigen
untuk menghindari terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernapasan salah
satunya adalah gangguan pola nafas yang mengacu pada frekuensi, volume,
irama dan usaha pernapasan. Perubahan pola nafas yang umum terjadi adalah
takipnea, hiperventilasi, dispnea, orthopnea, apnea. (Mubarak, 2008)
3
Kondisi yang ditemui dilapangan menunjukan bahwa pasien mengalami
dipsnea, penggunaan otot bantu pernapasan dan hiperventilasi yang harus diberi
pertolongan dengan segera, disesuaikan dengan teori yang ada dengan alasan itu
maka penulis mengangkat kasus gangguan kebutuhan oksigenasi pada pasien
kanker paru untuk lebih mendalami dan mengupas masalah kebutuhan
oksigenasi pada kanker paru dengan pendekatan ilmiah.
B.
Tujuan Penulisan.
1.
Tujuan Umum
Mahasiswa mampu untuk melaporkan kasus ganguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada Tn. T dengan kanker paru di RS Panti Waluyo
Surakarta.
2.
Tujuan Khusus
a.
Hasil dari melakukan pengkajian dengan ganguan pemenuhan
kebutuhan oksigenasi pada kanker paru.
b.
Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru.
c.
Penulis mampu menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru.
d.
Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru.
4
e.
Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada kanker paru.
f.
Penulis mampu menganalisis pemenuhan kebutuhan oksigenasi yang
terjadi pada kanker paru.
C.
Manfaat Penulisan.
1.
Manfaat Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman khususnya dalam bidang
keperawatan penyakit dalam dengan kanker paru.
2.
Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan
masukan
dalam
proses
kegiatan
belajar
mengajar,
mengajarkan tentang asuhan keperawatan dapat digunakan acuan praktek
mahasiswa keperawatan.
3.
Manfaat Bagi Rumah Sakit
Memberi masukan yang diperlukan untuk mengaplikasikan ilmu yang di
dapat selama perkuliahan ke dalam pelaksanaan praktek pelayanan
kesehatan khususnya pada pasien di lapangan.
5
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
Bab ini menjelaskan tentang ringkasan Asuhan Keperawatan yang dilakukan
pada Tn. T dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenisasi di ruang
Bugenvil RS Panti Waluyo Surakarta dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 April 2012.
Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian pada tanggal 5 April jam 09.00 WIB, diperoleh dengan
cara autoanamnesa dan alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau
observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan
perawat. Identitas klien, bernama Tn. T umur 29 tahun, agama Kristen,
pendidikan terakhir SMK pekerjaan swasta, Jebres, Surakarta. Pasien dirawat
di ruang Bugenvil selama 5 hari. Dokter mendiagnosa Tn. T mengalami
kanker paru bagian kanan, penanggung jawab klien adalah Ny. N umur 28
tahun alamat, Jebres, Surakarta hubungan dengan pasien adalah istri. Hasil
pengkajian, keluhan utama yang dirasakan klien saat dikaji yaitu sesak nafas,
Riwayat kesehatan sekarang sebelum dibawa ke rumah sakit, sejak tiga hari
yang lalu pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dibagian dada kanan atas
6
kemudian oleh keluarga pasien dibawa ke Poli RS Panti Waluyo Surakarta
untuk memeriksakan pasien dikarenakan 2 bulan yang lalu pasien pernah
mempunyai keluhan yang sama dan oleh dokter dianjurkan untuk rawat inap
dan diberikan terapi infuse RL 20 tpm. Tekanan darah :130/90 mmhg, nadi:
90 x/menit, pernapasan: 30 x/menit, terapi oksigen: 2 liter/menit.
Riwayat kesehatan dahulu pasien sebelumnya sudah pernah dirawat di
Rumah Sakit Jogjakarta dengan keluhan yang sama 2 bulan yang lalu. Pasien
tidak pernah mengalami kecelakaan namun pasien pernah dilakukan
kemoterapi sebanyak 2 kali, atas indikasi kanker paru.
Hasil pengkajian riwayat kesehatan keluarga tidak ada yang
mempunyai penyakit yang sama seperti pasien. Hasil riwayat kesehatan
lingkungan hampir semua keluarga yang laki- laki perokok berat.
Hasil pengkajian pola fungsional kesehatan menurut Gordon, pada
pola persepsi pemeliharaan kesehatan pasien mengatakan keadaan yang
dialaminya sekarang kurang menyenangkan pasien tidak dapat melakukan
aktivitas seperti sebelum sakit dan ingin cepat sembuh.
Hasil pengkajian pola aktivitas dan latihan hampir semua aktivitas
dibantu oleh keluarga.
7
Tabel 1: Pola aktivitas dan latihan Tn. T
Di rumah Sakit Panti Waluyo
Surakarta 5 April 2012
Kemampuan merawat diri
0
1
2
3
Makan minum
9
Toileting
9
Berpakaian
9
Mobilitas tempat tidur
9
Berpindah
9
Ambulasi rom
9
4
Keterangan: 0:mandiri ,1:dibantu alat,2:dibantu orang lain,
3:dibantu orang lain dan alat ,4:tergantung total.
Pola istirahat tidur pasien setelah sakit tidur kurang lebih hanya 3 jam
perhari dikarenakan merasa sesak dan nyeri dada.
Hasil pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa keadaan
umum klien tampak lemah, kesadaran composmentis, Tekanan darah: 110/70
mmhg, pernapasan: 34 x/m, nadi: 90 x/m, suhu: 36,5oC. Hidung bersih
simetris lubang kanan kiri, tidak terdapat polip terlihat nafas cuping hidung.
Pemeriksaan dada (paru) dengan inspeksi: simetris kanan kiri terlihat
penggunaan otot bantu pernapasan, palpasi: vocal vremitus tidak seimbang
antara kanan dan kiri, untuk yang kanan tidak teraba di bandingkan yang kiri,
perkusi: pekak pada dada kanan, auskultasi: terdengar suara ronki di dada
bagian kanan.
Pemeriksaan laboraturium, terdapat beberapa mengalami peningkatan
jumlah leukosit 12.500 mm3 dari angka normal 4.400-11.300, trombosit
147.000 u/l dari angka normal 150.000-450.000 u/l, neutrofil 87,8 % dari
angka normal 55 – 80%, limfosit 9,8 % dari angka normal 22 – 44 %, MCH
8
26 pg dari angka normal 28 – 33 pg. Pemeriksaan penunjang dari foto rontgen
menunjukan terdapatnya bayangan yang ditampilkan opaque.
Selama dirawat di rumah sakit pasien mendapat terapi, Meptin 2 x
0,05 g, fungsi untuk anti asma, Ceptik 1 x 200 mg berfungsi untuk mengobati
bronkitis akut, Lameson 1 x 8 mg berfungsi untuk mengobati asma bronchial,
Combivet 2 x 1 gram sehari berfungsi untuk anti asma. (ISO, 2010)
B. Perumusan Masalah
Hasil pengkajian dan observasi penulis melakukan analisa data
kemudian merumuskan diagnosa keperawatan yang sesuai dengan prioritas,
menyusun intervensi keperawatan, melakukan implementasi dan evaluasi
tindakan. Data menunjukan bahwa secara subyektif: pasien mengatakan sesak.
Secara obyektif: terlihat menggunakan otot bantu pernapasan, terlihat nafas
cuping hidung, dispnea, pernapasan: 30 x/menit, terpasang nasal O2: 2
liter/menit, maka penulis merumuskan diagnosa keperawatan ketidak
efektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi.
Mengacu pada diagnosa keperawatan yang telah dibuat, dapat
dirumuskan masalah pemenuhan kebutuhan oksigenasi pada Tn. T dengan
kanker paru.
9
C. Perencanaan
Tujuan yang dibuat penulis adalah setelah merumuskan masalah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan status
pernafasan klien efektif dengan kriteria hasil sesak nafas berkurang sampai
hilang, ekspansi dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
bunyi nafas tambahan tidak ada, respirasi dalam batas normal yaitu 16 – 24
x/menit. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu atur
posisi tidur (semi fowler) untuk memaksimalkan pengembangan paru, kaji
TTV untuk memonitor vital sign ada gangguan atau tidak, berikan O2 sesuai
kebutuhan 2 liter/menit untuk memenuhi kebutuhan oksigen, monitor pola
nafas untuk melihat ada tidaknya otot bantu pernapasan, kolaborasi pemberian
terapi dengan dokter untuk memberikan obat (Meptin, Euphilin, Combivet). (
Judith, 2007 )
D. Implementasi.
Perencanaan yang telah disusun kemudian dilakukan implementasi
selama tiga hari yang dilakukan sejak hari kamis tanggal 5-7 April 2012, hari
pertama tanggal 5 April 2012 meliputi: jam 07.30 WIB mengkaji tanda-tanda
vital pasien dengan respon obyektif: tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 90
x/menit, pernapasan: 34 x/menit, jam 08.00 WIB berkolaborasi dengan tim
medis
untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g) dengan respon
obyektif: pasien terlihat minum obat yang diberikan. Jam 09.30 WIB
10
mengatur posisi tidur (semi fowler) dengan respon subyektif: pasien
mengatakan nyaman dengan posisi tidur yang diberikan, respon obyektif:
pasien terlihat nyaman dengan posisi yang diberikan, jam 11.00 WIB
memberikan terapi O2 2 liter/menit, dengan respon subyektif: pasien
mengatakan agak nyaman, respon obyektif; pasien terlihat terpasang O2 2
liter/menit. Jam 12.30 WIB memonitor pola nafas pasien dengan, respon
obyektif: pasien terlihat masih menggunakan otot bantu pernapasan,
pernapasan 30 x/menit.
Hari kedua Jumat 6 April 2012, jam 07.45 WIB mengkaji tanda-tanda
vital pasien dengan respon obyektif: tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 85
x/menit, pernapasan: 30 x/menit. Jam 08.00 WIB berkolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g) dengan respon
obyektif: pasien terlihat minum obat yang diberikan. jam 09.00 WIB
mengatur posisi tidur (semi fowler) dengan respon subyektif: pasien
mengatakan nyaman dengan posisi tidur yang diberikan, respon obyektif:
pasien terlihat nyaman dengan posisi yang diberikan, jam 10.00 WIB
memberikan terapi O2 4 liter/menit, dengan respon subyektif: pasien
mengatakan agak nyaman setelah oksigen ditambah menjadi 4 liter/menit,
respon obyektif; pasien terlihat terpasang O2 4 liter/menit. Jam 11.30 WIB
memonitor pola nafas pasien dengan respon obyektif: pasien terlihat masih
menggunakan otot bantu pernapasan 28 x/menit.
11
Hari ketiga tanggal 7 April 2012 jam 07.20 WIB mengkaji tanda-tanda
vital pasien dengan respon obyektif: tekanan darah 120/70 mmhg, nadi 95
x/menit, pernapasan: 28 x/menit, jam 08.15 WIB berkolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05 g) dengan respon
obyektif: pasien terlihat minum obat yang diberikan., jam 11.00 WIB
memberikan terapi O2 4 liter/menit, dengan respon subyektif: pasien
mengatakan agak nyaman setelah oksigen ditambah menjadi 4 liter/menit,
respon obyektif; pasien terlihat terpasang O2 4 liter/menit. Jam 11.30 WIB
mengatur posisi tidur (semi fowler) dengan respon subyektif: pasien
mengatakan nyaman dengan posisi tidur yang diberikan, respon obyektif:
pasien terlihat nyaman dengan posisi yang diberikan. Jam 13.30 WIB
memonitor pola nafas pasien dengan respon obyektif: pasien terlihat sudah
tidak menggunakan otot bantu pernapasan 26 x/menit.
E. Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi pada pasien maka penulis melakukan
evaluasi. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah tindakan yang
sudah dilakukan kepada pasien sudah berhasil menangani masalah yang
dihadapi pasien atau belum. Hari pertama kamis 5 April 2012 jam 13.30 WIB.
Subyektif: pasien mengatakan nafasnya masih agak sesak, obyektif: pasien
terlihat masih sesak, masih menggunakan otot bantu pernapasan, pernapasan
30 x/ menit, masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi:
12
pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan, monitor pola nafas, kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian obat (Meptin 2 x 0,05 g, Ceptik 1 x
200 mg, combivet).
Hari kedua 6 April 2012 jam 14.00 WIB. Subyektif: pasien
mengatakan nafasnya masih sesak, obyektif: pasien terlihat masih sesak,
pernapasan 28 x/menit, analisa: masalah belum teratasi, planning: lanjutkan
intervensi: pertahankan pemberian O2 sesuai kebutuhan, monitor pola nafas,
kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat (Meptin 2 x 0,05 g,
dan Ceptik 1 x 200 mg, combivet).
Hari ketiga 7 April 2012 jam 13.30 WIB. Subyektif: pasien
mengatakan nafasnya sesak saat beraktivitas, obyektif: pasien terlihat masih
sesak, sudah tidak menggunakan otot bantu pernapasan, pernapasan 26
x/menit, masalah belum teratasi, planning: lanjutkan intervensi: pertahankan
pemberian O2 4 liter/menit, monitor pola nafas, kolaborasi dengan tim medis
lain untuk pemberian obat (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg).
BAB II
RESUME KEPERAWATAN
Bab ini menjelaskan tentang ringkasan Asuhan Keperawatan yang dilakukan
pada Tn. T dengan ganguan pemenuhan kebutuhan oksigenisasi di ruang
Bugenvil RS Panti Waluyo Surakarta dilaksanakan pada tanggal 5 – 7 April
2012. Asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Pengkajian pada tanggal 5 April jam 09.00 WIB, diperoleh dengan
cara autoanamnesa dan alloanamnesa, mengadakan pengamatan atau
observasi langsung, pemeriksaan fisik, menelaah catatan medis dan catatan
perawat. Identitas klien, bernama Tn. T umur 29 tahun, agama Kristen,
pendidikan terakhir SMK pekerjaan swasta, Jebres, Surakarta. Pasien dirawat
di ruang Bugenvil selama 5 hari. Dokter mendiagnosa Tn. T mengalami
kanker paru, penanggung jawab klien adalah Ny. N umur 28 tahun alamat,
Jebres, Surakarta hubungan dengan pasien adalah istri. Hasil pengkajian,
keluhan utama yang dirasakan klien saat dikaji yaitu sesak nafas, Riwayat
kesehatan sekarang sebelum dibawa ke rumah sakit, sejak tiga hari yang lalu
pasien mengatakan sesak nafas dan nyeri dibagian dada
5
BAB III
PEMBAHASAN DAN SIMPULAN
A. Pembahasan
Bab ini penulis akan membahas proses asuhan keperawatan yang
dilakukan pada tanggal 5-7 April 2012 di ruang Bugenvil RS Panti Waluyo
Surakarta. Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan pada aspek
kehidupan proses keperawatan yang terdiri tahap pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan tindakan keperawatan, dan evaluasi
keperawatan.
Pengkajian pada asuhan keperawatan pasien ketidakefektifan pola nafas
dengan kanker paru, pengkajian dilakukan dengan metode autoanamnesa dan
alloanamnesa sesuai dengan peraturan pengkajian keperawatan, mulai dari
biodata, riwayat kesehatan, pengkajian pola kesehatan, pengkajian fisik, dan
didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang sesuai teori yang disebutkan
menurut Valentine L.Brasher
dalam inti pengkajian adalah seperti yang
disebutkan di atas.
Keluhan utama yang dirasakan pasien sesak nafas (dipsnea), merupakan
sensasi subyektif pada pernapasan yang sulit dan tidak nyaman, biasanya ditandai
adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan pernapasan cuping hidung.
Kemudian nyeri di bagian dada kanan, hal tersebut terjadi karena ketika kanker
ϭϯ
ϭϰ
mengenai pleura parietal atau langsung menginvasi dinding torak, dapat
menimbulkan nyeri di bagian dada. Pernapasan 30 kali/menit, menunjukan
adanya ketidakefektifan pola nafas. (Porter and Perry, 2006)
Hasil riwayat kesehatan lingkungan hampir semua keluarga yang laki-laki
perokok berat. Penyebab utama kanker paru adalah asap rokok yang didalamnya
mengandung sekitar 60 macam karsinogen yang dapat menyebabkan mutasi DNA
dan berkaitan dengan gen p53 dianggap berkaitan dengan timbulnya karsinoma
paru. (Brashers, 2008)
Pola aktivitas latihan hampir semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga.
Dengan kata lain pasien mengalami kelemahan dalam aktivitas hal tersebut sesuai
teori yang menyebutkan bahwa gejala yang dialami pasien dengan kanker paru
salah satunya adalah kelemahan dalam beraktivitas. Kelemahan atau keletihan
merupakan sensasi subyektif, yaitu klien melaporkan bahwa dirinya kehilangan
daya tahan dikarenakan mengalami perubahan kardiopumonal sering kali
merupakan tanda awal perburukan proses dari suatu penyakit. (Porter and Perry,
2006)
Pasien hanya dapat tidur kurang lebih hanya 3 jam per hari dikarenakan
pasien merasakan sesak dan nyeri dibagian dada kanan. Gejala penyerta kanker
paru adalah terdapatnya rasa nyeri dan sesak, terjadi karena ketika kanker
mengenai pleura parietal atau langsung menginvasi dinding torak, dapat
menimbulkan nyeri dilokasi tersebut. (Silvia, 2006)
ϭϱ
Pemeriksaan fisik, terlihat nafas cuping hidung diakibatkan adanya
kompensasi dari reseptor otot-otot pernapasan. Pemeriksaan dada (paru) dengan
Inspeksi simetris kanan kiri, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan, palpasi
vocal vremitus tidak seimbang antara kanan dan kiri, karena kurang berfungsinya
paru-paru bagian kanan. Hasil perkusi pekak pada dada kanan karena terdapatnya
masa dan cairan, auskultasi terdengar suara ronki, keadaan tersebut terjadi karena
ada penumpukan cairan pada lapang paru yang diakibatkan adanya peradangan
pada pleura. (Desen, 2008)
Hasil pemeriksaan penunjang, foto rontgen menunjukan terdapatnya
bayangan yang ditampilkan opaque karena pada paru tidak mendapatkan udara
dan trakea tertarik ke sisi yang sakit. Foto rontgen sendiri adalah salah satu cara
atau alat pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
penyakit dan memberikan rujukan. (Desen, 2008)
Diagnosa keperawatan yang diangkat penulis adalah ketidakefektifan pola
nafas berhubungan dengan hiperventilasi. Pengertian dari ketidakefektifan pola
nafas adalah terdapatnya inspirasi dan atau ekspirasi yang memberi ventilasi yang
tidak adekuat, sedangkan hiperventilasi adalah suatu kondisi ventilasi yang
berlebih yang dibutuhkan untuk mengeliminasi karbon dioksida normal di vena,
yang diproduksi melalui metabolisme seluler. (NANDA, 2011)
Diagnosa tersebut diangkat sebagai diagnosa utama karena merupakan
faktor utama yang membuat pasien mengalami berbagai macam gangguan dalam
ϭϲ
melakukan aktivitas dan istirahat. Diagnosa ini ditegakkan berdasarkan data yang
ditemukan pada saat pengkajian yaitu pasien mengatakan sesak, terlihat
menggunakan otot bantu pernapasan, terlihat nafas cuping hidung, dispnea,
pernapasan 30 x/menit, terpasang O2: 2 liter/ menit.
Pengangkatan diagnosa ini juga didasarkan pada pemenuhan kebutuhan
dasar klien tentang pemenuhan kebutuhan oksigenasi. Oksigen (O2) merupakan
salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme, untuk
mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh, secara normal elemen ini
diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam setiap kali bernafas.
Penyampaian O2 ke jaringan tubuh ditentukan oleh interaksi sistem respirasi,
kardiovaskuler dan keadaan hematologis. Terapi O2 merupakan salah satu dari
terapi pernafasan dalam mempertahankan oksigenasi jaringan yang adekuat.
Adapun hal–hal yang mempengaruhi keadekuatan sirkulasi oksigen adalah faktor
fisiologis, perkembangan, perilaku dan lingkungan. (Porter and Pary, 2006)
Perencanaan dan tujuan dari tindakan keperawatan menggunakan kaidah
sesuai dengan sistematika SMART, yaitu Spesifik (jelas), Measureable (dapat
diukur), Acepptance, Rasional, dan Timming, tujuan yang dibuat oleh penulis
adalah pola nafas efektif dengan kriteria hasil sesak nafas berkurang sampai
hilang, ekspansi dada simetris, tidak menggunakan otot bantu pernapasan, bunyi
nafas tambahan tidak ada, respirasi dalam batas normal yaitu 16 – 24 x/menit.
Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan kaji TTV untuk memonitor
ϭϳ
ada tidaknya peningkatan suhu, tekanan darah, ada tidaknya takikardi yang
biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau gangguan pernapasan
dikarenakan terjadinya dipsnea pada pasien diikuti dengan peningkatan denyut
nadi
sebagai
kompensasi
tubuh
untuk
melakukan
pertukan
gas
dan
mengalirkannya keseluruh tubuh. Berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit
bertujuan untuk memaksimalkan sediaan oksigen, khususnya jika ventilasi
menurun, juga selama periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit
fungsional alfeolar. Monitor pola nafas untuk melihat ada tidaknya otot bantu
pernapasan dan untuk mengetahui peningkatan jalan nafas, terapi O2 yang
diberikan sebanyak 2 liter/ menit untuk menghindari terjadi iritasi selaput lendir
nasofaring, jika aliran lebih dari 6 liter/menit dapat menyebabkan nyeri sinus dan
mengeringkan mukosa hidung. (Desen, 2008)
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat (Meptin 2 x 0,05
g, dan Ceptik 1 x 200 mg), bertujuan untuk mempertahankan kadar obat lebih
konstan dan memperbaiki fungsi pernapasan, atur posisi tidur (semi fowler) untuk
memaksimalkan pengembangan paru. (Doenges, 2002)
Penulis menentukan diagnosa ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan hiperventilasi yaitu inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat dan dari intervensi dan kriteria hasil yang telah ditentukan maka
penulis melaksanakan implementasi.
ϭϴ
Mengkaji tanda-tanda vital untuk memonitor ada tidaknya peningkatan
suhu, tekanan darah, ada tidaknya takikardi yang biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru atau gangguan pernapasan dikarenakan terjadinya dispnea
pada pasien diikuti dengan peningkatan denyut nadi sebagai kompensasi tubuh
untuk melakukan pertukan gas dan mengalirkannya keseluruh tubuh, dalam
implementasinya pasien kooperatif tidak ada hambatan dan dapat melakukan
implementasi dengan baik.
Memberikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit bertujuan untuk
memaksimalkan sediaan oksigen, khususnya jika ventilasi menurun, juga selama
periode kompensasi fisiologi sirkulasi terhadap unit funsional alfeolar. Terpasang
O2 2 liter/menit dan ditambah menjadi 4 liter/menit pada hari kedua dan ketiga
implementasi dikarenakan sesak pasien bertambah. Saat diberikan terapi oksigen
pasien merasa nyaman sesaknya berkurang namun, pasien merasa risih dengan
selang oksigen yang dipasang di hidungnya.
Memonitor pola nafas untuk melihat ada tidaknya otot bantu pernapasan
dan untuk mengetahui peningkatan jalan nafas, pada hari pertama saat dilakukan
implementasi untuk melihat pola nafas pasien, penulis mengalami kesulitan
dikarenakan pasien tidur dalam posisi miring sehingga penulis tidak bisa melihat
apakah pasien masih menggunakan otot bantu pernapasan atau tidak. Namun pada
implementasi hari kedua dan ketiga didapatkan pasien penggunaan otot bantu
pernapasan menghilang pada hari ke tiga.
ϭϵ
Berkolaborasi pemberian terapi dengan dokter untuk memberikan obat
(Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x 200 mg ), bertujuan untuk mempertahankan
kadar obat lebih konstan dan memperbaiki fungsi pernapasan. Saat diberikan obat
pasien tidak langsung meminum obat karena pasien sedang dilakukan foto
rontgen di ruang radiologi.
Mengatur posisi tidur (semi fowler) merupakan intervensi keperawatan
noninvasif untuk memaksimalkan dan mempertahankan pengembangan paru.
Pasien nerasa nyaman setelah diberikan posisi semi fowler namun dalam
pelaksanaan implementasi ini pasien harus di bantu dengan beberapa bantal yang
ditumpuk dikarenakan tempat tidur yang dipakai rusak dan tidak bisa di seting
sesuai dengan keinginan.
Hasil evaluasi kondisi pasien selama tiga hari. Setelah dilakukan
implementasi kondisi pasien belum sepenuhnya meningkat, dengan kata lain
masalah belum teratasi hal ini dikarenakan waktu penulis untuk melakukan
implementasi dirasa kurang dan dilihat dari prognosis penyakit klien yang
merupakan bentuk kanker, sehingga membutuhkan kolaborasi dari tenaga
kesehatan lain untuk memberikan terapi obat.
ϮϬ
B. Simpulan dan Saran
1. Simpulan
Kesimpulan yang dapat dibuat berdasarkan studi kasus adalah sebagai berikut:
a. Hasil pengkajian klien gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenasi
dengan kanker paru adalah terjadinya sesak nafas pada klien.
b. Diagnosa keperawatan pada klien yang dapat diangkat dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan oksigenasi adalah ketidak efektifan pola nafas.
c. Rencana asuhan keperawatan pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi dengan kanker paru antara lain berikan posisi yang nyaman
(semi fowler), berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit, kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi (Meptin 2 x 0,05 g, dan Ceptik 1 x
200 mg ).
d. Implementasi yang dilakukan pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi dengan kanker paru adalah berikan posisi yang nyaman (semi
fowler), berikan O2 sesuai kebutuhan 2 liter/menit, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi obat.
e. Hasil evaluasi yang didapat setelah melakukan implementasi pada pasien
dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigenisasi dengan kanker paru
adalah pasien masih merasa sesak namun penggunaan otot bantu
pernapasan sudah tidak ada, dengan masalah belum teratasi.
f. Dari hasil asuhan keperawatan diketahui pasien membutuhkan oksigen
Ϯϭ
2. Saran
a. Bagi institusi pelayanan kesehatan (Rumah Sakit)
Hal ini diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan
dan mempertahankan hubungan kerjasama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya dan pasien dengan kanker paru
khususnya. Dan diharapkan rumah sakit mampu menyediakan fasilitas
serta sarana dan prasarana yang dapat mendukung kesembuhan pasien.
b. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat
Diharapkan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan keperawatan pada klien agar lebih maksimal,
khususnya pada klien dengan kanker paru. Perawat diharapkan dapat
memberikan pelayanan profesional dan komprehensif.
c. Bagi institusi pendidikan
Dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang lebih berkualitas
dan professional sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil,
inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan
secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson,
Silvia Price, 2006,
Penyakit.EGC, Jakarta
Patofisiologi
Konsep
Klinis
Proses-Proses
Desen, Wan. 2008, Buku Ajar Onkologi Klinis, FKUI, Jakarta
Doenges, Marylin E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
Harahap, Ikhsanuddin Ahmad, 2005, Jurnal Keperawatan Oksigenasi Dalam Suatu
Asuhan Keperawatan. Universitas Sumatera Utara, Volume
1.http//www.google.com/jurnal keperawatan. Diakses pada tanggal 14
April 2012
Herlambang, Kuntio Tri, 2003, Jurnal Laporan Penelitian Karakteristik jenis kanker
paru berdasarkan densitas dengan menggunakan CT scan, Semarang.
http//www.google.com./ jurnal makara/diakses tanggal 14 April 2012
Judith M Wilkinson. 2007, Buku Saku Diagnosis Keperawatan. EGC, Jakarta
Mubarak, Wahid Iqbal, 2008, Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia, EGC, Jakarta
NANDA, 2010, Nursing Diagnosis – Definition And Clafisication 2009 – 2011,
EGC, Jakarta
Porter and Parry, 2006, Fundamental Keperawatan, EGC, Jakarta
Rasmin, melandi dkk, 2006 Jurnal Eflkasl Prosedur Diagnosis Dan Akurasi
Diagnosis Sitologi Prabedah Kanker Paru. Departemen Pulmonologi dan
llmu Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universftas Indonesia
RS Persahabatan, Jakarta. http// www.jurnal makara.co.id. diakses tanggal
14 April 2012
Riset kesehatan dasar ( RIKESDA) 2007, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik Indonesia. http//www.
Google.co.id/Rikesda_2007.pdf. Diakses tanggal 14 April 2012.
Suzane C.Smelter, 2002. Buku Ajar Keperawatan Keperawatan Medical Bedah
Edisi 8, EGC, Jakarta
Syamsudihajat, 2005, Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2, EGC,Jakarta
U.S. Department Of Health And Human Services, 2011, Journal Incidence And
Mortality Rate Trends, National Cancer Institute.
(http://progressreport.cancer.gov) diakses tanggal 24 April 2012
Valentine L. Bareshers. 2008. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan Dan
Manajemen. EGC, Jakarta
Download