DAN Minggu III / Mei / 2016 http://www.fiskal.kemenkeu.go.id “Tekanan global dari perekonomian Tiongkok dan rencana kenaikan suku bungan acuan AS masih membayangi perkembangan ekonomi global” Sumber Data : Bloomberg,Reuters,CNBC,The Street,Investing,WSJ,CNN Money,Channel News Asia,BBC,New York Times,BPS,Kontan, Kompas,Media Indonesia,Tempo,Antara News,Bisnis Indonesia,Vibiz news. Perekonomian negara maju Momentum pertumbuhan ekonomi AS berlanjut ditandai oleh kenaikan inflasi ke level tertinggi sejak tahun 2013 seiring dengan kenaikan harga gas global. Selain itu, data dari sektor perumahan, industri, dan manufaktur juga menunjukan kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun data yang ada menunjukan pertumbuhan, beberapa ekonom menilai ekonomi AS saat ini masih jauh dari kondisi yang robust. Dari zona Eropa, surplus neraca perdagangan pada bulan Maret lebih disebabkan oleh penurunan impor yang lebih besar dibanding penurunan ekspor. Sesuai dengan perkiraan analis, deflasi kembali terjadi di bulan April. Tidak jauh berbeda dengan zona Eropa, ekonomi Ingris kembali melambat dimana data inflasi tercatat lebih rendah dari bulan sebelumnya dan rilis data pengangguran pada April juga masih sama dengan bulan sebelumnya, meskipun data penjualan ritel menunjukan perbaikan. Ekonomi Jepang pada Q1 2016 mengalami ekspansi didorong oleh peningkatan belanja rumah tangga dan pemerintah. Di samping itu, produksi sektor industri bulan Maret juga melonjak tajam ke level tertinggi dalam lima tahun terakhir. Namun, ekspor dan impor selama April 2015 mengalami penurunan masing-masing sebesar 10,1% dan 23% dipicu oleh tidak hanya lemahnya harga komoditas, tetapi juga oleh gangguan rantai pasokan akibat gempa bumi pada bulan lalu. Para ekonom memperkirakan bahwa ekonomi Jepang bisa kembali mengalami kontraksi pada Q2 2016. Meskipun ekspor non minyak mentah turun tajam akibat penurunan permintaan dari Tiongkok dan AS, neraca perdagangan Singapura kembali mencatatkan surplus pada bulan April 2016. WoW Perubahan (%) YoY Ytd T1 ---- Nilai Tukar/USD ---Euro Yen GBP Real Rubel Rupiah Rupee Yuan KRW SGD Ringgit Baht Peso 1,1224 110,19 1,588 0,3269 0,01854 13608 66,985 6,5386 1.182,77 1,382 4,0505 35,688 44,924 0,75 (2,12) (1,43) (1,47) (1,09) (2,12) (1,01) (0,26) (1,59) (0,69) (1,27) (0,58) (1,27) (0,35) 9,50 2,57 20,44 26,84 2,68 (1,94) (2,49) (1,38) 1,93 2,78 0,52 0,11 (3,39) 8,63 (7,31) 11,50 (26,64) 1,61 (1,98) (0,85) (1,50) 2,16 4,91 1,06 (2,00) 5,15 3,19 (12,54) 0,52 4,02 10,01 12,89 5,98 (8,14) (12,59) (6,50) 1,00 1,46 2,82 0,44 0,41 (12,07) (0,70) 13,21 7,38 (18,99) 2,59 (9,41) (20,17) (4,12) (3,76) 7,60 4,99 T2 ---- Pasar Modal ---DJIA S&P500 Nikkei KOSPI Brazil IBX MICEX SENSEX JCI Hangseng Shanghai STI FBMKLCI SET PCOMP 17.500,94 2.052,32 16.736,35 1.947,67 20.528,57 1.891,33 21.193,58 4.711,878 19.852,2 2.825,483 2.763,82 1.628,79 1.385,86 7.299,03 (0,20) 0,28 1,97 (0,98) (3,88) (0,83) 0,44 (1,05) 0,67 (0,06) 1,06 0,03 (0,63) (1,85) T3 ---- Surat Berharga Negara ---Yield FR56 Kep, Asing* 7,85 38,52 15 bps 5 bps N/A 113 bps 87 bps 63 bps (13,05) 17,20 10,44) (14,82) (35,19) 18,63 3,78 18,0 3,78 (0,06) T4 ---- Komoditas ---Oil CPO Gold Coal Nickel Perekonomian negara berkembang Harga perumahan di Tiongkok pada bulan April 2016 mencatatkan kenaikan yoy tertinggi dalam dua tahun terakhir akibat meningkatnya permintaan atas perumahan sebagai instrumen investasi selama Q1 2016. Tingginya permintaan tersebut salah satunya didorong oleh kebijakan Pemerintah yang menurunkan suku bunga pinjaman dan pajak bagi sektor perumahan. Oleh karena itu, Pemerintah setempat mulai mempertimbangkan untuk memperketat aturan uang muka rumah. 20 Mei ‘16 Indikator 45 2.528,00 1.280,58 48 8.500,00 1,86 (4,53) (1,69) (1,62) 4,92 T5 ---- Rilis Data Minggu ini ---Inflasi PDB Penjualan Ritel Existing Home Sales Inflasi Brazil pertengahan bulan Mei 2016 mengalami kenaikan lebih tinggi dari proyeksi para ekonom sebelumnya. Hal ini dipicu oleh naiknya harga bahan pangan serta obat-obatan. Kenakan inflasi tersebut mengurangi kemungkinan bank sentral Brazil untuk memangkas suku bunga acuannya. AS Inggris Eropa Jepang Inggris AS Apr : 0,2 Apr : 0,3 Apr : -0,2 Q1 : 0,4 Apr : 1,3 Apr : 5,45 juta Mar : 0,1 Mar : 0,5 Mar : -0,2 Q4 : -0,4 Mar : -0,5 Mar : 5,36 juta *) Data kepemilikan asing per (19 Mei 2016) Inflasi Wholesale Prince index (WPI) India mencatatkan hasil yang positif setelah selama 17 bulan mengalami deflasi. Hasil tersebut menjadi sinyal bahwa kelebihan hasil produksi di pabrik semakin berkurang sehingga permintaan bahan baku produksi dapat meningkat. Sementara itu, cadangan devisa India kembali berkurang menjadi USD361 miliar. Dengan bank asing meliberalisasi skema akhir simpanan pada November lalu, bank sentral India harus mencairkan cadangan devisanya untuk mengintervensi pasar dan mencegah shortfall terhadap dolar. Pengarah: Kepala Badan Kebijakan Fiskal Penanggung Jawab: Kepala Pusat Kebijakan Sektor Keuangan Penyusun: Syaifullah, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Priska Amalia, Nurul Fatimah Didukung oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. Perekonomian nasional Neraca perdagangan Indonesia pada bulan April 2016 mencatatkan surplus sebesar USD0,67 miliar, lebih tinggi dari surplus bulan sebelumnya yang sebesar USD0,51 miliar. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh peningkatan ekspor beberapa komoditas andalan nonmigas. Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal pertama 2016 tercatat sebesar USD316,0 miliar atau tumbuh 5,7 persen yoy, relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan ULN pada akhir kuartal keempat 2015. Berdasarkan jangka waktu, ULN jangka panjang tercatat meningkat, sementara ULN jangka pendek menurun. Sementara berdasarkan kelompok peminjam, ULN sektor publik tercatat meningkat, sedangkan ULN sektor swasta menurun. Dengan perkembangan tersebut, rasio ULN terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal pertama 2016 tercatat sebesar 36,5 persen, sedikit meningkat dari kuartal keempat 2015 yang sebesar 36 persen. Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,75 persen dengan suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75 persen dan Lending Facility sebesar 7,25 persen, berlaku efektif sejak 20 Mei 2016. BI juga mengumumkan BI 7-day (Reverse) Repo Rate tetap sebesar 5,5 persen. Perkembangan komoditas global Harga minyak mentah global ditutup melemah pada penutupan akhir pekan didorong oleh aksi ambil untung investor dan rilis data cadangan mentah AS yang mengalami peningkatan, berbeda dengan prediksi pasar yang memperkirakan penurunan cadangan masih akan berlanjut pada pekan ini. Faktor lain yang mendorong penurunan harga minyak adalah permasalahan produksi minyak Kanada yang terkendala musibah kebakaran pada pekan lalu secara berangsur-angsur mulai pulih. Di sisi lain, perkembangan harga masih dipengaruhi oleh permasalahan supplai minyak Nigeria yang masih menghadapi ancaman aktivitas separatis terhadap kilang minyak setempat dan perkembangan krisis perekonomian Venezuela yang turut menekan kinerja BUMN perminyakan negara tersebut. Harga emas pada pekan ini ditutup rebound techical terbatas di tengah penguatan dolar AS. Peluang koreksi harga emas masih terbuka lebar mengingat hasil Fed Funds Futures menunjukkan probabilitas kenaikan suku bunga The Fed pada bulan Juni 2016 yang kembali meningkat ke level 28 persen dari sebelumnya hanya 4 persen pada pekan lalu. Perkembangan sektor keuangan Sebagian indeks global mengalami penurunan mingguan didorong adanya sinyal the Fed yang akan menaikkan suku bunga acuannya pada bulan Juni. Di pasar keuangan domestik, IHSG kembali mengalami pelemahan mingguan sebesar 1,05 persen didorong oleh tekanan mengikuti sentimen ekonmi global. Dari sisi aktivitas perdagangan, Bursa Efek Indonesia pada pekan ini membukukan volume transaksi yang lebih rendah dibandingkan pekan sebelumnya dengan transaksi investor non residen yang mencatatkan net buy sebesar Rp 115 miliar. Nilai tukar rupiah mencatatkan pelemahan mingguan setelah mengalami penguatan pada pekan sebelumnya dan ditutup pada level Rp13.608 per USD. Pelemaha rupiah sejalan dengan pelemahan nilai tukar global kecuali Euro yang menguat secara mingguan. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah mengalami volatilitas yang meningkat di akhir pekan sebagaimana tercermin dari spread antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan. Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 2 ISU UTAMA: Perkembangan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dan Harga Minyak BI merevisi ke bawah target pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan mempertimbangan masih rendahnya harga komoditas, terbatasnya efek konsumsi Pemerintah, dan masih rendahnya konsumsi rumah tangga. Sebaliknya, Moody’s menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia seiring meningkatnya investasi publik, paket kebijakan ekonomi, serta kebijakan moneter lyang onggar di tengah tekanan harga komoditas. Tekanan global masih membayangi kinerja perelkonomian nasional. Revisi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2016 Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun ini dari 5,2-5,6% menjadi 5,0-5,4%. Hal ini sejalan dengan perkembangan beberapa indikator ekonomi yang memburuk, seperti harga komoditas global yang masih lemah padahal lebih dari 40% total ekspor Indonesia berupa komoditas, efek konsumsi pemerintah masih terbatas karena share-nya terhadap PDB hanya ±7-8%, dan masih lemahnya konsumsi rumah tangga serta investasi swasta. BPS mencatat ekspor Indonesia selama bulan April 2016 mengalami penurunan sebesar 3,07% secara bulanan atau 12,65% secara tahunan yang disebabkan oleh penurunan ekspor komoditas pertanian, tambang, dan industri pengolahan yang signifikan. Di sisi lain, data impor pada bulan yang sama tercatat mengalami penurunan sebesar 4,62% secara bulanan atau 14,62% secara tahunan. Namun, untuk impor golongan barang konsumsi selama Januari-April 2016 mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan mulai meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan tren penguatan rupiah. Moody’s lebih optimis terhadap perekonomian Indonesia Berbeda dengan BI yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2016, lembaga pemeringkat utang Moody’s justru menaikkan proyeksinya dari 4,7% menjadi 5,0% untuk 2016 dan 5,2% untuk 2017. Moody’s Associate Managing Director, Elena Duggar, dikutip dari The Jakarta Post, mengatakan bahwa peningkatan investasi publik melalui proyek-proyek infrastruktur dan reformasi struktural, seperti paket kebijakan dan deregulasi, dapat mendorong efisiensi, bersama dengan kebijakan moneter yang longgar dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tekanan harga komoditas dan permintaan global yang masih lemah. Hal-hal tersebut akan dapat mendorong peningkatan permintaan domestik. Namun demikian, pemerintah perlu mewaspadai kinerja ekspor kedepannya mengingat sesuai dengan perkiraan Moody's bahwa harga komoditas Moody’s masih melenah hingga 2017 dimanan harga minyak mentah akan menyentuh USD33 per barel di 2016 dan USD38 per barel di 2017. Kenaikan harga minyak global saat ini bukan disebabkan meningkatnya permintaan namun lebih didorong oleh menurunnya pasokan global. Tekanan Global masih membayangi perekonomian nasional. Tekanan global masih menjadi ancaman bagi banyak negara. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan yang terjadi di Tiongkok dan AS. Indonesia masih perlu mewaspadai perkembangan perekonomian Tiongkok yang merupakan mitra dagang utama sekaligus konsumen utama komoditas. Walaupun sudah menunjukkan tanda-tanda stabil, namun perekonomian Tiongkok dinilai masih rentan mengingat tingginya proporsi total utang terhadap PDB yang sebesar ±280% dengan utang swasta mencapai ±166% terhadap PDB. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang masih akan ditopang oleh utang ini akan meningkatkan risiko dalam jangka panjang, khususnya dari sistem perbankan. Selain risiko kredit Tiongkok, kondisi perekonomian global juga masih akan menghadapi sentimen negatif dari rencana kenaikan suku bunga the Fed pada tahun ini. Menurut risalah pertemuan FOMC pada 26-27 April yang dirilis pada hari Kamis (19/05), terdapat kemungkinan the Fed akan menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan berikutnya di bulan Juni mendatang, tergantung dengan data pertumbuhan PDB AS Q2, inflasi, dan kinerja pasar tenaga kerja. Walaupun demikian, polling yang dilakukan oleh Thomson-Reuters dan Bloomberg menunjukkan bahwa kemungkinan terjadinya kenaikan suku bunga the Fed pada Juni mendatang sangat kecil, dengan probabilitas masing-masing hanya 27,2% dan 28%. Ketidakpastian isu kenaikan suku bunga the Fed tersebut telah menyebabkan gejolak di pasar saham global pada pekan ini. Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 3 Perekonomian Global dan Domestik Laporan Ekonomi Keuangan Mingguan / Weekly Report 4