RTH - ETD UGM

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur
pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi
ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan
ekonomi. RTH kota diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara kualitas
lingkungan. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer dan menunjang
kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (green open spaces) di tengahtengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap
kota.
RTH kota merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan
manusia sehingga penataan RTH merupakan pembangunan yang berkelanjutan.
Kawasan perkotaan yang berkelanjutan ditandai oleh interaksi dan hubungan
timbal balik yang seimbang antara manusia dan alam yang hidup berdampingan
didalamnya. Ketersediaan RTH yang cukup merupakan salah satu usaha
mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara optimal. Penataan dan
pemanfaatan RTH di perkotaan berbeda dengan di perdesaan. Penataan ruang di
perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus guna menciptakan kota yang
seimbang. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh
menyebabkan besarnya pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk
kemajuan teknologi, industri, transportasi, hotel, serta permukiman. Hal ini
umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan
1
investasi. Lahan yang seharusnya digunakan sebagai RTH dialih fungsikan guna
memenuhi fasilitas perkotaan seperti fasilitas sektor perdagangan dan jasa.
Kota Magelang merupakan salah satu kota yang berkomitmen untuk
mewujudkan Kota Hijau sesuai dengan semboyannya, yakni Kota Magelang
adalah Kota Sejuta Bunga. Dimana akan berusaha untuk mencapai luas RTH
sebesar 30% dari luas keseluruhan Kota Magelang. Target yang diharapkan adalah
meningkatnya kualitas dan kuantitas RTH sesuai karakteristik kota dengan
berbagai macam strategi penataan ruangnya. Berbagai tahap dilakukan Pemerintah
Kota Magelang untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya dengan menjadikan
tahun 2013 sebagai „Tahun Berhias‟, tahun 2014 merupakan tahap „Magelang
Berkesan‟ dan tahun 2015 akan memasuki tahapan „Ayo ke Magelang‟. Hal ini
dilakukan guna mencapai visi dan misi RPJM Kota Magelang. Penaataan RTH
tidak dapat lepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sudah disusun sehingga penataan
lebih terarah serta dapat mencapai tujuan dari pembangunan di Kota Magelang.
Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, RTH kota menurut
tipologinya terbagi menjadi 4, yaitu berdasarkan fisik, fungsi, struktur ruang, dan
kepemilikan. Berdasarkan tipologi RTH Kepemilikan, RTH dibedakan menjadi
dua, yakni RTH Publik dan RTH Privat. Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988
tentang Penataan RTH diperkotaan menyatakan bahwa sebuah kota idealnya
memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari total luas kota yang
terbagi menjadi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat. Sesungguhnya RTH
berkaitan erat dengan berbagai aspek pembangunan yang dibutuhkan dalam
2
kehidupan
masyarakat
kota
sehingga
sangat
beralasan
jika
penataan
pembangunannya bersifat berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah
pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa
mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang (Suweda, 2011 ).
Harapan dimasa depan adalah keberadaan RTH di kawasan perkotaan
semakin meningkat tidak hanya permukiman karena untuk mengembalikan
keseimbangan lingkungan. Meningkatnya kawasan permukiman sebaiknya
diimbangi dengan meningkatnya RTH di kawasan permukiman. Ruang terbuka
yang berkembang di kawasan permukiman memiliki salah satu manfaat yakni
meningkatkan cadangan oksigen dan memperbaiki iklim mikro setempat. Menurut
Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan
(RTHKP) yang salah satunya jenisnya adalah RTH taman lingkungan
permukiman dan perumahan adalah merupakan taman dengan klasifikasi yang
lebih kecil dan diperuntukan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi
populasi/masyarakat sekitar. Taman lingkungan ini terletak disekitar daerah
permukiman dan perumahan untuk menampung kegiatan-kegiatan warganya.
Manajemen RTH sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan untuk
memaksimalkan fungsi dan manfaat dari RTH. Sehingga kota memiliki kualitas
lingkungan yang baik dan memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi. Oleh
karena itu, diperlukan strategi manajemen RTH untuk mencapai pembangunan
yang berkelanjutan. Manajemen RTH dapat dilakukan melalui pembangunan,
penataan, dan pengembangan secara baik dan terpadu. Manajemen RTH tersebut
3
penting untuk menjaga keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga
diperuntukan sebagai pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan.
1.2
Rumusan Masalah
Dewasa ini diketahui bahwa kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik
terutama RTH saat ini mengalami penurunan akibat dari pembangunan fisik kota.
Pembangunan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi seiring
dengan berjalannya waktu. Jumlah penduduk terus bertambah, sementara ruang
yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk pembangunan relatif tetap. Lahan
RTH menjadi sasaran limpahan pemenuhan kebutuhan akan ruang yang
mengakibatkan
semakin
menurunnya
fungsi
lingkungan
secara
umum.
Meningkatnya kebutuhan pembangunan terhadap lahan semakin tinggi, membuat
pemerintah Kota Magelang berupaya mempertahankan keberadaan RTH tersebut
dengan kebijakan mempertahankan luas RTH 30% dari luas keseluruhan kota.
Usaha mempertahankan luas RTH memang penting, tidak hanya pemerintah tetapi
pihak swasta ataupun masyarakat juga memiliki peran penting dalam manajemen
RTH, sehingga keseimbangan fungsi ekologis kota tetap terjaga.
Manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan guna menjaga
keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga diperuntukan sebagai
pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan. Selain itu, manajemen RTH dapat
dipergunakan untuk mengendalikan pembangunan fisik yang ada di perkotaan.
Manajemen yang baik dan terpadu dalam suatu kota harus di kelola secara kontinu
atau berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya dukung lingkungan
4
hidup perkotaan. Ruang Terbuka Hijau di Kota semakin membaik setelah adanya
visi misi yang harus dicapai, hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya
taman yang ada baik dipusat kota maupun taman yang lain.
Merealisasikan RTH 30% perlu perencanaan berdasarkan potensi alam,
keseriusan pemerintah, pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat.
Kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang dapat dijabarkan dalam fakta kondisi
RTH bahwa sudah mulai membaik dan terlihat bahwa pemerintah berusaha untuk
memperbaiki serta terus membangun ruang terbuka hijau. Sehingga berdasarkan
pengamatan terhadap kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang, dapat
dirumuskan pertanyaan penelitian yang ada yaitu :
1. Bagaimana kondisi proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
yang ada di Kota Magelang?
2. Bagaimana kesesuian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota
Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun 2011-2031?
3. Bagaimana manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dan Privat di
Kota Magelang?
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang pengelolaan RTH di
Kota Magelang adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik
publik dan privat yang ada di Kota Magelang.
5
2. Mengetahui kesesuaian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di
Kota Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun 2011-2031.
3. Mengidentifikasi manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik yang
dilakukan pemerintah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat yang
dilakukan oleh swasta atau perorangan di Kota Magelang.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memperoleh manfaat bagi semua pihak
terkait pengelolaan RTH yang berkelanjutan di Kota Magelang. Beberapa manfaat
penelitian ini anatara lain sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Pembangunan Wilayah
yang berkaitan dengan RTH.
2. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada pemerintah Kota
Magelang dalam mengefektifkan manajemen RTH Publik dan Privat di
Kota Magelang.
3. Memberikan
masukan
kepada
berbagai
pihak
akan
pentingnya
keberadaan RTH sebagai bagian dari penataan ruang perkotaan.
1.5
Tinjauan Pustaka
1.5.1 Pembangunan Berkelanjutan
Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman
6
perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
sosial, dan kegiatan ekonomi (Kementrian Pekerjaan Umum, 2008).
Menurut Bond (2001, dalam Muta‟ali 2013), pembangunan berkelanjutan
adalah pembangunan
dari kesepakatan multidimensional
dengan
tujuan
pencapaian kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana
pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam
pembangunan. Dikaitkan dengan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan
dapat didefinisikan sebagai kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek
lingkungan hidup terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia
dan dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa
mendatang. Kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif
dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem
transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan
alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak
pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
Ekologi
Budaya
Ekonomi
Gambar 1.5.1 Indikator pembangunan berkelanjutan (Friend, 2000, dalam
Rustiadi, 2009)
7
Menurut Friend (2000, dalam Rustiadi 2009) Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah, menjelaskan bahwa terdapat tiga sisi konsep umum
mengenai indikator pembangunan berkelanjutan yaitu budaya-ekologi, budayaekonomi, dan ekonomi-ekologi. Penelitian ini, indikator pembangunan
berkelanjutan yang digunakan adalah ekonomi-ekologi dimana menggambarkan
fungsi tujuan didalam termin dari nilai-nilai ekonomi dan cost-benefit analysis.
Indikator dari pembangunan berkelanjutan diukur dari cadangan konservasi alam
dan ekonomi untuk kegiatan produksi serta pelayanan untuk generasi daat ini
dan yang akan datang.
Perwujudan RTH pada level provinsi atau kabupaten/kota tentunya sejalan
dengan tujuan dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yaitu meningkatkan
kualitas ruang kota khususnya melalui perwujudan RTH 30% sekaligus
implementasi RTRW kabupaten dan provinsi. Oleh karena itu, salah satu
langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu
menyusun kebijakan hijau. Pemerintah Kota Magelang perlu menempatkan
masalah RTH sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan program
pembangunan yang berkelanjutan. Perlu didorong lahirnya Perda tentang RTH
dan Rencana Induk RTH provinsi agar perencanaan pembangunan RTH
memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas.
Penurunan
kuantitas
RTH
di
kawasan
perkotaan
menyebabkan
menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Penataan ruang wilayah
berkelanjutan merupakan salah satu jalan keluar yang dipandang efektif untuk
mengatasi masalah alih fungsi lahan dan sebagai kunci pembangunan. Salah satu
8
upaya yang dapat dilaksanakan dalam menjaga pemanfaatan dan pengendalian
alih fungsi lahan yang tidak berkelanjutan adalah dengan mempertahankan RTH.
1.5.2
Rencana Tata Ruang Wilayah
Rencana tata ruang bersifat umum yang merupakan hasil dari suatu
perencanaan tata ruang yang selanjutnya akan menghasilkan rencana rinci tata
ruang yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan serta dapat dijadikan
pedoman untuk pelaksanaan pembangunan bagi semua pihak terkait. Rencana
umum tata ruang ini meliputi rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang
provinsi, dan rencana tata ruang kabupaten/kota. Pada Undang-Undang Penataan
Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah mencakup ruang darat, ruang
laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. UU No. 26 Tahun 2007
merupakan suatu undang-undang penataan ruang yang dirancang agar setiap
kota/kabupaten dapat melaksanakan pembangunan daerahnya melalui penataan
ruang yang disesuaikan dengan materi maupun substansi dari undang-undang
tersebut.
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Magelang dibuat dengan tujuan
penataan ruang didaerah tersebut dapat terkendali sesuai dengan kondisi Kota
Magelang. Rencana tata ruang wilayah tersebut dipergunakan menjadi pedoman
dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pedoman
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang daerah, mewujudkan
keseimbangan perkembangan antar wilayah daerah serta keserasian antar sektor,
pedoman penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi yang dilakasanakan
9
Pemerintah
daerah
maupun
masyarakat,
pedoman
menyusun
rencana
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan pedoman penataan
kawasan strategis daerah. Selanjutnya rencana rinci tata ruang kota yang telah
ada dapat dikembangkan lebih rinci lagi menjadi rencana detail tata ruang
(RDTR) yang mengatur tata ruang di masing-masing kecamatan. RDTR ini
nantinya dapat dijadikan pedoman pembangunan dalam hal penataan ruang agar
terwujud pembangunan yang berkelanjutan.
1.5.3
Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau adalah suatu lapang yang ditumbuhi tanaman
berbagai tumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu
dan pohon (tanaman tinggi berkayu) (Purnomohadi, 1995). Selain itu RTH juga
merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran,
bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang
didalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan tahunan, dengan pepohonan
sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu,semak,
rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap,
serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH
yang bersangkutan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008
tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan,
ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik
dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana
10
dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
Ruang terbuka terdiri atas RTH dan ruang terbuka non hijau. RTH sendiri
merupakan area yang penggunaannya lebih terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik
yang tumbuh alami maupun sengaja ditanam. Sementara ruang terbuka non hijau
merupakan ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk RTH, berupa
lahan yang diperkeras maupun badan air. UU No. 26 Th. 2007 juga menyebutkan
bahwa RTH merupakan bagian dari ruang terbuka publik yang digunakan untuk
kepentingan masyarakat secara umum.
Berdasarkan penataan ruang, RTH diartikan sebagai kawasan yang
mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam rencana tata
ruang kota, tata ruang wilayah, dan rencana tata ruang regional sebagai satu
kesatuan sistem. Pola jaringan RTH dengan berbagai jenis dan fungsinya
merupakan rangkaian hubungan kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur
hijau (green infrastructure) atau infrastruktur ekologis (ecological infrastructure).
Infrastruktur hijau dengan berbagai jenis dan fungsinya berperan dalam
menciptakan keseimbangan ekosistem kota dan alat pengendali pembangunan
fisik kota (Jago, 2011).
Kementrian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 mengeluarkan Program
Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang didalamnya dapat mengulas konsep
hingga strategi untuk mewujudkan RTH melalui Kota Hijau. RTH melalui
perwujudan Kota Hijau (berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan
tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan
terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan
11
terbangun sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota
Hijau juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui
tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mewujudkan Kota Hijau tersebut
diperlukan perumusan local action plan atau Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH).
Salah satu atribut yang menjadi fokus di dalam RAKH adalah terkait “Green
Open Space” yakni berupa peningkatan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan
karakteristik kabupaten/kota.
Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap
lingkungan,
dihuni
oleh
orang-orang
yang
memiliki
kesadaran
untuk
meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air, dan makanan, serta
meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air merupakan
ciri dari kota hijau. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terdapat lima
atribut Kota Hijau, yakni:
1. Kepekaan dan kepedulian masyarakat.
2. Beradaptasi terhadap karakteristik bio-geofisik kawasan.
3. Lingkungan yang sehat, bebas dari pencemaran lingkungan yang
membahayakan kehidupan.
4. Efisiensi dalam peggunaan sumberdaya dan ruang.
5. Memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008
menjelaskan bahwa tipologi RTH dari segi kepemilikan dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan RTH yang
berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah. RTH
12
privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan
/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.
Tabel 1.5.3a Kepemilikan RTH
No
1
2
3
4
Jenis
RTH Publik
RTH Privat
RTH Pekarangan
a. Pekaranga Rumah Tinggal
v
b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat
usaha
c. Taman atap bangunan
v
v
RTH Tman dan Hutan Kota
a. Taman RT
v
v
b. Taman RW
v
v
c. Taman Kelurahan
v
v
d. Taman Kecamatan
v
v
e. Taman Kota
v
f. Hutan Kota
v
g. Sabuk Hijau
v
RTH Jalur Hijau Jalan
a. Pulau Jalan dan Median Jalan
v
b. Jalur Pejalan Kaki
v
c. Ruang Dibawah Jalan Layang
v
RTH Fungsi Tertentu
a. RTH Sempadan Rel Kereta Api
v
b. Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tingi
v
c. RTH Sempadan Sungai
v
d. RTH Sempadan Pantai
v
e. RTH Pengamanan Sumber Air Baku/Mata
Air
f. Pemakaman
v
v
v
v
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi
Tercantum
dalam
Peraturan
Menteri
Pekerjaan
Umum
Nomor:
05/PRT/M/2008 adanya jenis RTH dengan arahan pengembangan atau
penyediaanna
13
Tabel 1.5.3b Jenis Dan Arahan RTH
No
Jenis RTH
1
Taman
Kota
Bentuk
RTH
Berupa
Blok
2
Taman
Lingkungan
Berupa
Blok
3
Hutan Kota
Berupa
Blok
4
Sabuk
Hijau
5
Jalur Hijau
Jalan
6
Sempadan
Sungai
Berderet,
Lajur
memanjang
Berderet,
Lajur
memanjang
Berderet,
Lajur
memanjang
7
Pekarangan
8
Pemakaman
Berderet,
Lajur
memanjang
Berupa
Blok
Luas RTH
Arahan Penyediaan
Minimal 144.000
m2 (Sedang
Hingga Luas)
Minimal 250 m
Pohon tidak bergetah/tidak berduri,
memiliki bunga, pertumbuhan cepat,
dan tajuk tidak mudah patah
berbagai tanaman, minimal 3 pohon
pelindung dari jenis pohon kecil atau
sedang.
Minimal 2500 m2
(Sedang hingga
Luas)
Pogon heterogen/banyak jenis, daya
tarik berupa habitat pohon,
pertumbuhan sedang-cepat, dan tajuk
rindang berlapis.
Kebun campuran, perkebunan,
persawahan.
20-3-% dari ruang
milik jalan
Pohon menyebar, tidak patah, daya
tarik tajuk, pertumbuhan cepat, tajuk
rindang.
pohon perakaran kuat menghasilkan
buah, daya tarik bunga dan buah yang
disukai burung, pertumbuhan cepat,
tajuk sedang.
Pohon tidak bergetah/tidak berduri,
memiliki bunga, pertumbuhan
lambat, dan tajuk tidak mudah patah
Pohon jenis lokal, habitat burung,
daya tarik bunga, nuah dan harum,
pertumbuhan sedang, tajuk rindang.
Disesuaikan KDB
perkotaan
Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi
1.5.4
Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau
Ruang Terbuka Hijau dapat berperan ganda misalnya fungsi lindung
sekaligus rekreatif dan habitat hewan. Pepohonan / tanaman (vegetasi) dalam
RTH sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan di perkotaan,
disebutkan bahwa vegetasi mampu merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air
tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air
limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilakan, serta mengurangi
pantulan cahaya (Irwan, 1996).
14
RTH baik publik ataupun privat memiliki fungsi utama yaitu ekologis, dan
fungsi tambahan yaitu arsitektual, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam satu wilayah
perkotaan, empat fungsi tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,
kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis, menjamin keberlanjutan
suatu wilayah secara fisik dengan lokasi, ukuran, dan bentuk yang sesuai dengan
kondisi kota tersebut sebagai perlindungan sumberdaya untuk kehidupan manusia
dan untuk makhlik hidup lainnya. Sedangkan fungsi lainnya (arsitektual, sosial,
dan ekonomi) dapat mendukung dan menambah nilai kualitas lingkungan dan
budaya kota tersebut, sehingga dapat diletakkan dan di bentuk seusi dengan
kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan lain-lain.
Dalam Permendagri No. 1 tahun 2007 disebutkan fungsi RTH kota adalah:
a. Pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan
b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara
c. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati
d. Pengendali tata air
e. Sarana estetika kota
Sedangkan Manfaat Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan adalah:
a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah
b. Sarana penelitian
c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial
d. Mengingkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan
e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestasi daerah
15
1.5.5
Manajemen Ruang Terbuka Hijau
Menejemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari pada “human and natural
resources” untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu
(Manullang, 1969).
Menurut Matthew (2008), manajemen ruang publik adalah :
“Serangkaian proses dan praktek untuk memastikan bahwa ruang publik
dapat memenuhi semua peran yang sebenarnya, mengelola interaksi, dan dampak
dari fungsinya apakah dapat diterima oleh para penggunanya.”
Ruang tebuka hijau yang merupakan bagian dari ruang publik juga
memiliki manajemen yang berfungsi untuk memastikan bahwa ruang terbuka
hijau dapat berfungsi sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Terdapat empat
aspek manajemen ruang publik menurut Carmona (2008) yang akan menjadi
acuan dalam meneliti manajemen ruang terbuka hijau, yaitu:
1. Regulasi (Peraturan)
Peraturan menetapkan bagaimana ruang publik harus digunakan,
menetapkan kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan antara
pengguna, menentukan aturan akses dan mendirikan tindakan yang dapat
diterima dan tidak dapat diterima. Bagaimana regulasi dipahami, ditaati, dan
bagaimana menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan masyarakat adalah
dimensi penting dari manajemen ruang publik.
2. Pemeliharaan
16
Perawatan memastikan kesesuaian tujuan dari komponen fisik dari
ruang publik. Ruang publik dan infrastruktur, peralatan dan fasilitas yang
diberikan kepada masyarakat perlu dipertahankan guna memenuhi fungsi
yang sebenarnya dari ruang terbuka tersebut. Hal ini berhubungan dengan
RTH yang dapat digunakan, rapi, bersih dan aman, fasilitas jalan,
pencahayaan, vegetasi dan segala macam fasilitas lainnya untuk
menghindari apa pun yang mungkin merusak fasilitas yang diinvestasikan
dalam ruang terbuka hijau.
3. Investasi
Pengarutan penggunaan, permasalahan, dan memelihara fisik ruang
publik membutuhkan sumber daya, keuangan dan material. Dimana
instrumen peraturan dan rutinitas perawatan dapat efektif terkait dengan
jumlah sumber daya yang ditujukan untuk kegiatan tersebut. Selain itu,
sumber daya dapat berasal dari beberapa sumber, masing-masing dengan
kombinasi yang berbeda dengan keterbatasan dan berbagai kemungkinan.
Ini melibatkan dua dana pendapatan berkelanjutan untuk tugas-tugas
manajemen sehari-hari, tetapi juga pendanaan modal yang signifikan dari
waktu ke waktu ketika mendesain kembali dan diperlukan pembangunan
kembali.
4. Koordinasi
Koordinasi intervensi di ruang publik: karena peraturan, pemeliharaan
dan sumber daya yang cenderung melibatkan secara langsung atau tidak
langsung
beragam
orang
dan
17
organisasi,
ada
kebutuhan
untuk
mengkoordinasikan mekanisme untuk memastikan bahwa pihak yang
bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Hal ini perlu koordinasi berlaku
sama untuk unit dalam suatu organisasi, seperti departemen pemerintah
daerah, seperti halnya untuk organisasi yang berbeda.
Gambar 1.5.5 Empat Aspek Manajemen Ruang Publik menurut Matthew (2008)
Keempat aspek tersebut berlaku untuk kegiatan manajemen RTH yang
dilakukan terutama oleh lembaga sektor publik, serta badan-badan atau organisasi
masyarakat sukarela, atau oleh perusahaan swasta. Berdasarkan keempat aspek
tersebut, dalam meneliti manajemen RTH di Kota Magelang hanya memakai
keempat aspek tersebut. Dengan keempat aspek ini diharapkan dapat mengetahui
baigamana manajemen ruang terbuka di Kota Magelang sehingga RTH dapat
tetap terjaga dan mendukung program mempertahankan 30% RTH di Kota
Magelang, serta bersifat berkelanjutan.
18
Manajemen RTH yang baik sangat dibutuhkan karena mengingat
kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pertumbuhan fisik dari tahun ke tahun
semakin meningkat terutama pembangunan sarana dan prasarana kota. Sebagai
konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan fisik kota adalah peningkatan
kebutuhan lahan untuk pembangunan. Kenaikan kebutuhan lahan ternyata tidak
diimbangi penyediaan lahan yang memadai, dengan kata lain faktor kebutuhan
(demand) lebih tinggi daripada faktor ketersediaan (supply) sehingga memberikan
peluang pada berlakunya mekanisme pasar. Sebagai akibat persaingan yang
semakin ketat, lahan alami dilokasi strategis yang dianggap tidak mempunyai nilai
ekonomi menjadi terancam fungsi ekologisnya. Dengan demikian diperlukan
mempertahankan lahan untuk RTH guna menjaga keseimbangan ekologis
terutama pada kawasan perkotaan.
1.6
Penelitian Sebelumnya
Studi mengenai RTH sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya dengan beragam obyek, lokasi,tujuan penelitian, serta metode
penelitian. Penelitian ini ingin melihat bagaimana keadaan RTH di Kota
Magelang dan pengelolaan RTH yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pihak
swasta, maupun masyarakat sehingga dapat mewujudkan kota yang nyaman, asri,
hijau, dan indah. Berikut terdapat daftar penelitian yang sudah pernah ada serta
terkait dengan topik penelitian.
19
Tabel 1.6 Daftar Penelitian Terdahulu
Judul
Pengelolaan
Ruang Terbuka
Hijau Kota
Magelang
(Thesis)
Persepsi
Masyarakat dan
Pengelolaan
Ruang Terbuka
Hijau di Kota
Bandung (Thesis)
Pengelolaan
Ruang Terbuka
Hijau di Kota
Pekanbaru
(Skripsi)
Penulis
Sri
Yuwiati
Sukma
Putra
Fokus
Kondisi ruang
terbuka hijau dan
upaya pemerintah
dalam
mengelolanya
Metode
Lokasi
Tahun
Deduktif
Kualilatif
Kota
Magelang
2006
Raditya
Sukma
Utama
Identifikasi
karakteristik RTH
serta pandangan
masyarakat
KuantitatifKualitatif
Kota
Bandung
2007
Rahimi
Rahmayana
Pengelolaan
Ruang Terbuka
Hijau
Deduktif
Kuantitatif
Kota
Pekanbaru
2010
Sumber: Penelusuran Penulis (2014)
Berdasarkan data diatas, terdapat banyak penelitian yang terkait dengan
pengelolaan RTH. Penelitian thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota
Magelang yang di lakukan oleh Sri Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006
menggunakan metode deduktif kualitatif. Terdapat pula penelitian berjenis skripsi
berjudul Pengelolaan RTH di Kota Pekanbaru yang dilakukan oleh Rahimi
Rahmayana pada tahun 2010 menggunakan metode yang sama yakni deduktif
kualitatif. Perbedaan antara penelitian tersebut adalah lokasi penelitiannya.
Dengan lokasi
yang berbeda, maka faktor-faktor
yang mempengaruhi
pengelolaannya pun juga akan berbeda pada masing-masing kota. Selain itu, fokus
dari penelitiannya juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian
thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota Magelang yang di lakukan oleh Sri
Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006 fokus terhadap kondisi RTH dan upaya
pemerintah dalam mengelolanya, sedangkan yang sedang peneliti lakukan
berfokus pada pengelolaan RTH yang dikelola oleh pemerintah dan pihak swasta.
20
Penelitian thesis yang berjudul Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang
Terbuka Hijau di Kota Bandung juga berbeda fokus penelitiannya.
Berbeda dengan penelitian yang ada pada tabel 1.6, penelitian manajemen
RTH Publik dan Privat di Kota Magelang berfokus pada identifikasi manajemen
pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat dalam mengelola RTH yang dimiliki.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana melakukan indept interview
kepada stakeholder di pemerintahan, swasta dan masyarakat. Mengetahui
proporsi, distribusi (sebaran), dan kesesuaian RTH terhadap RTRW Kota
Magelang juga dilakukan guna mengetahui kondisi RTH yang ada di Kota
Magelang.
1.7
Kerangka Pemikiran
Ruang Terbuka Hijau yang akan diteliti terdiri dari RTH Publik dan RTH
Privat. Pembagian tersebut berdasarkan tipologi RTH yang terdapat pada
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, disebutkan bahwa
Tipologi RTH dibagi menjadi empat, berdasarkan fisik, struktur ruang,
kepemilikan, dan fungsi. Dalam penelitian yang akan dilakukan memilih RTH
Publik dan RTH Privat. RTH Publik dan RTH Privat termasuk dalam tipologi
RTH Kepemilikan. RTH Publik ini merupakan RTH yang dikelola oleh
pemerintah, sedangkan RTH Privat merupakan RTH yang dikelola oleh pihak
swasta ataupun perorangan. Berdasarkan fenomena yang ada, dapat diketahui
luas,
sebaran,
fungsi,
kesesuaian,
serta
manajemen
regulasi,koordinasi, pemeliharaan, serta investasi.
21
RTH
berdasarkan
Luas berhubungan dengan luas RTH yang ada di Kota Magelang, dari luas
tersebut dapat diketahui apakah sudah memenuhi 30% dari luas keseluruhan Kota
Magelang ataukah belum. 30% tersebut terdiri dari luas RTH Publik sebesar 20%
dan luas RTH Privat sebesar 10%. Distribusi merupakan indikator yang diteliti
guna mengetahui bagaimana persebaran RTH di Kota Magelang. Hal ini berkaitan
dengan tujuan penelitian yang pertama yaitu mengetahui proporsi dan distribusi
RTH di Kota Magelang. Keberadaan RTH perlu diketahui kesesuaian lahannya
dengan rencana tata ruang wilayah yang mengacu pada fungsi kawasan atau pola
ruang Kota Magelang dimana dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Dengan rentang waktu berlaku RTRW yakni 20 tahun, maka
keseuaiannya dapat dibagi menjadi tiga yakni sesuai, tidak sesuai, dan belum
sesuai karena RTRW Kota Magelang berlaku tahun 2011-2031.
Kesesuaian dari lahan RTH terhadap RTRW, maka akan semakin jelas
bagaimana manajemen RTH yang sebaiknya dilakukan. Manajemen RTH di Kota
Magelang diteliti berdasarkan empat aspek, yatiu regulasi, pemeliharaan,
investasi, dan koordinasi. Dari keempat aspek tersebut maka akan diketahui
bagaimana manajemen RTH di Kota Magelang sehingga dapat diambil
kesimpulan termasuk tipe RTH yang mana apakah state-centered, marketcentered, atau community-centered. Dengan mengetahui bagaimana keadaan RTH
di Kota Magelang, maka dapat di berikan saran untuk pengembangan dan
manajemen RTH supaya dapat berkelanjutan.
22
Ruang Terbuka Hijau
RTH Kepemilikan
(RTH Publik dan RTH Privat)
Luas RTH
Distribusi
RTH
Publik
Privat
20%
10%
30%
Memenuhi
Kesesuaian lahan RTH
terhadap RTRW Kota
Magelang
Sesuai
Belum Sesuai




Tidak Sesuai
Menyebar
Belum Memenuhi
Saran Pengembangan dan Manajemen RTH
Gambar 1.7 Diagram Kerangka Pemikiran
23
Manajemen RTH
Regulasi
Koordinasi
Pemeliharaan
Investasi
Download