BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. RTH kota diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara kualitas lingkungan. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer dan menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (green open spaces) di tengahtengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. RTH kota merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan manusia sehingga penataan RTH merupakan pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan perkotaan yang berkelanjutan ditandai oleh interaksi dan hubungan timbal balik yang seimbang antara manusia dan alam yang hidup berdampingan didalamnya. Ketersediaan RTH yang cukup merupakan salah satu usaha mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara optimal. Penataan dan pemanfaatan RTH di perkotaan berbeda dengan di perdesaan. Penataan ruang di perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus guna menciptakan kota yang seimbang. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh menyebabkan besarnya pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri, transportasi, hotel, serta permukiman. Hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan 1 investasi. Lahan yang seharusnya digunakan sebagai RTH dialih fungsikan guna memenuhi fasilitas perkotaan seperti fasilitas sektor perdagangan dan jasa. Kota Magelang merupakan salah satu kota yang berkomitmen untuk mewujudkan Kota Hijau sesuai dengan semboyannya, yakni Kota Magelang adalah Kota Sejuta Bunga. Dimana akan berusaha untuk mencapai luas RTH sebesar 30% dari luas keseluruhan Kota Magelang. Target yang diharapkan adalah meningkatnya kualitas dan kuantitas RTH sesuai karakteristik kota dengan berbagai macam strategi penataan ruangnya. Berbagai tahap dilakukan Pemerintah Kota Magelang untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya dengan menjadikan tahun 2013 sebagai „Tahun Berhias‟, tahun 2014 merupakan tahap „Magelang Berkesan‟ dan tahun 2015 akan memasuki tahapan „Ayo ke Magelang‟. Hal ini dilakukan guna mencapai visi dan misi RPJM Kota Magelang. Penaataan RTH tidak dapat lepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sudah disusun sehingga penataan lebih terarah serta dapat mencapai tujuan dari pembangunan di Kota Magelang. Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, RTH kota menurut tipologinya terbagi menjadi 4, yaitu berdasarkan fisik, fungsi, struktur ruang, dan kepemilikan. Berdasarkan tipologi RTH Kepemilikan, RTH dibedakan menjadi dua, yakni RTH Publik dan RTH Privat. Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH diperkotaan menyatakan bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari total luas kota yang terbagi menjadi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat. Sesungguhnya RTH berkaitan erat dengan berbagai aspek pembangunan yang dibutuhkan dalam 2 kehidupan masyarakat kota sehingga sangat beralasan jika penataan pembangunannya bersifat berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang (Suweda, 2011 ). Harapan dimasa depan adalah keberadaan RTH di kawasan perkotaan semakin meningkat tidak hanya permukiman karena untuk mengembalikan keseimbangan lingkungan. Meningkatnya kawasan permukiman sebaiknya diimbangi dengan meningkatnya RTH di kawasan permukiman. Ruang terbuka yang berkembang di kawasan permukiman memiliki salah satu manfaat yakni meningkatkan cadangan oksigen dan memperbaiki iklim mikro setempat. Menurut Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan (RTHKP) yang salah satunya jenisnya adalah RTH taman lingkungan permukiman dan perumahan adalah merupakan taman dengan klasifikasi yang lebih kecil dan diperuntukan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi populasi/masyarakat sekitar. Taman lingkungan ini terletak disekitar daerah permukiman dan perumahan untuk menampung kegiatan-kegiatan warganya. Manajemen RTH sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan untuk memaksimalkan fungsi dan manfaat dari RTH. Sehingga kota memiliki kualitas lingkungan yang baik dan memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan strategi manajemen RTH untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Manajemen RTH dapat dilakukan melalui pembangunan, penataan, dan pengembangan secara baik dan terpadu. Manajemen RTH tersebut 3 penting untuk menjaga keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga diperuntukan sebagai pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan. 1.2 Rumusan Masalah Dewasa ini diketahui bahwa kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik terutama RTH saat ini mengalami penurunan akibat dari pembangunan fisik kota. Pembangunan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi seiring dengan berjalannya waktu. Jumlah penduduk terus bertambah, sementara ruang yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk pembangunan relatif tetap. Lahan RTH menjadi sasaran limpahan pemenuhan kebutuhan akan ruang yang mengakibatkan semakin menurunnya fungsi lingkungan secara umum. Meningkatnya kebutuhan pembangunan terhadap lahan semakin tinggi, membuat pemerintah Kota Magelang berupaya mempertahankan keberadaan RTH tersebut dengan kebijakan mempertahankan luas RTH 30% dari luas keseluruhan kota. Usaha mempertahankan luas RTH memang penting, tidak hanya pemerintah tetapi pihak swasta ataupun masyarakat juga memiliki peran penting dalam manajemen RTH, sehingga keseimbangan fungsi ekologis kota tetap terjaga. Manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan guna menjaga keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga diperuntukan sebagai pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan. Selain itu, manajemen RTH dapat dipergunakan untuk mengendalikan pembangunan fisik yang ada di perkotaan. Manajemen yang baik dan terpadu dalam suatu kota harus di kelola secara kontinu atau berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya dukung lingkungan 4 hidup perkotaan. Ruang Terbuka Hijau di Kota semakin membaik setelah adanya visi misi yang harus dicapai, hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya taman yang ada baik dipusat kota maupun taman yang lain. Merealisasikan RTH 30% perlu perencanaan berdasarkan potensi alam, keseriusan pemerintah, pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat. Kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang dapat dijabarkan dalam fakta kondisi RTH bahwa sudah mulai membaik dan terlihat bahwa pemerintah berusaha untuk memperbaiki serta terus membangun ruang terbuka hijau. Sehingga berdasarkan pengamatan terhadap kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang ada yaitu : 1. Bagaimana kondisi proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Magelang? 2. Bagaimana kesesuian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun 2011-2031? 3. Bagaimana manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dan Privat di Kota Magelang? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang pengelolaan RTH di Kota Magelang adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik publik dan privat yang ada di Kota Magelang. 5 2. Mengetahui kesesuaian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun 2011-2031. 3. Mengidentifikasi manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik yang dilakukan pemerintah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat yang dilakukan oleh swasta atau perorangan di Kota Magelang. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memperoleh manfaat bagi semua pihak terkait pengelolaan RTH yang berkelanjutan di Kota Magelang. Beberapa manfaat penelitian ini anatara lain sebagai berikut: 1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Pembangunan Wilayah yang berkaitan dengan RTH. 2. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada pemerintah Kota Magelang dalam mengefektifkan manajemen RTH Publik dan Privat di Kota Magelang. 3. Memberikan masukan kepada berbagai pihak akan pentingnya keberadaan RTH sebagai bagian dari penataan ruang perkotaan. 1.5 Tinjauan Pustaka 1.5.1 Pembangunan Berkelanjutan Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman 6 perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (Kementrian Pekerjaan Umum, 2008). Menurut Bond (2001, dalam Muta‟ali 2013), pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan dari kesepakatan multidimensional dengan tujuan pencapaian kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam pembangunan. Dikaitkan dengan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan dapat didefinisikan sebagai kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek lingkungan hidup terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia dan dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa mendatang. Kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Ekologi Budaya Ekonomi Gambar 1.5.1 Indikator pembangunan berkelanjutan (Friend, 2000, dalam Rustiadi, 2009) 7 Menurut Friend (2000, dalam Rustiadi 2009) Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, menjelaskan bahwa terdapat tiga sisi konsep umum mengenai indikator pembangunan berkelanjutan yaitu budaya-ekologi, budayaekonomi, dan ekonomi-ekologi. Penelitian ini, indikator pembangunan berkelanjutan yang digunakan adalah ekonomi-ekologi dimana menggambarkan fungsi tujuan didalam termin dari nilai-nilai ekonomi dan cost-benefit analysis. Indikator dari pembangunan berkelanjutan diukur dari cadangan konservasi alam dan ekonomi untuk kegiatan produksi serta pelayanan untuk generasi daat ini dan yang akan datang. Perwujudan RTH pada level provinsi atau kabupaten/kota tentunya sejalan dengan tujuan dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yaitu meningkatkan kualitas ruang kota khususnya melalui perwujudan RTH 30% sekaligus implementasi RTRW kabupaten dan provinsi. Oleh karena itu, salah satu langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu menyusun kebijakan hijau. Pemerintah Kota Magelang perlu menempatkan masalah RTH sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan program pembangunan yang berkelanjutan. Perlu didorong lahirnya Perda tentang RTH dan Rencana Induk RTH provinsi agar perencanaan pembangunan RTH memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas. Penurunan kuantitas RTH di kawasan perkotaan menyebabkan menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Penataan ruang wilayah berkelanjutan merupakan salah satu jalan keluar yang dipandang efektif untuk mengatasi masalah alih fungsi lahan dan sebagai kunci pembangunan. Salah satu 8 upaya yang dapat dilaksanakan dalam menjaga pemanfaatan dan pengendalian alih fungsi lahan yang tidak berkelanjutan adalah dengan mempertahankan RTH. 1.5.2 Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana tata ruang bersifat umum yang merupakan hasil dari suatu perencanaan tata ruang yang selanjutnya akan menghasilkan rencana rinci tata ruang yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan serta dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan pembangunan bagi semua pihak terkait. Rencana umum tata ruang ini meliputi rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang provinsi, dan rencana tata ruang kabupaten/kota. Pada Undang-Undang Penataan Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. UU No. 26 Tahun 2007 merupakan suatu undang-undang penataan ruang yang dirancang agar setiap kota/kabupaten dapat melaksanakan pembangunan daerahnya melalui penataan ruang yang disesuaikan dengan materi maupun substansi dari undang-undang tersebut. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Magelang dibuat dengan tujuan penataan ruang didaerah tersebut dapat terkendali sesuai dengan kondisi Kota Magelang. Rencana tata ruang wilayah tersebut dipergunakan menjadi pedoman dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pedoman pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang daerah, mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah daerah serta keserasian antar sektor, pedoman penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi yang dilakasanakan 9 Pemerintah daerah maupun masyarakat, pedoman menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan pedoman penataan kawasan strategis daerah. Selanjutnya rencana rinci tata ruang kota yang telah ada dapat dikembangkan lebih rinci lagi menjadi rencana detail tata ruang (RDTR) yang mengatur tata ruang di masing-masing kecamatan. RDTR ini nantinya dapat dijadikan pedoman pembangunan dalam hal penataan ruang agar terwujud pembangunan yang berkelanjutan. 1.5.3 Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau adalah suatu lapang yang ditumbuhi tanaman berbagai tumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu) (Purnomohadi, 1995). Selain itu RTH juga merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan tahunan, dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu,semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana 10 dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas RTH dan ruang terbuka non hijau. RTH sendiri merupakan area yang penggunaannya lebih terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh alami maupun sengaja ditanam. Sementara ruang terbuka non hijau merupakan ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun badan air. UU No. 26 Th. 2007 juga menyebutkan bahwa RTH merupakan bagian dari ruang terbuka publik yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Berdasarkan penataan ruang, RTH diartikan sebagai kawasan yang mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam rencana tata ruang kota, tata ruang wilayah, dan rencana tata ruang regional sebagai satu kesatuan sistem. Pola jaringan RTH dengan berbagai jenis dan fungsinya merupakan rangkaian hubungan kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur hijau (green infrastructure) atau infrastruktur ekologis (ecological infrastructure). Infrastruktur hijau dengan berbagai jenis dan fungsinya berperan dalam menciptakan keseimbangan ekosistem kota dan alat pengendali pembangunan fisik kota (Jago, 2011). Kementrian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 mengeluarkan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang didalamnya dapat mengulas konsep hingga strategi untuk mewujudkan RTH melalui Kota Hijau. RTH melalui perwujudan Kota Hijau (berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan 11 terbangun sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota Hijau juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mewujudkan Kota Hijau tersebut diperlukan perumusan local action plan atau Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH). Salah satu atribut yang menjadi fokus di dalam RAKH adalah terkait “Green Open Space” yakni berupa peningkatan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan karakteristik kabupaten/kota. Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air, dan makanan, serta meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air merupakan ciri dari kota hijau. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terdapat lima atribut Kota Hijau, yakni: 1. Kepekaan dan kepedulian masyarakat. 2. Beradaptasi terhadap karakteristik bio-geofisik kawasan. 3. Lingkungan yang sehat, bebas dari pencemaran lingkungan yang membahayakan kehidupan. 4. Efisiensi dalam peggunaan sumberdaya dan ruang. 5. Memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 menjelaskan bahwa tipologi RTH dari segi kepemilikan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah. RTH 12 privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan /masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas. Tabel 1.5.3a Kepemilikan RTH No 1 2 3 4 Jenis RTH Publik RTH Privat RTH Pekarangan a. Pekaranga Rumah Tinggal v b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha c. Taman atap bangunan v v RTH Tman dan Hutan Kota a. Taman RT v v b. Taman RW v v c. Taman Kelurahan v v d. Taman Kecamatan v v e. Taman Kota v f. Hutan Kota v g. Sabuk Hijau v RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau Jalan dan Median Jalan v b. Jalur Pejalan Kaki v c. Ruang Dibawah Jalan Layang v RTH Fungsi Tertentu a. RTH Sempadan Rel Kereta Api v b. Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tingi v c. RTH Sempadan Sungai v d. RTH Sempadan Pantai v e. RTH Pengamanan Sumber Air Baku/Mata Air f. Pemakaman v v v v Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi Tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 adanya jenis RTH dengan arahan pengembangan atau penyediaanna 13 Tabel 1.5.3b Jenis Dan Arahan RTH No Jenis RTH 1 Taman Kota Bentuk RTH Berupa Blok 2 Taman Lingkungan Berupa Blok 3 Hutan Kota Berupa Blok 4 Sabuk Hijau 5 Jalur Hijau Jalan 6 Sempadan Sungai Berderet, Lajur memanjang Berderet, Lajur memanjang Berderet, Lajur memanjang 7 Pekarangan 8 Pemakaman Berderet, Lajur memanjang Berupa Blok Luas RTH Arahan Penyediaan Minimal 144.000 m2 (Sedang Hingga Luas) Minimal 250 m Pohon tidak bergetah/tidak berduri, memiliki bunga, pertumbuhan cepat, dan tajuk tidak mudah patah berbagai tanaman, minimal 3 pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. Minimal 2500 m2 (Sedang hingga Luas) Pogon heterogen/banyak jenis, daya tarik berupa habitat pohon, pertumbuhan sedang-cepat, dan tajuk rindang berlapis. Kebun campuran, perkebunan, persawahan. 20-3-% dari ruang milik jalan Pohon menyebar, tidak patah, daya tarik tajuk, pertumbuhan cepat, tajuk rindang. pohon perakaran kuat menghasilkan buah, daya tarik bunga dan buah yang disukai burung, pertumbuhan cepat, tajuk sedang. Pohon tidak bergetah/tidak berduri, memiliki bunga, pertumbuhan lambat, dan tajuk tidak mudah patah Pohon jenis lokal, habitat burung, daya tarik bunga, nuah dan harum, pertumbuhan sedang, tajuk rindang. Disesuaikan KDB perkotaan Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi 1.5.4 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka Hijau dapat berperan ganda misalnya fungsi lindung sekaligus rekreatif dan habitat hewan. Pepohonan / tanaman (vegetasi) dalam RTH sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan di perkotaan, disebutkan bahwa vegetasi mampu merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilakan, serta mengurangi pantulan cahaya (Irwan, 1996). 14 RTH baik publik ataupun privat memiliki fungsi utama yaitu ekologis, dan fungsi tambahan yaitu arsitektual, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam satu wilayah perkotaan, empat fungsi tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis, menjamin keberlanjutan suatu wilayah secara fisik dengan lokasi, ukuran, dan bentuk yang sesuai dengan kondisi kota tersebut sebagai perlindungan sumberdaya untuk kehidupan manusia dan untuk makhlik hidup lainnya. Sedangkan fungsi lainnya (arsitektual, sosial, dan ekonomi) dapat mendukung dan menambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat diletakkan dan di bentuk seusi dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan lain-lain. Dalam Permendagri No. 1 tahun 2007 disebutkan fungsi RTH kota adalah: a. Pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara c. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati d. Pengendali tata air e. Sarana estetika kota Sedangkan Manfaat Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan adalah: a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah b. Sarana penelitian c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial d. Mengingkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestasi daerah 15 1.5.5 Manajemen Ruang Terbuka Hijau Menejemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari pada “human and natural resources” untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu (Manullang, 1969). Menurut Matthew (2008), manajemen ruang publik adalah : “Serangkaian proses dan praktek untuk memastikan bahwa ruang publik dapat memenuhi semua peran yang sebenarnya, mengelola interaksi, dan dampak dari fungsinya apakah dapat diterima oleh para penggunanya.” Ruang tebuka hijau yang merupakan bagian dari ruang publik juga memiliki manajemen yang berfungsi untuk memastikan bahwa ruang terbuka hijau dapat berfungsi sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Terdapat empat aspek manajemen ruang publik menurut Carmona (2008) yang akan menjadi acuan dalam meneliti manajemen ruang terbuka hijau, yaitu: 1. Regulasi (Peraturan) Peraturan menetapkan bagaimana ruang publik harus digunakan, menetapkan kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan antara pengguna, menentukan aturan akses dan mendirikan tindakan yang dapat diterima dan tidak dapat diterima. Bagaimana regulasi dipahami, ditaati, dan bagaimana menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan masyarakat adalah dimensi penting dari manajemen ruang publik. 2. Pemeliharaan 16 Perawatan memastikan kesesuaian tujuan dari komponen fisik dari ruang publik. Ruang publik dan infrastruktur, peralatan dan fasilitas yang diberikan kepada masyarakat perlu dipertahankan guna memenuhi fungsi yang sebenarnya dari ruang terbuka tersebut. Hal ini berhubungan dengan RTH yang dapat digunakan, rapi, bersih dan aman, fasilitas jalan, pencahayaan, vegetasi dan segala macam fasilitas lainnya untuk menghindari apa pun yang mungkin merusak fasilitas yang diinvestasikan dalam ruang terbuka hijau. 3. Investasi Pengarutan penggunaan, permasalahan, dan memelihara fisik ruang publik membutuhkan sumber daya, keuangan dan material. Dimana instrumen peraturan dan rutinitas perawatan dapat efektif terkait dengan jumlah sumber daya yang ditujukan untuk kegiatan tersebut. Selain itu, sumber daya dapat berasal dari beberapa sumber, masing-masing dengan kombinasi yang berbeda dengan keterbatasan dan berbagai kemungkinan. Ini melibatkan dua dana pendapatan berkelanjutan untuk tugas-tugas manajemen sehari-hari, tetapi juga pendanaan modal yang signifikan dari waktu ke waktu ketika mendesain kembali dan diperlukan pembangunan kembali. 4. Koordinasi Koordinasi intervensi di ruang publik: karena peraturan, pemeliharaan dan sumber daya yang cenderung melibatkan secara langsung atau tidak langsung beragam orang dan 17 organisasi, ada kebutuhan untuk mengkoordinasikan mekanisme untuk memastikan bahwa pihak yang bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Hal ini perlu koordinasi berlaku sama untuk unit dalam suatu organisasi, seperti departemen pemerintah daerah, seperti halnya untuk organisasi yang berbeda. Gambar 1.5.5 Empat Aspek Manajemen Ruang Publik menurut Matthew (2008) Keempat aspek tersebut berlaku untuk kegiatan manajemen RTH yang dilakukan terutama oleh lembaga sektor publik, serta badan-badan atau organisasi masyarakat sukarela, atau oleh perusahaan swasta. Berdasarkan keempat aspek tersebut, dalam meneliti manajemen RTH di Kota Magelang hanya memakai keempat aspek tersebut. Dengan keempat aspek ini diharapkan dapat mengetahui baigamana manajemen ruang terbuka di Kota Magelang sehingga RTH dapat tetap terjaga dan mendukung program mempertahankan 30% RTH di Kota Magelang, serta bersifat berkelanjutan. 18 Manajemen RTH yang baik sangat dibutuhkan karena mengingat kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pertumbuhan fisik dari tahun ke tahun semakin meningkat terutama pembangunan sarana dan prasarana kota. Sebagai konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan fisik kota adalah peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan. Kenaikan kebutuhan lahan ternyata tidak diimbangi penyediaan lahan yang memadai, dengan kata lain faktor kebutuhan (demand) lebih tinggi daripada faktor ketersediaan (supply) sehingga memberikan peluang pada berlakunya mekanisme pasar. Sebagai akibat persaingan yang semakin ketat, lahan alami dilokasi strategis yang dianggap tidak mempunyai nilai ekonomi menjadi terancam fungsi ekologisnya. Dengan demikian diperlukan mempertahankan lahan untuk RTH guna menjaga keseimbangan ekologis terutama pada kawasan perkotaan. 1.6 Penelitian Sebelumnya Studi mengenai RTH sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan beragam obyek, lokasi,tujuan penelitian, serta metode penelitian. Penelitian ini ingin melihat bagaimana keadaan RTH di Kota Magelang dan pengelolaan RTH yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pihak swasta, maupun masyarakat sehingga dapat mewujudkan kota yang nyaman, asri, hijau, dan indah. Berikut terdapat daftar penelitian yang sudah pernah ada serta terkait dengan topik penelitian. 19 Tabel 1.6 Daftar Penelitian Terdahulu Judul Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Magelang (Thesis) Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung (Thesis) Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru (Skripsi) Penulis Sri Yuwiati Sukma Putra Fokus Kondisi ruang terbuka hijau dan upaya pemerintah dalam mengelolanya Metode Lokasi Tahun Deduktif Kualilatif Kota Magelang 2006 Raditya Sukma Utama Identifikasi karakteristik RTH serta pandangan masyarakat KuantitatifKualitatif Kota Bandung 2007 Rahimi Rahmayana Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Deduktif Kuantitatif Kota Pekanbaru 2010 Sumber: Penelusuran Penulis (2014) Berdasarkan data diatas, terdapat banyak penelitian yang terkait dengan pengelolaan RTH. Penelitian thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota Magelang yang di lakukan oleh Sri Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006 menggunakan metode deduktif kualitatif. Terdapat pula penelitian berjenis skripsi berjudul Pengelolaan RTH di Kota Pekanbaru yang dilakukan oleh Rahimi Rahmayana pada tahun 2010 menggunakan metode yang sama yakni deduktif kualitatif. Perbedaan antara penelitian tersebut adalah lokasi penelitiannya. Dengan lokasi yang berbeda, maka faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaannya pun juga akan berbeda pada masing-masing kota. Selain itu, fokus dari penelitiannya juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota Magelang yang di lakukan oleh Sri Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006 fokus terhadap kondisi RTH dan upaya pemerintah dalam mengelolanya, sedangkan yang sedang peneliti lakukan berfokus pada pengelolaan RTH yang dikelola oleh pemerintah dan pihak swasta. 20 Penelitian thesis yang berjudul Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung juga berbeda fokus penelitiannya. Berbeda dengan penelitian yang ada pada tabel 1.6, penelitian manajemen RTH Publik dan Privat di Kota Magelang berfokus pada identifikasi manajemen pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat dalam mengelola RTH yang dimiliki. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana melakukan indept interview kepada stakeholder di pemerintahan, swasta dan masyarakat. Mengetahui proporsi, distribusi (sebaran), dan kesesuaian RTH terhadap RTRW Kota Magelang juga dilakukan guna mengetahui kondisi RTH yang ada di Kota Magelang. 1.7 Kerangka Pemikiran Ruang Terbuka Hijau yang akan diteliti terdiri dari RTH Publik dan RTH Privat. Pembagian tersebut berdasarkan tipologi RTH yang terdapat pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, disebutkan bahwa Tipologi RTH dibagi menjadi empat, berdasarkan fisik, struktur ruang, kepemilikan, dan fungsi. Dalam penelitian yang akan dilakukan memilih RTH Publik dan RTH Privat. RTH Publik dan RTH Privat termasuk dalam tipologi RTH Kepemilikan. RTH Publik ini merupakan RTH yang dikelola oleh pemerintah, sedangkan RTH Privat merupakan RTH yang dikelola oleh pihak swasta ataupun perorangan. Berdasarkan fenomena yang ada, dapat diketahui luas, sebaran, fungsi, kesesuaian, serta manajemen regulasi,koordinasi, pemeliharaan, serta investasi. 21 RTH berdasarkan Luas berhubungan dengan luas RTH yang ada di Kota Magelang, dari luas tersebut dapat diketahui apakah sudah memenuhi 30% dari luas keseluruhan Kota Magelang ataukah belum. 30% tersebut terdiri dari luas RTH Publik sebesar 20% dan luas RTH Privat sebesar 10%. Distribusi merupakan indikator yang diteliti guna mengetahui bagaimana persebaran RTH di Kota Magelang. Hal ini berkaitan dengan tujuan penelitian yang pertama yaitu mengetahui proporsi dan distribusi RTH di Kota Magelang. Keberadaan RTH perlu diketahui kesesuaian lahannya dengan rencana tata ruang wilayah yang mengacu pada fungsi kawasan atau pola ruang Kota Magelang dimana dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Dengan rentang waktu berlaku RTRW yakni 20 tahun, maka keseuaiannya dapat dibagi menjadi tiga yakni sesuai, tidak sesuai, dan belum sesuai karena RTRW Kota Magelang berlaku tahun 2011-2031. Kesesuaian dari lahan RTH terhadap RTRW, maka akan semakin jelas bagaimana manajemen RTH yang sebaiknya dilakukan. Manajemen RTH di Kota Magelang diteliti berdasarkan empat aspek, yatiu regulasi, pemeliharaan, investasi, dan koordinasi. Dari keempat aspek tersebut maka akan diketahui bagaimana manajemen RTH di Kota Magelang sehingga dapat diambil kesimpulan termasuk tipe RTH yang mana apakah state-centered, marketcentered, atau community-centered. Dengan mengetahui bagaimana keadaan RTH di Kota Magelang, maka dapat di berikan saran untuk pengembangan dan manajemen RTH supaya dapat berkelanjutan. 22 Ruang Terbuka Hijau RTH Kepemilikan (RTH Publik dan RTH Privat) Luas RTH Distribusi RTH Publik Privat 20% 10% 30% Memenuhi Kesesuaian lahan RTH terhadap RTRW Kota Magelang Sesuai Belum Sesuai Tidak Sesuai Menyebar Belum Memenuhi Saran Pengembangan dan Manajemen RTH Gambar 1.7 Diagram Kerangka Pemikiran 23 Manajemen RTH Regulasi Koordinasi Pemeliharaan Investasi