bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aset dalam Perusahaan
Perusahaan membutuhkan modal dalam menjalankan aktifitasnya. Modal
merupakan
faktor yang sangat penting dalam perusahaan. Modal merupakan
sinonim dari aktiva atau aset (IAI,2007). Terdapat tiga jenis badan usaha, yaitu
perusahaan dagang, perusahaan jasa, dan perusahaan manufaktur. Perusahaan
memiliki kebutuhan modal yang berbeda-beda tergantung jenis usaha yang
dijalankan. Definisi modal dalam Standar Akuntansi Keuangan (IAI,2007:9)
”modal adalah hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua
kewajiban”. Sedangkan pengertian modal menurut Brigham (2006:62) “modal
ialah jumlah dari utang jangka panjang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa,
atau mungkin pos-pos tersebut plus utang jangka pendek yang dikenakan bunga”.
Perusahaan biasanya menggunakan aset untuk memproduksi barang atau
jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keperluan pelanggan. Menurut
Standar Akuntansi Keuangan (IAI,2007:11) aset perusahaan berasal dari transaksi
atau peristiwa lain yang terjadi di masa lalu. Perusahaan biasanya memperoleh
aset melalui pembelian atau produksi sendiri.
Menurut bentuk neraca skonto (Account Form) aset tercermin dalam neraca
perusahaan. Sisi sebelah kiri menunjukan dalam bentuk apa modal tersebut
disimpan, dan sisi sebelah kanan menunjukan sumber-sumber modal tersebut
20
21
didapatkan. Menurut Riyanto (2001:20), berdasarkan fungsi bekerjanya aktiva
dalam perusahaan, modal aktif dibedakan dalam :
a. Modal Kerja
b. Modal Tetap
Perbedaan fungsionil antara modal kerja dengan modal tetap, ialah dalam
bahwa :
artian
1. Jumlah modal kerja adalah lebih fleksibel. Jumlah modal kerja dapat lebih
mudah diperbesar atau diperkecil, disesuaikan dengan kebutuhannya,
sedangkan modal tetap sekali dibeli tidak mudah dikurangi atau diperkecil.
Dalam keadaan gelombang ekonomi yang menurun, modal kerja dapat segera
dikurangi sehingga selalu ketinggalan waktunya. Demikian pula sebaliknya
dalam keadaaan gelombang ekonomi naik, modal tetap tidak dapat segera
diperbesar atau disesuaikan.
2. Susunan modal kerja adalah relatif variabel. Elemen-elemen modal kerja akan
berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan, sedangkan susunan modal tetap
adalah relatif permanen dalam jangka waktu tertentu, karena elemen-elemen
dari modal tetap tidak segera mengalami perubahan-perubahan.
3. Modal kerja mengalami proses perputaran dalam jangka waktu yang pendek,
sedangkan modal tetap mengalami proses perputaran dalam jangka waktu
yang panjang.
2.1.1 Modal Kerja
Manajemen modal kerja berkepentingan terhadap keputusan investasi pada
aset lancar dan utang lancar terutama mengenai bagaimana menggunakan dan
22
komposisi keduanya akan mempengaruhi banyak aspek yang berhubungan dengan
kelanjutan usaha perusahaan tersebut. Modal kerja diperlukan oleh perusahaan
untuk
membiayai kegiatan operasional perusahaan. Manajemen modal yang
efektif menjadi sangat penting untuk pertumbuhan kelangsungan perusahaan
dalam jangka panjang. Apabila perusahaan kekurangan modal kerja untuk
memperluas
penjualan
dan
meningkatkan
produksinya
,
maka
besar
kemungkinannya
akan kehilangan pendapatan dan keuntungan. Perusahaan yang
tidak memiliki modal kerja yang cukup, tidak dapat membayar kewajiban jangka
pendek tepat pada waktunya dan akan mengahadapi masalah likuiditas. Menurut
Agus Sartono (2001:385), investasi modal kerja merupakan investasi yang terus
menerus selama perusahaan beroperasi, yang dipengaruhi oleh :
1. Tingkat investasi aktiva lancar perusahaan
2. Proporsi utang jangka pendek yang digunakan
3. Tingkat investasi pada setiap jenis aktiva lancar
4. Sumber dana yang spesifik dan komposisi
utang lancar yang harus
dipertahankan
2.1.1.1 Pengertian Modal Kerja
Secara umum modal kerja merupakan cerminan aset lancar yang ditetapkan
perusahaan. Standar Akuntansi Keuangan (IAI:2007,10) mengatakan bahwa
manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi dari aset
tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan aset sendiri adalah manfaat ekonomi yang mungkin terjadi di masa
depan yang diperoleh/dikendalikan oleh entitas sebagai hasil dari transaksi-
23
transaksi atau penjualan di masa lalu (Herry, 2012). Aset terbagi menjadi aset
lancar dan aset tidak lancar, pengelompokan aset tersebut didasarkan pada sifat
likuiditasnya.
Aset lancar merupakan aset yang tergolong aset yang likuid
sehingga digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan sehari-hari.
Perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya
– hari. Menurut Sawir ( 2005 : 129 ) ” Modal kerja adalah keseluruhan
sehari
lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana
aktiva
yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari – hari ”.
Menurut Burton A. Kolb (1983) dalam Sawir (2005:129) menyatakan “modal
kerja adalah investasi perusahaan dalam aktiva jangka pendek atau lancar,
termasuk di dalamnya kas, sekuritas, piutang, persediaan, dan dalam beberapa
perusahaan, biaya dibayar di muka”.
Menurut Bringham & Houston ( 2011 : 198 ) terdapat tiga konsep
pengertian modal kerja, yaitu :
1) Konsep kuantitatif
Konsep ini mendasarkan pada kuantitas dari dana yang tertanam dalam unsur
– unsur aset lancar, dimana aset ini merupakan aset yang sekali berputar
kembali dalam bentuk semula atau aset dimana dana yang tertanam di
dalamnya akan dapat bebas lagi dalam waktu yang pendek. Dengan demikian,
modal kerja menurut konsep ini adalah keseluruhan dari jumlah aset lancar,
atau sering juga disebut sebagai modal kerja bruto ( gross working capital).
2) Konsep kwalitatif
24
Modal kerja dalam konsep ini merupakan aset lancar yang benar-benar dapat
digunakan
untuk
membiayai
operasi
perusahaan
tanpa
mengganggu
likuiditasnya,
atau disebut dengan modal kerja bersih (net working capital)
3) Konsep fungsional
Konsep ini mendasarkan pada fungsi dari dana dalam mengahilkan pendapatan
(income).
Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki perusahaan sesuai dengan
usaha
pokok perusahaan, tetapi pada kenyataannya, tidak semua dana
digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income), ada sebagian
dana yang digunakan untuk memperoleh dan menghasilkan laba untuk periode
yang akan datang.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa modal
kerja merupakan investasi perusahaan dalam bentuk harta jangka pendek atau
aset lancar.
Standar Akuntasi Keuangan (IAI;2007,1.7) menyebutkan bahwa suatu aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar, jika aset tersebut :
a) Diperkirakan akan direalisasi atau dimiliki untuk dijual atau digunakan dalam
jangka waktu siklus operasi normal perusahaan; atau
b) Dimiliki untuk diperdagangkan atau untuk tujuan jangka pendek dan
diharapkan akan direalisasi dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan dari
tanggal neraca, atau;
c) Berupa kas atau setara kas yang penggunaannya tidak dibatasi.
2.1.1.2 Jenis-jenis Modal Kerja
25
Menurut Dermawan & Sjahrial ( 2012 : 116 ) modal kerja dapat
digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Modal kerja permanen ( permanent working capital ) yaitu modal kerja yang
harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya. Modal
kerja permanen ini dapat dibedakan dalam :
1) Modal kerja primer, yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada
pada perusahaan untuk menjamin kontiniuitas usahanya.
2) Modal kerja normal, yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk
menyelenggarakan luas produksi yang normal.
b. Modal kerja variabel ( variabel working capital ) yaitu modal kerja yang
jumlahnya berubah – ubah sesuai dengan perubahaan keadaan, dan modal
kerja ini dibedakan antara lain :
1) Modal kerja musiman, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah – ubah
disebabkan karena fluktuasi musim.
2) Modal kerja siklis, yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah – ubah
disebabkan karena fluktuasi konjungtur.
3) Modal kerja darurat, yaitu modal kerja yang besarnya berubah – ubah
karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya ( misalnya
adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi yang
mendadak ).
Pengendalian jumlah modal kerja yang tepat akan menjamin operasi dari
perusahaan secara efisien dan ekonomis. Apabila modal kerja terlalu besar, maka
dana yang tertanam dalam modal kerja melebihi kebutuhan, sehingga terjadi dana
26
yang menganggur, tetapi jumlah modal kerja terlalu kecil atau kurang, maka
perusahaan akan kurang mampu memenuhi permintaan langganan.
2.1.1.3
Fungsi Modal Kerja
Beberapa fungsi modal kerja menurut Khasmir (2008) antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Modal kerja menampung kemungkinan akibat buruk yang ditimbulkan karena
penurunan nilai aset lancar seperti penurunan nilai piutang yang diragukan dan
yang tidak dapat ditagih atau penurunan nilai persediaan.
b. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan untuk membayar semua
utang lancar tepat pada waktunya.
c. Modal kerja yang cukup memungkinkan perusahaan ” credit standing ”
perusahaan yaitu peniliaian pihak ketiga, misalnya bank dan para kreditor
akan kelayakan untuk memelihara kredit
2.1.1.4 Unsur-unsur Modal Merja
Unsur-unsur modal kerja dari aktiva lancar (Khasmir, 2008) yaitu:
1. Kas/Bank
Kas/Bank yakni uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi
perusahaan. Uang yang dimiliki perusahaan tetapi telah ditentukan alokasi
penggunaannya (misalnya dialokasikan untuk pelunasan utang atau
pembelian aset tetap) tidak dapat dimasukkan sebagai uang kas.
2. Investasi Jangka Pendek
Investasi jangka pendek yakni investasi sementara (jangka pendek) dengan
maksud untuk memanfaatkan uang kas yang sementara belum dibutuhkan
27
dalam operasi. Investasi jangka pendek berupa deposito di bank, surat
berharga berupa saham, obligasi, dan lain sebagainya.
3. Piutang Wesel
Piutang wesel adalah tagihan pihak ketiga berupa wesel yang dapat diperjual
belikan.
4. Piutang Dagang
Piutang Dagang adalah tagihan pada pihak lain karena penjualan secara
kredit.
5. Persediaan
Persediaan adalah semua barang yang sampai tanggal neraca masih berupa
persediaan di gudang.
6. Piutang Penghasilan/ Penghasilan Yang Harus Diterima
Piutang Penghasilan/ Persediaan yang harus diterima adalah penghasilan yang
telah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah memberikan jasa,
tetapi pembayarannya belum diterima.
7. Uang Muka (Advance Payment)
Uang muka (Advance Payment) adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa
dari pihak lain tetapi belum dinikmati pada periode bersangkutan melainkan
pada periode berikutnya.
Unsur-unsur modal kerja dari utang lancar (Khasmir, 2008)
yaitu:
1. Utang Dagang
28
Utang dagang adalah semua pinjaman yang timbul karena barang dagangan
atau jasa secara kredit dalam jangka waktu kurang dari 1 tahun.
2. Wesel Bayar
Wesel bayar merupakan promes tertulis dari perusahaan untuk membayar
sejumlah uang atas perintah pihak lain pada tanggal tertentu yang akan datang
yang telah ditetapkan.
3. Penghasilan Yang Ditangguhkan
Penghasilan yang ditangguhkan merupakan penghasilan yang diterima lebih
dulu dimana penghasilan yang sebenarnya belum menjadi hak perusahaan.
4. Utang Dividen
Utang dividen merupakan bagian laba perusahaan yang diberikan sebagai
dividen pada pemegang saham tetapi belum dibayarkan pada waktu neraca
disusun.
5. Penarikan Cek Yang Melebihi Simpanan di Bank
6. Utang Pajak
Utang pajak merupakan pajak perseroan yang belum dibayarkan pada saat
tanggal penyusunan neraca.
2.1.1.5 Sumber dan Penggunaan Modal Kerja
Apabila sumber modal kerja lebih besar dari pada penggunaan, berarti ada
kenaikan modal kerja. Sebaliknya apabila penggunaannya lebih besar, berarti
penurunan modal kerja.
Menurut Sofyan Safri Harahap ( 2009 : 288 )
menyatakan bahwa : ”Kenaikan dalam modal kerja terjadi apabila aset menurun
atau dijual atau karena kenaikan dalam utang jangka panjang dan modal.
29
Sedangkan penurunan dalam modal kerja timbul akibat aset tidak lancar naik atau
dibeli atas utang jangka panjang naik”.
Sumber
– sumber modal kerja menurut Khasmir ( 2008 ) adalah sebagai berikut :
a. Hasil Operasi Perusahaan
Yaitu jumlah laba bersih yang nampak dalam laporan laba – rugi ditambah
dengan
depresiasi dan amortisasi. Jumlah ini menunjukkan jumlah modal kerja
yang
berasal dari hasil operasi perusahaan. Dengan adanya keuntungan dan
laba dari perusahaan, dan apabila laba tersebut tidak diambil oleh pemilik
perusahaan, maka laba tersebut akan menambah modal perusahaan yang
bersangkutan.
b. Keuntungan dari Penjualan Surat – surat Berharga
Dengan adanya penjualan surat berharga ini menyebabkan terjadinya
perubahan dalam unsur modal kerja yaitu bentuk surat berharga berubah
menjadi uang kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan surat berharga ini
merupakan suatu sumber untuk bertambahnya modal kerja.
c. Penjualan Aktiva Tidak Lancar.
Modal kerja dapat bertambah dari penjualan aset tetap, investasi jangka
panjang dan aset tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh
perusahaan. Perubahan dan aset ini menjadi kas atau piutang akan
menyebabkan bertambahnya modal kerja sebesar penjualan tersebut.
d. Penjualan Saham atau Obligasi
Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan perusahaan dapat
pula mengadakan emisi saham baru atau meminta kepada para pemilik
30
perusahaan untuk menambah modalnya, disamping itu perusahaan dapat pula
mengeluarkan obligasi atau bentuk utang jangka panjang lainnya guna
memenuhi
kebutuhan modal kerjanya.
Dari uraian tersebut diatas dapat dikemukakan bahwa sumber - sumber
modal kerja yang akan menambah modal kerja adalah :
1) Adanya kenaikan sektor modal, baik yang berasal dari laba maupun
penambahan modal saham.
2) Ada pengurangan atau penurunan aktiva tetap karena adanya penjualan aktiva
tetap maupun melalui proses depresiasi.
3) Ada penambahan utang jangka panjang, baik dalam bentuk obligasi atau utang
jangka panjang lainnya.
Sedangkan penggunaan – penggunaan modal kerja yang mengakibatkan
turunnya modal kerja menurut Bringham & Houston (2006) adalah sebagai
berikut :
a. Berkurangnya modal sendiri karena kerugian, maupun pengambilan privasi
oleh pemilik perusahaan.
b. Pembayaran utang – utang jangka panjang.
c. Adanya penambahan atau pembelian aktiva tetap
2.1.1.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja
Menurut Khasmir (2008) dalam praktiknya terdapat beberapa faktor yang
dapat memengaruhi modal kerja antara lain tergantung dari:
31
a. Jenis perusahaan dalam praktiknya meliputi perusahaan yang bergerak
dibidang jasa dan non jasa (industri). Kebutuhan dalam perusahaan industri
lebih besar jika dibandingkan dengan perusahaan jasa.
b. Syarat kredit atau penjualan yang pembayarannya dengan cara mencicil juga
sangat mempengaruhi modal kerja. Untuk meningkatkan penjualan bisa
dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah melalui penjualan secara
kredit. Penjulan barang secara kredit memberikan kelonggaran kepada
konsumen untuk membeli barang dengan cara pembayaran diangsur.
c. Waktu
produksi, artinya jangka waktu atau lamanya memproduksi suatu
barang. Makin lama waktu yang digunakan untuk memproduksi suatu barang
maka akan makin besar modal kerja yang dibutuhkan, begitu pula sebaliknya.
d. Pengaruh tingkat perputaran sediaan terhadap modal kerja cukup penting bagi
perusahaaan. Makin kecil atau rendah tingkat perputaran, maka kebutuhan
modal kerja makin tinggi, begitu pula sebaliknya.
Secara umum kenaikan dan penurunan modal kerja disebabkan tiga
faktor, yaitu:
a. Adanya kenaikan modal. Artinya, adanya tambahan modal dari pemilik
atau perolehan laba
dalam periode tertentu yang dimasukan ke aset
lancar.
b. Adanya pengurangan aset tetap, artinya adanya penjualan aset tetap,
terutama yang tidak produktif dimana uangnya dimasukkan ke aset lancar
atau digunakan untuk membayar utang jangka pendek.
c. Adanya penambahan utang, artinya perusahaan menambah utang baru.
32
2.1.1.7 Arti Penting dan Tujuan Modal Kerja
Pentingnya manajemen modal kerja perusahaan, terutama bagi
kesehatan
keuangan dan kinerja perusahaan menurut Khasmir (2008) adalah
bahwa kegiatan seorang manajer keuangan lebih banyak dihabiskan di dalam
kegiatan operasional perusahaan dari waktu kewaktu.
a. Investasi dalam aset lancar, cepat sekali berubah. Perubahan tersebut akan
berpengaruh terhadap modal kerja perusahaan. Oleh karena itu, perlu
manajemen modal kerja.
b. Dalam praktiknya sering kali bahwa lebih dari separuh dari total aset
merupakan bagian dari aset lancar (modal kerja perusahaan).
Khusus bagi perusahaan kecil manajemen modal kerja sangat penting
karena investasi dalam aset tetap dapat ditekan dengan menyewa, tetapi
investasi lancar dalam piutang dan sedian perlu ditentukan sebaik mungkin.
Tujuan manajemen modal kerja bagi perusahaan (Khasmir, 2008)
adalah sebagai berikut:
a. Modal kerja digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas perusahaan,
artinya likuiditas perusahaan sangat tergantung kepada manajemen modal
kerja.
b. Dengan modal kerja yang cukup perusahaan memiliki kemampuan untuk
memenuhi kewajiban pada waktunya. Pemenuhan kewajiban yang sudah
jatuh tempo dan segera harus dibayar secara tepat waktu merupakan
ukuran keberhasilan manajemen modal kerja.
33
c. Memungkinkan perusahaan untuk memiliki sediaan yang cukup dalam
rangka memenuhi kebutuhan pelanggannya.
d. Memungkinkan perusahaan untuk memperoleh tambahan dana dari para
kreditor, apabila rasio keuangannya, memenuhi syarat seperti likuiditas
yang terjamin.
e. Guna memaksimalkan penggunaan aset lancar guna meningkatkan
penjualan dan laba.
f. Perusahaan mampu melindungi diri apabila terjadi krisis modal kerja
akibat turunnya nilai aktiva lancar.
Tujuan di atas akan dapat tercapai apabila modal kerja perusahaan dapat
dikelola secara benar sesuai dengan konsep manajemen modal kerja. Dan ini
merupakan tanggung jawab utama dari seorang manajer keuangan untuk mampu
mengelolanya
2.1.2 Likuiditas
Likuiditas adalah perbandingan antara aset lancar dengan utang lancar,
besarnya perbandingan atau rasio terbaik antara aset lancar dengan utang lancar
adalah sekitar 3:1 (Handono Mardiyanto,2009). Angka tersebut tidaklah mutlak,
besarnya rasio dapat ditentukan sesuai dengan jenis usaha dan kebijakan keuangan
masing-masing.
Menurut Handono Mardiyanto ( 2009 : 54 ) mengemukakan definisi
likuiditas sebagai berikut :
34
” Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban (utang)
jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk melunasi bagian utang jangka
panjang
yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan.
Lebih jauh lagi Handono Mardiyanto (2009:100)
tentang masalah
likuiditas menyatakan bahwa :
” Peningkatan
likuiditas (modal kerja perusahaan)
justru akan menurunkan
tingkat
profitabilitas perusahaan. Likuiditas yang tinggi merupakan indikator
bahwa resiko perusahaan rendah. Artinya perusahaan aman dari kemungkinan
berbagai kewajiban lancar. Namun hal itu harus dicapai dengan merelakan
rendahnya tingkat profitabilitas, yang akan berdampak pada rendahnya
pertumbuhan perusahaan.
Sebaliknya jika perusahaan menginginkan tingkat
profitabilitas yang tinggi, perusahaan harus bersedia mengahadapi rendahnya
likuiditas atau resiko yang kian meningkat atas kegagalan membayar kewajiban
jangka pendek (yang bisa menyebabkan kebangkrutan usaha).
Handono Mardiyanto (2009) mengatakan bahwa hubungan berbanding
terbalik antara likuiditas dan profitabilitas juga dapat dikatakan sebagai hubungan
berbanding lurus antara resiko dan imbal hasil. Likuiditas mengungkap resiko
sedangkan profitabilitas mencerminkan imbal hasil. Makin tinggi imbal hasil
yang diinginkan perusahaan, makin tinggi pula resiko yang akan ditanggung
perusahaan. Begitu pula sebaliknya.
35
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas
Pengukuran likuiditas dilakukan dengan membandingkan aset lancar
dengan
utang lancar. Faktor – faktor yang mempengaruhi likuiditas menurut
Khasmir (2008) sebagai berikut :
a. Besarnya investasi pada aset tetap dibandingkan dengan seluruh dana jangka
panjang.
b. Pemakaian dana untuk pembelian aset tetap adalah salah satu sebab utama dari
keadaan tidak likuid. Kalau makin banyak dana perusahaan yang
dipergunakan untuk aset tetap, maka sisanya untuk membiayai kebutuhan
jangka pendek tinggal sedikit sehingga rasio likuiditas menurun. Kemerosotan
tersebut hanya dapat dicegah dengan menambah dana jangka panjang untuk
menutup kebutuhan harta tetap yang meningkat.
c. Volume Kegiatan Perusahaan
Peningkatan volume kegiatan perusahaan akan menambah kebutuhan dana
untuk membiayai aset lancar. Sebagian dari kebutuhan tersebut dipenuhi
dengan meningkatkan utang – utang. Tetapi jika hal – hal lain tetap, investasi
jangka panjang untuk membiayai tambahan kebutuhan modal kerja sangat
diperlukan agar rasio dapat dipertahankan.
d. Pengendalian Harta Lancar
Apabila pengendalian kurang baik terhadap besarnya investasi dalam
persediaan dan piutang menyebabkan adanya investasi yang melebihi daripada
yang seharusnya, maka sekali lagi rasio akan turun dengan tajam, kecuali
apabila disediakan lebih banyak dana jangka panjang. Kesimpulannya ialah
36
bahwa perbaikan dalam pengendalian investasi semacam itu akan dapat
memperbaiki
rasio
likuiditas.
Memperbaiki
likuiditas
hanya
dapat
dilaksanakan dengan :
1. Menambah lebih banyak dana jangka panjang, baik dari pemegang saham
ataupun dengan pinjaman.
2. Mengembalikan posisi investasi dengan menjual beberapa aset tetap.
3. Mengatur harta lancar secara lebih efisien.
2.1.4 Rasio Likuiditas
Untuk dapat mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan dipergunakan
analisis rasio likuiditas. Handono Mardiyanto ( 2009 : 54 ) mengemukakan bahwa
” Rasio likuiditas menunjukan kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban (utang) jangka pendek tepat pada waktunya, termasuk bagian utang
jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun bersangkutan”.
Berikut adalah rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas perusahaan
menurut Handono Mardiyanto dalam bukunya Intisari Manajemen Keuangan
(2009):
a. Rasio Lancar ( Current Ratio )
Handono Mardiyanto (2009) mengatakan bahwa makin tinggi jumlah aset
lancar perusahaan (relatif terhadap utang lancar) makin tinggi rasio lancar,
yang berarti pula makin tinggi likuiditas perusahaan. Misalnya apabila rasio
tersebut bernilai 2, perusahaan cukup melunasi seluruh utang lancar dengan
hanya mencairkan setengah dari aset lancarnya. Sebaliknya jika rasio lancar
bernilai kurang dari 1, hal itu berarti bahwa ada sebagian utang lancar yang
37
tidak dapat dilunasi sekalipun semua aset lancar perusahaan sudah dicairkan
menjadi kas. Namun, makin tinggi rasio lancar (makin tinggi likuiditas)
makin tinggi pula jumlah kas yang tidak terpakai, yang pada akhirnya akan
menurunkan tingkat profitabilitas. Dengan demikian selalu ada pertukaran
(trade-off) antara likuiditas dan profitabilitas. Rasio ini dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
b. Rasio cepat (qiuck ratio)
Komponen aset lancar terdiri atas kas, surat berharga jangka pendek,
piutang usaha, biaya dibayar dimuka, dan perlengkapan. Selain kas dan surat
berharga jangka pendek, hanya piutang usaha dan persediaan yang masih
mungkin
dicairkan
menjadi
kas.
Karena
dua
komponen
terakhir
sesungguhnya bukan aset lancar yang dapat dicairkan kembali menjadi kas.
Misalnya, alat tulis kantor (salah satu wujud dari perlengkapan) adalah barang
yang dibeli untuk dipakai, bukan untuk dijual kembali.
Persediaan dikurangi dari aset lancar karena persediaan dianggap
komponen aset lancar yang tidak likuid (dibandingkan piutang usaha) karena
persediaan barang dagang umumnya dijual secara kredit (dan menjadi putang
usaha), kemudian menjadi kas setelah tertagih. Dengan kata lain, diperlukan
dua tahap persediaan menjadi kas, yakni tahap piutang usaha dan tahap kas.
Kita layak memakai rasio cepat daripada rasio lancar apabila persediaan
relatif lama terjual (perputaran persediaannya rendah). Rasio ini dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
38
c. Rasio Kas (Cash Ratio)
Mengingat komponen aset lancar, jika piutang usaha dinilai akan sulit tertagih
(kredit macet), komponen aset lancar yang benar-benar siap cair hanyalah kas
dan surat-surat berharga jangka pendek. Jadi, rasio kas mengukur likuiditas
dari aset lancar yang pasti dapat dicairkan menjadi kas. Bilamana persediaan
diperkirakan lama terjual dan piutang lama tertagih, sebaiknya digunakan
rasio kas sebagai pengukur likuiditas, bukan rasio lancar atau rasio cepat.
Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
2.2
Utang dalam Perusahaan
Perusahaan yang sedang berkembang memerlukan modal yang dapat
berasal dari utang maupun ekuitas. Menurut Herry (2012) utang mempunyai dua
keuntungan. Pertama, bunga yang dibayarkan dapat dipotong untuk tujuan pajak,
sehingga menurunkan biaya efektif dari utang. Kedua, pemegang utang
(debtholder)
mendapat pengembalian yang tetap, sehingga pemegang saham
(stockholder) tidak perlu mengambil bagian laba mereka ketika perusahaan dalam
kondisi prima. Namun utang juga mempunyai beberapa kelemahan , pertama,
semakin tinggi rasio utang (debt ratio), semakin tinggi pula risiko perusahaan,
sehingga suku bunganya mungkin akan lebih tinggi. Kedua, apabila sebuah
perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan laba operasi tidak mencukupi
untuk menutup beban bunga, maka pemegang sahamnya harus menutup
39
kekurangan itu, dan perusahaan akan bangkrut jika mereka tidak sanggup. Terlalu
banyak utang dapat menghambat perkembangan perusahaan yang pada gilirannya
dapat
membuat pemegang saham berpikir dua kali untuk tetap menanamkan
modalnya.
Banyak keuntungan yang dapat didapat dari dari penggunaan utang yang
karena dengan utang yang tinggi akan mampu menambah laba perusahaan.
tinggi
Namun,
dilain pihak, banyak contoh penggunaan utang dalam jumlah besar yang
justru mendorong perusahaan menuju ke arah kebangkrutan.
2.2.1 Definisi dan Pengklasifikasian Utang
Semua perusahaan baik kecil maupun perusahaan yang besar mempunyai
utang. Utang adalah kewajiban ekonomis dari suatu perusahaan yang diakui dan
dinilai sesuai prinsip akuntansi, kewajiban disini termasuk juga saldo kredit yang
ditunda
yang
bukan
merupakan
kewajiban
atau
utang
(Sofyan
Safri
Harahap,2009). Standar Akuntansi Keuangan (IAI:2007,11) menyebutkan bahwa
kewajiban adalah suatu tugas atau tanggung jawab untuk bertindak atau untuk
melaksanakan sesuatu dengan cara tertentu.
Menurut Nurwahyudi dan Mardiyah (2004) bahwa “Utang adalah
pengorbanan ekonomi yang harus dilakukan perusahaan di masa yang akan datang
karena tindakan atau transaksi sebelumnya.” Pengorbanan ekonomi dapat
berbentuk uang, aset, jasa-jasa atau dilakukannya pekerjaan tertentu. Utang
mengakibatkan adanya ikatan yang memberikan hak kepada kreditur untuk
mengklaim aset perusahaan. Untuk tujuan pelaporan, utang diklasifikasikan
menjadi dua jenis utama yaitu utang lancar dan utang tidak lancar (Stice, 2004).
40
2.2.2 Utang Lancar
Khasmir (2008) menyebutkan bahwa utang lancar merupakan kewajiban
atau utang perusahaan kepada pihak lain yang harus segera dibayar. Selain itu,
utang lancar biasanya dibayar dengan aset lancar. Jika utang yang telah
diklasifikasikan sebagai utang tidak lancar akan jatuh tempo di tahun depan,
kewajiban tersebut harus dilaporkan sebagai utang lancar. Utang tidak
maka
merupakan kewajiban yang jatuh temponya lebih dari satu tahun (Khasmir,
lancar
2008). Selain itu, utang tidak lancar akan dibayar dengan penyerahan aset tidak
lancar yang telah diakumulasikan untuk tujuan pelunasan kewajiban.
Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek , jika :
a) Diperkirakan atau diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi
perusahaan.
b) Jatuh tempo dalam jangka waktu duabelas bulan dari tanggal neraca.
Perbedaan antara kewajiban lancar dan tidak lancar adalah hal penting karena
berpengaruh terhadap rasio lancar perusahaan, dimana rasio lancar ini
menggambarkan kondisi likuiditas perusahaan yaitu kemampuan perusahaan
dalam membayar utang lancarnya (Stice, 2004).
2.2.3 Jenis-jenis Utang lancar
Menurut Bringham & Houston (2011), dalam percakapan sehari-hari
diluar akuntansi, utang dibayangkan sudah mengandung kepastian mengenai
tanggal pembayarannya, jumlahnya, dan nama krediturnya. Akan tetapi, di dalam
akuntansi tidaklah demikian. Tidak saja ketiga hal tersebut tidak pasti; bahkan
eksistensi utang itu sendiri dapat belum pasti. Contoh utang lancar yang sudah
41
pasti adalah utang usaha, utang pajak, utang dividen, uang muka penjualan,
pungutan untuk fihak ketiga. Sedangkan contoh utang yang masih mengandung
unsur
ketidakpastian adalah utang bersyarat, biaya jaminan atas produk,
penawaran promosi, utang jaminan kemasan.
Bringham dan Houston (2011) juga mengatakan ada juga utang yang
kepastian
/ ketidakpastiannya tergantung kepada cara pengadministrasiannya.
jenis tersebut adalah biaya yang harus dibayar. Kalau pembeli dan penjual
Biaya
dapat menghitung besarnya biaya, maka biaya yang harus dibayar tersebut
termasuk jenis utang yang sifatnya pasti. Sebaliknya, kalau hanya penjual saja
yang dapat menghitung besarnya biaya, misalnya biaya telepon, maka biaya yang
harus dibayar tersebut termasuk jenis utang yang mengandung ketidakpastian.
Sedangkan menurut Khasmir (2008) utang lancar meliputi antara lain :
a. Utang dagang, adalah utang yang timbul karena adanya pembelian barang
dagangan secara kredit.
b. Utang wesel, adalah utang yang disertai dengan janji tertulis (yang diatur
dengan undang-undang untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada
waktu tertentu di masa yang akan datang).
c. Utang pajak, baik pajak untuk perusahaan yang bersangkutan maupun pajak
pendapatan karyawan yang belum disetorkan ke kas negara.
d. Biaya yang masih harus dibayar.
2.2.4 Rasio Utang
Rasio ini mengukur dua hal : (1) Proporsi utang perusahaan yang
digunakan untuk membiayai investasi, dan (2) Menunjukkan kemampuan
42
perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya (khususnya dalam
jangka panjang) (Handono Mardiyanto:2009). Dengan kata lain bahwa rasio
leverage
ini mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi semua utang
jangka pendek dan jangka panjangnya (Brigham & Houston (2005: 150)).
Menurut Bringham & Houston (2011) leverage ini mempunyai manfaat yaitu:
1. Menghimpun dana melalui utang, pemegang saham dapat mengendalikan
perusahaan dengan sejumlah investasi ekuitas terbatas.
2. Kreditur melihat ekuitas/ dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas
pengaman. Jadi makin tinggi proporsi total modal yang diberikan oleh
pemegang saham, makin kecil resiko yang dihadapi kreditor.
3. Jika hasil yang diperoleh dari aset perusahaan lebih tinggi dari tingkat bunga
yang dibayarkan, maka penggunaan utang akan “mengukit leverage” atau
memperbesar pengembalian atas imbal hasil.
Penggunaan leverage didalam perusahaan tidak selamanya mendapat laba
karena jika besar laba perusahaan di bawah beban bunga pinjaman, maka
perusahaan tidak dapat melaksanakan kewajibannya atau kekurangan bunga
pinjaman yang harus dibayar oleh pemilik modal sendiri. Rasio leverage yang
digunakan dalam penelitian adalah Debt Ratio/DR.
Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan total aset dalam
pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal kerja perusahaan
untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Menurut Warsono (2003: 204) leverage
adalah setiap penggunaan aset atau dana yang membawa konsekuensi biaya dan
beban tetap. Leverage bersumber dari penggunaan biaya tetap (fixed cost), baik
43
biaya tetap dari aktivitas operasi maupun biaya tetap dari aktivitas keuangan
(Handono Mardiyanto, 2009). Tujuan perusahaan menggunakan leverage
keuangan
adalah untuk meningkatkan hasil pengembalian (return) bagi para
pemegang saham biasa (pemilik) perusahaan. Leverage keuangan didefinisikan
sebagai penggunaan potensial biaya-biaya keuangan tetap untuk meningkatkan
pengaruh
perubahan dalam laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap laba
per saham (EPS). Secara konseptual, perusahaan mempunyai sejumlah risiko yang
melekat pada operasinya. Ini adalah risiko bisnis, yang didefinisikan sebagai
ketidakpastian pada proyeksi ROE untuk masa yang akan datang. Dengan
menggunakan utang dan saham preferen (leverage keuangan) perusahaan
membebankan seluruh risiko bisnis kepada pemegang saham biasa. Leverage
keuangan akan mempengaruhi laba per saham yang diharapkan perusahaan,
tingkat risiko dari laba tersebut, dan juga harga saham perusahaan. Nilai
perusahaan yang tidak mempunyai utang pertama kali akan naik pada saat
sebagian ekuitas digantikan dengan utang dan nilai tersebut kemudian akan
mencapai puncaknya dan akhirnya nilai itu akan menurun setelah penggunaan
utang berlebihan.
Perubahan dalam penggunaan utang akan mengakibatkan perubahan laba
per saham (EPS = Earning Per Share) yang mengakibatkan perubahan harga
saham. EPS yang diharapkan akan jauh lebih tinggi jika leverage keuangan
digunakan, namun resiko terjadinya sebagai sumber pendanaan. Penggunaan
leverage keuangan mempunyai efek yang baik dan buruk. Leverage yang lebih
tinggi akan memperbesar laba per saham yang diharapkan, tetapi juga
44
memperbesar risiko perusahaan. EBIT tergantung pada leverage operasi. Jika
perusahaan dengan leverage operasi yang tidak optimal dianalisis, maka beban
tetap
dan beban variabel akan berbeda. Perbedaan EBIT untuk berbagai penjualan
akan mengecil. Jika perusahaan menggunakan tingkat leverage operasi yang kecil,
tetapi perbedaan tersebut akan lebih besar apabila leverage operasi tinggi.
Leverage
operasi mempengaruhi laba setelah bunga dan pajak. Leverage
keuangan
memperbesar pengaruh tingkat penjualan terhadap laba per saham.
Menurut Khasmir (2008) rasio leverage mempunyai manfaat sebagai berikut :
1. Dapat menilai kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban pada pihak
lainnya.
2. Menilai kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban yang bersifat tetap.
3. Mengetahui keseimbangan antar nilai aset khususnya aset tetap dengan
modal.
4. Guna mengambil keputusan penggunaan sumber daya kedepan.
5. Untuk dapat mengukur tingkat likuiditas suatu perusahaan dipergunakan
analisis rasio likuiditas.
Berikut adalah rasio yang digunakan untuk mengukur solvabilitas
perusahaan menurut Handono Mardiyanto dalam bukunya Intisari Manajemen
Keuangan (2009):
a. Rasio utang / debt ratio
Angka rasio utang yang tinggi mengandung dua sisi sekaligus, yakni
kemungkinan menguntungkan (jika ekonomi membaik) dan kemungkinan
45
merugikan (jika ekonomi memburuk). Rasio utang dapat didapat dengan
perhitungan sebagai berikut :
b. Rasio pengganda utang (financial leverage multiplayer)
Apabila jumlah aset relatif tetap , sementara utang bertambah , ekuitas
cenderung mengecil. Hal itu akan berakibat pada meningkatnya FLM. Serupa
dengan Debt Ratio, FLM pun perlu ditafsirkan hati-hati manakala menunjukan
hasil rasio yang tinggi.
2.3 Profitabilitas
Profitabilitas adalah merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan
dan keputusan manajemen (Sawir, 2005: 17). Profitabilitas dimaksudkan adalah
kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba (Handono Mardiyanto, 2009).
Rasio profitabilitas akan memberikan jawaban akhir tentang efektivitas
manajemen perusahaan, rasio ini memberikan gambaran tentang efektivitas
pengelolaan perusahaan. Riyanto (2001: 331) mengemukakan bahwa rasio
profitabilitas adalah rasio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah
kebijaksanaan dan keputusan-keputusan.
Ada beberapa pengukuran tentang profitabilitas perusahaan dimana
masing-masing pengukuran dihubungkan dengan pengelolaan modal kerja dan
utang. Secara keseluruhan pengukuran ini memungkinkan seorang penganalisis
untuk mengevaluasi tingkat earning dalam hubungannya dengan pengelolaan
modal kerja dan penggunaan utang pada perusahaan. Kelangsungan hidup
perusahaan dapat dicapai bila perusahaan berada dalam keadaan menguntungkan
46
(profitable). Tanpa adanya keuntungan akan sulit bagi perusahaan untuk menarik
modal dari luar. Adapun rasio profitabilitas yang berhubungan dengan struktur
modal
perusahaan secara teoritis yaitu ROE. Rasio ini digunakan manajer
keuangan dalam meningkatkan profitabilitas perusahaan. Semakin besar
penggunaan utang dalam struktur modal maka semakin meningkat ROE suatu
perusahaan
(Sartono, 2000: 296). Menurut Handono Mardiyanto (2009:61) dalam
mengukur
efektivitas manajemen dalam pengelolaan perusahaan ada beberapa
jenis rasio profitabilitas yang sering dipakai sebagai berikut:
1. Gross Profit Margin
Meningkatnya profit margin mengindikasikan bahwa perusahaan mampu
menghasilkan laba bersih yang lebih tinggi dari aktivitas penjualannya.
Profitabilitas yang meningkat (baik yang duiukur dengan profit margin,
OROA, ROA, atau ROE) memang merupakan berita gembira bagi setiap
perusahaan, Namun, sebagaimana yang telah disinggung pada bagian
likuiditas , selalu ada trade-off antara likuiditas dan profitabilitas. Makin
tinggi tingkat profitabilitas suatu perusahaan, makin rendah tingkat likuiditas
perusahaan, yang dapat berdampak pada kegagalan perusahaan untuk
melunasi kewajiban jangka pendek. Gross profit margin merupakan
persentase dari laba kotor dibandingkan penjualan. Gross profit margin dapat
diukur dengan perhitungan berikut ini :
2. Operating return On Total Asset (OROA)
47
OROA merupakan
laba murni hasil operasi perusahaan yang belum
dipengaruhi keputusan keuangan (utang) dan pajak. Dengan kata lain Earning
Before Tax an Interest (EBIT) hanya dipengaruhi oleh keputusan investasi
suatu perusahaan.
Maka dari itu OROA sejak awal dianggap sebagai
pengukur laba yang bersumber dari aktivitas investasi. OROA dapat dihitung
dengan perhitungan sebagai berikut :
3. Return on Asset (ROA)
Sebagaimana OROA, ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam
mengasilkan laba yang berasal dari aktivitas investasi. Digunakannya laba
bersih sebagai pembilang karena rumus itu mampu menjelaskan hubungannya
dengan rasio penting yang lain seperti Total Assets Turn Over (TATO), Profit
Margin (PM), dan Return On Equity (ROE). ROA dapat dihitung dengan
perhitungan sebagai berikut :
4. Return on Equity (ROE)
Return on Equity (ROE) merupakan perbandingan antara laba bersih dengan
modal sendiri. Ukuran terakhir dari rasio profitabilitas adalah ROE. Rasio ini
mengukur keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan laba bagi para
pemegang saham. Oleh karena itu, ROE dianggap sebagai representasi dari
kekayaan pemegang saham atau nilai perusahaan. ROE dapat diperoleh
dengan perhitungan berikut ini :
48
Dalam penelitian ini penulis menggunakan laba bersih untuk mengukur
pengaruh penggunaan utang sekaligus pengelolaan modal kerja terhadap
profitabilitas, dan menggunakan Current Ratio untuk mengukur tingkat likuiditas
perusahaan
yang merupakan cerminan kebijakan pengelolaan modal perusahaan
untuk
melihat hubungan antara modal kerja perusahaan yang dicerminkan oleh
likuiditas dalam kaitannya dengan profitabilitas.
Download