BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja suatu portofolio

advertisement
1
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kinerja suatu portofolio harus selalu dipantau untuk menjaga kinerja
portofolio agar tetap optimal. Kondisi pasar yang berubah misalnya akan berpotensi
mempengaruhi kinerja portofolio. Jika kinerja portofolio menjadi tidak optimal
karena kondisi pasar berubah, maka portofolio perlu diseimbangkan kembali
(rebalancing).
Evaluasi kinerja portofolio terkait dengan dua isu utama, yaitu: (1)
mengevaluasi apakah return portofolio yang telah dibentuk mampu memberikan
return melebihi (di atas) return portofolio lainnya yang dijadikan patok duga
(benchmark), dan (2) mengevaluasi apakah return yang diperoleh sesuai dengan
tingkat risiko yang ditanggung. (Tandelilin, 2010).
Kinerja portofolio dapat dihitung berdasarkan return portofolionya saja.
Adanya tukaran (trade-off) antara return dan risiko, pengukuran portofolio
berdasarkan return saja mungkin tidak cukup, tetapi harus dipertimbangkan
keduanya yaitu return dan risiko. Pengukuran yang melibatkan kedua faktor ini
disebut dengan return sesuaian risiko (risk-adjusted return) (Jogiyanto, 2007).
Ukuran kinerja portofolio yang bersifat risk-adjusted berarti bahwa
pengukuran kinerja portofolio tidak hanya dilihat dari besarnya return portofolio,
tetapi juga harus memperhatikan besarnya risiko yang harus ditanggung untuk
memperoleh besarnya return tersebut. Setiap investor mempunyai persepsi yang
2
berbeda mengenai risiko sehingga ada kendala dalam mengukur kinerja portofolio
saham. Investor yang tidak menyukai risiko (risk aversion) mempunyai preferensi
yang berbeda mengenai suatu kinerja portofolio dengan seorang investor yang
menyukai risiko (risk taker). Preferensi ini akan diterima berbeda oleh investor
dalam melihat kinerja portofolio saham, akan tetapi patokan yang pasti adalah
apabila portofolio tersebut berada di atas Capital Market Line atau Security Market
Line (Jensen, 1968) yang diistilahkan sebagai beat the market.
Perkembangan selanjutnya muncul indeks pengukuran kinerja portofolio
berdasarkan risk adjusted return yang dikembangkan oleh Sharpe (1965), Treynor
(1966) dan Jensen (1968). Indeks Sharpe menekankan pada risiko total (deviasi
standar), Indeks Treynor menekankan pada risiko sistematis yang diukur dengan
beta, Indeks Jensen menekankan pada perbedaan antara tingkat return aktual yang
diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut
berada pada garis pasar modal (Jogiyanto, 2009).
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa diantara hasil perhitungan indeks
akan memberikan informasi peringkat kinerja portofolio yang berbeda. Korelasi
diantara indeks tersebut akan mencerminkan konsistensi diantara indeks dalam
memberikan informasi peringkat kinerja suatu portofolio. Konsistensi risk-adjusted
performance yang diukur dengan menggunakan indeks Sharpe, indeks Treynor dan
indeks Jensen tercermin dari signifikansi nilai korelasi ketiga alat ukur pada
berbagai kelompok portofolio saham. Indeks yang memiliki nilai korelasi tertinggi
pada berbagai kelompok portofolio saham dapat dikatakan sebagai indeks yang
3
memiliki konsistensi lebih baik dibandingkan dengan indeks yang lainnya
(Wiksuana dan Purnawati, 2008).
Uji konsistensi risk-adjusted performance begitu penting bagi investor
mengingat tiap-tiap alat ukur memiliki tujuan dan relevansinya terhadap pemilihan
investor dalam mengalokasikan dananya serta mengukur tingkat keberhasilan
manajer investasi dalam mengelola dana investor. Hasil uji konsistensi risk-adjusted
performance akan memberikan informasi kepada investor mengenai alat ukur yang
mampu memberikan informasi yang sama atau konsisten kepada investor mengenai
kinerja suatu portofolio, sehingga pengambilan keputusan investasi dapat dilakukan
dengan tepat.
Penelitian mengenai pengujian konsistensi indeks Sharpe, indeks Treynor
dan indeks Jensen sudah pernah dilakukan, baik penelitian dalam maupun luar
negeri. Hasil penelitian yang menemukan bahwa indeks Sharpe, indeks Treynor dan
Indeks Jensen memiliki konsistensi diantara ketiga alat ukur tersebut diantaranya
Yasmin dan Lawrence (1996) melakukan pengujian terhadap konsistensi indeks
Sharpe, indeks Treynor, dan indeks Jensen pada reksa dana di Inggris selama
periode 1975 sampai dengan 1993. Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa
korelasi terhadap ketiga indeks Sharpe, indeks Jensen, dan indeks Treynor
menunjukkan derajat yang tinggi, artinya bahwa terjadi konsistensi terhadap
ketiganya. Konsistensi ketiga alat ukur risk adjusted return tersebut juga ditemukan
dalam penelitian Wahyudi (2003) dalam Wiksuana dan Purnawati (2008)
menghasilkan simpulan bahwa tidak ada perbedaan kinerja berdasarkan variabel
4
risiko dan return yang diukur dengan indeks Treynor, indeks Sharpe, dan indeks
Jensen, baik pada investasi insurancelinked saham maupun reksa dana saham.
Hasil penelitian dari Yasmin dan Lawrence (1996) juga didukung oleh hasil
penelitian dari Kurniawan dan Purnama (2001), Tuncer et al. (2001), Fadlul Fitri
(2002), Yusman Suryawan (2003), Jagric et al. (2006), Ferdian dan Dewi (2006),
Dharani and Natrajam (2008) Thanou (2008) dan Agustin Sulistyorini (2009), Nur
Atiqah Abdullah (2009) serta Kuolis et.al (2011) yang menemukan bahwa ketiga
alat ukur tersebut memberikan hasil yang konsisten.
Ketiga alat ukur kinerja tersebut tidak selalu memberikan hasil yang
konsisten. Penelitian Wilson dan Jones (1981) terhadap 34 reksa dana di Amerika
Serikat menemukan bahwa hubungan antara ketiga alat ukur indeks Sharpe, indeks
Jensen, dan indeks Treynor bisa negatif atau positif tergantung pada return pasar
yang digunakan sebagai variabel bebas (independent Variabel). Hasil penelitian ini
juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Debabsish (2007),
Wiksuana dan Purnawati (2008) yang menemukan hasil bahwa tidak selalu ketiga
alat ukur tersebut memberikan hasil yang konsisten.
Hasil penelitian terdahulu yang berbeda tersebut ditemukan juga persamaan
hasil penelitian oleh Wiksuana dan Purnawati (2008) dan Agustin Sulistyorini
(2009) yang menemukan hasil bahwa indeks Treynor merupakan alat ukur yang
memiliki konsistensi lebih baik diantara ketiga alat ukur untuk pasar modal di
Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dapat disimpulkan bahwa masih
terdapat kesenjangan penelitian (research gap) yang menyatakan bahwa ada
5
tidaknya konsistensi diantara ketiga alat ukur tersebut, untuk itu menarik untuk
dikaji kembali untuk uji konsistensi kembali terhadap alat ukur kinerja portofolio
saham di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian sebelumnya yang hanya menggunakan tiga alat ukur, dalam
penelitian ini akan ditambahkan satu alat ukur yakni M2. Indeks M2 dikembangkan
oleh Franco dan Leah Modigliani (1994). Indeks M2 layak untuk digunakan sebab
penekanan yang digunakan dalam indeks ini yakni adanya penyesuaian return
portofolio dengan tingkat risikonya menjadi sama dengan tingkat risiko pasar,
sehingga perbandingan antara kinerja portofolio dengan kinerja return pasar akan
lebih mudah (Jogiyanto, 2009).
Penelitian ini menggunakan empat model penilaian kinerja portofolio saham
optimal yakni indeks Sharpe indeks Treynor, indeks Jensen’s dan indeks M2 untuk
mengukur kinerja portofolio saham di BEI, untuk itu diangkat judul dalam
penelitian ini yakni “Konsistensi Risk Adjusted Performance Sebagai Pengukur
Kinerja Portofolio Saham Di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat pokok permasalahan dalam
penelitian adalah
1) Apakah risk-adjusted performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks
Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 konsisten sebagai pengukur kinerja
portofolio saham di Bursa Efek Indonesia?
6
2) Apakah risk-adjusted performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks
Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 memiliki perbedaan hasil yang
signifikan dalam mengukur kinerja portofolio saham di Bursa Efek
Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut
1) Untuk mengetahui konsistensi risk-adjusted performance yang meliputi
indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 dalam
mengukur kinerja portofolio saham-saham di BEI.
2) Untuk mengetahui signifikansi perbedaan hasil perhitungan risk-adjusted
performance yang meliputi indeks Sharpe, indeks Treynor, indeks Jensen
dan indeks M2 dalam mengukur kinerja portofolio saham-saham di BEI.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat sebagai berikut:
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan refrensi
penelitian khusunya mengenai kinerja portofolio saham yang optimal dengan
menggunakan model risk-adjusted performance yang meliputi indeks Sharpe,
indeks Treynor, indeks Jensen dan indeks M2 dalam mengukur kinerja portofolio
saham-saham di BEI.
7
2) Manfaat Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumber referensi bagi
calon investor terhadap pertimbangan dalam investasi di pasar modal.
Download