UNIVERSITAS GADJAH MADA PROGRAM STUDI FISIKA FMIPA Bahan Ajar 10: Astrofisika (Minggu ke 15) FISIKA DASAR II Semester 2/3 sks/MFF 1012 Oleh Muhammad Farchani Rosyid Dengan dana BOPTN P3-UGM tahun anggaran 2013 Nopember 2013 BAB 10: ASTROFISIKA 1. Matahari Sebagai Bintang Kecil Bagi anggota sistem tata surya kita, matahari merupakan lentera. Bila saja matahari telah kehabisan sinarnya, maka tata surya kita akan gelap gulita. Sedangkan bagi bumi, matahari lebih dari hanya sekedar lentera. Bagi bumi matahari boleh dikatakan merupakan sumber energi primer. Ini berarti pula bahwa matahari merupakan sumber penghidupan bagi bumi. Rantai pembentukan makanan dan transportasinya akan terputus bila matahari padam, sebab energi matahari yang diperlukan dalam proses fotosintesis tidak tersedia lagi. Tanaman-tanaman tidak dapat menyerap dan mengolah makanan. Hal ini tentu saja merupakan bencana bagi binatang pemakan tumbuhan. Bukan hanya itu, pada gilirannya kepunahan herbivora berarti pula bencana bagi karnivora. Matahari merupakan sebuah bintang, sebagaimana bintang-bintang lain di Galaksi Bimasakti yang jumlahnya mencapai lebih dari seratus milyar. Jadi, matahari merupakan bintang paling dekat dengan kita (bumi). Jarak rata-rata matahari dari bumi adalah 149,6 juta kilometer. Walaupun tampak sebagai zat padat, namun (sebagaimana bintangbintang lain di Galaksi Bimasakti) matahari sesungguhnya hanyalah sebuah bola gas. Oleh karena itu massa jenis rata-rata matahari sangat rendah dibandingkan dengan massa jenis rata-rata bumi. Massa matahari saat ini adalah 1,989 × 1030 kg. Tiga perempat atau 75% dari matahari adalah hidrogen, sedangkan sisanya adalah helium. Meskipun memiliki memiliki diameter 696.000.000 m (sementara jari-jari bumi adalah 6.000.000 m), matahari tergolong bintang kecil. Bagian paling dalam dari matahari dinamakan inti matahari. Inti matahari merupakan tungku tempat terjadinya reaksi termonuklir, memiliki temperatur yang amat sangat tinggi, kurang lebih 15 juta C. Pada temperatur setinggi itu, tentu saja atom-atom hidrogen mengalami ionisasi sehingga yang tinggal hanyalah inti hidrogen atau proton. Jadi, inti matahari berupa lautan proton yang bergolak dengan tekanan yang luar biasa tinggi. Lazimnya, proton-proton itu saling tolak-menolak berhubung proton-proton itu memiliki muatan sejenis. Akan tetapi pada tekanan yang begitu tinggi dan suhu yang begitu panas dimungkinkan dua buah proton bertemu dan terjadi reaksi fusi. Reaksi fusi sesungguhnya sangat jarang terjadi, tetapi dalam inti matahari reaksi itu terjadi begitu sering bahkan terjadi terus-menerus dikarenakan konsentrasi proton yang sangat tinggi. Sebagai hasil fusi antara dua proton adalah sebuah inti atom air berat atau deuteron disertai pembebasan sebuah positron dan sebuah neutrino. Bila deutron tersebut berbenturan dengan inti hidrogen yang lain, maka akan terbentuk inti helium-3 yang memiliki tenaga tinggi disertai dengan pembebasan energi berupa gelombang elektromagnetik (foton). Bila dua inti helium-3 saling berbenturan, maka akan terbentuk inti helium-4 yang stabil disertai pembebasan dua buah proton baru. Tenaga (dalam bentuk foton) yang dibebaskan pada peristiwa terbentuknya helium-3 dipancarkan keluar melalui wilayah radiasi yang memiliki temperatur hingga 5 juta C. Begitulah cara matahari menghasilkan sinarnya. neutrino foton proton proton proton Helium-3 deutron Helium-4 proton positron proton Gambar 10.1 Bagaimana matahari menghasilkan cahayanya Helium-3 . Wilayah radiasi yang bertemperatur setinggi 5 juta C itu pada gilirannya memanasi gas yang ada di bagian dalam wilayah konveksi. Gas bertemperatur tinggi ini kemudian mengalir ke arah luar melalui wilayah konveksi. Sesampainya di permukaan matahari gas ini mengalami pendinginan sehingga kembali tenggelam masuk ke dalam matahari. Gas yang mengalir kembali ke dalam matahari ini sesampainya di bagian dalam wilayah konveksi kembali mendapatkan pemanasan. Jadi, terdapat sirkulasi gas pada wilayah konveksi. Di berbagai tempat di permukaan matahari pancaran sinar mengalami penurunan intensitas sehingga tampak sebagai bintik atau noda hitam pada permukaan matahari. Hal ini dapat terjadi akibat kehadiran medan magnet yang cukup kuat. Wilayah matahari tempat terjadinya penurunan intensitas pancaran ini disebut bintik atau noda matahari. Lapisan di atas wilayah konveksi disebut fotosfera. Bagian ini memiliki temperatur 5.800 C. Fotosfera lazimnya sedemikian terang sehingga lapisan kromosfera yang berada di atasnya hanya akan tampak pada saat terjadi gerhana matahari. Lapisan khromosfera berupa lapisan gas berwarna merah muda kusam. Bagian matahari yang terletak paling luar disebut korona. Bintang-bintang kecil seperti matahari kita, dalam waktu 5 milyar tahun mendatang akan berubah menjadi bola merah raksasa (red giant), yakni ketika persediaan bahan bakarnya mulai menipis (habis). Pada saat itu matahari bertambah besar dan berwarna merah. Selubung luar matahari akan mencapai planet Jupiter (jarak Jupiter ratarata dari matahari adalah 778 juta kilometer). Sementara itu inti matahari menyusut ukurannya dan mengalami pemadatan. Di sana terbentuklah karbon dari Helium. Kemudian, dalam beberapa tahapan, matahari yang sekarat itu akan membuang selubungnya sehingga bahan-bahan matahari di luar intinya akan menyebar menjadi kabut keplanetan. Pada akhirnya yang tinggal hanyalah bintang kerdil putih (white dwarf) sebesar bumi yang memiliki kerapatan amat sangat tinggi. Bintang kerdil putih itu lambat laun akan kehilangan sinarnya dan akhirnya padam. Maka gelap gulitalah seluruh sistem tata surya (kalau masih ada). Bintang kerdil putih yang pertama kali terlihat oleh manusia adalah bintang Sirius B. Bintang tersebut ditemukan oleh Alvan Graham Clark pada tahun 1862. Setelah itu secara beruntun beberapa bintang kerdil ditemukan. Gambar10.2 A. Intensitas tiap komponen radiasi Buatlah sketsa grafik yang memperlihatkan sebaran intensitas terhadap panjang gelombang radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh matahari saat ini! ( = 5,6703 × 10-8 watt/m2.K4 (tetapan Stefan-Boltzmann) dan w = 2,898 10 -3 m.K (tetapan Wien)) Jawab : Karena diketahui bahwa suhu pada permukaan matahari 5800 C, maka dengan mudah berdasarkan pergeseran Wien, mak diberikan oleh 2,898 10 -3 m.K 2,898 10-3 m.K mak = = = 4,772 × 10-7 meter. (5800 273 )K T Jadi, sketsa grafik untuk I diberikan oleh I mak = 4,772 × 10-7 m B. Intensitas cahaya matahari sebagai fungsi sudut lintang Hitunglah intensitas cahaya matahari yang jatuh pada permukaan bumi (saat ini) pada tengah hari sebagai fungsi dari sudut lintang bila (a) matahari tepat di atas katulistiwa! (b) matahari berada tepat pada titik balik utara! Jawab: Karena matahari boleh dianggap benda hitam sempurna, maka berdasarkan hukum Stefan intensitas radiasi keseluruhan yang dipancarkan oleh matahari saat ini adalah W(6073K) = (5,6703 × 10-8 watt/m2.K4)( 6073K)4 = 7,7129 × 107 watt/m2. W(6073K) adalah intensitas di atas permukaan matahari saat ini. Intensitas radiasi matahari secara keseluruhan yang jatuh di permukaan bumi secara tegak lurus dengan jalannya sinar matahari adalah I = W(6073 K) R M2 , 2 R BM dengan RM jari-jari matahari dan RBM jarak bumi ke matahari. Oleh karena itu, I = 1669,4 watt/m2. (a) Pada saat matahari berada di atas katulistiwa, di titik yang terletak pada sudut lintang sinar matahari datang memben-tuk sudut terhadap normal pada bidang singgung bumi (bidang P pada gambar 6.9) di titik itu. Oleh karena itu, di titik-titik yang terletak pada lintang , intensitas radiasi matahari yang diterima adalah I() = I cos = (1669,4 watt/m2)cos . P Sinar matahari Gambar 10.3 Ketika matahari di atas katukistiwa (b) Pada saat matahari berada di titik balik utara, matahari tepat di atas garis 23,5 LU (gambar 610). Bila titik C terletak di garis lintang , maka sudut = − 23,5. Jadi, intensitas radiasi matahari di titik dengan lintang adalah I() = I cos( − 23,5) = (1669,4 watt/m2) cos( − 23,5). Sinar matahari C 23,5 Gambar 10.4 Ketika matahari di atas 23,5 LU, yakni titik balik utara. C. Tenaga radiasi tiap detik (daya) raksasa merah Perkirakanlah besarnya tenaga radiasi yang dipancarkan oleh matahari tiap detiknya (luminosity) pada saat matahari mencapai fase raksasa merah (red giant)! Jawab : Karena matahari pada fase red giant tampak berwarna merah, maka boleh dianggap bahwa panjang gelombang radiasi dengan intensitas maksimum bersesuaian dengan warna merah, kira-kira 700 nanometer = 7 ×10-7 meter. Maka berdasarkan hukum pergeseran Wien, suhu permukaan red giant adalah T= 2,898 10 -3 m.K mak = 2,898 10-3 m.K = 4140 K. 7 10-7 meter Berdasarkan hukum Stefan, intensitas radiasi keseluruhan pada permukaan matahari pada fase red giant adalah W(4140K) = (5,6703 × 10-8 watt/m2.K4)(4140K)4 = 1,6657 × 107 watt/m2. Karena selubung luar matahari pada fase tersebut mencakup Jupiter dan jarak Jupiter rata-rata dari matahari adalah 778 juta kilometer, maka jari-jari bola merah matahari saat itu kira-kira adalah 778 juta kilometer. Luas permukaan bola sebesar itu adalah (4)(778 juta kilometer)2 = 7,6024 × 1024 m2. Oleh karena itu daya yang dipancarkan oleh permukaan bola sebesar itu adalah W(4140K)(luas permukaan bola merah matahari) = (1,6657 × 107 watt/m2)(7,6024 × 1024 m2) = 1,2663 × 1032 watt. D. Intensitas mathari tiga milyar tahun mendatang Diasumsikan suhu permukaan matahari berubah terhadap waktu menurut T(t) = T0 e− t, (10.1) dengan suatu tetapan yang berdimensi [T]−1, T0 suhu permukaan matahari saat ini dan e adalah bilangan Euler yang nilainya 2,7182818285. Hitunglah intensitas radiasi keseluruhan yang dipancarkan oleh permukaan matahari tiga milyar tahun mendatang! Jawab : Didefinisikan W(t) sebagai intensitas radiasi keseluruhan pada permukaan matahari pada saat t (waktu diukur dari sekarang). Maka dari persamaan (10.1) dan hukum Stefan diperoleh W(t) = W(T(t)) = (5,6703 × 10-8 watt/m2.K4)T(t)4 = (5,6703 × 10-8 watt/m2.K4) T04 e−4t, = W(6073K) e−4t = (7,7129 × 107 watt/m2) e−4t Matahari diperkirakan mencapai fase red giant 5 milyar tahun lagi. Jadi, dari jawaban soal nomor (3), diperoleh W(5 milyar tahun) = 1,6657 × 107 watt/m2. Oleh karena itu W(5 milyar tahun) = (7,7129 × 107 watt/m2)e−(4)(5 milyar tahun). atau 1,6657 10 7 watt/m 2 W (5 milyar tah un ) = = e−(4)(5 milyar tahun). 7 2 7 2 (7,7129 10 watt/m ) 7,7129 10 watt/m atau 0,22 = e−(4)(5 milyar tahun). Bila kedua ruas persamaan ini diambil logaritmanya, diperoleh log(0,22) = − (4)(5 milyar tahun)log(e). Jadi, = log( 0,22) = 7,6 × 10-11 tahun−1. 4 log( e)(5 milyar tah un ) Intensitas radiasi keseluruhan yang dipancarkan oleh matahari tiga milyar tahun mendatang adalah W(3 milyar tahun) = (7,7129 × 107 watt/m2) e−(4)(3 milyar tahun). Mengingat (4)(3 milyar tahun) = (4)( 7,6 × 10−11 tahun−1)(3 × 109 tahun) = 0,912, maka W(3 milyar tahun) = (7,7129 × 107 watt/m2)(0,4) = 3,0852 × 107 watt/m2. E. Medan gravitasi di dalam raksasa merah Andaikan massa matahari pada saat mencapai fase raksasa merah besarnya 0,8 kali massa matahari saat ini dan bintang kerdil putih yang akan terbentuk massanya setengah kali massa matahari saat ini. Bila diasummsikan bahwa kerapatan raksasa merah matahari di luar intinya seragam, maka hitunglah besarnya medan gravitasi di titik-titik yang terletak pada bekas orbit bumi saat ini (anggap orbit bumi saat ini berupa lingkaran dan G = 6,6726 × 10-11 N.m2/kg2)! Jawab : Yang pertama yang harus dihitung adalah rapat massa raksasa merah matahari di luar intinya. Sebut saja rapat massa ini sebagai . Karena rapat massa bagian ini dianggap seragam, maka tentu saja = massa raksasa merah matahari - massa inti raksasa merah matahari . volume raksasa merah matahari - volume inti raksasa merah matahari Karena bintang kerdil putih dikatakan sebesar bumi, maka ukuran inti raksasa merah matahari pun boleh diasumsikan seperti itu pula. Jadi, volume bagian raksasa merah di luar intinya adalah (4/3)(778 juta kilometer)3 − (4/3)(6 juta kilometer)3 = 1,97 × 1036 m3. Jadi, = (0,8 0,5)(1,989 10 30 kg ) 5,967 10 29 kg = = 3,03 × 10−7 kg/m3. 36 3 36 3 1,97 10 m 1,97 10 m Gambar 10.5 Andaikan lingkaran putus-putus pada gambar 10.5 berikut memperlihatkan bekas orbit bumi, maka bagian dari raksasa merah matahari yang akan memberi kotribusi pada besarnya medan gravitasi di titik-titik yang terletak di bekas orbit bumi hanyalah bagian yang berupa bola B yang berpusat di pusat matahari dengan jari-jari sama dengan jari-jari orbit bumi. Dan karena bagian ini berupa bola, maka bagian ini dapat diganti dengan partikel titik yang massanya sama dengan massa bola B dan terletak di pusatnya. Massa bagian ini adalah massa inti + massa bagian bola B selain inti. Jadi, massa bola B adalah Mbola B = (0,5)(1,989 ×1030 kg) + (4/3)[(149,6 ×109m)3 − (0,006 ×109m)3] (3,03 ×10−7 kg/m3) = 9,945 × 1029 kg + 0,04 × 1029kg = 9,985 × 1029 kg Besarnya medan gravitas (g) di titik-titik bekas orbit bumi adalah bola B g= GM bola B (6,6726 10 -11 N.m 2 /kg 2 )(9,985 10 29 kg) = = 0,002977 N/kg. 2 (149,6 10 9 m) 2 RMB F. Meramal waktu terjadinya raksasa merah sebuah bintang kerdil putih. Sebuah bintang kerdil putih terlihat pada tahun 1950. Dari pengukuran yang dilakukan saat itu, diketahui bahwa bintang itu memiliki jari-jari 15.000 km dan suhu permukaan 6800 K. Bila intensitas cahaya bintang tersebut yang teramati di bumi saat itu besarnya 1,1 × 10−22 watt/m2, perkirakanlah sebelum tahun berapa terjadinya fase raksasa merah (red giant) bintang itu? Jawab : Karena suhu permukaan bintang itu 6800 K, maka intensitas radiasi keseluruhan yang dipancarkan oleh bintang kerdil putih itu adalah W(6800K) = (5,6703 × 10-8 watt/m2.K4)(6800K)4 = 1,2124 × 108 watt/m2. Ini adalah intensitas di permukaan bintang tersebut. Bila I intensitas radiasi bintang itu di permukaan bumi, maka I memenuhi I = W(6073 K) RW2 D , RW2 DB dengan RWD jari-jari bintang kerdil putih itu dan RWDB jarak bintang itu dari bumi. Jadi, jarak bintang itu dari bumi adalah RWDB = RWD W (6073 K ) = (1,5 × 104 m) (1,0498 × 1015) = 1,5747 × 1019 meter. I Untuk menempuh jarak sejauh itu cahaya membutuhkan waktu 5000 tahun. Oleh karena itu fase red giant bintang itu terjadi sebelum tahun 3050 ( = 5000-1950) sebelum Masehi. 2. Bintang Hidrogen Bintang hidrogen adalah kelompok bintang yang materinya sebagian besar didominasi oleh hidrogen, sehingga sangat beralasan apabila energi yang dikeluarkannya sebagian besar bersumber dari reaksi atom-atom hidrogen. Suhu permukaan bintang seperti ini berkisar antara 7500 oC s/d 10.000 oC dan berwarna putih. Sirius adalah salah satu contohnya. Seluruh materi dalam bintang hidrogen berupa zat mampat yang terdiri atas atom-atom hidrogen, berkelakuan sebagai gas ideal secara lokal, tetapi secara keseluruhan bintang tersebut tidak perlu dianggap sebagai gas ideal. A. Volume Bintang Untuk mengetahui volume langsung bintang merupakan hal yang mustahil. Tetapi berdasar data-data spektrum emisinya serta mendasarkan pada teori evolusi bintang, diduga bintang ini memiliki ukuran yang kira-kira sama dengan matahari kita. Matahari sendiri, jika dilihat dari bumi, ujung-ujung diametral piringan bola matahari mempunyai sudut bukaan 0,25 derajat sedangkan jarak bumi ke matahari sejauh 150 juta km. d R Bumi Gambar 10.6 Matahari Dengan sudut bukaan sebesar = 0,25 o dan jarak matahari ke bumi sebesar d 1,5 x 10 11 m , kita dapatkan jari-jari matahari sebesar R d tg 1,5 x 10 11 tg (0,25) jadi R = 6,5 x 10 8 m. Dengan jari-jari sebesar ini, kita dapatkan volume matahari kita sebesar V 4 3 R 3 1,17 x 10 28 m3. Karena ukuran bintang yang ditinjau dan matahari kita sama besarnya, maka bintang hidrogen mempunyai volume sebesar V 1,17 x 10 28 m3. B. Massa Bintang Massa bintang dapat planet diketahui dari pengamatan berikut ini. Sebuah planet dengan massa v1 r1 yang dapat diabaikan terhadap Bintang massa bintang mengorbit bintang tersebut dengan lintasan berbentuk elips dan teramati memiliki r2 kelajuan v1= 2 x 104 m/s ketika berjarak r1 = 500 juta km dari titik pusat bintang Sedangkan saat Gambar 10.7 v2 berada pada jarak r2 = 50 juta km mempunyai kelajuannya v2= 5 x 104 m/s. Masalah ini dapat dipecahkan dengan menggunakan hukum kekekalan energi mekanik planet dibawah pengaruh energi potensial bintang. Planet terikat oleh energi potensial gravitasi yang ditimbulkan oleh bintang sebesar U G Mm r dengan M menyatakan massa bintang, m menyatakan massa planet dan r jarak planet ke bintang. G sendiri adalah tetapan gravitasi universal 6,67 x 10-11Nm2kg2. Saat planet mengelilingi bintang dengan kelajuan v, planet juga mempunyai energi kinetik sebesar K 12 m v 2 Dengan demikian, energi mekanik E = K + U planet yang selalu tetap dimana-mana akan memenuhi persamaan E G Mm 1 2 m v 2 = tetap r apabila dimasukkan data di titik r1 dan r2 didapatkan E G Mm 1 Mm 1 2 2 2 m v1 G 2 m v2 r1 r2 sehinggga didapatkan M 1 1 1 (v22 v12 ) / ( ) 2G r2 r2 dengan memasukkan semua nilai yang diketahui, didapatkan bahwa massa bintang sebesar M 2,17 x 10 30 kg C. Temperatur dan Tekanan di Pusat Bintang Suhu di permukaan bintang sekitar 7674 K sedangkan rapat massa bintang tidaklah seragam di semua bagiannya. Diandaikan bahwa rapat massa itu berubah sebagai fungsi jarak dari titik pusat bintang menurut persamaan (r ) 0e r / r 0 untuk r R dengan R adalah jejari bintang, r0 = 0,15 X 109 m, 0 adalah suatu tetapan, dan r adalah jarak radial dihitung dari titik pusat bintang. Untuk daerah di luar bintang (r > R) rapat massanya dapat diabaikan atau dianggap nol. Demikian pula dengan tekanan p di dalam bintang sejauh r dari pusat bintang memenuhi persamaan p(r) = p0e-r/r0 untuk r R dengan tekanan untuk daerah r > R diabaikan (dianggap nol). (a) Rapat massa bintang di titik pusatnya dan didekat permukaannya. Dari persamaan (r ) 0e r / r 0 dapat diketahui bahwa dipusat bintang (yakni saat r = 0) rapat massanya adalah (r 0) 0 e (0) / r 0 0 . Jadi konstanta 0 sendiri menyatakan rapat massa bintang di bagian pusat. Untuk mengetahui nilainya, kita perlu membandingkan dengan massa total bintang. Telah diketahui sebelumnya, bahwa massa bintang adalah M 2,17 x 10 30 kg. Padahal jika dinyatakan menggunakan rapat massa bintang, massa total bintang dinyatakan r R M (r ) 4 r r R 2 dr 4 r 0 0 e r / r0 r 2 dr r 0 Yaitu, M 8 0 [1 R R / r0 R2 3 e e R / r0 2 e R / r0 ] r0 r0 r0 Dengan memasukkan semua nilai R, M dan r0 didapatkan bahwa rapat massa dipusat bintang adalah 0 37400 kg/m3. Sedangkan rapat massa dipermukaan bintang, adalah rapat massa saat r = R, yakni (r R) ( R) 0 e R / r 0 dengan memasukkan nilai-nilai yang sudah diketahui, maka rapat massa dipermukaan bintang tersebut sebesar ( R) 37400 kg/m3 (b) Tekanan gas H di dekat permukaan bintang dan di titik pusat bintang. Telah diceritakan didepan, bahwa secara lokal bintang hidrogen dapat dianggap sebagai gas ideal. Oleh karena itu tentu saja memenuhi persamaan gas ideal pV N k T N adalah cacah atom hidrogen dalam bintang dan k adalah konstanta Boltzman senilai 1,38 x 10-23 J/K. Diketahui massa atom hidrogen adalah mH = 1,67 x 10-27 kg. Massa bintang tentu saja merupakan kelipatan N kali dari mH, yaitu M = N mH Padahal rapat massa bintang dapat dinyatakan sebagai M / V sehingga 1 V M N mH Ini berarti persamaan gas ideal pada gas hidrogen dapat dinyatakan sebagai p kT mH karena (r ) 0 e r / r0 , maka tekanan pada bintang dapat dinyatakan sebagai p(r ) [ kT 0 ] e r / r0 p0 e r / r0 mH dengan memasukkan nilai k, suhu permukaan bintang T, massa hidrogen mH, maka didapatkan tekanan di pusat bintang (saat r = r0) adalah p (r 0) p0 kT 0 1,8 x 10 14 N/m2. mH Sedangkan tekanan di permukaan bintang (saat r = R) adalah p (r R) p( R) p0 e R / r 0 2,3 x 10 13 N/m2. (c) Temperatur di titik pusat bintang. Meskipun suhu dipermukaan bintang sebesar T, tetapi suhu dipusat bintang tidaklah sama. Telah dikatakan dimuka bahwa secara lokal setiap bagian bintang hidrogen dapat dipandang sebagai gas ideal, oleh karena itu pada setiap tempat sejarak r dari pusat bintang akan memenuhi persamaan gas ideal p(r ) (r ) k T (r ) mH Jadi suhu gas hidrogen merupakan fungsi jarak r. T (r ) mH p(r ) k (r ) Sehingga di pusat bintang (yaitu saat r = 0), suhunya adalah T (r 0) mH p0 582400 K. k 0 Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. Hewitt, P.G., 2002, Conceptual Physics, ninth edition, Addison Wesley, New York. Krane, K.S., 1983, Modern Physics, John Wiley & Sons, New York. Lang, K.R., 1995, Sun, Earth, and Sky, Springer-Verlag, Berlin Ronan, C.A., 1994, Faszinierende Wissenschaft, Verlag Das Beste GmbH, Stuttgart. Rose-Innes, A dan Rhoderick, E. H., 1978, Introduction to Superconductivity, Pergamon Press, New York. 6. Serway, R. A. dan Beichner, R.J., 2000, Phyisics for Scientists and Engineers with Modern Physics, Saunders College Publishing, New York.