BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki aneka ragam budaya. Budaya pada dasarnya tidak bisa ditinggalkan, karena merupakan kepercayaan atau citra suatu kelompok dan individu yang ada dari zaman dahulu sampai sekarang. Tak heran kini terdapat sekumpulan kelompok yang memiliki kebudayaan yang sama maupun kebudayaan yang berbeda. Di samping itu masyarakat diharuskan memiliki pemahaman dan menerima informasi untuk mengenal budaya yang lainnya. Kepercayaan dari nenek moyang akan terbawa terus menerus. Sehingga hal yang penting dari dulu akan dianggap keberadaannya sampai zaman sekarang. “Kita mempelajari pandangan dan pola budaya dalam proses komunikasi. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain kita mengerti tentang kepercayaan, nilai, norma, dan bahasa budaya kita” (Wood J, 2009:169). Dalam perspektif budaya keberadaan komunikasi sangat penting memahami dan mentransformasi aspek-aspek budaya antar generasi, khususnya komunikasi antarbudaya. Budaya berperan dalam pembentukan kepercayaan. Kepercayaan dipandang sebagai subjektif yang diyakini individu bahwa suatu objek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Cerita tentang 1 masa lalu dari suatu budaya merupakan bagian dari ritual prosesi budaya. Dilihat dari dua sisi mata uang yaitu pelestarian budaya dan ekonomi. Umumnya suatu kegiatan yang dilakukan selama ratusan tahun, dimaknai sebagai sebuah tradisi atau ritual budaya sekelompok masyarakat. Dengan budaya tertentu yang penting harus dipertahankan kelestariannya. Masyarakat dan kebudayaan merupakan suatu sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena tidak ada kebudayaan yang tidak bertumbuh kembang dari suatu masyarakat. Sebaliknya, tidak ada masyarakat yang tidak memiliki kebudayaan karena tanpa kebudayaan tidak mungkin masyarakat dapat bertahan hidup. Seperti masyarakat Tana Toraja yang berada di Sulawesi Selatan yang hingga kini masih mempertahankan warisan leluhurnya. Masyarakat Tana Toraja merupakan salah satu suku minoritas di Indonesia yang dalam kehidupan sosialnya masih mempertahankan adat kebudayaan nenek moyang hingga saat ini. Segala kehidupan orang Toraja selalu berhubungan dengan aluk, dimana aluk ini dilaksanakan di dalam seluruh aspek kehidupan orang Toraja, ada Aluk meliputi Aluk Mellolo Tau (ketentuan-ketentuan adat yang mengatur hubungan antar manusia), Aluk Pare (ketentuan-ketentuan adat yang berkaitan dengan padi), Aluk Tananan Pasa’ (ketentuan-ketentuan adat yang mengatur pasar), Aluk Rampanan Kapa’ (aluk yang berkaitan dengan perkawinan), Aluk Mellolo Tau (aluk yang berhubungan dengan kelahiran manusia sampai dewasa), Aluk Bangunan Banua (ketentuan adat yang tentang pembangunan rumah), Aluk 2 Rambu Tuka’ (ketentuan-ketentuan adat yang mengatur upacara syukuran), Aluk Rambu Solo’(ketentuan-ketentua adat yang mengatur upacara kematian), dan Aluk Bua’ (aluk yang berkaitan dengan pesta sukacita). Aluk dan adat mulanya sama. Aluk adalah keyakinan mengenai keberadaan, yang mencoba memahami dunia ini secara mitos-transendental dan meletakkan dasar otologis keadaan kenyataan ini, sedangkan adat dan kebudayaan merupakan manifestasi konkret aluk transendental. Penelitian ini terfokus pada upacara kematian atau Aluk Rambu Solo’ dan pemakaman bagi masyarakat Tana Toraja umumnya dilandasi oleh aturan dan kepercayaan. Bahkan boleh dikatakan bahwa hal tersebut dikategorikan sebagai keyakinan yang mereka anut secara turun-temurun. Biasanya, untuk keluarga bangsawan jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 12 sampai 24 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Kegiatan upacara kematian berlangsung selama seminggu atau lebih. Ada pun tujuan kegiatan tersebut adalah sebagai bentuk penghormatan terakhir terhadap salah satu sanak keluarga yang telah meninggal. Sistem upacara kematian orang Tana Toraja pun sifatnya spesifik dan sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan sosial yang ada dalam masyarakat. Bahkan simbol – simbol yang digunakan dalam upacara kematian tersebut mempunyai fungsi dan peranan tersendiri bagi setiap individu di masyarakat Tana Toraja. 3 Masyarakat Tana Toraja sejak dahulu dikenal sebagai masyarakat religius dan memiliki integritas yang tinggi dalam menjunjung tinggi budayanya. Dalam bukunya Adat Istiadat dan Kepercayaan Sulawesi Selatan, menurut Sumihardja (1977:29), suku bangsa Tana Toraja terkenal sebagai suku bangsa yang masih teguh memegang adat. Orang-orang di Tana Toraja dalam setiap pekerjaan yang dilaksanakan harus menurut adat. Apabila upacara diadakan semakin meriah dengan mengorbankan banyak harta, justru semakin baik. Hal ini biasanya dilakukan oleh orang-orang bangsawan. Dalam wilayah Tana Toraja, ternyata penghuninya tak hanya dihuni oleh masyarakat Tana Toraja saja, tetapi juga terdapat masyarakat Tionghoa. Baba’ atau to baba’ adalah panggilan yang akrab digunakan di lingkungan orang Tana Toraja kepada kaum keturunan Tionghoa. Awal mula kedatangan etnis Tionghoa didorong oleh dua faktor. Pertama adalah etnis Tionghoa dikenal sebagai bangsa yang suka berniaga atau berdagang. Kedua, adanya desakan sistem politik dari dalam negerinya yang sedang berkecamuk, terutama pada abad ke 17 saat terjadinya pergeseran kekuasaan di Tiongkok (Bahrum, 2003:36-37). Seiring berjalannya waktu, masyarakat Tionghoa mampu menguasai pusat penjualan segala jenis barang-barang, seperti: barang elektronik, pusat perkakas rumah tangga, dan barang hiasan di Tana Toraja. Namun ada yang hal yang unik di Tana Toraja, ternyata etnis Tionghoa juga ikut terlibat dalam tradisi upacara kematian yang sudah menjadi identitas 4 masyarakat Tana Toraja. Biaya yang dikeluarkan untuk upacara kematian tidaklah sedikit. . Dalam penelitian ini upacara kematian Tana Toraja sebagai media personalities dan menjadi santapan berita bagi kepentingan media sebagai komoditas media. Upacara kematian yang dilakukan besar-besaran, secara logika hal tersebut merupakan pemborosan jika dilihat dari segi perekonomian. Realitas apa pun yang ditunjukan media kepada khalayak akan dimaknai berbeda. Dalam isi media tersebut khalayak memberi makna dengan melihat dan menginterpretasikan teks yang disajikan oleh media melalui cara yang aktif. Pemahaman khalayak yang terjadi dilihat dari perbedaan latar belakang pendidikan, riwayat hidup, jenis kelamin, status pekerjaan, dan pengalaman. Perbedaan itulah yang mempengaruhi pemikiran setiap individu berbeda dalam memaknai topik yang sama. Analisis data dalam penelitian ini dengan menggunakan Teori interaksionisme Simbolik memiliki cara pandang khusus dalam hal ini adalah khalayak etnis Tionghoa Tana Toraja terhadap upacara kematian Tana Toraja. .Adanya perbedaan latar belakang pendidikan, riwayat hidup, jenis kelamin, status pekerjaan, dan pengalaman menyebabkan pemaknaan yang berbeda. 5 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang maka penulis mencoba merumuskan masalah sebagai acuan pengumpulan data dalam penelitian. Bagaimana pemaknaan upacara kematian Tana Toraja oleh etnis Tionghoa Toraja perantauan yang ada di Jakarta? 1.3 Identifikasi Masalah Berdasarkan uraian tersebut, penulis mendekatkan diri pada masyarakat Tionghoa Toraja di Jakarta tentang mengungkapkan makna tentang upacara kematian Tana Toraja. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah memahami pemaknaan upacara kematian Tana Toraja (Rambu Solo’) oleh etnis Tionghoa perantauan yang ada di Jakarta. 1.5 Signifikasi Penelitian 1.5.1 Signifikasi Akademik Penelitian ini diharapakan dapat mengembangkan kajian studi ilmu komunikasi yaitu pemaknaan masyarakat Tionghoa Tana Toraja terhadap upacara kematian masyarakat Tana Toraja. Hasil penelitian mengenai pemaknaan masyarakat Tionghoa Tana Toraja yang diperoleh dan diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu 6 referensi tinjauan dan kontribusi yang positif dalam perkembangan ilmu komunikasi. 1.5.2 Signifikansi Praktis Dalam penelitian ini diharapkan akan muncul jawaban yang variatif. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis interaksionis simbolik George Herbert Mead dengan melihat interaksi masyakarat Tionghoa Tana Toraja memaknai upacara kematian (Rambu Solo’). 1.6 Sistematika Penulisan Penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab: BAB I : PENDAHULUAN membahas latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : KERANGKA TEORI menguraikan tentang teori dan konsep yang menjadi kerangka pemikiran dari penelitian ini. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN menjelaskan lebih dalam tentang metode dan objek penelitian, dengan fenomena yang terjadi untuk mengetahui pemahaman dalam interaksionis simbolik George Herbert Mead. 7 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN menganalisis pandangan turunan Tionghoa Tana Toraja terhadap upacara kematian masyarakat Tana Toraja dalam interaksionis simbolik. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN merupakan simpulan dari permasalahan yang dianalisis, dan saran bagi penelitian dengan tema yang sama di masa depan. 8