1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal ini yang sedang marak
digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan tidak
terlepas dan berkaitan erat dengan proses belajar mengajar yang dilakukan di
kelas. Hal ini disebabkan melalui proses belajar mengajar akan diperoleh hasil
belajar dari siswa sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 bab I Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Upaya untuk mencapai fungsi pendidikan nasional, salah satunya dengan
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah khususnya pada mata pelajaran
matematika. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi
kebutuhan siswa dalam melatih penalarannya. Melalui pembelajaran matematika
diharapkan dapat menambah kemampuan, mengembangkan keterampilan, dan
aplikasinya. Selain itu, matematika merupakan ilmu penunjang bagi ilmu
pengetahuan yang lain. Dengan melihat peran matematika tersebut, tentunya
penguasan terhadap matematika dirasa sangat penting. Namun pada kenyataanya
prestasi belajar peserta didik masih kurang pada mata pelajaran matematika. Data
laporan pengolahan ujian nasional tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan
bahwa Ujian Nasional (UN) mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Kabupaten Lombok Timur menduduki urutan ke 5 dari 11
kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Rata-rata nilai matematika
commit
to user
untuk Kabupaten Lombok Timur
sebesar
5.56 sedangkan di Provinsi Nusa
1
2
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tenggara Barat sebesar 6.60. Berdasarkan data tersebut, rata-rata nilai mata
pelajaran matematika mempunyai rentang yang cukup jauh antara tingkat
Kabupaten Lombok Timur dengan tingkat Provinsi. Ini mengindikasikan adanya
kesulitan untuk mengusai matematika terutama bagi peserta didik di Kabupaten
Lombok Timur. Salah satu kesulitannya yaitu pada penguasan materi bangun
ruang. Jika dibandingkan dengan pokok bahasan yang lain seperti materi
perbandingan, materi bangun ruang memiliki persentase daya serap yang lebih
rendah. Selain itu, persentase daya serap pada materi bangun ruang pada tingkat
Kabupaten Lombok Timur masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel 1.1 Persentase Daya Serap Materi Matematika Ujian Nasional SMP
Kabupaten Lombok Timur Tahun Pelajaran 2012/2013
Kemampuan yang diuji
Kota/kab
Prop
Nas
Menentukan unsur-unsur bangun ruang
58,48%
58,71% 59,92%
Menyelesaikan masalah yang berkaitan 50,08%
56,36% 48,77%
dengan jaring-jaring bangun ruang.
Menyelesaikan masalah yang berkaitan 36,50%
57,58% 60,14%
dengan volume bangun ruang
Menyelesaikan masalah yang berkaitan 36,97%
49,02% 38,92%
dengan luas permukaan bangun ruang.
(sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2013)
Dari Table 1.1, dapat dilihat persentase daya serap materi bangun ruang
Kabupaten Lombok Timur lebih rendah dibandingkan dengan daya serap tingkat
Provinsi Nusa Tenggara Barat maupun tingkat nasional. Hal ini mengindikasikan
bahwa masih terdapat kesulitan dalam penguasaan materi bangun ruang di
Kabupaten Lombok Timur.
Matematika masih dianggap sulit dan tidak bermakna. Terlebih saat ini
sebagian besar proses pembelajaran matematika di kelas masih berfokus kepada
guru sebagai sumber satu-satunya sumber pengetahuan dengan model
pembelajaran konvensional sebagai pilihan utama. Hal ini membuat peserta didik
menjadi pasif karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru sehingga
kemampuan matematikanya menjadi rendah. Model pembelajaran seperti ini
mengakibatkan siswa kurang diberdayakan kemampuanya sehingga partisipasi
siswa kurang dalam mengikuti pelajaran.
commit toMaka
user dari itu perlu adanya pemecahan
2
3
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
masalah dalam menentukan model pembelajaran yang dapat membantu siswa
untuk dapat lebih memahami materi yang disampaikan.
Pada jenjang sekolah menengah kelas VIII, peserta didik diajarkan
mengenai bangun ruang, yaitu kubus, balok prisma, dan limas. Objek kajian
bangun ruang sebenarnya sudah dikenalkan kepada peserta didik sejak sekolah
dasar. Bahkan sering dijumpai dalam kegiatan sehari-hari misalnya, kotak
makanan yang berbentuk kubus dan balok, atap rumah yang berbentuk prisma,
limas, dan sebagainya. Namun pada kenyataannya daya serap untuk materi
bangun ruang masih rendah. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan
sebagai solusi untuk permasalahan tersebut adalah model pembelajaran
kooperatif. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan
bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang positif terhadap
prestasi belajar matematika (Pandya, 2011; Artut, 2010; Tarim, 2009). Menurut
Slavin (2008: 4), model pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam
metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk
saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Acikgoz
(dalam Ozsoy & Yildiz, 2004) menyatakan “Cooperative learning is a process in
which students learn by working in small groups and helping each other's
learning for a common aim”. Pembelajaran kooperatif adalah proses dimana siswa
belajar dengan bekerja dalam kelompok kecil dan membantu belajar satu sama
lain untuk tujuan bersama. Sejalan dengan hasil penelitian Araban &Hasan (2012)
bahwa “Teachers must more pay attention to practical approaches such as
cooperative learning and apply these methods in classrooms to improve cognitive
and affective outputs of students”. Menunjukkan bahwa dalam pembelajaran
kooperatif dapat meningkatkanhasil belajar kognitif maupun afektif siswa. Hal
tersebut disebabkan kerjasama dalam kelompok mampu membuat siswa menjadi
lebih percaya diri sehingga prestasi belajar mereka menjadi lebih baik.
Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan pendekatan struktural
commit
user
dari model pembelajaran kooperatif.
Ciri to
khas
dari model pembelajaran ini adalah
3
4
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
guru hanya menunjuk seseoarang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa
memeberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Selain itu
model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa
untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka
(Lie, 2008:59). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Apriandi (2012) yang
menyimpulkan prestasi belajar matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe
NHT lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Selain itu juga,
penelitian yang dilakuakan oleh Haydon et al. (2010) menyimpulkan bahwa tiga
siswa dengan berbagai cacat yang diajar dengan model NHT memiliki interval
persentase yang lebih tinggi pada ON-task behavior dan nilai kuis harian yang
lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyono (2013) menyimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik
sama baiknya denagan prestasi belajar matematika siswa yang mendapat
pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT dan keduanya lebih baik
daripada model pembelajaran konvensional.
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) adalah model
pembelajaran kooperatif yang mana siswa dibagikan dalam beberapa kelompok
dan bekerja sama dalam kelompok tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas
Kemudian setelah tugas selesai, dua siswa tetap tinggal di kelompok tersebut
untuk menjelaskan pada siswa tamu yang datang, sementara dua siswa yang lain
pergi ke kelompok lain yang berbeda untuk mencari informasi dari kelompok lain.
Hammidy (2010:12) menyatakan bahwa pembelajaran dengan TSTS memberikan
pengalaman peserta didik dalam mengumpulkan informasi dan melaporkan
kembali kerekan satu tim mereka, dasarnya adalah model diskusi kelompok.
Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab sendiri, dan sangat cocok
diterapakan pada setiap kelas. Selain itu, Suparlan (2013) menyimpulakan bahwa
model pembelajaran TSTS lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran
NHT dan model pembelajaran konvensional. Penelitian
yang dilakukan oleh
Apriandi (2012) menghasilkan temuan bahwa TSTS memberikan prestasi belajar
commit to user
matematika yang sama dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT,
4
5
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
disisi lain prestasi belajar matematika siswa dengan
model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dan kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding dengan
pembelajaran konvensional.
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan
pemikiran Hans Reudenthal yang berpendapat bahwa matamatika merupakan
aktivitas manusia (human activites) dan harus dikaitkan dengan realitas.
Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam
proses pembelajarn siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali
(to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali
(reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Hadi, 2005:9). Perpaduan materi
pelajaran dengan dunia nyata akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang
mendalam dan membuat siswa kaya akan pemahaman masalah sehari-hari dan
cara menyelesaikannya.
Kemandirian belajar merupakan suatu sikap mental yang ada pada diri
peserta didik untuk melakukan sesuatu tanpa bergantung kepada orang lain. Hal
ini sesuai dengan pendapat Zimmerman (2002) “self-regulated student proactively
seek out informations when needed and take the necessary step to master it. When
they ecounter obstacles such as poor study conditions they find a way to
succeed”. Kemandirian belajar merupakan kompetensi interdisipliner penting
yang mengarah untuk meningkatkan pengetahuan dan membantu individu
mengatasi tantangan belajar seumur hidup dalam masyarakat. (Kramarski et al,
2013; Klug et al, 2011). Kemandirian belajar memiliki korelasi positif dengan
prestasi belajar (Tahar dan Eceng, 2006; Kosnin, 2007). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Purwanto (2012) disimpulkan bahwa peserta didik dengan
kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada
kemandirian belajar rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2010)
peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang
sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah.
Berdasarkan beberapa hal di atas, akan diteliti apakah dengan model
commit(NHT)
to userdengan PMR dapat menghasilkan
pembelajaran Numbered Head together
5
6
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran Two Stay
Two Stray (TSTS) maupun pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori
kemandirian belajar peserta didik pada materi bangun ruang kelas VIII SMP
Negeri di Kabupaten Lombok timur tahun pelajaran 2013/2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas permasalahan
yang akan diteliti dirumuskan sebagi berikut:
1. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, TSTS dengan
PMR atau model pembelajaran konvensional?
2. Manakah yang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik antara
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah?
3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang memiliki prestasi
belajar matematika yang lebih baik, peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar tinggi, sedang atau rendah?
4. Pada
masing-masing
kategori
kemandirian
belajar,
manakah
yang
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR atau model pembelajaran konvensional?
C. Tujuan penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih
baik antara model NHT dengan PMR, model pembelajaran TSTS dengan PMR
atau model pembelajaran konvensional.
2. Kategori kemandirian belajar yang memiliki prestasi belajar matematika yang
lebih baik antara peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi,
sedang atau rendah.
commit to user
6
7
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. pada masing-masing model pembelajaran, peserta didik yang memiliki prestasi
belajar yang lebih baik antara peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar tinggi, sedang atau rendah.
4. Pada
masing-masing
kategori
kemandirian
belajar,
manakah
yang
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR atau model pembelajaran konvensional.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah teori pembelajaran
matematika yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran ditinjau dari
kemandirian belajar peserta didik. Dengan mengetahui pengaruh penggunaan
model pembelajaran dan kategori kemandirian belajar peserta didik dapat
dimanfaatkan sejauh mana pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika.
2. Manfaat Praktis
Bagi peserta didik, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas
wawasan peserta didik tentang cara belajar matematika dalam upaya untuk
meningkatkan prestasinya. Bagi guru, melalui penelitian ini makin diharapkan
dalam memilih model pembelajaran dapat lebih tepat sehingga mendorong
peserta didik lebih optimal dalam belajar agar memperoleh prestasi belajar
yang maksimal. Bagi kepala sekolah, diharapkan dengan penelitian ini kepala
sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya mengefektifkan
pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
commit to user
7
8
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
1.
Kajian Teori
Prestasi Belajar Matematika
a. Belajar
Paradigma baru pendidikan di Indonesia mengacu pada teori
konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa.
Beberapa ahli mengungkapkan tentang definisi belajar menurut teori
konstruktivisme yang lebih mengutamakan, menekankan dan terpusat pada
keaktifan siswa. Menurut Suparno (2007:61) belajar adalah proses
mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang
dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga
pengertiannya akan berkembang. Kemudian menurut Thobrini dan Malik
(2011:17) belajar adalah proses yang terjadi secara internal di dalam suatu
individu dalam usahanya memperoleh hubungan baru baik antar perangsangperangsang, antara reaksi-reaksi ataupun antara perangsang dan reaksi.
Menurut Uno (2012:15) belajar adalah pemerolehan pengalaman baru oleh
seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang menetap sebagai akibat
adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu objek yang ada
dalam lingkungan belajar. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk
dicapai dengan tindakan instruksional yang biasanya berbentuk pengetahuan
dan keterampilan. Sedangkan tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai
tujuan belajar instruksional bentuknya berupa kemampuan berfikir krtitis dan
kreatif, sikap terbuka dan demokratis menerima orang lain dan sebagainya.
(Suprijono, 2013:5). Selanjutnya Ponnambaleswari (2012) menyatakan
bahwa
Learning is defined as the construction of knowledge by the
individuals. It is an interactive process involving construction of
knowledge by the individuals through social collaboration which
happen especially through peer group interaction.
commit to user
8
9
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ponnambaleswari (2012) menyatakan belajar sebagai konstruksi pengetahuan
oleh individu. Ini adalah sebuah proses interaktif yang melibatkan konstruksi
pengetahuan oleh individu melalui kerjasama sosial yang terjadi melalui
interaksi kelompok.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis memperoleh
kesimpulan bahwa belajar adalah proses menghubungkan pengalaman baru
yang diperoleh dengan pengalaman yang sudah dimiliki yang terjadi secara
internal dari interaksi terhadap lingkungan belajar sehingga pengetahuan dan
keterampilannya berkembang.
b. Prestasi Belajar
Keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan guru dapat
diukur dari sejauh mana peserta didik memahami materi yang diajarkan guru.
Kusnandar (2007:251) mengemukakan “prestasi belajar adalah kemampuan
peserta didik dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar
dalam satu
kompetensi
dasar”. Sedangkan
Abdulrahman (2003:38)
menyatakan prestasi belajar adalah keluaran (output) dari suatu system
pemrosesan masukan (input). Masukan dari system tersebut berupa
bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau
kinerja (performance).
Kusnandar (2007:251) mengemukakan bahwa indikator prestasi
belajar adalah ciri penanda kertercapaian kompetensi dasar indikator dalam
silabus berfungsi sebagi tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya perubahan
perilaku pada diri perserta didik. Tanda-tanda ini lebih spesifik dan lebih
dapat diamati dalam diri peserta didik, jika serangkaian indikator prestasi
belajar sudah tampak pada diri mereka, target kompetensi dasar tersebut
sudah terpenuhi atau tercapai.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar adalah hasil yang telah dicapai peserta didik setelah menerima suatu
pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk angka atau nilai dan juga
perbuatan. Pencapaian prestasi belajar ditandai dengan indikator ketercapaian
commit to user
prestasi belajar yang sudah terpenuhi.
9
10
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Prestasi Belajar Matematika
Hudoyo (2009:96) menjelaskan bahwa hakekat matematika berkenaan
ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang diatur menurut
urutan yang logis. Sehingga matematika berkenaan dengan konsep yang
abstrak. Hakekat matematika sama artinya menguraikan tentang apa
matematika itu sebenarnya. Ruang lingkup kerja matematika dijelaskan oleh
Hudoyo (2009:96-97) bahwa kerja matematika terdiri dari observasi,
menebak dan mengetes hipotesis, mencari analogis, dan akhirnya
merumuskan teorema-teorema yang dimulai dari asumsi-asumsi dan unsurunsur yang tidak didefiniskan. Sedangkan bahasa matematika agar dapat
dipahami dengan mudah maka dinyatakan dengan symbol-simbol dan istilah
yang benar dan tepat serta telah disepakati bersama.
Kemudian Kalhotra (2012) menyatakan
Academic achievement means knowledge attained and skill
development in the school subjects usually designated by test scores
or by marks assigned by teachers or by both achievements can be
measured with help of test, verbal or written of different kinds.
Kalhotra (2012) menyatakan prestasi akademik ialah pengetahuan yang
dicapai dan pengembangan kemampuan dalam mata pelajaran di sekolah,
biasanya menggunakan skor tes atau nilai yang diberikan guru atau dengan
keduanya, prestasi dapat diukur dengan bantuan tes, lisan maupun tertulis.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika adalah prestasi belajar yang telah dicapai peserta didik dalam
proses belajar mengajar yang dinyatkan dalam bentuk angka dan
mencerminkan penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran.
Jadi, prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil
yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar
matematika yang dinyatakan dalam hasil tes berupa nilai. Nilai ini dapat
dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf atau kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang telah dicapai siswa.
commit to user
10
11
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Kemandirian Belajar
Menurut Zimmerman (2002) kemandirianbelajar merupakan kemapuan
atau sikap yang dimiliki peserta didik yang secara aktif mencari informasi
ketika mereka memerlukannya dan mengambil langkah/upaya untuk
menguasainya. Ketika peserta didik mengalami kesulitan di dalam memahami
materi atau kondisi belajar yang kurang mendukung, peserta didik yang
memiliki kemandirian belajar akan berupaya menemukan cara agar mereka
dapat sukses menguasainya. Menurut Wolters et al. (2003) kemandirian
belajar merupakan proses konstruksi aktif dimana peserta didik menentukan
tujuan untuk belajar dan kemudian berusaha untuk memantau, mengatur dan
mengontrol kognisi, motivasi dan perilaku, dibimbing dan dibatasi oleh tujuan
mereka dan fiitur kontekstual dalam lingkungan. Menurut Badura dalam
Sumarmo (2010) kemandirian belajar merupakan kemampuan memantau
perilaku sendiri dan merupakan kerja keras personal manusia. Menurut
Mudjiman (2006:7) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang
didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna
mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau
kompetensi yang telah dimiliki. Sedangkan menurut Rusman (2012:359)
kemandirian belajar merupakan kemapuan peserta didik untuk melakukan
kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas, tanggung jawab dan motivasi
yang ada dalam diri peserta didik sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, kemandirian belajar merupakan sikap yang dimiliki peserta didik atas
inisiatif sendiri untuk memantau, memotivasi, bertanggung jawab dan
mengupayakan cara untuk mencapai tujuan belajarnya.
Menurut Mudjiman (2006:1-2) kegitan belajarmandiri diawali dengan
adanya kesadaran terdapat suatu masalah kemudian timbul niatan untuk
melakukan kegiatan belajar secara sengaja. Kegiatan ini berlangsung dengan
atau tanpa bantuan orang lain. Kemampuan belajar mandiri perlu
dikembangkan selama peserta didik belajar dalam sistem pendidikan formal.
Hal ini bertujuan agar dapat menjadi bekal yang berguna untuk melakukan
to user ini penting karena masalah akan
pembelajaran sepanjang hidup.commit
Pembelajaran
11
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
selalu muncul di dalam perjalanan hidup. Pemecahan secara efektif dan efisien
memerlukan kegitan belajar yang berlandasakan pada niat untuk mengatasi
masalah dan keterampilan belajar yang memadai. Indikasi bahwa individu
sudah menerapkan kemandirian belajar adalah individu tersebut mengalami
perubahan dalam kebiasaan belajar, yaitu dengan cara mengatur dan
mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa sehingga dapat menentukan
tujuan belajar, kebutuhan belajar strategi yang digunakan dalam belajar yang
mengarah kepada tercapainya tujuan yang dirumuskan. Agar peserta didik
dapat mandiri dalam belajar maka peserta didik harus mampu berfikir kritis,
bertanggung jawab atas tindakannya, tidak mudah terpengaruh pada orang
lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain.
Menurut Goodman and Smart dalam Hidayati dan Listyani (2010)
kemandirian
belajar
mencakup
tiga
aspek
yaitu:
(1)
independent
(ketidaktergantungan) yang didefinisikan sebagai perilaku yang aktifitasnya
diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan orang lain, dan
bahkan mencoba serta menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa minta bantuan
orang lain, (2) autonomi (menetapkan hak mengurus sendiri) atau disebut juga
kecenderungan berperilaku bebas dan original, dan (3) self reliance
merupakan perilaku yang didasarkan pada kepercayaan diri sendiri. Menurut
Badura dalam Sumarmo (2010) terdapat tiga langkah dalam melaksanakan
kemandirian belajar yaitu (1) mengamati dan mengevaluasi diri sendiri, (2)
membandingkan posisi diri dengan standar tertentu, (3) memberikan respon
sendiri.
Sedangkan
strategi
kemandirian
belajar
meliputi
kegiatan
mengevaluasi diri, mencari informasi, mencatat dan memantau, mencari
konsekuensi sendiri, mengulang dan mengingat, mencari bantuan sosial, dan
mereview catatan. Menurut Zimmerman (2002) terdapat tiga sifat yang
berkaitan
dengan
kemandirian
belajar
yaitu
menggunakan
strategi
kemandirian belajar, tanggung jawab memberikan umpan balik untuk
kesuksesan belajarnya dan ketidaktergantungan dalam memotivasi diri.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pada penelitian ini terdapat
commitpeserta
to userdidik yaitu:
enam indikator kemandirian belajar
12
13
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. ketidaktergantungan terhadap orang lain
b. memiliki kepercayaan diri
c. berperilaku disiplin
d. memiliki rasa tanggung jawab
e. melakukan kontrol diri.
Instrumen kemandirian belajar yang digunakan untuk mengukur kategori
kemandirian belajar peserta didik berupa angket yang disusun berdasarkan
indikator kemandirian belajar tersebut. Skala yang digunakan adalah skala
Likert. Peserta didik diminta untuk membuat tanda cek (√) pada salah satu dari
empat
kemungkinan
jawaban
yang
tersedia
yaitu
“sangat
setuju”,
“setuju”,“tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Skor yang diperoleh
digabungkan dan digunakan untuk mengukur kategori kemandirian belajar
tinggi, sedang atau rendah.
3.
Model Pembelajaran
a.
Definisi Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (20013:46) model pembelajaran merupakan pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
maupun tutorial. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta
didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan
mengekspresi ide. Menurut Joyoatmojo (2011:102) menyatakan bahwa model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai
tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang
pembelajaran atau pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan
pembelajaran. Sedangkan Muhibinsyah (2005:201), mengemukakan bahwa
model pembelajaran adalah cara yang berisi prosedur baku untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi
pelajaran kepada peserta didik.
commit to user
13
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Rusman (2012:136) model pembelajaran memiliki ciri-ciri
berikut:
a) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu.
b) Memiliki misi atau tujuan pendidikan tertentu.
c) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan dalam kegiatan belajar
mengajar dikelas.
d) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3)
system sosiial; dan (4) system pendukung.
e) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran.
f) Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman
model pembelajaran yang dipilihnya.
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah pola yang dilakukan untuk merncanakan pembelajaran
dikelas dengan sintak atau langkah-langkah pembelajaran tertentu.
Salah satu model pembelajaran yang saat ini sedang marak digunakan
adalah model pembelajaran yang lebih mengedepankan kerja sama. Sistem
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama
dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai
sistem pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning).
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran
yang berdasarkan paham konstruktivisme. Dalam proses pembelajaran peserta
didik menjadi fokus utama, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator atau
bersama-sama peserta didik terlibat dalam proses belajar. Menurut Slavin
(2008:4)
pembelajaran
kooperatif
merupakan
pembelajaran
yang
menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling
membantu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Menurut Huda
(2012:32) pembelajaran kooperatif menempatkan peserta didik bekerja sama
dan saling membantu dalam belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4
peserta didik dengan kemampuan yang berbeda. Selanjutnya menurut Trianto
(2010:41) pembelajaran kooperatif menempatkan peserta didik belajar dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 peserta didik yang heterogen
dan saling membantu. Selama
bekerja
commit
to userdalam kelompok tugas anggota
14
15
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan dan saling
membatu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil heterogen.
Peserta didik dalam kelompok saling membantu dan bekerja sama dalam
memahami materi dan menyelesaikan tugas.
Menurut Trianto (2010:65) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut:
a. Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif dalam
belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari peserta didik-peserta didik yang memiliki
kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
c. Jika dalam kelas terdapat peserta didik-peserta didik yang terdiri dari
beberapa ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda maka
diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya
dan jenis kelamin yang berbeda pula.
d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada
perorangan.
Tujuan dari model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi
dimana keberhasilan individu dipacu oleh kelompoknya. Untuk itu setiap
anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya.
Terdapat empat aspek yang mendasari pembelajaran kooperatif menurut Huda
(2012:78), aspek tersebut diataranya:
a. Tujuan. Peserta didik ditempatkan dalam kelompok heterogen untuk
mempelajari materi dan saling memastikan semua anggota
kelompoknya juga mempelajarinya.
b. Level kooperasi. dipastikan semua anggota kelompok benar-benar
mempelajari materi yang ditugaskan dan bekerja sama di dalam
kelompok.
c. Pola interaksi. Setiap peserta didik dalam kelompok saling mendorong
kesuksesan setiap anggota kelompoknya. Peserta didik saling
menjelaskan, medorong dan memberikan bantuan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.
d. Evaluasi. Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu.
Penekanannya terletak pada kemajuan akademik setiap individu dan
difokuskan pada kemajuan setiap anggota kelompok.
commit to user
15
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri dan aspek pembelajaran kooperatif di atas,
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menekankan pada
kerja sama antar peserta didik dan saling ketergantungan positif dalam
memahami materi yang dipelajari. Keberhasilan masing-masing anggota
kelompok merupakan tanggung jawab dari seluruh anggota kelompok.
Seperti halnya pembelajaran yang lain, pembelajaran kooperatif juga
memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Smaldino dan Russel (2005:28)
terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan yang diperoleh dalam
pembelajaran kooperatif.
a. Kelebihan pembelajaran kooperatif
1) Peserta didik aktif berinteraksi dengan peserta didik yang lainnya.
2) Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan interpersonal,
komunikasi dan kepemimpinan melalui interaksi dalam kelompok.
3) Saling ketergantungan positif dan tanggung jawab untuk mencapai
tujuan bersama.
4) Dapat meningkatkan tanggung jawab individu karena keberhasilan
kelompok tergantung pada keberhasilan setiap anggota kelompok
maka setiap peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka.
b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
1) Sulit untuk membentuk kelompok dengan peserta didik yang mau
bekerja sama dengan baik bersama temannya.
2) Dalam pembelajaran kooperatif peserta didik yang terbaik
membimbing
teman
yang
lainnya
dan
menimbulkan
ketergantungan namun biasanya peserta didik lebih mengandalkan
teman yang lebih pintar untuk menyelesaikan tugas.
3) Pembelajaran kooperatif menghabiskan waktu yang lebih banyak.
4) Peserta didik yang tidak tergantung pada orang lain lebih memilih
belajar sendiri dan tidak menyukai belajar kelompok.
5) Guru
harus
mempersiapkan
pembelajaran
secara
matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan
commit to user
waktu.
16
17
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Rusman (2012:211) terdapat enam langkah atau tahapan di
dalam pembelajaran kooperatif. Tahapan tersebut disajikan dalam tabel
berikut.
Tabel 2.1 Tahap-tahap dalam Pembelajaran Kooperatif
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi peserta didik
Tahap 2
Menyajikan informasi
guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang
ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
peserta didik belajar
guru menyajikan informasi kepada peserta didik
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan
Tahap 3
guru mengorganisasikan peserta
Mengorganisasikan peserta kelompok-kelompok belajar
didik ke dalam kelompok
kooperatif
Tahap 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Tahap 5
Evaluasi
Tahap 6
Memberikan penghargaan
4.
didik
dalam
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka
guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang
telah dipelajari atau masing-masing kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya
guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
maupun hasil belajar individu dan kelompok
Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT)
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh
Kagen (dalam Zubaedi, 2011:227) dengan melibatkan para siswa dalam
menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Lie (2008:59)
menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan
kesempatan
kepada
siswa
untuk
saling
membagi
ide-ide
dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini
mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.
Sedangkan Rahmawati dan Bertha (2012) menyatakan
commit to user
17
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan
pada siswa dalam kelompok untuk saling bekerja sama memahami
materi yang diajarkan. Antara teman yang satu dan yang lain saling
membantu untuk membangun informasi. Memberikan kesempatan
untuk saling berdiskusi dan berinteraksi sosial untuk mengerjakan
tugas kelompok yang nantinya diwakili oleh salah satu dari anggota
kelompok untuk menjawab atau mempresentasikan hasil jawaban
sesuai nomor siswa yang disebutkan oleh guru. Model pembelajaran
kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan yang sama pada siswa
untuk mewakili kelompoknya dalam menjawab soal sehingga setiap
kelompok harus memastikan bahwa setiap individu dalam kelompok
tersebut telah menguasai materi yang diajarkan.
Selanjutnya Ibrahim (dalam Zubaedi, 2011:227-228) mengemukakan
tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe
NHT yaitu:
1) Hasil belajar akademik stuktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas–tugas akademik.
2) Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima
teman–temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3) Pengembangan keterampilan sosial. Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.
Lundgren (dalam Mustafa, dkk, 2011) menyatakan
Manfaat model pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu rasa harga
diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki tingkat kehadiran, penerimaan
terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi
lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih
mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, dan
prestasi menjadi lebih tinggi.
Menurut Maheady (2006: 24), pembelajaran dengan Numbered Head
Together
mengupayakan
siswa
berkonsentrasi
terhadap
pelajaran,
memusatkan pikiran untuk merasa siap menjawab pertanyaan, berpikir kritis,
serta lebih bergairah (Previous research has shown that Numbered Heads
commit to user
18
19
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Together is an efficient and effective instructional technique to increase
student responding and to improve achievement).
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pelaksanaan
kegiatannya terbagi dalam:
1) Penyajian Kelompok
Pada tahap ini, materi pelajaran disampaikan oleh guru melalui penyajian
kelas. Pada penyampaian ini dilakukan melalui:
a) Pembelajaran kelompok, siswa berinteraksi dalam kelompok untuk
memahami materi dan saling bekerjasama menyatukan pendapat
mengenai permasalahan yang dihadapi.
b) Pembelajaran seluruh kelas, pembelajaran ini dilakukan pada awal
pembelajaran dan akhir pembelajaran. Pada awal pembelajaran, guru
menyampaikan materi yang akan dibahas. Sedangkan pada akhir
pembelajaran guru menyimpulkan dan memberi penekananpada materi
yang dianggap penting.
2) Pengelompokan dan Penomoran
Sebelum pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dilaksanakan, guru membagi siswa dalam kelompok dan sekaligus
memberi nomor pada siswa yang terbagi dalam kelompok tersebut.
3) Kegiatan Kelompok
Setelah terbagi kedalam kelompok, masing–masing individu mengerjakan
tugas yang diberikan guru melalui pertanyaan atau tugas kelompok.
Mereka bekerjasama dengan kelompoknya dan menyatukan pendapatnya
terhadap jawaban tersebut dalam timnya. Untuk mengetahui kelompok
tersebut berhasil atau tidak dalam bekerjasama, guru memanggil salah satu
nomor pada kelompok tertentu untuk menjawab pertanyaan. Apabila siswa
tersebut menjawab dengan benar maka kelompok tersebut dikatakan
berhasil.
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Kagen (dalam Zubaedi, 2011:228), dengan tiga langkah yaitu :
1) Pembentukan kelompok commit to user
19
20
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Diskusi masalah
3) Tukar jawaban antar kelompok.
Langkah–langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim,
(dalam Zubaedi, 2011:228) menjadi tujuh langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan, dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan
pembelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran, Tugas Kelompok
yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2.
Pembentukan kelompok, dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 3–5 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari
latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan,
dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket
atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah, dalam kerja
kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang
akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk
menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari
pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan
oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai
yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian
jawaban, dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap
kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan
jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan, guru bersama siswa menyimpulkan
jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang
disajikan. Langkah 7. Memberi penghargaan, guru memberi penghargaan
pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai
commitdari
to user
peningkatan hasil belajar individual
skor dasar ke skor kuis berikutnya.
20
21
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Hamid dan Prayitno (2012) ada empat langkah dalam
pembelajaran NHT antara lain:
1) Penomoran (Numbering)
Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang
beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap
siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda.
2) Pengajuan Pertanyaan (Questioning)
Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum.
3) Berpikir Bersama (Head Together)
Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan
bahwa setiap orang mengetahui jawaban tersebut.
4) Pemberian Jawaban (Answering)
Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan
nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk
seluruh kelas. Dari siswa yang memiliki nomor yang sama, guru hanya
menunjuk 1 orang saja untuk mempresentasikan jawaban. Penunjukan
nomor dilakukan secara acak.
Menurut Lie (2008:60) ada empat langkah pembelajaran kooperatif
tipe NHT adalah sebagai berikut:
1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat
nomor.
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.
3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini.
4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil
melaporkan kerjasama mereka.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu tipe pembelajaran
kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi
commit to user jawaban paling tepat untuk
membagikan ide dan mempertimbangkan
21
22
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyelesaikan masalah. Selanjutnya menunjuk perwakilan kelompok untuk
menjawab atau mempresentasikan hasil diskusi kelompok sesuai nomor siswa
yang disebutkan oleh guru.
Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Numbered
Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan
1) Setiap siswa menjadi siap semua.
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
b. Kelemahan
1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.
2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.
3) Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang
mendukung diatur kegiatan kelompok.
5.
Model Pembelajaran Two Stay-Two Stray (TSTS )
Banyak kegiatan belajar mengajar diwarnai dengan kegiatan-kegiatan
individu. Siswa bekerja sendirian dan tidak di perbolehkan melihat pekerjaan
oranglain. Padahal pada kenyataanya diluar sekolah, kehidupan dan kerja
manusia saling begantung satu dengan yanglainya. Namun dalam
pembelajran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memberikan kesempatan
kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok
lain.
Salah satu langkah model pembelajaran kooperatif tipe two-stay two
stray adalah siswa bertukar tempat (kelompok). Menurut Silberman (2006:
65) strategi bertukar tempat memungkinkan siwa untuk mengenal, berbagi
pendapat dan membahas gagasan, nilai-nilai atau pemecahan masalah baru.
Ini merupakan cara yang luar biasa bagus untuk meninkatkan keterbukaan
diri atau bertukar pendapat secara aktif. Selain itu, model pembelajaran
kooperatif tipe Two Stay-Two Stray juga dapat mengatasi kebosanan angota
kelompok, karena memungkinkan siswa untuk bertukar tempat.
commit to user
22
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray atau model
pembelajaran kooperatif dengan dua tingal dua tamu ini dapat digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik ( Lie
2008: 61). Langkah-langkah melakukan model pembelajaran kooperatif tipe
Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut:
a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (tiap mkelompok terdiri dari 4-5
orang).
Pengelompokan
bersifat
heterogen.
Kelompok
heterogen
memperhatikan keanekaragaman gender, agama, sosial-ekonomi, dan
kemampuan akademis.
b. Siwa bekerja dalam kelompok seperti biasa untuk menyelesaikan tugas
yang ada.
c. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meningalkan
kelompoknya dan bertamu kelompok lain.
d. Dua orang yang tinggal dalam kelompok (tuan rumah) bertugas
memaparkan hasil kerja kelompok dan informasi yang mereka miliki
kepada tamu. Tamu memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan
hasil kelompok kepada tuan rumah.
e. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain.
f. Kelompok mecocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka.
Adapun langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap kelompok diupayakan terdiri dari
siswa dengan kemampuan yang bervariasi. Banyak anggota tiap kelompok
antara empat sampai lima orang.
2) Guru memberikan tugas berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan masingmasing kelompok mengerjakannya.
3) Siswa bekerja bersama dan berdiskusi dalam kelompok.
4) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu
kedua kelompok yang lain.
commit to user
23
24
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja
dan informasi ke tamu mereka.
6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
7) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.
8) Guru dan siswa menyimpulkan materi pertemuan secara bersamasama.
9) Guru memberi evaluasi.
Dengan memperhatikan langkah-langkahnya maka dapat dirangkai
kesimpulan mengenai model pembelajaran Two Stay Two Stray dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang mana siswa
dibagikan dalam beberapa kelompok dan bekerja sama dalam kelompok
tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas, kemudian setelah tugas selesai, dua
siswa tetap tinggal di kelompok tersebut untuk menjelaskan pada siswa tamu
yang datang, sementara dua siswa yang lain pergi ke kelompok lain yang
berbeda untuk mencari informasi dari kelompok lain. Setelah dirasa sudah
cukup dalam mendapatkan informasi maka siswa tamu kembali ke
kelompoknya masing-masing dan menyampaikan informasi yang didapatnya
pada siswa lain dalam kelompoknya. Pelaporan hasil kerja dilakukan dengan
memanggil salah satu anggota kelompok secara acak.
Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajran TSTS adalah
sebagai berikut:
a. Kelebihan Model pembelajaran Two Stay Two Stray
1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan.
2) Belajar siswa lebih bermakna.
3) Lebih berorientasi pada keaktifan berpikir siswa, dan
4) Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa
5) Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep
sendiri dengan cara memecahkan masalah
6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas
dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya
commit
to user
7) Membiasakan siswa untuk
bersikap
terbuka terhadap teman
24
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) Meningkatkan motivasi belajar siswa.
b. Kelemahan Model pembelajaran Two Stay Two Stray
1) Membutuhkan waktu yang lama
2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, terutama yang tidak
terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk
bekerjasama.
3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
4) Seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi,
sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit
untuk mengeluarkan pendapatnya.
5) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.
Untuk mengatasi kekurangan dalam model pembelajaran TSTS ini,
maka sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan
membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi
jenis kelamin dan kemampuan akademis. Pembentukan kelompok heterogen
memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung
sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang
yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu
anggota kelompok yang lain.
6.
Pendekatan Pembelajaran
a.
Pengertian pendekatan pembelajaran matematika.
Dalam
pembelajaran,
pendekaatan
merupakan
suatu
rencana
sistematik yang digunakan oleh seorang guru dalam melaksanakan suatu
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut
Suherman (2001:7) pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh
guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa
beradaptasi dengan siswa.
Dengan demikian, pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini
adalah sudut pandang kita tentang proses pembelajaran yang menginspirasi,
mewadahi dan melatar belakangi penggunaan model pemebelajaran tertentu
commit to user
untuk mencapai tujuan pembelajaran.
25
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Pendekatan Matematika Realistik (PMR)
Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan
pemikiran Hans Reudenthal yang berpendapat bahwa matamatika merupakan
aktivitas manusi (human activites) dan harus dikaitkan dengan realitas.
Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa
dalam proses pembelajarn siswa harus diberikan kesempatan untuk
menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan
bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut
harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil”
(Hadi, 2005:9)
Dunia riil adalah segala sesuatu di luar matematika. Ia bisa berupa
mata pelajaran lain selain matematika, atau bidang ilmu yang berbeda
dengan matematika, ataupun kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar
kita. Dunia riil diperlukan untuk mengembangkan situasi konteksual dalm
menyusun materi kurikulum. Materi kurikulum yang berisi rangkain soal-soal
kontekstual akan membantu proses pembelajarn yang bermakna bagi siswa.
Dalam PMR, proses belajar mempunyai peranan penting. Rute belajar
(learning route) dimana siswa mampu menemukan sendiri konsep dan ide
matematika, harus dipetakan. Sebagai konsekuensinya, dalam PMR guru
harus mampu mengembangkan pengajaran yang interaktif dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk secara aktif berpartisipasi dalam proses
belajar mereka sendiri ( Hadi, 2005:10).
Menurut Freudenthal (dalam Wijaya, 2012: 20) matematika sebaiknya
tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu bentuk kegiatan dalam
mengkonstruksi
konsep
matematika.
Matematika
di
sekolah
tidak
ditempatkan sebagai suatu sistem tertutup melainkan sebagai suatu aktivitas
yang disebut matematisasi.
Treffers
(dalam
Hadi,
2005:20)
membedakan
dua
macam
matematisasi, yaitu vertical dan horizontal. Matamatisasi horizontal berproses
commit to user matematika. Proses terjadi pada
dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol
26
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa ketika ia dihadapkan pada problematika pada kehidupan/situasi nyata.
Contoh dari matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan
dan
pensvisualisasi
masalah
dalam
cara-cara
yang
berbeda,
dan
pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematika. Sedangkan
matematisasi vertikal merupakan proses terjadi di dalam sistem matematika
itu sendiri. Contoh dari matematisasi vertical adalah penemuan strategi
menyelesaikan soal, mengaitkan hubungan antara konsep-konsep matematis
atau menerapkan rumus/temuan rumus.
Sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti
konstruktivisme dan pembelajarn konteksutal (contextual teaching and
learning, disingkat CTL). Pendekatan konstruktivitis maupun CTL mewakili
teori belajar secara umum, sedangkan PMR adalah suatu teori pembelajaran
yang dikembangkan khusus untuk matemika. Konsep PMR sejalan dengan
kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang
didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemaham siswa tentang
matematika dan mengembangkan daya nalar (Hadi, 2005: 36-37).
Gravemeijer (1994:90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip
kunci utama dalam PMR, yaitu: (a) guided reinvention/progressive
mathematizing, (b) didactical phenomenology dan (c) self-developed models.
Ketiga prisnsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut. (a)
Guded reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali dengan
bimbingan/proses matematisasi secara progresif). Prisip ini menghendaki
bahwa, dalam PMR melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan
guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang
diberikan secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakanakan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat
dan rumus-rumus matematika itu ditemukan.
Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajarn dengan
pendekatan PMR yang menekan prinsip penemuan kembali (reinvention) ini
antara lain dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus
to user
matematika atu oleh prosedurcommit
atau cara
penyelesaian siswa secara informal.
27
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Strategi penyelesaian informal itu sering dapat ditafsirkan oleh siswa, ketika
ia menghadapi prosedur yang lebih formal. Dalam kasus tertentu kedua hal
itu dapat dipertimbangkan untuk menunjukkan bahwa pembelajaran telah
berjalan melalui suatu prosese matematisasi secara progresif.
Prinsip
ini
mengacu
pada
pandangan
kontruktivisme,
yang
menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui
pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang
harus mengktruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan
aktif dalam belajar.
a) Didactical phenomenology (fenomena didaktik). Prinsip ini terkait dengan
suatu gagasan fenomena didaktik, yang menghendaki bahwa di dalam
menentukan suatu topik matematika untuk diajarkan dengan pendekatan
PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu (1) untuk mengungkapkan berbagi
macam aplikasi topik itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan
(2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya topik itu digunakan sebagi pinpoin untuk suatu proses matematisasi secara progresif.
Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini
menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan
topik-topik
matematika
kepada
siswa.
Hal
itu
dilakukan
dengan
mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan
dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip,
rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa
dalam pembelajaran.
b) Self-developed models (model-model dibangun sendiri oleh siswa).
Prisnsip ini berfungsi sebagi jembatan antara pengetahuan matematika
informal dengan pengetahuan matamatika formal. Dalam menyelesaikan
masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri
model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan.
Sebagi konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul
berbagi model yang dibangun siswa.
commit to user
28
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Treffers
(dalam Wijaya, 2012:21-22) merumuskan lima karakteristik PMR sebagi
berikut:
a) Penggunaan konteks
Penggunaan konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai
titik awal pembelajaran matematika. Dengan demikian, siswa dapat
melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata dapat
menjadi alat pembentukan konsef. Konteks tidak harus berupa maslah dunia
nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau
situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran
siswa.
b) Penggunaan model untuk matematisasi progresif
PMR dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa,
maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika, sehingga dapat
menambah pemahaman mereka terhadap matematika. Penggunaan model
berfungsi sebagi jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat
konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
c) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
PMR menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sehingga siswa
diberi kebebasan untuk mengembangkan berbagi strategi pemecahan dengan
tujuan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi
siswa, selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep
matematika.
d) Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya seuatu proses individu
melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses
belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling
mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi
dalam
pembelajarn
matematika
bermanfaat
dalam
kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
commit to user
29
mengembangkan
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e) Keterkaitan
PMR menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal
yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan
ini, suatu pembelajarn matematika diharpkan bisa mengenalkan dan
membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walu ada
konsep yang dominan).
Menurut Suyitno (2004:38), implementasi pendekatan PMR di
sekolah adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa soal realistik (ada kaitannya dengan kehidupan
sehari-hari) yang akan dikerjakan siswa secara informal atau coba-coba
karena langkah penyelesaian formal untuk menyelesaikan soal tersebut
belum diberikan.
b. Guru memriksa hasil pekerjaan siswa dengan berprinsip pada penghargaan
terhadap keberagaman jawaban dan kontribusi siswa.
c. Geru menyuruh siswa untuk menjelaskan temuanya di depan kelas.
d. Dengan tanya jawab, guru mungkin perlu mengulang jawaban siswa
terutama jika ada pembiasan konsep.
e. Guru menunjukan langkah formal yang diperlukan untuk menyelasaikan
soal tersebut. Biasa didahului dengan penjelasan tentang materi
pendukungnya.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
realistik adalah siswa dibimbing untuk menemukan konsep matematika
dengan usaha mereka sendiri, dimana siswa dituntut untuk dapat
menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa menggunakan bantuan
konteks.
Adapun kelebihan dan kelemahan pendekatan matematika realistik
adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan pendekatan matematika realistik
1) Peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuannya.
2) Suasana pembelajaran lebih menyenangkan karena menggunakan realitatas
to user
kehidupan sehingga pesertacommit
didik tidak
bosan.
30
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Melatih mental atau keberanian peserta didik untuk mengemukakan
jawaban dan pendapatnya.
4) Siswa juga lebih aktif dan kreatif dalam menyampaikan idenya dapat
menggali potensi dirinya dalam mengerjakan soal sementara pengetahuaan
baru yang dibangun berasal dari seperangkat ragam pengalaman seharihari akan lebih lama diingat dari pada secara menyeluluruh didapat dari
guru.
b. Kelemahan pendekatan matematika realistik
1) Membutuhkan waktu yang lama
2) Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabanya terhadap teman
yang belum selesai.
7.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan PMR
Model ini merupakan inovasi model pembelajaran, yaitu antara model
pembelajran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan PMR. Berdasarkan
kajian teori yang telah digunakan sebelumnya tentang model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dan pendekatan PMR, maka dapat didefinisiakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan PMR adalah suatu
model pembelajaran yang diatur sedimikaian sehingga siswa dapat
melakukan diskusi tentang materi yang diajarkan dalam suasana belajar yang
menyenagkan dimana terdapat pengkaitan materi yang dipelajari dengan
situasi dunia nyata, sehingga siswa dapat membuat hubungan antara
pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapan dalam kehidupan seharihari.
Adapun uraian langkah-langkah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT sengan pendekatan PMR dikembangkan sesuai
kebutuhan pelaksanaan penelitian, yaitu:
a. Menyampaikan tujuan dan melakukan apersepsi pada siswa
Pada langkah ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai dan mengimformasikan model pembelajaran yang ingin digunakan
yaitu model pembelajaran NHT dan mengecek kemampuan prasyarat siswa
commit to user
dengan tanya jawab.
31
32
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Mengorganisasiakn siswa kedalam kelompok-kelompok belajar
Guru
membagi
siswa
kedalam
beberapa
kelompok
yang
beranggotakan 4 sampai 5 siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1
sampai 4 atau 1 sampai 5, kelompok yang terbentuk bersifat hetrogen. Untuk
selanjutnya, guru memberi nama yang berbeda-beda untuk masing-masing
kelompok.
c. Mengajukan pertanyaan dan menyampaikan materi
Pada langkah ini, guru menyajikan sedikit materi tentang materi
pembelajaran dan kemudian memberiakan suatu permasalahan/ soal yang
besifat konstektual atau yang dapat dibayangkan oleh siswa dan meminta
siswa untuk memahami permasalahan/soal tersebut. Jika dalam memahami
permasalahan/soal
tersebut
siswa
mengalami
kesulitan,
maka
guru
menjelaskan situasi dan kondidsi dari soal dengan memberiakan petunjuk
seperlunya.
d. Membimbing kelompok bekeraja dan belajar
guru meminta siswa untuk menyelesaikan permasalahan/soal yang
telah diberikan secara kelompok sesuai dengan nama kelomponya. Guru juga
menyampaikan bahwa cara menyelesaikan permasalahan/soal tersebut tidak
harus sama untuk masing-masing kelompok tetapi lebih diutamakan berbeda.
Guru juga memantau jalanya diskusi sekaligus memeberikan bimbingan
seperlunya untuk masing-masing kelompok. Diskusi kelompok harus berhasil
memastikan tiap angota kelompok memahami jawaban permasalahan/soal
yang diberikan.
e. Melaksanakan diskusi
Dalam langkah ini, guru memanggil salah satu nomor siswa dari tiap
kelompok secara acak untuk mempersentasikan hasil diskusinya. Siswa dalam
setiap kelompok yang memiliki nomor yang sama dengan nomor yang
dipanggil mempersentasikan hasi diskusinya didepan kelas secara bergantian.
Guru
memberikan
waktu
sejenak
untuk
masing-masing
kelompok
membandingkan jawaban atas permasalahan\soal yang diberikan, kemudian
to user
guru membimbing siswa commit
untuk melangkah
lebih jauh kearah proses
32
33
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matematika formal. Tahap ini diakhiri dengan guru memberikan kesempatan
pada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau perosedur.
8.
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan PMR
Model ini merupakan inovasi model pembelajaran, yaitu antara model
pembelajran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan PMR. Berdasarkan
kajian teori yang telah digunakan sebelumnya tentang model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dan pendekatan PMR, maka dapat didefinisiakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan PMR adalah suatu
model pembelajaran yang diatur sedimikaian sehingga siswa dapat
melakukan diskusi tentang materi yang diajarkan dalam suasana belajar yang
menyenagkan dimana terdapat pengkaitan materi yang dipelajari dengan
situasi dunia nyata, sehingga siwa dapat membuat hubungan antara
pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapan dalam kehidupan seharihari.
Adapun uraian langkah-langkah penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS sengan PMR dikembangkan sesuai kebutuhan
pelaksanaan penelitian, yaitu:
a. Pendahuluan
Guru memberikan masalah konstektual dalam kehidupan sehari-hari
dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut.
b. Memahami masalah konstektual
Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru
menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjukpetunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu
dari permasalahan yang belum dipahami.
c. Menyelesaikan masalah konstektual
Siswa secara berkelompok dari 4 orang menyelesaikan masalah
konstektual,
kemudian
dengan
menggunakan
lembar
kerja,
siswa
mengerjakan soal-soal kemudian mencoba menguraikan dengan bahasa dan
simbol yang disebut sendiri setelah itu guru memotivasi siswa untuk
commit to user
menyelesaikan masalah.
33
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Berdiskusi
Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan
jawaban masalah secara kelompok terdiri dari 4 orang. Setelah selesai, dua
orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya masingmasing bertamu kekelompok lain. Setelah itu siswa dilatih untuk
mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan intraksi
siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran. Tamu
mohon diri dan kembali ke kelompok semula dan melaporkan hasil
diskusinya dari kelompok lain.
e. Menyimpulkan
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan
tentang suatu konsep atau prosedu.
9.
Pembelajaran Konvensional
Goos (2004: 259) menyatakan bahwa proses belajar tradisional adalah
proses belajar yang mengandalkan buku, peserta didik hanya melihat dan
mendengar, guru mengajar prosedur matematika dan akhirnya peserta didik
mengerjakan latihan. Dalam metode pembelajaran konvensional guru lebih
dominan dan siswa cenderung pasif, sehingga siswa untuk mengemukakan
dan membahas suatu pandangan atau pendapat kurang. Metode pembelajaran
konvensional pada umumnya menggunakan metode ceramah, merupakan
metode mengajar paling banyak dipakai, terutama dalam bidang studi non
eksakta. Siswa memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa
isinya
dan
membuat
catatan.
Guru
mendominasi
dalam
proses
pembelajarannyan dan lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian,
menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada
proses. Metode yang digunakan adalah metode ceramah yang diselingi tanya
jawab, serta pemberian pekerjaan rumah.
Dalam
penelitian
ini
yang
dimaksud
metode
pembelajaran
konvensional yakni pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher
centered)
dalam
mentransfer pengetahuan, dimana siswa hanya
commit
user terlibat langsung dalam proses
mendengarkan penjelasan dari
gurutotanpa
34
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran. Pembelajarannya cenderung menggunakan metode ceramah
(demonstrasi) dan siswa cendrung hanya menerima informasi dari guru.
Sintaks pembelajaran konvensional dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta didik.
b. Guru mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas.
c. Guru memancing pengalaman peserta didik yang cocok dengan materi
yang akan dipelajarinya.
d. Guru menyampaikan materi dengan pembelajaran secara langsung bertatap
muka.
e. Guru menutup pembelajaran pada akhir pelajaran dengan mengambil
kesimpulan dari semua materi yang telah diberikan dan memberi
kesempatan untuk menanggapai materi yang telah diberikan kemudian
melaksanakan penilaian untuk mengukur perubahan perilaku peserta didik.
Adapun kelebihan dan kelemahan dari konvensional adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan model konvensional
1. Dapat menampung siswa dalam kelas besar.
2. Kemajuan siswa berjalan teratur menurut tingkah laku.
3. Dapat disampaikan pada siswa yang hampir bersamaan dalam kelas.
4. Buku-buku pelajaran dapat disesuaikan dengan taraf kesanggupan
kelas.
b. Kelemahan model konvensional
1. Siswa tidak dapat langsung menilai apa yang dipelajari.
2. Siswa tidak dapat menggunakan teknik ilmiah.
3. Siswa kurang memungkinkan dalam menyusun fakta dan mengambil
kesimpulan.
4. Proses belajar mengajar kurang efisien dikarnakan kelas dalam jumlah
besar.
B.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, keberhasilan proses
belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar peserta didik. Peserta didik
commit
to user
yang memperoleh prestasi belajar
tinggi
menunjukkan bahwa peserta didik
35
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tersebut mampu mencapai tujuan belajarnya, sedangkan peserta didik yang
memperoleh prestasi belajar rendah menunjukkan bahwa peserta didik tersebut
belum dapat mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Banyak faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar peserta didik diantaranya adalah model
pembelajaran dan kemandirian belajar.
1. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar peserta didik.
Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengarunya terhadap
keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model dan pendekatan
pembelajaran yang tidak tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan
mengajar. Agar model dan pendekatan pembelajaran terpilih dengan tepat,
seorang guru harus mengetahui macam-macam model dan pendekatan
pembelajaran dan mengetahui pula model pembelajaran yang sesuai dengan
materi pada pokok pembahasannya. Model pembelajaran kooperatif adalah
salah satu bentuk model pembelajaran yang berdasarkan pada filsafat
konstruktivisme,
dimana
peserta
didik
secara
aktif
mengkonstruksi
pengetahuan mereka sendiri. Sedangkan pendekatan matematika realistik
adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep
yang disajikan bisa beradaptasi dengan peserta didik. Peserta didik akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit dalam pelajaran,
apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya
dan bisa mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari yang dikenal peserta
didik. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang diterapkan adalah model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik,
TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional.
Dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan
matematika realistik, peserta didik belajar melaksanakan tanggung jawab
pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya dan
peserta
didik
diberi
kesempatan
untuk
melakukan
proses
yaitu
mengembangkan kreatifitasnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari. Model pembelajaran NHT dengan pendekatan matematika realistik
commit to dimana
user peserta didik dikelompokkan
merupakan suatu model pembelajaran
36
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda-beda dan
menyadari bahwa nomor yang dimilikinya mempunyai peluang yang sama
untuk dipanggil dengan nomor yang dimiliki oleh anggota kelompok lain guna
mewakili kelompoknya dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan
nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk
bekerjasama dan sangat tepat untuk pembelajaran berkelompok karena
memudahkan dalam pembagian tugas, untuk menghindari peserta didik
mendominasi atau diam sama sekali. Kelebihan model ini adalah setiap peserta
didik menjadi siap dalam belajar, peserta didik dapat melakukan diskusi
dengan sungguh-sungguh, dan dapat bertukar pikiran dengan peserta didik lain.
Proses belajar bagi peserta didik yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik lebih bermakna
dibandingkan peserta didik yang dikenai model pembelajaran TSTS dengan
pendekatan matematika realistik. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS, setiap peserta didik dituntut untuk berperan aktif dalam kelompoknya
diman peserta didik di dalam melaksanakan diskusi kelompok harus bertukar
pasangan dengan kelompok lain untuk mendapatkan informasi dari kelompok
tersebut, dan menceritakan kembali informasi yang didapatkan dari kelompok
lain tersebut kepada kelompok asalnya. Hal ini tentunya sangat sulit dijalani
peserta didik karena belum tentu peserta didik yang memberikan informasi
kepada kelompok tamu tersebut belum pasti kebenaranya, karena peserta didik
belum tentu memahami
materi dengan sempurna. Dan tentunya tanggung
jawab individual dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
lebih rendah dibandingkan tanggung jawab individual dalam penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe NTH dengan pendekatan matematika realistik.
Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan
matematika realistik, tidak menutup kemungkinan terdapat anggota kelompok
yang mengabaikan penjelasan informasi yang didapatkan dari kelompok lain
dan mengandalkan temannya yang sudah paham. Dengan demikian,
pemahaman peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
commit to realistik
user
NHT dengan pendekatan matematika
lebih optimal dibandingkan
37
38
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pemahaman peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS dengan pendekatan matematika realistik.
Selain menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini
juga menggunakan pembelajaran konvensional yang umumnya dilaksanakan
secara klasikal. Metode yang digunakan adalah metode ceramah yang diselingi
tanya jawab, serta pemberian pekerjaan rumah. Pada pembelajaran
konvensional peserta didik hanya mendengarkan hal-hal yang disampaikan
oleh guru sehingga peserta didik menjadi lebih pasif, karena guru lebih
dominan selama proses pembelajaran di kelas dan peserta didik tidak diberi
kesempatan untuk menemukan sendiri pengetahuannya.
Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat menghasilkan
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan
konvensional.
2. Kaitan antara tingkat kemandirian belajar dengan prestasi belajar.
Untuk
meningkatkan
kualitas
pembelajaran,
guru
juga
harus
memperhatikan karakteristik kemandirian belajar peserta didik karena
kemandirian belajar juga merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar matematika peserta didik. Dalam kegiatan
pembelajaran, kemandirian belajar sangat penting karena kemandirian
merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu. Dengan
kemandirian belajar, peserta didik cenderung belajar lebih baik, mampu
memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat
waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri
sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang
lain secara emosional. Peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar
mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara
individual,
maupun
bekerja
sama
dengan
kelompok,
dan
berani
mengemukakan gagasan. Dalam pembelajaran matematika, kemandirian
to berdiskusi.
user
belajar dapat dilakukan dalamcommit
kegiatan
Semakin besar peran aktif
38
39
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peserta didik dalam kegiatan tersebut, mengindikasikan bahwa peserta didik
tersebut memiliki kemandirian belajar yang tinggi, sehingga peserta didik yang
mempunyai kemandirian belajar tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang
baik pula. Sedangkan bagi peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar
rendah tidak demikian halnya. Dengan demikian, prestasi belajar matematika
peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik
dibandingkan kemandirian belajar sedang dan rendah. Sedangkan pada peserta
didik yang mempunyai kemandirian belajar sedang akan mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan kemandirian belajar rendah.
Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan terlibat lebih
aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sebaliknya, peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar rendah akan terlibat pasif dalam mengikuti
pembelajaran. Kemandirian belajar tinggi akan mendorong peserta didik untuk
aktif dalam mengikuti diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan terhadap
penjelasan yang belum dipahami atau memperhatikan dan mendengarkan
penjelasan mengenai suatu konsep dengan sungguh-sungguh. Hal ini akan
berdampak semakin tingginya pemahaman peserta didik terhadap konsep
tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan prestasi belajar matematika
peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik
dibandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki
kemandirian belajar sedang maupun rendah, dan peserta didik yang memiliki
kemandirian belajar sedang lebih baik dari yang memiliki kemandirian belajar
rendah.
3. Kaitan antara kemandiraian belajar peserta didik dengan prestasi belajar pada
masing-masing model pembelajaran.
Peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah
pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika
realistik, TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional.
Adanya kemandirian belajar merupakan modal bagi peserta didik dalam
commit to user
mengkonstruksi pemahaman matematika
sehingga memperoleh prestasi belajar
39
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
matematika yang optimal. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki ketiga kategori
kemandirian belajar, peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi
termasuk peserta didik yang aktif dalam melakukan diskusi kelompok,
mempunyai motivasi untuk belajar, mampu memantau, mengevaluasi, dan
mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan
mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan
bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional.
Sehingga peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan
matematika realistik akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan model TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan
konvensional. Peserta didik dengan kemandirian belajar sedang sudah
mempunyai motivasi untuk belajar, mampu memantau, mengevaluasi,
mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien. Sehingga
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan
matematika realistik akan menghasilkan prestasi belajar lebih baik dari
penggunaan model TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan
konvensional.
Peserta didik dengan kemandirian belajar rendah lebih pasif dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran dan cenderung mengikuti pendapat teman
satu kelompok tanpa harus berpikir mandiri terlebih dahulu sehigga model
NHT dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional lebih baik dari
model NHT dengan pendekatan matematika realistik.
4. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar peserta didik
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika
realistik, TSTS dengan pendekatan matematika realistik, dan konvensional
ditinjau dari kemandirian belajar. Setiap model pembelajaran memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Efektivitas suatu model pembelajaran akan
bergantung pada karakteristik setiap peserta didik. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik sangat baik untuk
to user
meningkatkan tanggung jawabcommit
individual
peserta didik dalam melaksanakan
40
41
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diskusi kelompok dan merupakan model pembelajaran yang menuntut adanya
peran aktif setiap anggota kelompok dalam melakukan diskusi agar mampu
mengkonstruksi pemahamnnya karena materi yang dipelajarari dikaitkan
langsung secara kontekstual. Dengan kata lain, kemandirian dari dalam peserta
didik sangat diperlukan. Hal ini akan mendorong setiap peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam melakukan diskusi kelompok agar memiliki
pemahaman yang optimal terhadap konsep materi yang sedang dipelajari. Oleh
karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan
matematika realistik menuntut tanggung jawab yang lebih besar, terkait dengan
langkah penomoran, peserta didik dikelompokkan dengan diberi nomor, setiap
nomor mendapat tugas yang berbeda sesuai dengan nomor kepalanya dan
nantinya dapat keluar dari kelompoknya dan bergabung dengan kelompok lain
yang
bernomor
sama
untuk
bekerjasama,
membagikan
ide-ide
dan
mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dimungkinkan bahwa pada
peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
pendekatan matematika realistik, prestasi belajar matematika peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan prestasi
belajar matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang
maupun rendah.
Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan
pendekatan matematika realistik yang mampu mengakomudasi setiap
perbedaaan karakteristik peserta didik, dimungkinkan bahwa prestasi belajar
matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada kemandirian belajar
sedang dan rendah. Pada model pembelajaran konvensional peserta didik
menjadi lebih pasif karena guru lebih dominan selama proses pembelajaran di
kelas, peran guru mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan kepada
peserta didik. Pada peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi
akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang
mempunyai kemandirian belajar sedang dan rendah, dan peserta didik
commit to user
41
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemandirian belajar sedang memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari
kemandirian belajar rendah.
C.
Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi
belajar matematika lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif
tipe TSTS dengan PMR maupun pembelajaran Konvensional, model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi
belajar lebih baik dibandingkan pembelajaran Konvensional.
2.
Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi
belajar matematika yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika
yang lebih baik dibandingkan dengan kategori kemandirian belajar rendah.
3.
Pada peserta didik dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
PMR dan TSTS dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar
tinggi
mempunyai
prestasi
belajar
matematika
lebih
baik
dibandingkan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan
rendah, peserta didik dengan ketegori kemandirian belajar sedang mempunyai
prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar rendah, peserta didik dengan pembelajaran
konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi
mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, peserta didik
dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar
matematika yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar rendah.
4.
Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran
to user
kooperatif tipe NHT dengan commit
PMR menghasilkan
prestasi belajar matematika
42
43
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang sama baiknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan
PMR, model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR dan TSTS
dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, peserta didik dengan
kemandirian belajar sedang dan rendah, model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik
dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan
pembelajaran konvensional, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan
PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan
dengan pembelajaran konvensional.
commit to user
43
44
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri se-Kabupaten Lombok Timur
Provinsi Nusa Tenggara Barat.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil kelas VIII Tahun Pelajaran
2013/2014 dengan rincian waktu yang dinyatakan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Jadwal Waktu Penelitian
Jenis Kegiatan
Tahun 2014
Jan
Feb Mar April
Mei
Juni
1. Persiapan penelitian
a. Penyusunan judul penelitian
b. Penyusunan proposal
c. Ijin penelitian perguruan
d. Penyusunan soal latihan dan
soal tes
2. Pelaksanaan penelitian
a. pengumpulan data
b. analisis data
c. penarikan hasil
3. Penyusunan laporan
B. Jenis, Rancangan, Penelitian
1. Jenis Penelitian
Sesuai dengan permasalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi
eksperimental), karena dalam penelitian ini tidak memungkinkan peneliti untuk
commit to user
mengontrol semua varibel yang ikut mempengaruhi variabel terikat. Pada
44
45
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian ini terdapat dua varibel bebas yaitu model pembelajaran dan
kemandirian belajar, satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika. Model
pembelajaran pada penelitian ini meliputi model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan pendekatan matematika realistik untuk kelas eksperimen satu , model
pembelajaran TSTS dengan pendekatan matematika realistik untuk kelas
eksperimen dua dan model pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol.
Sementara untuk kemandirian belajar meliputi kategori kemandirian belajar
tinggi, kategori kemandirian belajar sedang dan kategori kemandirian belajar
rendah.
2. Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial
3 x 3. Adapun desain yang digunakan adalah sebagai berikut:
Tabel 3. 2 Rancangan Faktorial 3 x 3
Kemandirian Belajar(b)
Tinggi (b 1 )
Sedang (b 2 )
Rendah (b 3 )
NHT dengan PMR (a 1 )
(ab) 11
(ab) 12
(ab) 13
TSTS dengan PMR (a 2 )
(ab) 21
(ab) 22
(ab) 23
Konvensional (a 3 )
(ab) 31
(ab) 32
(ab) 33
Model pembelajaran (a)
Dengan (ab)ij adalah nilai model pembelajaran ke-i dan kemandirian belajar ke-j,
i = 1, 2 dan 3, j= 1, 2 dan 3.
3.
Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan
dengan urutan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Menyusun peringkat sekolah berdasarkan hasil Ujian Nasional kemudian
mengambil tiga sekolah secara random untuk masing-masing tingkatan
yaitu peringkat atas, tengah, dan bawah.
b. Mengambil secara random kelas yang digunakan untuk penelitian.
c. Melakukan uji coba instrument baik tes maupun angket.
commit to user
45
46
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Mengambil nilai ujian akhir semester SMP untuk uji keseimbangan.
e. Melakukan uji keseimbangan.
f. Mengukur tingkat kemandirian belajar dengan menggunakan angket untuk
ketiga kelompok penelitian.
g. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika
realistik dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan
matematika realistik pada kelas eksperimen dan model pembelajaran lang
sung untuk kelas kontrol.
h. Mengukur prestasi hasil belajar peserta didik dengan menggunakan tes
prestasi belajar yang sama untuk ketiga kelompok penelitian.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII pada
91 SMP Negeri di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat
tahun pelajaran 2013/2014.
2. Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini terdiri dari tiga sekolah dengan kategori
berbeda. Tiap sekolah terdiri dari tiga kelas yaitu dua kelas eksperimen dan satu
kelas kontrol.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dari kelompok
berstratifikasi (Stratified Cluster Random Sampling). Tahap pengambilan sampel
dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Tahap pertama, populasi penelitian terdiri dari 91 SMP Negeri di Kabupaten
Lombok Timur di urutkan berdasarkan rerata nilai UN 2012/2013.
b. Tahap kedua, membagi 91 SMP Negeri ini menjadi 3 kelompok dengan
keriteria tinggi, sedang dan rendah. Penetuan kelompok ditentukan dengan
keriteria:
commit to user
46
47
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok tinggi jika
kelompok sedang jika
kelompok rendah jika
keterangan:
x : nilai rerata UN dari masing-masing sekolah
: nilai rerata dari gabungan rerata masing-masing sekolah
: standar deviasi dari gabungan nilai rerata sekolah
Berdasarkan data nilai Ujian Nasional mata pelajaran matematika
Kabupaten Lombok Timur tahun pelajaran 2012/2013 diperoleh nilai rerata
gabungan dari masing-masing sekolah 6,43 dengan standar deviasi 1,55.
Berdasarkan hasil perhitungan, sekolah dengan kategori tinggi adalah
sekolah dengan nilai rerata lebih dari 7,20; sekolah dengan kriteria sedang
adalah sekolah dengan nilai rerata lebih dari atau sama dengan 5,65 dan
kurang dari atau sama dengan 7,20; serta sekolah dengan kriteria rendah
adalah sekolah dengan nilai rerata kurang dari 5,65. Adapun daftar SMP
Negeri berdasarkan kategori dapat dilihat pada Lampiran 1.
c. Berdasarkan data tersebut diambil secara random masing-masing satu
sekolah dari tiga kategori yang sudah ditentukan. Hasilnya diperoleh SMP
Negeri 3 Pringgabaya untuk sekolah dengan kategori tinggi, SMP Negeri 1
Sambelia untuk kategori sedang dan SMP Negeri 1 Sakra untuk kategori
rendah.
d. Masing-masing sekolah yang terpilih sebagai sampel dipilih tiga kelas untuk
dijadikan kelas eksperimen satu, kelas eksperimen dua dan kelas kontrol.
D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model pembelajaran
dan kemandirian belajar siswa dan satu variabel terikat yaitu prestasi belajar
matematika.
commit to user
47
48
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Variabel Bebas
a. Model Pembelajaran
1) Definisi Operasional: Model pembelajaran adalah suatu kerangka
konseptual yang sistematis yang berisi prosedur dalam melaksanakan
kegiatan pembelajaran untuk mencapi tujuan pembelajaran.
2) Indikator: model pembelajaran cooperatif tipe NHT dengan PMR pada
kelompok eksperimen 1, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada
kelompok eksperimen 2 dan model pembelajaran konvensional pada
kelompok kontrol.
3) Skala pengukuran: nominal
4) Simbol:
dengan i : 1 = NHT dengan PMR, 2 = TSTS dengan PMR, 3
= konvensional
b. Kemandirian Belajar Siswa.
1) Definisi Operasional: Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa
untuk melakukan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas dan
tanggung jawab dengan didorong oleh motivasi dirinya sendiri.
2) Indikator: skor angket kemandirian belajar.
3) Skala Pengukuran: Skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal
yang terdiri dari 3 kategori yaitu:
Kategori tinggi jika memperoleh skor lebih dari x 
1
s
2
1
2
1
2
Kategori sedang jika memperoleh skor x  s  x  x  s
Kategori rendah jika memperoleh skor kurang dari x 
1
s
2
Keterangan:
x : skor tiap kemandirian belajar
: nilai rerata dari gabungan skor kemandirian belajar
s : standar deviasi dari skor kemandirian belajar
4) Symbol:
1 = kemandirian belajar tinggi, 2 = kemandirian
belajar sedang, 3 = kemandirian belajar rendah.
commit to user
48
49
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika
peserta didik.
1) Definisi operasional: prestasi belajar yang telah dicapai peserta didik
dalam proses pembelajaran yang mencerminkan penguasaan peserta didik
terhadap mata pelajaran matematika yang dinyatakan dalam bentuk angka.
2) Indikator : nilai tes prestasi belajar matematika.
3) Skala pengukuran : skala interval.
4) Simbol: abij dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, tes dan angket
a. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data kemampuan
awal peserta didik berupa nilai ulangan matematika semester ganjil. Data
tersebut digunakan untuk uji keseimbangan kemampuan awal.
b. Metode tes
Metode tes ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi
belajar matematika. Dalam penelitian ini bentuk tes yang digunakan adalah
tes objektif dengan 4 alternatif jawaban. Soal tes yang digunakan sebanyak
25 butir soal. Setiap jawaban benar mendapat skor 1, sedangkan setiap
jawaban salah mendapat skor 0.
c. Metode angket
Angket digunkan untuk memperoleh data mengenai kemandirian belajar
peserta didik. Dalam penelitian ini angket yang digunakan adalah angket
kemandirian belajar berupa pernyataan sebanyak 32 item dengan alternatif
4 jawaban.kemudian peserta didik diminta untuk member tanda ceklist
pada pilihan jawaban yang sesuai, pemberian skor menggunakan sekala
commit to user
Likert. Untuk item positif jika menjawab SS diberi skor 4, S diberi skor 3,
49
50
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Adapun untuk item kemandirian
belajar negatif jika menjawab SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi
skor 3 dan STS di beri skor 4..
2. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes prestasi belajar
dan angket tentang kemandirian belajar. Sebelum tes prestasi belajar digunakan
agar menghasilkan soal tes yang baik terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes prestasi
belajar. Kemudian disusun butir soal sesuai dengan kisi-kisi tersebut. Langkah
selanjutnya adalah memvalidasi soal tes. Soal-soal tes disusun adalah soal-soal
yang sifatnya masih sementara, sehingga diperlukan uji coba untuk mengukur
reliabilitasnya yang nantinya ditentukan kelayakan soal itu untuk digunakan.
Sebelum menyusun angket kemandirian belajar terlebih dahulu dibuat kisi-kisi
angket berdasarkan aspek dan indikator kemandirian belajar. Kemudian disusun
butir angket. Angket yang telah disusun dikonsultasikan kepada ahli. Selanjutnya
angket diujicobakan untuk mengkur reliabilitasnya sebelum digunakan untuk
penelitian.
3. Uji coba Instrumen
Uji coba instrumen sangat diperlukan dalam suatu penelitian untuk
mengetahui apakah instrument tersebut layak digunakan dalam penelitian. Setelah
dilakukan uji coba instumen kemudian dilakukan analisis terhadap instrumen tes
prestasi belajar dan angket kemandirian belajar.
a. Analisis Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar
Tes prestasi yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 butir
soal sedangkan yang diujicobakan sebanyak 30 butir soal.
1) Uji Validitas isi
Pengujian validitas isi dilakukan dengan menelaah butir, mencermati
kesesuaian isi butir dengan perencanaan yang dituangkan dalam kisi-kisi.
Butir-butir soal tes yang dinyatakan valid apabila butir yang ditulis telah
menunjukkan kesesuaian dengan kisi-kisi. Pengujian validitas isi dilakukan
oleh pakar/validator yang ahli dalam bidang matematika. Dalam hal ini
to user
peneliti meminta tiga orang commit
pakar/ahli
untuk menilai instrument yang akan
50
51
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digunakan. Hasil penilaian tersebut digunakan setelah direvisi dan disetujui
oleh minimal dua pakar yang sudah ditunjuk.
2) Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran butir soal menyatakan proporsi banyaknya peserta
menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes. Soal yang
baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk
menentukan indeks kesukaran tiap butir tes digunakan rumus:
p
B
N
dengan:
p : indeks tingkat kesukaran.
B : banyaknya peserta tes yang menjawab benar.
N
: banyaknya seluruh peserta tes.
(Budiyono, 2011: 30)
Untuk mengiterprestasikan indeks tingkat kesukaran dapat digunakan tolak
ukur sebagai berikut.
Jika 0,00 ≤ P 0,30
: soal sukar.
Jika 0,30 ≤ P ≤ 0,70 : soal sedang.
Jika 0,70 ˂ P ≤ 1
: soal mudah
Pada penelitian ini butir tes dapat digunakan jika memiliki tingkat
kesukaran 0,30 ≤ P ≤ 0,70.
3) Daya Pembeda
Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok siswa pandai
menjawab benar butir soal lebih banyak daripada kelompok siswa tidak
pandai. Dengan demikian, daya pembeda suatu butir soal dapat dipakai
untuk membedakan siswa yang pandai dan tidak pandai. Sebagai tolak ukur
pandai atau tidak pandai adalah skor total dari sekumpulan butir yang
dianalisis. Pada penelitian ini untuk mengukur daya beda menggunakan
rumus koefisien korelasi biserial titik sebagai berikut:
commit to user
51
52
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
rpbis 
n XY   X  Y 
n X
2

  X  n Y 2  Y 2
2

dengan :
rxy
= indeks daya pembeda untuk butir ke-i
n
= banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen).
X
= skor butir ke-i (dari subjek uji coba).
Y
= skor total (dari subjek uji coba).
(Budiyono, 2011: 33)
Pada penelian ini, butir tes dapat digunakan jika memiliki indeks daya
pembeda
.
4) Uji Reliabilitas
Instrumen dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang relatif sama
pada waktu yang berlainan. Reliabilitas tes prestasi belajar diuji dengan
rumus KR-20 yaitu:
2
 n  S t   pi qi
r11  

S t2
 n  1 




dengan :
r11 : koefisien reliabilitas instrumen.
n
: banyaknya butir instrumen.
pi : proporsi cacah subjek yang mejawab benar pada butir ke-i
st2 : variansi untuk skor total.
(Budiyono, 2011: 16)
Pada penelitian ini, instrumen dikatakan reliabel jika memiliki indeks
realibilitas
b. Analisis Instrumen Angket Kemandirian Belajar
Butir angket yang digunakan diadopsi dari beberapa peneliti sebelumnya
yang telah membuat angket kemandirian belajar. Selanjutnya butir angket tersebut
commit to user
52
53
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dikembangkan oleh peneliti. Jumlah butir angket yang digunakan sebanyak 32
butir sedangkan yang diujicobakan sebanyak 64 butir angket.
1) Uji Validitas.
Uji validitas angket pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
kisi-kisi yang telah dibuat oleh peneliti telah menunjukkan klasifikasi
subtansi yang akan diukur. Uji validitas ini dilakukan dengan memberikan
angket dan kisi-kisi kemandirian belajar kepada beberapa orang ahli selaku
validator.
2) Uji Reliabilitas Angket.
Instrumen dikatakan reliabel berarti dapat memberikan hasil yang relatif
sama pada waktu yang berlainan. Teknik Alpha dapat dipakai untuk
instrumen yang tidak dikotomus (misalnya pada angket atau tes uraian).
Reliabelitas angket diuji dengan teknik Alpha yaitu:
2
 n   si 
r11  
 1 2 
st 
 n  1 
dengan:
r11 : indeks realibilitas instrumen
n
: banyaknya butir instrumen.
si2 : variansi belahan ke-i, i = 1, 2, 3, 4....,n.
st2 : variansi skor total yang diperoleh subjek uji coba.
(Budiyono, 2011: 18)
Pada penelitian ini, butir angket dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitas
sama atau lebih dari 0,7.
3) Konsistensi Internal Angket.
Pengujian konsistensi internal dilakukan pada angket kemandirian belajar
peserta didik, rumus yang digunakan untuk mengetahui konsistensi internal
adalah rumus momen produk Karl Person yaitu:
rxy 
n XY   X Y 
ncommit
X  nY
 X touser
2
53
2
2
 Y 
2

54
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan:
rxy : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
: banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
: skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)
: skor total (dari subjek uji coba)
Pada penalitian ini butir angket dapat digunakan jika indeks konsistensi
internal
.
F. Teknik Analisi Data
1.
Uji Prasyarat Analisis
Sebelum dilakukan uji keseimbangan terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat
analisi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Karena itu, dalam bagaian ini
akan dituliskan masing-masing uji prasyarat analisis yaitu:
a. Uji Normalitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diperoleh
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji
normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan prosedur uji sebagai
berikut:
a. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
b. Taraf Signifikansi:   0, 05
c. Statistik Uji
L  Maks F  zi   S  zi 
dengan :
zi
=
Xi  X
, ( s = simpangan baku sampel)
s
F zi  = PZ  zi 
z i = skor terstandar untuk
commit to user
54
55
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
S  zi  = proporsi cacah Z  zi terhadap seluruh z
d. Daerah Kritis


DK  L L  L ,n nilai
dari tabel Lilliefors, dengan n adalah
ukuran sampel.
e. Keputusan Uji
H0 ditolak jika L  DK atau H0 tidak ditolak jika L  DK
(Budiyono, 2009: 170)
a.
Uji Homogenitas Variansi Populasi
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai
variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode
Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat dengan prosedur sebagai berikut:
1. Hipotesis:
Ho :  12   22   32  ...   k2 (variansi populasi homogen).
H 1 : tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen)
k = banyaknya populasi
2. Tingkat signifikansi : a  0,05
3. Statistik uji yang digunakan:
x2 

2,303
f log RKG   f j log s 2j
c

Keterangan :
 2 ~  2 (k  1)
k
: banyak populasi
f
: derajat kebebasan untuk RKG = N - k
fj
: derajat kebebasan untuk sj2 = nj- 1 ; j = 1, 2, 3, ..., k
N
: banyak seluruh nilai
nj
: banyak ukuran sampel ke-j
RKG : rataan kuadrat galat
commit to user
55
56
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
SS j   X j 
2
c 1 
( X j ) 2
nj
 (n j  1) s j
2
1
1 1
(  )
3(k  1)
fj f
4. Daerah kritis
DK  {  2 |  2   2 ,k 1}
5. Keputusan uji
H0 ditolak jika  2 terletak pada daerah kritis
6. Keputusan Uji
H0 ditolak jika  2  DK atau H0 tidak ditolak jika  2  DK
.
(Budiyono, 2009: 176)
2.
Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan pada sampel sebelum dikenakan perlakuan
yang bertujuan untuk mengetahui kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam
keadaan seimbang. Statistik uji yang digunakan adalah anava satu jalan dengan sel
tak sama, yaitu:
a. Hipotesis
H0 : 1  2  3
H1 : paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama
b. Taraf signifikansi ( = 0,05)
c. Statistik uji yang digunakan:
Jumlah Kuadrat Amatan (JKA)
Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
commit to user
56
57
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan :
: jumlah semua peserta didik
: jumlah semua data
: cacah data masing – masing kelompok
: jumlah kuadrat data masing-masing kelompok
: jumlah kuadrat data semua kelompok
Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat itu adalah:
dkA = k – 1
dkG = N – k
dkT = N – 1
Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing,
diperoleh rerata kuadrat berikut:
Statistik uji untuk analisis variansi ini adalah:
d. Rangkuman Analisi
Tabel 3.3 Rangkuman Analisis Variansi
Fobs
RK
Sumber
JK
Dk
F
Perlakuan
JKA
k 1
RKA
F*
Galat
Total
JKG
N k
RKG
-
JKT to user
N 1
commit
57
-
-
58
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan:
F
: nilai F yang diperoleh dari tabel.
e. Daerah Kritis:

DK  F F  F ;k 1, N k

f. Keputusan Uji
H0 ditolak jika F  DK atau H0 diterima jika F  DK .
g. Kesimpulan berdasarkan keputusan uji yang diperoleh
(Budiyono, 2009: 198)
3.
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama. Sebelum anava dikenakan, dilakukan uji persyaratan untuk
anava yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Jika diperlukan uji lanjut, maka
akan digunakan uji Scheffe.
Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel
tak sama dengan model sebagai berikut:
X ijk     i   j   ij   ijk
Dengan:
X ijk
= data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j.

= rerata dari seluruh data amatan (rerata besar).
i
= i    efek baris ke-i pada variabel terikat.
j
=  j    efek kolom ke-j pada variabel terikat.
 ij = ij    i   j 
= interaksi baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat.
 ijk
= deviasi data X ijk terhadap rerata populasinya ( ijk ) yang berdistribusi
normal dengan rerata 0.
i
= 1, 2, 3; dengan:
1=model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dengan pendekatan
commit to user
matematika realistik.
58
59
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2=model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan
matematika realistik.
3= model pembelajaran konvensional.
j= 1, 2, 3; dengan:
1 = kategori kemandirian tinggi.
2 = kategori kemandirian sedang.
3 = kategori kemandirian rendah.
k= 1, 2, 3..., nij dengan nij = banyaknya data amatan pada sel ij
Prosedur dalam pengujian hipotesis dengan analisis variansi dua jalan
dengan sel tak sama yaitu:
a. Perumusan hipotesis
H 0 A :  i  0 untuk setiap i  1,2,3 (tiadak ada perbedaan efek antara model
pembelajaran terhadap prestasi).
H 1A : paling sedikit ada satu  i yang tidak nol (ada perbedaan efek antara
model pembelajaran terhadap prestasi belajar).
H 0 B :  j  0 untuk setiap
j  1,2,3 (tidak ada perbedaan antara efek
kemandirian belajar tehadap prestasi belajar).
H 1B : paling sedikit ada satu  j yang tidak nol (ada perbedaan antara
kemandirian belajar terhadap pertasi belajar).
H0 AB : ( )ij  0 untuk setiap i  1,2,3 dan
j  1,2,3 (tidak ada intraksi
antara model pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi
belajar siswa).
H1AB : paling sedikit ada satu ij  yang tidak nol (ada intraksi antara
model pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi
belajar siswa).
b. Komputasi.
1) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ini didefinisikan
notasi-notasi sebagai berikut.
nij = banyaknya data amatan pada sel ij
commit to user
59
60
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nh =rerata harmonik frekuensi seluruh sel =
N=
n
ij
pq
1

i , j nij
= banyak seluruh data amatan.
i, j
2
X
SSij =
k
2
ijk


  X ijk 

 k
= jumlah kuadrat deviasi data amatan pada
nij
sel ij
AB ij = rerata pada sel ij
Ai =
 AB
ij
= jumlah rerata pada baris ke-i
j
Bj =
 AB
ij
= jumlah rerata pada baris ke-j
i
G
=
 AB
ij
= jumlah retata semua sel
i, j
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran sebagai
berikut:
2) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima
jumlah kuadrat, yaitu jumlah kuadrat baris (JKA), jumlah kuadrat
kolom (JKB), jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom (JKAB),
jumlah kuadrat galat (JKG), dan jumlah kuadrat total (JKT).
commit to user
60
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah
:
dkA= p – 1
dkAB = (p – 1)(q– 1)
dkT= N–1
dkB = q – 1
dkG = N – pq
4) Rataan kuadrat
5) Statistik Uji
a) Untuk H0A adalah
yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p– 1 dan N –
pq.
b) Untuk H0B adalah
yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q– 1 dan N –
pq.
c) Untuk H0AB adalah
yang merupakan nilai dari variabel
random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p – 1)(q – 1)
dan N – pq.
6) Taraf signifikansi α = 0,05
7) Daerah Kritik
a) Daerah kritik untuk Fa adalah DKa ={Fǀ F > Fα;p-1;N-pq}
b) Daerah kritik untuk Fb adalah DKb ={Fǀ F > Fα;q-1;N-pq}
c) Daerah kritik untuk Fab adalah DKab ={Fǀ F > Fα;(p-1)(q-1);N-pq}
8) Keputusan Uji : H0 diterima jika Fobs terletak di luar daerah kritik.
9) Rangkuman Analisis Variansi.
commit to user
61
62
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama
Sumber
JK
dk
RK
Fobs
Ftabel
Keputusan
Uji
H 0 ditolak
jika
Baris (A)
JKA
p 1
RKA
Fa
F*
Kolom(B)
JKB
q 1
RKB
Fb
F*
Intraksi
(AB)
JKAB
( p  1)(q  1)
RKAB
Fab
F*
Fobs  Dk
H 0 diterima
jika
Fobs  DK
Galat (G)
N  pq
JKG
RKG
Total
JKT
N 1
*
Keteranagan: F =nilai F yang diperoleh dari tabel.
-
-
(Budiyono, 2009: 229-231)
4.
Uji Lanjut Anava
Jika H0 ditolak pada uji hipotesis maka dilakukan uji lanjut pasca anava
yaitu dengan menggunakan metode Scheffe untuk anava dua jalan. Komparasi
ganda dengan menggunakan metode Scheffe terdapat empat macam komparasi,
yaitu:
a. Komparasi rataan antar baris
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar baris adalah:
Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar baris adalah:
dengan
: nilai
pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j.
: rataan pada baris ke-i.
: rataan pada baris ke-j.
: rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi.
: ukuran sampel baris ke-i.
: ukuran sampel baris
ke-j.
commit
to user
62
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Daerah kritik untuk uji tersebut adalah :
b. Komparasi rataan antar kolom
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar kolom adalah:
Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar kolom adalah:
dengan
: nilai
pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j.
: rataan pada kolom ke-i.
: rataan pada kolom ke-j.
: rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi
: ukuran sampel kolom ke-i.
: ukuran sampel kolom ke-j.
Daerah kritik untuk uji tersebut adalah :
c. Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar sel pada kolom yang
sama adalah:
Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama
adalah:
dengan
: nilai
sel
pada pembandingan rataan pada sel
.
: rataan pada sel commit
.
to user
63
dan rataan pada
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
: rataan pada sel
.
: rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
variansi.
: ukuran sel .
: ukuran sel
.
Daerah kritik untuk uji tersebut adalah :
d. Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama
Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar sel pada baris yang
sama adalah:
Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama
adalah:
Daerah kritik untuk uji tersebut adalah :
(Budiyono, 2009: 215-217).
commit to user
64
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Hasil Uji Coba Instrumen
Instrumen yang diuji cobakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi
belajar matematika peserta didik pada materi kubus, balok, prisma, dan limas
serta angket yang digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta
didik.
a. Hasil uji coba tes prestasi belajar matematika
1) Validitas isi Tes Prestasi Belajar Matematika
Uji validitas isi untuk uji coba instrumen prestasi belajar matematika
dilakukan oleh Drs. Mahmudin, M.Pd selaku dosen matematika di STKIP
Selong, Kaharudin, S.Pd. selaku guru matematika di SMP Negeri 3
Pringgabaya, dan Mahsun, S.Pd. selaku guru di SMP Negeri 1 Sambelia. Uji
validitas isi menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang berupa tes
prestasi belajar berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 butir soal telah dipenuhi
karena adanya kesesuaian antara kisi-kisi yang dibuat dengan butir soal yang
dipakai. Uji validitas isi dalam penelitian ini selengkapnya ditunjukkan pada
Lampiran 12.
2) Tingkat Kesukaran Butir Soal
Setelah dilakukan uji validitas soal kemudian dilanjutkan uji coba
instrumen tes untuk mengetahui apakah butir-butir soal yang disusun
merupakan butir soal yang baik atau tidak. Uji coba instrumen dilakukan
terhadap 75 peserta didik yang berasal dari kelas VIII C dan VIII D di SMP
Negeri 1 Selong bulan Maret 2014. Butir soal dikatakan baik jika indeks
kesukarannya berada pada interval 0,3  P  0,7 . Perhitungan selengkapnya
ditunjukkan pada Lampiran 16. Pada Tabel 4.1. disajikan rangkuman hasil
perhitungan indeks kesukaran butir soal tes prestasi belajar matematika.
commit to user
65
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1. Rangkuman Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Butir Tes
Indeks Kesukaran (P)
Butir Soal
Butir soal baik
2,3,4,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,
19, 20,21,23,24,25,26,27,28,29
(0,3 ≤ P ≤ 0,7)
Butir soal kurang baik
1,5,18,22,30
(P< 0,3 atau P> 0,7)
3) Daya Pembeda Butir soal
Butir soal dikatakan baik jika daya pembedanya D ≥ 0,3. Perhitungan
selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 16. Pada Tabel 4.2. disajikan
rangkuman hasil perhitungan daya pembeda butir soal tes prestasi belajar.
Tabel 4.2. Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Tes
Daya Pembeda (D)
Butir soal baik
(D ≥ 0,3)
Butir soal kurang baik
Butir Soal
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,
17,18,19,20,21,23,24,25,26,27,28,29,30
22
(D< 0,3)
4) Penetapan Instrumen
Berdasarkan rangkuman hasil perhitungan indeks kesukaran dan daya
pembeda butir soal tes prestasi belajar matematika dari 30 butir soal terdapat
5 butir soal yang tidak baik dan 25 butir tergolong butir soal baik sehingga
soal yang dipakai sebanyak 25 butir soal.
5) Uji Reliabilitas Instrumen Tes
Uji Reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode satu
kali tes dan soal yang diujikan 25 butir. Teknik perhitungan yang digunakan
untuk menghitung indeks reliabilitas menggunakan Kuder Richardson 20 atau
KR-20. Perhitungan indeks reliabilitas instrumen diperoleh sebesar 0,83. Ini
menunjukkan bahwa instrument reliabel karena nilainya lebih besar dari 0,70.
Perhitungan selengkapnya ditunjukkan
commit to pada
user Lampiran 17.
66
67
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Hasil Uji Coba Angket Kemandirian Belajar
1) Uji Validitas Angket Kemandirian Belajar
Uji validitas isi untuk uji coba instrumenangket dilakukan oleh Drs.
Mahmudin, M.Pd selaku dosen matematika di STKIP Selong, Kaharudin,
S.Pd. selaku guru matematika di SMP Negeri 3 Pringgabaya, dan Mahsun, S.
Pd. selaku guru di SMP Negeri 1 Sambelia. Uji validitas isi menunjukkan
bahwa instrumen penelitian yang berupa angket berbentuk pernyataan
sebanyak 64 butir pernyataan telah dipenuhi karena adanya kesesuaian antara
kisi-kisi yang dibuat dengan butir soal yang dipakai. Uji validitas isi dalam
penelitian ini selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 7
2) Konsistensi Internal Angket Kemandirian belajar
Butir pernyataan angket dikatakan baik jika rxy ≥ 0,3. Perhitungan
selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 10. Pada Tabel 4.3. disajikan
rangkuman hasil perhitungan konsistensi internal angket kemandirian belajar
peserta didik.
Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Perhitungan Konsistensi Internal Angket
Konsistensi Internal (rxy)
Butir pernyataan baik
(rxy ≥ 0,3)
Butir Soal
1,8,9,11,12,13,14,16,19,20,23,24,25,30,32,3
5,36,39,40,41,42,43,44,45,46,49,50,51,52,53
,55,56,57,58,59,61,62
Butir pernyataan kurang
baik
2,3,4,5,6,7,10,15,17,18,21,22,26,27,28,29,31
,33,34,37,38,47,48,54,60,63,64
(rxy< 0,3)
3) Penetapan Instrumen
Berdasarkan rangkuman hasil perhitungan konsistensi internal angket
terdapat 37 butir tergolong butir pernyataan baik. Namun yang digunakan
dalam penelitian ini 32 butir pernyataan karena dianggap sudah memenuhi
semua indikator yang akan diukur.
4) Reliabilitas Instrumen Angket Kemandirian Belajar
Selanjutnya 32 butir angket kemandirian belajar dicari indeks
commit toteknik
user Alpha diperoleh perhitungan
reliabilitas dengan menggunakan
67
68
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
koefisien reliabilitas sebesar 0,8218 karena indeks reliabilitas instrumen
angket Kemandirian belajar lebih dari 0,7 maka angket dapat dipakai.
Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 11.
2.
Deskripsi Data
a. Data Kemampuan Awal Matematika Peserta didik
Data kemampuan awal matematika peserta didik diperoleh dari nilai
ujian smester ganjil untuk materi pelajaran matematika. Pada Tabel 4.4.
disajikan deskripsi data kemampuan awal matematika peserta didik pada
kelas NHT dengan PMR, TSTS dengan PMR, dan pembelajaran konvensional.
Tabel 4.4. Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematika Peserta didik
Model
Pembelajaran
N
Nilai
Nilai
Min
Maks
Rerata
Standar
Deviasi
NHT dengan PMR
104
5,25
10,00
8,41
1,0895
TSTS dengan PMR
104
4,5
10,00
8,23
1,2641
Konvensional
100
4,5
10,00
8,17
1,2757
b. Data Prestasi Belajar Peserta didik dilihat dari Model Pembelajaran
Tabel 4.5. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika pada
Masing-masing Model Pembelajaran
Model Pembelajaran
N
Nilai
Nilai
Terendah Tertinggi
Standar
Rerata
Deviasi
NHT dengan PMR
104
40
96
66,00
13,37
TSTS dengan PMR
104
32
96
66,04
12,95
Konvensional
100
32
84
56,76
12,62
Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk NHT dengan
PMR yaitu 36 peserta didik kelas VIIIA di SMP Negeri 3 Pringgabaya, 32
peserta didik kelas VIIIA di SMP Negeri 1 Sambelia, dan 36 peserta didik
kelas VIIIA di SMP Negeri 1 Sakra. Dari 104 peserta didik untuk NHT
dengan PMR diperoleh rerata 66, nilai maksimum 96, nilai minimum 40, dan
commit to user
standar deviasi 13,37.
68
69
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk TSTS dengan
PMR yaitu 36 peserta didik kelas VIIIC di SMP Negeri 3 Pringgabaya, 32
peserta didik kelas VIIIB di SMP Negeri 1 Sambelia, dan 36 peserta didik
kelas VIIIB di SMP Negeri 1 Sakra. Dari 104 peserta didik untuk TSTS
dengan PMR diperoleh rerata 66,04, nilai maksimum 96, nilai minimum 32,
dan standar deviasi 12,95.
Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk pembelajaran
konvensional yaitu 34 peserta didik kelas VIIIB di SMP Negeri 3
Pringgabaya, 32 peserta didik kelas VIIIC di SMP Negeri 1 Sambelia, dan 34
peserta didik kelas VIIIC di SMP Negeri 1 Sakra. Dari 100 peserta didik
untuk Konvensional diperoleh rerata 56,76, nilai maksimum 84, nilai
minimum 32, dan standar deviasi 12,62.
c. Data Prestasi Belajar Peserta didik dilihat dari Kemandirian Belajar
Tabel 4.6. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika pada Masing-masing
Kemandirian belajar
Standar
Nilai
Nilai
Kemandirian Belajar
N
Rerata Deviasi
Terendah Tertinggi
Tinggi
100
32
96
68,4
14,55
Sedang
104
32
92
63,08
12,47
Rendah
104
32
84
57,77
11,87
Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk kemandirian
belajar tinggi yaitu dari 100 peserta didik diperoleh rerata 68,4, nilai
maksimum 96, nilai minimum 32, dan standar deviasi 14,55. Data prestasi
belajar matematika peserta didik untuk kemandirian belajar sedang yaitu dari
104 peserta didik diperoleh rerata 63,08, nilai maksimum 92, nilai minimum
32, dan standar deviasi 12,47. Data prestasi belajar matematika peserta didik
untuk kemandirian belajar rendah yaitu dari 104 peserta didik diperoleh rerata
57,77, nilai maksimum 84, nilai minimum 32, dan standar deviasi 11,87.
commit to user
69
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Data Prestasi Belajar Peserta didik pada Masing-masing Model
Pembelajaran dan Kemandirian Belajar
Tabel 4.7. Data Prestasi Belajar Peserta didik pada Masing-masing Model
Pembelajaran dan Kemandirian belajar
Kemandirian belajar
Rendah
Tinggi
Sedang
Model
NHT dengan
PMR
TSTS dengan
PMR
40
29
35
Nilai Min
52
48
40
Nilai maks
96
92
84
71,4
66,48
59,43
13,14
11,48
12,47
30
36
38
Nilai Min
52
44
32
Nilai maks
96
84
80
74,8
66,78
58,42
11,32
11,14
11,26
30
39
31
Nilai Min
32
32
36
Nilai maks
84
76
76
58
57,13
55,10
13,97
12,31
11,85
Konvensional
3.
Hasil Analisis Data
a. Uji Keseimbangan
1) Hasil Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan bertujuan untuk mengetahui apakah populasi kelas
eksperimen 1, kelas eksperimen 2, serta kelas kontrol dalam penelitian ini
dalam keadaan seimbang atau
mempunyai
commit
to user kemampuan awal yang sama
70
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sebelum eksperimen dilakukan. Secara statistik apakah terdapat perbedaan
rataan yang berarti dari ketiga kelas sampel. Statistik uji yang digunakan
adalah uji anava satu jalan. Data yang digunakan untuk uji keseimbangan
adalah nilai ujian semester ganjil kelas VIII SMP Negeri 3 Pringgabaya, 1
Sambelia, dan 1 Sakra. Sebelum dilakukan uji keseimbangan, terlebih dahulu
dilakukan uji prasyarat analisis sebagai berikut:
a) Uji Normalitas
Uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel
pada kelas eksperimen satu, kelas eksperimen dua dan kelas kontrol masingmasing berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas populasi ini dilakukan setiap kelas menggunakan metode Lilliefors
disajikan dalam Tabel4.8 berikut:
Tabel 4.8. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Populasi Terhadap Data
kemampuan Awal Matematika Peserta didik
Kelas
KeputusanUji
Simpulan
Eksperimen 1
(NHT dengan
PMR)
104
0,0721
0,0869
H0 tidak ditolak
Normal
Eksperimen 2
(TSTS dengan
PMR)
104
0,0859
0,0869
H0 tidak ditolak
Normal
100
0,0778
0,0886
H0 tidak ditolak
Normal
Kontrol
(Konvensional)
Berdasarkan tabel di atas, setiap sampel memiliki nilai L yang kurang
dari nilai L0,05;n, yang berarti
sehingga semua H0 diterima. Dengan
demikian diperoleh kesimpulan bahwa semua sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya tentang uji nomalitas
disajikan pada Lampiran 18, 19, 20.
b) Uji Homogenitas Variansi Populasi
Uji homogenitas kemampuan awal dilakukan sebanyak satu kali
dengan membandingkan variansi pada kelompok eksperimen satu, kelompok
commit
to user
eksperimen dua dan kelompok
kontrol.
Berdasarkan hasil uji homogenitas
71
72
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variansi diperoleh nilai
sebesar 2,2267 yang kurang dari nilai
sebesar 5,9910. Hal ini berarti
sehingga H0 diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ketiga populasi memiliki variansi yang
sama
(homogen).
Perhitungan
uji
homogenitas
variansi
populasi
selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 21.
2) Hasil Uji Keseimbangan
Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah populasi
penelitian yang dikenai model pembelajaran yaitu NHT dengan PMR, TSTS
dengan PMR, dan Pembelajaran Konvensional mempunyai kemampuan
matematika yang sama. Rangkuman analisis variansi satu jalan terhadap data
kemampuan awal matematika peserta didik disajikan dalam Tabel 4.10
berikut.
Tabel 4.10. Rangkuman Hasil Uji Anava Satu Jalan Terhadap Data
Kemampuan Awal
Fobs
F0,05;2;278
Keputusan
Sumber
JK
dK
RK
Metode
3,1591
2
1,5795
1,0755
3,00
Galat
447,9538
305
1,4687
-
-
-
Total
451,1128
307
-
-
-
-
H 0 tidak
ditolak
Berdasarkan hasil analisis anava satu jalan terhadap data kemampuan
awal matematika peserta didik, diperoleh nilai Fobs sebesar 1,0755 dan
F0,05,2,305 sebesar 3,00 yang berarti Fobs
sehingga H0 diterima. Dengan
demikian diperoleh kesimpulan bahwa populasi yang diwakili kelompok
eksperimen satu, kelompok eksperimen dua dan kelompok kontrol
mempunyai kemampuan awal yang sama (seimbang). Perhitungan uji
keseimbangan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 22.
commit to user
72
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Uji Hipotesis
1. Uji Prasyarat untuk Analisis
Analisis data pada penelitian ini menggunkan analisis variansi dua
jalan dengan sel tak sama. Syarat yang harus dipenuhi yaitu prestasi belajar
harus berdistribusi normal dan populasinya homogen.
a. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji
normalitas menggunakan metode Lilliefors, rangkuman hasil uji normalitas
seperti pada Tabel 4.11 berikut.
Tabel 4.11. Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi belajar
No
Kelompok
Lobs
n
Ltabel
1
NHT dengan
PMR
0,0867
104
0,0869
2
TSTS dengan
PMR
0,0627
104
0,0869
3
Konvensional
0,0879
100
0,0886
4
Kemandirian
belajar Tinggi
0,0589
100
0,0886
5
Kemandirian
belajar Sedang
0,0736
104
0,0869
6
Kemandirian
belajar Rendah
0,0831
104
0,0869
Keputusan
Uji
H 0 tidak
Ket
Normal
ditolak
H 0 tidak
Normal
ditolak
H 0 tidak
Normal
ditolak
H 0 tidak
Normal
ditolak
H 0 tidak
Normal
ditolak
H 0 tidak
Normal
ditolak
Berdasarkan data pada tabel di atas ternyata semua data masing-
masing model pembelajaran dan kemandirian belajar berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data prestasi
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23.
b. Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar Matematika
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi
mempunyai variansi yang sama. Dalam penelitian ini uji homogenitas
commit to user
73
74
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan uji Bartlett. Rangkuman uji homogenitas data prestasi belajar
disajikan pada Tabel 4.12 sebagai berikut.
Tabel 4.12. Rangkuman Uji Homogenitas Variansi
Kelompok
2
 obs
2
 tabel
NHT dengan PMR,
TSTS dengan PMR, dan
Konvensional
0,3335
5,991
Kemandirian belajar
tinggi, sedang, rendah
4,6200
5,991
Keputusan
Kesimpulan
H 0 tidak
Homogen
ditolak
H 0 tidak
Homogen
ditolak
Berdasarkan Tabel 4.12 masing-masing kelompok memiliki nilai
yang kurang dari
yang berarti
sehingga H0 diterima.
Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa populasi-populasi memiliki
variansi yang sama (homogen). Perhitungan uji homogenitas selengkapnya
ditunjukkan pada Lampiran 24.
2. Uji Hipotesis Penelitian
Perhitungan uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
variansi dua jalan dengan sel tak sama. Perhitungan uji hipotesis
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Rangkuman Analisis Variansi
Dua Jalan dengan sel tak sama terhadap data prestasi belajar disajikan pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Rangkuman Uji Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama
Sumber
JK
dk
RK
Fobs
F
Keputusan
Uji
Model
Pembelajaran
6101,585
2
3050,7927
20,6860
3,0000
Ho ditolak
5518,182
2
2759,0912
18,7081
3,0000
Ho ditolak
1602,179
4
400,5447
2,7159
2,3700
Ho ditolak
44096,77
57318,71
299
307
147,4808
-
-
-
 A
Kemandirian
belajar B 
Interaksi
 AB
Galat G 
Total
Berdasarkan pada Tabel 4.13.
commit to user
74
75
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Pada Model Pembelajaran (A), diperoleh Fa = 20,686 dan Ftabel  3,00 .
Dengan DK = {F|F > 3,00}, sehigga Fa > Ftabel yang berarti nilai Fa
DK
sehingga H0A ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan prestasi
belajar matematika antara peserta didik yang diajar menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan metode PMR, model kooperatif
tipe TSTS dengan PMR dan model pembelajaran konvensional.
b) Pada Kemandirian belajar (B) diperoleh Fb = 18,7081 dan Ftabel  3,00 .
Karena DK = {F|F > 3,00}, dengan demikian H 0 B ditolak. Hal ini berarti
bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta didik
dengan kemandirian belajar tinggi, sedang dan rendah.
c) Pada Interaksi antara Model pembelajaran dan Kemandirian belajar (AB),
diperoleh Fab = 2,7159 dan Ftabel  2,37 . Karena
DK = {F|F > 2,37},
dengan demikian H 0 AB ditolak. Hal ini berarti terdapat interaksi antara
model pembelajaran dan kemandirian belajar peserta didik terhadap
prestasi belajar matematika.
3. Uji Lanjut Pasca Anava
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
diperoleh bahwa H 0 A ditolak, H 0 B ditolak, dan H 0 AB ditolak. Dalam
penelitian ini uji lanjut pasca anava menggunakan metode Scheffe.
Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 26. Pada Tabel 4.14.
disajikan rangkuman rerata sel dan rerata marginal.
Tabel 4.14. Rangkuman Rerata Sel dan Rerata Marginal
Model Pembelajaran
NHT dengan PMR
TSTS dengan PMR
Konvensional
Rerata Marginal
Tinggi
71,40
74,80
58,00
68,40
Kemandirian belajar
Sedang
Rendah
66,48
59,43
66,78
58,42
57,13
55,10
63,08
57,77
Rerata
Marginal
66,00
66,04
56,76
1) Komparasi Rerata Antar Baris
Pada efek utama H0A ditolak, artinya bahwa tidak semua model
pembelajaran memberikan efek yang sama terhadap prestasi belajar peserta
commit to user
didik sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’.
75
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Rangkuman uji komparasi rerata antar baris disajikan pada Tabel 4.15
sedangkan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 26.
Tabel 4.15. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Antar Baris
H0
Fobs
Ftabel
Keputusan Uji
1   2
0,0108
6,00
H 0 tidak ditolak
28,4071
6,00
H 0 ditolak
29,5129
6,00
H 0 ditolak
 2   3
1   3
Tabel di atas menunjukkan bahwa:
a) Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS
dengan PMR, diperoleh Fobs = 0,0108 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F >
6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 diterima. Hal ini berarti model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi
yang sama dengan model pembeljaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR.
b) Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan
pembelajaran konvensional, diperoleh Fobs = 28,4071 dan Ftabel = 6,00
dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini
berarti model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR
menghasilkan prestasi belajar yang berbeda dengan pembelajaran
konvensional. Berdasarkan rereta marginalnya, perserta didik yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memiliki
rerata 66,04 sedangkan peserta didik yang diajar dengsn model
pembelajaran konvensional memiliki rerata 56,76. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS dengan PMR menghasilkan
prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
c) Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan
pembelajaran konvensional, diperoleh Fobs = 29,5129 dan Ftabel = 6,00
dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini
berarti
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
NHT
dengan
PMR
menghasilkan prestasi belajar yang berbeda dengan pembelajaran
user
konvensional. Berdasarkancommit
reratatomarginalnya,
peserta didik yang diajar
76
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
denagan
model pembelajaran NHT dengan PMR memiliki rerata 66,00
sedangkan peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran
konvensional memiliki rerata 56,76. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa
model
menghasilkan
pembelajaran
prestasi
kooperatif
belajar
yang
tipe
lebih
NHT
baik
dengan
daripada
PMR
model
pembelajaran konvensional.
2) Komparasi Rerata Antar Kolom
Pada efek utama H0B ditolak, artinya tidak semua kategori
kemandirian belajar memberikan efek yang sama terhadap prestasi belajar
peserta didik sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda dengan metode
Scheffe’. Rangkuman uji komparasi rerata antar kolom disajikan pada Tabel
4.16 sedangkan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 26.
Tabel 4.16. Rangkuman Hasil Komparasi Antar Kolom
H0
Fobs
Ftabel
Keputusan Uji
 1   2
9,7947
6,00
9,9330
6,00
H 0 ditolak
H 0 ditolak
39,0658
6,00
H 0 ditolak
 2   3
 1   3
Dari Tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
a) Pada kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang diperoleh Fobs =
9,7947 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya
adalah
H 0 ditolak. Hal ini berarti peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang berbeda
dengan peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar sedang.
Berdasarkan rerata marginalnya, prestasi belajar peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar tinggi memiliki rerata 68,40 sedangkan
prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang
memiliki rerata 63,08, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar sedang.
commit to user
77
78
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Pada kategori kemandirian belajar sedang dan rendah diperoleh Fobs =
9,9330 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya
adalah H 0 ditolak. Hal ini berarti peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang berbeda
dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah.
Berdasarkan rerata marginalnya, prestasi belajar peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar sedang memiliki rerata 63,08 sedangkan
prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah
memiliki rerata 57,77, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar rendah.
c) Pada kemandirian belajar tinggi dan rendah diperoleh Fobs = 39,0658 dan
Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0
ditolak. Hal ini berarti peserta didik dengan kategori kemandirian belajar
tinggi mempunyai prestasi belajar yang berbeda dengan pesrta didik
dengan kategori kemandirian belajar rendah. Berdasarkan rerata
marginalnya, prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar tinggi memiliki rerata 68,40 sedangkan prestasi belajar peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar rendah memiliki rerata 57,77,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
daripada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah.
1) Komparasi antar sel pada baris yang sama
Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel
tak sama diperoleh keputusan bahwa H0AB ditolak sehingga perlu dilakukan
uji komparasi ganda antar sel pada baris yang sama. Hasil komparasi ganda
antar sel pada baris yang sama disajikan pada Tabel 4.17 berikut ini
sedangkan perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 26.
commit to user
78
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.17. Rangkuman Hasil
Komparasi Antar Sel pada Baris yang Sama
H0
Fobs
F
Keputusan
11  12
12  13
11  13
2,7562
5,3511
18,1394
15,52
15,52
15,52
H 0 tidak ditolak
H 0 tidak ditolak
H 0 ditolak
 21   23
7,1406
8,7537
30,4953
15,52
15,52
15,52
H 0 tidak ditolak
H 0 tidak ditolak
H 0 ditolak
 31   32
 32   33
 31   33
0,8713
0,4833
0,8713
 21   22
 22   23
H 0 tidak ditolak
H 0 tidak ditolak
H 0 tidak ditolak
Dari rangkuman komparasi rerata antar sel pada baris yang sama pada
15,52
15,52
15,52
tabel 4.17 diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Pada H 0 : 11  12 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan PMR, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara
kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
PMR peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi
belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kemandirian
belajar sedang.
2) Pada H0 : 12  13 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan PMR, tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar
antara kategori kemandirian belajar sedang dan rendah. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki
prestasi belajar yang sama baiknya dengan kemandirian belajar rendah.
3) Pada H 0 : 11  13 , keputusan ujinya H 0 ditolak. Ini berarti pada peserta
didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
commit to user
dengan PMR, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta
79
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah. Peserta didik
dengan kemandirian belajar tinggi memiliki rerata prestasi belajar 71,40
sedangkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah memiliki
rerata prestasi belajar 59,43. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR peserta didik
dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah.
4) Pada H 0 :  21   22 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, tidak terdapat
perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar tinggi dan sedang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe TSTS
dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki
prestasi belajar yang sama baiknya dengan kemandirian belajar sedang.
5) Pada H 0 :  22   23 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe TSTS, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara kategori
kemandirian belajar sedang dan rendah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe TSTS
dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki
prestasi belajar yang sama baiknya dengan kemandirian belajar rendah.
6) Pada H 0 :  21   23 , keputusan ujinya H 0 ditolak. Ini berarti pada peserta
didik yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan
PMR, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah. Peserta didik dengan
kemandirian belajar tinggi memiliki rerata prestasi belajar 74,80
sedangkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah memiliki
rerata prestasi belajar 58,42. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada model pemebelajaran kooperatif tipe TSTS peserta didik dengan
commit to user
80
81
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah.
7) Pada H 0 : 31  32 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik yang diajar mengunakan model pembelajaran konvensional,
tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara kategori kemandirian
belajar tinggi dan sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada model pemebelajaran konvensional peserta didik dengan kemandirian
belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta
didik dengan kemandirian belajar sedang.
8) Pada H 0 : 32  33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional,
tidak ada perbedaan prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar
sedang dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
model pemebelajaran konvensional peserta didik dengan kemandirian
belajar sedang memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta
didik dengan kemandirian belajar rendah.
9) Pada H 0 :  31   33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional,
tidak ada perbedaan prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar
tinggi dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model
pemebelajaran konvensional peserta didik dengan kemandirian belajar
tinggi memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik
dengan kemandirian belajar rendah.
commit to user
81
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.18. Rangkuman Hasil
Komparasi Antar Sel pada Kolom yang Sama
H0
Fobs
F
Keputusan
µ11 = µ21
1,3437
15,52
H0 tidak ditolak
µ21 = µ31
28,7061
15,52
H0 ditolak
µ11 = µ31
20,8717
15,52
H0 ditolak
0,0095
µ12 = µ22
15,52
H0 tidak ditolak
µ22 = µ32
15,52
H0 tidak ditolak
11,8192
µ12 = µ32
15,52
H0 tidak ditolak
9,8688
0,1254
µ13 = µ23
15,52
H0 tidak ditolak
µ23 = µ33
15,52
H0 tidak ditolak
1,2792
µ13 = µ33
15,52
H0 tidak ditolak
2,0916
Dari rangkuman komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama
pada Tabel 4.18 diperoleh hasil sebagai berikut:
1) Pada H 0 : 11   21 , keputusan ujinya H 0 diterima. Hal ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan
PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik
dengan kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya
dengan model pembelajaran TSTS dengan PMR.
2) Pada H 0 :  21   31 , keputusan ujinya H 0 di tolak. Hal ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, terdapat
perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta didik yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan
pembelajaran Konvensional. Berdasarkan rerata prestasi belajarnya,
peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memiliki rerata
74,80 sedangkan peserta didik yang diajar menggunakan model
pembelajaran konvensional memiliki rerata 58,00. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada pada peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR
commit to user
82
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menghasilkan
prestasi
belajar
yang
lebih
baik
daripada
model
pembelajaran konvensional.
3) Pada H 0 :  21   31 , keputusan ujinya H 0 di tolak. Hal ini berarti, pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, terdapat
perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunkan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan pembelajaran
Konvensional. Berdasarkan rerata prestasi belajarnya, peserta didik dengan
kemandirian belajar tinggi yang diajar menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan PMR memiliki rerata 71,40 sedangkan peserta
didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional
memiliki rerata 58,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi
belajar lebih baik daripada pembelajaran konvensional.
4) Pada H 0 : 12   22 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR dan TSTS dengan PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar sedang, model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi
belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS dengan PMR.
5) Pada H 0 :  22  32 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS dengan PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
peserta didik dengan kemandirian belajar sedang, model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang
sama biknya dengan model pembelajaran konvensional.
commit to user
83
84
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Pada H 0 : 12  32 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR dan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar sedang,
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan
prestasi belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran
konvensional.
7) Pada H 0 : 13   23 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan
PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik
dengan kemandirian belajar rendah, model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama biknya dengan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR.
8) Pada H 0 :  23  33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, tidak ada
perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dengan
pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
pada
peserta
didik
dengan
kemandirian
belajar
rendah,
model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi
belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran konvensional.
9) Pada H 0 : 13   33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, tidak ada
perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta didik yang diajar
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR
dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat
commitdidik
to user
disimpulkan bahwa pada peserta
dengan kemandirian belajar rendah,
84
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan
prestasi belajar yang sama baiknya dengan model pembelajaran
konvensional.
B. PEMBAHASAN
1.
Hipotesis Penelitian Pertama
Berdasarkan perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak
sama diperoleh Fobs  20,686 ˃ Fa  3,000 Sehingga
akibatnya
H 0 A ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan efek atar model
pembelajaran terhadap prestasi belajar. Dari hasil uji lanjut pasca anava
diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR memberikan prestasi belajar matematika yang sama baiknya
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. kemudian model
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR memberikan
prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran
konvensional. Kesimpulan ini telah sesuai dengan hipotesis yang telah
ditetapkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Tarim (2009), Zakaria, Chin &
Daud (2010), Artut (2010) dan Pandya (2011) yang menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi
belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS
dengan PMR dengan mengkombinasikan model pembelajaran NHT maupun
TSTS dengan PMR. Pada model pembelajaran NHT mempermudah peserta
didik untuk mengonstruksi dan memahami materi karena terdapat tahap
penomoran sehingga menuntut tanggung jawab setiap peserta didik untuk
memahami
materi
yang
diberikan.
Tahap
penomoran
memberikan
kesempatan yang sama bagi peserta didik untuk mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya di depan kelas sehingga peserta didik yang
bersangkutan harus siap jika nomor yang dimilikinya dipanggil. Selanjutnya
dengan adanya kombinasi dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan
motivasi belajar peserta didik untuk mempersiapkan diri mengikuti kegiatan
pembelajaran. Selain itu pada
model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS
commit
to user
85
86
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan pendekatan PMR terlihat adanya kerjasama yang baik antar peserta
didik dalam satu kelompok dimana setiap kelompok dituntut aktif dalam
berdiskusi dan masing-masing peserta didik harus menguasi materi yang di
diskusikan karena yang bersangkutan akan menjelaskan kembali hasil
diskusinya
kepada
teman
kelompoknya
dan
menjadikan
suasana
pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan
oleh
Farida
(2013)
menyimpulkan
bahwa
pembelajaran
menggunakan PMR menjadikan peserta didik lebih aktif bekerja sama dan
mendiskusikan materi sehingga dapat meningkatkan pemahaman peserta
didik.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR
memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional hal ini sejalan dengan penelitian
Apriandi (2012), Suparlan (2013) menyimpulkan bahwa prestasi belajar
matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan
kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional.
Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran koperatif tipe NHT dengan
PMR TSTS dengan PMR peserta didik memiliki pembimbing dalam
pembelajaran yaitu ketua kelompok mereka sehingga peserta didik tidak
sungkan bertanya jika mengalami kesulitan atau belum memahami materi
yang didiskusikan. Berbeda dengan model pembelajaran langsung, pada
prakteknya
hampir
semua
proses
pembelajaran
guru
mendominasi
pembelajaran sehingga peserta didik kurang aktif dalam memperoleh
informasi yang disampaikan. Selain itu ada kecenderungan peserta didik acuh
untuk bertanya pada gurunya apabila ada materi yang belum mereka pahami.
2.
Hipotesis Penelitian Kedua
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
diperoleh Fobs  18,7081 ˃ Fa  3,00 Sehingga
akibatnya H0B
ditolak. Hal ini berarti bahwa tedapat perbedaan efek antar kategori
kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika. Hasil
commit to user
uji lanjut pasca anava disimpulkan bahwa peserta didik dengan kategori
86
87
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar
sedang dan rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kosnin (2007) yang
menyimpulkan bahwa peserta didik dengan kemandirian belajar yang lebih
baik memiliki prestasi belajar yang lebih baik pula. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwanto (2012)
yang menyatakan bahwa prestasi belajar peserta didik yang mempunyai
kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada peserta didik yang memiliki
kemandirian belajar sedang maupun kemandirian belajar rendah. Peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi lebih rajin, lebih aktif pada
saat pembelajaran berlangsung. Selain itu peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar tinggi sering berdiskusi atau bertanya jika mereka
mengalami kesulitan. Mereka juga banyak menggunakan sumber belajar yang
lain dan berusaha mencari refrensi sebanyak-banyaknya yang terkait dengan
bahan pembelajaran yang diberikan. Hal tersebut berdampak positif pada
peserta didik yaitu bertambanya wawasan serta pengetahuan mereka terkait
dengan materi pelajaran yang akan mengarah pada peningkatan prestasi
belajar.
Selanjutnya hasil uji lanjut anava juga diperoleh bahwa peserta didik
dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi yang lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah.
Dengan demikian hasil penelitian ini telah sesuai dengan hipotesis yang telah
ditetapkan. Peserta didik dengan kemandirian belajar sedang sekalipun tidak
seperti peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi yang mampu
memaksimalkan untuk menetapkan kegiatan belajarnya sendiri dan mencari
informasi tambahan secara mandiri, dengan adanya dukungan dan bantuan
dari teman dalam satu kelompoknya menjadikan peserta didik dengan
kemandirian belajar sedang menjadi lebih semangat dalam belajar. Berbeda
dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah yang sekalipun
mendapat motivasi dari teman kelompoknya mereka masih lambat dalam
commit
to userpeserta didik dengan kemandirian
mencapai tujuan belajar mereka.
Sehingga
87
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belajar sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta
didik dengan kemandirian belajar rendah. Hal ini didukung dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Kurniasih (2010) yang menyimpulkan bahwa
prestasi belajar peserta didik dengan kemandirian belajar sedang lebih baik
daripada peserta didik dengan kemandirian belajar rendah.
3.
Hipotesis Penelitian Ketiga
Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama
diperoleh Fobs  2,7159 ˃ Fa  2,3700 Sehingga
akibatnya H0AB
ditolak. Hal ini berarti terdapat interaksi antara penggunaan model
pembelajaran dengan kategori kemandirian belajar terhadap prestasi belajar.
Pada model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar tinggi dan sedang menghasilkan prestasi belajar yang
sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar
sedang. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini
dimungkinkan karena pada model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar sedang terdorong untuk lebih aktif
dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar
matematika. Pada model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta didik
dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah menghasilkan
prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar rendah. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian.
Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah
terdorong untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga
meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar tinggi dan rendah menghasilkan prestasi belajar yang berbeda. peserta
didik yang diajarkan dengan model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi menghasilakn prestasi
belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori
commit to user
kemandirian belajar rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal
88
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ini dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar
tinggi mempunyai kemampuan yang lebih dalam memotivasi diri untuk
memahami materi pelajaran yang diberikan.
Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta
didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang menghasilkan
prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki
kemandirian belajar sedang. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian
Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dengan PMR, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang
terdorong untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga
meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR, Peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar sedang dan rendah memberikan prestasi belajar yang sama baiknya
dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. Hasil ini
tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada
model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta didik yang
memiliki kemandirian belajar rendah terdorong untuk lebih aktif dalam
mengikuti proses pembelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar
matematika. Pada peserta didik yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta didik dengan
kategori kemandirian belajar tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih
baik dibandingkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. Hasil ini
sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar tinggi mempunyai kemampuan yang lebih
dalam memotivasi diri dalam memahami materi pelajaran yang diberikan.
Pada pembelajaran Konvensional, peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar tinggi dan sedang memberikan prestasi belajar yang sama
dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang. Hasil ini
sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada
pembelajaran konvensional, guru mengajar dengan tujuan agar peserta didik
commitmelakukan
to user sesuatu sehingga dalam proses
mengetahui sesuatu bukan mampu
89
90
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan apa
yang
disampaikan oleh guru. Pada pembelajaran Konvensional, peserta didik
dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah memberikan prestasi
belajar yang sama dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah.
Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena
pada pembelajaran konvensional, guru mengajar dengan tujuan agar peserta
didik mengetahui sesuatu bukan mampu melakukan sesuatu sehingga dalam
proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan apa yang
disampaikan oleh guru. Pada pembelajaran konvensional, peserta didik
dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah memberikan prestasi
belajar yang sama dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar
rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan
karena pada pembelajaran konvensional, guru mengajar dengan tujuan agar
peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu melakukan sesuatu sehingga
dalam proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan apa
yang disampaikan oleh guru.
4.
Hipotesis Penelitian Keempat
Berasarkan hasil analisis variasi disimpulkan bahwa terdapat interaksi
antara model pembelajaran dan kemandirian belajar peserta didik dengan
prestasi belajar. Pada kemandirian belajar tinggi, peserta didik yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR
memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang diajar
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Hasil ini
sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar tinggi mampu memotivasi dan
mengendalikan dirinya sendiri untuk berpartisipasi aktif dalam mengikuti
proses pembelajaran yang diberikan guru. Pada kemandirian belajar tinggi,
peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan
PMR mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang
dikenai pembelajaran konvensional. Hasil ini sesuai dengan hipotesis
commit
to user
penelitian bahwa pada peserta
didik
yang memiliki kemandirian belajar
90
91
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR lebih baik
prestasinya dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap
prestasi belajar peserta didik. Pada kemandirian belajar tinggi, peserta didik
yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR
mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan peserta didik
yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil ini sesuai dengan
hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan PMR, setiap peserta didik diberikan penomoran
yang berbeda dalam satu kelompok sehingga menuntut peserta didik lebih
bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan.
Pada kemandirian belajar sedang, peserta didik yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR memberikan
prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Hasil ini tidak sesuai dengan
hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena model pembelajara
kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR, menuntut peserta didik untuk
bekerjasama dalam kelompok dalam menyelesaikan permasalahan yang
diberikan sehingga peserta didik dengan kemandirian belajar sedang
terdorong untuk lebih aktif mengikuti proses pembelajaran. Pada kemandirian
belajar sedang, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama
dengan peserta didik yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil ini
tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena proses
pembentukan kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
dengan PMR kurang memperhatikan keragaman kemandirian belajar peserta
didik. Pada kemandirian belajar sedang, peserta didik yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR memberikan prestasi
belajar yang sama dengan peserta didik yang diajar dengan pembelajaran
konvensional. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini
dimungkinkan
karena
proses pembentukan
commit to user
91
kelompok
pada
model
92
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR kurang memperhatikan
keragaman kemandirian belajar peserta didik.
Pada kemandirian belajar rendah, peserta didik yang diajar dengan
model pembelajaran NHT dan TSTS dengan PMR memberikan prestasi
belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis
penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik dengan kemandirian
belajar rendah memiliki kecendrungan pasif dalam proses pembelajaran yang
diberikan guru sehingga prestasi belajarnya kurang maksimal. Pada
kemandirian belajar rendah, peserta didik yang diajar dengan model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar
yang sama dengan peserta didik yang dikenai pembelajaran konvensional.
Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa pada peserta didik
yang memiliki kemandirian belajar rendah, model pembelajaran kooperatif
tipe TSTS dengan PMR mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik yang
memiliki kemandirian belajar rendah memiliki kecendrungan pasif dalam
proses pembelajaran yang diberikan guru sehingga prestasi belajarnya kurang
maksimal. Pada kemandirian belajar rendah, peserta didik yang diajar dengan
model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR memberikan prestasi
belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai pembelajaran
konvensional. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini
dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar
rendah memiliki kecendrungan pasif dalam proses pembelajaran yang
diberikan guru sehingga prestasi belajarnya kurang maksimal.
C. Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan suatu keterbatasan dalam
pelaksanaan penelitian ini antara lain:
a. Untuk pembentukan kelompok pada model pembelajaran kooperatif,
meskipun pembentukan kelompok
telah heterogen menggunakan hasil
commit to user
92
93
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ulangan materi sebelumnya. Namun dalam proses pembelajaran terdapat
beberapa peserta didik yang kurang puas dengan hasil pembentukan
kelompok tersebut sehingga diskusi dalam kelompok kurang maksimal.
b. Untuk pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang telah terkonsep,
kadang kala dalam prakteknya tidak maksimal karena keterbatasan waktu
dan peserta didik belum terbiasa dengan pembelajaran yang baru.
commit to user
93
94
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
sebagaiberikut:
1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik disbanding kan
dengan pembelajaran konvensional dan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama
dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR.
2. Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi
belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar sedang dan rendah, dan peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar
rendah.
3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan
PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai
prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori
kemandirian belajar sedang. Peserta didik dengan kategori kemandirian
belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik
dibandingkan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, dan
peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai
prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan peserta didik dengan
kemandirian belajar rendah. Pada pembelajaran konvensional, peserta didik
dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah mempunyai
prestasi belajar yang sama baiknya.
4. Pada kategori kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe
NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan
committipe
to user
model pembelajaran kooperatif
TSTS dengan PMR, dan model
94
95
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR
menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran
konvensional. Pada kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, masingmasing model pembelajaran menghasilkan prestasi belajar yang sama
baiknya.
B. Implikasi
Berdasarkan kajianteori dan mengacu pada hasil penelitian ini maka
penulis menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara
praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.
Berdasarkan kesimpulan di atas, model pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan PMR dan TSTS dengan PMR dapat digunakan sebagai alternatif model
pembelajaran yang digunakan guru matematika ketika menyampaikan materi
pokok bangun ruang dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika
peserta didik. Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR dapat menjadikan suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan. Peserta didik antusias untuk saling
bekerja sama, bertanggung jawab dan memotivasi teman dalam satu kelompoknya
dalam memahami materi pelajaran. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
kategori kemadirian belajar peserta didik sangat berpengaruh terhadap prestasi
belajar peserta didik. Hal ini berarti bahwa kategori kemandirian belajar peserta
didik memegang peranan penting dalam proses pembelajaran matematika.
Pembelajaran matematika yang memerlukan cara berfikir logis dan banyak latihan
sangat memerlukan banyak penelaahan yang membutuhkan banyak referensi dan
diskusi-diskusi untuk mempelajarinya.
Sebagai guru terutama mata pelajaran matematika sebaiknya mengetahui
model pembelajaran yang baik inovatif dan mengetahui juga kategori kemandirian
belajar peserta didik yang akan menjadi subjek pembelajaran. Hal ini disebabkan
pada diri peserta didik terdapat kategori kemandirian belajar yang berbeda-beda
sebagai alat penggerak untuk belajar matematika.
commit to user
95
96
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Saran
Dalam rangka turut menyumbangkan ide dan wawasan yang berkaitan
dengan peningkatan prestasi belajar matematika, maka penulis memberikan
beberapa saran yaitu:
1. Kepada Guru Mata Pelajaran Matematika
Guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
PMR dan TSTS dengan PMR saat menyampaikan materi bangun ruang. Hal
ini karena dengan model tersebut peserta didik mampu terlibat aktif bekerja
sama, membantu dalam berkelompok dan menciptakan suasana pembelajaran
yang menyenangkan. Selain itu, guru hendaknya memperhatikan tingkat
kemandirian belajar peserta didik karena sangat berpengaruh dalam prestasi
belajar mereka.
2. Kepada Peserta Didik
Peserta didik mampu mengembangkan kemandirian belajar dengan cara
mencari referensi-referensi yang lain yang mendukung dan tidak hanya
mengandalkan materi yang disampaikan guru.
3. Kepada Kepala Sekolah
Pada pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR hendaknya kepala
sekolah berperan aktif memberikan ide, motivasi, dan menyediakan sarana
dan prasana agar peserta didik lebih aktif dan termotivasi untuk belajar.
4. Bagi Para Peneliti/Calon Peneliti
Bagi para peneliti, tesis ini dapat digunakan sebagai acuan atau dapat dipakai
sebagai salah satu referensi untuk melakukan penelitian yang lain.
Diharapkan para peneliti dapat mengembangkan penelitian dengan model
pembelajaran kooperatif yang lain selain NHT dengan PMR dan TSTS dengan
PMR yang dikombinasikan dengan pendekatan matematika realistik sehingga
dapat menambah wawasan dan kualitas pendidikan yang lebih baik,
khususnya materi pelajaran matematika.
commit to user
96
97
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdulrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Apriandi, D. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray dan Numbered Heads Together Terhadap Prestasi Belajar
Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP Di Kabupaten Bantul Ditinjau
Dari Aktivitas Belajar. Surakarta: Tesis Universitas Sebelas Maret.
Araban, S. & Hasan, R. 2012.Study of Cooperative Learning Effects on SelfEfficacy and Academic Achievement in English Lesson of High School
Students. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2 (9) 85248526.
Artut, P. D. 2010 Experimental evaluation of the effects of cooperative learning
on kindergarten children’s mathematics ability. International Journal of
Education Research. Vol 48, 370-380.
Budiyono. 2003. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: UNS Press.
Budiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press.
Farida, A. 2013. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Menggunakan
Pendekatan Matematika Realistik Dengan Metode Permainan Pasaran
Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Ditinjau Dari Kreativitas
Siswa SD Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Tesis Universitas
Sebelas Maret.
Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry.
Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 35, 258-291
Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht:
CdB press.
Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya.
Banjarmasin: Tulip.
Hamid, A & Prayitno, A. 2012. Improving the Quality of Student Learning
Mathematics Class VIII in Using Cooperative Learning Model Numbered
Heads Together in SMPN 5 Kepanjen Malang. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Sosial dan Humaniora.Vol. 9, 59 - 67.
Hammiddy, M. 2010. Improving Students’ Comprehension of Poems Using Two
Stay Two Stray Strategy. Journal of Social Sciences.Vol 10: 316-318.
commit to user
97
98
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Haydon, T, Lawrence, M, & William, H. 2010. Efek of Numbereds Heads
Together on the Daily Quiz Scores and On-Taks Behavior of Students with
Disabilities. Journal Behavior Education. 19: 222-238.
Hidayati, K. & Listyani, E. 2010. Inproving Instruments of Students’self-regulated
learning. http://staff.uny.ac.id. Diunduh pada tanggal 19 Desember 2013.
Huda, M. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hudoyo, H. 2009. Pengembangan Kurikulum Mateamtika & Pelaksanaanya
Didepan Kelas. Surabaya: usaha nasiaonal.
Joyoatmojo, S. 2011. Pembelajaran Efektif: Pembelajaran yang Membelajarkan.
Surakarta: UNS Press.
Kalhotra. 2012. Emotional Intelligence and Academic Achievement of School
Children. Review of Research.Vol 1: 1-4.
Klug, J.,Ogrin, S., Keller, S., Ihriger, A., & Schmitz, B., 2011. A Plea for SelfRegulated Learning as a Process: Modeling, Measuring and Intervening.
Psychological Test and Assessment Modeling. Vol. 53 (1), 51-72.
Kramarski, B., Narciss, S., Desoete, A., Perry, N. & Bannert, M. 2013. New
perspectives on Integrating Self-Regulated Learning at School.Education
Research international.Vol. 2013, Article ID 498214.
Kusnandar. 2007. Guru professional Edisi revisi. Jakarta: Raja grapindo persada.
Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdiknas. 2012/2013. Laporan
Hasil Ujian Nasiona. Jakarta Pusat: Eks Komplek Siliwangi.
Kurniasih, D. 2010. Pengaruh Implemantasi Strategi Pembelajaran Thing Talk
write Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Dalam Menyelesaikan
Soal Cerita Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa SMK Jurusan Bisnis
Manajemen. Tesis UNS. Tidak diterbitkan.
Lie, A. 2008. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas .
Jakarta: Grasindo.
Mudjiman, H. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press.
Muhibinsyah. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung:
Rosdakarya.
Mustafa, Yusnita, & Baharuddin. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif
Model Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Keaktifan dan
Penguasaan Konsep Matematika. Jurnal PTK DBE3.Vol. Khusus No. 1.
7–14.
commit to user
98
99
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ozsoy, N., & Yildiz, N. 2004. The Effect Of Learning Together Technique Of
Cooperative Learning Method on Student Achievement in Mathematics
Teaching 7th Class of Primary School. The Turkish Online Journal of
Education Technology.Vol. 3 Issue 3 Article 7, 49-54.
Pandya, S. 2011. Interactive effect of cooperative learning model and learning
goals of students on academic achievement of student in
mathematics.International journal of education.Vol 1, 27-34.
Ponnambaleswari. 2012. Effectiveness of Cooperative Learning Strategy in
facilitating Scholastic Achievement among Student-Teachers.International
Multidisciplinary.Vol I. Issue-II, pp.29-37, ISSN 2277-4262.
Purwanto, B. 2012. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe ThinkTalk-Write (TTW) dan Tipe Think PairSher (TPS) pada Materi Statistika
Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa SMA di Kabupaten Madiun. Tsis
UNS. Tidak diterbitkan.
Rusman. 2012. Model-model pembelajaran menggunakan profesionalisme guru.
Jakarta: Rajawali press.
Silberman, M. L. 2006. Active Learning. Bandung: Nusamedia
Slavin, R. 2008.Cooperative Learning Teori, Riset dan praktik. Bandung : Nusa
Media.
Smaldino, S.E.,& Rusell, J.D. 2005. Instructional Technology and Media for
Learning. Colombus: Pearson Merril Pretince Hall.
Suherman, E. 2001. Stategi Belajar Mengajar Matematika Kontemporer. Jakarta:
Universitas Pendidikan Indonesia.
Sulistiyono. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Numbered Heads Two Gether (NHT) dengan pendekatan pendidikan
matematika realistik (PMR) pada pokok bahasan segiempat ditinjau dari
gaya belajar siswa SMP Negeri di Kota salatiga. Surakarta: Tesis
Universitas Sebelas Maret.
Sumarmo, U. 2010. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Dikembangkan pada Peserta Didik. http/mat.sps.edu. diunduhpada 25
Desember 2013.
Suparlan, A. 2013. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered
Heads Together (NHT) Dan Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Pada
Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Intelligence Quotient Siswa
Kelas VIII Smp Di Kabupaten
Purworejo.
commit
to user Tsis UNS. Tidak diterbitkan.
99
100
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Suparno, p. 2007. pilsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta:
Kanisius
Suprijono, A. 2013. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyitno, A. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I.
Semarang: UNESS.
Tahar, I. & Enceng.2006. Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar pada
Pendidikan Jarak Jauh.Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Vol.
7(2), 91-101.
Tarim, K. 2009. The Effect of Cooperative Learning on Preschooler Mathematics
Problem Solving Ability.International Journal of Mathematics Education.
Vol. 72, 325-340.
Thobroni, M. & Malik, A. 2011. Belajar dan Pembelajaran Yogyakarta: Ar-Ruz
Media.
Trianto. 2010. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kosnstruktivistik.
Jakarta: kencana.
Uno, H. B. 2012. Teori Motivasi &Pengukurannya. Jakarta :Bumi Aksara.
Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan
Pembelajaran Matematiaka. Yogyakarta: GrahaIlmu.
Wolters, C., Pintrich, P.,&karabenick, S. 2003. Assessing Academic SelfRegulated Learning. Paper prepared for the Conference on Indicators of
Positive Development: Depinitions, Measures, and Prospective Validity.
Sponsored by Child Trends, National Institutes Of Health.
Zimmerman, B. J. 2002. Becoming a Slef-regulated learner:An Overview. Theory
into Pratice. Vol 41(2), 64-70.
Zubaedi. 2011. Desain pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana.
commit to user
100
Download