perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal ini yang sedang marak digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dan berkaitan erat dengan proses belajar mengajar yang dilakukan di kelas. Hal ini disebabkan melalui proses belajar mengajar akan diperoleh hasil belajar dari siswa sebagaimana yang tertuang dalam pasal 3 bab I Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlaq mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Upaya untuk mencapai fungsi pendidikan nasional, salah satunya dengan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah khususnya pada mata pelajaran matematika. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi kebutuhan siswa dalam melatih penalarannya. Melalui pembelajaran matematika diharapkan dapat menambah kemampuan, mengembangkan keterampilan, dan aplikasinya. Selain itu, matematika merupakan ilmu penunjang bagi ilmu pengetahuan yang lain. Dengan melihat peran matematika tersebut, tentunya penguasan terhadap matematika dirasa sangat penting. Namun pada kenyataanya prestasi belajar peserta didik masih kurang pada mata pelajaran matematika. Data laporan pengolahan ujian nasional tahun pelajaran 2012/2013 menunjukkan bahwa Ujian Nasional (UN) mata pelajaran matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Lombok Timur menduduki urutan ke 5 dari 11 kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Rata-rata nilai matematika commit to user untuk Kabupaten Lombok Timur sebesar 5.56 sedangkan di Provinsi Nusa 1 2 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tenggara Barat sebesar 6.60. Berdasarkan data tersebut, rata-rata nilai mata pelajaran matematika mempunyai rentang yang cukup jauh antara tingkat Kabupaten Lombok Timur dengan tingkat Provinsi. Ini mengindikasikan adanya kesulitan untuk mengusai matematika terutama bagi peserta didik di Kabupaten Lombok Timur. Salah satu kesulitannya yaitu pada penguasan materi bangun ruang. Jika dibandingkan dengan pokok bahasan yang lain seperti materi perbandingan, materi bangun ruang memiliki persentase daya serap yang lebih rendah. Selain itu, persentase daya serap pada materi bangun ruang pada tingkat Kabupaten Lombok Timur masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel 1.1 Persentase Daya Serap Materi Matematika Ujian Nasional SMP Kabupaten Lombok Timur Tahun Pelajaran 2012/2013 Kemampuan yang diuji Kota/kab Prop Nas Menentukan unsur-unsur bangun ruang 58,48% 58,71% 59,92% Menyelesaikan masalah yang berkaitan 50,08% 56,36% 48,77% dengan jaring-jaring bangun ruang. Menyelesaikan masalah yang berkaitan 36,50% 57,58% 60,14% dengan volume bangun ruang Menyelesaikan masalah yang berkaitan 36,97% 49,02% 38,92% dengan luas permukaan bangun ruang. (sumber: Badan Standar Nasional Pendidikan, 2013) Dari Table 1.1, dapat dilihat persentase daya serap materi bangun ruang Kabupaten Lombok Timur lebih rendah dibandingkan dengan daya serap tingkat Provinsi Nusa Tenggara Barat maupun tingkat nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa masih terdapat kesulitan dalam penguasaan materi bangun ruang di Kabupaten Lombok Timur. Matematika masih dianggap sulit dan tidak bermakna. Terlebih saat ini sebagian besar proses pembelajaran matematika di kelas masih berfokus kepada guru sebagai sumber satu-satunya sumber pengetahuan dengan model pembelajaran konvensional sebagai pilihan utama. Hal ini membuat peserta didik menjadi pasif karena hanya mendengarkan penjelasan dari guru sehingga kemampuan matematikanya menjadi rendah. Model pembelajaran seperti ini mengakibatkan siswa kurang diberdayakan kemampuanya sehingga partisipasi siswa kurang dalam mengikuti pelajaran. commit toMaka user dari itu perlu adanya pemecahan 2 3 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id masalah dalam menentukan model pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk dapat lebih memahami materi yang disampaikan. Pada jenjang sekolah menengah kelas VIII, peserta didik diajarkan mengenai bangun ruang, yaitu kubus, balok prisma, dan limas. Objek kajian bangun ruang sebenarnya sudah dikenalkan kepada peserta didik sejak sekolah dasar. Bahkan sering dijumpai dalam kegiatan sehari-hari misalnya, kotak makanan yang berbentuk kubus dan balok, atap rumah yang berbentuk prisma, limas, dan sebagainya. Namun pada kenyataannya daya serap untuk materi bangun ruang masih rendah. Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan sebagai solusi untuk permasalahan tersebut adalah model pembelajaran kooperatif. Hal ini didukung oleh beberapa hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar matematika (Pandya, 2011; Artut, 2010; Tarim, 2009). Menurut Slavin (2008: 4), model pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Acikgoz (dalam Ozsoy & Yildiz, 2004) menyatakan “Cooperative learning is a process in which students learn by working in small groups and helping each other's learning for a common aim”. Pembelajaran kooperatif adalah proses dimana siswa belajar dengan bekerja dalam kelompok kecil dan membantu belajar satu sama lain untuk tujuan bersama. Sejalan dengan hasil penelitian Araban &Hasan (2012) bahwa “Teachers must more pay attention to practical approaches such as cooperative learning and apply these methods in classrooms to improve cognitive and affective outputs of students”. Menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif dapat meningkatkanhasil belajar kognitif maupun afektif siswa. Hal tersebut disebabkan kerjasama dalam kelompok mampu membuat siswa menjadi lebih percaya diri sehingga prestasi belajar mereka menjadi lebih baik. Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS. Model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) merupakan pendekatan struktural commit user dari model pembelajaran kooperatif. Ciri to khas dari model pembelajaran ini adalah 3 4 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id guru hanya menunjuk seseoarang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memeberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Selain itu model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka (Lie, 2008:59). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Apriandi (2012) yang menyimpulkan prestasi belajar matematika dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Selain itu juga, penelitian yang dilakuakan oleh Haydon et al. (2010) menyimpulkan bahwa tiga siswa dengan berbagai cacat yang diajar dengan model NHT memiliki interval persentase yang lebih tinggi pada ON-task behavior dan nilai kuis harian yang lebih baik. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyono (2013) menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik sama baiknya denagan prestasi belajar matematika siswa yang mendapat pembelajaran dengan model kooperatif tipe NHT dan keduanya lebih baik daripada model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) adalah model pembelajaran kooperatif yang mana siswa dibagikan dalam beberapa kelompok dan bekerja sama dalam kelompok tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas Kemudian setelah tugas selesai, dua siswa tetap tinggal di kelompok tersebut untuk menjelaskan pada siswa tamu yang datang, sementara dua siswa yang lain pergi ke kelompok lain yang berbeda untuk mencari informasi dari kelompok lain. Hammidy (2010:12) menyatakan bahwa pembelajaran dengan TSTS memberikan pengalaman peserta didik dalam mengumpulkan informasi dan melaporkan kembali kerekan satu tim mereka, dasarnya adalah model diskusi kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab sendiri, dan sangat cocok diterapakan pada setiap kelas. Selain itu, Suparlan (2013) menyimpulakan bahwa model pembelajaran TSTS lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran NHT dan model pembelajaran konvensional. Penelitian yang dilakukan oleh Apriandi (2012) menghasilkan temuan bahwa TSTS memberikan prestasi belajar commit to user matematika yang sama dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT, 4 5 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id disisi lain prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Reudenthal yang berpendapat bahwa matamatika merupakan aktivitas manusia (human activites) dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam proses pembelajarn siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Hadi, 2005:9). Perpaduan materi pelajaran dengan dunia nyata akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang mendalam dan membuat siswa kaya akan pemahaman masalah sehari-hari dan cara menyelesaikannya. Kemandirian belajar merupakan suatu sikap mental yang ada pada diri peserta didik untuk melakukan sesuatu tanpa bergantung kepada orang lain. Hal ini sesuai dengan pendapat Zimmerman (2002) “self-regulated student proactively seek out informations when needed and take the necessary step to master it. When they ecounter obstacles such as poor study conditions they find a way to succeed”. Kemandirian belajar merupakan kompetensi interdisipliner penting yang mengarah untuk meningkatkan pengetahuan dan membantu individu mengatasi tantangan belajar seumur hidup dalam masyarakat. (Kramarski et al, 2013; Klug et al, 2011). Kemandirian belajar memiliki korelasi positif dengan prestasi belajar (Tahar dan Eceng, 2006; Kosnin, 2007). Pada penelitian yang dilakukan oleh Purwanto (2012) disimpulkan bahwa peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada kemandirian belajar rendah. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih (2010) peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. Berdasarkan beberapa hal di atas, akan diteliti apakah dengan model commit(NHT) to userdengan PMR dapat menghasilkan pembelajaran Numbered Head together 5 6 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembelajaran yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) maupun pembelajaran konvensional ditinjau dari kategori kemandirian belajar peserta didik pada materi bangun ruang kelas VIII SMP Negeri di Kabupaten Lombok timur tahun pelajaran 2013/2014. B. Rumusan Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas permasalahan yang akan diteliti dirumuskan sebagi berikut: 1. Manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, TSTS dengan PMR atau model pembelajaran konvensional? 2. Manakah yang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik antara peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah? 3. Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah? 4. Pada masing-masing kategori kemandirian belajar, manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR atau model pembelajaran konvensional? C. Tujuan penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Model pembelajaran yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model NHT dengan PMR, model pembelajaran TSTS dengan PMR atau model pembelajaran konvensional. 2. Kategori kemandirian belajar yang memiliki prestasi belajar matematika yang lebih baik antara peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah. commit to user 6 7 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. pada masing-masing model pembelajaran, peserta didik yang memiliki prestasi belajar yang lebih baik antara peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah. 4. Pada masing-masing kategori kemandirian belajar, manakah yang menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR atau model pembelajaran konvensional. D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi khasanah teori pembelajaran matematika yang berkaitan dengan pemilihan model pembelajaran ditinjau dari kemandirian belajar peserta didik. Dengan mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran dan kategori kemandirian belajar peserta didik dapat dimanfaatkan sejauh mana pengaruhnya terhadap prestasi belajar matematika. 2. Manfaat Praktis Bagi peserta didik, melalui penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan peserta didik tentang cara belajar matematika dalam upaya untuk meningkatkan prestasinya. Bagi guru, melalui penelitian ini makin diharapkan dalam memilih model pembelajaran dapat lebih tepat sehingga mendorong peserta didik lebih optimal dalam belajar agar memperoleh prestasi belajar yang maksimal. Bagi kepala sekolah, diharapkan dengan penelitian ini kepala sekolah memperoleh informasi sebagai masukan dalam upaya mengefektifkan pembinaan para guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika. commit to user 7 8 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. 1. Kajian Teori Prestasi Belajar Matematika a. Belajar Paradigma baru pendidikan di Indonesia mengacu pada teori konstruktivisme yang mendorong dan menghargai usaha belajar siswa. Beberapa ahli mengungkapkan tentang definisi belajar menurut teori konstruktivisme yang lebih mengutamakan, menekankan dan terpusat pada keaktifan siswa. Menurut Suparno (2007:61) belajar adalah proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya akan berkembang. Kemudian menurut Thobrini dan Malik (2011:17) belajar adalah proses yang terjadi secara internal di dalam suatu individu dalam usahanya memperoleh hubungan baru baik antar perangsangperangsang, antara reaksi-reaksi ataupun antara perangsang dan reaksi. Menurut Uno (2012:15) belajar adalah pemerolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan perilaku yang menetap sebagai akibat adanya proses dalam bentuk interaksi belajar terhadap suatu objek yang ada dalam lingkungan belajar. Tujuan belajar yang eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan instruksional yang biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan tujuan belajar sebagai hasil yang menyertai tujuan belajar instruksional bentuknya berupa kemampuan berfikir krtitis dan kreatif, sikap terbuka dan demokratis menerima orang lain dan sebagainya. (Suprijono, 2013:5). Selanjutnya Ponnambaleswari (2012) menyatakan bahwa Learning is defined as the construction of knowledge by the individuals. It is an interactive process involving construction of knowledge by the individuals through social collaboration which happen especially through peer group interaction. commit to user 8 9 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Ponnambaleswari (2012) menyatakan belajar sebagai konstruksi pengetahuan oleh individu. Ini adalah sebuah proses interaktif yang melibatkan konstruksi pengetahuan oleh individu melalui kerjasama sosial yang terjadi melalui interaksi kelompok. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis memperoleh kesimpulan bahwa belajar adalah proses menghubungkan pengalaman baru yang diperoleh dengan pengalaman yang sudah dimiliki yang terjadi secara internal dari interaksi terhadap lingkungan belajar sehingga pengetahuan dan keterampilannya berkembang. b. Prestasi Belajar Keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan guru dapat diukur dari sejauh mana peserta didik memahami materi yang diajarkan guru. Kusnandar (2007:251) mengemukakan “prestasi belajar adalah kemampuan peserta didik dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”. Sedangkan Abdulrahman (2003:38) menyatakan prestasi belajar adalah keluaran (output) dari suatu system pemrosesan masukan (input). Masukan dari system tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatan atau kinerja (performance). Kusnandar (2007:251) mengemukakan bahwa indikator prestasi belajar adalah ciri penanda kertercapaian kompetensi dasar indikator dalam silabus berfungsi sebagi tanda-tanda yang menunjukkan terjadinya perubahan perilaku pada diri perserta didik. Tanda-tanda ini lebih spesifik dan lebih dapat diamati dalam diri peserta didik, jika serangkaian indikator prestasi belajar sudah tampak pada diri mereka, target kompetensi dasar tersebut sudah terpenuhi atau tercapai. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai peserta didik setelah menerima suatu pengetahuan yang diwujudkan dalam bentuk angka atau nilai dan juga perbuatan. Pencapaian prestasi belajar ditandai dengan indikator ketercapaian commit to user prestasi belajar yang sudah terpenuhi. 9 10 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id c. Prestasi Belajar Matematika Hudoyo (2009:96) menjelaskan bahwa hakekat matematika berkenaan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis. Sehingga matematika berkenaan dengan konsep yang abstrak. Hakekat matematika sama artinya menguraikan tentang apa matematika itu sebenarnya. Ruang lingkup kerja matematika dijelaskan oleh Hudoyo (2009:96-97) bahwa kerja matematika terdiri dari observasi, menebak dan mengetes hipotesis, mencari analogis, dan akhirnya merumuskan teorema-teorema yang dimulai dari asumsi-asumsi dan unsurunsur yang tidak didefiniskan. Sedangkan bahasa matematika agar dapat dipahami dengan mudah maka dinyatakan dengan symbol-simbol dan istilah yang benar dan tepat serta telah disepakati bersama. Kemudian Kalhotra (2012) menyatakan Academic achievement means knowledge attained and skill development in the school subjects usually designated by test scores or by marks assigned by teachers or by both achievements can be measured with help of test, verbal or written of different kinds. Kalhotra (2012) menyatakan prestasi akademik ialah pengetahuan yang dicapai dan pengembangan kemampuan dalam mata pelajaran di sekolah, biasanya menggunakan skor tes atau nilai yang diberikan guru atau dengan keduanya, prestasi dapat diukur dengan bantuan tes, lisan maupun tertulis. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah prestasi belajar yang telah dicapai peserta didik dalam proses belajar mengajar yang dinyatkan dalam bentuk angka dan mencerminkan penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran. Jadi, prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil yang dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar matematika yang dinyatakan dalam hasil tes berupa nilai. Nilai ini dapat dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf atau kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang telah dicapai siswa. commit to user 10 11 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Kemandirian Belajar Menurut Zimmerman (2002) kemandirianbelajar merupakan kemapuan atau sikap yang dimiliki peserta didik yang secara aktif mencari informasi ketika mereka memerlukannya dan mengambil langkah/upaya untuk menguasainya. Ketika peserta didik mengalami kesulitan di dalam memahami materi atau kondisi belajar yang kurang mendukung, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar akan berupaya menemukan cara agar mereka dapat sukses menguasainya. Menurut Wolters et al. (2003) kemandirian belajar merupakan proses konstruksi aktif dimana peserta didik menentukan tujuan untuk belajar dan kemudian berusaha untuk memantau, mengatur dan mengontrol kognisi, motivasi dan perilaku, dibimbing dan dibatasi oleh tujuan mereka dan fiitur kontekstual dalam lingkungan. Menurut Badura dalam Sumarmo (2010) kemandirian belajar merupakan kemampuan memantau perilaku sendiri dan merupakan kerja keras personal manusia. Menurut Mudjiman (2006:7) belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Sedangkan menurut Rusman (2012:359) kemandirian belajar merupakan kemapuan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas, tanggung jawab dan motivasi yang ada dalam diri peserta didik sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, kemandirian belajar merupakan sikap yang dimiliki peserta didik atas inisiatif sendiri untuk memantau, memotivasi, bertanggung jawab dan mengupayakan cara untuk mencapai tujuan belajarnya. Menurut Mudjiman (2006:1-2) kegitan belajarmandiri diawali dengan adanya kesadaran terdapat suatu masalah kemudian timbul niatan untuk melakukan kegiatan belajar secara sengaja. Kegiatan ini berlangsung dengan atau tanpa bantuan orang lain. Kemampuan belajar mandiri perlu dikembangkan selama peserta didik belajar dalam sistem pendidikan formal. Hal ini bertujuan agar dapat menjadi bekal yang berguna untuk melakukan to user ini penting karena masalah akan pembelajaran sepanjang hidup.commit Pembelajaran 11 12 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id selalu muncul di dalam perjalanan hidup. Pemecahan secara efektif dan efisien memerlukan kegitan belajar yang berlandasakan pada niat untuk mengatasi masalah dan keterampilan belajar yang memadai. Indikasi bahwa individu sudah menerapkan kemandirian belajar adalah individu tersebut mengalami perubahan dalam kebiasaan belajar, yaitu dengan cara mengatur dan mengorganisasikan dirinya sedemikian rupa sehingga dapat menentukan tujuan belajar, kebutuhan belajar strategi yang digunakan dalam belajar yang mengarah kepada tercapainya tujuan yang dirumuskan. Agar peserta didik dapat mandiri dalam belajar maka peserta didik harus mampu berfikir kritis, bertanggung jawab atas tindakannya, tidak mudah terpengaruh pada orang lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain. Menurut Goodman and Smart dalam Hidayati dan Listyani (2010) kemandirian belajar mencakup tiga aspek yaitu: (1) independent (ketidaktergantungan) yang didefinisikan sebagai perilaku yang aktifitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan orang lain, dan bahkan mencoba serta menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa minta bantuan orang lain, (2) autonomi (menetapkan hak mengurus sendiri) atau disebut juga kecenderungan berperilaku bebas dan original, dan (3) self reliance merupakan perilaku yang didasarkan pada kepercayaan diri sendiri. Menurut Badura dalam Sumarmo (2010) terdapat tiga langkah dalam melaksanakan kemandirian belajar yaitu (1) mengamati dan mengevaluasi diri sendiri, (2) membandingkan posisi diri dengan standar tertentu, (3) memberikan respon sendiri. Sedangkan strategi kemandirian belajar meliputi kegiatan mengevaluasi diri, mencari informasi, mencatat dan memantau, mencari konsekuensi sendiri, mengulang dan mengingat, mencari bantuan sosial, dan mereview catatan. Menurut Zimmerman (2002) terdapat tiga sifat yang berkaitan dengan kemandirian belajar yaitu menggunakan strategi kemandirian belajar, tanggung jawab memberikan umpan balik untuk kesuksesan belajarnya dan ketidaktergantungan dalam memotivasi diri. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, pada penelitian ini terdapat commitpeserta to userdidik yaitu: enam indikator kemandirian belajar 12 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. ketidaktergantungan terhadap orang lain b. memiliki kepercayaan diri c. berperilaku disiplin d. memiliki rasa tanggung jawab e. melakukan kontrol diri. Instrumen kemandirian belajar yang digunakan untuk mengukur kategori kemandirian belajar peserta didik berupa angket yang disusun berdasarkan indikator kemandirian belajar tersebut. Skala yang digunakan adalah skala Likert. Peserta didik diminta untuk membuat tanda cek (√) pada salah satu dari empat kemungkinan jawaban yang tersedia yaitu “sangat setuju”, “setuju”,“tidak setuju” dan “sangat tidak setuju”. Skor yang diperoleh digabungkan dan digunakan untuk mengukur kategori kemandirian belajar tinggi, sedang atau rendah. 3. Model Pembelajaran a. Definisi Model Pembelajaran Menurut Suprijono (20013:46) model pembelajaran merupakan pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresi ide. Menurut Joyoatmojo (2011:102) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran atau pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan Muhibinsyah (2005:201), mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah cara yang berisi prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, khususnya kegiatan penyajian materi pelajaran kepada peserta didik. commit to user 13 14 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Menurut Rusman (2012:136) model pembelajaran memiliki ciri-ciri berikut: a) Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar dari para ahli tertentu. b) Memiliki misi atau tujuan pendidikan tertentu. c) Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan dalam kegiatan belajar mengajar dikelas. d) Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (1) urutan langkahlangkah pembelajaran (syntax); (2) adanya prinsip-prinsip reaksi; (3) system sosiial; dan (4) system pendukung. e) Memiliki dampak sebagai akibat terapan model pembelajaran. f) Membuat persiapan mengajar (desain intruksional) dengan pedoman model pembelajaran yang dipilihnya. Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola yang dilakukan untuk merncanakan pembelajaran dikelas dengan sintak atau langkah-langkah pembelajaran tertentu. Salah satu model pembelajaran yang saat ini sedang marak digunakan adalah model pembelajaran yang lebih mengedepankan kerja sama. Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning). b. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme. Dalam proses pembelajaran peserta didik menjadi fokus utama, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator atau bersama-sama peserta didik terlibat dalam proses belajar. Menurut Slavin (2008:4) pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Menurut Huda (2012:32) pembelajaran kooperatif menempatkan peserta didik bekerja sama dan saling membantu dalam belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4 peserta didik dengan kemampuan yang berbeda. Selanjutnya menurut Trianto (2010:41) pembelajaran kooperatif menempatkan peserta didik belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 peserta didik yang heterogen dan saling membantu. Selama bekerja commit to userdalam kelompok tugas anggota 14 15 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kelompok adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan dan saling membatu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menempatkan peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil heterogen. Peserta didik dalam kelompok saling membantu dan bekerja sama dalam memahami materi dan menyelesaikan tugas. Menurut Trianto (2010:65) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: a. Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif dalam belajarnya. b. Kelompok dibentuk dari peserta didik-peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. c. Jika dalam kelas terdapat peserta didik-peserta didik yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya dan jenis kelamin yang berbeda pula. d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Tujuan dari model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu dipacu oleh kelompoknya. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Terdapat empat aspek yang mendasari pembelajaran kooperatif menurut Huda (2012:78), aspek tersebut diataranya: a. Tujuan. Peserta didik ditempatkan dalam kelompok heterogen untuk mempelajari materi dan saling memastikan semua anggota kelompoknya juga mempelajarinya. b. Level kooperasi. dipastikan semua anggota kelompok benar-benar mempelajari materi yang ditugaskan dan bekerja sama di dalam kelompok. c. Pola interaksi. Setiap peserta didik dalam kelompok saling mendorong kesuksesan setiap anggota kelompoknya. Peserta didik saling menjelaskan, medorong dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan tugas yang diberikan. d. Evaluasi. Sistem evaluasi didasarkan pada kriteria tertentu. Penekanannya terletak pada kemajuan akademik setiap individu dan difokuskan pada kemajuan setiap anggota kelompok. commit to user 15 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Berdasarkan uraian tentang ciri-ciri dan aspek pembelajaran kooperatif di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif menekankan pada kerja sama antar peserta didik dan saling ketergantungan positif dalam memahami materi yang dipelajari. Keberhasilan masing-masing anggota kelompok merupakan tanggung jawab dari seluruh anggota kelompok. Seperti halnya pembelajaran yang lain, pembelajaran kooperatif juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Menurut Smaldino dan Russel (2005:28) terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif. a. Kelebihan pembelajaran kooperatif 1) Peserta didik aktif berinteraksi dengan peserta didik yang lainnya. 2) Peserta didik dapat mengembangkan kemampuan interpersonal, komunikasi dan kepemimpinan melalui interaksi dalam kelompok. 3) Saling ketergantungan positif dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama. 4) Dapat meningkatkan tanggung jawab individu karena keberhasilan kelompok tergantung pada keberhasilan setiap anggota kelompok maka setiap peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka. b. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif 1) Sulit untuk membentuk kelompok dengan peserta didik yang mau bekerja sama dengan baik bersama temannya. 2) Dalam pembelajaran kooperatif peserta didik yang terbaik membimbing teman yang lainnya dan menimbulkan ketergantungan namun biasanya peserta didik lebih mengandalkan teman yang lebih pintar untuk menyelesaikan tugas. 3) Pembelajaran kooperatif menghabiskan waktu yang lebih banyak. 4) Peserta didik yang tidak tergantung pada orang lain lebih memilih belajar sendiri dan tidak menyukai belajar kelompok. 5) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan commit to user waktu. 16 17 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Menurut Rusman (2012:211) terdapat enam langkah atau tahapan di dalam pembelajaran kooperatif. Tahapan tersebut disajikan dalam tabel berikut. Tabel 2.1 Tahap-tahap dalam Pembelajaran Kooperatif Tahap Tingkah Laku Guru Tahap 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik Tahap 2 Menyajikan informasi guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik belajar guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan Tahap 3 guru mengorganisasikan peserta Mengorganisasikan peserta kelompok-kelompok belajar didik ke dalam kelompok kooperatif Tahap 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar Tahap 5 Evaluasi Tahap 6 Memberikan penghargaan 4. didik dalam Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok Model Pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (dalam Zubaedi, 2011:227) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Lie (2008:59) menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Sedangkan Rahmawati dan Bertha (2012) menyatakan commit to user 17 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan pada siswa dalam kelompok untuk saling bekerja sama memahami materi yang diajarkan. Antara teman yang satu dan yang lain saling membantu untuk membangun informasi. Memberikan kesempatan untuk saling berdiskusi dan berinteraksi sosial untuk mengerjakan tugas kelompok yang nantinya diwakili oleh salah satu dari anggota kelompok untuk menjawab atau mempresentasikan hasil jawaban sesuai nomor siswa yang disebutkan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan yang sama pada siswa untuk mewakili kelompoknya dalam menjawab soal sehingga setiap kelompok harus memastikan bahwa setiap individu dalam kelompok tersebut telah menguasai materi yang diajarkan. Selanjutnya Ibrahim (dalam Zubaedi, 2011:227-228) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu: 1) Hasil belajar akademik stuktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas–tugas akademik. 2) Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima teman–temannya yang mempunyai berbagai latar belakang. 3) Pengembangan keterampilan sosial. Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Lundgren (dalam Mustafa, dkk, 2011) menyatakan Manfaat model pembelajaran kooperatif tipe NHT, yaitu rasa harga diri menjadi lebih tinggi, memperbaiki tingkat kehadiran, penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar, perilaku mengganggu menjadi lebih kecil, konflik antara pribadi berkurang, pemahaman yang lebih mendalam, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi, dan prestasi menjadi lebih tinggi. Menurut Maheady (2006: 24), pembelajaran dengan Numbered Head Together mengupayakan siswa berkonsentrasi terhadap pelajaran, memusatkan pikiran untuk merasa siap menjawab pertanyaan, berpikir kritis, serta lebih bergairah (Previous research has shown that Numbered Heads commit to user 18 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Together is an efficient and effective instructional technique to increase student responding and to improve achievement). Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dalam pelaksanaan kegiatannya terbagi dalam: 1) Penyajian Kelompok Pada tahap ini, materi pelajaran disampaikan oleh guru melalui penyajian kelas. Pada penyampaian ini dilakukan melalui: a) Pembelajaran kelompok, siswa berinteraksi dalam kelompok untuk memahami materi dan saling bekerjasama menyatukan pendapat mengenai permasalahan yang dihadapi. b) Pembelajaran seluruh kelas, pembelajaran ini dilakukan pada awal pembelajaran dan akhir pembelajaran. Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi yang akan dibahas. Sedangkan pada akhir pembelajaran guru menyimpulkan dan memberi penekananpada materi yang dianggap penting. 2) Pengelompokan dan Penomoran Sebelum pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dilaksanakan, guru membagi siswa dalam kelompok dan sekaligus memberi nomor pada siswa yang terbagi dalam kelompok tersebut. 3) Kegiatan Kelompok Setelah terbagi kedalam kelompok, masing–masing individu mengerjakan tugas yang diberikan guru melalui pertanyaan atau tugas kelompok. Mereka bekerjasama dengan kelompoknya dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban tersebut dalam timnya. Untuk mengetahui kelompok tersebut berhasil atau tidak dalam bekerjasama, guru memanggil salah satu nomor pada kelompok tertentu untuk menjawab pertanyaan. Apabila siswa tersebut menjawab dengan benar maka kelompok tersebut dikatakan berhasil. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen (dalam Zubaedi, 2011:228), dengan tiga langkah yaitu : 1) Pembentukan kelompok commit to user 19 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2) Diskusi masalah 3) Tukar jawaban antar kelompok. Langkah–langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim, (dalam Zubaedi, 2011:228) menjadi tujuh langkah sebagai berikut : Langkah 1. Persiapan, dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pembelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran, Tugas Kelompok yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok, dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3–5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan, dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah, dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban, dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan, guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Langkah 7. Memberi penghargaan, guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai commitdari to user peningkatan hasil belajar individual skor dasar ke skor kuis berikutnya. 20 21 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Menurut Hamid dan Prayitno (2012) ada empat langkah dalam pembelajaran NHT antara lain: 1) Penomoran (Numbering) Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 hingga 5 orang dan memberi mereka nomor sehingga tiap siswa dalam tim tersebut memiliki nomor berbeda. 2) Pengajuan Pertanyaan (Questioning) Guru mengajukan suatu pertanyaan kepada para siswa. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik hingga yang bersifat umum. 3) Berpikir Bersama (Head Together) Para siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban tersebut. 4) Pemberian Jawaban (Answering) Guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Dari siswa yang memiliki nomor yang sama, guru hanya menunjuk 1 orang saja untuk mempresentasikan jawaban. Penunjukan nomor dilakukan secara acak. Menurut Lie (2008:60) ada empat langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah sebagai berikut: 1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor. 2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. 3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini. 4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan kerjasama mereka. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi commit to user jawaban paling tepat untuk membagikan ide dan mempertimbangkan 21 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menyelesaikan masalah. Selanjutnya menunjuk perwakilan kelompok untuk menjawab atau mempresentasikan hasil diskusi kelompok sesuai nomor siswa yang disebutkan oleh guru. Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah sebagai berikut: a. Kelebihan 1) Setiap siswa menjadi siap semua. 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. b. Kelemahan 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. 3) Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok. 5. Model Pembelajaran Two Stay-Two Stray (TSTS ) Banyak kegiatan belajar mengajar diwarnai dengan kegiatan-kegiatan individu. Siswa bekerja sendirian dan tidak di perbolehkan melihat pekerjaan oranglain. Padahal pada kenyataanya diluar sekolah, kehidupan dan kerja manusia saling begantung satu dengan yanglainya. Namun dalam pembelajran kooperatif tipe Two Stay Two Stray memberikan kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain. Salah satu langkah model pembelajaran kooperatif tipe two-stay two stray adalah siswa bertukar tempat (kelompok). Menurut Silberman (2006: 65) strategi bertukar tempat memungkinkan siwa untuk mengenal, berbagi pendapat dan membahas gagasan, nilai-nilai atau pemecahan masalah baru. Ini merupakan cara yang luar biasa bagus untuk meninkatkan keterbukaan diri atau bertukar pendapat secara aktif. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay-Two Stray juga dapat mengatasi kebosanan angota kelompok, karena memungkinkan siswa untuk bertukar tempat. commit to user 22 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray atau model pembelajaran kooperatif dengan dua tingal dua tamu ini dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik ( Lie 2008: 61). Langkah-langkah melakukan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah sebagai berikut: a. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok (tiap mkelompok terdiri dari 4-5 orang). Pengelompokan bersifat heterogen. Kelompok heterogen memperhatikan keanekaragaman gender, agama, sosial-ekonomi, dan kemampuan akademis. b. Siwa bekerja dalam kelompok seperti biasa untuk menyelesaikan tugas yang ada. c. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meningalkan kelompoknya dan bertamu kelompok lain. d. Dua orang yang tinggal dalam kelompok (tuan rumah) bertugas memaparkan hasil kerja kelompok dan informasi yang mereka miliki kepada tamu. Tamu memberikan umpan balik yang positif sesuai dengan hasil kelompok kepada tuan rumah. e. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan hasil temuan mereka dari kelompok lain. f. Kelompok mecocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Adapun langkah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap kelompok diupayakan terdiri dari siswa dengan kemampuan yang bervariasi. Banyak anggota tiap kelompok antara empat sampai lima orang. 2) Guru memberikan tugas berupa Lembar Kerja Siswa (LKS) dan masingmasing kelompok mengerjakannya. 3) Siswa bekerja bersama dan berdiskusi dalam kelompok. 4) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kedua kelompok yang lain. commit to user 23 24 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka. 6) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain. 7) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka. 8) Guru dan siswa menyimpulkan materi pertemuan secara bersamasama. 9) Guru memberi evaluasi. Dengan memperhatikan langkah-langkahnya maka dapat dirangkai kesimpulan mengenai model pembelajaran Two Stay Two Stray dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif yang mana siswa dibagikan dalam beberapa kelompok dan bekerja sama dalam kelompok tersebut untuk menyelesaikan suatu tugas, kemudian setelah tugas selesai, dua siswa tetap tinggal di kelompok tersebut untuk menjelaskan pada siswa tamu yang datang, sementara dua siswa yang lain pergi ke kelompok lain yang berbeda untuk mencari informasi dari kelompok lain. Setelah dirasa sudah cukup dalam mendapatkan informasi maka siswa tamu kembali ke kelompoknya masing-masing dan menyampaikan informasi yang didapatnya pada siswa lain dalam kelompoknya. Pelaporan hasil kerja dilakukan dengan memanggil salah satu anggota kelompok secara acak. Adapun kelebihan dan kelemahan model pembelajran TSTS adalah sebagai berikut: a. Kelebihan Model pembelajaran Two Stay Two Stray 1) Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan. 2) Belajar siswa lebih bermakna. 3) Lebih berorientasi pada keaktifan berpikir siswa, dan 4) Meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa 5) Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan masalah 6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya commit to user 7) Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman 24 25 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 8) Meningkatkan motivasi belajar siswa. b. Kelemahan Model pembelajaran Two Stay Two Stray 1) Membutuhkan waktu yang lama 2) Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok, terutama yang tidak terbiasa belajar kelompok akan merasa asing dan sulit untuk bekerjasama. 3) Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga) 4) Seperti kelompok biasa, siswa yang pandai menguasai jalannya diskusi, sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit untuk mengeluarkan pendapatnya. 5) Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas. Untuk mengatasi kekurangan dalam model pembelajaran TSTS ini, maka sebelum pembelajaran guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan kemampuan akademis. Pembentukan kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar dan saling mendukung sehingga memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi yang diharapkan bisa membantu anggota kelompok yang lain. 6. Pendekatan Pembelajaran a. Pengertian pendekatan pembelajaran matematika. Dalam pembelajaran, pendekaatan merupakan suatu rencana sistematik yang digunakan oleh seorang guru dalam melaksanakan suatu kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Suherman (2001:7) pendekatan pembelajaran adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan siswa. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah sudut pandang kita tentang proses pembelajaran yang menginspirasi, mewadahi dan melatar belakangi penggunaan model pemebelajaran tertentu commit to user untuk mencapai tujuan pembelajaran. 25 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Reudenthal yang berpendapat bahwa matamatika merupakan aktivitas manusi (human activites) dan harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMR mempunyai ciri antara lain, bahwa dalam proses pembelajarn siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali (to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali (reinvention) ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Hadi, 2005:9) Dunia riil adalah segala sesuatu di luar matematika. Ia bisa berupa mata pelajaran lain selain matematika, atau bidang ilmu yang berbeda dengan matematika, ataupun kehidupan sehari-hari dan lingkungan sekitar kita. Dunia riil diperlukan untuk mengembangkan situasi konteksual dalm menyusun materi kurikulum. Materi kurikulum yang berisi rangkain soal-soal kontekstual akan membantu proses pembelajarn yang bermakna bagi siswa. Dalam PMR, proses belajar mempunyai peranan penting. Rute belajar (learning route) dimana siswa mampu menemukan sendiri konsep dan ide matematika, harus dipetakan. Sebagai konsekuensinya, dalam PMR guru harus mampu mengembangkan pengajaran yang interaktif dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara aktif berpartisipasi dalam proses belajar mereka sendiri ( Hadi, 2005:10). Menurut Freudenthal (dalam Wijaya, 2012: 20) matematika sebaiknya tidak diberikan kepada siswa sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengkonstruksi konsep matematika. Matematika di sekolah tidak ditempatkan sebagai suatu sistem tertutup melainkan sebagai suatu aktivitas yang disebut matematisasi. Treffers (dalam Hadi, 2005:20) membedakan dua macam matematisasi, yaitu vertical dan horizontal. Matamatisasi horizontal berproses commit to user matematika. Proses terjadi pada dari dunia nyata ke dalam simbol-simbol 26 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id siswa ketika ia dihadapkan pada problematika pada kehidupan/situasi nyata. Contoh dari matematisasi horizontal adalah pengidentifikasian, perumusan dan pensvisualisasi masalah dalam cara-cara yang berbeda, dan pentransformasian masalah dunia nyata ke masalah matematika. Sedangkan matematisasi vertikal merupakan proses terjadi di dalam sistem matematika itu sendiri. Contoh dari matematisasi vertical adalah penemuan strategi menyelesaikan soal, mengaitkan hubungan antara konsep-konsep matematis atau menerapkan rumus/temuan rumus. Sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajarn konteksutal (contextual teaching and learning, disingkat CTL). Pendekatan konstruktivitis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMR adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matemika. Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana meningkatkan pemaham siswa tentang matematika dan mengembangkan daya nalar (Hadi, 2005: 36-37). Gravemeijer (1994:90-91), mengemukakan bahwa ada tiga prinsip kunci utama dalam PMR, yaitu: (a) guided reinvention/progressive mathematizing, (b) didactical phenomenology dan (c) self-developed models. Ketiga prisnsip tersebut dapat dijelaskan secara singkat sebagai berikut. (a) Guded reinvention/progressive mathematizing (penemuan kembali dengan bimbingan/proses matematisasi secara progresif). Prisip ini menghendaki bahwa, dalam PMR melalui penyelesaian masalah kontekstual yang diberikan guru di awal pembelajaran, dengan bimbingan dan petunjuk guru yang diberikan secara terbatas, siswa diarahkan sedemikian rupa sehingga, seakanakan siswa mengalami proses menemukan kembali konsep, prinsip, sifat-sifat dan rumus-rumus matematika itu ditemukan. Sebagai sumber inspirasi untuk merancang pembelajarn dengan pendekatan PMR yang menekan prinsip penemuan kembali (reinvention) ini antara lain dapat digunakan sejarah penemuan konsep/prinsip/rumus to user matematika atu oleh prosedurcommit atau cara penyelesaian siswa secara informal. 27 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Strategi penyelesaian informal itu sering dapat ditafsirkan oleh siswa, ketika ia menghadapi prosedur yang lebih formal. Dalam kasus tertentu kedua hal itu dapat dipertimbangkan untuk menunjukkan bahwa pembelajaran telah berjalan melalui suatu prosese matematisasi secara progresif. Prinsip ini mengacu pada pandangan kontruktivisme, yang menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer atau diajarkan melalui pemberitahuan dari guru kepada siswa, melainkan siswa sendirilah yang harus mengktruksi (membangun) sendiri pengetahuan itu melalui kegiatan aktif dalam belajar. a) Didactical phenomenology (fenomena didaktik). Prinsip ini terkait dengan suatu gagasan fenomena didaktik, yang menghendaki bahwa di dalam menentukan suatu topik matematika untuk diajarkan dengan pendekatan PMR, didasarkan atas dua alasan, yaitu (1) untuk mengungkapkan berbagi macam aplikasi topik itu yang harus diantisipasi dalam pembelajaran dan (2) untuk dipertimbangkan pantas tidaknya topik itu digunakan sebagi pinpoin untuk suatu proses matematisasi secara progresif. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa prinsip ke-2 PMR ini menekankan pada pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan aspek kecocokan masalah kontekstual yang disajikan dengan: (1) topik-topik matematika yang diajarkan dan (2) konsep, prinsip, rumus dan prosedur matematika yang akan ditemukan kembali oleh siswa dalam pembelajaran. b) Self-developed models (model-model dibangun sendiri oleh siswa). Prisnsip ini berfungsi sebagi jembatan antara pengetahuan matematika informal dengan pengetahuan matamatika formal. Dalam menyelesaikan masalah kontekstual, siswa diberi kebebasan untuk membangun sendiri model matematika terkait dengan masalah kontekstual yang dipecahkan. Sebagi konsekuensi dari kebebasan itu, sangat dimungkinkan muncul berbagi model yang dibangun siswa. commit to user 28 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Karakteristik Pendekatan Matematika Realistik (PMR) Treffers (dalam Wijaya, 2012:21-22) merumuskan lima karakteristik PMR sebagi berikut: a) Penggunaan konteks Penggunaan konteks atau permasalahan realistik digunakan sebagai titik awal pembelajaran matematika. Dengan demikian, siswa dapat melibatkan dirinya dalam kegiatan belajar tersebut dan dunia nyata dapat menjadi alat pembentukan konsef. Konteks tidak harus berupa maslah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. b) Penggunaan model untuk matematisasi progresif PMR dimulai dengan suatu hal yang nyata dan dekat dengan siswa, maka siswa dapat mengembangkan sendiri model matematika, sehingga dapat menambah pemahaman mereka terhadap matematika. Penggunaan model berfungsi sebagi jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal. c) Pemanfaatan hasil konstruksi siswa PMR menempatkan siswa sebagai subjek belajar, sehingga siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan berbagi strategi pemecahan dengan tujuan akan diperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa, selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika. d) Interaktivitas Proses belajar seseorang bukan hanya seuatu proses individu melainkan juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajarn matematika bermanfaat dalam kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan. commit to user 29 mengembangkan 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id e) Keterkaitan PMR menempatkan keterkaitan antar konsep matematika sebagai hal yang harus dipertimbangkan dalam proses pembelajaran. Melalui keterkaitan ini, suatu pembelajarn matematika diharpkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walu ada konsep yang dominan). Menurut Suyitno (2004:38), implementasi pendekatan PMR di sekolah adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa soal realistik (ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari) yang akan dikerjakan siswa secara informal atau coba-coba karena langkah penyelesaian formal untuk menyelesaikan soal tersebut belum diberikan. b. Guru memriksa hasil pekerjaan siswa dengan berprinsip pada penghargaan terhadap keberagaman jawaban dan kontribusi siswa. c. Geru menyuruh siswa untuk menjelaskan temuanya di depan kelas. d. Dengan tanya jawab, guru mungkin perlu mengulang jawaban siswa terutama jika ada pembiasan konsep. e. Guru menunjukan langkah formal yang diperlukan untuk menyelasaikan soal tersebut. Biasa didahului dengan penjelasan tentang materi pendukungnya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah siswa dibimbing untuk menemukan konsep matematika dengan usaha mereka sendiri, dimana siswa dituntut untuk dapat menyelesaikan soal-soal sejenis secara langsung tanpa menggunakan bantuan konteks. Adapun kelebihan dan kelemahan pendekatan matematika realistik adalah sebagai berikut: a. Kelebihan pendekatan matematika realistik 1) Peserta didik dapat membangun sendiri pengetahuannya. 2) Suasana pembelajaran lebih menyenangkan karena menggunakan realitatas to user kehidupan sehingga pesertacommit didik tidak bosan. 30 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Melatih mental atau keberanian peserta didik untuk mengemukakan jawaban dan pendapatnya. 4) Siswa juga lebih aktif dan kreatif dalam menyampaikan idenya dapat menggali potensi dirinya dalam mengerjakan soal sementara pengetahuaan baru yang dibangun berasal dari seperangkat ragam pengalaman seharihari akan lebih lama diingat dari pada secara menyeluluruh didapat dari guru. b. Kelemahan pendekatan matematika realistik 1) Membutuhkan waktu yang lama 2) Siswa yang pandai kadang tidak sabar menanti jawabanya terhadap teman yang belum selesai. 7. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan PMR Model ini merupakan inovasi model pembelajaran, yaitu antara model pembelajran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan PMR. Berdasarkan kajian teori yang telah digunakan sebelumnya tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pendekatan PMR, maka dapat didefinisiakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan PMR adalah suatu model pembelajaran yang diatur sedimikaian sehingga siswa dapat melakukan diskusi tentang materi yang diajarkan dalam suasana belajar yang menyenagkan dimana terdapat pengkaitan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata, sehingga siswa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapan dalam kehidupan seharihari. Adapun uraian langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT sengan pendekatan PMR dikembangkan sesuai kebutuhan pelaksanaan penelitian, yaitu: a. Menyampaikan tujuan dan melakukan apersepsi pada siswa Pada langkah ini guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan mengimformasikan model pembelajaran yang ingin digunakan yaitu model pembelajaran NHT dan mengecek kemampuan prasyarat siswa commit to user dengan tanya jawab. 31 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Mengorganisasiakn siswa kedalam kelompok-kelompok belajar Guru membagi siswa kedalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa dan setiap anggota kelompok diberi nomor 1 sampai 4 atau 1 sampai 5, kelompok yang terbentuk bersifat hetrogen. Untuk selanjutnya, guru memberi nama yang berbeda-beda untuk masing-masing kelompok. c. Mengajukan pertanyaan dan menyampaikan materi Pada langkah ini, guru menyajikan sedikit materi tentang materi pembelajaran dan kemudian memberiakan suatu permasalahan/ soal yang besifat konstektual atau yang dapat dibayangkan oleh siswa dan meminta siswa untuk memahami permasalahan/soal tersebut. Jika dalam memahami permasalahan/soal tersebut siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondidsi dari soal dengan memberiakan petunjuk seperlunya. d. Membimbing kelompok bekeraja dan belajar guru meminta siswa untuk menyelesaikan permasalahan/soal yang telah diberikan secara kelompok sesuai dengan nama kelomponya. Guru juga menyampaikan bahwa cara menyelesaikan permasalahan/soal tersebut tidak harus sama untuk masing-masing kelompok tetapi lebih diutamakan berbeda. Guru juga memantau jalanya diskusi sekaligus memeberikan bimbingan seperlunya untuk masing-masing kelompok. Diskusi kelompok harus berhasil memastikan tiap angota kelompok memahami jawaban permasalahan/soal yang diberikan. e. Melaksanakan diskusi Dalam langkah ini, guru memanggil salah satu nomor siswa dari tiap kelompok secara acak untuk mempersentasikan hasil diskusinya. Siswa dalam setiap kelompok yang memiliki nomor yang sama dengan nomor yang dipanggil mempersentasikan hasi diskusinya didepan kelas secara bergantian. Guru memberikan waktu sejenak untuk masing-masing kelompok membandingkan jawaban atas permasalahan\soal yang diberikan, kemudian to user guru membimbing siswa commit untuk melangkah lebih jauh kearah proses 32 33 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id matematika formal. Tahap ini diakhiri dengan guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau perosedur. 8. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan PMR Model ini merupakan inovasi model pembelajaran, yaitu antara model pembelajran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan PMR. Berdasarkan kajian teori yang telah digunakan sebelumnya tentang model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan pendekatan PMR, maka dapat didefinisiakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan PMR adalah suatu model pembelajaran yang diatur sedimikaian sehingga siswa dapat melakukan diskusi tentang materi yang diajarkan dalam suasana belajar yang menyenagkan dimana terdapat pengkaitan materi yang dipelajari dengan situasi dunia nyata, sehingga siwa dapat membuat hubungan antara pengetahuan yang diperolehnya dengan penerapan dalam kehidupan seharihari. Adapun uraian langkah-langkah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS sengan PMR dikembangkan sesuai kebutuhan pelaksanaan penelitian, yaitu: a. Pendahuluan Guru memberikan masalah konstektual dalam kehidupan sehari-hari dan meminta siswa untuk memahami masalah tersebut. b. Memahami masalah konstektual Jika dalam memahami masalah siswa mengalami kesulitan, maka guru menjelaskan situasi dan kondisi dari soal dengan cara memberikan petunjukpetunjuk atau berupa saran seperlunya, terbatas pada bagian-bagian tertentu dari permasalahan yang belum dipahami. c. Menyelesaikan masalah konstektual Siswa secara berkelompok dari 4 orang menyelesaikan masalah konstektual, kemudian dengan menggunakan lembar kerja, siswa mengerjakan soal-soal kemudian mencoba menguraikan dengan bahasa dan simbol yang disebut sendiri setelah itu guru memotivasi siswa untuk commit to user menyelesaikan masalah. 33 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Berdiskusi Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban masalah secara kelompok terdiri dari 4 orang. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya masingmasing bertamu kekelompok lain. Setelah itu siswa dilatih untuk mengeluarkan ide-ide yang mereka miliki dalam kaitannya dengan intraksi siswa dalam proses belajar untuk mengoptimalkan pembelajaran. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok semula dan melaporkan hasil diskusinya dari kelompok lain. e. Menyimpulkan Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menarik kesimpulan tentang suatu konsep atau prosedu. 9. Pembelajaran Konvensional Goos (2004: 259) menyatakan bahwa proses belajar tradisional adalah proses belajar yang mengandalkan buku, peserta didik hanya melihat dan mendengar, guru mengajar prosedur matematika dan akhirnya peserta didik mengerjakan latihan. Dalam metode pembelajaran konvensional guru lebih dominan dan siswa cenderung pasif, sehingga siswa untuk mengemukakan dan membahas suatu pandangan atau pendapat kurang. Metode pembelajaran konvensional pada umumnya menggunakan metode ceramah, merupakan metode mengajar paling banyak dipakai, terutama dalam bidang studi non eksakta. Siswa memperhatikan guru berbicara, mencoba menangkap apa isinya dan membuat catatan. Guru mendominasi dalam proses pembelajarannyan dan lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses. Metode yang digunakan adalah metode ceramah yang diselingi tanya jawab, serta pemberian pekerjaan rumah. Dalam penelitian ini yang dimaksud metode pembelajaran konvensional yakni pembelajaran yang hanya berpusat pada guru (teacher centered) dalam mentransfer pengetahuan, dimana siswa hanya commit user terlibat langsung dalam proses mendengarkan penjelasan dari gurutotanpa 34 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembelajaran. Pembelajarannya cenderung menggunakan metode ceramah (demonstrasi) dan siswa cendrung hanya menerima informasi dari guru. Sintaks pembelajaran konvensional dalam penelitian adalah sebagai berikut: a. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kepada peserta didik. b. Guru mengemukakan pokok-pokok materi yang akan dibahas. c. Guru memancing pengalaman peserta didik yang cocok dengan materi yang akan dipelajarinya. d. Guru menyampaikan materi dengan pembelajaran secara langsung bertatap muka. e. Guru menutup pembelajaran pada akhir pelajaran dengan mengambil kesimpulan dari semua materi yang telah diberikan dan memberi kesempatan untuk menanggapai materi yang telah diberikan kemudian melaksanakan penilaian untuk mengukur perubahan perilaku peserta didik. Adapun kelebihan dan kelemahan dari konvensional adalah sebagai berikut: a. Kelebihan model konvensional 1. Dapat menampung siswa dalam kelas besar. 2. Kemajuan siswa berjalan teratur menurut tingkah laku. 3. Dapat disampaikan pada siswa yang hampir bersamaan dalam kelas. 4. Buku-buku pelajaran dapat disesuaikan dengan taraf kesanggupan kelas. b. Kelemahan model konvensional 1. Siswa tidak dapat langsung menilai apa yang dipelajari. 2. Siswa tidak dapat menggunakan teknik ilmiah. 3. Siswa kurang memungkinkan dalam menyusun fakta dan mengambil kesimpulan. 4. Proses belajar mengajar kurang efisien dikarnakan kelas dalam jumlah besar. B. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, keberhasilan proses belajar mengajar dapat dilihat dari prestasi belajar peserta didik. Peserta didik commit to user yang memperoleh prestasi belajar tinggi menunjukkan bahwa peserta didik 35 36 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tersebut mampu mencapai tujuan belajarnya, sedangkan peserta didik yang memperoleh prestasi belajar rendah menunjukkan bahwa peserta didik tersebut belum dapat mencapai tujuan belajar yang diharapkan. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik diantaranya adalah model pembelajaran dan kemandirian belajar. 1. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar peserta didik. Penggunaan model pembelajaran cukup besar pengarunya terhadap keberhasilan guru dalam mengajar. Pemilihan model dan pendekatan pembelajaran yang tidak tepat justru dapat menghambat tercapainya tujuan mengajar. Agar model dan pendekatan pembelajaran terpilih dengan tepat, seorang guru harus mengetahui macam-macam model dan pendekatan pembelajaran dan mengetahui pula model pembelajaran yang sesuai dengan materi pada pokok pembahasannya. Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk model pembelajaran yang berdasarkan pada filsafat konstruktivisme, dimana peserta didik secara aktif mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Sedangkan pendekatan matematika realistik adalah cara yang ditempuh guru dalam pelaksanaan pembelajaran agar konsep yang disajikan bisa beradaptasi dengan peserta didik. Peserta didik akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit dalam pelajaran, apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya dan bisa mengaitkan materi dengan kehidupan sehari-hari yang dikenal peserta didik. Dalam penelitian ini, model pembelajaran yang diterapkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik, TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik, peserta didik belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dalam saling keterkaitan dengan rekan-rekan kelompoknya dan peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan proses yaitu mengembangkan kreatifitasnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran NHT dengan pendekatan matematika realistik commit to dimana user peserta didik dikelompokkan merupakan suatu model pembelajaran 36 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan diberi nomor dan setiap nomor mendapat tugas berbeda-beda dan menyadari bahwa nomor yang dimilikinya mempunyai peluang yang sama untuk dipanggil dengan nomor yang dimiliki oleh anggota kelompok lain guna mewakili kelompoknya dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan nantinya dapat bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama dan sangat tepat untuk pembelajaran berkelompok karena memudahkan dalam pembagian tugas, untuk menghindari peserta didik mendominasi atau diam sama sekali. Kelebihan model ini adalah setiap peserta didik menjadi siap dalam belajar, peserta didik dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, dan dapat bertukar pikiran dengan peserta didik lain. Proses belajar bagi peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik lebih bermakna dibandingkan peserta didik yang dikenai model pembelajaran TSTS dengan pendekatan matematika realistik. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, setiap peserta didik dituntut untuk berperan aktif dalam kelompoknya diman peserta didik di dalam melaksanakan diskusi kelompok harus bertukar pasangan dengan kelompok lain untuk mendapatkan informasi dari kelompok tersebut, dan menceritakan kembali informasi yang didapatkan dari kelompok lain tersebut kepada kelompok asalnya. Hal ini tentunya sangat sulit dijalani peserta didik karena belum tentu peserta didik yang memberikan informasi kepada kelompok tamu tersebut belum pasti kebenaranya, karena peserta didik belum tentu memahami materi dengan sempurna. Dan tentunya tanggung jawab individual dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih rendah dibandingkan tanggung jawab individual dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NTH dengan pendekatan matematika realistik. Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan matematika realistik, tidak menutup kemungkinan terdapat anggota kelompok yang mengabaikan penjelasan informasi yang didapatkan dari kelompok lain dan mengandalkan temannya yang sudah paham. Dengan demikian, pemahaman peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe commit to realistik user NHT dengan pendekatan matematika lebih optimal dibandingkan 37 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pemahaman peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan matematika realistik. Selain menggunakan model pembelajaran kooperatif dalam penelitian ini juga menggunakan pembelajaran konvensional yang umumnya dilaksanakan secara klasikal. Metode yang digunakan adalah metode ceramah yang diselingi tanya jawab, serta pemberian pekerjaan rumah. Pada pembelajaran konvensional peserta didik hanya mendengarkan hal-hal yang disampaikan oleh guru sehingga peserta didik menjadi lebih pasif, karena guru lebih dominan selama proses pembelajaran di kelas dan peserta didik tidak diberi kesempatan untuk menemukan sendiri pengetahuannya. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik diharapkan dapat menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional. 2. Kaitan antara tingkat kemandirian belajar dengan prestasi belajar. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran, guru juga harus memperhatikan karakteristik kemandirian belajar peserta didik karena kemandirian belajar juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika peserta didik. Dalam kegiatan pembelajaran, kemandirian belajar sangat penting karena kemandirian merupakan sikap pribadi yang sangat diperlukan oleh setiap individu. Dengan kemandirian belajar, peserta didik cenderung belajar lebih baik, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara individual, maupun bekerja sama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan. Dalam pembelajaran matematika, kemandirian to berdiskusi. user belajar dapat dilakukan dalamcommit kegiatan Semakin besar peran aktif 38 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id peserta didik dalam kegiatan tersebut, mengindikasikan bahwa peserta didik tersebut memiliki kemandirian belajar yang tinggi, sehingga peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang baik pula. Sedangkan bagi peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar rendah tidak demikian halnya. Dengan demikian, prestasi belajar matematika peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan kemandirian belajar sedang dan rendah. Sedangkan pada peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar sedang akan mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan kemandirian belajar rendah. Peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan terlibat lebih aktif dan antusias dalam mengikuti pembelajaran. Sebaliknya, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah akan terlibat pasif dalam mengikuti pembelajaran. Kemandirian belajar tinggi akan mendorong peserta didik untuk aktif dalam mengikuti diskusi kelompok, mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan yang belum dipahami atau memperhatikan dan mendengarkan penjelasan mengenai suatu konsep dengan sungguh-sungguh. Hal ini akan berdampak semakin tingginya pemahaman peserta didik terhadap konsep tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dimungkinkan prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang maupun rendah, dan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang lebih baik dari yang memiliki kemandirian belajar rendah. 3. Kaitan antara kemandiraian belajar peserta didik dengan prestasi belajar pada masing-masing model pembelajaran. Peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik, TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional. Adanya kemandirian belajar merupakan modal bagi peserta didik dalam commit to user mengkonstruksi pemahaman matematika sehingga memperoleh prestasi belajar 39 40 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id matematika yang optimal. Berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki ketiga kategori kemandirian belajar, peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi termasuk peserta didik yang aktif dalam melakukan diskusi kelompok, mempunyai motivasi untuk belajar, mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien, akan mampu mengarahkan dan mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa bergantung pada orang lain secara emosional. Sehingga peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan model TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional. Peserta didik dengan kemandirian belajar sedang sudah mempunyai motivasi untuk belajar, mampu memantau, mengevaluasi, mengatur belajarnya secara efektif, menghemat waktu secara efisien. Sehingga penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik akan menghasilkan prestasi belajar lebih baik dari penggunaan model TSTS dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional. Peserta didik dengan kemandirian belajar rendah lebih pasif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran dan cenderung mengikuti pendapat teman satu kelompok tanpa harus berpikir mandiri terlebih dahulu sehigga model NHT dengan pendekatan matematika realistik dan konvensional lebih baik dari model NHT dengan pendekatan matematika realistik. 4. Kaitan antara model pembelajaran dengan prestasi belajar peserta didik Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik, TSTS dengan pendekatan matematika realistik, dan konvensional ditinjau dari kemandirian belajar. Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Efektivitas suatu model pembelajaran akan bergantung pada karakteristik setiap peserta didik. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik sangat baik untuk to user meningkatkan tanggung jawabcommit individual peserta didik dalam melaksanakan 40 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id diskusi kelompok dan merupakan model pembelajaran yang menuntut adanya peran aktif setiap anggota kelompok dalam melakukan diskusi agar mampu mengkonstruksi pemahamnnya karena materi yang dipelajarari dikaitkan langsung secara kontekstual. Dengan kata lain, kemandirian dari dalam peserta didik sangat diperlukan. Hal ini akan mendorong setiap peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam melakukan diskusi kelompok agar memiliki pemahaman yang optimal terhadap konsep materi yang sedang dipelajari. Oleh karena penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik menuntut tanggung jawab yang lebih besar, terkait dengan langkah penomoran, peserta didik dikelompokkan dengan diberi nomor, setiap nomor mendapat tugas yang berbeda sesuai dengan nomor kepalanya dan nantinya dapat keluar dari kelompoknya dan bergabung dengan kelompok lain yang bernomor sama untuk bekerjasama, membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Dimungkinkan bahwa pada peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik, prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi lebih baik dibandingkan prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang maupun rendah. Dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan matematika realistik yang mampu mengakomudasi setiap perbedaaan karakteristik peserta didik, dimungkinkan bahwa prestasi belajar matematika peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi akan menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dari pada kemandirian belajar sedang dan rendah. Pada model pembelajaran konvensional peserta didik menjadi lebih pasif karena guru lebih dominan selama proses pembelajaran di kelas, peran guru mengajar dan menyebarkan informasi keilmuan kepada peserta didik. Pada peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar sedang dan rendah, dan peserta didik commit to user 41 42 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemandirian belajar sedang memberikan prestasi belajar yang lebih baik dari kemandirian belajar rendah. C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR maupun pembelajaran Konvensional, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar lebih baik dibandingkan pembelajaran Konvensional. 2. Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan kategori kemandirian belajar rendah. 3. Pada peserta didik dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, peserta didik dengan ketegori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, peserta didik dengan pembelajaran konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. 4. Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran to user kooperatif tipe NHT dengan commit PMR menghasilkan prestasi belajar matematika 42 43 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id yang sama baiknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, peserta didik dengan kemandirian belajar sedang dan rendah, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan pembelajaran konvensional, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. commit to user 43 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri se-Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil kelas VIII Tahun Pelajaran 2013/2014 dengan rincian waktu yang dinyatakan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Jadwal Waktu Penelitian Jenis Kegiatan Tahun 2014 Jan Feb Mar April Mei Juni 1. Persiapan penelitian a. Penyusunan judul penelitian b. Penyusunan proposal c. Ijin penelitian perguruan d. Penyusunan soal latihan dan soal tes 2. Pelaksanaan penelitian a. pengumpulan data b. analisis data c. penarikan hasil 3. Penyusunan laporan B. Jenis, Rancangan, Penelitian 1. Jenis Penelitian Sesuai dengan permasalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperimental), karena dalam penelitian ini tidak memungkinkan peneliti untuk commit to user mengontrol semua varibel yang ikut mempengaruhi variabel terikat. Pada 44 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id penelitian ini terdapat dua varibel bebas yaitu model pembelajaran dan kemandirian belajar, satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika. Model pembelajaran pada penelitian ini meliputi model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik untuk kelas eksperimen satu , model pembelajaran TSTS dengan pendekatan matematika realistik untuk kelas eksperimen dua dan model pembelajaran konvensional sebagai kelas kontrol. Sementara untuk kemandirian belajar meliputi kategori kemandirian belajar tinggi, kategori kemandirian belajar sedang dan kategori kemandirian belajar rendah. 2. Rancangan Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan faktorial 3 x 3. Adapun desain yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 3. 2 Rancangan Faktorial 3 x 3 Kemandirian Belajar(b) Tinggi (b 1 ) Sedang (b 2 ) Rendah (b 3 ) NHT dengan PMR (a 1 ) (ab) 11 (ab) 12 (ab) 13 TSTS dengan PMR (a 2 ) (ab) 21 (ab) 22 (ab) 23 Konvensional (a 3 ) (ab) 31 (ab) 32 (ab) 33 Model pembelajaran (a) Dengan (ab)ij adalah nilai model pembelajaran ke-i dan kemandirian belajar ke-j, i = 1, 2 dan 3, j= 1, 2 dan 3. 3. Prosedur Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dengan urutan kegiatan yang dilakukan sebagai berikut: a. Menyusun peringkat sekolah berdasarkan hasil Ujian Nasional kemudian mengambil tiga sekolah secara random untuk masing-masing tingkatan yaitu peringkat atas, tengah, dan bawah. b. Mengambil secara random kelas yang digunakan untuk penelitian. c. Melakukan uji coba instrument baik tes maupun angket. commit to user 45 46 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Mengambil nilai ujian akhir semester SMP untuk uji keseimbangan. e. Melakukan uji keseimbangan. f. Mengukur tingkat kemandirian belajar dengan menggunakan angket untuk ketiga kelompok penelitian. g. Memberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik dan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pendekatan matematika realistik pada kelas eksperimen dan model pembelajaran lang sung untuk kelas kontrol. h. Mengukur prestasi hasil belajar peserta didik dengan menggunakan tes prestasi belajar yang sama untuk ketiga kelompok penelitian. C. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII pada 91 SMP Negeri di Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat tahun pelajaran 2013/2014. 2. Sampel Penelitian Sampel dalam penelitian ini terdiri dari tiga sekolah dengan kategori berbeda. Tiap sekolah terdiri dari tiga kelas yaitu dua kelas eksperimen dan satu kelas kontrol. 3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dari kelompok berstratifikasi (Stratified Cluster Random Sampling). Tahap pengambilan sampel dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Tahap pertama, populasi penelitian terdiri dari 91 SMP Negeri di Kabupaten Lombok Timur di urutkan berdasarkan rerata nilai UN 2012/2013. b. Tahap kedua, membagi 91 SMP Negeri ini menjadi 3 kelompok dengan keriteria tinggi, sedang dan rendah. Penetuan kelompok ditentukan dengan keriteria: commit to user 46 47 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kelompok tinggi jika kelompok sedang jika kelompok rendah jika keterangan: x : nilai rerata UN dari masing-masing sekolah : nilai rerata dari gabungan rerata masing-masing sekolah : standar deviasi dari gabungan nilai rerata sekolah Berdasarkan data nilai Ujian Nasional mata pelajaran matematika Kabupaten Lombok Timur tahun pelajaran 2012/2013 diperoleh nilai rerata gabungan dari masing-masing sekolah 6,43 dengan standar deviasi 1,55. Berdasarkan hasil perhitungan, sekolah dengan kategori tinggi adalah sekolah dengan nilai rerata lebih dari 7,20; sekolah dengan kriteria sedang adalah sekolah dengan nilai rerata lebih dari atau sama dengan 5,65 dan kurang dari atau sama dengan 7,20; serta sekolah dengan kriteria rendah adalah sekolah dengan nilai rerata kurang dari 5,65. Adapun daftar SMP Negeri berdasarkan kategori dapat dilihat pada Lampiran 1. c. Berdasarkan data tersebut diambil secara random masing-masing satu sekolah dari tiga kategori yang sudah ditentukan. Hasilnya diperoleh SMP Negeri 3 Pringgabaya untuk sekolah dengan kategori tinggi, SMP Negeri 1 Sambelia untuk kategori sedang dan SMP Negeri 1 Sakra untuk kategori rendah. d. Masing-masing sekolah yang terpilih sebagai sampel dipilih tiga kelas untuk dijadikan kelas eksperimen satu, kelas eksperimen dua dan kelas kontrol. D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Pada penelitian ini terdapat dua variabel bebas yaitu model pembelajaran dan kemandirian belajar siswa dan satu variabel terikat yaitu prestasi belajar matematika. commit to user 47 48 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 1. Variabel Bebas a. Model Pembelajaran 1) Definisi Operasional: Model pembelajaran adalah suatu kerangka konseptual yang sistematis yang berisi prosedur dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran untuk mencapi tujuan pembelajaran. 2) Indikator: model pembelajaran cooperatif tipe NHT dengan PMR pada kelompok eksperimen 1, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS pada kelompok eksperimen 2 dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. 3) Skala pengukuran: nominal 4) Simbol: dengan i : 1 = NHT dengan PMR, 2 = TSTS dengan PMR, 3 = konvensional b. Kemandirian Belajar Siswa. 1) Definisi Operasional: Kemandirian belajar adalah kemampuan siswa untuk melakukan kegiatan belajar yang bertumpu pada aktivitas dan tanggung jawab dengan didorong oleh motivasi dirinya sendiri. 2) Indikator: skor angket kemandirian belajar. 3) Skala Pengukuran: Skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal yang terdiri dari 3 kategori yaitu: Kategori tinggi jika memperoleh skor lebih dari x 1 s 2 1 2 1 2 Kategori sedang jika memperoleh skor x s x x s Kategori rendah jika memperoleh skor kurang dari x 1 s 2 Keterangan: x : skor tiap kemandirian belajar : nilai rerata dari gabungan skor kemandirian belajar s : standar deviasi dari skor kemandirian belajar 4) Symbol: 1 = kemandirian belajar tinggi, 2 = kemandirian belajar sedang, 3 = kemandirian belajar rendah. commit to user 48 49 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2. Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika peserta didik. 1) Definisi operasional: prestasi belajar yang telah dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran yang mencerminkan penguasaan peserta didik terhadap mata pelajaran matematika yang dinyatakan dalam bentuk angka. 2) Indikator : nilai tes prestasi belajar matematika. 3) Skala pengukuran : skala interval. 4) Simbol: abij dengan i = 1, 2, 3 dan j = 1, 2, 3 E. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dokumentasi, tes dan angket a. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data kemampuan awal peserta didik berupa nilai ulangan matematika semester ganjil. Data tersebut digunakan untuk uji keseimbangan kemampuan awal. b. Metode tes Metode tes ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang prestasi belajar matematika. Dalam penelitian ini bentuk tes yang digunakan adalah tes objektif dengan 4 alternatif jawaban. Soal tes yang digunakan sebanyak 25 butir soal. Setiap jawaban benar mendapat skor 1, sedangkan setiap jawaban salah mendapat skor 0. c. Metode angket Angket digunkan untuk memperoleh data mengenai kemandirian belajar peserta didik. Dalam penelitian ini angket yang digunakan adalah angket kemandirian belajar berupa pernyataan sebanyak 32 item dengan alternatif 4 jawaban.kemudian peserta didik diminta untuk member tanda ceklist pada pilihan jawaban yang sesuai, pemberian skor menggunakan sekala commit to user Likert. Untuk item positif jika menjawab SS diberi skor 4, S diberi skor 3, 49 50 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1. Adapun untuk item kemandirian belajar negatif jika menjawab SS diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 3 dan STS di beri skor 4.. 2. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes prestasi belajar dan angket tentang kemandirian belajar. Sebelum tes prestasi belajar digunakan agar menghasilkan soal tes yang baik terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes prestasi belajar. Kemudian disusun butir soal sesuai dengan kisi-kisi tersebut. Langkah selanjutnya adalah memvalidasi soal tes. Soal-soal tes disusun adalah soal-soal yang sifatnya masih sementara, sehingga diperlukan uji coba untuk mengukur reliabilitasnya yang nantinya ditentukan kelayakan soal itu untuk digunakan. Sebelum menyusun angket kemandirian belajar terlebih dahulu dibuat kisi-kisi angket berdasarkan aspek dan indikator kemandirian belajar. Kemudian disusun butir angket. Angket yang telah disusun dikonsultasikan kepada ahli. Selanjutnya angket diujicobakan untuk mengkur reliabilitasnya sebelum digunakan untuk penelitian. 3. Uji coba Instrumen Uji coba instrumen sangat diperlukan dalam suatu penelitian untuk mengetahui apakah instrument tersebut layak digunakan dalam penelitian. Setelah dilakukan uji coba instumen kemudian dilakukan analisis terhadap instrumen tes prestasi belajar dan angket kemandirian belajar. a. Analisis Uji Coba Instrumen Tes Prestasi Belajar Tes prestasi yang akan digunakan dalam penelitian ini sebanyak 25 butir soal sedangkan yang diujicobakan sebanyak 30 butir soal. 1) Uji Validitas isi Pengujian validitas isi dilakukan dengan menelaah butir, mencermati kesesuaian isi butir dengan perencanaan yang dituangkan dalam kisi-kisi. Butir-butir soal tes yang dinyatakan valid apabila butir yang ditulis telah menunjukkan kesesuaian dengan kisi-kisi. Pengujian validitas isi dilakukan oleh pakar/validator yang ahli dalam bidang matematika. Dalam hal ini to user peneliti meminta tiga orang commit pakar/ahli untuk menilai instrument yang akan 50 51 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id digunakan. Hasil penilaian tersebut digunakan setelah direvisi dan disetujui oleh minimal dua pakar yang sudah ditunjuk. 2) Tingkat Kesukaran Tingkat kesukaran butir soal menyatakan proporsi banyaknya peserta menjawab benar butir soal tersebut terhadap seluruh peserta tes. Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menentukan indeks kesukaran tiap butir tes digunakan rumus: p B N dengan: p : indeks tingkat kesukaran. B : banyaknya peserta tes yang menjawab benar. N : banyaknya seluruh peserta tes. (Budiyono, 2011: 30) Untuk mengiterprestasikan indeks tingkat kesukaran dapat digunakan tolak ukur sebagai berikut. Jika 0,00 ≤ P 0,30 : soal sukar. Jika 0,30 ≤ P ≤ 0,70 : soal sedang. Jika 0,70 ˂ P ≤ 1 : soal mudah Pada penelitian ini butir tes dapat digunakan jika memiliki tingkat kesukaran 0,30 ≤ P ≤ 0,70. 3) Daya Pembeda Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada kelompok siswa tidak pandai. Dengan demikian, daya pembeda suatu butir soal dapat dipakai untuk membedakan siswa yang pandai dan tidak pandai. Sebagai tolak ukur pandai atau tidak pandai adalah skor total dari sekumpulan butir yang dianalisis. Pada penelitian ini untuk mengukur daya beda menggunakan rumus koefisien korelasi biserial titik sebagai berikut: commit to user 51 52 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id rpbis n XY X Y n X 2 X n Y 2 Y 2 2 dengan : rxy = indeks daya pembeda untuk butir ke-i n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen). X = skor butir ke-i (dari subjek uji coba). Y = skor total (dari subjek uji coba). (Budiyono, 2011: 33) Pada penelian ini, butir tes dapat digunakan jika memiliki indeks daya pembeda . 4) Uji Reliabilitas Instrumen dikatakan reliabel jika dapat memberikan hasil yang relatif sama pada waktu yang berlainan. Reliabilitas tes prestasi belajar diuji dengan rumus KR-20 yaitu: 2 n S t pi qi r11 S t2 n 1 dengan : r11 : koefisien reliabilitas instrumen. n : banyaknya butir instrumen. pi : proporsi cacah subjek yang mejawab benar pada butir ke-i st2 : variansi untuk skor total. (Budiyono, 2011: 16) Pada penelitian ini, instrumen dikatakan reliabel jika memiliki indeks realibilitas b. Analisis Instrumen Angket Kemandirian Belajar Butir angket yang digunakan diadopsi dari beberapa peneliti sebelumnya yang telah membuat angket kemandirian belajar. Selanjutnya butir angket tersebut commit to user 52 53 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dikembangkan oleh peneliti. Jumlah butir angket yang digunakan sebanyak 32 butir sedangkan yang diujicobakan sebanyak 64 butir angket. 1) Uji Validitas. Uji validitas angket pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah kisi-kisi yang telah dibuat oleh peneliti telah menunjukkan klasifikasi subtansi yang akan diukur. Uji validitas ini dilakukan dengan memberikan angket dan kisi-kisi kemandirian belajar kepada beberapa orang ahli selaku validator. 2) Uji Reliabilitas Angket. Instrumen dikatakan reliabel berarti dapat memberikan hasil yang relatif sama pada waktu yang berlainan. Teknik Alpha dapat dipakai untuk instrumen yang tidak dikotomus (misalnya pada angket atau tes uraian). Reliabelitas angket diuji dengan teknik Alpha yaitu: 2 n si r11 1 2 st n 1 dengan: r11 : indeks realibilitas instrumen n : banyaknya butir instrumen. si2 : variansi belahan ke-i, i = 1, 2, 3, 4....,n. st2 : variansi skor total yang diperoleh subjek uji coba. (Budiyono, 2011: 18) Pada penelitian ini, butir angket dikatakan reliabel jika koefisien reliabilitas sama atau lebih dari 0,7. 3) Konsistensi Internal Angket. Pengujian konsistensi internal dilakukan pada angket kemandirian belajar peserta didik, rumus yang digunakan untuk mengetahui konsistensi internal adalah rumus momen produk Karl Person yaitu: rxy n XY X Y ncommit X nY X touser 2 53 2 2 Y 2 54 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan: rxy : indeks konsistensi internal untuk butir ke-i : banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen) : skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba) : skor total (dari subjek uji coba) Pada penalitian ini butir angket dapat digunakan jika indeks konsistensi internal . F. Teknik Analisi Data 1. Uji Prasyarat Analisis Sebelum dilakukan uji keseimbangan terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Karena itu, dalam bagaian ini akan dituliskan masing-masing uji prasyarat analisis yaitu: a. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah sampel yang diperoleh berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan prosedur uji sebagai berikut: a. Hipotesis H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal b. Taraf Signifikansi: 0, 05 c. Statistik Uji L Maks F zi S zi dengan : zi = Xi X , ( s = simpangan baku sampel) s F zi = PZ zi z i = skor terstandar untuk commit to user 54 55 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id S zi = proporsi cacah Z zi terhadap seluruh z d. Daerah Kritis DK L L L ,n nilai dari tabel Lilliefors, dengan n adalah ukuran sampel. e. Keputusan Uji H0 ditolak jika L DK atau H0 tidak ditolak jika L DK (Budiyono, 2009: 170) a. Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat dengan prosedur sebagai berikut: 1. Hipotesis: Ho : 12 22 32 ... k2 (variansi populasi homogen). H 1 : tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen) k = banyaknya populasi 2. Tingkat signifikansi : a 0,05 3. Statistik uji yang digunakan: x2 2,303 f log RKG f j log s 2j c Keterangan : 2 ~ 2 (k 1) k : banyak populasi f : derajat kebebasan untuk RKG = N - k fj : derajat kebebasan untuk sj2 = nj- 1 ; j = 1, 2, 3, ..., k N : banyak seluruh nilai nj : banyak ukuran sampel ke-j RKG : rataan kuadrat galat commit to user 55 56 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id SS j X j 2 c 1 ( X j ) 2 nj (n j 1) s j 2 1 1 1 ( ) 3(k 1) fj f 4. Daerah kritis DK { 2 | 2 2 ,k 1} 5. Keputusan uji H0 ditolak jika 2 terletak pada daerah kritis 6. Keputusan Uji H0 ditolak jika 2 DK atau H0 tidak ditolak jika 2 DK . (Budiyono, 2009: 176) 2. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan pada sampel sebelum dikenakan perlakuan yang bertujuan untuk mengetahui kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam keadaan seimbang. Statistik uji yang digunakan adalah anava satu jalan dengan sel tak sama, yaitu: a. Hipotesis H0 : 1 2 3 H1 : paling sedikit ada dua rerata yang tidak sama b. Taraf signifikansi ( = 0,05) c. Statistik uji yang digunakan: Jumlah Kuadrat Amatan (JKA) Jumlah Kuadrat Galat (JKG) Jumlah Kuadrat Total (JKT) commit to user 56 57 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan : : jumlah semua peserta didik : jumlah semua data : cacah data masing – masing kelompok : jumlah kuadrat data masing-masing kelompok : jumlah kuadrat data semua kelompok Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat itu adalah: dkA = k – 1 dkG = N – k dkT = N – 1 Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing, diperoleh rerata kuadrat berikut: Statistik uji untuk analisis variansi ini adalah: d. Rangkuman Analisi Tabel 3.3 Rangkuman Analisis Variansi Fobs RK Sumber JK Dk F Perlakuan JKA k 1 RKA F* Galat Total JKG N k RKG - JKT to user N 1 commit 57 - - 58 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Keterangan: F : nilai F yang diperoleh dari tabel. e. Daerah Kritis: DK F F F ;k 1, N k f. Keputusan Uji H0 ditolak jika F DK atau H0 diterima jika F DK . g. Kesimpulan berdasarkan keputusan uji yang diperoleh (Budiyono, 2009: 198) 3. Pengujian Hipotesis Untuk menguji hipotesis penelitian, digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Sebelum anava dikenakan, dilakukan uji persyaratan untuk anava yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Jika diperlukan uji lanjut, maka akan digunakan uji Scheffe. Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dengan model sebagai berikut: X ijk i j ij ijk Dengan: X ijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j. = rerata dari seluruh data amatan (rerata besar). i = i efek baris ke-i pada variabel terikat. j = j efek kolom ke-j pada variabel terikat. ij = ij i j = interaksi baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat. ijk = deviasi data X ijk terhadap rerata populasinya ( ijk ) yang berdistribusi normal dengan rerata 0. i = 1, 2, 3; dengan: 1=model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dengan pendekatan commit to user matematika realistik. 58 59 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2=model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pendekatan matematika realistik. 3= model pembelajaran konvensional. j= 1, 2, 3; dengan: 1 = kategori kemandirian tinggi. 2 = kategori kemandirian sedang. 3 = kategori kemandirian rendah. k= 1, 2, 3..., nij dengan nij = banyaknya data amatan pada sel ij Prosedur dalam pengujian hipotesis dengan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama yaitu: a. Perumusan hipotesis H 0 A : i 0 untuk setiap i 1,2,3 (tiadak ada perbedaan efek antara model pembelajaran terhadap prestasi). H 1A : paling sedikit ada satu i yang tidak nol (ada perbedaan efek antara model pembelajaran terhadap prestasi belajar). H 0 B : j 0 untuk setiap j 1,2,3 (tidak ada perbedaan antara efek kemandirian belajar tehadap prestasi belajar). H 1B : paling sedikit ada satu j yang tidak nol (ada perbedaan antara kemandirian belajar terhadap pertasi belajar). H0 AB : ( )ij 0 untuk setiap i 1,2,3 dan j 1,2,3 (tidak ada intraksi antara model pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar siswa). H1AB : paling sedikit ada satu ij yang tidak nol (ada intraksi antara model pembelajaran dan kemandirian belajar terhadap prestasi belajar siswa). b. Komputasi. 1) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama ini didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut. nij = banyaknya data amatan pada sel ij commit to user 59 60 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id nh =rerata harmonik frekuensi seluruh sel = N= n ij pq 1 i , j nij = banyak seluruh data amatan. i, j 2 X SSij = k 2 ijk X ijk k = jumlah kuadrat deviasi data amatan pada nij sel ij AB ij = rerata pada sel ij Ai = AB ij = jumlah rerata pada baris ke-i j Bj = AB ij = jumlah rerata pada baris ke-j i G = AB ij = jumlah retata semua sel i, j Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besaran-besaran sebagai berikut: 2) Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah kuadrat, yaitu jumlah kuadrat baris (JKA), jumlah kuadrat kolom (JKB), jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom (JKAB), jumlah kuadrat galat (JKG), dan jumlah kuadrat total (JKT). commit to user 60 61 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3) Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah : dkA= p – 1 dkAB = (p – 1)(q– 1) dkT= N–1 dkB = q – 1 dkG = N – pq 4) Rataan kuadrat 5) Statistik Uji a) Untuk H0A adalah yang merupakan nilai dari variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan p– 1 dan N – pq. b) Untuk H0B adalah yang merupakan nilai dari variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan q– 1 dan N – pq. c) Untuk H0AB adalah yang merupakan nilai dari variabel random yang berdistribusi F dengan derajat kebebasan (p – 1)(q – 1) dan N – pq. 6) Taraf signifikansi α = 0,05 7) Daerah Kritik a) Daerah kritik untuk Fa adalah DKa ={Fǀ F > Fα;p-1;N-pq} b) Daerah kritik untuk Fb adalah DKb ={Fǀ F > Fα;q-1;N-pq} c) Daerah kritik untuk Fab adalah DKab ={Fǀ F > Fα;(p-1)(q-1);N-pq} 8) Keputusan Uji : H0 diterima jika Fobs terletak di luar daerah kritik. 9) Rangkuman Analisis Variansi. commit to user 61 62 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 3.4 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Sumber JK dk RK Fobs Ftabel Keputusan Uji H 0 ditolak jika Baris (A) JKA p 1 RKA Fa F* Kolom(B) JKB q 1 RKB Fb F* Intraksi (AB) JKAB ( p 1)(q 1) RKAB Fab F* Fobs Dk H 0 diterima jika Fobs DK Galat (G) N pq JKG RKG Total JKT N 1 * Keteranagan: F =nilai F yang diperoleh dari tabel. - - (Budiyono, 2009: 229-231) 4. Uji Lanjut Anava Jika H0 ditolak pada uji hipotesis maka dilakukan uji lanjut pasca anava yaitu dengan menggunakan metode Scheffe untuk anava dua jalan. Komparasi ganda dengan menggunakan metode Scheffe terdapat empat macam komparasi, yaitu: a. Komparasi rataan antar baris Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar baris adalah: Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar baris adalah: dengan : nilai pada pembandingan baris ke-i dan baris ke-j. : rataan pada baris ke-i. : rataan pada baris ke-j. : rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi. : ukuran sampel baris ke-i. : ukuran sampel baris ke-j. commit to user 62 63 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Daerah kritik untuk uji tersebut adalah : b. Komparasi rataan antar kolom Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar kolom adalah: Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar kolom adalah: dengan : nilai pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j. : rataan pada kolom ke-i. : rataan pada kolom ke-j. : rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi : ukuran sampel kolom ke-i. : ukuran sampel kolom ke-j. Daerah kritik untuk uji tersebut adalah : c. Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama adalah: Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama adalah: dengan : nilai sel pada pembandingan rataan pada sel . : rataan pada sel commit . to user 63 dan rataan pada 64 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id : rataan pada sel . : rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi. : ukuran sel . : ukuran sel . Daerah kritik untuk uji tersebut adalah : d. Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama Hipotesis nol yang diuji pada komparasi rerata antar sel pada baris yang sama adalah: Uji Scheffe untuk komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama adalah: Daerah kritik untuk uji tersebut adalah : (Budiyono, 2009: 215-217). commit to user 64 65 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Coba Instrumen Instrumen yang diuji cobakan dalam penelitian ini adalah tes prestasi belajar matematika peserta didik pada materi kubus, balok, prisma, dan limas serta angket yang digunakan untuk mengetahui kemandirian belajar peserta didik. a. Hasil uji coba tes prestasi belajar matematika 1) Validitas isi Tes Prestasi Belajar Matematika Uji validitas isi untuk uji coba instrumen prestasi belajar matematika dilakukan oleh Drs. Mahmudin, M.Pd selaku dosen matematika di STKIP Selong, Kaharudin, S.Pd. selaku guru matematika di SMP Negeri 3 Pringgabaya, dan Mahsun, S.Pd. selaku guru di SMP Negeri 1 Sambelia. Uji validitas isi menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang berupa tes prestasi belajar berbentuk pilihan ganda sebanyak 30 butir soal telah dipenuhi karena adanya kesesuaian antara kisi-kisi yang dibuat dengan butir soal yang dipakai. Uji validitas isi dalam penelitian ini selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 12. 2) Tingkat Kesukaran Butir Soal Setelah dilakukan uji validitas soal kemudian dilanjutkan uji coba instrumen tes untuk mengetahui apakah butir-butir soal yang disusun merupakan butir soal yang baik atau tidak. Uji coba instrumen dilakukan terhadap 75 peserta didik yang berasal dari kelas VIII C dan VIII D di SMP Negeri 1 Selong bulan Maret 2014. Butir soal dikatakan baik jika indeks kesukarannya berada pada interval 0,3 P 0,7 . Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 16. Pada Tabel 4.1. disajikan rangkuman hasil perhitungan indeks kesukaran butir soal tes prestasi belajar matematika. commit to user 65 66 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.1. Rangkuman Hasil Perhitungan Indeks Kesukaran Butir Tes Indeks Kesukaran (P) Butir Soal Butir soal baik 2,3,4,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17, 19, 20,21,23,24,25,26,27,28,29 (0,3 ≤ P ≤ 0,7) Butir soal kurang baik 1,5,18,22,30 (P< 0,3 atau P> 0,7) 3) Daya Pembeda Butir soal Butir soal dikatakan baik jika daya pembedanya D ≥ 0,3. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 16. Pada Tabel 4.2. disajikan rangkuman hasil perhitungan daya pembeda butir soal tes prestasi belajar. Tabel 4.2. Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda Butir Tes Daya Pembeda (D) Butir soal baik (D ≥ 0,3) Butir soal kurang baik Butir Soal 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16, 17,18,19,20,21,23,24,25,26,27,28,29,30 22 (D< 0,3) 4) Penetapan Instrumen Berdasarkan rangkuman hasil perhitungan indeks kesukaran dan daya pembeda butir soal tes prestasi belajar matematika dari 30 butir soal terdapat 5 butir soal yang tidak baik dan 25 butir tergolong butir soal baik sehingga soal yang dipakai sebanyak 25 butir soal. 5) Uji Reliabilitas Instrumen Tes Uji Reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan metode satu kali tes dan soal yang diujikan 25 butir. Teknik perhitungan yang digunakan untuk menghitung indeks reliabilitas menggunakan Kuder Richardson 20 atau KR-20. Perhitungan indeks reliabilitas instrumen diperoleh sebesar 0,83. Ini menunjukkan bahwa instrument reliabel karena nilainya lebih besar dari 0,70. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan commit to pada user Lampiran 17. 66 67 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b. Hasil Uji Coba Angket Kemandirian Belajar 1) Uji Validitas Angket Kemandirian Belajar Uji validitas isi untuk uji coba instrumenangket dilakukan oleh Drs. Mahmudin, M.Pd selaku dosen matematika di STKIP Selong, Kaharudin, S.Pd. selaku guru matematika di SMP Negeri 3 Pringgabaya, dan Mahsun, S. Pd. selaku guru di SMP Negeri 1 Sambelia. Uji validitas isi menunjukkan bahwa instrumen penelitian yang berupa angket berbentuk pernyataan sebanyak 64 butir pernyataan telah dipenuhi karena adanya kesesuaian antara kisi-kisi yang dibuat dengan butir soal yang dipakai. Uji validitas isi dalam penelitian ini selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 7 2) Konsistensi Internal Angket Kemandirian belajar Butir pernyataan angket dikatakan baik jika rxy ≥ 0,3. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 10. Pada Tabel 4.3. disajikan rangkuman hasil perhitungan konsistensi internal angket kemandirian belajar peserta didik. Tabel 4.3. Rangkuman Hasil Perhitungan Konsistensi Internal Angket Konsistensi Internal (rxy) Butir pernyataan baik (rxy ≥ 0,3) Butir Soal 1,8,9,11,12,13,14,16,19,20,23,24,25,30,32,3 5,36,39,40,41,42,43,44,45,46,49,50,51,52,53 ,55,56,57,58,59,61,62 Butir pernyataan kurang baik 2,3,4,5,6,7,10,15,17,18,21,22,26,27,28,29,31 ,33,34,37,38,47,48,54,60,63,64 (rxy< 0,3) 3) Penetapan Instrumen Berdasarkan rangkuman hasil perhitungan konsistensi internal angket terdapat 37 butir tergolong butir pernyataan baik. Namun yang digunakan dalam penelitian ini 32 butir pernyataan karena dianggap sudah memenuhi semua indikator yang akan diukur. 4) Reliabilitas Instrumen Angket Kemandirian Belajar Selanjutnya 32 butir angket kemandirian belajar dicari indeks commit toteknik user Alpha diperoleh perhitungan reliabilitas dengan menggunakan 67 68 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id koefisien reliabilitas sebesar 0,8218 karena indeks reliabilitas instrumen angket Kemandirian belajar lebih dari 0,7 maka angket dapat dipakai. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 11. 2. Deskripsi Data a. Data Kemampuan Awal Matematika Peserta didik Data kemampuan awal matematika peserta didik diperoleh dari nilai ujian smester ganjil untuk materi pelajaran matematika. Pada Tabel 4.4. disajikan deskripsi data kemampuan awal matematika peserta didik pada kelas NHT dengan PMR, TSTS dengan PMR, dan pembelajaran konvensional. Tabel 4.4. Deskripsi Data Kemampuan Awal Matematika Peserta didik Model Pembelajaran N Nilai Nilai Min Maks Rerata Standar Deviasi NHT dengan PMR 104 5,25 10,00 8,41 1,0895 TSTS dengan PMR 104 4,5 10,00 8,23 1,2641 Konvensional 100 4,5 10,00 8,17 1,2757 b. Data Prestasi Belajar Peserta didik dilihat dari Model Pembelajaran Tabel 4.5. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika pada Masing-masing Model Pembelajaran Model Pembelajaran N Nilai Nilai Terendah Tertinggi Standar Rerata Deviasi NHT dengan PMR 104 40 96 66,00 13,37 TSTS dengan PMR 104 32 96 66,04 12,95 Konvensional 100 32 84 56,76 12,62 Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk NHT dengan PMR yaitu 36 peserta didik kelas VIIIA di SMP Negeri 3 Pringgabaya, 32 peserta didik kelas VIIIA di SMP Negeri 1 Sambelia, dan 36 peserta didik kelas VIIIA di SMP Negeri 1 Sakra. Dari 104 peserta didik untuk NHT dengan PMR diperoleh rerata 66, nilai maksimum 96, nilai minimum 40, dan commit to user standar deviasi 13,37. 68 69 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk TSTS dengan PMR yaitu 36 peserta didik kelas VIIIC di SMP Negeri 3 Pringgabaya, 32 peserta didik kelas VIIIB di SMP Negeri 1 Sambelia, dan 36 peserta didik kelas VIIIB di SMP Negeri 1 Sakra. Dari 104 peserta didik untuk TSTS dengan PMR diperoleh rerata 66,04, nilai maksimum 96, nilai minimum 32, dan standar deviasi 12,95. Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk pembelajaran konvensional yaitu 34 peserta didik kelas VIIIB di SMP Negeri 3 Pringgabaya, 32 peserta didik kelas VIIIC di SMP Negeri 1 Sambelia, dan 34 peserta didik kelas VIIIC di SMP Negeri 1 Sakra. Dari 100 peserta didik untuk Konvensional diperoleh rerata 56,76, nilai maksimum 84, nilai minimum 32, dan standar deviasi 12,62. c. Data Prestasi Belajar Peserta didik dilihat dari Kemandirian Belajar Tabel 4.6. Deskripsi Prestasi Belajar Matematika pada Masing-masing Kemandirian belajar Standar Nilai Nilai Kemandirian Belajar N Rerata Deviasi Terendah Tertinggi Tinggi 100 32 96 68,4 14,55 Sedang 104 32 92 63,08 12,47 Rendah 104 32 84 57,77 11,87 Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk kemandirian belajar tinggi yaitu dari 100 peserta didik diperoleh rerata 68,4, nilai maksimum 96, nilai minimum 32, dan standar deviasi 14,55. Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk kemandirian belajar sedang yaitu dari 104 peserta didik diperoleh rerata 63,08, nilai maksimum 92, nilai minimum 32, dan standar deviasi 12,47. Data prestasi belajar matematika peserta didik untuk kemandirian belajar rendah yaitu dari 104 peserta didik diperoleh rerata 57,77, nilai maksimum 84, nilai minimum 32, dan standar deviasi 11,87. commit to user 69 70 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Data Prestasi Belajar Peserta didik pada Masing-masing Model Pembelajaran dan Kemandirian Belajar Tabel 4.7. Data Prestasi Belajar Peserta didik pada Masing-masing Model Pembelajaran dan Kemandirian belajar Kemandirian belajar Rendah Tinggi Sedang Model NHT dengan PMR TSTS dengan PMR 40 29 35 Nilai Min 52 48 40 Nilai maks 96 92 84 71,4 66,48 59,43 13,14 11,48 12,47 30 36 38 Nilai Min 52 44 32 Nilai maks 96 84 80 74,8 66,78 58,42 11,32 11,14 11,26 30 39 31 Nilai Min 32 32 36 Nilai maks 84 76 76 58 57,13 55,10 13,97 12,31 11,85 Konvensional 3. Hasil Analisis Data a. Uji Keseimbangan 1) Hasil Uji Keseimbangan Uji keseimbangan bertujuan untuk mengetahui apakah populasi kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2, serta kelas kontrol dalam penelitian ini dalam keadaan seimbang atau mempunyai commit to user kemampuan awal yang sama 70 71 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id sebelum eksperimen dilakukan. Secara statistik apakah terdapat perbedaan rataan yang berarti dari ketiga kelas sampel. Statistik uji yang digunakan adalah uji anava satu jalan. Data yang digunakan untuk uji keseimbangan adalah nilai ujian semester ganjil kelas VIII SMP Negeri 3 Pringgabaya, 1 Sambelia, dan 1 Sakra. Sebelum dilakukan uji keseimbangan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis sebagai berikut: a) Uji Normalitas Uji normalitas populasi dilakukan untuk mengetahui apakah sampel pada kelas eksperimen satu, kelas eksperimen dua dan kelas kontrol masingmasing berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas populasi ini dilakukan setiap kelas menggunakan metode Lilliefors disajikan dalam Tabel4.8 berikut: Tabel 4.8. Rangkuman Hasil Uji Normalitas Populasi Terhadap Data kemampuan Awal Matematika Peserta didik Kelas KeputusanUji Simpulan Eksperimen 1 (NHT dengan PMR) 104 0,0721 0,0869 H0 tidak ditolak Normal Eksperimen 2 (TSTS dengan PMR) 104 0,0859 0,0869 H0 tidak ditolak Normal 100 0,0778 0,0886 H0 tidak ditolak Normal Kontrol (Konvensional) Berdasarkan tabel di atas, setiap sampel memiliki nilai L yang kurang dari nilai L0,05;n, yang berarti sehingga semua H0 diterima. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa semua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan selengkapnya tentang uji nomalitas disajikan pada Lampiran 18, 19, 20. b) Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji homogenitas kemampuan awal dilakukan sebanyak satu kali dengan membandingkan variansi pada kelompok eksperimen satu, kelompok commit to user eksperimen dua dan kelompok kontrol. Berdasarkan hasil uji homogenitas 71 72 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id variansi diperoleh nilai sebesar 2,2267 yang kurang dari nilai sebesar 5,9910. Hal ini berarti sehingga H0 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketiga populasi memiliki variansi yang sama (homogen). Perhitungan uji homogenitas variansi populasi selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 21. 2) Hasil Uji Keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah populasi penelitian yang dikenai model pembelajaran yaitu NHT dengan PMR, TSTS dengan PMR, dan Pembelajaran Konvensional mempunyai kemampuan matematika yang sama. Rangkuman analisis variansi satu jalan terhadap data kemampuan awal matematika peserta didik disajikan dalam Tabel 4.10 berikut. Tabel 4.10. Rangkuman Hasil Uji Anava Satu Jalan Terhadap Data Kemampuan Awal Fobs F0,05;2;278 Keputusan Sumber JK dK RK Metode 3,1591 2 1,5795 1,0755 3,00 Galat 447,9538 305 1,4687 - - - Total 451,1128 307 - - - - H 0 tidak ditolak Berdasarkan hasil analisis anava satu jalan terhadap data kemampuan awal matematika peserta didik, diperoleh nilai Fobs sebesar 1,0755 dan F0,05,2,305 sebesar 3,00 yang berarti Fobs sehingga H0 diterima. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa populasi yang diwakili kelompok eksperimen satu, kelompok eksperimen dua dan kelompok kontrol mempunyai kemampuan awal yang sama (seimbang). Perhitungan uji keseimbangan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 22. commit to user 72 73 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. Uji Hipotesis 1. Uji Prasyarat untuk Analisis Analisis data pada penelitian ini menggunkan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Syarat yang harus dipenuhi yaitu prestasi belajar harus berdistribusi normal dan populasinya homogen. a. Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini uji normalitas menggunakan metode Lilliefors, rangkuman hasil uji normalitas seperti pada Tabel 4.11 berikut. Tabel 4.11. Rangkuman Uji Normalitas Data Prestasi belajar No Kelompok Lobs n Ltabel 1 NHT dengan PMR 0,0867 104 0,0869 2 TSTS dengan PMR 0,0627 104 0,0869 3 Konvensional 0,0879 100 0,0886 4 Kemandirian belajar Tinggi 0,0589 100 0,0886 5 Kemandirian belajar Sedang 0,0736 104 0,0869 6 Kemandirian belajar Rendah 0,0831 104 0,0869 Keputusan Uji H 0 tidak Ket Normal ditolak H 0 tidak Normal ditolak H 0 tidak Normal ditolak H 0 tidak Normal ditolak H 0 tidak Normal ditolak H 0 tidak Normal ditolak Berdasarkan data pada tabel di atas ternyata semua data masing- masing model pembelajaran dan kemandirian belajar berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas data prestasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 23. b. Uji Homogenitas Data Prestasi Belajar Matematika Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi yang sama. Dalam penelitian ini uji homogenitas commit to user 73 74 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menggunakan uji Bartlett. Rangkuman uji homogenitas data prestasi belajar disajikan pada Tabel 4.12 sebagai berikut. Tabel 4.12. Rangkuman Uji Homogenitas Variansi Kelompok 2 obs 2 tabel NHT dengan PMR, TSTS dengan PMR, dan Konvensional 0,3335 5,991 Kemandirian belajar tinggi, sedang, rendah 4,6200 5,991 Keputusan Kesimpulan H 0 tidak Homogen ditolak H 0 tidak Homogen ditolak Berdasarkan Tabel 4.12 masing-masing kelompok memiliki nilai yang kurang dari yang berarti sehingga H0 diterima. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa populasi-populasi memiliki variansi yang sama (homogen). Perhitungan uji homogenitas selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 24. 2. Uji Hipotesis Penelitian Perhitungan uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama. Perhitungan uji hipotesis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 25. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan sel tak sama terhadap data prestasi belajar disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Rangkuman Uji Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Sumber JK dk RK Fobs F Keputusan Uji Model Pembelajaran 6101,585 2 3050,7927 20,6860 3,0000 Ho ditolak 5518,182 2 2759,0912 18,7081 3,0000 Ho ditolak 1602,179 4 400,5447 2,7159 2,3700 Ho ditolak 44096,77 57318,71 299 307 147,4808 - - - A Kemandirian belajar B Interaksi AB Galat G Total Berdasarkan pada Tabel 4.13. commit to user 74 75 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a) Pada Model Pembelajaran (A), diperoleh Fa = 20,686 dan Ftabel 3,00 . Dengan DK = {F|F > 3,00}, sehigga Fa > Ftabel yang berarti nilai Fa DK sehingga H0A ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan metode PMR, model kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan model pembelajaran konvensional. b) Pada Kemandirian belajar (B) diperoleh Fb = 18,7081 dan Ftabel 3,00 . Karena DK = {F|F > 3,00}, dengan demikian H 0 B ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi, sedang dan rendah. c) Pada Interaksi antara Model pembelajaran dan Kemandirian belajar (AB), diperoleh Fab = 2,7159 dan Ftabel 2,37 . Karena DK = {F|F > 2,37}, dengan demikian H 0 AB ditolak. Hal ini berarti terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika. 3. Uji Lanjut Pasca Anava Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh bahwa H 0 A ditolak, H 0 B ditolak, dan H 0 AB ditolak. Dalam penelitian ini uji lanjut pasca anava menggunakan metode Scheffe. Perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Lampiran 26. Pada Tabel 4.14. disajikan rangkuman rerata sel dan rerata marginal. Tabel 4.14. Rangkuman Rerata Sel dan Rerata Marginal Model Pembelajaran NHT dengan PMR TSTS dengan PMR Konvensional Rerata Marginal Tinggi 71,40 74,80 58,00 68,40 Kemandirian belajar Sedang Rendah 66,48 59,43 66,78 58,42 57,13 55,10 63,08 57,77 Rerata Marginal 66,00 66,04 56,76 1) Komparasi Rerata Antar Baris Pada efek utama H0A ditolak, artinya bahwa tidak semua model pembelajaran memberikan efek yang sama terhadap prestasi belajar peserta commit to user didik sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’. 75 76 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Rangkuman uji komparasi rerata antar baris disajikan pada Tabel 4.15 sedangkan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 26. Tabel 4.15. Rangkuman Hasil Uji Komparasi Antar Baris H0 Fobs Ftabel Keputusan Uji 1 2 0,0108 6,00 H 0 tidak ditolak 28,4071 6,00 H 0 ditolak 29,5129 6,00 H 0 ditolak 2 3 1 3 Tabel di atas menunjukkan bahwa: a) Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR, diperoleh Fobs = 0,0108 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 diterima. Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi yang sama dengan model pembeljaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. b) Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan pembelajaran konvensional, diperoleh Fobs = 28,4071 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang berbeda dengan pembelajaran konvensional. Berdasarkan rereta marginalnya, perserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memiliki rerata 66,04 sedangkan peserta didik yang diajar dengsn model pembelajaran konvensional memiliki rerata 56,76. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran konvensional. c) Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan pembelajaran konvensional, diperoleh Fobs = 29,5129 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini berarti model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang berbeda dengan pembelajaran user konvensional. Berdasarkancommit reratatomarginalnya, peserta didik yang diajar 76 77 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id denagan model pembelajaran NHT dengan PMR memiliki rerata 66,00 sedangkan peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran konvensional memiliki rerata 56,76. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model menghasilkan pembelajaran prestasi kooperatif belajar yang tipe lebih NHT baik dengan daripada PMR model pembelajaran konvensional. 2) Komparasi Rerata Antar Kolom Pada efek utama H0B ditolak, artinya tidak semua kategori kemandirian belajar memberikan efek yang sama terhadap prestasi belajar peserta didik sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’. Rangkuman uji komparasi rerata antar kolom disajikan pada Tabel 4.16 sedangkan perhitungan selengkapnya pada Lampiran 26. Tabel 4.16. Rangkuman Hasil Komparasi Antar Kolom H0 Fobs Ftabel Keputusan Uji 1 2 9,7947 6,00 9,9330 6,00 H 0 ditolak H 0 ditolak 39,0658 6,00 H 0 ditolak 2 3 1 3 Dari Tabel di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa: a) Pada kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang diperoleh Fobs = 9,7947 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini berarti peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang berbeda dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang. Berdasarkan rerata marginalnya, prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi memiliki rerata 68,40 sedangkan prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang memiliki rerata 63,08, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang. commit to user 77 78 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id b) Pada kategori kemandirian belajar sedang dan rendah diperoleh Fobs = 9,9330 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini berarti peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang berbeda dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. Berdasarkan rerata marginalnya, prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang memiliki rerata 63,08 sedangkan prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah memiliki rerata 57,77, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. c) Pada kemandirian belajar tinggi dan rendah diperoleh Fobs = 39,0658 dan Ftabel = 6,00 dengan DK = {F|F > 6,00} dan keputusan ujinya adalah H 0 ditolak. Hal ini berarti peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang berbeda dengan pesrta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. Berdasarkan rerata marginalnya, prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi memiliki rerata 68,40 sedangkan prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah memiliki rerata 57,77, Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. 1) Komparasi antar sel pada baris yang sama Berdasarkan hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh keputusan bahwa H0AB ditolak sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda antar sel pada baris yang sama. Hasil komparasi ganda antar sel pada baris yang sama disajikan pada Tabel 4.17 berikut ini sedangkan perhitungan selengkapnya disajikan pada Lampiran 26. commit to user 78 79 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.17. Rangkuman Hasil Komparasi Antar Sel pada Baris yang Sama H0 Fobs F Keputusan 11 12 12 13 11 13 2,7562 5,3511 18,1394 15,52 15,52 15,52 H 0 tidak ditolak H 0 tidak ditolak H 0 ditolak 21 23 7,1406 8,7537 30,4953 15,52 15,52 15,52 H 0 tidak ditolak H 0 tidak ditolak H 0 ditolak 31 32 32 33 31 33 0,8713 0,4833 0,8713 21 22 22 23 H 0 tidak ditolak H 0 tidak ditolak H 0 tidak ditolak Dari rangkuman komparasi rerata antar sel pada baris yang sama pada 15,52 15,52 15,52 tabel 4.17 diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Pada H 0 : 11 12 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kemandirian belajar sedang. 2) Pada H0 : 12 13 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar sedang dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan kemandirian belajar rendah. 3) Pada H 0 : 11 13 , keputusan ujinya H 0 ditolak. Ini berarti pada peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT commit to user dengan PMR, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta 79 80 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah. Peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki rerata prestasi belajar 71,40 sedangkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah memiliki rerata prestasi belajar 59,43. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. 4) Pada H 0 : 21 22 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan kemandirian belajar sedang. 5) Pada H 0 : 22 23 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar sedang dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan kemandirian belajar rendah. 6) Pada H 0 : 21 23 , keputusan ujinya H 0 ditolak. Ini berarti pada peserta didik yang diberikan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah. Peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki rerata prestasi belajar 74,80 sedangkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah memiliki rerata prestasi belajar 58,42. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran kooperatif tipe TSTS peserta didik dengan commit to user 80 81 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. 7) Pada H 0 : 31 32 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik yang diajar mengunakan model pembelajaran konvensional, tidak terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran konvensional peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kemandirian belajar sedang. 8) Pada H 0 : 32 33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional, tidak ada perbedaan prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar sedang dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran konvensional peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. 9) Pada H 0 : 31 33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional, tidak ada perbedaan prestasi belajar antara kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada model pemebelajaran konvensional peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi memiliki prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. commit to user 81 82 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Tabel 4.18. Rangkuman Hasil Komparasi Antar Sel pada Kolom yang Sama H0 Fobs F Keputusan µ11 = µ21 1,3437 15,52 H0 tidak ditolak µ21 = µ31 28,7061 15,52 H0 ditolak µ11 = µ31 20,8717 15,52 H0 ditolak 0,0095 µ12 = µ22 15,52 H0 tidak ditolak µ22 = µ32 15,52 H0 tidak ditolak 11,8192 µ12 = µ32 15,52 H0 tidak ditolak 9,8688 0,1254 µ13 = µ23 15,52 H0 tidak ditolak µ23 = µ33 15,52 H0 tidak ditolak 1,2792 µ13 = µ33 15,52 H0 tidak ditolak 2,0916 Dari rangkuman komparasi rerata antar sel pada kolom yang sama pada Tabel 4.18 diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Pada H 0 : 11 21 , keputusan ujinya H 0 diterima. Hal ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan model pembelajaran TSTS dengan PMR. 2) Pada H 0 : 21 31 , keputusan ujinya H 0 di tolak. Hal ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, terdapat perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dan pembelajaran Konvensional. Berdasarkan rerata prestasi belajarnya, peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memiliki rerata 74,80 sedangkan peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional memiliki rerata 58,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR commit to user 82 83 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada model pembelajaran konvensional. 3) Pada H 0 : 21 31 , keputusan ujinya H 0 di tolak. Hal ini berarti, pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, terdapat perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan pembelajaran Konvensional. Berdasarkan rerata prestasi belajarnya, peserta didik dengan kemandirian belajar tinggi yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR memiliki rerata 71,40 sedangkan peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional memiliki rerata 58,00. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar lebih baik daripada pembelajaran konvensional. 4) Pada H 0 : 12 22 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar sedang, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. 5) Pada H 0 : 22 32 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar sedang, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran konvensional. commit to user 83 84 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 6) Pada H 0 : 12 32 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar sedang, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran konvensional. 7) Pada H 0 : 13 23 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, tidak terdapat perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar rendah, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. 8) Pada H 0 : 23 33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, tidak ada perbedaan prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR dengan pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada peserta didik dengan kemandirian belajar rendah, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama biknya dengan model pembelajaran konvensional. 9) Pada H 0 : 13 33 , keputusan ujinya H 0 diterima. Ini berarti pada peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, tidak ada perbedaan rerata prestasi belajar antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dengan model pembelajaran konvensional. Dengan demikian dapat commitdidik to user disimpulkan bahwa pada peserta dengan kemandirian belajar rendah, 84 85 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan model pembelajaran konvensional. B. PEMBAHASAN 1. Hipotesis Penelitian Pertama Berdasarkan perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fobs 20,686 ˃ Fa 3,000 Sehingga akibatnya H 0 A ditolak. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan efek atar model pembelajaran terhadap prestasi belajar. Dari hasil uji lanjut pasca anava diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR memberikan prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS. kemudian model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dari model pembelajaran konvensional. Kesimpulan ini telah sesuai dengan hipotesis yang telah ditetapkan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Tarim (2009), Zakaria, Chin & Daud (2010), Artut (2010) dan Pandya (2011) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang positif terhadap prestasi belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR dengan mengkombinasikan model pembelajaran NHT maupun TSTS dengan PMR. Pada model pembelajaran NHT mempermudah peserta didik untuk mengonstruksi dan memahami materi karena terdapat tahap penomoran sehingga menuntut tanggung jawab setiap peserta didik untuk memahami materi yang diberikan. Tahap penomoran memberikan kesempatan yang sama bagi peserta didik untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas sehingga peserta didik yang bersangkutan harus siap jika nomor yang dimilikinya dipanggil. Selanjutnya dengan adanya kombinasi dengan pendekatan PMR dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk mempersiapkan diri mengikuti kegiatan pembelajaran. Selain itu pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS commit to user 85 86 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dengan pendekatan PMR terlihat adanya kerjasama yang baik antar peserta didik dalam satu kelompok dimana setiap kelompok dituntut aktif dalam berdiskusi dan masing-masing peserta didik harus menguasi materi yang di diskusikan karena yang bersangkutan akan menjelaskan kembali hasil diskusinya kepada teman kelompoknya dan menjadikan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Farida (2013) menyimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan PMR menjadikan peserta didik lebih aktif bekerja sama dan mendiskusikan materi sehingga dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional hal ini sejalan dengan penelitian Apriandi (2012), Suparlan (2013) menyimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kooperatif tipe NHT lebih baik dibanding dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dikarenakan pada model pembelajaran koperatif tipe NHT dengan PMR TSTS dengan PMR peserta didik memiliki pembimbing dalam pembelajaran yaitu ketua kelompok mereka sehingga peserta didik tidak sungkan bertanya jika mengalami kesulitan atau belum memahami materi yang didiskusikan. Berbeda dengan model pembelajaran langsung, pada prakteknya hampir semua proses pembelajaran guru mendominasi pembelajaran sehingga peserta didik kurang aktif dalam memperoleh informasi yang disampaikan. Selain itu ada kecenderungan peserta didik acuh untuk bertanya pada gurunya apabila ada materi yang belum mereka pahami. 2. Hipotesis Penelitian Kedua Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fobs 18,7081 ˃ Fa 3,00 Sehingga akibatnya H0B ditolak. Hal ini berarti bahwa tedapat perbedaan efek antar kategori kemandirian belajar peserta didik terhadap prestasi belajar matematika. Hasil commit to user uji lanjut pasca anava disimpulkan bahwa peserta didik dengan kategori 86 87 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah. Hasil ini sesuai dengan penelitian Kosnin (2007) yang menyimpulkan bahwa peserta didik dengan kemandirian belajar yang lebih baik memiliki prestasi belajar yang lebih baik pula. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purwanto (2012) yang menyatakan bahwa prestasi belajar peserta didik yang mempunyai kemandirian belajar tinggi lebih baik daripada peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang maupun kemandirian belajar rendah. Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi lebih rajin, lebih aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Selain itu peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi sering berdiskusi atau bertanya jika mereka mengalami kesulitan. Mereka juga banyak menggunakan sumber belajar yang lain dan berusaha mencari refrensi sebanyak-banyaknya yang terkait dengan bahan pembelajaran yang diberikan. Hal tersebut berdampak positif pada peserta didik yaitu bertambanya wawasan serta pengetahuan mereka terkait dengan materi pelajaran yang akan mengarah pada peningkatan prestasi belajar. Selanjutnya hasil uji lanjut anava juga diperoleh bahwa peserta didik dengan kemandirian belajar sedang memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. Dengan demikian hasil penelitian ini telah sesuai dengan hipotesis yang telah ditetapkan. Peserta didik dengan kemandirian belajar sedang sekalipun tidak seperti peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi yang mampu memaksimalkan untuk menetapkan kegiatan belajarnya sendiri dan mencari informasi tambahan secara mandiri, dengan adanya dukungan dan bantuan dari teman dalam satu kelompoknya menjadikan peserta didik dengan kemandirian belajar sedang menjadi lebih semangat dalam belajar. Berbeda dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah yang sekalipun mendapat motivasi dari teman kelompoknya mereka masih lambat dalam commit to userpeserta didik dengan kemandirian mencapai tujuan belajar mereka. Sehingga 87 88 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id belajar sedang memiliki prestasi belajar yang lebih baik daripada peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. Hal ini didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Kurniasih (2010) yang menyimpulkan bahwa prestasi belajar peserta didik dengan kemandirian belajar sedang lebih baik daripada peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. 3. Hipotesis Penelitian Ketiga Berdasarkan hasil analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh Fobs 2,7159 ˃ Fa 2,3700 Sehingga akibatnya H0AB ditolak. Hal ini berarti terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dengan kategori kemandirian belajar terhadap prestasi belajar. Pada model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang terdorong untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah terdorong untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah menghasilkan prestasi belajar yang berbeda. peserta didik yang diajarkan dengan model pembelajaran NHT dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi menghasilakn prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori commit to user kemandirian belajar rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal 88 89 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ini dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi mempunyai kemampuan yang lebih dalam memotivasi diri untuk memahami materi pelajaran yang diberikan. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar sedang terdorong untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah memberikan prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah terdorong untuk lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar matematika. Pada peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi mempunyai kemampuan yang lebih dalam memotivasi diri dalam memahami materi pelajaran yang diberikan. Pada pembelajaran Konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan sedang memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada pembelajaran konvensional, guru mengajar dengan tujuan agar peserta didik commitmelakukan to user sesuatu sehingga dalam proses mengetahui sesuatu bukan mampu 89 90 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Pada pembelajaran Konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada pembelajaran konvensional, guru mengajar dengan tujuan agar peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu melakukan sesuatu sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. Pada pembelajaran konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi dan rendah memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada pembelajaran konvensional, guru mengajar dengan tujuan agar peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu melakukan sesuatu sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru. 4. Hipotesis Penelitian Keempat Berasarkan hasil analisis variasi disimpulkan bahwa terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kemandirian belajar peserta didik dengan prestasi belajar. Pada kemandirian belajar tinggi, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar tinggi mampu memotivasi dan mengendalikan dirinya sendiri untuk berpartisipasi aktif dalam mengikuti proses pembelajaran yang diberikan guru. Pada kemandirian belajar tinggi, peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang dikenai pembelajaran konvensional. Hasil ini sesuai dengan hipotesis commit to user penelitian bahwa pada peserta didik yang memiliki kemandirian belajar 90 91 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR lebih baik prestasinya dibandingkan dengan pembelajaran konvensional terhadap prestasi belajar peserta didik. Pada kemandirian belajar tinggi, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR mempunyai prestasi belajar lebih baik dibandingkan dengan peserta didik yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil ini sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR, setiap peserta didik diberikan penomoran yang berbeda dalam satu kelompok sehingga menuntut peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap tugas yang diberikan. Pada kemandirian belajar sedang, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena model pembelajara kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR, menuntut peserta didik untuk bekerjasama dalam kelompok dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan sehingga peserta didik dengan kemandirian belajar sedang terdorong untuk lebih aktif mengikuti proses pembelajaran. Pada kemandirian belajar sedang, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena proses pembentukan kelompok pada model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR kurang memperhatikan keragaman kemandirian belajar peserta didik. Pada kemandirian belajar sedang, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang diajar dengan pembelajaran konvensional. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena proses pembentukan commit to user 91 kelompok pada model 92 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR kurang memperhatikan keragaman kemandirian belajar peserta didik. Pada kemandirian belajar rendah, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran NHT dan TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik dengan kemandirian belajar rendah memiliki kecendrungan pasif dalam proses pembelajaran yang diberikan guru sehingga prestasi belajarnya kurang maksimal. Pada kemandirian belajar rendah, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai pembelajaran konvensional. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian bahwa pada peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR mempunyai prestasi lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah memiliki kecendrungan pasif dalam proses pembelajaran yang diberikan guru sehingga prestasi belajarnya kurang maksimal. Pada kemandirian belajar rendah, peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR memberikan prestasi belajar yang sama dengan peserta didik yang dikenai pembelajaran konvensional. Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dimungkinkan karena peserta didik yang memiliki kemandirian belajar rendah memiliki kecendrungan pasif dalam proses pembelajaran yang diberikan guru sehingga prestasi belajarnya kurang maksimal. C. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan suatu keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian ini antara lain: a. Untuk pembentukan kelompok pada model pembelajaran kooperatif, meskipun pembentukan kelompok telah heterogen menggunakan hasil commit to user 92 93 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id ulangan materi sebelumnya. Namun dalam proses pembelajaran terdapat beberapa peserta didik yang kurang puas dengan hasil pembentukan kelompok tersebut sehingga diskusi dalam kelompok kurang maksimal. b. Untuk pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran yang telah terkonsep, kadang kala dalam prakteknya tidak maksimal karena keterbatasan waktu dan peserta didik belum terbiasa dengan pembelajaran yang baru. commit to user 93 94 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagaiberikut: 1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik disbanding kan dengan pembelajaran konvensional dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar matematika yang sama dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan PMR. 2. Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, dan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah. 3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang. Peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar rendah, dan peserta didik dengan kategori kemandirian belajar sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang sama baiknya dengan peserta didik dengan kemandirian belajar rendah. Pada pembelajaran konvensional, peserta didik dengan kategori kemandirian belajar tinggi, sedang, dan rendah mempunyai prestasi belajar yang sama baiknya. 4. Pada kategori kemandirian belajar tinggi, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya dengan committipe to user model pembelajaran kooperatif TSTS dengan PMR, dan model 94 95 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan pembelajaran konvensional. Pada kategori kemandirian belajar sedang dan rendah, masingmasing model pembelajaran menghasilkan prestasi belajar yang sama baiknya. B. Implikasi Berdasarkan kajianteori dan mengacu pada hasil penelitian ini maka penulis menyampaikan implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara praktis dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Berdasarkan kesimpulan di atas, model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran yang digunakan guru matematika ketika menyampaikan materi pokok bangun ruang dalam rangka meningkatkan prestasi belajar matematika peserta didik. Pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR dapat menjadikan suasana pembelajaran yang lebih menyenangkan. Peserta didik antusias untuk saling bekerja sama, bertanggung jawab dan memotivasi teman dalam satu kelompoknya dalam memahami materi pelajaran. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kategori kemadirian belajar peserta didik sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar peserta didik. Hal ini berarti bahwa kategori kemandirian belajar peserta didik memegang peranan penting dalam proses pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika yang memerlukan cara berfikir logis dan banyak latihan sangat memerlukan banyak penelaahan yang membutuhkan banyak referensi dan diskusi-diskusi untuk mempelajarinya. Sebagai guru terutama mata pelajaran matematika sebaiknya mengetahui model pembelajaran yang baik inovatif dan mengetahui juga kategori kemandirian belajar peserta didik yang akan menjadi subjek pembelajaran. Hal ini disebabkan pada diri peserta didik terdapat kategori kemandirian belajar yang berbeda-beda sebagai alat penggerak untuk belajar matematika. commit to user 95 96 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id C. Saran Dalam rangka turut menyumbangkan ide dan wawasan yang berkaitan dengan peningkatan prestasi belajar matematika, maka penulis memberikan beberapa saran yaitu: 1. Kepada Guru Mata Pelajaran Matematika Guru dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR saat menyampaikan materi bangun ruang. Hal ini karena dengan model tersebut peserta didik mampu terlibat aktif bekerja sama, membantu dalam berkelompok dan menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Selain itu, guru hendaknya memperhatikan tingkat kemandirian belajar peserta didik karena sangat berpengaruh dalam prestasi belajar mereka. 2. Kepada Peserta Didik Peserta didik mampu mengembangkan kemandirian belajar dengan cara mencari referensi-referensi yang lain yang mendukung dan tidak hanya mengandalkan materi yang disampaikan guru. 3. Kepada Kepala Sekolah Pada pelaksanaan proses pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR hendaknya kepala sekolah berperan aktif memberikan ide, motivasi, dan menyediakan sarana dan prasana agar peserta didik lebih aktif dan termotivasi untuk belajar. 4. Bagi Para Peneliti/Calon Peneliti Bagi para peneliti, tesis ini dapat digunakan sebagai acuan atau dapat dipakai sebagai salah satu referensi untuk melakukan penelitian yang lain. Diharapkan para peneliti dapat mengembangkan penelitian dengan model pembelajaran kooperatif yang lain selain NHT dengan PMR dan TSTS dengan PMR yang dikombinasikan dengan pendekatan matematika realistik sehingga dapat menambah wawasan dan kualitas pendidikan yang lebih baik, khususnya materi pelajaran matematika. commit to user 96 97 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id DAFTAR PUSTAKA Abdulrahman, M. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Apriandi, D. 2012. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray dan Numbered Heads Together Terhadap Prestasi Belajar Matematika Peserta Didik Kelas VIII SMP Di Kabupaten Bantul Ditinjau Dari Aktivitas Belajar. Surakarta: Tesis Universitas Sebelas Maret. Araban, S. & Hasan, R. 2012.Study of Cooperative Learning Effects on SelfEfficacy and Academic Achievement in English Lesson of High School Students. Journal of Basic and Applied Scientific Research, 2 (9) 85248526. Artut, P. D. 2010 Experimental evaluation of the effects of cooperative learning on kindergarten children’s mathematics ability. International Journal of Education Research. Vol 48, 370-380. Budiyono. 2003. Penilaian Hasil Belajar. Surakarta: UNS Press. Budiyono. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Farida, A. 2013. Eksperimentasi Pembelajaran Matematika Menggunakan Pendekatan Matematika Realistik Dengan Metode Permainan Pasaran Terhadap Pemahaman Konsep Matematika Ditinjau Dari Kreativitas Siswa SD Di Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. Tesis Universitas Sebelas Maret. Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Journal for Research in Mathematics Education. Vol. 35, 258-291 Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht: CdB press. Hadi, S. 2005. Pendidikan Matematika Realistik dan Implementasinya. Banjarmasin: Tulip. Hamid, A & Prayitno, A. 2012. Improving the Quality of Student Learning Mathematics Class VIII in Using Cooperative Learning Model Numbered Heads Together in SMPN 5 Kepanjen Malang. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora.Vol. 9, 59 - 67. Hammiddy, M. 2010. Improving Students’ Comprehension of Poems Using Two Stay Two Stray Strategy. Journal of Social Sciences.Vol 10: 316-318. commit to user 97 98 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Haydon, T, Lawrence, M, & William, H. 2010. Efek of Numbereds Heads Together on the Daily Quiz Scores and On-Taks Behavior of Students with Disabilities. Journal Behavior Education. 19: 222-238. Hidayati, K. & Listyani, E. 2010. Inproving Instruments of Students’self-regulated learning. http://staff.uny.ac.id. Diunduh pada tanggal 19 Desember 2013. Huda, M. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hudoyo, H. 2009. Pengembangan Kurikulum Mateamtika & Pelaksanaanya Didepan Kelas. Surabaya: usaha nasiaonal. Joyoatmojo, S. 2011. Pembelajaran Efektif: Pembelajaran yang Membelajarkan. Surakarta: UNS Press. Kalhotra. 2012. Emotional Intelligence and Academic Achievement of School Children. Review of Research.Vol 1: 1-4. Klug, J.,Ogrin, S., Keller, S., Ihriger, A., & Schmitz, B., 2011. A Plea for SelfRegulated Learning as a Process: Modeling, Measuring and Intervening. Psychological Test and Assessment Modeling. Vol. 53 (1), 51-72. Kramarski, B., Narciss, S., Desoete, A., Perry, N. & Bannert, M. 2013. New perspectives on Integrating Self-Regulated Learning at School.Education Research international.Vol. 2013, Article ID 498214. Kusnandar. 2007. Guru professional Edisi revisi. Jakarta: Raja grapindo persada. Pusat Penilaian Pendidikan, Balitbang Kemdiknas. 2012/2013. Laporan Hasil Ujian Nasiona. Jakarta Pusat: Eks Komplek Siliwangi. Kurniasih, D. 2010. Pengaruh Implemantasi Strategi Pembelajaran Thing Talk write Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa SMK Jurusan Bisnis Manajemen. Tesis UNS. Tidak diterbitkan. Lie, A. 2008. Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas . Jakarta: Grasindo. Mudjiman, H. 2006. Belajar Mandiri. Surakarta: UNS Press. Muhibinsyah. 2005. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Rosdakarya. Mustafa, Yusnita, & Baharuddin. 2011. Penerapan Pembelajaran Kooperatif Model Numbered Heads Together Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Penguasaan Konsep Matematika. Jurnal PTK DBE3.Vol. Khusus No. 1. 7–14. commit to user 98 99 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Ozsoy, N., & Yildiz, N. 2004. The Effect Of Learning Together Technique Of Cooperative Learning Method on Student Achievement in Mathematics Teaching 7th Class of Primary School. The Turkish Online Journal of Education Technology.Vol. 3 Issue 3 Article 7, 49-54. Pandya, S. 2011. Interactive effect of cooperative learning model and learning goals of students on academic achievement of student in mathematics.International journal of education.Vol 1, 27-34. Ponnambaleswari. 2012. Effectiveness of Cooperative Learning Strategy in facilitating Scholastic Achievement among Student-Teachers.International Multidisciplinary.Vol I. Issue-II, pp.29-37, ISSN 2277-4262. Purwanto, B. 2012. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe ThinkTalk-Write (TTW) dan Tipe Think PairSher (TPS) pada Materi Statistika Ditinjau dari Kemandirian Belajar Siswa SMA di Kabupaten Madiun. Tsis UNS. Tidak diterbitkan. Rusman. 2012. Model-model pembelajaran menggunakan profesionalisme guru. Jakarta: Rajawali press. Silberman, M. L. 2006. Active Learning. Bandung: Nusamedia Slavin, R. 2008.Cooperative Learning Teori, Riset dan praktik. Bandung : Nusa Media. Smaldino, S.E.,& Rusell, J.D. 2005. Instructional Technology and Media for Learning. Colombus: Pearson Merril Pretince Hall. Suherman, E. 2001. Stategi Belajar Mengajar Matematika Kontemporer. Jakarta: Universitas Pendidikan Indonesia. Sulistiyono. 2013. Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Two Gether (NHT) dengan pendekatan pendidikan matematika realistik (PMR) pada pokok bahasan segiempat ditinjau dari gaya belajar siswa SMP Negeri di Kota salatiga. Surakarta: Tesis Universitas Sebelas Maret. Sumarmo, U. 2010. Kemandirian Belajar: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan pada Peserta Didik. http/mat.sps.edu. diunduhpada 25 Desember 2013. Suparlan, A. 2013. Eksperimentasi Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Dan Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Pada Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Intelligence Quotient Siswa Kelas VIII Smp Di Kabupaten Purworejo. commit to user Tsis UNS. Tidak diterbitkan. 99 100 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Suparno, p. 2007. pilsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius Suprijono, A. 2013. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Suyitno, A. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I. Semarang: UNESS. Tahar, I. & Enceng.2006. Hubungan Kemandirian Belajar dan Hasil Belajar pada Pendidikan Jarak Jauh.Jurnal Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh. Vol. 7(2), 91-101. Tarim, K. 2009. The Effect of Cooperative Learning on Preschooler Mathematics Problem Solving Ability.International Journal of Mathematics Education. Vol. 72, 325-340. Thobroni, M. & Malik, A. 2011. Belajar dan Pembelajaran Yogyakarta: Ar-Ruz Media. Trianto. 2010. Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kosnstruktivistik. Jakarta: kencana. Uno, H. B. 2012. Teori Motivasi &Pengukurannya. Jakarta :Bumi Aksara. Wijaya, A. 2012. Pendidikan Matematika Realistik Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematiaka. Yogyakarta: GrahaIlmu. Wolters, C., Pintrich, P.,&karabenick, S. 2003. Assessing Academic SelfRegulated Learning. Paper prepared for the Conference on Indicators of Positive Development: Depinitions, Measures, and Prospective Validity. Sponsored by Child Trends, National Institutes Of Health. Zimmerman, B. J. 2002. Becoming a Slef-regulated learner:An Overview. Theory into Pratice. Vol 41(2), 64-70. Zubaedi. 2011. Desain pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana. commit to user 100