Pengantar Ekonomi Makro

advertisement
2013
Pengantar Ekonomi Makro
Inflation Targeting Framework Sebagai Kerangka
Kerja Dalam Penerapan Kebijakan Moneter di
Indonesia
NAMA
BP
: HENDRO DALFI
: 0910532068
BAB I
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara merupakan sebuah indikator
dalam menilai kemajuan perekonomian negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
stabil bukanlah suatu perkara yang mudah dalam pencapaiannya jika tidak diikuti oleh
kemampuan variabel makroekonomi dalam mengatasi setiap permasalahan. Perekonomian
suatu negara dikatakan tidak stabil dan rentan terhadap suatu perubahan, apabila dampak suatu
goncangan menyebabkan fluktuasi yang besar pada variabel makroekonomi dan diperlukan
waktu yang relatif lama untuk mencapai keseimbangan jangka panjang. Sebaliknya,
perekonomian dapat dikatakan stabil apabila dampak dari suatu goncangan menunjukan
fluktuasi yang relatif kecil dan untuk mencapai keseimbangan jangka panjang tidak
membutuhkan waktu yang lama.
Untuk itu salah satu kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan dan menjaga
kestabilan pertumbuhan ekonomi suatu negara adalah dengan menggunakan kebijakan moneter
(monetary policy). Kebijakan moneter merupakan salah satu ilustrasi kebijakan yang digunakan
untuk mengatasi permasalahan ekonomi dengan tujuan utama adalah memelihara kestabilan
nilai rupiah. Kebijakan moneter ini juga sebagai senjata untuk mengatur jalannya perekonomian
dan khususnya mengendalikan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai keinginan yaitu
dengan beberapa instrument-instrument kebijakan moneter yang sudah ditentukan oleh
pembuat kebijakan (Sprillina, 2013).
1
Pada perkembangan teoritis terdapat dua aliran makroekonomi baru yang
memperdebatkan permasalahan dampak kebijakan moneter, yaitu New Classical dan New
Keynesian. New Classical berpendapat bahwa kebijakan moneter hanya akan memiliki dampak
jika kebijakan tersebut tidak diantisipasi oleh masyarakat. Inti dari aliran ini menyatakan bahwa
kebijakan moneter tidak memiliki dampak terhadap perekonomian (tidak dapat meningkatkan
output ataupun mengurangi pengangguran) atau money neutrality. Sedangkan aliran New
Keynesian berpendapat bahwa kebijakan moneter dapat digunakan untuk mempengaruhi
perekonomian riil atau yang terjadi di sini adalah money non-neutrality.
Berdasarkan pasal 8 UU no.3 tahun 2004, Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki
tugas yaitu menetapkan kebijakan moneter dalam rangka memelihara kestabilan rupiah. Hal
yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara lain adalah kestabilan terhadap harga-harga
barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, sejak tahun 2005
Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan inflasi sebagai sasaran utama
kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan menganut sistem nilai tukar yang
mengambang (free floating).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah negara untuk mencapai
tujuan tertentu; seperti menahan inflasi, mencapai pekerja penuh atau lebih sejahtera. Kebijakan
moneter dapat melibatkan mengeset standar bunga pinjaman, "margin requirement",
kapitalisasi untuk bank atau bahkan bertindak sebagai peminjam usaha terakhir atau melalui
persetujuan melalui negosiasi dengan pemerintah lain.
Kebijakan moneter pada dasarnya merupakan suatu kebijakan yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan internal (pertumbuhan ekonomi yang tinggi, stabilitas harga,
pemerataan pembangunan) dan keseimbangan eksternal (keseimbangan neraca pembayaran)
serta tercapainya tujuan ekonomi makro, yakni menjaga stabilisasi ekonomi yang dapat diukur
dengan kesempatan kerja, kestabilan harga serta neraca pembayaran internasional yang
seimbang. Apabila kestabilan dalam kegiatan perekonomian terganggu, maka kebijakan moneter
dapat dipakai untuk memulihkan (tindakan stabilisasi). Pengaruh kebijakan moneter pertama kali
akan dirasakan oleh sektor perbankan, yang kemudian ditransfer pada sektor riil.
Kebijakan moneter adalah upaya untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi
secara berkelanjutan dengan tetap mempertahankan kestabilan harga. Untuk mencapai tujuan
tersebut Bank Sentral atau Otoritas Moneter berusaha mengatur keseimbangan antara
persediaan uang dengan persediaan barang agar inflasi dapat terkendali, tercapai kesempatan
3
kerja penuh dan kelancaran dalam pasokan/distribusi barang.Kebijakan moneter dilakukan
antara lain dengan salah satu namun tidak terbatas pada instrumen sebagai berikut yaitu suku
bunga, giro wajib minimum, intervensi dipasar valuta asing dan sebagai tempat terakhir bagi
bank-bank untuk meminjam uang apabila mengalami kesulitan likuiditas.
2.2 Inflasi
Secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila
kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Kebalikan dari
inflasi disebut deflasi. Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan
harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Inflasi yang diukur dengan IHK di
Indonesia dikelompokan ke dalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the Classification of
individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
1. Kelompok Bahan Makanan
2. Kelompok Makanan Jadi, Minuman, dan Tembakau
3. Kelompok Perumahan
4. Kelompok Sandang
5. Kelompok Kesehatan
6. Kelompok Pendidikan dan Olah Raga
7. Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
4
Inflasi timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan
(demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi. Faktor-faktor terjadinya cost push inflation
dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara
partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price),
dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi.
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa
relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh
output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih
besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi
oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi dalam menggunakan ekspektasi angka inflasi
dalam keputusan kegiatan ekonominya. Ekspektasi inflasi tersebut apakah lebih cenderung
bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di
tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan
(lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Meskipun
ketersediaan barang secara umum diperkirakan mencukupi dalam mendukung kenaikan
permintaan, namun harga barang dan jasa pada saat-saat hari raya keagamaan meningkat lebih
tinggi dari komdisi supply-demand tersebut. Demikian halnya pada saat penentuan UMR,
pedagang ikut pula meningkatkan harga barang meski kenaikan upah tersebut tidak terlalu
signifikan dalam mendorong peningkatan permintaan.
5
2.3 BI Rate
BI Rate merupakan suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank
Indonesia secara periodik yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter. Secara
sederhana, BI Rate merupakan indikasi level suku bunga jangka pendek yang diinginkan Bank
Indonesia dalam upaya mencapai target inflasi. BI Rate digunakan sebagai acuan dalam operasi
moneter untuk mengarahkan agar Suku Bunga SBI 1 bulan hasil lelang Operasi Pasar Terbuka
(OPT) berada di sekitar BI Rate. Selanjutnya suku bunga BI Rate diharapkan mempengaruhi suku
bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB), suku bunga simpanan, dan suku bunga lainnya dalam
jangka waktu yang lebih panjang.
Penetapan respon kebijakan moneter biasa dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG)
triwulanan (Januari, April, Juli dan Oktober) untuk berlaku selama triwulan berjalan. Apabila
diperlukan, perubahan BI Rate juga dapat dilakukan dalam RDG bulanan. Dalam setiap RDG
triwulanan yang dilakukan asesmen menyeluruh terhadap kondisi makroekonomi, prakiraan
inflasi, dan penentuan respon kebijakan moneter. Dalam RDG bulanan, review atas
perkembangan inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter dan likuiditas di pasar dilakukan untuk
memonitor dan menilai apakah sesuai dengan prakiraan yang dilakukan dalam RDG triwulanan.
Perubahan BI Rate dilakukan dalam kelipatan 25 bps (perubahan dapat 25, 50 ataupun 75 bps
sesuai dengan situasi moneter yang terjadi).
BI Rate ditetapkan oleh Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan mempertimbangkan
rekomendasi BI Rate yang dihasilkan oleh fungsi reaksi kebijakan dalam model ekonomi untuk
6
pencapaian sasaran inflasi. Selain itu BI Rate yang ditetapkan juga mempertimbangkan berbagai
informasi lainnya seperti leading indicators, survei, informasi anekdotal, variable informasi,
expert opinion, asesmen faktor risiko dan ketidakpastian serta hasil-hasil riset ekonomi dan
kebijakan moneter. BI rate diumumkan ke publik segera setelah ditetapkan dalam RDG. Langkahlangkah dimaksud ditujukan untuk meningkatkan efektivitas tata kelola (governance) kebijakan
moneter dalam mencapai kestabilan harga sebagai elemen sasaran akhir kebijakan ekonomi
makro yang menyeluruh (social welfare).
2.4 Kerangka Kebijakan Moneter di Indonesia
Dalam melaksanakan kebijakan moneter, Bank Indonesia menganut sebuah kerangka kerja
yang dinamakan Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kerja ini diterapkan secara
formal sejak Juli 2005, setelah sebelumnya menggunakan kebijakan moneter yang menerapkan
uang primer (base money) sebagai sasaran kebijakan moneter. Dengan kerangka ini, Bank
Indonesia secara eksplisit mengumumkan sasaran inflasi kepada publik dan kebijakan moneter
diarahkan untuk mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah tersebut. Untuk
mencapai sasaran inflasi, kebijakan moneter dilakukan secara forward looking, artinya
perubahan stance kebijakan moneter dilakukan melaui evaluasi apakah perkembangan inflasi
ke depan masih sesuai dengan sasaran inflasi yang telah dicanangkan. Dalam kerangka kerja ini,
kebijakan moneter juga ditandai oleh transparansi dan akuntabilitas kebijakan kepada
publik. Secara operasional, stance kebijakan moneter dicerminkan oleh penetapan suku bunga
kebijakan (BI Rate) yang diharapkan akan memengaruhi suku bunga pasar uang dan suku bunga
7
deposito dan suku bunga kredit perbankan. Perubahan suku bunga ini pada akhirnya akan
memengaruhi output dan inflasi.
Dengan telah dilepaskannya sistem nilai tukar dengan band intervensi nilai tukar (crawling
band) di tahun 1997, Bank Indonesia memerlukan jangkar nominal (nominal anchor) baru dalam
rangka menjalankan kebijakan moneter. Jangkar nominal adalah variabel nominal (seperti
indeks harga, nilai tukar, atau uang beredar) yang ditargetkan secara eksplisit oleh bank sentral
sebagai dasar/patokan bagi pembentukan harga lainnya. Misalnya kalau nilai tukar dijadikan
target, maka inflasi luar negeri akan menjadi inflasi domestik. Jangkar nominal diperlukan agar
ada kejelasan kemana kebijakan moneter akan diarahkan sehingga masyarakat memiliki
pedoman dalam membuat ekspektasi inflasi.
Dalam kerangka ITF, Bank Indonesia mengumumkan sasaran inflasi ke depan pada periode
tertentu. Setiap periode Bank Indonesia mengevaluasi apakah proyeksi inflasi ke depan masih
sesuai dengan sasaran yang ditetapkan. Proyeksi ini dilakukan dengan sejumlah model dan
sejumlah informasi yang dapat menggambarkan kondisi inflasi ke depan. Jika proyeksi inflasi
sudah tidak kompatibel dengan sasaran, Bank Indonesia melakukan respon dengan
menggunakan instrumen yang dimiliki. Misalnya jika proyeksi inflasi telah melampaui sasaran,
maka Bank Indonesia akan cenderung melakukan pengetatan moneter.
2.5 Transmisi Kebijakan Moneter
Tujuan akhir kebijakan moneter adalah menjaga dan memelihara kestabilan nilai rupiah
yang salah satunya tercermin dari tingkat inflasi yang rendah dan stabil. Untuk mencapai tujuan
itu Bank Indonesia menetapkan suku bunga kebijakan BI Rate sebagai instrumen kebijakan
8
utama untuk mempengaruhi aktivitas kegiatan perekonomian dengan tujuan akhir pencapaian
inflasi. Namun jalur atau transmisi dari keputusan BI rate sampai dengan pencapaian sasaran
inflasi tersebut sangat kompleks dan memerlukan waktu (time lag). Mekanisme bekerjanya
perubahan BI Rate sampai mempengaruhi inflasi tersebut sering disebut sebagai mekanisme
transmisi kebijakan moneter. Mekanisme ini menggambarkan tindakan Bank Indonesia melalui
perubahan-perubahan instrumen moneter dan target operasionalnya mempengaruhi berbagai
variable ekonomi dan keuangan sebelum akhirnya berpengaruh ke tujuan akhir inflasi.
Mekanisme tersebut terjadi melalui interaksi antara Bank Sentral, perbankan dan sektor
keuangan, serta sektor riil. Perubahan BI Rate mempengaruhi inflasi melalui berbagai jalur,
diantaranya jalur suku bunga, jalur kredit, jalur nilai tukar, jalur harga aset, dan jalur ekspektasi.
Sumber : www.bi.go.id
9
Pada jalur suku bunga, perubahan BI Rate mempengaruhi suku bunga deposito dan suku
bunga kredit perbankan. Apabila perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia
dapat menggunakan kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk
mendorong aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit
sehingga
permintaan
akan
kredit
dari
perusahaan
dan
rumah
tangga
akan
meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal perusahaan untuk
melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas konsumsi dan investasi sehingga
aktifitas perekonomian semakin bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami
kenaikan, Bank Indonesia merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem
aktifitas perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar. Mekanisme ini sering
disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh, akan mendorong kenaikan selisih
antara suku bunga di Indonesia dengan suku bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku
bunga tersebut mendorong investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrumentinstrumen keuangan di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan
tingkat pengembalian yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan
mendorong apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor
lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang kompetitif
sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net ekspor ini akan
berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan perekonomian.
10
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui perubahan
harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti saham dan obligasi
sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang pada gilirannya mengurangi
kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan ekonomi seperti konsumsi dan investasi.
Dampak perubahan suku bunga kepada kegiatan ekonomi juga mempengaruhi ekspektasi
publik akan inflasi (jalur ekspektasi). Penurunan suku bunga yang diperkirakan akan mendorong
aktifitas ekonomi dan pada akhirnya inflasi mendorong pekerja untuk mengantisipasi kenaikan
inflasi dengan meminta upah yang lebih tinggi. Upah ini pada akhirnya akan dibebankan oleh
produsen kepada konsumen melalui kenaikan harga.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter ini bekerja memerlukan waktu (time lag). Time
lag masing-masing jalur bisa berbeda dengan yang lain. Jalur nilai tukar biasanya bekerja lebih
cepat karena dampak perubahan suku bunga kepada nilai tukar bekerja sangat cepat. Kondisi
sektor keuangan dan perbankan juga sangat berpengaruh pada kecepatan tarnsmisi kebijakan
moneter. Apabila perbankan melihat risiko perekonomian cukup tinggi, respon perbankan
terhadap penurunan suku bunga BI rate biasanya sangat lambat. Juga, apabila perbankan
sedang melakukan konsolidasi untuk memperbaiki permodalan, penurunan suku bunga kredit
dan meningkatnya permintaan kredit belum tentu direspon dengan menaikkan penyaluran
kredit. Di sisi permintaan, penurunan suku bunga kredit perbankan juga belum tentu direspon
oleh meningkatnya permintaan kredit dari masyarakat apabila prospek perekonomian sedang
lesu.
11
2.6 Hambatan Dalam Pelaksanaan Inflation Targeting Framework
Meski kebijakan Inflation Targeting ini cukup menjanjikan, namun sebenarnya terdapat
banyak hambatan yang berkaitan dengan banyaknya prasyarat yang harus dipenuhi dalam
pelaksanaannya di Indonesia. Ditambah dengan adanya faktor lain yang juga menjadi kendala
dalam pemberlakuan kebijakan ini. Secara singkat, hambatan-hambatan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Hambatan dalam menciptakan independensi
Sulitnya menciptakan independensi bank sentral, karena hingga saat ini sistem pemerintahan
Indonesia tidak memungkinkan untuk memberikan kewenangan penuh terhadap suatu
lembaga/otoritas dalam menjalankan fungsi pengawasan instrumen keuangan. Dengan kata lain
bahwa pemerintah tidak dapat benar-benar tidak turun campur tangan dalam urusan lembaga
pengawas, meski lembaga tersebut disebut lembaga independen. Para pejabat dalam lembaga
tersebut digaji oleh pemerintah, yang berarti loyalitas mereka terhadap pemerintah tak
diragukan lagi. Hal ini jelas-jelas menyebabkan fungsi pengawasan tak dapat berjalan
sebagaimana mestinya.
2. Hambatan dalam memprediksi inflasi
Kemampuan untuk memprediksi inflasi merupakan kunci utama dalam pelaksanaan kebijakan
target inflasi. Kemungkinan besar, peramalan inflasi di Indonesia akan sulit dilaksanakan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi politik dan keamanan yang boleh dikatakan tidak menentu akhir-akhir
ini. Padahal, stabilitas nasional sangat berperan dalam menentukan kondisi ekonomi suatu
12
negara. Untuk saat ini, para investor masih beranggapan bahwa negara kita tidak cukup kondusif
bagi investasi. Isu-isu seputar politik dan keamanan daerah sudah rawan untuk memporakporandakan perekonomian nasional. Jika stabilitas belum tercapai, mustahil dapat memprediksi
dengan cermat.
3. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan transparan
Pelaksanaan kebijakan Inflation Targeting secara konsisten dan transparan juga akan sulit
terwujud. Tingkat korupsi di Indonesia yang sedemikian tinggi akan mempersulit pemerintah
dalam meraih kepercayaan dari masyarakat. Juga maraknya praktik kolusi yang menyebabkan
sikap masyarakat semakin apatis dan enggan berpartisipasi dalam pelaksanaan pemulihan krisis
ekonomi. Kebijakan target inflasi belum tentu didukung oleh masyarakat, kecuali apabila
lembaga pelaksana kebijakan ini dapat meyakinkan masyarakat bahwa aparaturnya negara
bersih dan bebas korupsi.
4. Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel
Menjalankan kebijakan secara fleksibel sekaligus kredibel juga bukan merupakan pekerjaan
yang mudah. Jika kebijakan diberlakukan secara lentur, maka akan membuka kesempatan
korupsi dan kolusi, sehingga menyebabkan incredible. Demikian juga sebaliknya, apabila
kebijakan ini lebih berfokus pada kredibilitas, maka akan timbul sifat inflexible.
5. Tingkat keparahan krisis
Faktor lain adalah tingkat keparahan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sudah tergolong
akut, sehingga penanganannya juga lebih sulit dibanding negara-negara lain. Mungkin kebijakan
13
target inflasi ini berhasil diberlakukan di negara-negara lain, namun belum tentu akan sesuai
diberlakukan di Indonesia.
14
BAB III
KESIMPULAN
Kemajuan perekonomian suatu negara dapat diindikasikan dengan pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dan stabil. Perekonomian suatu negara dikatakan stabil dan tidak rentan
terhadap suatu perubahan, apabila dampak suatu goncangan menyebabkan fluktuasi yang kecil
pada variabel makroekonomi dan diperlukan waktu yang relatif pendek untuk mencapai
keseimbangan jangka panjang. Untuk meningkatkan dan menjaga kestabilan tersebut salah satu
kebijakan yang dapat digunakan adalah kebijakan moneter (monetary policy).
Di Indonesia yang mempunyai otorisasi dalam melaksanakan kebijakan moneter ini
adalah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Sesuai dengan pasal 8 UU no.3 tahun 2004, Bank
Indonesia sebagai bank sentral memiliki tugas yaitu menetapkan kebijakan moneter dalam
rangka memelihara kestabilan rupiah. Hal yang dimaksud dengan kestabilan nilai rupiah antara
lain adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin pada inflasi. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia menerapkan kerangka kebijakan moneter dengan
inflasi sebagai sasaran utama kebijakan moneter (Inflation Targeting Framework) dengan
menganut sistem nilai tukar yang mengambang (free floating).
Dalam pelaksanaannya di Indonesia, Inflation Targeting Framework ini mempunyai
beberapa hambatan diantaranya yaitu : Hambatan dalam menciptakan independensi, Hambatan
dalam memprediksi inflasi, Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara konsisten dan
15
transparan, Hambatan dalam mewujudkan kebijakan secara fleksibel dan kredibel, dan Tingkat
keparahan krisis.
Agar kebijakan moneter dapat berkerja secara efektif, dibutuhkan komunikasi yang
terbuka antara Bank Indonesia dengan masyarakat. Oleh karenanya, kebijakan moneter Bank
Indonesia senantiasa dikomunikasikan secara transparan kepada masyarakat. Komunikasi
tersebut juga dijadikan ebagai bagian dari akuntabilitas kebijakan moneter dan berperan dalam
membantu pembentukan ekspektasi masyarakat terhadap inflasi ke depan. Komunikasi
kebijakan moneter dapat dilakukan dalam bentuk siaran pers, konferensi pers setelah Rapat
Dewan Gubernur, publikasi Tinjauan/Laporan Kebijakan Moneter yang memuat latar belakang
pengambilan keputusan, maupun penjelasan langsung kepada masyarakat luas, media massa,
pelaku ekonomi, analis pasar dan akademisi.
16
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Seprillina, L., 2013, “Efektivitas Instrumen Kebijakan Moneter Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
di Indonesia”: Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Sutanto, S., 2011, “Berbagai Hambatan dalam Penerapan Kebijakan Moneter Inflation Targeting”:
http://www.duniaesai.com
Sutikno, 2007, “Dampak Kebijakan Moneter Terhadap Performance Makro Ekonomi Indonesia”:
Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Malang
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/
17
Download