BAB II LANDASAN TEORI II.1. Audit II.1.1 Pengertian Audit Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai pengertian audit. William F. Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang diterjemahkan oleh Nuri, H. (2005) menulis “Auditing adalah suatu proses sistematis mendapatkan dan mengevaluasi bukti-bukti secara objektif sehubungan dengan asersi atas tindakan dan peristiwa ekonomi untuk memastikan tingkat kesesuaian antara asersiasersi tersebut dan menetapkan kriteria serta mengkomunikasikan hasilnya kepada pihakpihak yang berkepentingan”. (h. 16) Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis “Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan”. (h. 1) Menurut Munawir (1999), menulis “Auditing merupakan salah satu bidang akuntansi yang membahas tentang prinsip, prosedur dan metode perolehan dan penilaian bukti yang berkaitan dengan laporan keuangan dengan tujuan untuk memberikan pendapat mengenai kewajaran atau kesesuaian laporan keuangan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan yaitu Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum”. (h. 1) Sedangkan menurut Agoes, S. (2004), “Auditing adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistimatis, oleh pihak yang independen, terhadap laporan 8 keuangan yang telah disusun oleh manajemen, beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h. 3) Dari beberapa pengertian di atas, pengertian auditing menurut penulis adalah suatu proses pemeriksaan terhadap laporan keuangan yang dilakukan oleh pihak yang independen dan kompeten dalam memperoleh dan mengevaluasi bukti dengan tujuan untuk menyatakan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan. II.1.2 Jenis-jenis Audit William C. Boynton, Raymond N. Johnson dan Walter G. Kell yang diterjemahkan oleh Budi, S,I. (2003) menulis “Terdapat tiga jenis audit, yaitu : 1. Audit laporan keuangan. Audit laporan keuangan mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti atas laporan keuangan entitas yang menjadi dasar untuk menyatakan pendapat mengenai apakah laporan keuangan telah disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Audit kepatuhan. Audit kepatuhan mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti untuk menentukan apakah aktivitas keuangan atau aktivitas operasi suatu entitas tertentu telah sesuai dengan persyaratan, peraturan dan perundang-undangan spesifik. 3. Audit operasional. Audit operasional mencakup perolehan dan pengevaluasian bukti-bukti mengenai efesiensi dan efektivitas dari aktivitas operasi suatu entitas dalam kaitannya dengan tujuan spesifik”. (h. 6-7) 9 Menurut Agoes (2004), “Ditinjau dari luasnya pemeriksaan, audit bisa dibedakan atas : 1. Pemeriksaan umum (General Audit) Suatu pemeriksaan umum atas laporan keuangan yang dilakukan oleh KAP independen dengan tujuan untuk bisa memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pemeriksaan tersebut harus dilakukan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik dan Kode Etik Akuntan Indonesia, Aturan Etika KAP yang telah disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia serta Standar Pengendalian Mutu. 2. Pemeriksaan khusus (Special Audit) Suatu pemeriksaan terbatas (sesuai dengan permintaan auditan) yang dilakukan oleh KAP yang independen, dan pada akhirnya pemeriksaannya auditor tidak perlu memberikan pendapat terhadap kewajaran laporan keuangan secara keseluruhan. Pendapat yang diberikan terbatas pada pos atau masalah tertentu yang diperiksa, karena prosedur audit yang yang dilakukan juga terbatas”. (h. 10) II.1.3 Standar Audit Standar audit merupakan pedoman bagi auditor dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Standar-standar ini meliputi pertimbangan mengenai kualitas profesional mereka, seperti keahlian dan independensi, persyaratan pelaporan dan bahan bukti. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2001), “Kesepuluh standar auditing dibagi menjadi tiga kelompok standar, yaitu : 10 1. Standar Umum. a. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor. b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. 2. Standar Pekerjaan Lapangan. a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporan. a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. 11 c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor. d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa penyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor”. (h. 150.1-150.2) II.2 Audit Laporan Keuangan II.2.1 Pengertian Audit Laporan Keuangan Munawir (1999), menulis “Audit laporan keuangan dilakukan untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan secara keseluruhan, yaitu informasi-informasi kuantitatif yang diaudit, telah disusun sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria yang digunakan dalam audit laporan keuangan adalah Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.” (h. 17) II.2.2 Tujuan Audit Laporan Keuangan PSA 02 (SA 110), menyatakan ”Tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen adalah untuk menyatakan pendapat atas kewajaran dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha dan arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum”. 12 Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis ”Audit laporan keuangan bertujuan menentukan apakah laporan keuangan secara keseluruhan - yang merupakan informasi terukur yang akan diverifikasi telah disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum.” (h. 4) II.2.3 Manfaat Suatu Audit Menurut Sunarto (2003), ”Manfaat ekonomis audit laporan keuangan sebagai berikut: 1. Akses ke pasar modal Undang-Undang Pasar Modal mewajibkan perusahaan publik untuk diaudit laporan keuangannya agar bisa didaftar dan bisa menjual sahamnya di pasar modal. 2. Biaya modal menjadi lebih murah Perusahaan kecil seringkali mengaudit laporan keuangannya dalam rangka mendapatkan kredit dari bank atau dalam upaya mendapatkan persyaratan pinjaman yang lebih menguntungkan. 3. Pencegah terjadinya ketidakefisienan dan kecurangan Penelitian telah membuktikan bahwa apabila para karyawan mengetahui bahwa perusahaan akan diaudit oleh auditor independen, mereka cenderung lebih hati-hati agar dapat memperkecil terjadinya kekeliruan dalam pelaksanaan fungsi akuntansi dan memperkecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan aktiva perusahaan. 4. Perbaikan, pengendalian dan operasional Observasi yang dilakukan selama auditor melaksanakan audit, auditor independen seringkali dapat memberikan saran untuk perbaikan pengendalian dan mencapai efisiensi operasi yang lebih besar dalam organisasi klien”. (h. 37-38) 13 Menurut Agoes (2004), ”Laporan keuangan yang merupakan tanggung jawab manajemen perlu diaudit oleh KAP yang merupakan pihak ketiga yang independen, karena : 1. Jika tidak diaudit, ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Karena itu laporan keuangan yang belum diaudit kurang dipercaya kewajarannya oleh pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan tersebut. 2. Jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini Unqualified (wajar tanpa pengecualian) dari KAP, berarti pengguna laporan keuangan bisa yakin bahwa laporan keuangan tersebut bebas dari salah saji yang material dan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. 3. Mulai tahun 2001 perusahaan yang total asetnya Rp 25 milyar ke atas harus memasukkan audited financial statements ke Departemen Perdagangan dan Perindustrian. 4. Perusahaan yang sudah go public harus memasukkan audited financial statements ke Bapepam paling lambat 90 hari setelah tahun buku. 5. SPT yang didukung oleh audited financial statements lebih dipercaya oleh pihak pajak dibandingkan dengan yang didukung oleh laporan keuangan yang belum diaudit”. (h. 9-10) II.2.4 Tahap-tahap Audit Laporan Keuangan Menurut Agoes dan Estralita (2006), ”Tahap-tahap audit laporan keuangan dimulai dari pekerjaan awal penerimaan penugasan sampai dengan penyerahan laporan audit kepada klien, yaitu : 14 1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit a. Mengidentifikasi alasan klien untuk diperiksa, dengan mengetahui maksud penggunaan laporan audit dan pihak-pihak pengguna laporan keuangan. b. Melakukan kunjungan ke tempat klien untuk mengetahui : 1) Latar belakang usaha klien 2) Memahami struktur pengendalian internal klien 3) Memahami sistem administrasi pembukuan 4) Mengukur volume bukti transaksi atau dokumen untuk menentukan biaya, waktu, dan luas pemeriksaan. c. Mengajukan proposal audit ke klien. d. Untuk klien lama, dilakukan penelaahan kembali apakah ada perubahanperubahan yang signifikan. e. Mendapatkan informasi tentang kewajiban hukum klien. f. Menentukan materialitas dan risiko audit yang dapat diterima dan risiko bawaan. g. Mengembangkan rencana dan program audit menyeluruh mencangkup : 1) Menyiapkan staf yang masuk dalam tim audit 2) Menyusun program audit termasuk tujuan audit dan prosedur audit 3) Menentukan rencana dan jadwal kerja. 2. Pengujian atas pengendalian dan pengujian transaksi a. Pengujian substantif atas transaksi adalah prosedur yang dirancang untuk menguji kekeliruan atau kecurangan dalam bentuk uang atau rupiah yang mempengaruhi penyajian saldo-saldo laporan keuangan yang wajar. 15 b. Pengujian pengendalian adalah prosedur yang dirancang untuk memverifikasi apakah sistem pengendalian dilaksanakan sebagaimana telah ditetapkan. 3. Pelaksanaan prosedur analitis dan pengujian terinci atas saldo a. Prosedur analitis mencangkup perhitungan rasio oleh auditor untuk dibandingkan dengan rasio periode sebelumnya dan data lain yang berhubungan. b. Pengujian terinci atas saldo berfokus pada saldo buku akhir buku besar baik untuk pos neraca dan laba rugi, tetapi penekanan utama biasanya terletak pada saldo neraca. 4. Penyelesaian audit a. Menelaah kewajiban kontijensi atau bersyarat b. Menelaah peristiwa kemudian c. Mendapatkan bahan bukti akhir d. Mengisi daftar periksa audit e. Menyiapkan surat manajemen f. Menerbitkan laporan audit g. Mengkomunikasikan hasil audit dengan komite audit dan manajemen”. (h. 5-6) II.2.5 Jenis Opini Auditor Laporan audit adalah alat formal yang digunakan auditor dalam mengkomunikasikan kesimpulan tentang laporan keuangan yang diaudit kepada pihak yang berkepentingan. Di dalam menerbitkan suatu laporan audit, auditor harus mematuhi keempat standar pelaporan dalam standar auditing. 16 Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29 SA Seksi 508), ”Ada lima jenis pendapat akuntan, yaitu : 1. Pendapat wajar tanpa pengecualian (Unqualified opinion) Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, perusahaan ekuitas, dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan Jusuf, A,A. (2003) menulis, ”Laporan audit standar wajar tanpa pengecualian digunakan apabila kondisi berikut terpenuhi : a. Semua laporan keuangan – neraca, laporan laba rugi, saldo laba dan laporan arus kas sudah tercakup di dalam laporan keuangan. b. Ketiga standar umum telah diikuti sepenuhnya dalam penugasan. c. Bahan bukti yang cukup telah dikumpulkan dan auditor tersebut telah melaksanakan penugasan dengan cara yang memungkinkan baginya untuk mengumpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan yang telah terpenuhi. d. Laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Ini berarti bahwa pengungkapan yang memadai telah disertakan dalam catatan laporan keuangan. e. Tidak terdapat situasi yang memerlukan penambahan paragraf penjelasan atau modifikasi kata-kata dalam laporan audit”. (h. 36) 2. Pendapat wajar tanpa pengecualian dengan bahasa penjelasan yang ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku (Unqualified opinion with explanatory language). 17 Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mungkin mengharuskan auditor menambahkan suatu paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan yang lain) dalam laporan auditnya, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Keadaan tersebut meliputi : a. Pendapat auditor sebagian didasarkan atas laporan auditor independen. b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaankeadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. c. Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas, namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai. d. Di antara periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam penggunaan prinsip akuntansi atau dalam metode penerapannya. e. Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan auditor atas laporan keuangan komparatif. f. Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak di-review. g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor 18 tidak dapat menghilangkan keraguan-raguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesuai dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut. h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan auditan secara material tidak konsisten dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 3. Pendapat wajar dengan pengecualian (Qualified opinion) Pendapat wajar dengan pengecualian, menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan bilamana : a. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan tidak menyatakan tidak memberikan pendapat. b. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan berisi penyimpangan dari prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia, yang berdampak material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan pendapat tidak wajar. Jika auditor menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian, ia harus menjelaskan semua alasan yang menguatkan dalam satu atau lebih paragraf terpisah yang dicantumkan sebelum paragraf pendapat. 19 4. Pernyataan tidak wajar (Adverse opinion) Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Bila auditor menyatakan pendapat tidak wajar, ia harus menjelaskan dalam paragraf terpisah sebelum paragraf pendapat dalam laporannya (a) semua alasan yang mendukung pendapat tidak wajar, dan (b) dampak utama hal yang menyebabkan pemberian pendapat tidak wajar terhadap posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas. 5. Pernyataan tidak memberikan pendapat (Disclaimer opinion) Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pernyataan tidak memberikan pendapat timbul karena banyak pembatasan ruang lingkup, atau hubungan yang tidak independen antara auditor dengan klien menurut kode etik profesional”. II.2.6 Konsep Dasar dalam Melaksanakan Audit William F. Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang diterjemahkan oleh Nuri, H. (2005) menyatakan ”Bahwa detail konseptual dan prosedural dari audit laporan keuangan membangun tiga konsep mendasar : risiko audit, materialitas, dan bukti yang berkaitan dengan asersi manajemen. (h. 19). 1. Risiko audit. Risiko adalah resiko bahwa auditor mungkin tanpa sepengetahuannya gagal untuk memodifikasi secara benar pendapatnya atas laporan keuangan dengan salah saji yang material. 20 2. Materialitas. Konsep penting kedua yang terlibat dalam audit adalah materialitas. Pertimbangan auditor atas materialitas adalah masalah judgment profesional dan terpengaruh oleh apa yang dirasakan auditor sebagai pandangan orang yang bergantung pada laporan keuangan. Dewan Standar Akuntansi Keuangan mendefinisikan materialitas adalah tingkat penghapusan atau salah saji informasi akuntansi, yang dalam hubungannya dengan kondisi sekitarnya, memungkinkan bahwa pertimbangan seseorang yang mengandalkan informasi tersebut akan berubah dan terpengaruh dengan penghapusan atau salah saji tersebut. Fokus dari definisi tersebut adalah pada pengguna laporan keuangan. Dalam merencanakan perikatan, auditor menaksir atau menentukan tingkat salah saji yang mungkin mempengaruhi keputusan pengguna. Penentuan ini membantu auditor menentukan sifat, waktu, dan luasnya prosedur audit. 3. Bukti yang berkaitan dengan asersi manajemen. Kebanyakan pekerjaan auditor dalam mencapai pendapat atas laporan keuangan terdiri dari mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti yang membantu auditor dalam mengevaluasi asersi laporan keuangan manajemen terdiri dari data akuntansi yang mendasarinya dan informasi pendukung yang tersedia bagi auditor. Asersi manajemen dalam hal ini digunakan sebagai kerangka untuk membimbing dalam pengumpulan bukti audit. Asersi tersebut berkaitan dengan penentuan materialitas dan risiko audit, yang digunakan auditor untuk menentukan sifat, waktu, dan luasnya bukti yang dikumpulkan. Sekali auditor telah mendapatkan bukti kompeten yang 21 cukup bahwa asersi manajemen dapat diandalkan untuk setiap akun yang signifikan, ia memberikan keyakinan memadai bahwa laporan keuangan telah disajikan secara wajar. Asersi adalah pernyataan manajemen yang terkandung dalam komponen laporan keuangan. Klasifikasi asersi manajemen adalah sebagai berikut ini : 1. Kelengkapan (completness) Berhubungan dengan apakah semua transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan dalam laporan keuangan. 2. Keberadaan (existence) Berhubungan dengan apakah aktiva atau utang entitas yang ada pada tanggal tertentu dan apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode tertentu. 3. Penilaian (valuation) Berhubungan dengan apakah komponen-komponen aktiva, kewajiban, pendapatan dan biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah yang semestinya. 4. Pemilikan (ownership) Berhubungan dengan apakah aktiva merupakan hak perusahaan dan utang merupakan kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu. 5. Penyajian (presentation) Berhubungan dengan apakah komponen-komponen tertentu laporan keuangan diklasifikasikan, dijelaskan dan diungkapkan semestinya. Dalam mendapatkan dan mengevaluasi bukti, auditor berkepentingan dengan relevansi dan keandalan bukti. Relevansi mengacu kepada apakah bukti yang 22 berhubungan dengan asersi manajemen yang spesifik telah teruji. II.3 Bukti Audit II.3.1 Pengertian Bukti Audit Munawir (1999), menyatakan ” Bukti audit adalah segala informasi yang mendukung data yang disajikan dalam laporan keuangan, yang terdiri dari data akuntansi dan informasi pendukung lainnya, yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” (h. 127) Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis ”Bukti audit merupakan informasi yang digunakan auditor untuk menentukan apakah informasi kuantitatif yang sedang diaudit disajikan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.” (h.147) Sedangkan menurut penulis, Bukti audit merupakan informasi yang diperoleh auditor dalam melaksanakan audit dan dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan. II.3.2 Jenis Bukti Audit Menurut Konrath, L. L. (2004), ”Tipe bukti audit, yaitu : 1. Physical evidence Physical evidence terdiri dari segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara, diobservasi atau diinspeksi, dan terutama berguna untuk mendukung tujuan eksistensi atau keberadaan. 2. Evidence obtain through confirmation Confirmation evidence adalah bukti yang diperoleh mengenai eksistensi, kepemilikan 23 atau penilaian, langsung dari pihak ketiga di luar klien. 3. Documentary evidence Documentary evidence terdiri dari catatan akuntansi dan seluruh dokumen pendukung transaksi. Bukti ini berkaitan dengan asersi manajemen mengenai completness dan eksistensi dan berkaitan dengan audit trail yang memungkinkan auditor untuk mentrasir dan melakukan vouching atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian dari dokumen ke buku besar dan sebaliknya. 4. Mathematical evidence Mathematical evidence merupakan perhitungan, perhitungan kembali dan rekonsiliasi yang dilakukan auditor. 5. Analytical evidence Analytical evidence adalah bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis terhadap informasi keuangan klien. Penelaahan analitis ini harus dilakukan pada waktu membuat perencanaan audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan lapangan. 6. Hearsay evidence Hearsay (oral) evidence merupakan bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan auditor”. (h. 114-115) II.4 Kertas Kerja II.4.1 Pengertian Kertas Kerja SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 3 mendefinisikan kertas kerja sebagai berikut: "Kertas kerja adalah catatan-catatan yang diselenggarakan oleh auditor mengenai 24 prosedur audit yang ditempuhnya, pengujian yang dilakukannya, informasi yang diperolehnya, dan simpulan yang dibuatnya sehubungan dengan auditnya." Menurut SA Seksi 339 Kertas Kerja paragraf 5, kertas kerja harus berisi dokumentasi yang memperlihatkan bahwa telah dilaksanakannya standar pekerjaan lapangan pertama, kedua dan ketiga. II.4.2 Tujuan Kertas Kerja Agoes dan Estralita (2006), menulis ”Tujuan pembuatan kertas kerja pemeriksaan antara lain : 1. Dasar untuk perencanaan audit. 2. Sebagai catatan atas bukti yang dikumpulkan dan hasil pengujian. 3. Mencatat pemeriksaan atau pekerjaan yang telah dilakukan sesuai dengan program pemeriksaan. 4. Menjelaskan masalah atau situasi yang dihadapi atas pelaksanaan kebijakan dan prosedur yang ada. 5. Sebagai dasar untuk menentukan jenis opini dari laporan audit. 6. Sebagai dasar pemeriksaan oleh supervisor dan partner. 7. Sebagai sumber informasi di kemudian hari untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh manajemen dan pihak lainnya. 8. Sebagai dasar penilaian seluruh staf audit, sehingga staf audit dapat dinilai prestasi dan perkembangannya”. (h. 6) Agar tujuan di atas dapat tercapai, maka kertas kerja yang dibuat oleh auditor harus memenuhi faktor-faktor antara lain : lengkap, teliti, ringkas, jelas dan rapi. 25 II.4.3 Jenis Kertas Kerja Kertas kerja terdiri dari berbagai macam yang secara garis besar dapat dikelompokkan ke dalam 5 jenis kertas kerja berikut ini : 1. Program audit (audit program) Program audit yaitu daftar prosedur audit untuk seluruh audit unsur tertentu. 2. Working Trial Balance Working Trial Balance yaitu suatu daftar yang berisi saldo-saldo akun buku besar pada akhir tahun yang diaudit dan pada akhir tahun sebelumnya, kolom-kolom untuk adjustments dan reclassifications yang diusulkan auditor, serta saldo-saldo koreksi auditor yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan. 3. Ringkasan adjustments Ringkasan adjustments yaitu suatu daftar yang berisi penyesuaian-penyesuaian yang nantinya akan menjadi koreksi terhadap saldo klien yang perlu mendapat penyesuaian. Ringkasan adjustments ini nantinya akan dibicarakan dengan klien sebelum penerbitan laporan keuangan auditan final. 4. Lead schedule Lead schedule yaitu kertas kerja yang digunakan untuk meringkas informasi yang dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun yang berhubungan. 5. Supporting schedule Supporting schedule yaitu kertas kerja yang digunakan dalam memverifikasi unsurunsur yang tercantum dalam laporan keuangan klien. 26 II.5 Prosedur Audit II.5.1 Pengertian Prosedur Audit Agoes (2004), menulis ”Audit procedures adalah langkah-langkah yang harus dijalankan auditor dalam melaksanakan pemeriksaannya dan sangat diperlukan oleh asisten agar tidak melakukan penyimpangan dan dapat berkerja secara efisien dan efektif”. (h. 131). Menurut Munawir (1999), menulis ”Prosedur audit adalah tindakan-tindakan yang dilakukan atau metode-metode dan teknik-teknik yang digunakan oleh auditor untuk memperoleh bukti audit, yang dilakukan selama melaksanakan suatu penugasan audit.” (h.146) II.5.2 Jenis Prosedur Audit Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis ”Prosedur audit yang dapat digunakan untuk memperoleh bukti kompeten atau dapat dipercaya adalah : 1. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik adalah inspeksi atau perhitungan aktiva berwujud oleh auditor. Pemeriksaan fisik, sebagai alat yang langsung digunakan untuk memverifikasi apakah suatu aktiva secara aktual ada, dianggap sebagai salah satu bahan bukti yang paling andal dan berguna. 2. Konfirmasi. Konfirmasi digambarkan sebagai penerimaan jawaban tertulis maupun lisan dari pihak ketiga yang independen dalam memverifikasi akurasi informasi yang telah diminta oleh auditor. Karena konfirmasi berasal dari sumber yang independen dari 27 klien, konfirmasi menjadi bahan bukti yang dianggap bernilai tinggi dan sering dipakai. 3. Dokumentasi. Dokumentasi merupakan pemeriksaan auditor atas dokumentasi dan catatan klien untuk menyokong informasi yang ada atau seharusnya ada dalam laporan keuangan. Dokumen yang diperiksa oleh auditor adalah catatan yang digunakan klien untuk menyediakan informasi dalam melaksanakan usahanya. 4. Pengamatan. Pengamatan adalah penggunaan perasaan untuk menetapkan aktifitas tertentu. Dalam pengamatan akan banyak kesempatan untuk melihat, mendengar, dan mengevaluasi aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan. 5. Tanya jawab dengan klien. Tanya jawab adalah mendapatkan informasi tertulis atau lisan dari klien untuk mendapatkan bahan bukti lain yang menguatkan melalui prosedur yang lain. 6. Pelaksanaan ulang. Pelaksanaan ulang meliputi pengecekan ulang suatu sampel perhitungan dan perpindahan informasi yang dilakukan klien selama periode yang diaudit. Pengecekan ulang perhitungan berisi pengujian akurasi aritmatis klien. 7. Prosedur analitis. Prosedur analitis adalah menggunakan perbandingan dan hubungan untuk menentukan apakah saldo akun tersaji secara layak. Prosedur analitis sangat penting sehingga harus dilakukan selama tahap perencanaan dan penyelesaian di setiap audit”. (h. 153-158) 28 II.6 Audit Penjualan dan Piutang Usaha II.6.1 Pengertian Penjualan Menurut Arens dan Loebbecke (2003), yang diterjemahkan oleh Amir Abadi Jusuf, menyatakan “Penjualan merupakan proses yang diperlukan untuk mengalihkan kepemilikan atas barang dan jasa yang telah tersedia untuk dijual kepada pelanggan. Proses ini dimulai dengan permintaan oleh pelanggan dan berakhir dengan perubahan barang atau jasa menjadi piutang usaha, dan akhirnya menjadi uang tunai.” (h. 356) II.6.2 Pengertian Piutang Usaha Piutang usaha merupakan suatu klaim uang pada perusahaan atau individu tertentu, yang timbul karena adanya penjualan barang atau jasa yang dihasilkan perusahaan. Menurut Agoes (2004), menulis “Contoh dari perkiraan-perkiraan yang biasa digolongkan sebagai piutang antara lain: 1. Piutang usaha 2. Wesel tagih 3. Piutang pegawai 4. Piutang bunga 5. Uang muka 6. Refundable deposit (uang jaminan) 7. Piutang lain-lain 8. Allowance for bad debts (penyisihan piutang tak tertagih).” (h. 183) 29 II.6.3 Tujuan Audit Penjualan Menurut Dan, Wayne, dan Winters yang diterjemahkan Paul, A,A. (2003) menulis “Tujuan menyeluruh dari audit penjualan adalah untuk menentukan bahwa penjualan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi telah disajikan secara layak sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum. Dengan kata lain, auditor perlu mengumpulkan bukti bahwa tidak ada salah saji yang material dalam laporan keuangan untuk penjualan“. (h. 55) Audit penjualan lebih menekankan pada pengujian transaksi daripada pengujian saldo, karena saldo akun penjualan merupakan total kumulatif dari setiap transaksi penjualan dalam satu tahun. Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf A,A, (2003) menulis “Tujuan audit atas penjualan, yaitu : 1. Penjualan yang tercatat adalah untuk pengiriman aktual yang dilakukan kepada pelanggan. 2. Penjualan yang ada telah dicatat. 3. Penjualan yang tercatat adalah untuk jumlah barang yang dikirim dan ditagih serta dicatat dengan benar. 4. Transaksi penjualan diklasifikasikan dengan pantas. 5. Penjualan dicatat dengan waktu yang tepat. 6. Transaksi penjualan dimasukkan dengan pantas dalam berkas induk dan diikhtisarkan dengan benar.” (h. 379). II.6.4 Tujuan Audit Piutang Usaha Sedangkan menurut Agoes S. (1999), “Tujuan audit atas piutang yaitu : 30 1. Untuk memeriksa keabsahan dan keotentikan daripada piutang. 2. Untuk memeriksa kemungkinan tertagihnya piutang dan cukup tidaknya penyisihan piutang tak tertagih. 3. Untuk mengetahui apakah ada kewajiban bersyarat yang timbul karena pendiskontoan wesel tagih. 4. Untuk memeriksa apakah penyajian piutang di neraca sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.” (h. 163). II.7 Pengendalian Intern II.7.1 Pengertian Pengendalian Intern William F. Messier, Steven M. Glover dan Douglas F. Prawitt yang diterjemahkan oleh Nuri, H. (2005) menulis ”Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen, dan personel entitas lainnya yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini : (1) Keandalan pelaporan keuangan, (2) Efektivitas dan efesiensi operasi, dan (3) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”. (h. 250) II.7.2 Unsur-unsur Pengendalian Intern Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A, A. (2003) menulis “Struktur pengendalian intern mencakup 5 kategori dasar kebijakan dan prosedur yang dirancang dan digunakan oleh manajemen untuk memberikan keyakinan memadai bahwa tujuan pengendalian dapat dipenuhi, terdiri dari : 31 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak, direktur dan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap pengendalian dan pentingnya terhadap satuan usaha tersebut. 2. Penaksiran Risiko (Risk Assessment) Penetapan risiko untuk pelaporan keuangan adalah identifikasi dan analisa oleh manajemen atau risiko-risiko yang relevan terhadap penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 3. Sistem Informasi dan Komunikasi (Information Processing Communication) Adalah untuk mengidentifikasi, menggabungkan, mengklasifikasi, mencatat dan melaporkan transaksi satu satuan usaha, dan untuk mengelola akuntabilitas (tanggung gugat) atas aktiva terkait. 4. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Aktivitas pengendalian yang harus dilakukan oleh manajemen terdiri dari 5 kategori: a) Pemisahan tugas yang cukup b) Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktiva c) Dokumen dan catatan yang memadai d) Pengendalian e) Pengecekan independen atas pelaksanaan 5. Pemantauan (Monitoring) Agar melihat apakah telah dilaksanakan dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai dengan keadaan. (h. 261-269) 32 II.7.3 Tujuan Pengendalian Intern IAI (2001), mendefinisikan pengendalian intern sebagai “suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Efektivitas dan efisiensi operasi 3. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.” (h.319.2) II.7.4 Pengendalian Intern Penjualan Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis ”Pengendalian intern atas penjualan, yaitu : 1. Pencatatan penjualan didukung oleh dokumen pengiriman yang diotorisasi dan order pelanggan yang disetujui. 2. Faktur penjualan prenumbered dan dipertanggungjawabkan dengan semestinya. 3. Rekening bulanan dikirim ke pelanggan; keluhan mendapatkan tindak lanjut yang independen. 4. Dokumen pengiriman prenumbered dan dipertanggungjawabkan. 5. Faktur penjualan prenumbered dan dipertanggungjawabkan 6. Penentuan harga, syarat penjualan dan potongan harga mendapat persetujuan dengan sebagaimana mestinya. 7. Verifikasi intern atas penyiapan faktur. 8. Penggunaan bagian akun yang memadai. 9. Telaah dan verifikasi intern. 33 10. Prosedur yang diperlukan untuk penagihan dan pencatatan penjualan setiap hari sedekat mungkin dari saat kejadian.” (h. 363). II.7.5 Pengendalian Intern Piutang Usaha Menurut Arens dan Loebbecke yang diterjemahkan oleh Jusuf, A,A. (2003) menulis ”Pengendalian intern atas piutang, yaitu : 1. Memeriksa dokumen sebelum tagihan dikirim ke pelanggan. 2. Membandingkan total dari berkas induk piutang usaha dengan akun buku besar. 3. Pengujian terinci atas saldo terpenting untuk menentukan keberadaan piutang usaha yang dicatat adalah konfirmasi saldo pelanggan. 4. Piutang usaha dicatat sebesar jumlah yang dapat direalisasi (nilai realisasi). 5. Piutang usaha diperhitungkan dengan tepat. 6. Transaksi piutang yang terjadi dicatat dalam periode yang sesuai”. (h. 439-444). 34