perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar 1. Pengertian Nilai Tukar Menurut Salvatore (1997) dalam Partisiwi (2008), nilai tukar (exchange rate) diartikan sebagai harga satuan mata uang dalam negeri (domestic currency) terhadap mata uang luar negeri. Sedangkan menurut Mankiw (2003), nilai tukar antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Adapun menurut istilah perbankan, yang dimaksud nilai tukar adalah harga suatu unit mata uang asing dalam mata uang domestik terhadap mata uang asing. Sebagai contoh, nilai tukar Rupiah terhadap Riyal Arab Saudi adalah harga satu Riyal Arab dalam Rupiah atau sebaliknya. Dalam kenyataannya nilai tukar dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Berikut definisi dari keduanya. a. Nilai Tukar Nominal (Nominal Exchange Rate) Nilai tukar nominal (e) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Biasanya nilai tukar nominal disebut juga nilai tukar bilateral karena hanya membandingkan nilai mata uang dua negara saja. Batiz dan Batiz dalam Partisiwi (2008) mengartikan nilai tukar nominal sebagai nilai suatu mata uang dibandingkan dengan mata uang lainnya. Nilai tukar mata uang nominal (e) dapat dirumuskan sebagai berikut: e= commit to user 12 (2.1) 13 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id dimana Pd adalah tingkat harga domestik dan Pf adalah tingkat harga internasional. b. Nilai Tukar Riil (Real Exchange Rate) Nilai tukar riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita memperdagangkan barang dari negara lain. Kurs riil identik dengan terms of trade (Mankiw, 2003). Nilai tukar riil dapat dirumuskan sebagai berikut: ε=e (2.2) dimana : ε : nilai tukar riil e : nilai tukar nominal Pt : tingkat harga dalam negeri Pf : tingkat harga internasional Formula di atas digunakan dalam menghitung nilai tukar riil bilateral dua negara. Sejalan dengan pengertian sebelumnya, Mankiw (2003) mendefinisikan nilai tukar riil sebagai nilai tukar nominal dikalikan dengan harga barang domestik dibagi harga barang luar negeri. Sedangkan Mishkin (2008) menjelaskan bahwa nilai tukar riil adalah rasio harga domestik dengan harga internasional. 2. Sejarah Sistem Moneter Pembahasan nilai tukar tidak dapat dilepaskan dari sejarah sistem moneter internasional dimana pada awalnya tujuan pembentukan sistem moneter internasional dimaksudkan commit to user untuk mempermudah transaksi perpustakaan.uns.ac.id 14 digilib.uns.ac.id ekonomi antar negara (Simorangkir dan Suseno dalam Partisiwi, 2008). Menurut Ladert dan Kindlebergen dalam Partisiwi (2008), periode sistem moneter internasional dapat dibagi menjadi empat periode, yaitu periode standar emas, periode Perang Dunia pertama dan kedua, periode sistem Bretton Woods, dan periode setelah Bretton Woods. a. Periode Standar Emas Pada sistem standar emas, nilai tukar uang domestik terhadap emas ditetapkan berdasarkan harga resmi yang tetap. Terdapat dua karakteristik dasar yang digunakan oleh negara-negara yang menganut sistem ini yaitu (Simorangkir dan Suseno dalam Partisiwi, 2008): 1) Perorangan dapat dengan bebas mengimpor dan mengekspor emas. 2) Persediaan dan uang kertas yang beredar cukup dijamin dengan persediaan emas. Penggunaan standar emas ini berakhir pada Perang Dunia pertama. Perang telah merusak arus perdagangan dan mobilitas emas antar negara sehingga sistem standar emas tidak dapat dipertahankan. b. Periode Perang Dunia I (PD I) hingga Perang Dunia II (PD II) Pada periode ini sistem moneter atau nilai tukar yang digunakan suatu negara mengalami pasang surut. Pada periode PD I hingga tahun 1925, banyak negara menggunakan sistem nilai tukar mengambang dengan tidak ada intervensi dari bank sentral. Sementara dari tahun 1925-1931, sejalan dengan perbaikan standar emas, banyak negara menggunakan sistem nilai tukar tetap dengan mengaitkan cadangan emas dan valuta asing yang dimiliki (gold exchange rate). Pada masa commit to user perpustakaan.uns.ac.id 15 digilib.uns.ac.id great depression banyak negara meninggalkan sistem standar emas dan menggunakan sistem nilai tukar mengambang bebas atau sistem nilai tukar mengambang terkendali. c. Sistem Bretton Woods Pada periode ini didirikan dua lembaga keuangan internasional yaitu International Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and Development (IBRD). IMF didirikan dengan maksud untuk mendorong kerjasama moneter antar negara, sistem nilai tukar yang lebih baik dan untuk memberikan bantuan keuangan jangka pendek apabila suatu negara mengalami kesulitan neraca pembayaran. Sedangkan IBRD dimaksudkan untuk membiayai rekonstruksi dan pembangunan jangka panjang. Dalam sistem Bretton Woods, Amerika menjadi satu-satunya negara yang mengaitkan mata uangnya secara tetap dengan emas. Dalam Partisiwi (2008) disebutkan bahwa pada saat itu 35 Dollar Amerika (USD) ditetapkan nilainya sama dengan satu ons emas. Suatu nilai yang sebenarnya telah berlaku sejak tahun 1934. Negara-negara lain mengaitkan uangnya dengan Dollar Amerika. Selain itu, negaranegara tersebut dapat melakukan revaluasi dan devaluasi mata uangnya jika diperlukan. Dengan demikian, Amerika merupakan jangkar dari sistem ini dengan menetapkan secara tetap nilai USD terhadap emas. d. Pasca Sistem Bretton Woods Awal tahun 1970-an diwarnai dengan perubahan mendasar dalam sejarah moneter internasional. Kepercayaan masyarakat terhadap commit to user 16 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kemampuan sistem nilai tukar tetap yang diatur IMF berdasarkan pertemuan di Bretton Woods semakin berkurang. Ketidakpercayaan tersebut mendorong ambruknya sistem Bretton Woods seperti tercermin dari penutupan pertukaran USD terhadap emas pada 15 Agustus 1971 (Simorangkir dan Suseno dalam Partisiwi, 2008). Sejalan dengan perkembangan tersebut, maka sejak tahun 1973 negara-negara anggota IMF diperbolehkan untuk mengembangkan nilai tukarnya. Setelah runtuhnya sistem nilai tukar Bretton Woods, muncul berbagai jenis nilai tukar. Dalam perkembangan terakhir, banyak kecenderungan negara-negara dunia menggunakan nilai tukar mengambang. Namun beberapa negara pun masih banyak yang memilih menggunakan sistem nilai tukar tetap ataupun variasi keduanya. 3. Sistem Nilai Tukar Sistem nilai tukar yang berkembang di dunia dapat dijelaskan sebagai berikut (Simorangkir dan Suseno dalam Partisiwi, 2008): a. Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate) Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu tingkat nilai tukar tertentu mata uangnya. Dalam menjaga nilai tukar ini, Bank Sentral dapat menyetujui untuk membeli atau menjual valuta asing dalam jumlah tidak terbatas pada nilai tukar tersebut. Nilai tukar biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sempit. Pada sistem ini, otoritas moneter tidak memiliki keleluasaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 17 digilib.uns.ac.id dalam mengendalikan kondisi moneter domestik. Bank Sentral dalam upayanya mempertahankan nilai tukar akan melakukan intervensi di pasar valuta asing dan mengurangi jumlah cadangan devisa yang berarti akan mengurangi jumlah uang beredar dan mendorong kenaikan suku bunga domestik. Implikasi dari sistem nilai tukar tetap ini adalah Bank Sentral tidak dapat mengendalikan jumlah uang beredar (endogen), Bank Sentral juga harus memelihara cadangan devisa dalam jumlah yang memadai. Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar mata uang suatu negara ditetapkan secara tetap dengan mata uang asing tertentu. Dengan penetapan mata uang secara tetap, terdapat kemungkinan nilai tukar yang ditetapkan terlalu tinggi (over-valued) atau terlalu rendah (undervalued) dari nilai sebenarnya. Terdapat dua penyebab utama suatu negara meninggalkan sistem ini yaitu: 1) Dapat mengganggu neraca perdagangan. Dengan menerapkan nilai tukar tetap maka nilai tukar uang domestik akan dapat lebih mahal dibandingkan dengan nilai sebenarnya. Kondisi ini dapat mengakibatkan barang-barang ekspor suatu negara menjadi lebih mahal di luar negeri dan akan mengurangi daya kompetisi dan selanjutnya akan mengurangi volume ekspor.Di sisi impor, nilai tukar yang over-valued mengakibatkan harga barang-barang impor menjadi lebih murah dan impor dapat meningkat. Secara keseluruhan, nilai tukar yang over-valued akan memperburuk neraca perdagangan suatu negara. commit to user 18 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2) Ketidakcukupan cadangan devisa untuk mempertahankan nilai tukar ini. Negara-negara yang memiliki cadangan devisa sedikit akan rentan terhadap serangan nilai tukar karena negara tidak mempunyai cadangan devisa yang cukup untuk mengintervensi ke pasar valas dalam mempertahankan nilai tukar. b. Sistem Nilai Tukar Tertambat (Pegged Exchange Rate) Sistem nilai tukar ini merupakan sistem nilai tukar dimana suatu negara menambatkan mata uangnya dengan suatu mata uang atau sekelompok mata uang lain yang biasanya merupakan mata uang negara mitra dagang utama. Menambatkan uang ke suatu mata uang negara lain ini berarti mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi terhadap mata uang lain, tetapi bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. c. Sistem Nilai Tukar Tertambat Merangkak (Crowding Peg Rates) Pada sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dan nilai mata uang secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju suatu nilai tertentu pada rentang waktu tertentu. Dengan keadaan yang demikian itu, sistem ini dapat dimanfaatkan oleh spekulan mata uang asing yang dapat memperoleh keuntungan besar dengan membeli atau menjual mata uang tersebut sebelum terjadi revaluasi dan devaluasi. Keuntungan dari sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian nilai tukarnya dalam periode dibandingkan sistem nilai tukar tertambat. commit to user yang lebih lama 19 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id d. Sistem Nilai Tukar Sekeranjang Mata Uang (Basket of Currency) Sistem ini merupakan suatu sistem nilai tukar yang banyak dianut negara berkembang, dimana otoritas moneter menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungannya bahwa sistem ini menawarkan stabilitas mata uang karena pergerakan mata uang tersebut dalam sekeranjang mata uang. Jadi, sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri atas mata uang yang berbeda bobotnya. Beberapa negara, meskipun menetapkan kursnya dan sekeranjang mata uang dapat memilih melakukan transaksi utamanya dalam salah satu atau dua mata uang saja. e. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Suatu negara menerapkan nilai tukar mengambang terkendali apabila Bank Sentral melakukan intervensi di pasar valuta asing tetapi tidak ada komitmen untuk mempertahankan nilai tukar secara berkala atau setidaknya mengurangi tingkat volatilitas pada tingkat moderat serta mencegah pergerakan nilai yang terlalu besar. Keuntungan dari sistem ini adalah pembuatan kebijakan mendapat kebebasan untuk menggunakan intervensi atau kebijakan lain seperti suku bunga untuk mencapai nilai tukar yang diharapkan sesuai dengan kebutuhan ekonomi tanpa harus kehilangan kredibilitas. Akan tetapi kelemahannya dapat mendorong kegiatan spekulasi dan apabila Bank Sentral tidak mempunyai cadangan devisa yang cukup dapat mengakibatkan ambruknya sistem nilai tukar ini. commit to user 20 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id f. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Dalam sistem nilai tukar ini, mekanisme penetapan nilai mata uang domestik ditentukan oleh mekanisme pasar. Besarnya nilai tukar ini juga dipengaruhi oleh perilaku penjual dan pembeli khususnya para spekulan. Dengan demikian, pada sistem ini mata uang akan dapat berubah setiap saat tergantung dari permintaan dan penawaran mata uang domestik relatif terhadap mata uang asing dan perilaku spekulan. Bank Sentral tidak menargetkan besarnya nilai tukar dan tidak melakukan intervensi langsung ke pasar valuta asing. Sistem nilai tukar ini banyak dianut oleh negara-negara dunia. Hal tersebut karena sistem ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1) Sistem ini memungkinkan suatu negara mengisolasikan kebijakan makronya dari dampak kebijakan yang berasal dari luar sehingga suatu negara mempunyai kebebasan untuk mengeluarkan kebijakan yang independen. 2) Sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar karena tidak ada kewajiban untuk mempertahankan nilai tukar. Di samping memiliki keuntungan, sistem ini juga memiliki kelemahan yaitu penetapan nilai tukar berdasarkan pasar dapat mengakibatkan nilai tukar berfluktuasi. Depresiasi nilai tukar dapat meningkatkan harga barang-barang impor dan pada akhirnya akan memicu inflasi di dalam negeri. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 21 digilib.uns.ac.id B. Teori Volatilitas Nilai Tukar (Exchange Rate Volatility) Penetapan nilai tukar memiliki dua rezim utama yaitu sistem nilai tukar tetap dan sistem nilai tukar mengambang. Secara luas telah dipercaya bahwa adopsi sistem nilai tukar mengambang setelah runtuhnya sistem Bretton Woods pada tahun 1973 menaikkan ketidakpastian nilai tukar. Sifat yang paling menonjol dari nilai tukar adalah pergerakannya yang sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan politik dan ekonomi. Nilai tukar yang fluktuatif akan mengganggu pengambil keputusan dalam menetapkan harga jual dan akan menghasilkan ketidaklikuid dari sektor finansial, penurunan output dan peningkatan tekanan inflasi. Salah satu cara untuk mengukur perilaku nilai tukar adalah menggunakan volatilitas nilai tukar (Tucker et.al, 1998). Volatilitas menunjukkan tingkat kecenderungan nilai tukar untuk berubah dan diyakini sebagai salah satu pemicu ekonomi biaya tinggi. Volatilitas nilai tukar diartikan sebagai tingkat kecenderungan berubahnya nilai tukar, yaitu seberapa sering dan seberapa besar fluktuasi nilai tukar (Rukmantara, 2010). Gourieroux (2001) dalam Rukmantara (2010) mendefinisikan volatilitas sebagai time varying variance, yaitu besaran yang menunjukkan besarnya perubahan varian antar waktu. Definisi volatilitas berbeda dengan fluktuasi dan depresiasi atau apresiasi. Volatilitas diukur berdasarkan unsur standar deviasi atau varians, sedangkan fluktuasi diukur dengan melihat perbedaan nilai aktual dan nilai trend, depresiasi atau apresiasi dihitung dengan melihat perbedaan nilai aktual dengan nilai periode sebelumnya (Rahutami, 2008). Dewasa ini commit to user 22 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id terdapat tiga pendekatan dalam pengukuran volatilitas nilai tukar. Pertama adalah dengan menggunakan standar deviasi dari level atau perubahan nilai tukar, kedua adalah dengan mengukur ketidakpastian nilai tukar menggunakan jarak antara nilai tukar spot dan forward, dan yang terakhir dengan menggunakan model ARCH dan GARCH (Rahutami, 2008). Volatilitas itu sendiri sebenarnya merupakan standar deviasi, yaitu penyimpangan dari kumpulan historis data yang digunakan dalam menghitung faktor resiko. Dari sekumpulan data yang digunakan sebagai historis data akan menghasilkan perubahan pergerakan perubahan data untuk periode tertentu yang akan menghasilkan nilai tukar. Nilai tukar yang dihasilkan selanjutnya dengan formula perhitungan standar deviasi maka akan dihasilkan standar deviasi dari nilai tukar. Nilai standar deviasi tersebut menunjukkan volatilitas dari nilai tukar (Rahutami, 2008). C. Teori Optimum Currency Areas (OCA) Teori Optimum Currency Areas (OCA) diperkenalkan pertama kali oleh Robert A. Mundell dengan papernya yang berjudul A Theory of Optimum Currency Areas. Teori ini muncul pada akhir periode Bretton Woods dalam debat mengenai pro dan kontra dari flexible exchange rate. 1. Pengertian Dan Karakteristik Dasar Optimum Currency Areas Menurut Mundell dalam Alessina et.al (2002: 3), Optimum Currency Areas (OCA) mempunyai pengertian suatu wilayah geografis yang memiliki guncangan permintaan dan penawaran yang simetrik dan commit to user 23 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id memenuhi beberapa kriteria atau kondisi tertentu. Kriteria tersebut meliputi: a. Memiliki derajat internal factor mobilityyang tinggi dan derajat external factor mobility yang rendah. b. Memiliki upah dan harga yang stabil. c. Mobilitas tenaga kerja yang mudah dalam batasan-batasan nasional (budaya, bahasa, perundang-undangan, kemakmuran, dan sebagainya) namun mobilitas tersebut tidak mudah apabila melewati atau di luar batasan-batasan nasional (national borders). Spesialisasi dan keterampilan suatu negara juga menjadi faktor pendukung. Selain Mundell, Kenen dan McKinnon merupakan pelopor teori Optimum Currency Areas. Kenen dalam Partisiwi (2008) mengemukakan bahwa sebuah currency area dibentuk dari negara-negara yang memproduksi dan mengekspor barang-barang yang mempunyai diversifikasi yang luas dan struktur yang sama. Kriteria Kenen antara lain: a. Mempunyai sedikit guncangan (shock) asimetris. b. Mempunyai tingkat diversifikasi ekonomi yang tinggi. Hal ini dapat melawan guncangan asimetrik. Sedangkan McKinnon (1963) mengemukakan bahwa suatu Optimum Currency Areas dibentuk dari negara-negara yang mempunyai keterbukaan perdagangan yang tinggi. Di sisi lain, Ngian dan H Yuen dalam Partisiwi (2008) mengungkapkan bahwa OCA merupakan suatu keadaan dimana negara-negara yang tergabung dalam kerja sama tersebut secara bersama-sama menetapkan sistem nilai tukar tetap (mata uang commit to user perpustakaan.uns.ac.id 24 digilib.uns.ac.id masing-masing negara anggota di peg terhadap satu mata jangkar) dan menjalankan kebijakan moneter bersama. Tabel 2.1 Karakteristik Dasar Pembentukan Optimum Currency Areas No. Karakteristik OCA Persyaratan untuk OCA 1. Fleksibilitas harga Fleksibilitas harga dan upah di dalam dan dan upah diantara anggota OCA memperkecil penyesuaian nilai tukar apabila terjadi guncangan. 2. Mobilitas faktor Mobilitas faktor produksi, termasuk produksi tenaga kerja, antar negara OCA memperkecil penyesuaian harga faktor produksi dan nilai tukar terhadap guncangan. 3. Integrasi pasar Integrasi finansial dalam bentuk mobilitas keuangan modal (FDI, portfolio investment, pinjaman) antar negara OCA memungkinkan penyesuaian guncangan melalui aliran modal. 4. Tingkat keterbukaan Keterbukaan ekonomi antar negara OCA ekonomi yang tinggi akan memperbesar transmisi harga internasional ke harga domestik. 5. Diversifikasi Keberagaman tenaga kerja, sektor produksi dan ekonomi dan produksi antar negara OCA konsumsi memperkecil penyesuaian term of trade. 6. Keragaman/volatilitas OCA indeks yang rendah menunjukkan exchange rate (OCA kestabilan nilai tukar yang akan Indeks) mendorong terbentuknya OCA. 7. Kesamaan tingkat Kesamaan tingkat inflasi (dalam arti inflasi rendah dan stabil) antar negara OCA mendorong stabilitas TOT dan menyeimbangkan current account. 8. Integrasi fiskal Sistem transfer fiskal antar negara OCA memungkinkan distribusi dana ke negara yang membutuhkan. 9. Integrasi politis Kemauan politik memperkuat kepatuhan komitmen bersama, kerjasama berbagai kebijakan ekonomi, dan hubungan kelembagaan antar anggota OCA. Sumber : Falianty dalam Partisiwi (2008) 2. Perkembangan Teori Optimum Currency Areas Teori Optimum Currency Areas (OCA) yang pertama kali commit to user dikemukakan oleh Mundell (1961) mengalami banyak fase perpustakaan.uns.ac.id 25 digilib.uns.ac.id perkembangan. Dengan mengikuti struktur dari Mongeli (2000), perkembangan tersebut dapat dibagi ke dalam beberapa fase, antara lain (Partisiwi, 2008): a. Fase Awal (1960 – awal 1970) Fase ini dipengaruhi oleh kondisi dunia yang umumnya menganut sistem nilai tukar tetap (Bretton Woods) dan pengawasan devisa. Disini timbul ide-ide yang mempertanyakan manfaat dan biaya antara rezim nilai tukar tetap dan nilai tukar fleksibel serta kemungkinan integrasi ekonomi (khususnya di Eropa). Dari periode ini juga lahir kriteria yang harus dipenuhi agar manfaat integrasi ekonomi dan pengaturan moneter dapat optimal. b. Fase Rekonsiliasi (1970) Pada fase ini teori OCA dikembangkan dengan menggunakan kerangka berpikir manfaat versus biaya. Jika suatu wilayah atau sekelompok negara teridentifikasi sebagai OCA maka wilayah tersebut dapat melakukan pengaturan mata uang (kebijakan moneter bersama). Implikasi kebijakan ini akan memberikan suatu manfaat namun juga memiliki suatu biaya (Warjiyo dalam Partisiwi, 2008). c. Fase Reasement (1980an-1990an) Ditemukan beberapa aspek dari teori OCA yang terdahulu untuk disesuaikan. Aspek-aspek tersebut meliputi: 1) Tidak efektifnya kebijakan moneter terhadap output jangka panjang. Hal ini mengurangi biaya dari hilangnya kebijakan moneter yang independen akibat integrasi ekonomi. commit to user 26 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 2) Diperlukan kredibilitas yang besar untuk membantu mengurangi biaya pengendalian inflasi di dalam negara anggota OCA. 3) Penyesuaian nilai tukar tidak efektif dalam mempengaruhi sektor riil. Hal ini disebabkan adanya proses transmisi melalui capital account. 4) Dampak mata uang tunggal semakin kecil terhadap pasar tenaga kerja yang disebabkan desentralisasi negosiasi di tingkat perusahaan. d. Fase Empiris (1980an) Upaya untuk mengoperasionalisasikan OCA semakin meningkat dengan adanya proyek Uni Eropa (dengan mata uang tunggalnya, Euro). Dapat dikatakan Uni Eropa adalah landmark yang sangat penting bagi pengembangan teori OCA. Dalam perkembangannya, teori OCA mengalami perkembangan yang sangat pesat. Vaubel dalam Partisiwi (2008) mengemukakan suatu pendekatan baru untuk melihat OCA pada suatu wilayah. Vaubel (1977) mengungkapkan bahwa teori OCA bukanlah suatu konsep yang tetap sepanjang waktu tetapi merupakan suatu konsep yang dinamis sehingga memiliki banyak jalan untuk mendekatinya. 3. Bentuk Sistem Nilai Tukar pada Optimum Currency Areas Terdapat tiga alternatif sistem nilai tukar yang dapat dipertimbangkan untuk diadopsi pada Optimum Currency Areas (Partisiwi, 2008): commit to user 27 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id a. Single Currency Peg Kurniati dalam Partisiwi (2008) mendefinisikan single currency peg sebagai sistem nilai tukar dengan mengkaitkan masing-masing mata uang negara anggota kawasan dengan satu mata uang negara lain yang ditetapkan sebagai mata uang jangkar pada nilai yang tetap. Rupiah Indonesia Peso Filipina Bath Thailand Hard Currency (contoh: USD, Yen, Euro) Ringgit Malaysia Dollar Singapura Ket. : Peg (no band) Implicit peg Sumber : Kurniati dalam Partisiwi, 2008 Gambar 2.1 Single Currency Peg b. Mata Uang Paralel (Paralel Currency) Dalam sistem nilai tukar paralel, terdapat penciptaan mata uang sintesis dimana mata uang sintesis tersebut digunakan bersamaan dengan mata uang domestik masing-masing negara anggota. Mata uang sintesis tersebut dibentuk dari sekeranjang mata uang yang terdiri dari mata uang negara-negara di kawasan yang berpartisipasi dalam pembentukan sistem tersebut. Mata uang domestik masingcommit to user 28 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id masing negara anggota kemudian dikaitkan kepada mata uang sintesis yang dijadikan mata uang bersama (Kurniati dalam Partisiwi, 2008). Negara Anggota Kawasan Asia Timur Membentuk mata uang sintesis ACU Negara A Keranjang mata uang yang terdiri dari mata uang negara anggota kawasan (dengan bobot timbangan tertentu) Negara B Negara C Negara D Sumber : Kurniati Titis Partisiwi, 2008 Gambar 2.2 Paralel Currency c. Currency Basket Currency Basket Arrangement merupakan suatu sistem nilai tukar bersama di kawasan tempat masing-masing mata uang lokal negara anggota dalam kawasan dikaitkan terhadap sekeranjang mata uang yang terdiri dari mata uang mitra dagang utama. Sistem ini dirancang untuk menjamin kestabilan nilai tukar secara langsung terhadap mata uang mitra dagang utama dan secara tidak langsung terhadap mata uang negara anggota kerjasama nilai tukar. commit to user 29 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Peso Filipina Rupiah Indonesia Currency Basket (terdiri dari mata uang mitra dagang utama, misalnya USD, Euro, Yen) Bath Thailand Ringgit Malaysia Ket. : Dollar Singapura Peg dengan ± fluctuation band Implicit peg Sumber : Kurniati dalam Partisiwi, 2008 Gambar 2.3 Currency Basket D. Teori Uang Mengenai definisi uang hingga sekarang ini sesungguhnya masih terdapat perbedaan paham-paham dari berbagai ahli ekonomi. Beberapa ahli mencoba memberikan definisi tentang uang seperti menurut Robertson (1922) dalam bukunya Money mengatakan bahwa uang adalah segala sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang. Adapun menurut Sayers (1938) dalam bukunya Modern Banking mengatakan uang adalah segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayar hutang. Di sisi lain, Thomas (1957) dalam bukunya Our Modern Banking and Monetary System seperti menyimpulkan dari kedua definisi sebelumnya yang berpendapat bahwa uang adalah segala sesuatu yang siap sedia dan pada umumnya diterima umum dalam commit to user 30 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id pembayaran pembelian barang-barang, jasa-jasa, dan untuk pembayaran hutang (Rahardjo, 2009). Mengingat bahwa salah satu syarat benda uang adalah harus diterima oleh umum, serta peranan uang tidak hanya sebagai alat tukar, tetapi juga sebagai alat bayar, alat hitung, dan sebagai alat penimbun kekayaan, maka definisi uang yang paling umum saat ini dilihat dari fungsinya adalah segala sesuatu yang diterima oleh umum sebagai alat penukar, alat bayar, alat hitung, alat pengukur nilai, dan dalam waktu yang bersamaan bertindak sebagai alat untuk menimbun kekayaan (Rahardjo, 2009). Dari dua fungsi utama uang, yaitu sebagai alat tukar dan sebagai alat penimbun kekayaan, sebab seseorang ingin memegang uang tunai adalah untuk motif transaksi (transaction motive), motif berjaga-jaga (precautionary motive), dan motif spekulasi (speculative motive). Kesulitan sistem barter melahirkan uang sebagai alat tukar. Namun uang yang lahir pada waktu dulu masih berbentuk barang (commodity money) belum berbentuk kertas seperti yang digunakan saat ini. Jenis uang bukan hanya uang kertas, tetapi termasuk pada alat-alat likuid lainnya. Adapun jenis-jenis uang yang dimaksud adalah sebagai berikut (Rahardjo, 2009): 1. Full Bodied Money Full bodied money adalah mata uang yang nilai intrinsiknya (nilai materi/bahannya) sama dengan nilai nominalnya (yang tertulis). Jenis uang ini terbuat dari logam mulia biasanya emas dan perak. Jenis uang ini berlaku pada saat sistem standar emas. Karena full bodied money commit to user 31 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id adalah mata uang yang nilai materinya sama dengan nilai nominalnya, maka artinya harga uang itu sama dengan harga logam itu sendiri. 2. Token Money Token money yaitu mata uang yang nilai nominalnya lebih besar daripada nilai materinya. Jadi yang diakui sebagai nilai uang adalah tandanya yang tertera pada uang tersebut. Oleh karena yang diakui adalah tandanya, maka token money adalah mata uang yang nilai nominalnya lebih besar daripada nilai materinya. 3. Uang Kertas Uang kertas juga disebut folding money karena uang kertas dapat dilipat. Uang kertas sebenarnya hampir tidak mempunyai nilai materi. Tetapi masyarakat bisa menerimanya karena uang kertas dibuat oleh pemerintah. Oleh karena atas dasar kepercayaan inilah maka uang kertas sering disebut uang kepercayaan atau uang fiat (fiat money). 4. Uang Giral Uang giral adalah hutang suatu bank kepada nasabahnya yang dapat diambil sewaktu-waktu dengan cek dan giro. Oleh karena itu, uang giral juga disebut bank deposite money, yang terdiri dari dua jenis deposito yaitu time deposite money dan demand deposite money. Time deposite money merupakan hutang bank kepada nasabahnya yang jangka waktu pengambilan/pembayarannya telah ditentukan. Sedangkan demand deposite money adalah hutang bank kepada nasabahnya yang dapat diambil sewaktu-waktu. commit to user 32 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 5. Near Money Near money disebut juga uang kuasi, yaitu bentuk kekayaan yang dianggap cukup likuid, dalam waktu dekat dapat diuangkan pada bank, atau hutang bank pada nasabahnya yang dalam waktu dekat harus dibayar. Menurut Rahardjo (2009) dalam bukunya Ekonomi Moneter, adapun kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu mata uang yaitu antara lain: 1. Acceptability dan Cognizability, yaitu uang harus bisa diterima secara umum oleh masyarakat dan diketahui pula secara umum oleh masyarakat. 2. Stability of Value, yaitu uang harus dijaga nilainya agar tetap stabil, ataupun andaikan berfluktuasi hanya secara kecil saja. Karena jika tidak, uang tidak akan diterima secara umum sebab masyarakat mencoba menyimpan kekayaan dalam bentuk barang-barang yang nilainya stabil. 3. Elasticity of Supply, yaitu jumlah uang yang beredar harus mencukupi kebutuhan masyarakat (perekonomian). 4. Portability, yaitu uang harus mudah dibawa untuk urusan setiap hari. 5. Durability, yaitu perpindahan uang dari tangan satu ke tangan lainnya mengharuskan uang tersebut dijaga nilai fisiknya jangan sampai mudah rusak. 6. Divisibility, yaitu uang digunakan untuk memantapkan transaksi dari berbagai jumlah, sehingga uang dari berbagai nominal harus dicetak untuk mencukupi atau melancarkan transaksi jual beli. commit to user perpustakaan.uns.ac.id 33 digilib.uns.ac.id E. Dinar Emas 1. Pengertian Dinar Emas Dinar Emas merupakan bentuk dan sistem keuangan yang pernah digunakan di zaman kegemilangan Islam. Ia mulai ditinggalkan kegunaannya setelah uang kertas mulai diperkenalkan. Dinar Emas terbuat dari emas murni 22 karat seberat 4,25 gram. Harganya sudah pasti bergantung pada harga emas mengikuti harga pasar emas dunia. Dinar Emas merupakan salah satu instrumen keuangan yang sah dan mampu memberikan manfaat yang baik. Selain bebas dari unsur riba, Dinar Emas menjadi instrumen keuangan terbaik karena sifat emas yang merupakan suatu komoditi yang sangat berharga, stabil, dan boleh diperdagangkan di seluruh dunia (Salamon, 2003). Sistem ekonomi yang adil seharusnya memberikan kesempatan kepada siapapun untuk sejahtera. Selain itu, sistem ekonomi harus menjamin tidak terjadinya kesengsaraan sistemik dan kolektif. Al-Ghazali menyebut Dinar dengan kandungan emasnya sebagai hakim yang adil, karena karakteristik yang sifatnya stabil sebagai penakar nilai komoditi, jasa dan produk. Dengan tetapnya nilai seperti ini, maka tidak akan terjadi kenaikan harga (inflasi). Naiknya harga tanpa diikuti penghasilan sebagaimana yang terjadi saat ini akan terus memberatkan masyarakat. Karena saat ini Dinar Emas belum menjadi alat tukar yang sah, maka ia hanya akan menemui kesulitan diperuntukan pengelolaan harta sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi. Walaupun demikian, jika dibandingkan dengan uang kertas yang hanya mempermudah commit to user 34 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id kegiatan transaksi namun nilainya tidak terjaga sehingga tidak layak menjadi tabungan, Dinar Emas tetap lebih baik. 2. Sejarah Dinar Emas Banyak pendapat yang mengatakan bahwa mata uang Dinar merupakan warisan kekhalifahan dunia Islam. Mata uang Dinar telah mulai dicetak dan digunakan sejak masa awal pemerintahan Islam. Akan tetapi, ada beberapa sumber yang menyebutkan bahwa sebenarnya Dinar sudah mulai dicetak jauh sebelum masa Islam memerintah, yaitu pada zaman Romawi yang disebut dengan Dinar kaisar. Dinar bukanlah berasal dari bahasa Arab, tetapi berasal dari bahasa Yunani dan Latin, yaitu Denarius (Majid, 2008). Pada dasarnya Dinar yang pertama kali digunakan umat Islam adalah dicetak oleh orang-orang Persia. Kemudian Dinar yang digunakan pada masa Khalifah Usman bin Affan juga tidak jauh berbeda dengan koin yang digunakan bangsa Persia (Majid, 2008). Penulisan bahasa Arab dengan nama Allah dan bagian dari ayat-ayat Al-Qur’an pada Dinar sudah menjadi budaya umat Islam kala itu tatkala mencetak uang Dinar. Sejak saat itu, uang Dinar telah dicetak berbentuk bulat, di satu sisi bertuliskan La Illaha Illallah dan Alhamdulillah, kemudian di sisi lain tertera nama Khalifah yang mencetak uang dan tanggal pencetakannya. Dinar tetap menjadi mata uang yang sah bagi umat Islam kala itu hingga runtuhnya Khalifah Islamiyah. Sejak keruntuhan Khalifah Islamiyah, berbagai jenis dan bentuk uang kertas dan logam (fiat money) mulai diperkenalkan (Majid, 2008). commit to user 35 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id 3. Satuan Dinar Dengan dipastikannya status Dinar dalam syariah maka persoalan selanjutnya dalam pemanfaatan adalah masalah satuan dan akad kontrak. Satuan Dinar dapat dicetak sesuai dengan ketentuan dan keperluan yang sesuai dengan syariah. Abdul Qadir Zulum dalam Saidi (2005) mengusulkan ada beberapa denominasi sebagaimana diperlihatkan dalam tabel di bawah. Besaran yang diusulkan berkisar dari ¼ Dinar (1,0625 gram) sampai 20 Dinar (85 gram) dengan alasan masing-masing. Tabel 2.2 Satuan Dinar Satuan Berat Emas (gr) ¼ 1,0625 ½ 2,125 1 4,25 5 21,25 10 42,5 20 85 Sumber : Zaim Saidi, 2005 Alasan Nisab potong tangan Kadar zakat untuk tiap 20 Dinar Standar Dinar ¼ nisab zakat 1/5 nisab zakat Nisab zakat Dengan beberapa besaran mata uang emas di atas, maka kebutuhan pemakaian Dinar secara fisik dapat dengan mudah terpenuhi. Meskipun di Malaysia satuan yang dipakai saat ini adalah ½, 1, 2, dan 4 Dinar Emas. 4. Kestabilan Dinar Emas Ditinjau dari Beberapa Teori Dalam Karim (2007), dikatakan bahwa nilai nominal dan nilai intrinsik dari mata uang Dinar Emas akan menyatu. Artinya, nilai nominal mata uang yang berlaku akan dijaga oleh nilai intrinsiknya (nilai itu sebagai barang, yaitu emas itu sendiri) bukan oleh daya tukar terhadap mata uang lain. Maka, seberapapun misalnya nilai Dollar AS meningkat, mata uang Dinar akan mengikuti senilai Dollar menghargai 4,25 gram commit to user perpustakaan.uns.ac.id 36 digilib.uns.ac.id emas yang terkandung dalam 1 Dinar. Depresiasi sekalipun tidak akan terjadi. Dengan menggunakan Dinar Emas akan terhindar dari inflasi. Penurunan nilai Dinar menurut Lubis dalam Karim (2007) memang masih mungkin terjadi, yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal Dinar itu mengalami penurunan (biasa disebut inflasi emas), diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah besar. Tetapi kondisi tersebut kecil kemungkinannya karena penemuan emas besar-besaran biasanya memerlukan usaha eksplorasi dan eksploitasi di samping memakan investasi yang besar serta waktu yang lama. Tetapi apabila kondisi tersebut terjadi, emas temuan itu akan disimpan menjadi cadangan devisa negara dan tidak langsung dilempar ke pasaran. Dengan demikian, pengaruh penurunan nilai emas di pasaran bisa ditekan seminimal mungkin. 5. Superioritas Dinar Emas Di samping memiliki nilai yang stabil, penggunaan Dinar Emas akan mengurangi ketergantungan keuangan (financial dependency) para penggunanya terhadap Dollar akibat mismanajemen modal. Menurut Greenspan dalam bukunya yang berjudul “Gold and Economic Freedom” dikatakan bahwa superioritas Dinar Emas dibandingkan dengan mata uang hampa (fiat money) tidak saja diakui para ekonom Islam, malah turut disaluti ekonom Barat (Majid, 2008). Penggunaan Dinar Emas akan mengontrol jumlah peredaran uang dalam masyarakat dan inflasi pun akan terkendali. Dinar juga akan commit to user 37 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mewujudkan sistem moneter dunia dan pasar valuta asing yang lebih stabil. Dinar juga berfungsi sebagai penyimpan nilai (store value), alat penukar (medium of exchange), dan alat pengukur nilai (measurement of value) yang lebih baik. Ini terjadi karena penggunaan Dinar Emas akan mengeliminir praktek spekulasi mata uang dan praktek arbitrasi (meraup keuntungan melalui praktek jual-beli valuta asing) (Majid, 2008). Penggunaan Dinar Emas turut mempromosikan perdagangan internasional sebab bertransaksi dengan Dinar Emas akan meminimalisasi biaya transaksi. Jika Dinar Emas digunakan sebagai mata uang tunggal dunia, maka untuk menukar uang dari satu jenis mata uang ke mata uang lainnya tidak lagi diperlukan biaya. Selain itu, penggunaan Dinar Emas akan lebih menjamin kedaulatan dan keutuhan negara dari dominasi ekonomi, budaya, politik, dan ideologi negara Barat. Akibat dari nilai Dinar Emas yang tidak berubah, maka tindakan spekulatif di pasar valuta asing tidak akan terjadi. Di samping kebal terhadap inflasi, Dinar Emas juga tidak dipengaruhi oleh tingkat bunga. Dengan kata lain, Dinar Emas adalah uang bebas riba (Majid, 2008). F. Gross Domestic Product (GDP) Di negara-negara berkembang yang sering juga disebut sebagai “Dunia Ketiga”, konsep Gross Domestic Product (GDP) adalah konsep yang paling penting jika dibandingkan dengan konsep pendapatan nasional lainnya. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dilihat dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product/GDP) negara tersebut. GDP adalah commit to user 38 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id nilai pasar dari keseluruhan barang dan jasa akhir yang diproduksi di dalam suatu negara dalam periode tertentu (Mankiw, 2003). GDP terbagi dalam empat komponen yang diformulasikan dalam persamaan identitas berikut: Y = C + I + G + (X-M) (2.3) dengan Y adalah GDP, C yaitu konsumsi yang merupakan pengeluaran atas barang dan jasa namun tidak termasuk pembelian rumah baru, I adalah investasi, yaitu pengeluaran atas barang modal, persediaan, dan bangunan termasuk rumah baru, G adalah pengeluaran pemerintah pusat maupun daerah atas barang dan jasa, dan X-M adalah ekspor bersih yaitu hasil pengurangan ekspor dengan impor. GDP mengukur pengeluaran total atas barang dan jasa dalam semua pasar yang terdapat di suatu perekonomian. Apabila pengeluaran total meningkat dari satu tahun ke tahun berikutnya, salah satu dari dua hal berikut adalah yang terjadi. Pertama karena perekonomian memproduksi lebih banyak barang dan jasa. Kedua karena barang dan jasa dijual dengan harga yang lebih tinggi. Ketika mengamati perubahan dalam perekonomian, kedua efek tersebut terhadap GDP harus dipisahkan. Para ekonom mengukur kuantitas total dari barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian yang tidak terpengaruh oleh perubahan dalam harga barang dan jasa tersebut. Ukuran ini disebut GDP riil (real GDP) yaitu produksi barang dan jasa yang dinilai pada harga yang konstan, sedangkan GDP yang dinilai pada harga yang berlaku disebut sebagai GDP nominal (Mankiw, 2003). commit to user 39 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id G. Tingkat Inflasi (Inflation Rate) Inflasi adalah peningkatan pada keseluruhan tingkat harga. Lawan dari inflasi adalah deflasi yaitu penurunan pada keseluruhan tingkat harga. Pada umumnya, ahli-ahli ekonomi keuangan menghitung inflasi dari perubahan logaritma natural Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index/CPI). Indeks Harga Konsumen adalah ukuran keseluruhan biaya atas barang dan jasa yang dibeli oleh konsumen (Mankiw, 2003). Inflasi juga dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Harga Produsen atau biasa disebut indeks harga perdagangan besar (wholesale price index) yaitu dengan melihat persentase perubahan dari indeks harga perdagangan besar. Indeks Harga Produsen adalah ukuran keseluruhan biaya atas barang dan jasa yang diproduksi oleh produsen (Mankiw, 2003). Baik dengan CPI maupun WPI, gambaran inflasi masih sangat terbatas karena perhitungan belum mencakup keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi oleh perekonomian dan ruang lingkupnya belum mencakup kegiatan perekonomian di semua tempat dalam suatu negara. Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya seharusnya menggunakan indeks harga implisit (GDP deflator) yaitu ukuran tingkat harga yang dihitung dari perbandingan antara GDP nominal dan GDP riil. Alternatif lain untuk menghitung inflasi adalah pertumbuhan ekonomi nominal (didapat dari persentase perubahan GDP nominal) dikurang dengan pertumbuhan ekonomi riil (didapat dari persentase perubahan GDP riil). commit to user perpustakaan.uns.ac.id 40 digilib.uns.ac.id H. Penelitian Terdahulu Jadresic (2002) melakukan penelitian mengenai penggantian akhir mata uang negara GCC dengan mata uang bersama dengan judul penelitian “On A Common Currency for the GCC Countries”. Dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif, hasil penelitian menyimpulkan bahwa pelaksanaan penyatuan mata uang dengan baik di negara GCC dapat berkontribusi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi di wilayah tersebut, memperdalam integrasi regional dan mengembangkan ekonomi non-minyak. Hal ini memungkinkan penyatuan mata uang di negara GCC dapat dilaksanakan. Masron and Yusop (2006) menginvestigasi seberapa baik variabel-variabel OCA bekerja pada konteks wilayah ASEAN dengan judul penelitian “Optimum Currency Area Criteria and Volatility in ASEAN”. Penelitian ini menggunakan metode analisis Vector Error Correction Model (VECM) dengan hasil penelitian mengindikasikan bahwa variabel OCA menjelaskan volatilitas nilai tukar bilateral. Volatilitas nilai tukar memberikan dampak negatif terhadap perdagangan bilateral dan GDP. Maskay (2002) mengeksplor periode kritis sejarah keuangan Nepal pada tahun 1956-1960 dengan judul penelitian “Nepal’s Experience For Currency Unification : An Examination of Exchange Rate Performance for the Nepalese vis-a-vis Indian Currency With Special Refrence to the Period of 1956-1960”. Dengan menggunakan uji nilai tukar NC-IC, hasil eksplorasi menyatakan bahwa pengalaman Nepal untuk penyatuan mata uang selama periode 1956-1960 merupakan periode yang signifikan di dalam sejarah keuangan negara yang secara signifikan berkontribusi pada tujuan commit to user 41 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id mengeliminasi dua periode mata uang dari mata uang India. Hal tersebut didukung oleh pilihan yang tepat dari rezim nilai tukar NC-IC dimana fluktuasi nilai tukar NC-IC stabil dan dapat terbukti dengan pertumbuhan yang terus naik hingga saat ini. Falatoon et.al (2007) menganalisis negara-negara Asia yang memenuhi kriteria untuk penyatuan mata uang dengan judul penelitian “An Analysis of Economic Integration of Asian Countries for Currency Unification”. Melalui uji korelasi, hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum penyatuan mata uang di Asia memberikan benefit. Namun, hasil tes tidak mendukung pelaksanaan penyatuan mata uang di negara-negara Asia berdasarkan teori OCA. Achsani et.al (2013) melakukan ekplorasi mengenai kemungkinan penggunaan mata uang tunggal diantara negara ASEAN+6 dengan judul penelitian “The Feasibility of ASEAN+6 Single Currency : A Vector Error Correction Model”. Dengan menggunakan metode penelitian Vector Error Correction Model (VECM), hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat shock dari Asian Currency Unit (ACU), US Dollar dan Euro. Diindikasikan bahwa Jepang, India, Australia dan Selandia Baru membutuhkan waktu yang lama untuk mengadopsi mata uang tunggal. Walau bagaimanapun, ACU akan memberikan banyak benefit untuk negara lainnya seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Vietnam dan Cina. Yuen (2000) melakukan penelitian mengenai ketepatan ekonomi Asia Timur untuk potensi integrasi moneter pada basis simetris gangguan makroekonomi dengan judul penelitian “Is Asia an Optimum Currency Area? commit to user perpustakaan.uns.ac.id 42 digilib.uns.ac.id Shocking Aspects of Output Fluctuation in East Asia” menggunakan pendekatan Vector Auto Regression (VAR). Hasil penelitian menentukan bahwa terdapat lingkup untuk integrasi moneter lebih dalam diantara kelompok ekonomi Asia terpilih. Implikasinya adalah dalam sub kelompok tersebut terjadi pembentukan area mata uang tunggal. Yaacob et.al (2011) mengkaji penggunaan Dinar Emas sebagai mata uang dan komoditi di beberapa negara terpilih (Malaysia, Indonesia, Dubai, Norwegia dan Afrika Selatan) dengan judul kajian “Dinar Emas Sebagai Mata Wang dan Komoditi di Beberapa Negara Terpilih”. Dengan menggunakan kaidah kualitatif, hasil kajian menunjukkan bahwa terdapat berbagai bentuk penerapan Dinar Emas di negara-negara terpilih baik sebagai mata uang maupun komoditas. Penggunaan sebagai mata uang seperti mata uang fisik, pembayaran elektronik, dan pembayaran zakat. Sedangkan penggunaan Dinar Emas dalam aspek komoditas seperti untuk aset investasi, tabungan, haji, hadiah dan mas kawin. Yaacob (2012) melakukan kajian mengenai potensi kinerja Dinar Emas sebagai mata uang dengan mengidentifikasi pelaksanaan infrastruktur yang perlu dikembangkan dengan judul penelitian “Study of Implementation Gold Dinar as Currency”. Kajian ini merupakan studi kualitatif dengan menggunakan strategi pendekatan penelitian kepustakaan dan metode analisis teks dan evaluasi kapabilitas infrastruktur. Hasil kajian memaparkan bahwa terdapat dua infrastruktur yang tidak dapat digunakan untuk mendukung kesuksesan implementasi mata uang Dinar Emas, yaitu infrastruktur fisik dan infrastruktur politik. Oleh karena itu ditemukan indikasi bahwa penggunaan commit to user perpustakaan.uns.ac.id 43 digilib.uns.ac.id Dinar Emas sebagai mata uang masih kurang ideal untuk diimplementasikan di perekonomian saat ini. Yusuf et.al (2013) menganalisis tantangan penggunaan Dinar Emas sebagai mata uang dengan judul penelitian “The Challenges of Implementing Gold Dinar in Kelantan : An Empirical Analysis” menggunakan metode study area. Hasil analisis ini menyimpulkan bahwa tantangan internal dan eksternal memberikan efek negatif pada pengadopsian Dinar Emas di Kelantan. Meskipun ancaman itu hadir, pengadopsian Dinar Emas di Kelantan tidak dilarang karena hal tersebut merupakan tantangan yang serius untuk mengadopsi Dinar Emas yang pada akhirnya di Kelantan diterima masyarakat luas. Hugger (2008) menganalisis kemungkinan Kanada, Meksiko dan Amerika Serikat mengadopsi mata uang bersama di bawah rezim nilai tukar tetap dengan judul penelitian “NAFTA Toward a Common Currency : An Economic Feasibility Study”. Analisis ini menggunakan OCA Indeks dan Intra-Industry Trade Index dimana hasil penelitian ini menyatakan bahwa adanya kelayakan secara ekonomis bagi anggota NAFTA untuk bergerak ke arah mata uang bersama. Usaha tersebut tergantung pada kesiapan politik bangsa-bangsa. Grauwe and Mongelli (2004) melakukan penelitian mengenai perluasan area Euro dan Optimum Currency Areas dengan judul “The Enlargement of the Euro Area and Optimum Currency Areas” melalui metode study area. Hasil penelitian ini adalah negara-negara di kawasan Eropa menghadapi dua jenis biaya masuk penyatuan moneter. Pertama, adanya guncangan yang commit to user 44 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id membutuhkan perubahan harga relatif yang mungkin akan lebih sulit untuk mengakomodasi negara-negara tersebut berada dalam kesatuan moneter. Kedua, negara ini tidak akan bisa menggunakan kebijakan moneter untuk menstabilkan siklus bisnis. Hasil analisis endogenitas OCA, berdasarkan kriteria OCA negara-negara tersebut dapat dipindahkan dengan aman ke kawasan Euro. I. Kerangka Pemikiran Skema alur berfikir pada Gambar 2.4 digunakan untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini. Analisis pembentukan mata uang bersama di negara anggota OKI melalui pengadopsian Dinar Emas dilakukan melalui pendekatan volatilitas nilai tukar menggunakan metode analisis Vector Error Correction Model untuk mengetahui potensi negara-negara anggota OKI dalam melakukan penyatuan mata uang Dinar Emas. Secara lebih spesifik, penelitian ini akan lebih difokuskan pada variabilitas/volatilitas nilai tukar yang merupakan salah satu aspek currency union, serta pembentukan mata uang sintesis, yaitu Dinar Emas sebagai mata uang bersama dengan menguji kelayakan entitas mata uang Dinar Emas. commit to user 45 digilib.uns.ac.id perpustakaan.uns.ac.id Penyatuan Mata Uang (Currency Union) Pembentukan Mata Uang Bersama (Common Currency) Variabilitas/Volatilitas Nilai Tukar Pembentukan Mata Uang Sintesis OCA Indeks Dinar Emas Metode Analisis Uji Kelayakan Entitas VECM Mata Uang Gambar 2.4 Skema Kerangka Pemikiran J. Hipotesis Penelitian Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu mengenai currency union maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut antara lain : 1. Negara-negara anggota OKI diduga memenuhi prasyarat penyatuan mata uang (currency union). 2. Semua negara anggota OKI diduga berpotensi optimum untuk membentuk penyatuan mata uang (currency union). 3. Dinar Emas diduga layak dijadikan sebagai mata uang bersama negaranegara anggota OKI. commit to user