ABSTRAKSI Harta warisan adalah harta kekayaan yang akan diteruskan pewaris ketika masih hidup atau setelah wafat untuk dikuasai atau dimiliki oleh para ahli waris menurut sistem kekerabatan dan pewarisan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Mengingat di Indonesia belum ada suatu unifikasi hukum mengenai ketentuan dalam hal hukum waris. Maka di Indonesia masih berlaku beberapa sistem hukum waris seperti Hukum Waris Barat, Hukum Waris Islam dan Hukum Waris Adat. Sehingga masalah hukum waris ini menjadi sangat kompleks, dikarenakan belum adanya suatu acuan yang secara khusus mengatur mengenai masalah hukum waris ini. Dalam hukum waris adat pun seringkali pembagian harta warisan ini menimbulkan masalah diantara para ahli waris, mengingat bentuk dan sistem hukum waris di masing-masing daerah berbeda satu sama lain sesuai dengan bentuk masyarakat dan sistem kekeluargaan atau sistem keturunan serta sistem pewarisan yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut. Di daerah Jawa misalnya dengan sistem keturunan atau sistem kekerabatan parental/ bilateral, masalah waris ini tidak sedikit menimbulkan persoalan. Antara lain mengenai kedudukan janda yang tidak memiliki keturunan anak serta kedudukan ahli waris yang lain yaitu saudara kandung atas harta asal (harta gono) yang berupa beberapa bidang tanah sawah maupun bangunan rumah dari almarhum suami. Dikarenakan beberapa yurisprudensi yang mengatur mengenai pembagian harta warisan maupun mengenai siapa yang berhak menjadi ahli waris atas harta asal suami terdapat atau nampak adanya perbedaan-perbedaan pendapat dan kenyataan mengenai kedudukan janda. Adanya perbedaan-perbedaan tersebut tidak mengakibatkan timbulnya perpecahan antar saudara atau antar kerabat. Karena selain dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah secara kekeluargaan juga dapat diselesaikan melalui pengadilan, apabila dengan jalan musyawarah tidak menemukan suatu cara penyelesaian yang baik bagi semua pihak yaitu para ahli waris. Karena hakim di dalam memutuskan suatu masalah selalu berusaha untuk membentuk hukum baru yang sesuai dengan perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Sehingga baik janda maupun saudara kandung berhak mewarisi harta asal (harta gono) suami dengan bagian yang sama, yaitu 1/6 (satu per enam) bagian.