peran independensi dewan pengawas syariah terhadap loyalitas

advertisement
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
PERAN INDEPENDENSI DEWAN PENGAWAS SYARIAH TERHADAP
LOYALITAS PENERAPAN SYARIAT ISLAM
Eko Adi Widyanto
(Staf Pengajar Jurusan Akuntansi Politeknik Negeri Samarinda)
Abstrak
Untuk menjaga akan ketaatan prinsip-prinsip syariah telah diterapkan di Bank Syariah,
maka perlu suatu bagian khusus yang bertugas untuk mengatur, mengevaluasi dan menjamin
aturan dan ketaatan tersebut telah dijalankan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Dewan
Pengawas Syariah (DPS) adalah salah satu bagian dari bank yang tugasnya memastikan
bahwa bank telah mempertahankan ajaran syariah dalam kegiatan operasionalnya. Peran DPS
sangat penting karena ditangannya keputusan ajaran Islam telah diterapkan dalam operasional
bank syariah oleh suatu bank dengan sebenar-benarnya. Untuk itu Independensi adalah syarat
mutlak yang diperlukan oleh DPS. Artikel ini mencoba untuk menelaah peran DPS dalam
aspek Independensi, baik dalam penyampaian laporan maupun dilihat dari aspek tanggung
jawab moral.
Kata kunci : Independensi, Dewan Pengawas Syariah, Bank Syariah
PENDAHULUAN
Dalam kurun beberapa tahun terakhir, di
Indonesia banyak bermunculan lembaga-lembaga
keuangan yang bernafaskan Islam. Ini ditandai
dengan banyak bermunculannya lembaga-lembaga
islam seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT),
Asuransi Syariah (takaful), Pegadaian Syariah,
Lembaga Amal Zakat Infaq Shadaqah (LAZIS) dan
yang paling sering mendapatkan perhatian adalah
Bank Syariah.
Umat Islam sebagai kelompok mayoritas
yang ada di Indonesia saat ini mulai bisa menerima
dan membuka diri dengan adanya alternatif baru
yang ditawarkan oleh lembaga keuangan islam,
khususnya bank syariah. Khusus untuk lembaga
ini, antusiasme yang begitu besar telah terlihat dan
hal ini semakin nampak dengan adanya dukungan
dari pemerintah yang mewajibkan semua BUMN
untuk memiliki unit syariah di daerah-daerah
produktif.
Perkembangan ini meningkat dengan pesat
baik dalam segi nasabah, omzet, maupun asset-
Riset / 1579
assetnya. Dari semua alasan yang dapat diterima
akan adanya minat yang begitu besar pada bank
syariah adalah adanya keyakinan bahwa dana
yang mereka simpan telah melalui prosedur yang
benar dan jauh dari hal-hal yang tidak bertentangan
dengan syariat islam itu sendiri.
Namun,
dalam
suatu
masyarakat
perbedaaan adalah sesuatu yang wajar, yang
mana hal ini direspon dengan adanya sebagian
masyarakat yang memiliki pendapat berbeda dalam
menilai bank syariah, mereka yang umumnya
mengetahui sifat dan karakteristik bank syariah
cenderung
untuk
tidak
bersikap
proaktif
dikarenakan mereka masih menganggap bahwa
bank syariah yang ada sekarang masih belum
sepenuhnya menjalankan syariat-syariat islam. Hal
ini bisa terjadi karena mereka berpendapat bahwa
sistem akuntabilitas pada bank syariah itu sendiri
masih mengadopsi sistem akuntabilitas dari sistem
konvensional yang masih baku, belum adanya
teknis perhitungan dan penilaian yang benar-benar
pasti untuk akuntansi syariah terutama dalam
tataran teknis, dan yang terpenting, mereka
berpendapat belum adanya jaminan bahwa bank
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
syariah benar-benar telah menerapkan dan
melaksanakan aturan syariah seperti yang
diharapkan. Bagi kebanyakan umat Islam yang taat
pada ajaran agamanya, mereka akan berusaha
menghindari praktek "Riba" seperti yang biasa
dilakukan pada praktek bank konvensional.
Terlepas dari banyaknya pendapat yang
berbeda-beda, bank syari'ah merupakan suatu
jalan keluar alternatif yang dapat dijadikan pilihan
bagi umat muslim untuk menyimpan dana supaya
tetap dapat memperoleh ketenangan dan
ketentraman batin yang mana bank syariah ini
menjanjikan sesuatu yang berbeda dengan apa
yang ditawarkan oleh bank konvensional, yaitu
adanya jaminan bahwa apa yang mereka jalankan
sudah sesuai dengan pemenuhan syariat islam dan
adanya suatu keyakinan bahwa apa yang telah
dilakukan tidak melanggar prinsip syari'ah.
Sehingga, agar nasabah tidak merasa ragu dalam
menggunakan fasilitas bank syari'ah, maka bank
syari'ah perlu menjaga kemurnian sistem
operasionalnya dari hal-hal yang mengakibatkan
dilanggarnya prinsip-prinsip syariah.
Adanya situasi yang dikhawatirkan akan
membuat turunnya minat serta menghambat
perkembangan
bank
syariah,
dan
untuk
menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan
mengingat adanya persepsi sebagian dari
masyarakat yang memandang negatif akan
hadirnya bank syariah mendorong pemerintah dan
majelis ulama Indonesia untuk mempertimbangkan
penyelesaian yang konkrit akan masalah yang
timbul dan sedang terjadi dengan cara memberikan
jalan keluar yaitu tindakan penyelesaian atas
keresahan yang terjadi di masyarakat. Hal ini
nantinya
diharapkan
dapat
menunjukkan
keseriusan sikap pemerintah dan MUI yang tulus
dalam mendengar aspirasi masyarakat dan
mencari solusi yang terbaik.
Merespon kuatnya tuntutan masyarakat
agar
bank
syariah
lebih
menunjukkan
“keislamiannya”, maka pada tanggal 15-16 Juni
1997 MUI dengan Dewan Syariah Nasional (DSN)
memutuskan untuk mengeluarkan suatu aturan
(fatwa) bahwa setiap bank syariah wajib memiliki
suatu badan khusus yang merupakan bagian dari
sistem organisasi bank syariah, yang bertugas
mengawasi proses kegiatan dan aktivitas
operasional bank syariah agar tetap berpegang
pada ajaran islam dan tidak melenceng dari nilainilai syariah dalam proses kegiatan usahanya.
Sehingga menyikapi akan adanya tuntutan
tersebut, maka MUI pada Tanggal 1 Januari 1999,
secara resmi membentuk suatu lembaga yang
bertugas untuk mengawasi dijalankannya proses
operasional yang sesuai dengan prinsip-prinsip
islam pada bank syariah yang kemudian disyahkan
dan dinamakan Dewan pengawas Syariah (DPS)
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
Kedudukan Dan Karakteristik Dewan Pengawas
Syariah (Dps)
Bank syariah sebagai suatu lembaga
keuangan alternatif dalam meyimpan dana memiliki
suatu bagian khusus yang disebut dengan Dewan
Pengawas syariah (DPS). DPS merupakan unit
yang hanya dimiliki oleh perusahaan/organisasi
yang dijalankan sesuai dengan syariat Islam.
Auditing Standard For Islamic Financial Institutions
(ASIFI) menetapkan standar untuk memberikan
pedoman mengenai pengertian, penunjukan,
komposisi, dan laporan dewan pengawas syariah
untuk meyakinkan bahwa operasi, transaksi, bisnis
lembaga keuangan tersebut dilaksanakan sesuai
dengan aturan prinsip syariat islam (harahap,
2002). Dewan pengawas syariah ini bisaanya terdiri
dari 3 orang atau lebih dengan profesi dan ahli
dalam hukum-hukum islam dan berfungsi untuk
memberikan fatwa agama terutama dalam produkproduk bank syariah kemudian bersama dengan
dewan komisaris mengawasi pelaksanaannya
(Muhammad, 2002). Intinya, tugas utama dari
dewan pengawas syariah ini adalah mengawasi
pelaksanaan operasional bank dan produkproduknya agar tidak menyimpang dari aturan
syariah (Antonio, 1999).
Hampir semua bank syariah memiliki DPS.
Idealnya DPS tidak bisa dipisahkan dari bank
syariah itu sendiri meski sifatnya adalah badan
evaluasi. Hal ini dikarenakan dalam Islam tidak
mengenal pemisahan antara bisnis dan agama
(Ihsan dan Prasetyaningrum, 2004). Berkaitan
dengan pernyataan ini timbul sebuah pertanyaan
yang dikemukakan oleh Karim (1999) bahwa
independensi sangat mungkin tercederai oleh DPS.
Hal ini timbul karena berbeda dengan auditor
eksternal, anggota DPS adalah berasal karyawan
dan digaji oleh bank tersebut. Hal ini menjadi
perdebatan karena salah satu tugas DPS selain
menerbitkan fatwa, mereka juga membuat laporan
Independensi kepada Shareholder. Dengan kondisi
tersebut wajar timbul pertanyaan tentang
independensi pada Dewan Pengawas Syariah
PEMBAHASAN
Dewan pengawas syariah merupakan
profesi yang lahir dan besar dari tuntutan publik
akan adanya suatu jaminan akan penerapan
konsistensi dan loyalitas dalam syariat islam. Jasa
profesional dari DPS merupakan kewajiban yang
harus diemban olehnya sebagai pihak yang
diserahi tanggung jawab untuk membuat pelaporan
dan verifikasi yang mana nantinya output yang
telah dihasilkannya tidak hanya digunakan oleh
klien (pihak bank ybs), namun juga oleh pihak
ketiga atau public (investor/pemegang saham,
kreditor, pemerintah, masyarakat dll). Khususnya
Riset / 1580
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
dalam hal pengendalian dan pengambilan
keputusan decision making. Oleh karenanya, posisi
DPS adalah sangat vital karena meski mereka
bekerja selayaknya auditor untuk kepentingan klien
(bank) dan juga untuk kepentingan pihak ketiga
yang memiliki kepentingan terhadap laporan
keuangan. Setiap pernyataan yang dikeluarkannya
atau setiap apa yang difatwakan/diputuskan adalah
menyangkut sesuatu yang sangat prinsipil karena
terkait dengan aqidah dan keyakinan dari orangorang yang berada dalam lingkup kerjasama
dengan organisasi yang menaungi mereka dan
pihak ketiga (bank)
berpengaruh sangat besar bagi apresiasi baik
terhadap bank syariah. Jika terjadi suatu masalah
pada bank syariah yang diakibatkan oleh
kesalahan DPS, apalagi hal tersebut berhubungan
dengan pelanggaran independensi, sehingga hal ini
diketahui
oleh
masyarakat,
maka
besar
kemungkinan hal ini akan digeneralisasikan
sehingga jika masyarakat mempersepsikan bahwa
DPS gagal mempertahankan independensinya,
maka
akan
mempengaruhi
kepercayaan
masyarakat terhadap laporan yang dikeluarkan
DPS. Intinya, laporan yang dikeluarkan oleh DPS
pun patut dipertanyakan kelayakannya.
Agar masyarakat bisa memahami arti
hadirnya lembaga ini dalam menjunjung tinggi nilainilai syariah, maka lembaga ini memegang peranan
besar dalam meyakinkan masyarakat bahwa apa
yang dilakukan oleh bank sudah benar-benar
sesuai syariah karena ada fungsi kontrol dari
lembaga ini secara langsung dalam proses
kegiatan usaha bank syariah tersebut. Dengan
adanya jaminan ini, maka diharapkan masyarakat
akan dapat membuka diri dan menerima bank
syariah dalam aspek aktivitas ekonomi mereka dan
dapat merubah sikap mereka yang selama ini
cenderung skeptis terhadap bank syariah.
Sehingga pada akhirnya dapat meyakinkan
masyarakat untuk bertransaksi dengan bank
syariah
Adanya desakan yang kuat terhadap
independensi DPS pada dasarnya terjadi karena
adanya desakan pada bank syariah untuk
memberikan real guarantee bahwa suatu laporan
tentang kegiatan operasional bank syariah adalah
benar-benar seusai dengan syariat Islam dan dapat
dipertanggungjawabkan oleh DPS selaku pihak
yang melakukan fungsi kontrol terhadap jalannya
aktivitas organisasi yang mana dengan adanya
jaminan ini diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan para pemakai laporan operasional
bank syariah (nasabah, manajemen dan investor)
agar tetap yakin bahwa tidak ada pelanggaran
yang sengaja dilakukan oleh pihak internal (bank
syariah) dalam kegiatan operasional mereka.
Mengingat vitalnya fungsi lembaga ini
dalam meyakinkan masyarakat, khususnya untuk
menggunakan jasa bank syariah dalam aktivitas
ekonomi mereka, maka DPS haruslah memiliki sifat
Independen, objektif, jujur dan bebas dari konflik
kepentingan (conflict of interest) layaknya seorang
auditor. Sikap ini sangat diperlukan mengingat DPS
sebagai patokan masyarakat dan merupakan
pedoman bagi mereka untuk meyakini bahwa
langkah yang mereka pilih (menggunakan jasa
bank syariah) bukanlah suatu kesalahan. Tidak
berbeda jauh dengan akuntan publik, DPS juga
harus dapat bersikap independen. Menurut Ikhsan
dan Kristin (2003) independensi DPS mencakup 2
bagian
yaitu
independence
in
fact dan
independence in appearance. Mulyadi (1990)
mengatakan bahwa independensi merupakan salah
satu kode etik profesi akuntan publik dan
merupakan kejujuran dalam diri akuntan untuk
mempertimbangkan fakta-fakta yang bersifat
objektif dan tidak memihak dalam merumuskan dan
menyatakan pendapat. Sedangkan Kode Etik
Akuntan (1994) menyatakan bahwa independensi
adalah sikap yang diharapkan dari seorang
akuntan publik untuk tidak mempunyai keinginan
pribadi dalam melaksanakan tugasnya yang
bertentangan dengan prinsip integritas dan
obyektifitas.
Pernyataan diatas mengindikasikan bahwa
penilaian masyarakat terhadap independensi
Riset / 1581
Masih adanya keraguan akan kredibilitas
bank syariah dalam menerapkan prinsip syariah
dapat dirujuk dari penelitian yang dilakukan oleh
Gunawan (2003). Berdasarkan survey penelitian
tentang preferensi masyarakat mengenai bank
syariah yang dilakukan oleh Bank Indonesia
bekerjasama dengan lembaga perguruan tinggi
ditemukan bahwa adanya keraguan masyarakat
terhadap kepatuhan syariah oleh bank syariah
menempati
urutan
pertama
dalam
mempertanyakan loyalitas bank syariah dalam
menjalankan aktivitas kegiatan usahanya. Bahkan
dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa
sebagian masyarakat cenderung untuk berhenti
menjadi nasabah bank syariah karena adanya
keraguan akan konsistensi penerapan prinsip
syariah, selain karena pelayanan yang kurang
memuaskan (BI, 2000). Hasil penelitian lainnya
juga menyebutkan bahwa kualitas pemahaman
prinsip-prinsip syariah dalam transaksi perbankan
adalah sangat vital untuk meningkatkan keyakinan
masyarakat akan profesionalitas pengelola bank
syariah, dalam hal ini adalah manajemen bank
syariah dan dewan pengawas syariah. Dengan
posisinya yang sejajar dengan dewan komisaris,
maka DPS akan memiliki suara yang kuat sehingga
ia merupakan lembaga yang sangat berpengaruh
dan merupakan tokoh kunci yang menjamin bahwa
kegiatan operasional bank sesuai dengan aturan
prinsip syariah
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
DPS sebagai lembaga tertinggi (setara
dengan dewan komisaris) dalam organisasi bank
syariah bukannya tanpa kelemahan. Meski
pengawasan telah disempurnakan, dan system
telah dibentuk dan diciptakan dengan sedemikian
rupa, namun masih saja ada titik lemah yang masih
perlu mendapat perhatian. Sebagai lembaga
tertinggi, DPS hampir memutuskan semua dan
mengambil kebijakan dari apa yang telah mereka
rundingkan antar anggota. Hal ini menjadikan
mereka sebagai suatu lembaga “super power”
karena tidak ada lembaga diatas mereka yang
dapat mengontrol dan mengawasi segala kebijakan
yang dikeluarkan atas keputusan yang telah atau
akan dikeluarkan. Sehingga segala fatwa yang
dikeluarkan oleh mereka terkait dengan mekanisme
kerja dari pengawasan yang mereka lakukan
adalah sesuatu yang hampir tidak pernah
dipertentangkan.
Kembali kepada sifat para anggota DPS itu
sendiri sebagai manusia yang tidak luput dari
kekhilafan. DPS sebagai manusia juga bisa berbuat
kesalahan. Namun dilihat dari kedudukannya
sebagai lembaga yang membawahi beberapa
bagian atau divisi, setiap anggotanya dapat
memiliki kesempatan untuk mendapatkan “sesuatu
yang lebih dari yang mereka dapatkan sekarang”.
Terkait dengan independensi yang harus
dijaganya, bagi DPS juga tersedia “space to take
opportunity” agar dapat meningkatkan kualitas
kesejahteraan personal. Hal ini merupakan suatu
“godaan” yang berhembus dengan kuat pada
integritas, moralitas, etika dan tanggung jawabnya
sebagai
orang
yang
dipercaya
untuk
mendistribusikan
kesejahteraan
masyarakat
(manusia) lewat organisasi seperti apa yang
disampaikan oleh Triyuwono dalam artikelnya
menyangkut konsep Shari’ate Enterprise Theory
(2000)
Karena
statusnya
yang
sangat
berpengaruh pada organisasi Bank Syariah inilah
maka jika ada suatu pelanggaran, ketidakwajaran,
dan penyimpangan yang terjadi terkait dirinya
sebagai lembaga yang tertinggi (setingkat dewan
komisaris) pada bank syariah, maka perlu ada
pertanyaan yang perlu dikemukakan mengapa hal
tersebut terjadi? Benarkah hal tersebut hanya
faktor ketidaksengajaan semata (human error)?
Apakah ada hal-hal lain di balik itu yang perlu
perhatian khusus untuk mengetahuinya? Jika hal
tersebut terjadi karena disebabkan oleh suatu
kesengajaan,
motivasi
apa
yang
melatar
belakanginya? Mengapa ia tidak bertindak dengan
semestinya? Apa yang mendorongnya mengambil
konsekuensi
mengingkari
kepercayaan dan
kewajiban yang disematkan kepadanya? Benarkah
apa yang dilakukannya hanya semata-mata karena
materi, ataukah ada hal-hal lain dibalik itu yang
JURNAL EKSIS Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
tidak bisa diungkapkan olehnya selaku fungsi
pengawas dalam lembaga keuangan bank syariah?
Sekian
banyak pertanyaan
menjadi
pemikiran untuk meneliti lebih jauh lagi tentang
independensi DPS dalam menjalankan tugas,
fungsi serta kapasitasnya dalam organisasi dan
sistem kerja. Banyak pertanyaan yang dijawab.
Dari hasil deskripsi diatas, maka perlu kiranya
penelaahan lebih jauh dari sudut pandang yang
berbeda-beda, namun tetap dalam satu fokus
utama yaitu independensi.
Penelitian tentang independensi terutama
dalam bank syariah ini perlu dan penting untuk
dilakukan mengingat masih minimnya penelitian
yang menitikberatkan pada aspek independensi
terutama pada suatu lembaga/badan yang
bernama Dewan Pengawas Syariah. Penelitian
serupa telah banyak dilakukan namun dalam
lingkup yang berbeda, objek yang berbeda dan
penugasan dalam system kerja yang berbeda pula.
Sebelumnya penelitian serupa banyak dilakukan
namun telaah yang dilakukan difokuskan pada
aspek independensi seorang akuntan public
(auditor).
Alasan mengapa penulis mengemukakan
sikap independensi yang sering digunakan untuk
mengukur kinerja dari seorang auditor adalah
karena system kerja antara DPS dengan seorang
auditor hampir serupa meski tidak seluruhnya
sama. Karim (1990) mengatakan bahwa ada
sejumlah persamaan mendasar antara system
kerja DPS dengan akuntan publik (auditor).
Keduanya sama-sama mengeluarkan laporan yang
bertujuan untuk memverifikasi kewajaran laporan
keuangan hasil operasional organisasi. DPS
memberikan jaminan apakah aktivitas operasional
bank, seperti yang dicerminkan dalam laporan
keuangan telah sesuai dengan prinsip-prinsip dan
nilai-nilai islam (syariah) sedangkan auditor
(eksternal) mengkonfirmasikan apakah laporan
keuangan tersebut fair tentang posisi keuangan
bank dalam bentuk laporan opini.
Bertolak dari pemikiran diatas maka
haruslah dicari sebuah solusi dan diberikan
perhatian lebih jauh tentang aspek-aspek yang
mempengaruhi seorang DPS dalam mengambil
suatu keputusan terkait dengan independensi,
apakah ia mampu secara konsisten dapat
menerapkan syariat islam terkait dengan fungsinya
sebagai fungsi kontrol perusahaan? Faktor apa
saja
yang
dipertimbangkannya
dalam
mengeluarkan kebijakan serta sejauh mana ia
mampu bersikap independent, objektif dan Fair
(jujur) dalam menjalankan tugas dan kewajibannya
serta menerapkan syariat islam dalam bank syariah
sesuai fungsinya sebagai controllership dan
kapasitasnya sebagai pengawas dalam kegiatan
operasionalisasi bank syariah.
Riset / 1582
http://www.karyailmiah.polnes.ac.id
KESIMPULAN
Independensi DPS dilihat dari ketaatan
suatu organisasi/badan usaha (bank syariah)
dalam menerapkan komitmen pada prinsip-prinsip
bisnis yang sesuai dengan syariat Islam. Atas
dasar tersebut, keputusan/fatwa yang diterbitkan
tidak terpengaruh atas desakan pihak-pihak
tertentu, dalam hal ini manajemen di bank tempat
DPS bekerja meski ketegangan antara pihak
manajemen bank dengan DPS kadangkala masih
terjadi. Tekanan pada umumnya disebabkan
karena pihak manajemen bank lebih banyak
memberikan penekanan pada aspek finansial
ekonomi dibandingkan dengan aspek religius. Hal
ini merupakan dilema bagi DPS. Laporan yang
menghasilkan pelanggaran akan merugikan badan
usaha tempat DPS bekerja. Selain itu juga motif
untuk melindungi tempat bekerja mungkin saja
memberikan motivasi mengabaikan aspek religius
dalam penerapan syariat Islam.
Bank Indonesia yang membawahi divisi
syariah perlu mencari solusi bagaimana hal yang
mungkin bisa menjadi perdebatan ini dapat
diselesaikan dengan segera. Langkah-langkah
preventif mungkin bias diawali dengan cara
memberikan wacana untuk membentuk sebuah
lembaga independent yang khusus mengawasi
ketaatan penerapan prinsip syariah yang konsisten
tanpa harus menimbulkan kekhawatiran akan
terjadinya pelanggaran prinsip syariah dikemudian
hari. Mungkin dengan tindakan ini, diharapkan
tingkat kepercayaan masyarakat akan perbankan
syariah di Indonesia dapat lebih baik dari
sebelumnya. Lebih penting dari tersebut, hal ini
diharapkan
akan
dapat
mengembangkan
sosialisasi,
generalisasi
dan
peningkatan
kepercayaan terhadap perbankan syariah di
Indonesia secara signifikan.
Idat, Dhani Gunawan. 2003. trend bank Syariah :
Penurunan Terhadap Kepatuhan Prinsip
Syari’ah, Media Akuntansi, Edisi 33, Mei, p.
30-31
Ikhsan, Arfan & A.K Prasetyaningrum.
2004.
“Aspek Religiusitas dan Independensi
Auditor Eksternal serta Dewan Pengawas
Syariah pada Bank-bank Syariah di
Indonesia”.
Purwataatmadja, K & Antonio. 1992. apa dan
bagaimana Bank Islam. Dana Bhakti
Wakaf, yogyakarta.
Sunandar, Heri. 2005. Peran dan fngsi dewan
pengawas syariah dalam perbankan
syariah di Indonesia. Hokum Islam, Vol. IV,
No. 2.
Tomkins, C. & Karim, R.A.A. 1987. The Sharia and
Its Implications For Financial Analysis : An
Opportunity to Study Interactions Between
Society,. “Organizations and Society”. The
American Journal of Islamic Social
Science. September, Vol. 4, pp. 101-15
DAFTAR PUSTAKA
Agustianto. Dewan pengawas syariah dan
manajemen resiko di bank syariah. AZ
Zahra. Jakarta
Antonio, M. Syafi’i. 1999. Bank syariah wacana
ulama dan cendikiawan. Tazkia Institute.
Jakarta
Huda,
Maslakul.
pengawas
jakarta
2010. Optimalisasi dewan
syariah perbankan syariah.
IAI,
2004. kerangka dasar penyusunan dan
penyajian laporan keuangan bank syariah.
IAI. Jakarta
IAI.
2004. Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Akuntansi perbankan Syariah
(PSAK No. 59). IAI. Jakarta
Riset / 1583
JURNAL EKSIS
Vol.6 No.2, Agustus 2010: 1440 – 1605
Download