Universitas Mercu Buana BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Thermoforming
Thermoforming adalah usaha membentuk lembaran plastik atau
plastik film menjadi bermacam bentukan baru plastik sesuai dengan desain
yang kita inginkan dengan bantuan panas, tekanan dan cetakan (molding).
Proses
thermoforming
plastik
dipakai
semifinished (sheet/ lembaran) menjadi
untuk
membentuk
plastik
lebih bernilai dalam banyak
applikasi mulai dari kemasan blister film pada industri mainan,
automotive, farmasi, elektronik equipment.
Gambar 2.1 Proses Pembentukan Thermoforming (Hudi Leksono, Plastik dan
pengolahan).
Proses
thermoforming
menawarkan
keunggulan
untuk
memproduksi custom part plastik sebab berbiaya relatif lebih murah, dapat
Universitas Mercu Buana
8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
menghasilkan replikasi yang sangat mendekati bentuk cetakan,
kebutuhan peralatan yang fleksibel, teknologi yang sederhana dan mudah
dipraktekkan. Peralatan yang digunakan untuk proses thermoforming
berbiaya relatif murah dibandingkan proses cara lain seperti injection
molding. Pada vacuum forming hanya dibutuhkan tekanan angin sekitar 46 [bar] untuk pressure forming bandingkan dengan injection molding
setidaknya dibutuhkan 8-10 [bar].
Karena penggunaan pressure yang relatif rendah ini tooling cost
juga murah, mold dapat dibuat dari material alumunium, kayu, epoxy,
composite, atau material lainnya yang dapat bertahan dengan tekanan dan
temperatur saat lembaran plastik dipindahkan dari oven ke molding.
Memilih menggunakan proses thermoforming plastik sangat
beralasan dari segi cost efektif, karena lebih menguntungkan untuk
memproduksi
suatu
desain
dalam
jumlah
yang
sedikit
seperti
memproduksi prototype suatu desain. Atau kebutuhan yang khusus dan
spesifik sesuai permintaan user bukan dengan maksud produksi massal.
Bahan thermoforming yang umum digunakan dalam proses
thermoforming adalah Acrylic, ABS, HDPE, LDPE, PP, PVC, PVDC,
PETG dan Polycarbonate. Pilihan teknik thermoforming yang dapat
digunakan adalah pressure forming dan vacuum forming.
Prinsip dasar dari proses thermoforming adalah : tahap persiapan,
memasukkan lembar plastik ke dalam proses pemanasan sampai mencapai
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
suhu pembentukan (forming temperatur), streching lembaran (peregangan
lembaran) mengikuti bentuk molding yang sudah disiapkan dengan
bantuan pressure ataupun vacuum, pendinginan sampai bentuk desain baru
stabil, melepaskan/ membongkar bentukan baru dari cetakan, trimming
bagian plastik untuk mendapatkan bentuk final yang diinginkan.
2.2 Pendinginan Cetakan
Didalam pedinginan produk digambarkan, bahwa ada lembaran
plastik bersuhu tinggi dimasukkan kedalam cetakan, kemudian material
tersebut dikeluarkan dari dalam cetakan dengan bentuk produk yang sudah
berbentuk sesuai dengan bentuk cetakan tersebut dengan temperatur
rendah. Dalam proses ini terjadi proses perpindahan panas yaitu dari
material plastik ke permukaan forming unit.
Karena pemindahan panas berlangsung secara terus menerus
selama mesin berkerja, maka panas yang diterima forming unit. makin
lama semakin banyak, dimana akan menyebabkan kenaikan suhu pada
forming unit tersebut. Setiap kenaikan suhu pada forming unit akan
menghambat terjadinya pemindahan panas, dan apabila kenaikan suhunya
mencapai suhu dari material yang dimasukkan, maka proses pemindahan
panas tidak dapat berlangsung, dan material plastik tetap dalam keadaan
seperti semula. Untuk itu harus terjadi pembuangan panas dari forming
unit.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
Sebenarnya pembungan panas dari dinding forming unit dapat
berlangsung secara alami. Yaitu bahwa panas yang diterima forming unit
akan merambat kepermukaan luar dari cetakan, kemudian dari permukaan
ini panas akan lepas secara Konveksi maupun radiasi, dan Konduksi.
Tetapi karena kecepatan pembungan cara ini rendah, atau pada umumnya
tidak memadai dengan jumlah panas yang diterima, maka perlu dilakukan
pembuangan panas secara buatan (paksa).
Pembuangan panas dari forming unit dapat dilakukan dengan
membuat satu buah atau lebih saluran didekat forming unit, dimana
kedalam aliran tersebut dialirkan zat yang bersifat dapat mengalir, yang
dalam banyak hal dipilih air. Panas yang diterima forming unit akan
merambat kedinding saluran, kemudian dari dinding saluran ini panas akan
dihanyutkan oleh aliran air.
2.3 Teori Perpindahan Panas
Perpindahan panas dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi
dalam
industri
proses.
Pada
kebanyakan
pengerjaan,
diperlukan
pemasukan atau pengeluaran panas untuk mencapai dan mempertahankan
keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Perpindahan panas
dapat didefinisikan sebagai perpindahan energi akibat adanya perbedaan
temperatur pada suatu permukaan dengan lingkungan sekitarnya.
Perpindahan panas dapat terjadi dengan tiga (3) cara, yaitu:
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
1. Konduksi
2. Konveksi
3. Radiasi.
2.3.1
Konduksi
Secara umum perpindahan panas Konduksi adalah perpindahan
panas dari benda padat ke benda padat. Panas dari suatu bagian yang
bertemperatur lebih tinggi akan mengalir ke temperatur yang lebih rendah.
Zat atau partikel zat dari benda yang dilalui panas ini sendiri tidak
mengalir sehingga tenaga panas berpindah dari satu partikel ke lain
partikel dan mencapai bagian yang dituju. Perpindahan panas cara ini
disebut Konduksi; arus panasnya adalah arus panas Konduksi dan zatnya
itu mempunyai sifat Konduksi panas. Konduksi panas ini bergantung
kepada zat yang dilaluinya dan juga kepada distribusi temperatur dari
bagian benda. Berlangsungnya Konduksi panas melalui zat dapat diketahui
oleh perubahan temperatur yang terjadi.
a. Perhitungan laju perpindahan panas Konduksi
Persamaan umum untuk perpindahan panas dengan cara Konduksi
dikenal dengan hukum Fourier (Fourier’s Law) dimana “Laju
perpindahan panas Konduksi pada suatu plat (Gambar 2.2) sebanding
dengan beda temperatur diantara dua sisi plat dan luasan perpindahan
panas, tetapi berbanding terbalik dengan tebal”, laju perpindahan panas
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
Konduksi dirumuskan seperti dibawah ini: (Chandrasa Soekardi,
Perpindahan panas plat datar)
Qk 
kA
(Tw1  Tw2 )
x
(2.1)
Dimana :
QKonduksi
= Laju perpindahan panas [Watt]
K
= Konduktivitas thermal bahan [W/m oK]
A
= Luas penampang bahan yang dialiri panas [m2]
Tw1
= Temperatur panas yang lebih tinggi [oK ]
Tw2
= Temperatur panas yang lebih rendah [oK]
Δx
= Jarak panas antra Tw1 dengan Tw2 atau tebal plat [m]
Gambar 2.2 Konduksi pada plat (Frank P. Icropera 2007)
Didalam perhitungan proses perpindahan panas juga terdapat
persamaan untuk menghitung tahanan thermal pada suatu sistem, nilai
tersebut adalah suatu nilai yang menyatakan kecepatan laju perpindahan
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
panas. Jadi, ketika nilai tahanan thermal pada suatu sistem semakin besar
maka semakin lambat pula laju perpindahan panasnya.
Untuk menghitung tahanan thermal Konduksi plat datar dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Rh 
x
kA
(2.2)
Dimana :
Rh
: Tahanan thermal suatu sistem [Kelvin / Watt]
Δx
: Tebal plat [m]
K
: Konduktivitas Thermal Bahan [W/m oK]
A
: Luas penampang bahan yang dialiri panas [m2]
b. Perpindahan panas Konduksi pada pipa
Pada persoalan pepindahan panas pada pipa yang berongga maka
digunakan perumusan yang berbeda pada luas perpmukaan yang dilalui
panas pada gambar 2.3 dibawah ini merupakan silinder panjang berongga
dengan jari-jari dalam [r1], dan panjang [L] dialiri panas sebesar [Q],
temperatur permukaan dalam pipa [T1] temperatur luar pipa [T2],
Konduktivitas thermal silindrik [k], maka luas penampang bidang aliran
panas tersebut adalah : (Chandrasa Soekardi, Thermodinamika Dasar hal
263)
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
A
=2.π.r.L
(2.3)
Sedangkan untuk perhitungan laju panas Konduksi dalam penampang pipa
adalah :
QKonduksi
=
2𝜋𝑘𝐿
𝑟2
𝑟1
ln ⁡( )
(Td-TL)
(2.4)
Dimana:
A
: Luas permukaan [m2]
Π
: Nilai baku 3,14
r
: Jari-jari [m]
L
: Panjang saluran [m]
k
: Konduktivitas Thermal bahan pipa [W/m oK]
Td
: Temperatur dalam pipa [oC]
TL
: Temperatur Luar pipa [oC]
Gambar 2.3 Konduksi pada pipa (Frank P. Icropera 2007)
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
2.3.2
Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan panas Konveksi adalah suatu proses perpindahan
panas dari permukaan benda padat ke suatu fluida tertentu yang mengalir
dan berkontak langsung dengan permukaan tersebut. Didalam proses
thermoforming dalam proses pendinginan terdapat proses perpindahan
panas secara Konveksi yaitu ketika panas dari permukaan atas plat
pencetak mengalir ke fluida air chiller pendingin yang bertemperatur 5
[oC].
a. Laju perpindahan panas Konveksi
Untuk menghitung besarnya laju perpindahan panas Konveksi pada
sistem
ini
maka
digunakan
persamaan
:
(Chandrasa
Soekardi,
Thermodinamika Dasar hal. 263)
QKonveksi
= h . A. (T1-T2)
(2.5)
Diamana :
QKonveksi: Laju perpindahan panas Konveksi [Watt]
h
: Koefisien perpindahan panas Konveksi [W/m2.oK]
A
: Luas permukaan plat yang berkontak langsung dengan fluida [m2]
T1
: Temperaatur fluida saat keluar pemanas [oK]
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
T2
: Temperatur aliran fluida saat masuk dalam sistem pemanas [oK]
Untuk tahanan thermal Konveksi dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
Rh 
1
ho Ao
(2.6)
Dimana :
Rh
: Tahanan Thermal sistem [Kelvin / Watt]
ho
: Koefisien perpindahan panas Konveksi [W/m2.oK]
Ao
: Luas permukaan plat yang berkontak langsung dengan fluida [m2]
Perpindahan
panas
secara
Konveksi
dapat
digolongkan
berdasarkan gerakan fluida sebagai media perpindahan panas, yaitu :
1. Konveksi paksa adalah perpindahan panas Konveksi yang dilakukan
oleh fluida akibat adannya gaya yang bekerja pada fluida tersebut.
2. Konveksi alamiah adalah perpindahan panas Konveksi akibat gaya
apung dimana fluida sebagai media perpindahan panas tidak bergerak atau
tidak ada gaya yang bekerja pada fluida tersebut.
Didalam perpindahan panas Konveksi secara paksa perpindahan
panas dipengaruhi oleh beberapa faktor fluida yang mengalir dalam
sistem, antara lain perbedaan temperatur fluida masuk dengan temperatur
keluar sistem, Koefisien perpindahan panas pada fluida tersebut, dan data
parameter pada penampang aliran.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
b. Koefisien Perpindahan panas Konveksi
Pada persamaan untuk mencari nilai perpindahan panas Konveksi
ada nilai „h‟ adalah nilai dari Koefisien perpindahan panas Konveksi pada
fluida. Nilai dari “h” merupakan nilai yang sangat berbeda dengan
Konduktivitas thermal bahan “k” pada konsep perpindahan panas
Konduksi tetapi, nilai dari “h” adalah nilai yang bergantng dengan
geometri, properties fluida, gerak, dan perubahan temperatur fluida saat
melewati sistem.
Dalam menentukan nilai dari Koefisien perpindahan panas
Konveksi perlu diperhatikan beberapa parameter yang tak berdimensi
dimana :
-
Beberapa parameter digunakan untuk menentukan nilai perpindahan
panas.
-
Parameter-parameter yang diketahui bisa digunakan untuk menentukan
suatu nilai parameter angka yang tak berdimensi.
Dalam hal ini parameter- parameter tersebut adalah bilangan
Reynoldss, bilangan Nusselt, dan bilangan Prandtl ini biasanya
digunakan untuk menentukan berapa besar nilai Koefisien perpindahan
panas Konveksi.
2.3.3
Bilangan Reynoldss
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Bilangan
Reynoldss
merupakan
besaran
fisis
yang
tidak
berdimensi. Bilangan ini dipergunakan sebagai acuan dalam membedakan
aliran laminer dan turbulen. Bilangan ini juga dapat dimanfaatkan sebagai
acuan untuk mengetahui jenis-jenis aliran yang berlangsung dalam air. Hal
ini didasarkan pada suatu keadaan bahwa dalam satu tabung/pipa atau
dalam satu tempat mengalirnya air, sering terjadi perubahan bentuk aliran
yang satu menjadi aliran yang lain. Perubahan bentuk aliran ini pada
umumnya tidaklah terjadi secara tiba-tiba tetapi memerlukan waktu, yakni
suatu waktu yang relatif pendek dengan diketahuinya kecepatan kristis
dari suatu aliran.
Kecepatan kritis ini pada umumnya akan dipengaruhi oleh
daimeter pipa, dan jenis zat cair yang lewat dalam pipa tersebut. Terdapat
empat besaran yang menentukan apakah aliran tersebut digolongkan aliran
laminier atau aliran turbulen. Keempat besaran tersebut adalah besaran
massa jenis air, kecepatan aliran, kekentalan, dan diameter pipa.
Kombinasi dari keempatnya akan menentukan besarnya bilangan
Reynolds. Bilangan Reynoldss merupakan rasio inersia dan viskositas
dalam aliran. Bilangan Reynoldss digunakan untuk menentukan aliran
fluida apakah laminar, turbulen, dan transisi. Untuk menentukan nilai dari
Reynoldss number (Re) untuk aliran dalam pipa digunakan : (Osborne
Reynolds, 1883)
Re
=
𝜌 .𝑉𝑠 . 𝐷
µ
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.7)
20
Dimana :
2.3.4
Re
: Bilangan Reynoldss
Vs
: Kecepatan aliran massa [kg/s]
D
: Diameter Saluran [m]
µ
: Viscositas dinamik fluida [kg/m.s]
ρ
: Kerapatan Jenis Fluida [kg/m3]
Jenis Aliran Fluida
Didalam aliran fluida dalam suatu sistem dibedakan menjadi tiga
jenis aliran yaitu, aliran laminar, aliran turbulent, dan aliran transisi ini
fungsinya untuk membedakan persamaan yang akan dipakai dalam
mengetahui nilai Bilangan Nusselt jenis aliran tersebut adalah :
-
Aliarn Laminar
Aliran laminar adalah aliran yang bergerak dalam lapisan-lapisan,
dimana pertukaran momentum dan massa yang terjadi secara molekular
dalam skala submikroskopis dari lapisan yang mempunyai kecepatan
relatif tinggi menuju lapisan yang lain yang memiliki kecepatan lebih
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
rendah. Partikel-partikel fluida bergerak secara berurutan mengikuti
lintasan yang teratur dan memiliki kecepatan yang tetap. Kecenderungan
aliran laminar menjadi turbulen diredam dengan gaya- gaya viskos yang
memberikan hambatan terhadap gerak relatif lapisan-lapisan fluida. Besar
bilangan Reynolds untuk aliran laminar adalah :
Re < 5. 105 untuk aliran eksternal
Re < 2300 untuk aliran internal
Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan dengan satu
lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar ini viskositas
berfungsi untuk meredam kecendrungan terjadinya gerakan relative antara
lapisan.
-
Aliran Turbulen
Aliran turbulen adalah aliran yang partikel-partikel fluidanya
bergerak secara acak dengan kecepatan yang berfluktuasi dan saling
interaksi antar gumpalan- gumpalan fluida. Pada aliran turbulen tidak
terlihat lagi adanya lapisan fluida (lamina-lamina) sehingga aliran fluida
dianggap sebagai bongkahan fluida yang bergerak secara acak. Besar
bilangan Reynolds untuk aliran turbulen adalah :
Re > 5. 105 untuk aliran eksternal
Re > 4000 untuk aliran internal.
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
-
Aliran Transisi
Aliran transisi adalah aliran peralihan laminar ke aliran Turbulen.
Aliran akan mengalami proses transisi dari aliran laminar ke aliran
turbulen sebelum aliran tersebut menjadi aliran turbulen. Pada aliran
internal, aliran transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen terjadi pada
bilangan Reynoldss antara 2300 – 4000. Proses transisi tersebut dapat
dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Proses Transisi aliran (Cengel, Y. A, 2003).
2.3.5
Bilangan Nusselt (Nu)
Bilangan nulsselt (Nu) adalah bilangan rasio perpindahan panas
Konveksi fluida dengan perpindahan panas Konduksi normal terhadap
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
batas dalam kondisi permukaan fluida, untuk nilai bilangan nusselt aliran
dalam pipa perhitungannya dibedakan denagn jenis aliran fluida tersebut
a. Aliran Laminar dalam pipa
Menurut William C. Reynoldss untuk Re< 2000 maka efek dari
kekasaran dan factor geseknya dapat diabaikan. Nilai Bilangan Nusselt
dalam kondisi ini dapat dihitung dengan:
Nu
= 4,36 temperatur dinding tidak seragam
Nu
= 3,66 temperatur dinding seragam
(2.8)
Maka untung mengetahui nilai Koefisien perpindahan Konveksinya
adalah :
h
= Nu
𝑘
𝐷
(2.9)
Dimana :
h
: Koefisien Perpindahan Panas Konveksi [W/m2K]
k
: Konduktivitas thermal dinding [W/m.K]
D
: Diameter saluaran [m]
Nu
: Bilangan Nusselt
b. Aliran Turbulen dalam pipa
Untuk kondisi aliran turbulen ini sering digunakan untuk
menentukan nilai Koefisien perpindahan panas Konveksi. Untuk
Bilangan Nusselt pada kondisi ini maka menggunakan persamaan
sebagai berikut:
Nu
= 0,023. Re0,8. Prn
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.10)
24
Dimana nilai “n” untuk proses pemanasan ( dinding lebih panas
dari fluida yang mengalir) adalah 0,4 sedangkan, untuk proses
pendinginan (fluida lebih panas dengan dengan permukaan dinding)
adalah 0,3.
Maka nilai Koefisien perpindahan panas pada kondisi ini adalah :
h
= 0,023 Re 0,8 Pr0,4
𝑘𝑓
𝐷
(2.11)
Dimana :
2.3.6
h
: Koefisien Perpindahan Panas Konveksi [W/m2.K]
Re
: Reynolds Number
Pr
: Bilangan Prandtl
kf
: Konduktivitas Thermal Fluida [W/m.K]
D
: Diameter saluran [m]
Bilangan Prandtl
Bilangan Prandtl adalah merupakan rasio kinematik viskositas [v]
fluida dengan defusivitas panas [α], dimana bilangan Prandtl ini
merupakan properties thermodinamika dari fluda. Untuk beberapa jenis
fluida bilangan Prandtlnya sudah disediakan dalam sebuah tabel,
sedangkan untuk menghitung bilangan Prandtl tersebut digunakan
persamaan sebagai berikut:
Pr =
𝑣
∝
=
𝜇 𝐶𝑝
𝑘f
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.12)
25
Dimana :
2.3.7
Pr
: Bilangan Prandl
v
: Viskositas kinematik fluida [m2/s]
α
: Thermal Diffusivity [m2/s]
Cp
: Panas Jenis material [J/kg.K]
µ
: Viskositas dinamik fluida [kg/m.s]
kf
: Konduktivitas panas fluida [W/m.K]
Kecepatan Aliran (Vs)
Kecepatan aliran adalah waktu yang dibutuhkan suatu partikel
atau fluida untuk bergerak sepanjang jarak yang telah ditentukan. Untuk
menentukan nilai dari kecepatan aliran fluida maka digunakan persamaan
sebagai berikut :
Vs
=
𝑄
𝐴
Dimana :
Vs
: Kecepatan aliran [m/s]
Q
: Debit pompa [m3/s]
A
: Luas penampang pipa aliran [m2]
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.13)
26
2.3.8
Perpindahan Panas Radiasi
Merupakan
proses
terjadinya
perpindahan
panas
tanpa
menggunakan zat perantara. Perpindahan panas secara radiasi tidak
membutuhkan zat perantara contohnya sinar matahari menyinari bumi,
panas api kompor untuk memasak air. Untuk menentukan laju perpindahan
panas Radiasi maka digunakan persamaan sebagai berikut : (Chandrasa
Soekardi)
Qradiasi = σ .A .T4
(2.14)
Dimana :
Qradiasi
: Laju Perpindahan Panas Radiasi [Watt]
σ
: Konsptanta Boltzmann [5,669 . 10-8) W/m2K4]
T
: Temperatur absolute permukaan benda [oK]
A
: Luas Permukaan [m2]
2.3.9 Energi panas pada material (Ẇ)
Dalam kategori ini yang dimaksut dengan Energi panas pada
material adalah besarnya panas [Ẇ] yang dibawa oleh sebuah material
atau sebuah fluida yang mengalir. Untuk menentukan besarnya laju aliran
massa pada sebuah material maka menggunakan persamaan : (Chandrasa
Soekardi)
Ẇ
= m. Cp . (T1-T2)
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.15)
27
Dimana :
Ẇ
: Energi panas yang dibawa oleh material [Watt]
m
: Laju aliran massa [kg/s]
Cp
: Panas jenis material [J/kg.K]
T1
: Temperatur rata-rata material masuk dalam sistem [oK]
T2
: Temperatur rata-rata material keluar dari sistem [oK]
2.3.10 Massa Bahan (ṁ)
Laju aliran massa ini adalah massa suatu bahan yang mengalir
per`satuan waktu. Dalam hal ini pehitungan massa plastik yang melaju
selama mesin berkerja massa plastik bisa dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
ṁ
=
𝜌 .𝑉
𝑠
Dimana
:
ṁ
: Massa Aliran massa [kg/s]
ρ
: Densiti bahan [kg/m3]
V
: Volume Bahan [m3]
S
: Waktu Proses [Detik]
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(2.16)
28
2.4 Jenis Plastik
Dalam proses pengerjaan Thermoforming bahan baku yang
digunakan adalah lembaran-lembaran plastik yang nantinya dipanaskan
dan dicetak di dalam cetakan molding dengan cara di tiup atau dengan cara
divacuum. Adapun bahan bahan plastik yang sering digunakan dalam
proses ini adalah sebagai berikut :
2.4.1
PET (PolyEtylene Terephthalate)
Menurut Septera (2013) “PET bersifat jernih, kuat, tahan bahan
kimia dan panas, serta mempunyai sifat elektrikal baik yang Jika.
Pemakaiannya dilakukan secara berulang, terutama menampung air panas,
lapisan polimer botol meleleh mengeluarkan zat karsinogenik dan dapat
menyebabkan Kanker”. PET digunakan sebagi pembungkus minuman
berkarbonasi (soda), botol juice buah, peralatan tidur dan fiber tekstil. PET
memiliki sifat tidak tahan panas, keras, tembus cahaya (transparan),
memiliki titik leleh 85 [ºC].
2.4.2
PP (PolyPropylene)
Krisnadwi (2013) mengungkapkan “Polypropylene merupakan
plastik polymer yang mudah dibentuk ketika panas. PP sendiri memiliki
sifat yang tahan terhadap bahan kimia atau Chemical Resistance namun
ketahanan pukul atau Impact Strengh rendah, transparan dan memiliki titik
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
leleh 165 [°C]. PP banyak digunakan pada kantong plastik, film, mainan,
ember dan komponen-komponen otomotif.
2.4.3
PE (PolyEtylene)
PE memiliki sifat-sifat diantaranya adalah permukaannya licin,
tidak tahan panas, fleksibel, transparan/tidak dan memiliki titik leleh
sebesar 115 [°C]. Maka dari itulah PE banyak digunakan sebagai kantong
plastik, botol plastik, cetakan, film dan pada dunia modern digunakan
untuk pembungkus kabel.
2.4.4
PVC (PolyVinyl Cloride)
Menurut Krisnadwi (2013) “PVC adalah Polyvinyl Chloride. PVC
ini merupakan resin yang liat dan keras yang tidak terpengaruh oleh zat
kimia lain.” Sifat dari PVC ini sendiri adalah keras, kaku, dapat bersatu
dengan pelarut, memiliki titik leleh 70-140 [°C]. Kegunaan dalam
kehidupan adalah sebagai pipa plastik (paralon), peralatan kelistrikan,
dashboard mobil, atap bangunan, kemasan makanan atau obat dan lainlain.
2.4.5
PVDC (Polyvinylidene chloride)
Jenis plastik ini sebenarnya hampir sama dengan jenis PVC tetapi
untuk jenis ini permukaan plastik ditambahkan bahan coating untuk
ketahanan karakter plastik ketika berada ditemperatur 5-60 [oC]. jenis
plastik ini banyak digunakan untuk kemasan kemasan bahan yang dituntut
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
karakteristiknya selalu sama pada kondisi-kondisi tertentu. Jenis plastic ini
untuk permukaan PVDC ketika di cetak harus memerlukan pendinginan
extra dingin karena dalam PVDC terdapat lapisan Teflon yang
menghambat laju aliran panas ketika ketika proses pelepasan panas
(Manuel Romaco, 2015)
2.5 Mesin Noack N921
Adalah suatu mesin Blistering (Pembungkus kemasan obat) yang
menetapkan standar efisiensi, fleksibilitas pemakaian, dan teknologi dalam
pengemasan tablet obat. Mesin ini mampu menghasilkan output prosuksi
hinga kecepatan maksimal yaitu 500 [Pcs/menit]. Mesin ini bisa
menghasilkan output besar karena menggunakan rasio putaran untuk
menggerakkan fungsi dari mekanik mesin tersebut dan memaksimalkan
system-sistem yang dipakai untuk mendukung kelancaran proses jalannya
mesin seperti, memaksimalkan pendinginan Forming Unit, pemakaian
Feeding Product secara ganda, penggunaan teknologi penggerak motor
servo otomatis, dan penggunaan cetakan ganda pada setiap cycle.
Adapun kekurangan pada mesin Noack N921 ini adalah mesin ini
biasanya digunakan pada di daerah-daerah Eropa yang mempunyai cuaca
cenderung lebih dingin, dan dirancang hanya untuk pembuatan kemasan
bahan plastik jenis-jenis tertentu seperti jenis PVC dan jenis Alu-Alu
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
sehingga pada desain pendinginan Forming Unit sering diabaikan karena
jenis plastik tersebut hanya membutuhkan pendinginan sekitar 25-40 [oC].
Gambar 2.5 Unit Mesin Noack N921
Universitas Mercu Buana
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download