Ekonomi Islam : Ekonomi Berbasis Moral! Oleh: Muhammad Muhibbuddin, S.Ag.,SH., M.S.I A. Pendahuluan Globalisasi ekonomi sebagai anak sah ekonomi kapitalis diyakini tidak mampu memberikan kemakmuran bagi semua orang. Kenyataan ini lahir karena visi dasar dari ekonomi kapitalis bukanlah kesejahteraan bersama melainkan penguasaan ekonomi oleh para pemilik modal sehingga yang terjadi adalah yang kaya tambah kaya dan yang miskin tambah miskin. Fenomena kemiskinan yang terjadi di mana-mana tidak dapat dilepaskan dari dampak ekonomi global yang bertumpu pada kelas pemodal yang memarginalkan kelas pekerja (buruh). Telah terjadi demonstrasi dan penentangan terhadap ikon-ikon ekonomi kapitalis tidak hannya di negara-negara berkembang tetapi juga di negara-negara asal munculnya ekonomi kapitalis. Ekonomi kapitalis dengan segala atribut dan turunan sistemnya dipandang tidak mampu memberikan harapan bagi kemakmuran semua orang. Berangkat dari kegagalan ekonomi kapitalis dalam memberikan kemakmuran bagi semua orang adalah relevan untuk kemudian mengkaji sistem ekonomi Islam, dan untuk mengelaborasi sistem ekonomi Islam, dalam tulisan ini akan dipaparkan sistem dan prinsip dasar ekonomi Islam sebagai sistem ekonomi yang berbasis moral dan sebagai kontribusi untuk kajian ekonomi Islam yang sedang berkembang di Indonesia saat ini. B. Sistem Dan Prinsip Dasar Ekonomi Islam Umar Chapra mencatat ada empat sistem ekonomi yang berkembang di dunia saat ini yaitu kapitalisme, sosialisme, negara kesejahteraan, dan ekonomi Islam. Sistem ekonomi kapitalis memiliki lima ciri menonjol yaitu: 1.) Menganggap hal yang esensial bagi kesejahteraan manusia adalah ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta pemenuhan want (keinginan) menurut preferensi individual. 2). Kebebasan individu dan kepemilikan atau pengelolaan kekayaan pribadi merupakan hal yang sangat penting bagi inisiatif individu. Setiap individu memiliki kebebasan dalam mengelola hartanya tanpa hambatan. 3). Syarat utama dalam mewujudkan efisiensi optimum alokasi sumber daya adalah inisiatif individual dan pengambilan keputusan yang terdesentralisasi dalam pasar yang kompetitif. Kapitalisme mengakui kebebasan ekonomi dan persaingan bebas. 4). Tidak mengakui pentingnya pemerintah atau peran penilaian kolektif. 5) Pelayanan kepentingan diri pribadi oleh setiap individu secara otomatis melayani kepentingan sosial secara umum.1 Kelemahan sistem ekonomi kapitalis yang menonjol adalah bahwa dengan adanya persaingan bebas yang tak terbatas menyebabkan banyak keburukan dalam masyarakat seperti pengumpulan kekayaan secara berlebihan oleh beberapa individu menimbulkan distribusi kekayaan tidak seimbang dalam masyarakat dan dapat menyebabkan rusaknya sistem perekonomian. Persaingan bebas juga mengakibatkan munculnya sikap individualisme, mengorbankan kepentingan umum dan meniadakan semangat persaudaraan, kerjasama dan saling membantu. Sistem ekonomi sosialis memiliki tiga ciri utama yaitu: 1). Hak individu untuk memiliki harta atau memanfaatkan produksi tidak diperbolehkan. Seluruh bentuk produksi dan sumber pendapatan menjadi milik negara atau masyarakat keseluruhan. Dengan demikian individu secara pribadi tidak mempunyai hak kepemilikan. 2). Setiap individu disediakan kebutuhan hidup menurut keperluan masing-masing. Dengan kata 1 Umar Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hlm. 18., Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soeroyo dan Nastangin (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), I: 2. 2 lain hak-hak individu dalam suatu bidang ekonomi ditentukan oleh prinsip kesamaan. 3). Kebebasan ekonomi dan hak pemilikan harta dihapuskan sama sekali. Semua aturan produksi dan distribusi diambil alih oleh Negara yang dikuasai oleh peraturan kaum buruh. 2 Kelemahan paling menonjol dari ekonomi sosialis adalah bahwa adanya usaha untuk mengubah ketidaksamaan kekayaan dengan menghapuskan hak kebebasan individu dan hak terhadap pemilikan menyebabkan hilangnya semangat untuk bekerja, menurunnya efisiensi kerja buruh, dan hilangya kebebasan individu dalam berfikir dan bertindak.3 Negara kesejahteraan memiliki tujuan untuk menghapuskan ekses-ekses kapitalisme dan mengurangi daya tarik sosialisme. Ciri menonjol dari sistem ini adalah kesejahteraan individu merupakan sasaran yang teramat penting yang realisasinya diserahkan kepada operasi kekuatan-kekuatan pasar, pengakuan akan pentingya kesempatan kerja dan dan pemerataan distribusi pendapatan dan kekayaan. Pada kenyataannya negara kesejahteraan telah gagal menciptakan alokasi sumber-sumber daya yang efisien dan adil, kemiskinan terus berlangsung bahkan kebutuhan pokok si miskin belum dapat terpenuhi.4 Kegagalan tiga sistem ekonomi di atas dalam mewujudkan kesejahteraan yang luas bagi masyarakat nampaknya terkoreksi dengan adanya sistem ekonomi Islam. Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem ekonomi 2 Afzalur Rahman, Doktrin…, hlm. 6. 3 Ibid., hlm. 7-8. 4 Umar Chapra, Islam…, hlm. 113-114 dan 131-132 3 kapitalis, sosialis, dan negara kesejahteraan. Sistem ekonomi Islam bukan sistem ekonomi kapitalis, bukan sistem ekonomi sosialis dan juga buka sistem ekonomi negara kesejahteraan.5 Sistem ekonomi Islam memiliki ciri khas yang membedakannya dari ketiga sistem ekonomi tersebut. Sistem ekonomi Islam dan produk-produk perekonomian turunannya memberikan kontribusi yang signifikan bagi perkembangan ekonomi dunia. Meskipun ekonomi Islam mempunyai akar sejarah pada pemikiran Islam awal/klasik namun pemikiran dan ilmu ekonomi Islam tergolong relatif baru (atau dalam bahasa Ibnu Kholdun minal ‘ulum al-haditsah fi al-Islam).6 Para pemikir dan pelaku ekonomi Islam hingga saat ini terus mengembangkan teori-teori dan praktek ekonomi Islam yang digali dari sumbersumber ajaran Islam dengan mempertimbangan konteks dan realitas di lapangan. 7 Baik di Barat maupun di Timur telah berdiri pusat kajian ekonomi Islam, lembaga-lembaga pendidikanpun berlomba-lomba menawarkan ilmu ekonomi Islam dengan membuka fakultas dan jurusan ekonomi Islam atau setidaknya memperkenalkan mata kuliah ekonomi atau perbankan Islam sebagai bagian kurikulum fakultas atau jurusan ekonomi8 mulai dari tingkat Strata Satu, Magister maupun Doktor. Dalam sistem ekonomi Islam, ada sembilan prinsip dasar sistem ekonomi Islam yaitu: 1). Kebebasan individu 2). Hak terhadap harta 3). Perbedaan ekonomi dalam batas 5 Untuk mengetahui perbandingan berbagai sistem ekonomi baca dalam Richard L. Carson, Comparative Economic System (New York: M. E. Sharpe, Inc, 1990). 6 Muhammad Syafi'i Antonio, "Membangun Ekonomi Islam di Indonesia sebagai Post Capitalist Economy ", Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXI No. 245, April 2006, hlm. 25. 7 Lebih lanjut baca dalam Muhammad Nejatullah Siddiqi, “Muslim Economic Thinking: A Survey of Contemporary Literature” dalam Khursid Ahmad (Ed.), Studies In Islamic Economics (Leicester: The Islamic Foundation, 1980), hlm. 191-315. 8 Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Jakarta: Khairul Bayan, 2004), hlm. 244. 4 kewajaran 4). Kesamaan sosial 4). Jaminan sosial 5). Distribusi kekayaan secara meluas 6). Larangan menumpuk harta kekayaan 7). Larangan terhadap organisasi anti sosial 8). Kesejahteraan individu dan masyarakat.9 Dalam pelaksanaan ekonomi Islam prinsip-prinsip yang dijadikan dasar adalah pertama, prinsip tidak diperbolehkan memakan harta orang lain secara batil. Surat alBaqarah ayat 188 menyatakan: “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan batil, dan (janganlah) kamu membawa urusan itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (cara berbuat) dosa, padahal kamu menhgetahui.” Kedua, prinsip saling ridha/rela ( )تراضyaitu menghindari adanya pemaksaan yang dapat menghilangkan hak pilih seseorang dalam praktek bisnis/muamlah. Dalam surat an-Nisa’ ayat 29 disebutkan: 9 Afzalur Rahman, Doktrin…, hlm. 8-10. 5 “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” Ketiga, prinsip tidak mengandung praktek eksploitasi dan saling merugikan yang membuat orang lain teraniaya. Sebagaimana disebutkan dalam surat al-Baqarah ayat 279: “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” Dalam sebuah hadis disebutkan; ال ضرر وال ضرار “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain” Keempat, prinsip tidak mengandung unsur riba. Riba secara bahasa berarti azziyadah (tambahan). Sedangkan dalam istilah fiqh ialah tambahan atas modal baik penambahan itu sedikit ataupun banyak. Dalam al-Qur’an secara kronologis pengharaman riba dapat dijelaskan sebagai berikut: pertama, pada periode Makkah turun firman Allah Surat ar-Rum ayat 39: 6 “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan supaya dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan pahalanya. Kedua, pada periode Madinah turun surat Ali Imran ayat 130: “ Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memekan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu dikasihi” Dan yang terakhir diharamkannya riba secara konkrit dalam berbagai bentuknya dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 275-278. Secara tegas disebutkan dalam surat alBaqarah ayat 275 bahwa Allah meghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. 7 275. ”Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” 276. ”Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai Setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” 277. ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” 8 278. ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.” Ayat-ayat dalam surat al-Baqarah tersebut merupakan ayat terakhir yang berkaitan dengan masalah riba yang mengandung penolakan terhadap anggapan bahwa riba tidak haram kecuali jika berlipat ganda, oleh karena Allah tidak membolehkannya kecuali mengembalikan modal pokok tanpa ada penambahan. Kelima, prinsip tidak melakukan penipuan, sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW: قال النبي صلي هللا عليه وسلم اذا بايعت فقل ال خالبة “Jika kamu melakukan transaksi jual beli maka katakanlah jangan kamu melakukan penipuan” Secara tegas hadis di atas menjelaskan tidak boleh ada unsur tipu menipu dalam praktek jual beli (adapun bentuk-bentuk muamalah lain dapat disamakan dengannya).10 Marthon menyebutkan ada empat hal yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, yaitu: pertama, dialektika nilai-nilai spiritualisme dan materialisme, kedua, kebebasan berekonomi, ketiga, dualisme kepemilikan, dan keempat, menjaga kemaslahatan individu dan bersama.11 C. PENUTUP Ekonomi Islam dibangun atas dasar prinsip-prinsip moral yang digali dari ajaran al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Prinsip-prinsip ekonomi Islam pada garis 10 Abd. Salam Arief, “Bisnis Kontemporer Dalam Perspektif Ushul Fiqh” dalam Riyanta, dkk, Neo Ushul Fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual (Yoagyakarta: Fakultas Syariah Press, 2004), hlm. 232-234 11 Mustafa Edwin Nasution, et. al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 30-31 9 besarnya adalah 1). Kebebasan individu 2). Hak terhadap harta 3). Perbedaan ekonomi dalam batas kewajaran 4). Kesamaan sosial 4). Jaminan sosial 5). Distribusi kekayaan secara meluas 6). Larangan menumpuk harta kekayaan 7). Larangan terhadap organisasi anti sosial 8). Kesejahteraan individu dan masyarakat 9). Tidak diperbolehkan memakan harta orang lain secara batil 10). Saling ridha/rela ( )تراض11). Tidak mengandung praktek eksploitasi dan saling merugikan yang membuat orang lain teraniaya 12). Tidak mengandung unsur riba 13). Tidak melakukan penipuan. Wallahua’lam bis Showab. NATUNA, 2011 Moh. Muhibuddin, S.Ag.,SH., MSI Hakim Pada Pengadilan Agama Natuna DAFTAR PUSTAKA Ahmad, Khursid (Ed.), Studies In Islamic Economics, Leicester: The Islamic Foundation, 1980. Akh. Minhaji, “Reorientasi Kajian Ushul Fiqh, dalam al-Jami’ah, No. 63/VI/1999. Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta; Gema Insani Press, 2005. -----------, "Membangun Ekonomi Islam di Indonesia sebagai Post Capitalist Economy", Varia Peradilan Majalah Hukum Tahun Ke XXI No. 245, April 2006. -----------, "Bisnis dan Perbankan dalam Perspektif Hukum Islam", Jurnal Al-Mawarid Edisi VII, Februari 1999. Carson, Richard L., Comparative Economic System, New York: M. E. Sharpe, Inc, 1990. Chapra, M. Umer, Islam dan Tantangan Ekonomi, terj. Ikhwan Abidin Basri, Jakarta: Gema Insani Press, 2000. 10 Dewi, Gemala, et. al., Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005. Irfan Ul Haq, Economic Doctrines of Islam, Herndon: The International Institute of Islamic Thought, 1996. Karim, Adiwarman A., Islamic Banking: Fiqh And Financial Analysis, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005. Ka’bah, Rifyal, Penegakan Syariat Islam di Indonesia, Jakarta: Khairul Bayan, 2004. Kamal, Mustafa (Ed.), Wawasan Ekonomi Islam: sebuah bunga rampai, Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI, 1997. Muhammad (Ed.), Bank Syari'ah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta: Ekonisia, 2004. Nasution, Mustafa Edwin, et. al., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana, 2006. Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, terj. Soeroyo dan Nastangin, Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995. Riyanta, dkk, Neo Ushul Fiqh: Menuju Ijtihad Kontekstual, Yogyakarta: Fakultas Syariah Press, 2004. Somantri, Nana M., “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Bank Syariah”, Suara Uldilag Vol. 3 No. IX, September 2006. Wirdyaningsih, et. al., Bank Dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2005. 11