JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Tes Surja untuk Mendeteksi Kerusakan Belitan pada Motor Induksi Tiga Fasa Tegangan Rendah Pradika Sakti(1), Dimas Anton Asfani(2), dan I Made Yulistya Negara(3) Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected](1), [email protected](2), [email protected](3) Abstrak— Kegagalan belitan atau turn fault pada motor induksi akibat kerusakan isolasi belitan stator merupakan kegagalan yang biasa terjadi. Menurut beberapa penelitian, kerusakan mesin listrik akibat hubung singkat pada stator mempunyai presentase yang cukup besar, mendapatkan peringkat kedua penyebab kerusakan motor listrik setelah kegagalan bearing. Pada kasus ini, motor induksi yang mengalami kegagalan belitan dengan nilai kecil mempunyai nilai arus yang sama seperti keadaan normal. Sehingga tidak dapat diidentifikasi bahwa motor tersebut mengalami kegagalan belitan, namun kegagalan tersebut mampu diidentifikasi dengan baik menggunakan tes surja. Pada umumnya, peralatan untuk melakukan tes surja sudah dalam bentuk modul pabrikan. Sehingga pada penelitian ini, tes surja dilakukan dengan menggunakan beberapa handmade circuit yang lebih ekonomis untuk mendeteksi terjadinya kegagalan belitan. Kata Kunci—Motor induksi, turn fault, stator, kegagalan belitan, tes surja, impuls. I. PENDAHULUAN M ESIN-MESIN listrik merupakan komponen penting bagi kelangsungan dunia industri. Banyak orang mengasumsikan, 65-70% energi listrik pada sebuah industri digunakan untuk konsumsi mesin-mesin listrik [1]. Di beberapa industri, kerusakan mesin listrik yang terjadi dapat mengakibatkan penghentian seluruh kinerja produksi pabrik, sehingga mengganggu proses produksi. Oleh karena itu, penghentian proses secara tidak terjadwal pada industri yang disebabkan oleh kerusakan mesin listrik dapat mengakibatkan kerugian finansial yang cukup besar [2]. Sebagian kerusakan pada mesin listrik rata-rata disebabkan oleh kegagalan bearing dan kegagalan isolasi stator [3]. Menurut catatan, kerusakan mesin listrik akibat hubung singkat pada stator mempunyai presentase yang cukup besar, mendapatkan peringkat kedua penyebab kerusakan motor listrik setelah kegagalan bearing [3], [4]. Sekitar 80% dari kegagalan stator pada mesin listrik disebabkan oleh lemahnya isolasi antar belitan [5]. Salah satu kerusakan yang umum terjadi pada belitan motor induksi adalah kegagalan isolasi stator yang disebabkan oleh kegagalan antar belitan (turn-turn fault). Hal ini terjadi ketika isolasi antara dua belitan dalam kumparan yang sama, biasanya juga dalam slot yang sama, rusak sehingga mengurangi kemampuan kumparan untuk menghasilkan medan magnet yang seimbang. Ketidakseimbangan medan magnet yang terjadi dapat menghasilkan getaran, yang kemudian dapat menyebabkan degradasi isolasi serta kegagalan bantalan (bearing failures). [6] Turn fault yang terjadi pada belitan stator ternyata menyerap energi, dan energi tersebut berubah menjadi panas. Sehingga dapat menyebabkan pemanasan lokal pada belitan yang mengalami turn fault [7]. Jika dilakukan operasi dalam waktu yang panjang, pemanasan lokal ini dapat merusak isolasi belitan yang berada ada di sekitar belitan yang mengalami turn fault. Sehingga dapat mengakibatkan kegagalan belitan atau turn fault yang lebih besar maupun kegagalan belitan antar fasa (phase-phase fault) [6]. Kerusakan tersebut semua bisa diawali hanya dari kegagalan belitan dengan nilai yang kecil dan mempunyai kemungkinan yang dapat mengakibatkan kerusakan motor yang lebih besar bahkan memungkinkan motor untuk terbakar. Untuk hubung singkat antar belitan, dapat dideteksi dengan melakukan tes surja pada motor induksi [8]. Peralatan untuk melakukan tes surja biasanya sudah dalam bentuk modul pabrikan, tetapi kali ini untuk melakukan tes surja pada motor induksi digunakan handmade circuit yang lebih simpel dan lebih ekonomis. Tes surja biasanya dilakukan secara offline. Dengan melakukan tes surja, tidak hanya hubung singkat antar belitan yang mampu dideteksi, penurunan rating isolasi sebelum terjadi kerusakan juga dapat dideteksi dengan baik. II. TES SURJA Tes surja merupakan pengujian yang digunakan untuk mengetahui kondisi isolasi antar belitan. Tes surja tidak hanya mampu mendeteksi hubung singkat antar belitan, pengetesan tersebut juga mampu mendeteksi penurunan rating isolasi sebelum terjadi kerusakan [9]. Biasanya, tes surja pada mesin listrik dilakukan dalam kondisi offline atau tidak ada sumber listrik yang mensuplai mesin listik tersebut. Pada prinsipnya, tes surja dilakukan dengan mengalirkan pulsa short current, yang memiliki rise time tertentu, ke belitan stator motor induksi tegangan rendah. Pada dasarnya, untuk melakukan tes surja membutuhkan beberapa rangkaian. Yang pertama, dibutuhkan pembangkit tegangan tinggi DC, kemudian dibutuhkan charging circuit untuk pengisian kapasitor surja. Dan yang terakhir dibutuhkan rangkaian switch capacitor untuk melakukan penyaklaran dalam pengisian dan pelepasan muatan pada kapasitor surja. Dari rangkaian-rangkaian tersebut kita mampu menghasilkan surge generator atau bisa juga disebut dengan generator impuls. Skematik konfigurasi rangkaian pengetesan surja pada motor induksi tegangan rendah dapat dilihat pada Gambar 1. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 2 (EAR) untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antar tiap variasi yang dilakukan. Gelombang surja dari belitan yang diuji dibandingkan dengan gelombang surja referensi untuk mengetahui perbedaannya. Persamaan Error Area Ratio (EAR) yang digunakan sebagai berikut [9] : E R Gambar 1. Skematik konfigurasi rangkaian tes surja pada motor induksi tiga fasa. Pada Gambar 1, R dan L merupakan resistansi dan induktansi pada motor induksi, sedangkan C merupakan kapasitor surja, dan S merupakan saklar. Ketika dilakukan pengetesan, pertama-tama saklar S1 akan menutup sehingga kapasitor surja dimuati oleh tegangan tinggi. Setelah muatan pada kapasitor surja sudah mencapai nilai tegangan yang diinginkan, maka secara bersamaan saklar S1 akan terbuka dan saklar S2 akan menutup. Hal ini mengakibatkan terjadinya perpindahan muatan dari kapasitor menuju belitan stator motor induksi tiga fasa. Hal ini disebut peluahan kapasitor menuju impedansi motor. Jika tegangan tersebut melebihi batasan tegangan maksimum dari isolasi, dapat muncul busur api dan menyebabkan perubahan nilai induktansi pada belitan dalam waktu yang singkat. Proses ini dapat dideteksi dengan mengamati respon impuls motor, yang disebut juga gelombang surja [2]. Dari rangkaian ekivalen antara kapasitor surja dan motor induksi membentuk rangkaian RLC seri. Sehingga jika terjadi short circuit antar belitan karena penurunan level isolasi, perubahan yang terjadi pada frekuensi dan magnitud dari respon impuls dapat diamati. Dari rangkaian RLC seri tersebut, frekuensi resonansinya dapat diketahui dengan menggunakan persamaan berikut [10] : √( ) dimana f menunjukkan frekuensi resonansi, C menunjukkan nilai kapasitansi kapasitor surja, L menunjukkan induktansi motor, dan R resistansi total pada rangkaian tes surja. Jika terjadi kerusakan belitan, maka nilai induktansi dan resistansi akan menjadi lebih kecil. Sehingga dari (1), dapat diketahui bahwa nilai frekuensi resonansi akan semakin besar dikarenakan nilai induktansi pada belitan motor induksi yang menjadi lebih kecil. ∑ | ∑ | | | dimana, menunjukkan poin ke-i pada gelombang surja referensi, menunjukkan poin ke-i pada gelombang surja pengujian, dan N menujukkan poin data yang dibandingkan. Dengan menggunakan analisa EAR, dapat ditentukan kelayakan kerja dari belitan stator motor listrik. IV. TES SURJA UNTUK MENDETEKSI KERUSAKAN BELITAN Pada pengetesan surja yang sudah dilakukan terdapat beberapa komponen penting yang dbutuhkan, yaitu autotransformer, rangkaian voltage multiplier (CockcroftWalton Multiplier), rangkaian switch capacitor, NI PXIe1073, NI PXIe-5122, motor induksi dengan external tabs untuk turn fault, dan LabVIEW. Pengetesan surja pada motor induksi dilakukan dengan mengkombinasikan komponenkomponen di atas seperti diagram blok pada Gambar 2. Tes surja pada motor pada motor induksi tiga fasa dilakukan dalam keadaan offline atau dalam keadaan motor induksi tidak beroperasi. Susunan komponen-komponen tes surja pada motor induksi tegangan rendah dapat dilihat pada Gambar 3. Autotransformer akan memberikan suplai tegangan, kemudian tegangan tersebut dikonversi dan dinaikkan oleh rangkaian voltage multiplier. Sehingga tegangan keluaran dari rangkaian voltage multiplier menjadi tegangan tinggi DC yang mempunyai nilai sebesar [11], [12] : Vout = 2 × N × Vinput-peak dimana, Vinput-peak merupakan nilai tegangan puncak input dan N menunjukkan jumlah stage pada rangkaian Voltage Multiplier. Pada perancangan tes digunakan rangkaian CockcroftWalton Multiplier dengan 2 tingkat atau 2 stage, sehingga dibutuhkan empat buah diode dan empat buah kapasitor. III. ERROR AREA RATIO Error Area Ratio (EAR) merupakan sebuah metode analisa gelombang yang sangat sensitif terhadap perbedaan dalam dua gelombang, sehingga metode ini digunakan untuk mendeteksi perbedaan antara dua gelombang yang sulit dibedakan dengan kasat mata [8]. Pada gelombang surja yang sudah didapat, dilakukan analisa gelombang dengan metode Error Area Ratio (3) Gambar 2. Diagram blok dari sistem tes surja pada motor induksi JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 3 telah diakuisisi. Gambar 4 menunjukkan tampilan software LabVIEW yang digunakan untuk akuisisi data. V. PENGUJIAN DAN ANALISA DATA Gambar 3. Susunan komponen tes surja pada motor induksi tiga fasa. A. Pengujian Turn Fault pada Motor Induksi Tiga Fasa Dilakukan pengujian dengan variasi turn fault untuk mengetahui arus yang timbul ketika motor induksi tiga fasa beroperasi tanpa beban dan mengalami turn fault pada salah satu belitan fasanya. Variasi turn fault dilakukan dari turn fault 1 belitan hingga 25 belitan. Nilai arus hasil pengujian variasi turn fault pada motor induksi dapat dilihat pada Gambar 5. Dari hasil pengujian turn fault yang sudah dilakukan, dapat dilihat pada Gambar 5(a). Jika pada motor induksi tiga fasa terjadi turn fault hingga 5 belitan, maka arus pada fasa yang mengalami turn fault mempunyai nilai yang sama seperti arus Gambar 4. Tampilan LabVIEW untuk tes surja pada motor induksi tiga fasa. Sehingga rangkaian tersebut mempunyai tegangan output, dengan asumsi setiap komponen bekerja dengan kondisi yang ideal, adalah empat kali tegangan input puncak. Dengan menggunakan spesifikasi motor yang ditunjukkan pada Table 1, belitan fasa R dirusak beberapa isolasi belitannya dan dihubungkan ke beberapa external tabs untuk memudahkan dalam pengujian turn fault. Untuk melakukan tes surja, digunakan kapasitor surja sebesar 10 nF dan resistor sebesar 20 Ω. Resistor tersebut digunakan untuk mengurangi arus surja yang masuk ke motor dan meredam resonansi yang terjadi. NI PXIe-1073 dan NI PXIe-5122 digunakan sebagai modul pengakuisisi gelombang impuls respon dari tes surja pada motor induksi tiga fasa tegangan rendah. Modul ini terintegrasi dengan LabVIEW untuk melakukan pembacaan gelombang impuls respon motor. Channel ADC pada NI PXIe-5122 terhubung dengan rangkaian voltage sensor melalui probe tegangan untuk membaca nilai tegangan. Gelombang surja yang muncul, dibaca oleh modul ini dan kemudian diakuisisi. Sedangkan LabVIEW berfungsi untuk menampilkan dan mengkonversi data gelombang surja yang Tabel 1. Spesifikasi motor induksi tiga fasa Prated 2 HP Poles 4 Vrated 220/380 V Irated 5,94/3,44 A Nrated 1380 rpm Rm 8,39 Ω Lm 46,27 mH Number of turn per 366 phase (a) (b) (c) Gambar 5. Arus fasa R pada motor induksi tiga fasa dengan variasi turn fault (a) 1-5 belitan (b) 10 belitan (c) 25 belitan. JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 4 motor induksi normal. Sedangkan untuk turn fault 10 belitan, motor tersebut mulai mengalami kenaikan arus. Semakin banyak belitan yang mengalami kegagalan, maka arus motor induksi pada fasa yang mengalami turn fault akan semakin besar. Hal ini terlihat dari Gambar 5 (b) dan Gambar 5 (c), pada gambar tersebut terlihat bahwa motor induksi ketika mengalami turn fault 25 mempunyai nilai arus yang lebih besar dari variasi turn fault sebelumnya. Dari pengujian yang sudah dilakukan, dapat dilihat jika kerusakan belitan pada motor induksi tiga fasa tidak dapat diidentifikasi dengan efektif hanya dengan memonitor arus kerja pada motor tersebut. Hal ini disebabkan, karena tidak semua motor induksi tiga fasa mengalami kenaikan arus ketika terjadi turn fault dengan nilai yang kecil. B. Tes Surja pada Motor Induksi Tiga Fasa Tes surja pada motor induksi tiga fasa dilakukan dengan mengalirkan tegangan impuls pada belitan motor tersebut, pengetesan dilakukan ketika motor dalam keadaan offline atau tidak beroperasi. Variasi turn fault juga dilakukan untuk mendeteksi perbedaan yang terjadi pada gelombang surja yang didapat. Dari hasil pengujian tersebut, gelombang surja pada motor induksi dengan kondisi belitan normal dijadikan sebagai gelombang surja referensi. Berdasarkan aturan praktis dari Baker Instrument Company, pengujian impuls dilakukan dengan tegangan maksimal sebesar [13] : max (a) e Berdasarkan (4), maka motor induksi tiga fasa yang digunakan mempunyai batas maksimal tegangan impuls yang masuk ke stator sebesar 1760 V untuk tetap menjaga isolasi belitan. Setelah penentuan batas tegangan maksimal pengujian, peralatan disusun untuk melakukan tes surja. Untuk pengetesan digunakan tegangan pengujian sebesar 390 V sedangkan untuk gelombang surja referensi diambil tegangan pengujian sebesar 420 V. Belitan fasa R pada motor induksi tiga fasa dikondisikan mengalami turn fault 1 belitan sampai 25 belitan melalui external tabs. Variasi turn fault tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan yang terjadi ketika terjadi turn fault, sehingga dapat dilakukan identifikasi terhadap setiap variasi turn fault pada belitan stator motor induksi tiga fasa. Ketika dilakukan tes surja maka akan timbul resonansi RLC seri, akibat hubungan seri yang terjadi antara kapasitor surja dengan impedansi belitan motor induksi. Gambar 6 menunjukkan hasil tes surja pada motor induksi dengan kondisi belitan normal, turn fault 1 belitan hingga turn fault 25 belitan. Dari hasil tersebut, dapat dilihat jika tes surja mampu mengidentifikasi kondisi kesehatan belitan motor induksi walau terjadi turn fault dengan nilai yang kecil. Hal ini terlihat dari perbedaan yang terjadi pada hasil gelombang surja yang didapat. Ketika motor induksi tiga fasa dalam keadaan normal, walaupun dilakukan tes surja dengan nilai tegangan impuls yang berbeda akan menghasilkan gelombang surja dengan nilai frekuensi resonansi yang sama. Hanya mengalami (b) Gambar 6. Hasil tes surja pada motor induksi tiga fasa (a) kondisi belitan normal, turn fault 1 belitan, turn fault 2 belitan, dan turn fault 3 belitan. (b) kondisi belitan turn fault 5 belitan, turn fault 10 belitan, dan turn fault 25 belitan. perbedaan pada nilai amplitudo gelombang surja. Untuk motor induksi tiga fasa yang mengalami turn fault, ketika terjadi turn fault pada belitan stator, maka nilai impedansi pada belitan motor akan berkurang. Dan jika dilihat dari hasil yang sudah didapat, semakin banyak belitan yang mengalami turn fault, maka gelombang surja yang didapat mempunyai nilai frekuensi resonansi yang semakin besar Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai induktansi belitan motor berbanding terbalik dengan besar nilai frekuensi gelombang surja yang terjadi. Hal ini sesuai dengan (1). Sedangkan berkurangnya nilai resistansi pada belitan mempengaruhi nilai damping factor atau faktor redaman pada gelombang surj. Semakin kecil nilai resistansinya, maka nilai faktor redamannya juga semakin kecil. Sehingga dapat dilihat jika semakin besar jumlah belitan yang mengalami turn fault, maka gelombang surja semakin tidak teredam. Hal ini yang menyebabkan nilai amplitudo gelombang surja semakin besar, JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 Tabel 2. Hasil analisa Error Area Ratio (EAR) pada gelombang surja Waveform Normal 1 Turn 2 Turn 3 Turn 5 Turn 10 Turn 25 Turn Error Area Ratio (%) 8,96 24,41 51,85 54,05 58,05 62,84 65,91 Pass/Fail Pass Fail Fail Fail Fail Fail Fail jika terjadi turn fault dengan nilai yang semakin besar. Dengan memanfaatkan terjadinya perubahan frekuensi dan amplitudo gelombang surja akibat pengurangan nilai impedansi belitan motor, tes surja mendeteksi terjadinya turn fault pada belitan stator motor induksi tiga fasa. Pada gelombang surja yang sudah didapat, dilakukan analisa dengan metode Error Area Ratio (EAR), yang dapat dilihat pada (3), untuk mengetahui perbedaan yang terjadi antar tiap variasi yang dilakukan. Gelombang surja pada Gambar 6 mempunyai gelombang referensi yaitu gelombang surja dengan tegangan impuls sebesar 420 V pada motor induksi tiga fasa dengan kondisi belitan normal. Hasil gelombang surja tiap variasi turn fault dibandingkan dengan gelombang referensi tersebut. Dengan begitu dapat ditentukan presentase error yang terjadi. Dari hasil analisa gelombang surja dengan menggunakan metode EAR, dapat diketahui kondisi kelayakan belitan motor induksi tersebut. Berdasarkan Baker Instrument Company AWA Surge Test pass/fail criteria, dapat ditentukan bahwa belitan stator dalam kondisi layak, jika hasil gelombang surja belitannya mempunyai nilai EAR 5-15% [14]. Pada Tabel 2 ditunjukkan hasil analisa gelombang surja dengan metode Error Area Ratio (EAR). Berdasarkan standar yang sudah ditetapkan oleh Baker Instrument Company, ditunjukkan Tabel 2, belitan stator motor induksi tersebut sudah dinyatakan tidak layak operasi walaupun hanya terjadi turn fault 1 belitan. Dari Tabel 2, semakin banyak belitan yang mengalami turn fault akan mempunyai nilai EAR yang semakin besar. Dapat dikatakan bahwa nilai EAR berbanding lurus dengan banyaknya belitan stator motor induksi yang mengalami turn fault. Tes surja ini menjadi tes yang sangat penting untuk menjamin keandalan dan umur dari motor induksi. Tes ini berfungsi dalam mendeteksi kerusakan isolasi belitan stator walaupun terjadi dengan nilai kerusakan yang kecil. Dengan berjalannya waktu, kerusakan kecil yang terjadi pada motor induksi tersebut dapat menyebabkan motor terbakar jika tidak terdapat penanganan secara tepat. Sehingga dapat dikatakan bahwa tes surja merupakan cara yang efektif untuk mengidentifikasi turn fault, walaupun banyak kemungkinan belitan yang mengalami turn fault mempunyai persentase yang sangat kecil dari total belitan dalam satu fasa. VI. KESIMPULAN Dengan melakukan tes surja pada belitan stator motor induksi tiga fasa, dimana digunakan beberapa handmade circuit dan dilakukan variasi turn fault, akan didapat 5 gelombang surja yang kemudian diakuisisi dan dianalisa. Sehingga dapat diketahui perbedaan gelombang surja pada tiap variasi. Dari penelitian ini dapat dilihat, jika rangkaian Cockcroft-Walton Multiplier dua tingkat mampu menghasilkan output tegangan tinggi DC mendekati 4 kali nilai puncak tegangan input. Pada kasus ini, motor induksi tiga fasa yang mengalami turn fault dengan nilai kecil mempunyai nilai arus operasi yang sama dengan motor normal. Sehingga pengidentifikasian kerusakan belitan pada motor induksi tiga fasa dengan memonitor arus operasi bukan merupakan cara yang efektif. Pendeteksian kerusakan belitan pada motor induksi dengan tes surja merupakan cara yang efektif, karena proses pengidentifikasian turn fault dilakukan dengan memanfaatkan perubahan nilai frekuensi dan amplitudo pada gelombang surja yang dipengaruhi oleh perubahan nilai impedansi belitan stator. Sehingga tes surja mampu mendeteksi turn fault dengan nilai kerusakan belitan yang sangat kecil. Metode Error Area Ratio (EAR) merupakan sebuah metode analisa gelombang surja yang tepat untuk menentukan kelayakan kerja sebuah belitan stator motor induksi tiga fasa. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] B. Mecrow and . Jack, “Efficiency trends in electric machines and drives”, Energy Policy, vol. 36, no. 12, pp. 4336–4341, Dec. 2008. S. Grubic, J. Restrepo, J. M. Aller, B. Lu, and T. G. Habetler, “ New Concept for Online Surge Testing for the Detection of Winding Insulation Deterioration in Low-Voltage Induction Machines”, IEEE Trans. Ind. Appl., vol.47, No. 5, Sept./Oct. 2011. O. V. Thorsen and M. Dalva, “ survey of faults on induction motors in offshore oil industry, petrochemical industry, gas terminals, and oil refineries”, IEEE Trans. Ind. Appl., vol. 31, no. 5, pp. 1186– 1196,Sep./Oct. 1995. O.V. Thorsen, and M. Dalva, "Failure Identification and Analysis for High Voltage Induction", IEEE Trans. Industry Appl., Vol. 35, No. 4, pp. 810-818, 1999. J. Geiman, “DC Step-Voltage and Surge Testing Motors”, Fort Collins, CO : Baker Instrum.Co., Mar. 2007. N. P. Bethel, “Identifying Motor Defects Through Fault Zone Analysis”, PdMA Corporation. Available: http://pdma.com/pdfs/Articles/Identifying_Motor_Defects_Through_ Fault_Zone_Analysis.pdf . Naegeli, “Electrical Test Procedures for rmatures, Stators, and Motors”, in Electrical Manufacturing and Coil Winding Asia, Hongkong, June 18-25, 1993. J. Wilson, “Current State of Surge Testing Induction Machines”, Baker Instrum.Co., Jun. 2003. E. Wiedenbrug, G. Frey, and J. Wilson, “Impulse testing and turn insulation deterioration in electric motors”, in Conf. Rec. Annu. IEEE Pulp Paper Ind. Tech. Conf., Jun. 2003, pp. 50–55. Guide for Testing Turn-to-Turn Insulation on Form Wound Stator Coils for Alternating Current Rotating Electrical Machines, IEEE 522-1992, 1992. C.K Dwivedi. M.B. Daigvane, “Multi-purpose Low Cost DC High Voltage Generator (60kV Output), Using Cockcroft-Walton Voltage multiplier circuit”, in 3rd Int. Conf. on Emerging Trends in Engineering and Technology (ICETET), 2010. “Voltage Multiplier Circuit’ , Available : http://www.electronicstutorials.ws/blog/voltage-multiplier-circuit.html, 12 Des. 2013. User Manual—Digital Surge/DC Hipot/Resistance Tester Models d3r/d6r/d12r, Baker Instrum. Co., Fort Collins, CO, 2005. Baker Instrument Company AWA Surge Test pass/fail criteria, Baker Instrum. Co.