Sudah Edit_Komunitas Ikan di padang lamun

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem daerah tropis dan sebagian daerah
subtropis yang menjadi pndukung utama yang berada di wilayah pesisir yang umumnya
terdapat didaerah tropis dan subtropis. Secara ekologis, perairan di wilayah padang lamun
memilik berbagai fungsi yang penting bagi perairan pantai karena tingginya produksi primer
dan struktur habitat yang kompleks di ekosistem yang didukung oleh berbagai jenis biotabiota yang hidup di dalamnya baik berupa biota bentik dan biota pelagis yang hidup di
ekosistem maupun di sekelilingnya. Dalam hal ini, berbagai jenis ikan termasuk ikan-ikan
yang bernilai ekonomis,banyak mendiami daerah padang lamun untuk mencari makan
maupun
sebagai tempat berlindung,terutama bagi juvenil-juvenil ikan. Sehingga dapat
dikatakan bahwa pada padang lamun dapat dikatakan sebagai sumber daya alam laut yang
bernilai tinggi yang mampu menunjang sisi pantai dan perikanan.
Mempelajari berbagai sumberdaya yang ada di lamun baik mengenai distribusi biota,
komposisi dan kerapatan merupakan hal yang mendasar dalam sebuah penelitian selain juga
termasuk pula kelimpahan, dominasi tutupan dan zonasi dari lamun. Penentuan lokasi yang
dilakukan terhadap pengidentifikasi ikan yang ingin diketahui bisa menjadi acuan awal dan
akhir untuk mewakili genera dan famili darikan yang tertangkap.
1.2.Permasalahan
Upaya dalam mengetahui berbagai jenis komunitas dari jenis ikan-ikan di daerah
komunitas lamun. Penelitian yang dilkukan pada enam lokasi pengambilan sampel yang
dipilih dimana pada masing-masing lokasi berupa Pulau yang merupakan gugusan PulauPulau Derawan.
Pulau-Pulau tempat dilakukannya penarikan jaring (beach seine) adalah Pulau
Kababan, Pulau Samama dan Pulau Panjang yang merupakan Pulau-Pulau tidak berpenghuni
serta Pulau Derawan 1 dan Pulau. Sangalaki; merupakan pulau yang berpenghuni, sedangkan
Pulau Derawan 2 merupakan gosong pasir yang tidak berpenghuni. Hasil penelitian
didapatkan bahwa ikan-ikan yang berhasil tangkap berjumlah 1.708 ekor yang mewakili 58
jenis dari 30 suk
1
1.3. Tujuan
Di dalam makalah ini, kami selaku tim yang menyusun ingin memaparkan mengenai
judul yang kami bawa yaitu : " Komunitas Ikan di padang lamun Pulau-Pulau Derawan "
Kekayaan akan berbagai jenis biota berupa jenis-jenis ikan pada ekosistem lamun inilah
memiliki potensi besar yang terkandung.
Adapun berbagai pokok yang ingin di bahas dalam makalah ini yaitu:

Untuk mengetahui berbagai jenis individu ikan yang mendiami daerah di sekitar
gugus Pulau-Pulau Derawan.

Mengetahui pembagian dari famili dan genera ikan juga kelimpahannya di sekitar
Pulau Derawan.

Pembagian berbagai jenis ikan yang ada dan yang paling mendominasi pada PulauPulau Derawan dan faktor-faktor manusia bagi lamun dan keberadaan jenis-jenis ikan.

Kontribusi dan distribusi jenis-jenis ikan yang di dapat yang memiliki peran penting
bagi siklus hidup di ekosistem sekitar.
1.4. Ruang Lingkup
Dalam hal ini, ruang lingkup yang akan kami bahas ialah berupa berbagai jenis biota
yang mendiami daerah lamun khususnya pada famili dari ikan, baik yang bernilai ekonomis
maupun tidak. Aspek pinggir laut juga dan bentang pulau dari sekitar Pulau-pulau Derawan
juga menjadi pertimbangan pada penelitian ini.
Selain itu, keanekaragaman dan ukuran dari jenis individu ikan yang di tangkap
menjadi acuan terhadap letak dan keberadaan dari individu yang berada di sekitar daerah
lamun. Umumnya ikan yang di dapat memiliki ukuran yang lebih kecil dan banyak
berlindung pada daun-daun lamun dari para predator. Di sini penting fungsi lamun untuk
menjaga keberadaan ikan-ikan kecil.
1.5. Metode Penulisan
Pada proses pengumpulan makalah ini yang mengenai dengan. Kami menggunakan
berbagai metode-metode yang mampu menyempurnakan materi dan yang di dapat pada
jurnal yang terkait dan menjadi aspek pendukung yang disusun secara runtun.
Metode-metode ini yang kemudian digunakan dalam proses pengumpulan,
penyusunan dan pengetikan adalah yang mendukung sebelum,hingga proses pembekuan
makalah.Dalam penulisan makalah menggunakan cara obseravasi, artikelisasi, jurnalisasi dan
mencari bahan dalam buku-buku yang terkait dengan judul yang di implementasi.
2
BAB II
KEKAYAAN BERBAGAI KOMUNITAS DI EKOSISTEM LAMUN
2.1. Fungsi Ekosistem Padang Lamun bagi Biota
Ekosistem padang lamun ialah ekosistem yang menjadi pendukung utama di wilayah
pesisir terutama didaerah tropis.Tingginya produksi primer dan struktur habitat yang
kompleks pada ekosistem ini mendukung kehidupan berbagai biota bentik atau pelagis yang
berada di ekosisitem maupun di sekitarnya (Randall,1965). Berbagai sumberdaya alam dan
berbagai biota-biota hidup di sana yang berada di sekitar daerah lamun menjadi aspek yang
sangat besar bila bisa di manfaatkan dan menjadi ajang penelitian dan observasi. Hasil yang
di dapatkan bisa menjadi acuan pada berbagai jenis ikan, termasuk ikan-ikan yang bernilai
ekonomis yang tertarik untuk tinggal, mencari makan, tempat asuhan (bagi juvenil-juvenil
ikan) dan menghindari berbagai predator.
Secara ekologis, perairan di wilayah ekosistem padang lamun memiliki berbagai
fungsi yang penting pada perairan pantai. Di karenakan daerah ekosistem merupakan daerah
yang produkif baik di daerah pesisir maupun daerah dangkal yang masih mampu di jangkau
oleh cahaya matahari. Fungsi dari lamun tersebut diantaranya berupa sebagai penyedia bagi
tempat berlindung berbagai jenis biota laut yang hidup di dalamnya (Kikutchi,1980) dan
fungsi sebagai daerah asuhan ( Nursery ground) bagi beberapa jenis biota laut seperti
kelompok crustacea, polychaeta, echinodermata, bivalvia (kerang-kerangan), gastropoda dan
kelompok ikan-ikan baik berupa juvenil maupun yang dewasa (Coles et al,1993).
Lamun merupakan daerah yang menarik, terutama pada musim-musim tertentu, ikanikan memijah dan daerah asuhan sementara, hal ini dapat pula di katakan bahwa daerah
lamun menjadi siklus hidup baginya. Apabila lamun mengalami kerusakan bisa berakibat
fatal bagi berbagai jenis biota-biota tersebut dan bisa menurunya kualitas dan produksi yang
dihasilkan oleh biota. Selain mangrove, padang lamun memiliki peran yang tak kalah
penting,berdasarkan hasil penelitian yang lakukan oleh Parrish (1989) dan Robert (1992)
memperlihatkan bahwa ekosistem mangrove dan lamun memiliki juvenil ikan karang yang
sama besarnya. Faktor penyusun dari lamun yang terdiri dari tipe substrat berpasir yang
bertekstur halus, sedikit lumpur dan memiliki campuaran karang yang telah mati dan
didukung oleh penetrasi cahaya matahari yang bisa digunakan sesuai kebutuhan untuk proses
fotosintesis secara baik.
3
Rusaknya ekosisitem padang lamun banyak disebabkan oleh manusia, dari berbagai
penelitian diperkirakan bahwa hutan mangrove dan padang lamun mengalami kerusakan
berkisar antara 30-60% (Shepherd et al, 1989).
Meskipun memiliki faktor yang sangat penting,namun belum memiliki prioritas yang
utama dalam pengelolaannya di wilayah pesisir bila dibandingkan terhadap pengelolaan yang
dilakukan terhadap terumbu karang maupun mangrove. Siklus hidup lamun yang saling
berdampingan dengan terumbu karang maupun mangrove sehingga mampu menimbulkan
hubungan timbal balik bagi ketiganya.
2.2. Penentuan Daerah Ekosistem Padang Lamun
Penentuan lokasi yang dilakukan pada enam lokasi yang berbeda di sekitar PulauPulau Derawan, Kalimantan Timur yang mana meliputi Pulau Panjang, Pulau Derawan 1 dan
Derawan 2, Pulau Samama, Pulau Kakaban dan Pulau Sangalaki yang mana peneliti
melakukan proses pengamatan pada bulan Juni-september 2005 dan April-Agustus 2006.
Penelitian yang dilkukan pada enam lokasi pengambilan sampel yang dipilih dimana masingmasing lokasi berupa Pulau yang merupakan gugusan Pulau-Pulau Derawan. Hasil penelitian
didapatkan bahwa ikan-ikan yang berhasil tangkap berjumlah 1.708 ekor yang mewakili 58
jenis dari 30 suku.
Dalam proses pengambilan contoh sampel, proses dilakukan dengan cara jaring pantai
yang di tarik dengan tegak lurus dengan garis pantai.Jaring digunakan pula mempunyai
panjang sayap yang masing-masing 15 m dengan ukuran mata jaring sebesar 5 1/2 inchi dan
kantong sepanjang 5 m dengan ukuran mata jaring 5 mm.
Pada proses identifikasi terhadap ikan yang berhasil terjaring oleh jaring pantai.
Sampel yang di dapatkan tadi kemudian apabila kurang jelas dalam proses identifikasi saat di
lapangan, maka di awetkan ke dalam larutan formalin 10 % dan selanjutnya proses
identifikasi yang dilakukan di laboratorium. Di laboratorium ikan hasil tangkapan dicacah
menurut jenisnya, diidentifikasi, diukur panjang totalnya (mm) dan ditimbang beratnya
(gram).
Sebanyak enam lokasi pengambilan sampel yang dipilih dimana masing-masing
lokasi berupa Pulau yang merupakan gugusan Pulau-Pulau Derawan. Pulau-Pulau tempat
dilakukannya penarikan jaring (beach seine) adalah Pulau Kababan, Pulau Samama dan
Pulau Panjang yang merupakan Pulau-Pulau tidak berpenghuni serta Pulau Derawan 1 dan
Pulau Sangalaki Pulau Derawan 2.
4
Untuk mengetahui struktur komunitas ikan dilakukan penghitungan dengan
menggunakan beberapa indeks komunitas (ODUM 1996) sebagai berikut : Indeks Keragaman
Shannon : H = - Σ (pi) ln (pi), Indeks Dominasi Simpson : D = Σ (pi)2 Indeks Keseragaman :
e = H /ln S, sama dengan: pi = ni/N ni adalah jumlah jenis individu ( i ) dari hasil tangkapan,
N adalah jumlah total individu ( N = Σ ni ) dan S = jumlah jenis. Dalam proses perhitungan
nilai indeks-indeks tersebut dilakukan dengan piranti lunak PRIMER 5 dalam menghitung
rumus-rumus tersebut.
Gambar 1: lokasi pengambilan sampel
5
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengenalan dan Berbagai Jenis Ikan di Pulau-Pulau Derawan
Proses yang di dapatkan dalam hasil tangkapan ikan di padang lamun pada keenam
lokasi pengamatan seluruhnya berjumlah 1.708 individu yang mewakili 58 jenis dari 30 suku,
sedangkan berat total hasil tangkapan seluruhnya adalah 56.645,2 gram. Tingkat
keanekaragaman jenis ikan tersebut diprediksi berhubungan dengan kondisi terumbu
karangdan lamun di sekitarnya relatif masih baik. Pada Tabel 1 memperlihatkan total hasil
tangkapan ikan padang lamun serta nilai indeks keanekaragaman yang diperoleh pada
masing-masing lokasi pengamatan. Lokasi pengamatan dari masing-masing pulau memiliki
karakteristik ikan yang bervariasi dan beragam. Pada lampiran 1 menyajikan sebaran ikan
padang lamun yang tertangkap dengan jaring tarik (beach seine) pada 6 lokasi.
Jika dilihat dari jumlah jenisnya, maka Pulau Samama dan Pulau Derawan 1
merupakan lokasi yang paling tinggi jumlah jenis ikannya yaitu masing-masing terdiri dari 22
dan 21 jenis, dengan jumlah individu hasil tangkapan yang sama pada kedua lokasi tersebut
yaitu masing-masing 185 ekor.Tingginya jumlah jenis hasil tangkapan pada kedua lokasi
tersebut mengakibatkan nilai indeks keanekaragaman (H’) sangat tinggi. Sementara nilai
indeks kemerataan (E) dan nilai indeks dominasi (D) yang diperoleh memberikan indikasi
bahwa pada kedua lokasi tersebut tidak adanya dominasi dari jenis-jenis ikan tertentu, bisa
dikatakan bahwa tidak ada dominasi khusus dari masing-masing ikan.
Tabel 1: Total hasil tangkapan ikan padang lamun dan Nilai Indeks
Keanekaragaman pada masing-masing lokasi pengamatan.
6
3.2. Hasil Pembagian Ikan dan Berdasarkan Lokasi Penangkapan
Lokasi yang terdiri 6 lokasi yang berbeda di sekitar Pulau-Pulau Derawan,
Kalimantan Timur. Pembagian berdasarkan lokasi ikan bisa memudahkan
dalam mengetahui tingkat Keseragaman, keanekaragaman dan pemerataan dari
masing-masing individu ikan.
Tabel 2: Jenis ikan yang tertangkap dengan jaring tarik (beach seine) di Pulau Samama
Pulau Samama dan Pulau Derawan 1 merupakan lokasi yang memiliki bentangan reef
flat yang cukup luas serta ditumbuhi lamun yang relatif lebih padat dibandingkan dengan
lokasi-lokasi lainnya. Kedua faktor tersebut merupakan kondisi yang ideal bagi ikan-ikan di
sekitarnya untuk memanfaatkan areal padang lamun sebagai tempat berlindung ataupun
7
tempat mencari makan. Namun demikian karena Pulau Derawan merupakan pulau yang telah
banyak dihuni penduduk, mengakibatkan areal padang lamun yang ada disekitar pulau
tersebut lambat laun akan mengalami tekanan (kerusakan) sebagai akibat dari aktivitas
penduduk setempat. Terdegradasinya areal padang lamun di pulau ini semakin terasa hanya
dalam kurun waktu beberapa tahun sudah terlihat perbedaannya, yakni areal yang ditumbuhi
padang lamun semakin sempit serta kepadatannya semakin berkurang.
Sebaliknya Pulau Samama sampai kini kondisi areal padang lamunnya masih tetap
terjaga. Hal ini dikarenakan pulau tersebut tidak berpenghuni serta jarang dikunjungi,
sehingga tekanan akibat aktivitas manusia di lokasi ini relatif rendah. Jenis-jenis ikan yang
tertangkap dengan jaring tarik (beach seine) di areal padang lamun pada lokasi Pulau
Samama didominasi oleh jenis-jenis yang tergolong dalam suku Gerridae sebanyak 58,38%
dari seluruh hasil tangkapan. Dua jenis ikan dari suku Gerridae yang mendominasi hasil
tangkapan tersebut adalah Gerres abreviatus dan Gerres macrosoma, sedangkan jenis-jenis
lainnya tertangkap dengan jumlah individu yang relatif lebih sedikit.
Tabel 2 memperlihatkan komposisi jenis, jumlah individu dan sebaran ukuran beserta
berat total ikan hasil tangkapan di daerah padang lamun lokasi Pulau Samama. Panjang baku
ikan Gerres macrosoma dapat mencapai 250 mm (Weber & Beaufort 1940), sedangkan yang
tertangkap di perairan Pulau Samama memiliki panjang baku antara 113-130 mm. Hal ini
mengindikasikan bahwa daerah padang lamun di Pulau Samama dijadikan sebagai tempat
mencari makan ataupun tempat berlindung bagi ikan-ikan muda.
Tabel 3 di bawah ini dapat dilihat jenis-jenis ikan yang tertangkap (beach seine) di
Pulau Derawan. Jenis-jenis dari suku Labridae dan Lethrinidae merupakan jenis yang
dominan di lokasi tersebut. Jenis-jenis ikan dari suku Labridae lebih banyak menghabiskan
waktunya berada di padang lamun dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya, sehingga dapat
dikatakan bahwa suku Labridae merupakan khas ikan di padang lamun. Selain itu hadirnya
jenis ikan dari suku Lethrinidae dari golongan ikan konsumsi memberikan indikasi bahwa
lokasi padang lamun di pulau ini merupakan tempat mencari makan ataupun sebagai tempat
berlindung bagi ikan-ikan muda yang bernilai ekonomi.
8
Tabel 3: Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan jaring tarik di Pulau
Derawan 1, Perairan Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan Timur.
9
Tabel 4. Jenis ikan yang tertangkap dengan jaring tarik di Pulau
Panjang, Perairan Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan Timur.
Bila dilihat dari total individu dan bobot basah hasil tangkapan, maka Pulau Panjang
merupakan lokasi dengan jumlah hasil tangkapan serta bobot basah yang terbesar. Sebanyak
466 ekor ikan dengan bobot basah 18.254,1 gram dari 14 jenis ikan yang tertangkap tersebut.
Jenis-jenis dari suku Gerridae dan Apogonidae turut memberikan sumbangan yang besar
terhadap jumlah hasil tangkapan di Pulau Panjang. Suku Gerridae yang tertangkap sebanyak
310 ekor dengan bobot basah 13.330 gram, merupakan 69,52 % dari total hasil tangkapan di
perairan ini. Jenis Apogon sp (Apogonidae) tertangkap sebanyak 103 ekor dengan bobot
basah 133.9 gram merupakan 23,90 % dari total hasil tangkapan (Tabel 4).
Pulau Kakaban merupakan lokasi dengan jumlah jenis hasil tangkapan yang terkecil,
namun memiliki jumlah individu terbesar dibandingkan dengan hasil tangkapan pada seluruh
lokasi pengamatan. Pada lokasi ini hanya empat jenis ikan yang tertangkap yang umumnya
berukuran dewasa dan pemakan plankton. Hal ini berhubungan erat dengan kondisi perairan
setempat serta ketersediaan pakannya di alam. Ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring tarik
di lokasi ini mendiami sisi Pulau dengan bentangan reef flat dengan substrat karang mati,
10
sedangkan pada sisi Pulau yang berseberangan memiliki bentangan reef flat yang sempit
(slope) dijumpai beberapa koloni karang hidup yang telah rusak akibat aktivitas pengeboman.
Ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring tarik di lokasi ini diperoleh jumlah individu
sebanyak 515 ekor dengan bobot 1.466,9 gram.
Jenis ikan dari suku Clupeidae yakni Sardinella sp yang mendominasi hasil
tangkapan (71.65 %) pada lokasi Pulau Kakaban, selanjutnya suku Atherinidae juga
memberikan sumbangan terhadap hasil tangkapan sebanyak 11,16 % (Tabel 5). Syahailatua
(1998) yang mengamati aspek reproduksi ikan Sardinella sp di Teluk Ambon menemukan
bahwa ikan ini telah mengalami matang gonad pada kisaran ukuran antara 115-119 mm,
sedangkan individu yang ditemukan pada penelitian ini memiliki kisaran ukuran yang relatif
lebih kecil.
Hadirnya jenis
Sardinella sp di lokasi penelitian dengan jumlah populasi yang
melimpah mengindikasikan bahwa daerah padang lamun di Pulau Kakaban dijadikan sebagai
daerah asuhan (nursery ground) bagi anakan jenis ikan tersebut. Hal ini sesuai dengan
pendapat Kikuchi (1974) bahwa peranan tradisional padang lamun adalah sebagai daerah
asuhan. Oleh karena itu padang lamun di daerah harus dijaga dari aktivitas manusia yang
merusak.
Tabel 5: Jenis ikan yang tertangkap dengan jaring tarik di Pulau
Kakaban Kecamatan Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan
Timur.
11
Tabel 6. Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan jaring tarik di Pulau
Sangalaki Kecamatan Pulau-Pulau Derawan, Kalimantan Timur.
Tabel 7: Jenis-jenis ikan yang tertangkap dengan jaring tarik Gosong
Pasir Derawan ( Derawan 2)
12
Tabel 6 dan Tabel 7 memperlihatkan hasil tangkapan yang dilakukan di Pulau
Sangalaki dan Gosong Pasir Derawan (Pulau Derawan 2). Karakteristik dasar perairan kedua
lokasi ini relatif berbeda. Gosong pasir Derawan merupakan gundukan pasir luas dan tidak
bervegetasi. Keberadaannya cukup labil mengikuti musim, dimana aktivitas ombak dan angin
yang menentukan besarnya timbunan pasir yang membentuk gosongan menjadi sebuah pulau.
Sebaliknya struktur pantai Pulau Sangalaki relatif lebih stabil karena telah terbentuk dalam
waktu yang relatif lebih lama. Hal ini terlihat dari adanya tumbuhan lamun dan algae yang
tumbuh dengan subur serta lokasi pantainya berdekatan dengan daerah terumbu karang.
Dari jenis-jenis ikan yang tertangkap di kedua lokasi tersebut dapat dikatakan bahwa
lokasi Gosong Pasir Derawan (Derawan 2) lebih banyak dikunjungi oleh jenis-jenis ikan
yang berasosiasi dengan substrat pasir berlumpur serta kondisi dasar perairan yang relatif
keruh. Sebaliknya perairan pantai Pulau Sangalaki selain ikan-ikan yang hidup beradaptasi
dengan perairan keruh yang hadir di lokasi ini, terdapat juga beberapa jenis ikan karang yang
mencari makan di lokasi ini. Jarak antara kedua lokasi ini relatif tidak berjauhan, sehingga
kecenderungan untuk hadirnya jenis ikan yang sama pada kedua lokasi tersebut dapat saja
terjadi.
Jika dilihat dari sebaran ukurannya, nampak bahwa sebagian besar jenis ikan yang
ditemukan tergolong ikan-ikan muda. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi padang lamun juga
sebagai daerah asuhan bagi ikan-ikan yang ada di sekitarnya. Hal yang sama juga
dikemukakan oleh Jelbart et al (2007) yang melaporkan hasil tangkapan yang diperoleh pada
daerah lamun yang berdekatan dengan areal mangrove, terdiri dari ikan-ikan yang berukuran
kecil atau belum mencapai ukuran dewasa. Dengan demikian daerah padang lamun di lokasi
penelitian menggunakan daerah padang lamun sebagai daerah asuhan ataupun tempat
mencari makan. Penelitian in dilakukan pada siang hari, namun dapat diprediksi bahwa
jumlah jenis relatif tidak berbeda jauh dengan jenis-jenis ikan yang mengunjungi padang
lamun pada siang hari. Hammerschlag & Serafy (2009) mengemukakan bahwa ikan-ikan
yang mengunjungi daerah mangrove dan lamun pada malam hari relatif sedikit dan sangat
berhubungan dengan musim, jenis ikan dan stadia dalam hidupnya.
13
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada enam lokasi pengamatan maka dapat
disimpulkan bahwa:

Sumberdaya perikanan di daerah padang lamun memiliki keanekaragaman jenis ikan
yang tinggi pada lokasi yang berdekatan dengan areal terumbu karang yang masih
terjaga dengan baik.

Sedangkan lokasi-lokasi yang berdekatan dengan areal terumbu yang telah rusak
akibat aktivitas manusia, jumlah jenis ikannya relatif sedikit namun memiliki jumlah
individu yang relatif melimpah.

Kaitannya dengan kualitas air laut yang relatif masih alami dan belum tercemar
walaupun sebagian habitatnya telah rusak sangat mempengaruhi juga.

Ikan-ikan yang hadir di daerah padang lamun lokasi penelitian tergolong ikan-ikan
muda yang memanfaatkan padang lamun sebagai tempat mencari makan sekaligus
berlindung dari incaran predator.

perairan
ini perlu dilindungi dari berbagai aktivitas manusia, untuk fungsi dan
peranan lamun bagi suatu ekosistem dapat berlaku secara maksimal.
4.2. Saran
Untuk menjaga keaslian dari ekosistem padang lamun, yang ada harus adanya:

Harus adanya perhatian dari masyarakat pula untuk terciptanya ekosistem yang
berkelanjutan dan menghindari aktivitas manusia yang merugikan alam sekitar.

Menjaga keasrian dari ekosistem padang lamun untuk keberadaan ikan-ikan yang
hidup di sana.

Pelatihan bagi masyarakat dalam untuk mengetahui peranan padang lamun yang
masih kurang dibandingkan pelatihan mangrove dan terumbu karang.
14
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G. 1997. Marine fishes of tropical Australia and south-east Asia.Western Australian
Museum: 292 pp.
Anonim 2003a. Ikan hias laut Indonesia. Balai Riset Perikanan Laut. Pusat Riset Perikanan
Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Anonim 2003b. Laporan akhir penelitian Kepulauan Derawan. Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI, Jakarta.
Aziz, A., J.S. Bujang, M.H. Zaakaria, Y. Suryana and M.A. Ghaffar 2006. Fish communities
from segrass bed of Merchang Lagoon, Terengganu, Peninsular
Malaysia. Coastal
Marine Science 30(1): 268-275.
Fortes,M.D.1995. Seagrass of Southheast Asia: Enviromental and Management
Perspectives. RCU/EAS Technical Report Series No, 6. UMEPIN Coopration with
Marine Science Institute. University of the Philippines
Hammerschlag. N. and J.E. Serafy 2009. Nocturnal fish utilization of a subtropical
mangrove
ecotone. Marine Ecology : 1-11.
Jelbart, J. E., P.M. Ross and R.M. Connolly 2007. Patterns of small fish distributions in
seagrass beds in a temperate Australian estuary.
Kikuchi,T. and J.M. Peres 1977. Consumer Ecology of Seagrass Beds. In: McRoy and
Helferich (eds) Seagrass Ecosystem: A Scientific P Inc. Neerspective.Vol 4. Marcel
Dekker Inc.New York : 357 pp.
Parrish, J.D. 1989. Fish Communities of Interacting Shallowwater Habitats in Tropical
Oceanic Regions, Marine Ecology Prog.Ser. 58: 143-160.
Randall, J.E. 1965. Grazing Effect on Seagrass by Herbivorous Reef Fishes in the West
Indies. Ecology, 46: 225-260.
15
Download