NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu ( S.1 ) Pada Program Studi AlAhwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ Jepara Disusun oleh: NAMA : Barozah NIM : 131410000130 PROGDI : Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah FAKULTAS : Syariah dan Hukum PROGRAM STUDI AL - AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ (UNISNU) JEPARA 2015 NOTA PEMBIMBING Lamp. : 7 ( Tujuh ) Eksemplar Hal Jepara, September 2015 : Skripsi Sdri. Barozah Kepada Yang Terhormat Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara di Tempat Assalamu’alaikum Wr. Wb. Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya terhadap skripsi saudara : Nama : Barozah NIM. : 131410000130 Judul : NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) Maka Skripsi ini sudah dapat diajukan dalam sidang munaqosah sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara. Oleh karena itu, kami mohon agar mahasiswa yang bersangkutan dalam waktu dekat ini dapat segera dipanggil dalam sidang munaqosah untuk mempertanggungjawabkan skripsinya. Demikian Nota Pembimbing ini kami sampaikan, atas perhatian Bapak kami sampaikan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Pembimbing Hudi, S.H.I., M.S.I. ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang saya susun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Program Studi Al-Ahwal AlSyakhshiyyah seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 (S-1) dari Universita Islam Nahdlatul Ulama’ Jepara maupun dari perguruan tinggi lain. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip dari karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah. Dengan ini menyatakan sebagai berikut: 1. Skripsi berjudul: “NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) ” 2. Saya Juga mengakui bahwa hasil karya ini, dapat diselesaikan berkat bimbingan dan dukungan penuh dari pembimbing saya yaitu Bapak Hudi, S.H.I., M.S.I. Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima Pencabutan Gelar Akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Jepara, 10 September 2015 Barozah NIM. 131410000130 iii UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM TERAKREDITASI B Jl. Taman Siswa no. 9 (pekeng) Tahunan Jepara Telp. / Fax.(0291) 593 132 e-mail : [email protected] PENGESAHAN Nama : Barozah NIM. : 131410000130 Judul : NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara pada tanggal : 25 September 2015 Dan dapat diterima sebagai kelengkapan syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata (S.1) dalam Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah Jepara, 28 September 2015 Dewan Penguji Ketua Sidang Sekretaris ……………………………. ………………………………. Penguji I Penguji II ………………………… Drs. H. Barowi., M.Ag Pembimbing Hudi, S.H.I, M.S.I. iv HALAMAN MOTTO Zο‰ y x m y ρu t ΖÏ /t Ν6 à _ Å ≡ρu —ø &r ô ΒiÏ Ν3 ä 9s ≅ Ÿ èy _ y ρu %` [ ≡ρu —ø &r /ö 3 ä ¡ Å à Ρ&r ô ΒiÏ Ν3 ä 9s ≅ Ÿ èy _ y ! ª #$ ρu ∩∠⊄∪ β t ρã à 3 õ ƒt Ν ö δ è ! « #$ M Ï ϑ y è÷ ΖÏ /Î ρu β t θΖã ΒÏ σ÷ ƒã ≅ È Ü Ï ≈6t 9ø $$ 6Î ùs &r 4 M Ï ≈6t ‹hÍ Ü © 9#$ z ΒiÏ Ν3 ä %s —y ‘u ρu Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucucucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?" (QS. An-Nahl: 72)1 1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 1999). v Departemen Agama RI, Al-Qur’an PERSEMBAHAN Skripsi ini Saya Persembahkan kepada : 1. Bapak dan ibuku tercinta semoga kebahagiaan dan kedamaian tetap menyertai keduanya. 2. Suamiku tercinta yang selalu mendampingi dan memberikan motivasi 3. Saudaraku-Saudaraku semua 4. Sahabat-sahabatku Mahasiswa UNISNU Jepara 5. Almamater UNISNU Jepara. 6. Civitas Akademika UNISNU Jepara 7. Pembaca Budiman vi KATA PENGANTAR Kami panjatkan Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, atas Rahmat, Taufiq, Hidayah serta Inayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Nikah Siri dan Implikasinya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara)” tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara yang telah memberikan kesempatan untuk memperdalam pengetahuan di bangku perkuliahan. 2. Bapak Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum beserta stafnya yang telah membantu menyediakan fasilitas kepada penulis. 3. Bapak Hudi, S.H.I., M.S.I selaku pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan masukanmasukan yang sangat berharga hingga skripsi ini terselesaikan. 4. Kepala Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara beserta Perangkat nya yang telah membantu kelancaran penelitian ini. 5. Tokoh Masyarakat desa menganti yang telah memberikan data, sehingga penulisan penelitian ini dapat terselesaikan. 6. Keluarga tercinta, yang selalu sabar dan setia mendorong terselesaikannya skripsi ini, baik secara moral maupun material. Harapan dan doa penulis, semoga amal baik dari semua pihak diterima Allah dan dicatat sebagai amal shalih serta mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari-Nya. Amin. Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi para pembaca pada umumnya. Jepara, Juli 2015 Penulis Barozah vii DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL................................................................................... i HALAMAN NOTA PEMBIMBING .......................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI .... iii HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... iv HALAMAN MOTTO ................................................................................. v HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................. vi KATA PENGANTAR ................................................................................ vii DAFTAR ISI ............................................................................................... vii ABSTRAK ................................................................................................. ix BAB I BAB II : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................... 1 B. Penegasan Istilah ................................................................. 9 C. Rumusan Masalah ............................................................... 12 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................... 12 E. Metode Penelitian................................................................ 13 F. Kajian Pustaka ..................................................................... 16 G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................. 20 : LANDASAN TEORI A. Nikah Sirri ........................................................................... 22 1. Pengertian Nikah Sirri ....................................... 22 viii B. Perkawinan .......................................................................... 23 1. Pengertian Perkawinan .................................................. 23 2. Rukun dan syarat sah Perkawinan ................................ 26 3. Dasar Hukum Nikah ...................................................... 28 4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan ................................... 32 BAB III : KAJIAN OBJEK PENELITIAN A. Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara................................................... 39 B. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara ...... 44 BAB IV :ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara................................ 46 B. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara .. BAB V 47 : PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... 49 B. Saran.................................................................................... 50 C. Penutup................................................................................ 51 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN ix ABSTRAK Barozah (NIM: 131410000130), Nikah Siri dan Implikasinya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) Kata Kunci: Nikah Siri dan Implikasinya Penelitian ini berkenaan dengan nikah sirri dan Implikasinya terhadap kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan, khususnya yang terjadi di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Penelitian ini mengungkap masalah-masalah pada perilaku nikah dibawah tangan (Sirri) dan dampaknya pada Istri, Anak dan harta kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Jepara. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah; 1) Bagaimana fenomena nikah Sirri dan akibatnya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Faktor apa yang berpengaruh terhadap nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Tujuan penelitian adalah:1) Untuk mengetahui fenomena nikah Sirri dan Implikasinya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukan bahwa; Sebagian ulama menilai pernikahan sirri dihalalkan asal memenuhi syarat dan rukun nikah oleh agama. Fenomena pernikahan sirri merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Budaya masyarakat yang agamis juga berpengaruh terjadinya nikah sirri, karena mengacu pada pendapat ulama bahwa pernikahan sirri dihalalkan jika memenuhi syarat dan rukun nikah oleh agama. Kondisi ekonomi calon istri yang tergolong rendah menyebabkan terjadinya nikah sirri. Tingkat pendidikan calon istri yang rendah mempengaruhi keputusan untuk mau dinikah sirri. x BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya merupakan Makhluk ciptaan Allah SWT. yang diberi kelebihan berupa akal dan fikiran. Sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari baik jasmani maupun rohani. Pada umumnya seorang laki-laki maupun seorang perempuan mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama. Hidup bersama antara laki-laki dan perempuan mempunyai akibat yang sangat penting dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun keturunannya serta anggota masyarakat yang lainnya. Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang terinstitusi dalam satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun secara hukum. Al-Qur’an, secara normatif banyak menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan tentram. Perkawinan merupakan wujud dari kebutuhan laki-laki dan perempuan dan wujud dari keinginan untuk hidup bersama melanjutkan keturunan yang diatur berdasarkan ikatan sah menurut agama dan negara. 1 2 Menurut Al-Qur’an dalam surat An-Nisa (4): 21, disebutkan bahwa:1 <Ù÷èt/ ö 4’n<Î) Νà6àÒ÷èt/ |Óøùr& ô‰s%uρ …çµtΡρä‹è{ù's? #ø‹x.uρ š∩⊄⊇∪ $Zà‹Î=xî$¸)≈sV‹ÏiΒΝà6ΖÏΒ χõ‹yzr&u ρ “ Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. ((4): 21)” Perkawinan sebagai mitsaqan galidhan, yakni sebuah ikatan yang kokoh. Ikatan tersebut mulai diakui setelah terucapnya sebuah perjanjian yang tertuang dalam bentuk ijab dan qabul. Salah satu kerangka awal untuk mendapatkan jaminan hukum dalam sebuah perkawinan adalah dengan mencatatkannya kepada instansi yang berwenang. Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.2 Al-Qur’an secara normatif banyak menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang bahagia dan tentram. Berkaitan dengan status perkawinan, setelah terucapnya sebuah perjanjian yang tertuang dalam bentuk ijab dan qabul. 1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 1999). Hal….. 2 Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 tentang UU Perkawinan. 3 Salah satu kerangka awal untuk mendapatkan jaminan hukum dalam sebuah perkawinan adalah dengan mencatatkannya kepada instansi yang berwenang. Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang yang beragama Islam saja, melainkan juga bagi mereka yang beragama Kristen, Katholik, Hindu maupun Budha. Sebagaimana tertuang dalam UU no. 22 tahun 1946 j.o. UU No 32 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk (penjelasan pasal 1) juga dalam UU No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 2 ayat 2, yang diperkuat dengan Inpres RI no. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6. Dalam hukum Islam, hukum perkawinan merupakan salah satu aspek yang paling banyak diterapkan oleh kaum muslimin di seluruh dunia dibanding dengan hukum-hukum muamalah yang lain. Berdasarkan Al-Quran dan Hadist, para ulama menyimpulkan bahwa hal-hal yang termasuk rukun pernikahan adalah calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan qabul. Perkawinan menurut agama Islam ialah suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan dasar sukarela dan keridhaan keduanya dalam rangka mewujudkan suatu kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman dan kasih sayang dengan cara yang diridai oleh Allah.3 Dalam suatu perkawinan tentunya ada syarat sahnya perkawinan, yaitu harus memenuhi tiga hal. Pertama, mempelai perempuan halal 3 hal. 14. Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta, 1999, 4 dinikahi oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya, artinya tidak ada halangan baginya untuk menikah. Kedua, adalah menghadirkan dua orang saksi pada saat akad nikah. Ketiga, ada wali mempelai perempuan yang melakukan akad. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan sebagai peraturan pelaksanaannya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 telah terjadi pergeseran mengenai segi keabsahan suatu perkawinan yang semula diatur oleh Hukum Islam.4 Agama Islam menegaskan yang diterangkan dalam kompilasi hukum Islam Pasal 44 yang berbunyi sebagai berikut: “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam”. Sebenarnya suami istri itu mempunyai kewajiban untuk selalu memelihara hubungan perkawinan dengan baik.5 Dari pengertian perkawinan menurut undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1994 diatas, jelas bahwa tujuan pekawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada prinsipnya perkawinan adalah suatu akad, untuk menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong menolong antara pria dengan wanita yang antara keduanya bukan muhrim. Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan adalah suatu akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang menjadi sebab 4 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, Pasal 1, Op.cit “Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001. 5 5 sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan seksual dengan tujuan mencapai keluarga sakinah, mawadah serta saling menyantuni antara keduanya. Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada yang tidak sah. Hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah akad yang dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat serta rukunrukun perkawinan. Akan tetapi pada kenyataan ada perkawinanperkawinan yang dilakukan hanya dengan Hukum Agamanya saja. Perkawinan ini sering disebut Perkawinan Sirri, yaitu perkawinan yang tidak terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum. Al-Qur’an menganjurkan mencatatkan tentang sesuatu yang berhubungan dengan akad. Namun oleh mayoritas fuqaha hal tersebut hanya dianggap sebagai anjuran, bukan kewajiban. Hal itu untuk menjaga agar masing-masing pihak tidak lupa dengan apa yang sudah diakadkan. Pernikahan pada masa Rasul, tidak ada ketentuan pencatatan karena belum banyak kasus yang berkembang seputar problem pernikahan seperti halnya saat ini. Perkembangan zaman saat ini menuntut suatu penyelesaian yang tegas secara hukum dari berbagai problematika pernikahan. Oleh karenanya, keberadaan dua orang saksi dianggap belum cukup. Karena mobilitas manusia yang semakin tinggi dan menuntut adanya bukti autentik. Meskipun secara hukum Islam tidak termasuk dalam syarat dan rukun nikah, pencatatan pernikahan merupakan bagian yang wajib guna 6 menghindari kesulitan di masa yang akan datang. Dalam Bab II pasal 2 UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebut tentang pencatatan perkawinan dengan berbagai tatacaranya. Hal tersebut diperjelas dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 5 (1) yang menyebutkan, ”Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat”. Begitu juga dalam pasal 6 (2) ditegaskan bahwa ”Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum”. Praktik perkawinan yang terjadi di lingkungan masyarakat tidak sepenuhnya mengacu perkawinan mengacu kepada kepada Undang-undang. lembaga Beberapa keagamaan proses masing-masing. Konsekuensinya, pilihan hukum dalam bidang keluarga cenderung diserahkan sebagai kewenangan pribadi. Fenomena yang terjadi di masyarakat. Pencatatan nikah merupakan salah satu yang harus dipenuhi dalam hal anjuran pemerintah, ulil amri, yang dalam hal ini mencakup urusan duniawi. Beberapa kalangan masyarakat muslim, lebih memandang bahwa keabsahan dari sisi agama, lebih penting karena mengandung unsur ukhrawi yang lebih menentramkan, sementara sisi duniawi tadi adalah unsur pelengkap yang bisa dilakukan setelah unsur utama terpenuhi. Dalam hal ini unsur duniawi, yaitu nikah dengan dicatatkan adalah langkah kedua setelah ketenangan batin didapatkan. Dari sinilah kemudian kasus nikah Sirri atau nikah dibawah tangan merebak menjadi fenomena tersendiri. 7 Nikah Sirri adalah suatu pernikahan, meski telah memenuhi syarat rukun nikah, tetapi karena alasan tertentu, tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Secara hukum Islam, pernikahan tersebut dianggap sah oleh beberapa kalangan karena telah memenuhi kriteria keabsahan pernikahan yaitu adanya ijab, qabul, dua orang mempelai, wali dan dua orang saksi. Nikah Sirri masih sering dijadikan sebagai alternatif mengantisipasi pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan non muhrim yang secara psikologis, moril maupun materiil belum mempunyai kesiapan untuk menikah secara formal. Banyaknya kalangan yang menganggapnya sah, memunculkan imej bagi masyarakat bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan, akibatnya, perjalanan mengarungi bahtera rumah tanggapun dijalani dengan tanpa mempertimbangkan aspek hukum formal yang berlaku. Pada kenyataannya nikah Sirri banyak menimbulkan berbagai permasalahan dan konflik rumah tangga yang berimbas kepada persoalan hukum yang sangat merugikan kaum perempuan, Psikologis anak, serta harta warisan. Pernikahan adalah suatu proses hukum, sehingga hal-hal atau tindakan yang muncul akibat pernikahan adalah tindakan hukum yang mendapat perlindungan secara hukum. Bila perkawinan tidak dicatatkan secara hukum, maka hal-hal yang berhubungan dengan akibat pernikahan tidak bisa diselesaikan secara hukum. Hak isteri untuk mendapatkan nafkah lahir dan batin, akte kelahiran anak tidak bisa diurus, hak pengasuhan anak, hak pendidikan anak, hak waris isteri, hak perwalian 8 bagi anak perempuan yang akan menikah dan masih banyak problemproblem lain. Problem-problem tersebut hanya akan membawa dampak negatif bagi kaum perempuan sebagai pihak yang dinikahi, sementara pihak laki-laki tidak terbebani tanggungjawab formal. Bahkan bila pihak laki-laki melakukan pengingkaran telah terjadinya pernikahan, dia tidak akan mendapat sanksi apapun secara hukum, karena memang tidak ada bukti autentik bahwa pernikahan telah terjadi. Hal ini tentu akan membuka ruang yang lebar terjadinya kekerasan terhadap isteri. Muncul beberapa dugaan tentang alasan mengapa nikah Sirri dengan segala resikonya masih juga dijadikan sebagai alternatif. Di kalangan masyarakat yang awam hukum dan masyarakat ekonomi lemah, bisa dimungkinkan karena keterbatasan dana sehingga dengan prosedur yang praktis tanpa dipungut biaya, pernikahan bisa dilaksanakan. Bila dilihat dari aspek agama, ada kemungkinan karena khawatir melakukan dosa dan terjebak dalam perbuatan maksiat, maka pernikahan dengan prosedur yang cepat dan dianggap sah telah memberikan ketenangan batin tersendiri. Berawal dari permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN” (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) 9 B. Penegasan Istilah Untuk menghindari interprestasi yang salah atas judul dan juga menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan judul atau istilah yang terdapat di dalam judul, maka diperlukan penegasan untuk memberi pengertian yang konkrit dan lebih operasional dalam skripsi ini, maka penulis menjelaskan istilah kunci, sebagai berikut: 1. Nikah Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan: nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.6 ”Yang dimaksud Nikah dalam skripsi ini adalah kegiatan suatu akad, untuk menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, antara laki-laki dan perempuan yang antara keduanya bukan muhrim. 2. Nikah Sirri Kata Sirri berasal dari bahasa Arab yaitu Sirri atau sir yang berarti rahasia. Kata Sirri berasal dari bahasa Arab yaitu Sirri atau sir yang berarti rahasia. Keberadaan nikah Sirri dikatakan sah secara norma agama tapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak 6 http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/, 8 Januari 2015, pukul 23.00 WIB. 10 dicatat di Kantor Urusan Agama. Kata Sirri yang berarti rahasia, hal tersebut merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan yang menyatakan perkawinan sah apabila diketahui oleh orang banyak. Namun etimologi tersebut berubah di Indonesia, nikah Sirri berarti nikah yang tidak dicatat oleh negara. Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.Keberadaan nikah Sirri dikatakan sah secara norma agama tapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama.7 Yang dimaksud dengan nikah Sirri dalam skripsi ini adalah: kegiatan melangsungkan pernikahan (ijab qabul) sesuai dengan syarat dan rukun nikah menurut agama Islam tanpa dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). 3. Status Anak Seorang anak yang sah menurut undang-undang yaitu hasil dari perkawinan yang sah. Ini tercantum dalam UU No.1 tahun 1974 tentang Pernikahan, Pasal 42 Ayat 1: Anak yang sah adalah anak-anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Hal ini merujuk bahwa status anak memiliki hubungan darah dengan kedua 7 http://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_Siri#Latar_belakang, 7 Januari 2015, pukul 16.00 WIB. 11 orangtuanya.8 Dalam beberapa kasus tentang hak anak hasil nikah Sirri terdapat kesusahan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah, warisan, maupun akta kelahiran. Status anak nikah Sirri karena tidak dicatat oleh negara maka status anak dikatakan di luar nikah. Secara agama, status anak dari hasil nikah Sirri mendapat hak sama dengan anak hasil perkawinan sah berdasarkan agama yang tidak selaras dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan perundang-undangan yang dinyatakan dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.9 4. Harta Kekayaan Harta kekayaan adalah Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Harta kekayaan bias dari harta bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.10 Jadi harta Kekayaan dalam penelitian ini adalah harta benda yang dimiliki sepasang suami istri. Berdasarkan istilah-istilah diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan judul “Nikah Sirri dan Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti 8 Ibid UU No.1 Tahun 1974, Pasal 43 Ayat 1 10 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) pasal 35 9 12 Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“ adalah: Suatu kejadian perilaku nikah dibawah tangan yang tidak dicatat oleh negara yang berdampak pada kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Adapun fokus penelitian berusaha mendeskripsikan masalahmasalah pada perilaku nikah dibawah tangan (Sirri) dan dampaknya pada Istri, Anak dan harta kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Jepara. C. Rumusan Masalah Agar penelitian ini dapat dapat terarah dan mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana fenomena nikah Sirri dan akibatnya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara ? 2. Faktor apa yang berpengaruh terhadap nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara ? D. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian yang berjudul “Nikah Sirri dan implikasinya terhadap kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara” adalah sebagai berikut: 13 1. Untuk mengetahui fenomena nikah Sirri dan Implikasinya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Manfaat dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dapat dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya. 2. Dapat dijadikan acuan pengambil kebijakan dan strategi dakwah oleh para ulama’ dan penyuluh di Kecamatan Kedung serta sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan pada Kantor Kementerian Agama Kabupaten Jepara. E. Metodologi Penelitian 1. Fokus dan Ruang Lingkup Sesuai dengan obyek kajian skripsi ini, maka penelitian ini adalah penelitian lapangan atau field research, yakni penelitian yang dilakukan dikancah atau medan terjadinya gejala-gejala yang diselidiki.11 Dalam hal ini penelitian difokuskan pada “Nikah Sirri dan Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“, yang meliputi: Fenomena, dampak positif dan negatif terhadap Istri, Anak, dan Harta Kekayaan. 11 hlm. 10 Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid. I, Cet. 39, (Yogyakarta: Andi, 2003), 14 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Interview Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab itu, dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar. Dalam interview selalu ada pihak yang masing-masing mempunyai kedudukan berkedudukan sebagai yang berbeda. Pihak yang satu pengejar informasi (information hunter), sedang pihak lainnya sebagai pemberi informasi (information supplier). Sebagai information hunter penginterview, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan, mengadakan paraphrase, mencatat atau mengingat-ngingat jawaban, dan mengadakan prodding (menggali keterangan yang lebih mendalam). Di pihak lain, sebagai informan berkewajiban menjawab pertanyaan-pertanyaan, memberikan penjelasan, dan kadang-kadang juga balas mengajukan pertanyaan. 12 Oleh sebab itu, metode ini penulis gunakan untuk mengadakan 12 wawancara secara mendalam kepada Tokoh Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid 2, (Yogyakarta : Andi, 2004), hlm. 218 15 Masyarakat Desa Menganti, Suami Istri yang melangsungkan Nikah Sirri, tetangga dari keluarga yang bersetatus nikah Sirri, Perangkat desa Menganti yang menangani tentang pernikahan Sirri. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menggali keterangan yang lebih mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan “Nikah Sirri Dan Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“. b. Observasi Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indera.13 Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung terhadap perilaku Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. c. Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode untuk mencari data otentik yang bersifat dokumentasi, baik data itu berupa catatan harian, memori dan catatan penting. Dokumen ini dimaksudkan adalah semua data yang tertulis.14 Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan topik kajian yang berasal dari dokumen-dokumen di desa Menganti Kedung Jepara, 13 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Cet. II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hlm. 146 14 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. 7, (Jakarta : Sarasin, 1996), hlm. 104 16 seperti Jumlah Profil Desa, Jumlah penduduk, Daftar Keluarga yang berstatus Nikah Sirri. 3. Metode Analisis Data Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai temuan bagi yang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan berupaya mencari makna (meaning).15 Penulis menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, dokumen, dan sebagainya, kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.16 Penulis mendeskripsikan tentang “Nikah Sirri dan Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“ dari hasil observasi lapangan, wawancara dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian. 4. Teknik Keabsahan Data Untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan data yang telah terkumpul, perlu dilakukan pengecekan keabsahan data. Pengecekan 15 Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Cet. 7, (Yogyakarta : Rake Sarashin, 1996), hlm. 104 16 hlm. 66. Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997), 17 keabsahan data didasarkan pada kriteria derajat kepercayaan (crebility) dengan teknik triangulasi, yaitu ketekunan pengamatan, pengecekan teman sejawat. 17 Triangulasi merupakan teknik pengecekan keabsahan data yang didasarkan pada sesuatu di luar data untuk keperluan mengecek atau sebagai pembanding terhadap data yang telah ada.18 Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi dengan sumber, yaitu membandingkan data hasil observasi dan hasil wawancara terhadap subjek penelitian yang ditekankan pada Nikah Sirri Dan Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“. Analisis data dari penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sehingga ketajaman analisis dalam penelitian ini dapat dipertaggung jawabkan keabsahannya. F. Kajian Pustaka Berdasarkan pengamatan penulis bahwa sudah ada konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya adalah : a. Tri Nurohmi, 2005, dalam penelitian yang berjudul: Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 17 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 103. 18 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitiaan Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003), hlm.191. 18 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) Menjelaskan bahwa yang melatar belakangi meningkatnya Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada 22 pasang warga masyarakat di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara yang melakukan perkawinan Sirri. Hal tersebut disebabkan karena kesadaran hukum para warga masyarakatnya masih sangat kurang. Para warga menganggap bahwa Nikah Sirri sudah sah menurut hukum agama walaupun perkawinan mereka tidak memiliki alat bukti yang otentik dan tidak tercatat di KUA setempat.19 b. Mujiati, 2011. Dalam penelitian yang berjudul: Nikah Sirri dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial di Desa Ngaringan Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, Hasil penelitian menunjukkan bahwa alasan atau yang melatarbelakangi seseorang untuk nikah Sirri adalah karena ingin berpoligami, keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan, kondisi sosial budaya atau adat istiadat, dan yang terakhir karena ingin menghindari dari perbuatan zina.20 19 Tri Nurohmi, 2005. Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) Universitas Negeri Semarang. 20 Mujiati, 2011. Nikah Siri dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial di Desa Ngaringan Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, Unnes Semarang 19 c. Abdullah Wasian. 2010, dalam Judul: Perkawinan Sirri (tidak dicatatkan) Terhadap kedudukan istri anak dan harta kekayaannya tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: dampak Buruk dari Perkawinan Sirri merupakan akibat dari pemahaman yang tidak komprehensif terhadap UU Perkawinan dan Lemahnya Penegakan hokum untuk melindungi para korban.21 d. Misbahul Munir. 2012 dalam judul: Tinjauan yuridis tentang kedudukan hukum anak dari Perkawinan Sirri menurut pasal 55 undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: kedudukan perkawinan Sirri dianggap tidak sah menurut hukum positif. Kedudukan hukum terhadap anak dari perkawinan Sirri dianggap anak luar kawin dan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja. Anak luar kawin bisa dianggap anak yang sah jika ia diakui oleh orang tuanya dan disahkan oleh Pengadilan. Dengan demikian anak luar kawin tersebut mempunyai status dan tercatat sebagai anak luar kawin yang diakui dan berhak atas biaya hidup, pendidikan, perwalian serta warisan dari ayahnya. Mengenai pembagian waris, anak luar kawin tersebut hanya mendapat bagian sepertiga dari yang semestinya diperoleh anak yang sah. e. Dewi Durotun Nasekhah. 2009, dalam penelitian yang berjudul: Nikah Sirri dan Akibatnya Terhadap Kejiwaan Anak Di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak (Analisis Bimbingan dan Konseling Islam). Hasil 21 Abdullah Wasian. 2010. Perkawinan Siri (tidak dicatatkan)terhadap kedudukan istri anak dan harta kekayaannya tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan 20 penelitian menunjukkan bahwa: Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa nikah Sirri dan akibatnya terhadap kejiwaan anak di Kecamatan Wonosalam Kabupaten Demak yaitu anak menjadi minder bergaul, pemurung, merasa sedih, bolos sekolah, sering berdusta. G. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan dalam penyusunan skripsi ini, maka perlu disusun sistematika skripsi. Adapun penyusunan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian yaitu: 1. Bagian Muka Pada bagian ini berisi: halaman judul, abstraksi, pernyataan, nota pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar isi. 2. Bagian Inti Berisi bab-bab antara lain: BAB I Pendahuluan terdiri atas: Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II Landasan Teori, berisi tentang: Pernikahan, yang meliputi: Pengertian Pernikahan, Nikah Sirri, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nikah Sirri, Harta Warisan, Dampak Positif dan Negatif Nikah Sirri, Nikah Sirri Menurut Perspektif Islam. 21 BAB III Kajian Objek Penelitian, meliputi: Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara, FaktorFaktor yang mempengaruhi Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan, mencakup tentang: Analisis Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara, Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. BAB V Penutup, terdiri dari: Kesimpulan, Saran-Saran, Penutup 3. Bagian Akhir berisi tentang: Daftar Pustaka, lampiran-lampiran BAB II LANDASAN TEORI A. Nikah Sirri 1. Pengertian Nikah Sirri Nikah sirri ialah nikah yang masih dirahasiakan, artinya belum diberitahukan kepada umum. Biasanya dilakukan ijab dalam kalangan terbatas, di muka Pak Kiai atau tokoh agama, tanpa kehadiran petugas KUA, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang resmi. Dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.1 Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perkawinan yang tidak tercatat tidak sah. Nikah sirri dalam hukum positif dianggap tidak sah karena tidak diakui negara. Menurut "Hukum Islam", kalau perkawinan itu sudah memenuhi rukun perkawinan, seperti wali, ijab kabul, dan tidak ada halangan menurut agama, seperti bukan muhrim atau lainnya, maka perkawinan tersebut sudah sah. Akan tetapi, karena dilakukan tidak disaksikan oleh petugas pemerintah (pegawai KUA), maka perkawinan itu melanggar Undang-Undang Perkawinan. Baik yang mengawinkan ataupun yang menikah dapat dituntut ke Pengadilan atas pelanggarannya. 1 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 2. 22 23 B. Perkawinan 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan seorang perempuan yang bukan mahram. Perkawinan adalah merupakan sunnah Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka mereka harus kawin. Selain itu perkawinan juga merupakan kehendak kemanusiaan, kebutuhan rohani dan jasmani. Firman Allah dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa:2 zΒiÏ Ν3 ä 9s > z $Û s $Βt #( θs ß 3 Å Ρ$$ ùs ‘ 4 Κu ≈Gt ‹u 9ø #$ ’ûÎ #( θÜ ä ¡ Å ) ø ?è ω ā &r Λ÷ ä ø z Å β ÷ )Î ρu $Βt ρ÷ &r ¸ο‰ y n Ï ≡θu ùs #( θ9ä ‰ Ï è÷ ?s ω ā &r Ο ó Fç ø Åz β ÷ *Î ùs ( ì y ≈/t ‘â ρu ] y ≈=n Oè ρu 4 _o W÷ Βt Ï $! ¡ | ΨiÏ 9#$ ∩⊂∪ #( θ9ä θèã ?s ω ā &r ’ # Τo Š÷ &r 7 y 9Ï ≡Œs 4 Ν ö 3 ä Ψã ≈ϑ y ƒ÷ &r M ô 3 s =n Βt “dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS An-Nisa ayat: 3) Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa berlaku adil ialah perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami 2 Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 1999). Hal. 94 24 dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad S.A.W. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja. Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagi jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah berfirman dalam QS AnNisa ayat:1 yang berbunyi: $κp ]÷ ΒÏ , t =n z y ρu ο; ‰ y n Ï ≡ρu § < ø Ρ¯ ΒiÏ /3 ä ) s =n { s “% Ï !© #$ Ν ã 3 ä /− ‘u #( θ) à ?® #$ ¨ â $Ζ¨ 9#$ $κp ‰š 'r ≈¯ ƒt µÏ /Î tβθ9ä u $! ¡ | ?s “% Ï !© #$ ©!#$ (#θ) à ?¨ #$ ρu 4 [$! ¡ | ΣÎ ρu #Z WÏ .x Zω%` y ‘Í $Κu κå ]÷ ΒÏ £]/t ρu $γ y _ y ρ÷ —y ∩⊇∪ $6Y Š%Ï ‘u Ν ö 3 ä ‹ø =n æ t β t %.x ! © #$ β ¨ )Î 4 Πt %n t ‘ö { F #$ ρu “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An-Nisa ayat:1) Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s. diciptakan. Perkawinan juga dapat diartikan merupakan suatu perjanjian suci antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk 25 keluarga bahagia.3 Dari definisi itu jelas bahwa perkawinan itu adalah suatu perjanjian, ia mengandung pengertian adanya kemauan bebas antara dua pihak yang saling mau berjanji berdasarkan prinsip suka sama suka. jadi ia jauh sekali dari segala yang dapat diartikan sebagai mengandung suatu paksaan. Oleh karena itu, baik pihak laki-laki maupun pihak wanita yang mau mengikat janji dalam perkawinan, mempunyai kebebasan penuh untuk menyatakan, apakah mereka bersedia atau tidak. Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti: As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama Allah. Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung. Dikatakan: nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi : “Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan seksual.4 Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara norma agama tapi tidak sah 3 Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1968), hlm. 221 4 http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/, Januari 2015, pukul 23.00 WIB. 8 26 menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan Agama.5 2. Rukun dan Syarat Sah Perkawinan Perkawinan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang mengadakan akad. a. Rukun nikah 1. Mempelai laki-laki 2. Mempelai perempuan 3. Wali 4. Dua orang saksi 5. Shigat ijab kabul Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah ijab kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad. Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat bagi calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul. b. Syarat Nikah 1. Syarat Suami a) Bukan mahram dari calon istri b) Tidak terpaksa atas kemauan sendiri c) Orangnya tertentu, jelas orangnya 5 WIB. http://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_siri#Latar_belakang, 7 Januari 2015, pukul 16.00 27 d) Tidak sedang ihram 2. Syarat Istri a) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan mahram, tidak sedang dalam iddah b) Merdeka, atas kemauan sendiri c) Jelas orangnya d) Tidak sedang dalam ihram 3. Syarat Wali a) Laki-laki b) Baligh c) Sehat akalnya d) Tidak dipaksa e) Adil f) Tidak sedang dalam ihram 4. Syarat Saksi 1. Laki-laki 2. Baligh 3. Sehat akalnya 4. Adil 5. Dapat melihat dan mendengar 6. Bebas, tidak dipaksa 7. Tidak sedang dalam mengerjakan ihram 8. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab kabul 28 Dari uraian di atas menjelaskan bahwa akad nikah atau perkawinan yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum. 3. Dasar Hukum Nikah Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan. Di dalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 juga dijelaskan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu”.6 Perkawinan adalah sunatullah, yang merupakan sunatullah pada dasarnya adalah mubah tergantung pada tingkat maslahatnya. Oleh karena itu, Imam Izzudin Abdussalam membagi maslahat menjadi tiga bagian yaitu: a. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah Swt bagi hambanya. Maslahat wajib bertingkat-tingkat, terbagi kepada fadhil (utama), afdhal (paling utama) dan mutawassith (tengah-tengah). Maslahat yang paling utama adalah maslahat yang pada dirinya terkandung kemuliaan, dapat menghilangkan mafsadah paling buruk, dan dapat mendatngkan kemaslahatan yang paling besar, kemaslahatan jenis ini wajib dikerjakan. 6 undang-undang perkawinan Nomor.1 Tahun 1974 29 b. Maslahat yang disunahkan oleh syar’i kepada hamba-Nya demi untuk kebaikannya, tingkat maslahat paling tinggi berada sedikit di bawah tingkat maslahat wajib paling rendah. Dalam tingkatan ke bawah, maslahat sunnah akan samapai pada tingkat maslahat yang ringan yang mendekati maslahat mubah. c. Maslahat mubah, bahwa dalam perkara mubah tidak terlepas dari kandungan nilai maslahat atau penolakan terhadap mafsadah. Imam Izzudin berkata “maslahat mubah dapat dirasakan secara langsung”. Sebagian di antaranya lebih bermanfaat dan lebih besar kemaslahatannya dari sebagian yang lain, maslahat mubah ini tidak berpahala. Oleh karena itu, meskipun perkawinan pada asalnya mubah, namun dapat berubah menurut ahkamal-khamsah (hukum yang lima) menurut perubahan keadaan, yaitu: 1) Nikah Wajib. Nikah wajib yaitu nikah yang diwajibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatkannya perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan terlaksana kecuali dengan nikah. 2) Nikah Haram Nikah haram yaitu nikah yang diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga melaksanakan kewajiban lahir seperti 30 memberikan nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri. 3) Nikah Sunnah Nikah sunnah yaitu nikah yang disunnahkan bagi orangorang yang sudah mampu tetapi ia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan yang haram, dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik daripada membujang karena membujang tidak diajarkan oleh Islam. 4) Nikah Mubah Nikah mubah yaitu bagi orang yang tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah. 5) Nikah Makruh Nikah makruh yaitu bagi yang belum membutuhkannya dan khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya terbengkalai. Dari uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa dasar perkawinan menurut Islam pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram, sunnah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau mafsadatnya. 31 4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan a. Tujuan Perkawinan Menurut undang-undang Nomor.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dapat disimpulkan, bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal, berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri suami, istri, dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk kesatuan hubungan suami istri dalam suatu wadah yang disebut rumah kediaman bersama. Bahagia artinya ada kerukunan hubungan antara suami dan istri, atau antara suami istri, dan anak-anak dalam rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus seumur hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan menurut kehendak pihak-pihak. Perkawainan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa artinya perkawinan tidak terjadi begitu saja menurut kemauan pihak-pihak, melainkan sebagai karunia Tuhan kepada manusia sebagai mahluk beradab. Karena itu perkawinan dilakukan dengan berkeadaban pula, sesuai ajaran agama yang diturunkan Tuhan kepada manusia. Perkawinan menurut undang-undang tersebut, ternyata bahwa konsep undang-undang perkawinan nasional tidak ada yang bertentangan dengan tujuan perkawinan menurut konsep hokum Islam, bahkan dapat dikatakan bahwasanya ketentuan-ketentuan didalam undang-undang Nomor.1 32 Tahun 1974 dapat menunjang terlaksananya tujuan perkawinan menurut hukum Islam. Beberapa ahli dalam hukum Islam yang mencoba merumuskan tujuan perkawinan menurut hukum Islam, antara lain: Drs. Masdar Hilmi, menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga serta meneruskan dan memelihara keturunan dalam menjalani hidupnya di dunia, juga untuk mencegah perzinaan, dan juga agar terciptanya ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, keluarga dan masyarakat. Dalam Pasal 4 pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) menyebutkan bahwa:7 a. Pasal 4 KHI: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.” b. Pasal 2 UU Perkawinan menyatakan bahwa: (1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. (2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. 7 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan 33 Hal ini berarti, perkawinan sah apabila telah dilakukan menurut Hukum Islam (menurut hukum agama dan kepercayaan yang sama dari pasangan calon suami istri). Selain itu, pasangan suami istri tersebut, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan, mempunyai kewajiban mencatatkan perkawinannya ke KUA (pegawai Pencatat Nikah) dan mendapatkan buku nikah sebagai bukti pencatatan perkawinan. c. Pasal 7 KHI, menyatakan bahwa: (1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. (2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan Agama. (3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan: (a) Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian; (b) Hilangnya Akta Nikah; (c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan; (d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan; 34 (e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut UndangUndang No.1 Tahun 1974; (4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu. Nikah sirri secara syar’i, akan berbenturan dengan maqashid asy-syariah atau tujuan diberlakukan hukum syariah yang meliputi8 : 1. Menjaga jiwa (Hifiz an-nafs) 2. Menjaga agama (Hifiz ad-din) 3. Menjaga keturunan (Hifdz an-nasl), 4. Menjaga akal (Hifiz al-aql) dan 5. Menjaga harta (Hifiz al-mal) Ketika pernikahan dilakukan secara siri tanpa dicatatkan kepada pihak yang berwenang, secara agama, bila telah memenuhi rukun syarat pernikahan adalah sah. Dengan latar belakang khawatir terjadinya zina atau perbuatan lain yang melanggar syariat, maka pernikahan tersebut dikategorikan ke dalam tujuan hifdz ad-din dan hifdzu an-nasl. Tujuan tersebut hanya bisa terwujud sesaat setelah pernikahan berlangsung. Namun dampak hukum dari perkawinan dan akibat-akibat lain yang sering muncul dalam perkawinan akan muncul dalam rentang waktu panjang. Sementara maqashid al8 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Moh.Zuhri dan Ahmad Qarib, Dina Utama, Semarang.1994 hal. 313-316 35 syari’ah tidak ditujukan untuk ketenangan sesaat, tetapi antisipasi jangka panjang lebih diperhitungkan. Nikah sirri relatif masih dianggap sebagai alternatif terbaik dalam penyelesaian problem prosedur pernikahan. Dengan memilih pernikahan sirri, tanpa disadari, atau justru dengan penuh kesadaran perempuan mengikhlaskan diri untuk menghadapi permasalahan hukum yang lebih rumit lagi di kemudian hari. Perkawinan yang dilakukan oleh suami isteri secara sah akan membawa konsekuensi dan akibat di bidang hukum. Akibat hokum tersebut adalah: a. Timbulnya Hubungan Antara Suami dan Isteri Hubungannya sebagai suami isteri dalam perkawinan yang sah, menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan untuk menegakkan rumah tangganya. Hak dan kewajiban antara suami dan isteri diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu: 1) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat; 2) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam pergaulan masyarakat. 3) Suami isteri berhak melakukan perbuatan hukum; 36 4) Suami adalah Kepala rumah tangga dan isteri sebagai Ibu rumah tangga. Disamping itu suami wajib memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya dan isteri mengatur rumah tangga sebaikbaiknya; 5) Suami dan isteri wajib saling cinta-mencintai, hormatmenghormati, setia-menyetiai dan memberi bantuan lahir dan batin satu kepada yang lain; 6) Suami dan isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap dan tempat kediaman tersebut ditentukan oleh suami dan isteri bersama. b. Timbulnya Harta Benda Dalam Perkawinan Suami isteri yang terikat dalam perkawinan yang sah, akan mempunyai harta benda, baik yang diperoleh sebelum perkawinan maupun selama perkawinan. Pengaturan terhadap harta kekayaan perkawinan tersebut selanjutnya diatur pada Pasal 35 sampai Pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu: 1) Harta benda yang dipoeroleh selama perkawinan menjadi harta bersama, sedangkan harta bawaan dari masaing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah pengasaan masing-masing sepanjang tidak ditentukan lain oleh suami dan 37 isteri. Apabila ditentukan oleh suami dan isteri maka harta bawaan suami dan isteri tersebut menjadi hara bersama. Untuk menentukan agar harta bawaan, suami dan isteri tersebut harus membuat perjanjian kawin. Perjanjian kawin harus dibuat secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan; 2) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum mengenai harta bendanya; 3) Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing. c. Timbulnya Hubungan Antara Orang Tua Dan Anak Akibat hukum terakhir dari perkawinan yang sah adalah adanya hubungan antara orang tua dan anak. Pengaturan selanjutnya terhadap hal ini diatur dalam Pasal 45 sampai Pasal 49 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu: 1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak sebaikbaiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Selanjutnya kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan kedua orang tua putus; 38 2) Anak yang belum mencapai umur 18 Tahun atau belum pernah kawin, berada dibawah kekuasaan orang tuanya, selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya. Orang tua mewakili anak tersebut, mengenai segala perbuatan hokum didalam dan di luar Pengadilan; 3) Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin sebelumnya, kecuali jika kepentingan anak itu menghendaki; 4) Kekuasaan salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih, untuk waktu tertentu atas permintaan orang lain, keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang. Kekuasaan orang tua dapat dicabut dengan alasan, ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Meskipun telah dicabut kekuasaannya, mereka tetap berkewajiban memberi biaya pemeliharaan terhadap anaknya; 5) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik. Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga dalam garis lurus ke atas apabila mereka memerlukan bantuannya. BAB III KAJIAN OBJEK PENELITIAN A. Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Penduduk Kecamatan Kedung berdasarkan data Keagamaan Kantor Kemenag Kab. Jepara tahun 2014 berjumlah 71,510 jiwa, 71.498 Jiwa beragama Islam (99,98%) dan 0,01% adalah beragama non muslim1. Adapun jumlah penduduk di desa Menganti Kecamatan kedung adalah 1670 Jiwa. Yang mayoritas beragam Islam. Mata pencaharian warga menganti berprofesi rata-rata bekerja di meubel kayu. Satu sisi tingginya pertumbuhan penduduk dan terbatasnya faktor lapangan pekerjaan yang tersedia lebih sedikit karena dampak dari perekonomian Nasional, menyebabkan semakin banyaknya industri meubel yang berhenti berproduksi. Hal ini berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar. Di kecamatan Kedung daftar peristiwa nikah pada tahun 2014 sebanyak 462 peristiwa2, Pernikahan dilaksanakan di kantor 229 Peristiwa, dan pernikahan di luar kantor sebanyak 223 Peristiwa. Fenomena pernikahan sirri merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Munculnya nikah sirri ini setelah diundangkannya Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang1 2 Data Keagamaan Kantor Kemenag Kab. Jepara, 2014 Ibid. 39 40 undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.3 Karena dalam kedua peraturan tersebut, disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan selain harus dilakukan menurut ketentuan agama juga harus dicatatkan. Perkawinan sirri ini biasa dilakukan dihadapan pemuka agama dengan melakukan ritual-ritual atau sejenisnya, yang dianggap sah menurut agama dan kepercayaan masyarakat. Perkawinan sirri sering kita kenal dengan istilah Perkawinan di bawah tangan. Kata sirri berasal dari bahasa arab yang artinya rahasia, yang berarti Perkawinan sirri adalah perkawinan rahasia. Sedangkan pengertian perkawinan sirri menurut hukum yaitu perkawinan yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat-istiadat yang tidak dicatatkan di Kantor Pegawai Pencatat Nikah, dalam artian perkawinan semacam ini tidak memiliki bukti otentik, sehingga dikatakan tidak mempunyai kekuatan hukum. Di desa menganti Kecamatan Kedung Jepara, pasangan suami istri yang melakukan nikah sirri berjumlah 4 keluarga. Dari 4 keluarga ini masing-masing memiliki anak berjumlah 5 orang4. Menurut Iqbal yang berusia 17 tahun anak kedua dari ibu Zumrotun mengatakan bahwa awalnya dirinya tidak tahu jika orang tuanya nikah sirri. Namun dirinya tahu jika ayahnya mempunyai istri selain ibu kandungnya. Dirinya tidak mempermasalahkan status pernikahan orang tuanya. Karena selama ini ayahnya selalu mengunjungi keluarganya, 3 Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. 4 Wawancara dengan Bapak Sholikul Hadi, Kepala Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 25 Desember 2014. 41 walaupun seminggu terkadang 2-3 kali. Disamping itu orang tuanya tidak pernah bertengkar. Iqbal tidak pernah menanyakan kepada orang tuanya alasan dari pernikahan orang tuanya. 5 Zumrotun (50 tahun) ibu dari Iqbal yang dinikahi sirri sejak 18 tahun yang lalu menyatakan bahwa, dirinya mau dinikahi sirri oleh suaminya karena zumrotun cinta terhadap suaminya. Awalnya Zumrotun menikah dengan orang lain dan memperoleh seorang anak. Suami pertama Zumrotun adalah orang Jakarta, yang merantau dijepara untuk bekerja di perusahaan meubel. Namun suaminya meninggalkan dirinya sejak usia anaknya 1 tahun. Menurut zumrotun, alasan kepergian suami pertama adalah untuk bekerja di Jakarta, “Namun sampai sekarang tidak pernah datang mengunjungi anaknya,” Jelas zumrotun. Selama 1,5 tahun sang suami tidak kunjung datang, akhirnya zumrotun mengajukan gugat cerai. Sampai selesai gugat cerai, mantan suaminya juga tidak kunjung datang. Dalam status janda, dengan bekerja sebagai buruh meubel, Zumrotun bertemu dengan suaminya. Hingga akhirnya terjalin hubungan cinta. Zumrotun mengetahui ketika suaminya beristri. “apa boleh buat, takdirku seperti ini,” imbuhnya. Zumrotun awal ditawari untuk dinikahi, dia minta dinikahi resmi, namun suaminya keberatan karena Istri pertama tidak merestui. “Saya tahu jika istri suamiku marah, bahkan pernah kesini memarahi saya, sebelum kami menikah,” ungkap zumrotun. “Tapi kami 5 Wawancara dengan Iqbal anak dari Ibu Zumrotun, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 27 Desember 2014 42 sudah saling cocok dan cinta, jadi nikah sirri kami lakukan. yang penting orang tuaku merestui”, imbuhnya.6 Sumiati (50 tahun) menjadi istri dari pernikahan sirri dikaruniai 3 orang anak. Sumiati menikah dengan suaminya semenjak masih lajang. Suami sumiati juga tetangga desa yang bekerja sebagai petani. Sumiati saat itu tidak mengetahui akan menikah. Ternyata sumiati dijodohkan kepada orang dari tetangga desa. “saat itu usiaku sekitar 16 tahun. Orang tuaku hanya bilang akan menikahkan diriku dengan suminto orang kedung malang. Suminto merupakan petani yang mempunyai lahan pertanian yang luas. Saat itu suminto suamiku sudah beristri dengan 2 orang anak. saya tidak tahu jika calon suamiku adalah orang yang sudah beristri, karena usia saya dengan suamiku saat itu selisih 20 tahun. Saya tidak berani menolak yang dilakukan orang tuaku. Saat ini suamiku di rumah bersama istri pertama. Karena sudah tua, jadi sudah hamper 2 tahun tidak pernah datang kerumah. Namun anak-anak terkadang mengunjungi bapaknya.”7 Menurut Ibu Titi Setiawati ibu (55 tahun) mengatakan bahwa dirinya dinikahi Sirri oleh suaminya sebenarnya berat, tapi bagaimana lagi, setiap saya mengajak untuk dilaporkan di KUA, suami selalu menolak dengan alasan ribet dan lain-lain. Titi Setiawati saat dinikahi berstatus Janda tanpa anak. suaminya menceraikan dirinya setelah ada konflik rumah tangga. Setiawati (panggilan akrab) menerima pinangan 6 Wawancara Ibu Zumrotun, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 27 Desember 2014. 7 Wawancara dengan Ibu Sumiati, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 29 Desember 2014. 43 dari suaminya disaat karena kondisi ekonomi keluarganya menurun. Disamping itu setiawati juga merasa risih dengan status jandanya. Saya tidak ingin gagal yang ke dua kali. Walaupun saya di nikahi sirri. Anakanak sudah mengetahui karena usianya menginjak remaja. Namun mereka tidak menuntut. Kami tidak pernah konflik yang berlebihan. 8 Menurut Titi Setiawati harta gono gini selama menikah dengan suaminya, tidak pernah mempermasalahkan. Menurut wati, anak-anak mereka tidak pernah mempertanyakan warisan. Walaupun sudah ada yang membuat rumah disamping rumah ini. “saya tidak pernah membahas warisan buat anak-anak. saya punya keyakinan bahwa anak membawa rejeki masing-masing. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa fanomena nikah sirri di desa menganti dipengaruhi oleh kondisi masyarakat yang agamis, serta pengakuan masyarakat bahwa nikah dibawah tangan sah menurut agama Islam. Disamping itu faktor budaya masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan tentang pernikahan sirri. Harta warisan hasil dari pernikahan Sirri tidak menjadi persoalan yang signifikan pada keluarga yang status pernikahannya sirri. 8 Wawancara dengan Ibu Titi Setiawati, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 29 Desember 2014. 44 B. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Pernikahan merupakan persoalan sakral dikalangan masyarakat. Karena kesakralannya, kalangan masyarakat tertentu selalu berhati-hati untuk melangsungkannya. Namun disisi lain, terjadinya pernikahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga mendukung proses pernikahan. Warga desa menganti yang mayoritas muslim ini berprofesi sebagai buruh meubel. Dari hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa nikah sirri dilakukan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Faktor Agama, Faktor Sosial Budaya, Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi. Menurut ibu Siti Zainab (45 tahun) istri yang dinikahi sirri, menceritakan bahwa, dirinya mau untuk dinikahi karena faktor ekonomi. Kehidupan rumah tangga zainab (panggilan akrabnya) berantakan setelah suaminya meninggal. Kemudian zainab ditawari untuk dinikahi tapi dengan nikah sirri. Karena kondisi ekonomi dan ada yang menanggung kehidupannya, maka zainab menerima tawaran tersebut. Saat ini zainab dikaruniani 1 orang anak yang berusia 3 tahun. Ketika ditanya apakah mempunyai beban moral terhadap lingkungan, zainab dengan mantap menjawab tidak, alasan zainab karena dia merupakan istri sah menurut agama walaupun tidak diakui oleh Negara.9 Menurut Sholihin tokoh masyarakat mengatakan bahwa terjadinya nikah sirri di desa menganti selain faktor ekonomi dari pihak perempuan, 9 Wawancara dengan Ibu Zainab, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 27 Desember 2014 45 juga karena Pendidikan yang rendah. Rata-rata mereka yang menikah sirri lulusan SD, atau bahkan tidak lulus SMP.10 Subhan kerabat dekat dari siti zainab memberikan keterangan bahwa semua anak-anak zainab secara psikologis saat ini tidak pengaruh dalam pergaulan maupun status sosial lainnya. Hal ini anak dari zainab masih berusia dini. Sholikul Hadi Kepala Desa menganti mengatakan bahwa nikah sirri (di bawah tangan) selain berpotensi menimbulkan fitnah, juga secara hukum sangat merugikan kaum wanita. Namun menurut masyarakat secara umum menikah dibawah tangan sah menurut Agama Islam, maka hal ini tidak bisa dihilangkan atau dicegah. Yang bisa mengurangi budaya nikah sirri adalah semua pihak terlibat. Baik para kyai, tokoh masyarakat, serta para orang tua yang bertanggung jawab kepada anak gadisnya.11 Dari hasil wawancara dari responden tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa faktor yang mempengaruhi pernikahan Sirri, karena faktor ekonomi. Disamping itu kebutuhan akan perlindungan dan tanggung jawab seorang wanita oleh suaminya juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri ini. Faktor SDM karena tingkat pendidikan yang masih rendah juga mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri. 10 Wawancara dengan Sholihin tokoh masyarakat Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 29 Desember 2014. 11 Wawancara dengan Sholikul Hadi Kepala Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 29 Desember 2014. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Analisis Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Nikah sirri (dibawah tangan) selain berpotensi menimbulkan fitnah, juga secara hukum sangat merugikan kaum wanita. Karena nikah sirri tidak diakui oleh Negara walaupun secara agama sah. Karena bukti secara administrasi, nikah sirri tidak ada bukti telah dicatat oleh negara. Suami dan isteri mempunyai hak yang sama dalam hukum perkawinan, namun tidak punya hak secara formal terhadap pengakuan oleh negara. Ada berbagai pendapat di kalangan ulama mengenai halal tidaknya nikah sirri ini. Sebagian ulama menilai pernikahan sirri dihalalkan asal memenuhi syarat dan rukun nikah oleh negara. Fenomena pernikahan sirri merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Kondisi ekonomi masyarakat yang kurang menyebabkan perjadinya nikah sirri. Disamping itu budaya masyarakat yang agamis juga berpengaruh terjadinya nikah sirri. Perkawinan orang Indonesia yang beragama Islam sudah diatur dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang di dalamnya bukan hanya mengacu aturan negara tetapi juga mencakup syariat Islam. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa perkawinan tersebut harus tercatat sesuai perundang-undangan yang berlaku, atau bagi umat Islam tercatat kantor 46 47 urusan agama (KUA) sehingga resmi tercatat dan mendapatkan surat nikah. Pernikahan sirri yang semacam itu, tetap sah secara agama, namun pernikahannya menjadi tidak berkah. Karena itu, resiko pernikahan sirri juga besar, antara lain: terguncangnya mahligai rumah tangga, Sementara bagi public figur, nikah semacam itu bukan hanya merusak rumah tangga, namun juga mereka beresiko dipermalukan dan mendapat aib di masyarakat. B. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Fenomena nikah sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya : a. Faktor ekonomi Kondisi ekonomi calon istri yang tergolong rendah menyebabkan terjadinya nikah sirri. b. Kondisi masyarakat yang agamis Masyarakat agamis mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri. Karena masyarakat secara keseluruhan menyakini bahwa nikah sirri sah menurut agama Islam. c. Faktor budaya masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan tentang pernikahan sirri Budaya masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan pernikahan sirri. Hal ini dipengaruhi oleh masyarakat yang agamis. 48 d. Tingkat Pendidikan pelaku nikah sirri masih rendah. Calon Istri yang dinikah sirri rata-rata berpendidikan SD dan SMP. Sehingga pola pikir itu berpengaruh pada keputusan mau di nikah sirri. Faktor-faktor tersebut akan sangat berpengaruh pada karakter dan pengambilan keputusan oleh pihak perempuan. Pernikahan dibawah tangan ini dapat ditanggulangi dengan melibatkan semua pihak, antara lain tokoh masyarakat, tokoh agama, serta perangkat desa. Serta merubah meandset generasi muda agar mau meneruskan pendidikan yang lebih tinggi. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah memperhatikan keseluruhan bab pada skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Fenomena Nikah Sirri di desa menganti dipengaruhi oleh kondisi masyarakat yang agamis, serta pengakuan masyarakat bahwa nikah dibawah tangan sah menurut agama Islam. Disamping itu faktor budaya masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan tentang pernikahan sirri. Harta warisan hasil dari pernikahan Sirri tidak menjadi persoalan yang signifikan pada keluarga yang status pernikahannya sirri. Kekayaan hasil dari pernikahan sirri tidak di persoalkan oleh ahli waris walaupun secara Hukum Negara Anak hasil dari Nikah sirri tidak berhak atas warisan. 2. Faktor apa yang berpengaruh terhadap nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara karena faktor ekonomi. Disamping itu kebutuhan akan perlindungan dan tanggung jawab seorang wanita oleh suaminya juga merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri ini. Faktor SDM karena tingkat pendidikan yang masih rendah juga mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri. Tingkat pendidikan calon istri yang rendah mempengaruhi keputusan untuk mau dinikah sirri. 49 50 B. Saran-saran Pada sub ini, peneliti akan memberikan saran yang bersifat membangun bagi Pemerintah Desa Menganti kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Saran-saran tersebut diantaranya sebagai berikut: 1. Bagi Pemerintah Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Pemerintah desa membuat Peraturan Desa (Perdes) berkenaan nikah sirri. Selalu melakukan koordinasi kepada stake holder, lembaga masyarakat desa terkait dengan kesepakatan agar dapat memberikan pengarahan kepada masuarakat untuk tidak melakukan Nikah sirri. Memberikan pengarahan khusus kepada Modin yang biasanya memberikan pelayanan pernikahan sebagai tangan panjang Kantor Urusan Agama. Berkoordinasi dengan Ketua RW / RT di Lingkungan desa menganti agar selalu memberikan pengarahan kepada warganya serta mengawasi terhadap lingkungannya, untuk mencegah terjadinya tindak asusila dilingkungannya. 2. Bagi tokoh agama Tokoh Agama harus pro aktif untuk meminimalisir kegiatan Nikah sirri, karena dengan penyuluhan tentang agama, masyarakat menganti yang notabenenya agamis bisa menerima. Disamping itu Tokoh Agama harus mengarahkan masyarakat agar menyadari akan pentingnya sadar hukum. 51 3. Bagi Orang Tua Wali Orang tua hendaknya harus mengawasi anak-anaknya dalam bergaul. Khususnya orang tua yang punya anak putri. Orang tua harus tegas untuk menolak apabila anak gadisnya akan di nikahi sirri. C. Penutup Segala puji bagi allah swt. atas segala limpahan rahmat karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul nikah siri dan implikasinya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan. Meskipun dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin, namun karena keterbatasan kemampuan yang ada pada diri penulis, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak penulis harapkan, agar penulisan karya ilmiah ini lebih sempurna. DAFTAR PUSTAKA Buku Abdullah Wasian, Perkawinan siri (tidak dicatatkan)terhadap kedudukan istri anak dan harta kekayaannya tinjauan Hukum Islam dan Undangundang Perkawinan, Undip Semarang, 2010. Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003, Cet. 3. Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1968. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta, 1998, Cet. II. Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta, 1999. Bungin, Burhan, Analisis Data Penelitiaan Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid 2, Yogyakarta : Andi, 2004. Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid. I, Yogyakarta: Andi, 2003, Cet. 39. Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. 7, Jakarta: Sarasin, 1996 Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Sarasin, 1996, Cet. 7. Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya. 1994. Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Yogyakarta : Rake Sarashin, 1996, Cet. 7. Mujiati, 2011. Nikah Siri dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial di Desa Ngaringan Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, Unnes Semarang Nastangin, Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/PA.SAL), STAIN Salatiga, 2012. Nurdi, Herry, Fiqih itu Asyik, Bandung: Dar Mizan, 2004, Cet. 1. Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. 4. Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997. 52 53 Tri Nurohmi, 2005. Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) Universitas Negeri Semarang. Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al Qur’an Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Wicaksana, 1999. Iqbal, Mashuri S, Li Sufyana M. Bakri. 1994. Mencari Cahaya Dari Ilmu Ulama. Bandung: Sinar Baru Algensindo Peraturan Perundang-undangan Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 3 Tahun 1975. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Wawancara Sholikul Hadi, Kepala Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara Iqbal anak dari Ibu Zumrotun, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara Zumrotun, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara Sumiati, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara Titi Setiawati, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara Siti Zainab, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara Sholihin Tokoh masyarakat Desa Menganti Kec. Kedung Jepara Internet http://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_Siri#Latar_belakang http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-danhukumnya/, http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan hukumnya/, 8 Januari 2015. PANDUAN WAWANCARA Istri 1. Sudah berapa lama anda melangsungkan pernikahan dengan suami ? 2. Apakah anda punya akta nikah ? 3. Apakah anda tahu bahwa pernikahan anda hanya sah secara agama tapi tidak secara hukum negara ? 4. Siapakah yang pertama mengungkapkan keinginan untuk menikah siri ? 5. Faktor apa yang mendorong anda melangsungkan pernikahan siri ? 6. Selama anda menikah, pernahkah terjadi konflik dalam rumah tangga yang berkaitan dengan status pernikahan anda? 7. Apakah anda sering mengalami konflik batin yang berkepanjangan dalam kasus ini ? 8. Apakah tidak terjadi konflik berkenaan dengan Warta warisan ? Kerabat dan anak 9. Bagaimana menurut anda keluarga yang melakukan nikah siri ini 10. Apa yang anda rasakan dengan Status pernikahan orang tua dengan statusnya nikah sirri Tokoh Masyarakat 11. Bagaimana pendapat anda tentang fenomena nikah siri yang marak terjadi di kalangan masyarakat ? 12. Menurut anda, lebih banyak dampak negatif atau dampak positifnya ? 13. Apakah perlu diadakan antisipasi khusus untuk mengatasi hal itu? 14. Apakah perlu ada penyuluhan hukum untuk mengatasi terjadinya fenomena tersebut ? 15. Bagaimana pengamatan anda tentang pasangan yang melangsungkan pernikahan siri, terutama dilihat dari stabilitas rumah tangganya ? 16. Bagaimana Budaya yang ada di masyarakat sekitar 54