ahwal al-syakhshiyyah fakultas syariah dan hukum universitas islam

advertisement
NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI,
ANAK DAN KEKAYAAN
(Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu ( S.1 ) Pada Program Studi AlAhwal Al-Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Nahdlatul Ulama’ Jepara
Disusun oleh:
NAMA
: Barozah
NIM
: 131410000130
PROGDI
: Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
FAKULTAS : Syariah dan Hukum
PROGRAM STUDI AL - AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU) JEPARA
2015
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 7 ( Tujuh ) Eksemplar
Hal
Jepara,
September 2015
: Skripsi Sdri. Barozah
Kepada Yang Terhormat
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
UNISNU Jepara
di Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengoreksi dan mengadakan perbaikan seperlunya
terhadap skripsi saudara :
Nama
: Barozah
NIM.
: 131410000130
Judul
: NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi
Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten
Jepara)
Maka Skripsi ini sudah dapat diajukan dalam sidang munaqosah
sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu
pada Fakultas Syari’ah dan Hukum UNISNU Jepara. Oleh karena itu, kami
mohon agar mahasiswa yang bersangkutan dalam waktu dekat ini dapat
segera dipanggil dalam sidang munaqosah untuk mempertanggungjawabkan
skripsinya.
Demikian Nota Pembimbing ini kami sampaikan, atas perhatian Bapak
kami sampaikan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing
Hudi, S.H.I., M.S.I.
ii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Skripsi yang saya susun
sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dari Program Studi Al-Ahwal AlSyakhshiyyah seluruhnya merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah
diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar Strata 1 (S-1) dari
Universita Islam Nahdlatul Ulama’ Jepara maupun dari perguruan tinggi lain. Adapun
bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi yang saya kutip dari karya orang lain
telah ditulis sumbernya secara jelas dengan norma, kaidah, dan etika penulisan
ilmiah.
Dengan ini menyatakan sebagai berikut:
1. Skripsi berjudul: “NIKAH SIRI DAN
IMPLIKASINYA
TERHADAP
KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi Kasus di Desa
Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara) ”
2. Saya Juga mengakui bahwa hasil karya ini, dapat diselesaikan berkat bimbingan
dan dukungan penuh dari pembimbing saya yaitu Bapak Hudi, S.H.I., M.S.I.
Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan
hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya
bersedia menerima Pencabutan Gelar Akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi
lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Jepara, 10 September 2015
Barozah
NIM. 131410000130
iii
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
TERAKREDITASI B
Jl. Taman Siswa no. 9 (pekeng) Tahunan Jepara Telp. / Fax.(0291) 593 132
e-mail : [email protected]
PENGESAHAN
Nama
: Barozah
NIM.
: 131410000130
Judul
: NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN (Studi
Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten
Jepara)
Telah dimunaqosahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara pada tanggal :
25 September 2015
Dan dapat diterima sebagai kelengkapan syarat guna memperoleh gelar
Sarjana Strata (S.1) dalam Program Studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah
Jepara, 28 September 2015
Dewan Penguji
Ketua Sidang
Sekretaris
…………………………….
……………………………….
Penguji I
Penguji II
…………………………
Drs. H. Barowi., M.Ag
Pembimbing
Hudi, S.H.I, M.S.I.
iv
HALAMAN MOTTO
Zο‰
y x m
y ρu 
t ΖÏ /t Ν6
à _
Å ≡ρu —ø &r 
ô ΒiÏ Ν3
ä 9s ≅
Ÿ èy _
y ρu %`
[ ≡ρu —ø &r /ö 3
ä ¡
Å à Ρ&r 
ô ΒiÏ Ν3
ä 9s ≅
Ÿ èy _
y !
ª #$ ρu
∩∠⊄∪ β
t ρã à 3
õ ƒt Ν
ö δ
è !
« #$ M
Ï ϑ
y è÷ ΖÏ /Î ρu β
t θΖã ΒÏ σ÷ ƒã ≅
È Ü
Ï ≈6t 9ø $$ 6Î ùs &r 4 M
Ï ≈6t ‹hÍ Ü
© 9#$ 
z ΒiÏ Ν3
ä %s —y ‘u ρu
Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucucucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah
mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"
(QS. An-Nahl: 72)1
1
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an
dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 1999).
v
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
PERSEMBAHAN
Skripsi ini Saya Persembahkan kepada :
1.
Bapak dan ibuku tercinta semoga kebahagiaan dan kedamaian tetap menyertai
keduanya.
2.
Suamiku tercinta yang selalu mendampingi dan memberikan motivasi
3.
Saudaraku-Saudaraku semua
4.
Sahabat-sahabatku Mahasiswa UNISNU Jepara
5.
Almamater UNISNU Jepara.
6.
Civitas Akademika UNISNU Jepara
7.
Pembaca Budiman
vi
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan Puji dan syukur kehadirat Allah Swt, atas Rahmat,
Taufiq, Hidayah serta Inayah-Nya yang telah diberikan kepada penulis,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi yang berjudul “Nikah Siri dan Implikasinya
Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara)” tidak terlepas dari bantuan, bimbingan
dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Bapak Rektor Universitas Islam Nahdlatul Ulama’ (UNISNU) Jepara yang
telah memberikan kesempatan untuk memperdalam pengetahuan di bangku
perkuliahan.
2. Bapak Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum beserta stafnya yang telah
membantu menyediakan fasilitas kepada penulis.
3. Bapak Hudi, S.H.I., M.S.I selaku pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu untuk membimbing penulis dan memberikan masukanmasukan yang sangat berharga hingga skripsi ini terselesaikan.
4. Kepala Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara beserta
Perangkat nya yang telah membantu kelancaran penelitian ini.
5. Tokoh Masyarakat desa menganti yang telah memberikan data, sehingga
penulisan penelitian ini dapat terselesaikan.
6. Keluarga tercinta, yang selalu sabar dan setia mendorong terselesaikannya
skripsi ini, baik secara moral maupun material.
Harapan dan doa penulis, semoga amal baik dari semua pihak diterima
Allah dan dicatat sebagai amal shalih serta mendapatkan balasan yang berlipat
ganda dari-Nya. Amin.
Akhirnya semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan bagi para pembaca pada umumnya.
Jepara, Juli 2015
Penulis
Barozah
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................
i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ..........................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI ....
iii
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
iv
HALAMAN MOTTO .................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................
vi
KATA PENGANTAR ................................................................................
vii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vii
ABSTRAK .................................................................................................
ix
BAB I
BAB II
: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Penegasan Istilah .................................................................
9
C. Rumusan Masalah ...............................................................
12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...........................................
12
E. Metode Penelitian................................................................
13
F. Kajian Pustaka .....................................................................
16
G. Sistematika Penulisan Skripsi .............................................
20
: LANDASAN TEORI
A. Nikah Sirri ...........................................................................
22
1. Pengertian Nikah Sirri .......................................
22
viii
B. Perkawinan ..........................................................................
23
1. Pengertian Perkawinan ..................................................
23
2. Rukun dan syarat sah Perkawinan ................................
26
3. Dasar Hukum Nikah ......................................................
28
4. Tujuan dan Hikmah Perkawinan ...................................
32
BAB III : KAJIAN OBJEK PENELITIAN
A. Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan
Kedung Kabupaten Jepara...................................................
39
B. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Nikah Sirri di
Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara ......
44
BAB IV :ANALISIS HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara................................
46
B. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nikah Sirri
di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara ..
BAB V
47
: PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................
49
B. Saran....................................................................................
50
C. Penutup................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
ABSTRAK
Barozah (NIM: 131410000130), Nikah Siri dan Implikasinya Terhadap Kedudukan
Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara)
Kata Kunci: Nikah Siri dan Implikasinya
Penelitian ini berkenaan dengan nikah sirri dan Implikasinya terhadap
kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan, khususnya yang terjadi di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Penelitian ini mengungkap masalah-masalah
pada perilaku nikah dibawah tangan (Sirri) dan dampaknya pada Istri, Anak dan harta
kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Jepara. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah; 1) Bagaimana fenomena nikah Sirri dan akibatnya terhadap
kedudukan istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten
Jepara. Faktor apa yang berpengaruh terhadap nikah Sirri di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Tujuan penelitian adalah:1) Untuk mengetahui
fenomena nikah Sirri dan Implikasinya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan
di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara. Untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara.
Hasil penelitian menunjukan bahwa; Sebagian ulama menilai pernikahan sirri
dihalalkan asal memenuhi syarat dan rukun nikah oleh agama. Fenomena pernikahan
sirri merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Budaya masyarakat yang
agamis juga berpengaruh terjadinya nikah sirri, karena mengacu pada pendapat ulama
bahwa pernikahan sirri dihalalkan jika memenuhi syarat dan rukun nikah oleh agama.
Kondisi ekonomi calon istri yang tergolong rendah menyebabkan terjadinya nikah
sirri. Tingkat pendidikan calon istri yang rendah mempengaruhi keputusan untuk
mau dinikah sirri.
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakekatnya merupakan Makhluk ciptaan Allah
SWT. yang diberi kelebihan berupa akal dan fikiran. Sejak dilahirkan
manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu
pergaulan hidup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari baik jasmani
maupun rohani. Pada umumnya seorang laki-laki maupun seorang
perempuan mempunyai kebutuhan untuk hidup bersama. Hidup bersama
antara laki-laki dan perempuan mempunyai akibat yang sangat penting
dalam masyarakat, baik terhadap kedua belah pihak maupun keturunannya
serta anggota masyarakat yang lainnya. Perkawinan merupakan suatu
ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan yang terinstitusi dalam
satu lembaga yang kokoh, dan diakui baik secara agama maupun secara
hukum. Al-Qur’an, secara normatif banyak menganjurkan manusia untuk
hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga
yang bahagia dan tentram. Perkawinan merupakan wujud dari kebutuhan
laki-laki dan perempuan dan wujud dari keinginan untuk hidup bersama
melanjutkan keturunan yang diatur berdasarkan ikatan sah menurut agama
dan negara.
1
2
Menurut Al-Qur’an dalam surat An-Nisa (4): 21, disebutkan
bahwa:1
<Ù÷èt/ ö 4’n<Î) Νà6àÒ÷èt/ |Óøùr& ô‰s%uρ …çµtΡρä‹è{ù's? #ø‹x.uρ š∩⊄⊇∪
$Zà‹Î=xî$¸)≈sV‹ÏiΒΝà6ΖÏΒ χõ‹yzr&u ρ
“ Bagaimana
kamu akan mengambilnya kembali, Padahal
sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. ((4): 21)”
Perkawinan sebagai mitsaqan galidhan, yakni sebuah ikatan yang
kokoh. Ikatan tersebut mulai diakui setelah terucapnya sebuah perjanjian
yang tertuang dalam bentuk ijab dan qabul. Salah satu kerangka awal
untuk mendapatkan jaminan hukum dalam sebuah perkawinan adalah
dengan mencatatkannya kepada instansi yang berwenang. Perkawinan
adalah ikatan lahir dan batin antara pria dan wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.2
Al-Qur’an secara normatif banyak menganjurkan manusia untuk
hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk mewujudkan keluarga
yang bahagia dan tentram. Berkaitan dengan status perkawinan, setelah
terucapnya sebuah perjanjian yang tertuang dalam bentuk ijab dan qabul.
1
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al-Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 1999). Hal…..
2
Undang-Undang RI No.1 tahun 1974 tentang UU Perkawinan.
3
Salah satu kerangka awal untuk mendapatkan jaminan hukum
dalam sebuah perkawinan adalah dengan mencatatkannya kepada instansi
yang berwenang. Hal ini tidak hanya berlaku bagi orang yang beragama
Islam saja, melainkan juga bagi mereka yang beragama Kristen, Katholik,
Hindu maupun Budha. Sebagaimana tertuang dalam UU no. 22 tahun 1946
j.o. UU No 32 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk
(penjelasan pasal 1) juga dalam UU No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan
pasal 2 ayat 2, yang diperkuat dengan Inpres RI no. 1 tahun 1991 tentang
Kompilasi Hukum Islam pasal 5 dan 6. Dalam hukum Islam, hukum
perkawinan merupakan salah satu aspek yang paling banyak diterapkan
oleh kaum muslimin di seluruh dunia dibanding dengan hukum-hukum
muamalah yang lain. Berdasarkan Al-Quran dan Hadist, para ulama
menyimpulkan bahwa hal-hal yang termasuk rukun pernikahan adalah
calon suami, calon isteri, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan qabul.
Perkawinan menurut agama Islam ialah suatu akad atau perjanjian
untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan
untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak dengan
dasar sukarela dan keridhaan keduanya dalam rangka mewujudkan suatu
kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa ketentraman dan kasih
sayang dengan cara yang diridai oleh Allah.3
Dalam suatu perkawinan tentunya ada syarat sahnya perkawinan,
yaitu harus memenuhi tiga hal. Pertama, mempelai perempuan halal
3
hal. 14.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta, 1999,
4
dinikahi oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya, artinya tidak ada
halangan baginya untuk menikah. Kedua, adalah menghadirkan dua orang
saksi pada saat akad nikah. Ketiga, ada wali mempelai perempuan yang
melakukan akad. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang perkawinan dan sebagai peraturan pelaksanaannya adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 telah terjadi pergeseran mengenai segi
keabsahan suatu perkawinan yang semula diatur oleh Hukum Islam.4
Agama Islam menegaskan yang diterangkan dalam kompilasi
hukum Islam Pasal 44 yang berbunyi sebagai berikut: “Seorang wanita
Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak
beragama Islam”. Sebenarnya suami istri itu mempunyai kewajiban untuk
selalu memelihara hubungan perkawinan dengan baik.5
Dari pengertian perkawinan menurut undang-undang perkawinan
Nomor 1 Tahun 1994 diatas, jelas bahwa tujuan pekawinan adalah untuk
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada
prinsipnya
perkawinan
adalah
suatu
akad,
untuk
menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan kewajiban, tolong
menolong antara pria dengan wanita yang antara keduanya bukan muhrim.
Apabila di tinjau dari segi hukum, jelas bahwa pernikahan adalah suatu
akad yang suci dan luhur antara pria dengan wanita, yang menjadi sebab
4
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, Pasal 1, Op.cit
“Kompilasi Hukum Islam di Indonesia”, Direktorat Pembinaan Peradilan Agama
Islam, Ditjen Pembinaan Kelembagaan Islam Departemen Agama, 2001.
5
5
sahnya status sebagai suami isteri dan dihalalkan hubungan seksual dengan
tujuan mencapai keluarga sakinah, mawadah serta saling menyantuni
antara keduanya. Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang
sah ada yang tidak sah. Hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad
yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap,
sesuai dengan ketentuan agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah
akad yang dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat serta rukunrukun perkawinan. Akan tetapi pada kenyataan ada perkawinanperkawinan yang dilakukan hanya dengan Hukum Agamanya saja.
Perkawinan ini sering disebut Perkawinan Sirri, yaitu perkawinan yang
tidak terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum.
Al-Qur’an menganjurkan mencatatkan tentang sesuatu yang
berhubungan dengan akad. Namun oleh mayoritas fuqaha hal tersebut
hanya dianggap sebagai anjuran, bukan kewajiban. Hal itu untuk menjaga
agar masing-masing pihak tidak lupa dengan apa yang sudah diakadkan.
Pernikahan pada masa Rasul, tidak ada ketentuan pencatatan karena belum
banyak kasus yang berkembang seputar problem pernikahan seperti halnya
saat ini. Perkembangan zaman saat ini menuntut suatu penyelesaian yang
tegas secara hukum dari berbagai problematika pernikahan. Oleh
karenanya, keberadaan dua orang saksi dianggap belum cukup. Karena
mobilitas manusia yang semakin tinggi dan menuntut adanya bukti
autentik. Meskipun secara hukum Islam tidak termasuk dalam syarat dan
rukun nikah, pencatatan pernikahan merupakan bagian yang wajib guna
6
menghindari kesulitan di masa yang akan datang. Dalam Bab II pasal 2
UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebut tentang pencatatan
perkawinan dengan berbagai tatacaranya. Hal tersebut diperjelas dalam
KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 5 (1) yang menyebutkan, ”Agar
terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan
harus dicatat”. Begitu juga dalam pasal 6 (2) ditegaskan bahwa
”Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah
tidak mempunyai kekuatan hukum”.
Praktik perkawinan yang terjadi di lingkungan masyarakat tidak
sepenuhnya
mengacu
perkawinan
mengacu
kepada
kepada
Undang-undang.
lembaga
Beberapa
keagamaan
proses
masing-masing.
Konsekuensinya, pilihan hukum dalam bidang keluarga cenderung
diserahkan sebagai kewenangan pribadi.
Fenomena
yang
terjadi
di
masyarakat.
Pencatatan
nikah
merupakan salah satu yang harus dipenuhi dalam hal anjuran pemerintah,
ulil amri, yang dalam hal ini mencakup urusan duniawi. Beberapa
kalangan masyarakat muslim, lebih memandang bahwa keabsahan dari sisi
agama, lebih penting karena mengandung unsur ukhrawi yang lebih
menentramkan, sementara sisi duniawi tadi adalah unsur pelengkap yang
bisa dilakukan setelah unsur utama terpenuhi. Dalam hal ini unsur
duniawi, yaitu nikah dengan dicatatkan adalah langkah kedua setelah
ketenangan batin didapatkan. Dari sinilah kemudian kasus nikah Sirri atau
nikah dibawah tangan merebak menjadi fenomena tersendiri.
7
Nikah Sirri adalah suatu pernikahan, meski telah memenuhi syarat
rukun nikah, tetapi karena alasan tertentu, tidak dicatatkan di Kantor
Urusan Agama. Secara hukum Islam, pernikahan tersebut dianggap sah
oleh beberapa kalangan karena telah memenuhi kriteria keabsahan
pernikahan yaitu adanya ijab, qabul, dua orang mempelai, wali dan dua
orang saksi. Nikah Sirri masih sering dijadikan sebagai alternatif
mengantisipasi pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan non
muhrim yang secara psikologis, moril maupun materiil belum mempunyai
kesiapan untuk menikah secara formal. Banyaknya kalangan yang
menganggapnya
sah,
memunculkan
imej
bagi
masyarakat
bahwa
pernikahan merupakan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan, akibatnya,
perjalanan mengarungi bahtera rumah tanggapun dijalani dengan tanpa
mempertimbangkan aspek hukum formal yang berlaku. Pada kenyataannya
nikah Sirri banyak menimbulkan berbagai permasalahan dan konflik
rumah tangga yang berimbas kepada persoalan hukum yang sangat
merugikan kaum perempuan, Psikologis anak, serta harta warisan.
Pernikahan adalah suatu proses hukum, sehingga hal-hal atau
tindakan yang muncul akibat pernikahan adalah tindakan hukum yang
mendapat perlindungan secara hukum. Bila perkawinan tidak dicatatkan
secara hukum, maka hal-hal yang berhubungan dengan akibat pernikahan
tidak bisa diselesaikan secara hukum. Hak isteri untuk mendapatkan
nafkah lahir dan batin, akte kelahiran anak tidak bisa diurus, hak
pengasuhan anak, hak pendidikan anak, hak waris isteri, hak perwalian
8
bagi anak perempuan yang akan menikah dan masih banyak problemproblem lain. Problem-problem tersebut hanya akan membawa dampak
negatif bagi kaum perempuan sebagai pihak yang dinikahi, sementara
pihak laki-laki tidak terbebani tanggungjawab formal. Bahkan bila pihak
laki-laki melakukan pengingkaran telah terjadinya pernikahan, dia tidak
akan mendapat sanksi apapun secara hukum, karena memang tidak ada
bukti autentik bahwa pernikahan telah terjadi. Hal ini tentu akan membuka
ruang yang lebar terjadinya kekerasan terhadap isteri. Muncul beberapa
dugaan tentang alasan mengapa nikah Sirri dengan segala resikonya masih
juga dijadikan sebagai alternatif.
Di kalangan masyarakat yang awam hukum dan masyarakat
ekonomi lemah, bisa dimungkinkan karena keterbatasan dana sehingga
dengan prosedur yang praktis tanpa dipungut biaya, pernikahan bisa
dilaksanakan. Bila dilihat dari aspek agama, ada kemungkinan karena
khawatir melakukan dosa dan terjebak dalam perbuatan maksiat, maka
pernikahan dengan prosedur yang cepat dan dianggap sah telah
memberikan ketenangan batin tersendiri.
Berawal dari permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul: “NIKAH SIRI DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP KEDUDUKAN ISTRI, ANAK DAN KEKAYAAN” (Studi
Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara)
9
B. Penegasan Istilah
Untuk menghindari interprestasi yang salah atas judul dan juga
menghindari kesalah pahaman dalam menafsirkan judul atau istilah yang
terdapat di dalam judul, maka diperlukan penegasan untuk memberi
pengertian yang konkrit dan lebih operasional dalam skripsi ini, maka
penulis menjelaskan istilah kunci, sebagai berikut:
1. Nikah
Nikah secara bahasa adalah berkumpul dan bergabung.
Dikatakan: nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling
berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi :
“Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk
menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan
seksual.6
”Yang dimaksud Nikah dalam skripsi ini adalah kegiatan suatu
akad, untuk menghalalkan hubungan serta membatasi hak dan
kewajiban, antara laki-laki dan perempuan yang antara keduanya bukan
muhrim.
2. Nikah Sirri
Kata Sirri berasal dari bahasa Arab yaitu Sirri atau sir yang
berarti rahasia. Kata Sirri berasal dari bahasa Arab yaitu Sirri atau sir
yang berarti rahasia. Keberadaan nikah Sirri dikatakan sah secara norma
agama tapi tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak
6
http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/, 8
Januari 2015, pukul 23.00 WIB.
10
dicatat di Kantor Urusan Agama. Kata Sirri yang berarti rahasia, hal
tersebut merujuk pada rukun Islam tentang perkawinan yang
menyatakan perkawinan sah apabila diketahui oleh orang banyak.
Namun etimologi tersebut berubah di Indonesia, nikah Sirri berarti
nikah yang tidak dicatat oleh negara.
Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap
perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Keberadaan nikah Sirri dikatakan sah secara norma agama tapi
tidak sah menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di
Kantor Urusan Agama.7
Yang dimaksud dengan nikah Sirri dalam skripsi ini adalah:
kegiatan melangsungkan pernikahan (ijab qabul) sesuai dengan syarat
dan rukun nikah menurut agama Islam tanpa dicatatkan di Kantor
Urusan Agama (KUA).
3. Status Anak
Seorang anak yang sah menurut undang-undang yaitu hasil dari
perkawinan yang sah. Ini tercantum dalam UU No.1 tahun 1974 tentang
Pernikahan, Pasal 42 Ayat 1: Anak yang sah adalah anak-anak yang
dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Hal ini
merujuk bahwa status anak memiliki hubungan darah dengan kedua
7
http://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_Siri#Latar_belakang, 7 Januari 2015, pukul
16.00 WIB.
11
orangtuanya.8 Dalam beberapa kasus tentang hak anak hasil nikah Sirri
terdapat kesusahan dalam pengurusan hak hukum seperti nafkah,
warisan, maupun akta kelahiran.
Status anak nikah Sirri karena tidak dicatat oleh negara maka
status anak dikatakan di luar nikah. Secara agama, status anak dari hasil
nikah Sirri mendapat hak sama dengan anak hasil perkawinan sah
berdasarkan agama yang tidak selaras dengan hukum yang berlaku di
Indonesia. Hal ini bertentangan dengan perundang-undangan yang
dinyatakan dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 43 Ayat 1: Anak yang
dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya.9
4. Harta Kekayaan
Harta kekayaan adalah Harta benda yang diperoleh selama
perkawinan menjadi harta bersama. Harta kekayaan bias dari harta
bawaan dari masing-masing suami istri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.10 Jadi harta
Kekayaan dalam penelitian ini adalah harta benda yang dimiliki
sepasang suami istri.
Berdasarkan istilah-istilah diatas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan judul “Nikah Sirri dan Akibatnya Terhadap
Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus di Desa Menganti
8
Ibid
UU No.1 Tahun 1974, Pasal 43 Ayat 1
10
UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) pasal 35
9
12
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“ adalah: Suatu kejadian perilaku
nikah dibawah tangan yang tidak dicatat oleh negara yang berdampak
pada kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
Adapun fokus penelitian berusaha mendeskripsikan masalahmasalah pada perilaku nikah dibawah tangan (Sirri) dan dampaknya pada
Istri, Anak dan harta kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Jepara.
C. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini dapat dapat terarah dan mencapai tujuan
sebagaimana yang diharapkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana fenomena nikah Sirri dan akibatnya terhadap kedudukan
istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara ?
2. Faktor apa yang berpengaruh terhadap nikah Sirri di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara ?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian yang berjudul “Nikah Sirri dan implikasinya
terhadap kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi kasus di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara” adalah sebagai berikut:
13
1. Untuk mengetahui fenomena nikah Sirri dan Implikasinya terhadap
kedudukan istri, anak dan kekayaan di Desa Menganti Kecamatan
Kedung Kabupaten Jepara.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nikah Sirri di
Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
Manfaat dari hasil penelitian ini adalah:
1.
Dapat dijadikan referensi untuk penelitian berikutnya.
2.
Dapat dijadikan acuan pengambil kebijakan dan strategi dakwah oleh
para ulama’ dan penyuluh di Kecamatan Kedung serta sebagai acuan
dalam pengambilan kebijakan pada Kantor Kementerian Agama
Kabupaten Jepara.
E. Metodologi Penelitian
1. Fokus dan Ruang Lingkup
Sesuai dengan obyek kajian skripsi ini, maka penelitian ini
adalah penelitian lapangan atau field research, yakni penelitian yang
dilakukan
dikancah
atau
medan
terjadinya
gejala-gejala
yang
diselidiki.11 Dalam hal ini penelitian difokuskan pada “Nikah Sirri dan
Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi Kasus
di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“, yang
meliputi: Fenomena, dampak positif dan negatif terhadap Istri, Anak,
dan Harta Kekayaan.
11
hlm. 10
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid. I, Cet. 39, (Yogyakarta: Andi, 2003),
14
2. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah:
a. Interview
Interview dapat dipandang sebagai metode pengumpulan
data dengan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis
dan berlandaskan kepada tujuan penelitian. Pada umumnya dua
orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab itu, dan
masing-masing
pihak
dapat
menggunakan
saluran-saluran
komunikasi secara wajar dan lancar.
Dalam interview selalu ada pihak yang masing-masing
mempunyai
kedudukan
berkedudukan sebagai
yang
berbeda.
Pihak
yang
satu
pengejar informasi (information hunter),
sedang pihak lainnya sebagai pemberi informasi (information
supplier). Sebagai information hunter penginterview, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, menilai jawaban, meminta penjelasan,
mengadakan
paraphrase,
mencatat
atau
mengingat-ngingat
jawaban, dan mengadakan prodding (menggali keterangan yang
lebih mendalam). Di pihak lain, sebagai informan berkewajiban
menjawab pertanyaan-pertanyaan, memberikan penjelasan, dan
kadang-kadang juga balas mengajukan pertanyaan. 12
Oleh sebab itu, metode ini penulis gunakan untuk
mengadakan
12
wawancara
secara
mendalam
kepada
Tokoh
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid 2, (Yogyakarta : Andi, 2004), hlm. 218
15
Masyarakat Desa Menganti, Suami Istri yang melangsungkan Nikah
Sirri, tetangga dari keluarga yang bersetatus nikah Sirri, Perangkat
desa Menganti yang menangani tentang pernikahan Sirri. Hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk menggali keterangan yang lebih
mendalam tentang hal-hal yang berkaitan dengan “Nikah Sirri Dan
Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan (Studi
Kasus di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“.
b. Observasi
Observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan,
meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sesuatu obyek
dengan menggunakan seluruh alat indera.13 Metode ini digunakan
untuk mengamati secara langsung terhadap perilaku Nikah Sirri di
Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah metode untuk mencari data
otentik yang bersifat dokumentasi, baik data itu berupa catatan
harian, memori dan catatan penting. Dokumen ini dimaksudkan
adalah semua data yang tertulis.14 Metode ini digunakan untuk
mengumpulkan data yang berkaitan dengan topik kajian yang
berasal dari dokumen-dokumen di desa Menganti Kedung Jepara,
13
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Cet. II,
(Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hlm. 146
14
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. 7, (Jakarta : Sarasin,
1996), hlm. 104
16
seperti Jumlah Profil Desa, Jumlah penduduk, Daftar Keluarga yang
berstatus Nikah Sirri.
3. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan upaya mencari dan menata secara
sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan
menyajikannya sebagai temuan bagi yang lain. Sedangkan untuk
meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu dilanjutkan dengan
berupaya mencari makna (meaning).15
Penulis menggunakan teknis analisis deskriptif kualitatif yaitu
mendeskripsikan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka. Data yang berasal dari naskah, wawancara, catatan
lapangan, dokumen, dan sebagainya, kemudian dideskripsikan sehingga
dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.16 Penulis
mendeskripsikan tentang “Nikah Sirri dan Akibatnya Terhadap
Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan di Desa Menganti Kecamatan
Kedung Kabupaten Jepara“ dari hasil observasi lapangan, wawancara
dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan obyek penelitian.
4. Teknik Keabsahan Data
Untuk menghindari kesalahan atau kekeliruan data yang telah
terkumpul, perlu dilakukan pengecekan keabsahan data. Pengecekan
15
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Cet. 7, (Yogyakarta :
Rake Sarashin, 1996), hlm. 104
16
hlm. 66.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1997),
17
keabsahan data didasarkan pada kriteria derajat kepercayaan (crebility)
dengan teknik triangulasi, yaitu ketekunan pengamatan, pengecekan
teman sejawat.
17
Triangulasi merupakan teknik pengecekan keabsahan
data yang didasarkan pada sesuatu di luar data untuk keperluan
mengecek atau sebagai pembanding terhadap data yang telah ada.18
Triangulasi yang digunakan adalah triangulasi dengan sumber,
yaitu membandingkan data hasil observasi dan hasil wawancara
terhadap subjek penelitian yang ditekankan pada Nikah Sirri Dan
Akibatnya Terhadap Kedudukan Istri, Anak dan Kekayaan di Desa
Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara“.
Analisis data dari penelitian ini terdiri dari tiga alur kegiatan
yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian data,
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sehingga ketajaman analisis
dalam penelitian ini dapat dipertaggung jawabkan keabsahannya.
F. Kajian Pustaka
Berdasarkan pengamatan penulis bahwa sudah ada konsep dan teori
yang berhubungan dengan penelitian ini, diantaranya adalah :
a. Tri Nurohmi, 2005, dalam penelitian yang berjudul: Perkawinan Sirri dan
Akibat Hukumnya Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974
17
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1994), hlm. 103.
18
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitiaan Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003),
hlm.191.
18
Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa
Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) Menjelaskan bahwa yang melatar
belakangi meningkatnya Perkawinan Sirri dan Akibat Hukumnya Ditinjau
Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian
di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa
Tengah)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih ada 22 pasang warga
masyarakat di Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten
Banjarnegara yang melakukan perkawinan Sirri. Hal tersebut disebabkan
karena kesadaran hukum para warga masyarakatnya masih sangat kurang.
Para warga menganggap bahwa Nikah Sirri sudah sah menurut hukum
agama walaupun perkawinan mereka tidak memiliki alat bukti yang
otentik dan tidak tercatat di KUA setempat.19
b. Mujiati, 2011. Dalam penelitian yang berjudul: Nikah Sirri dan
Implikasinya dalam Kehidupan Sosial di Desa Ngaringan Klumpit
Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, Hasil penelitian menunjukkan
bahwa alasan atau yang melatarbelakangi seseorang untuk nikah Sirri
adalah
karena
ingin berpoligami,
keadaan ekonomi yang tidak
memungkinkan, kondisi sosial budaya atau adat istiadat, dan yang terakhir
karena ingin menghindari dari perbuatan zina.20
19
Tri Nurohmi, 2005. Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di Desa Wanayasa
Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) Universitas Negeri Semarang.
20
Mujiati, 2011. Nikah Siri dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial di Desa
Ngaringan Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, Unnes Semarang
19
c. Abdullah Wasian. 2010, dalam Judul: Perkawinan Sirri (tidak dicatatkan)
Terhadap kedudukan istri anak dan harta kekayaannya tinjauan Hukum
Islam dan Undang-undang Perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: dampak Buruk dari Perkawinan Sirri merupakan akibat dari
pemahaman yang tidak komprehensif terhadap UU Perkawinan dan
Lemahnya Penegakan hokum untuk melindungi para korban.21
d. Misbahul Munir. 2012 dalam judul: Tinjauan yuridis tentang kedudukan
hukum anak dari Perkawinan Sirri menurut pasal 55 undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa: kedudukan perkawinan Sirri dianggap tidak sah menurut hukum
positif. Kedudukan hukum terhadap anak dari perkawinan Sirri dianggap
anak luar kawin dan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan
keluarga ibunya saja. Anak luar kawin bisa dianggap anak yang sah jika ia
diakui oleh orang tuanya dan disahkan oleh Pengadilan. Dengan demikian
anak luar kawin tersebut mempunyai status dan tercatat sebagai anak luar
kawin yang diakui dan berhak atas biaya hidup, pendidikan, perwalian
serta warisan dari ayahnya. Mengenai pembagian waris, anak luar kawin
tersebut hanya mendapat bagian sepertiga dari yang semestinya diperoleh
anak yang sah.
e. Dewi Durotun Nasekhah. 2009, dalam penelitian yang berjudul: Nikah
Sirri dan Akibatnya Terhadap Kejiwaan Anak Di Kecamatan Wonosalam
Kabupaten Demak (Analisis Bimbingan dan Konseling Islam). Hasil
21
Abdullah Wasian. 2010. Perkawinan Siri (tidak dicatatkan)terhadap kedudukan
istri anak dan harta kekayaannya tinjauan Hukum Islam dan Undang-undang Perkawinan
20
penelitian menunjukkan bahwa: Hasil dari pembahasan menunjukkan
bahwa nikah Sirri dan akibatnya terhadap kejiwaan anak di Kecamatan
Wonosalam Kabupaten Demak yaitu anak menjadi minder bergaul,
pemurung, merasa sedih, bolos sekolah, sering berdusta.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh dan memudahkan
dalam penyusunan skripsi ini, maka perlu disusun sistematika skripsi.
Adapun penyusunan dalam penulisan skripsi ini terdiri dari tiga bagian
yaitu:
1. Bagian Muka
Pada bagian ini berisi: halaman judul, abstraksi, pernyataan, nota
pembimbing, pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, daftar
isi.
2. Bagian Inti Berisi bab-bab antara lain:
BAB I Pendahuluan terdiri atas: Latar Belakang Masalah,
Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan Skripsi.
BAB II Landasan Teori, berisi tentang: Pernikahan, yang
meliputi: Pengertian Pernikahan, Nikah Sirri, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Nikah Sirri, Harta Warisan, Dampak Positif dan Negatif
Nikah Sirri, Nikah Sirri Menurut Perspektif Islam.
21
BAB III
Kajian Objek Penelitian, meliputi: Fenomena Nikah
Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara, FaktorFaktor yang mempengaruhi Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan
Kedung Kabupaten Jepara.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan, mencakup tentang:
Analisis Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara, Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nikah
Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
BAB V Penutup, terdiri dari: Kesimpulan, Saran-Saran, Penutup
3. Bagian Akhir berisi tentang: Daftar Pustaka, lampiran-lampiran
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nikah Sirri
1.
Pengertian Nikah Sirri
Nikah sirri ialah nikah yang masih dirahasiakan, artinya belum
diberitahukan kepada umum. Biasanya dilakukan ijab dalam kalangan
terbatas, di muka Pak Kiai atau tokoh agama, tanpa kehadiran petugas
KUA, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang resmi. Dalam Pasal
2 ayat 2 Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 ditegaskan
bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan
yang berlaku.1
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa
perkawinan yang tidak tercatat tidak sah.
Nikah sirri dalam hukum positif dianggap tidak sah karena tidak
diakui negara. Menurut "Hukum Islam", kalau perkawinan itu sudah
memenuhi rukun perkawinan, seperti wali, ijab kabul, dan tidak ada
halangan menurut agama, seperti bukan muhrim atau lainnya, maka
perkawinan tersebut sudah sah. Akan tetapi, karena dilakukan tidak
disaksikan oleh petugas pemerintah (pegawai KUA), maka perkawinan
itu melanggar Undang-Undang Perkawinan. Baik yang mengawinkan
ataupun yang menikah dapat dituntut ke Pengadilan atas pelanggarannya.
1
Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, Pasal 2 ayat 2.
22
23
B. Perkawinan
1.
Pengertian Perkawinan
Perkawinan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan
membatasi hak dan kewajiban serta tolong menolong antara laki-laki dan
seorang perempuan yang bukan mahram. Perkawinan adalah merupakan
sunnah Nabi, yaitu mencontoh tindak laku Nabi Muhammad SAW. Oleh
karena itu bagi pengikut Nabi Muhammad yang baik maka mereka harus
kawin. Selain itu perkawinan juga merupakan kehendak kemanusiaan,
kebutuhan rohani dan jasmani. Firman Allah dalam Al-Qur’an
disebutkan bahwa:2
zΒiÏ Ν3
ä 9s >
z $Û
s $Βt #( θs
ß 3
Å Ρ$$ ùs ‘
4 Κu ≈Gt ‹u 9ø #$ ’ûÎ #( θÜ
ä ¡
Å )
ø ?è ω
ā &r Λ÷ ä ø z
Å β
÷ )Î ρu
$Βt ρ÷ &r ¸ο‰
y n
Ï ≡θu ùs #( θ9ä ‰
Ï è÷ ?s ω
ā &r Ο
ó Fç ø Åz β
÷ *Î ùs ( ì
y ≈/t ‘â ρu ]
y ≈=n Oè ρu 
4 _o W÷ Βt Ï $! ¡
| ΨiÏ 9#$
∩⊂∪ #( θ9ä θèã ?s ω
ā &r ’
# Τo Š÷ &r 7
y 9Ï ≡Œs 4 Ν
ö 3
ä Ψã ≈ϑ
y ƒ÷ &r M
ô 3
s =n Βt
“dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap
(hak-hak)
perempuan
yang
yatim
(bilamana
kamu
mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak
akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya. (QS An-Nisa ayat: 3)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa berlaku adil ialah
perlakuan yang adil dalam meladeni isteri seperti pakaian, tempat, giliran
dan lain-lain yang bersifat lahiriyah. Islam memperbolehkan poligami
2
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al Qur’an Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, (Semarang: CV. Wicaksana, 1999). Hal. 94
24
dengan syarat-syarat tertentu. sebelum turun ayat ini poligami sudah ada,
dan pernah pula dijalankan oleh Para Nabi sebelum Nabi Muhammad
S.A.W. ayat ini membatasi poligami sampai empat orang saja.
Perkawinan suatu cara yang dipilih Allah sebagi jalan bagi
manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya,
setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif
dalam mewujudkan tujuan perkawinan. Allah berfirman dalam QS AnNisa ayat:1 yang berbunyi:
$κp ]÷ ΒÏ ,
t =n z
y ρu ο; ‰
y n
Ï ≡ρu §
< ø Ρ¯ ΒiÏ /3
ä )
s =n {
s “%
Ï !© #$ Ν
ã 3
ä /− ‘u #( θ)
à ?® #$ ¨
â $Ζ¨ 9#$ $κp ‰š 'r ≈¯ ƒt
µÏ /Î tβθ9ä u $! ¡
| ?s “%
Ï !© #$ ©!#$ (#θ)
à ?¨ #$ ρu 4 [$! ¡
| ΣÎ ρu #ŽZ WÏ .x Zω%`
y ‘Í $Κu κå ]÷ ΒÏ £]/t ρu $γ
y _
y ρ÷ —y
∩⊇∪ $6Y Š%Ï ‘u Ν
ö 3
ä ‹ø =n æ
t β
t %.x !
© #$ β
¨ )Î 4 Πt %n
t ‘ö {
F #$ ρu
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang
biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.” (QS An-Nisa ayat:1)
Maksud dari padanya menurut jumhur mufassirin ialah dari
bagian tubuh (tulang rusuk) Adam a.s. berdasarkan hadis riwayat Bukhari
dan Muslim. di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya
ialah dari unsur yang serupa Yakni tanah yang dari padanya Adam a.s.
diciptakan.
Perkawinan juga dapat diartikan merupakan suatu perjanjian suci
antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk membentuk
25
keluarga bahagia.3 Dari definisi itu jelas bahwa perkawinan itu adalah
suatu perjanjian, ia mengandung pengertian adanya kemauan bebas
antara dua pihak yang saling mau berjanji berdasarkan prinsip suka sama
suka. jadi ia jauh sekali dari segala yang dapat diartikan sebagai
mengandung suatu paksaan. Oleh karena itu, baik pihak laki-laki maupun
pihak wanita yang mau mengikat janji dalam perkawinan, mempunyai
kebebasan penuh untuk menyatakan, apakah mereka bersedia atau tidak.
Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan
sesuatu atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama
Allah seperti: As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta
kepadamu dengan nama Allah.
Nikah
secara
bahasa
adalah
berkumpul dan
bergabung.
Dikatakan: nakahat al-asyjar, yaitu pohon-pohon tumbuh saling
berdekatan dan berkumpul dalam satu tempat. Berkata Imam Nawawi :
“Nikah secara bahasa adalah bergabung, kadang digunakan untuk
menyebut “akad nikah” , kadang digunakan untuk menyebut hubungan
seksual.4
Hal ini tertuang pada UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan
tertulis pada Bab I dasar perkawinan pasal 2 ayat 2: Tiap-tiap perkawinan
dicatat
menurut
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Keberadaan nikah siri dikatakan sah secara norma agama tapi tidak sah
3
Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1968), hlm. 221
4
http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan-hukumnya/,
Januari 2015, pukul 23.00 WIB.
8
26
menurut norma hukum, karena pernikahan tidak dicatat di Kantor Urusan
Agama.5
2.
Rukun dan Syarat Sah Perkawinan
Perkawinan yang di dalamnya terdapat akad, layaknya akad-akad
lain yang memerlukan adanya persetujuan kedua belah pihak yang
mengadakan akad.
a. Rukun nikah
1. Mempelai laki-laki
2. Mempelai perempuan
3. Wali
4. Dua orang saksi
5. Shigat ijab kabul
Dari lima rukun nikah tersebut yang paling penting ialah ijab
kabul antara yang mengadakan dengan yang menerima akad.
Sedangkan yang dimaksud dengan syarat perkawinan ialah syarat
yang bertalian dengan rukun-rukun perkawinan, yaitu syarat bagi
calon mempelai, wali, saksi, dan ijab kabul.
b. Syarat Nikah
1. Syarat Suami
a) Bukan mahram dari calon istri
b) Tidak terpaksa atas kemauan sendiri
c) Orangnya tertentu, jelas orangnya
5
WIB.
http://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_siri#Latar_belakang, 7 Januari 2015, pukul 16.00
27
d) Tidak sedang ihram
2. Syarat Istri
a) Tidak ada halangan syarak, yaitu tidak bersuami, bukan
mahram, tidak sedang dalam iddah
b) Merdeka, atas kemauan sendiri
c) Jelas orangnya
d) Tidak sedang dalam ihram
3. Syarat Wali
a) Laki-laki
b) Baligh
c) Sehat akalnya
d) Tidak dipaksa
e) Adil
f) Tidak sedang dalam ihram
4. Syarat Saksi
1. Laki-laki
2. Baligh
3. Sehat akalnya
4. Adil
5. Dapat melihat dan mendengar
6. Bebas, tidak dipaksa
7. Tidak sedang dalam mengerjakan ihram
8. Memahami bahasa yang dipergunakan untuk ijab kabul
28
Dari uraian di atas menjelaskan bahwa akad nikah atau
perkawinan yang tidak dapat memenuhi syarat dan rukunnya menjadikan
perkawinan tersebut tidak sah menurut hukum.
3.
Dasar Hukum Nikah
Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan sesamanya yang menyangkut
penyaluran kebutuhan biologis antar jenis, dan hak serta kewajiban yang
berhubungan dengan akibat perkawinan.
Di dalam undang-undang perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal
2 ayat 1 juga dijelaskan bahwa “perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan
itu”.6 Perkawinan adalah sunatullah, yang merupakan sunatullah pada
dasarnya adalah mubah tergantung pada tingkat maslahatnya. Oleh
karena itu, Imam Izzudin Abdussalam membagi maslahat menjadi tiga
bagian yaitu:
a. Maslahat yang diwajibkan oleh Allah Swt bagi hambanya. Maslahat
wajib bertingkat-tingkat, terbagi kepada fadhil (utama), afdhal (paling
utama) dan mutawassith (tengah-tengah). Maslahat yang paling
utama adalah maslahat yang pada dirinya terkandung kemuliaan,
dapat menghilangkan mafsadah paling buruk, dan dapat mendatngkan
kemaslahatan yang paling besar, kemaslahatan jenis ini wajib
dikerjakan.
6
undang-undang perkawinan Nomor.1 Tahun 1974
29
b. Maslahat yang disunahkan oleh syar’i kepada hamba-Nya demi untuk
kebaikannya, tingkat maslahat paling tinggi berada sedikit di bawah
tingkat maslahat wajib paling rendah. Dalam tingkatan ke bawah,
maslahat sunnah akan samapai pada tingkat maslahat yang ringan
yang mendekati maslahat mubah.
c. Maslahat mubah, bahwa dalam perkara mubah tidak terlepas dari
kandungan nilai maslahat atau penolakan terhadap mafsadah. Imam
Izzudin berkata “maslahat mubah dapat dirasakan secara langsung”.
Sebagian
di
antaranya
lebih
bermanfaat
dan
lebih
besar
kemaslahatannya dari sebagian yang lain, maslahat mubah ini tidak
berpahala. Oleh karena itu, meskipun perkawinan pada asalnya
mubah, namun dapat berubah menurut ahkamal-khamsah (hukum
yang lima) menurut perubahan keadaan, yaitu:
1) Nikah Wajib.
Nikah wajib yaitu nikah yang diwajibkan bagi orang yang
telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi
orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan
menyelamatkannya perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan
terlaksana kecuali dengan nikah.
2) Nikah Haram
Nikah haram yaitu nikah yang diharamkan bagi orang
yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup
berumah
tangga
melaksanakan
kewajiban
lahir
seperti
30
memberikan nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin
seperti mencampuri istri.
3) Nikah Sunnah
Nikah sunnah yaitu nikah yang disunnahkan bagi orangorang yang sudah mampu tetapi ia masih sanggup mengendalikan
dirinya dari perbuatan yang haram, dalam hal seperti ini maka
nikah lebih baik daripada membujang karena membujang tidak
diajarkan oleh Islam.
4) Nikah Mubah
Nikah mubah yaitu bagi orang yang tidak berhalangan
untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan
dirinya, ia belum wajib nikah dan tidak haram bila tidak nikah.
5) Nikah Makruh
Nikah makruh yaitu bagi yang belum membutuhkannya
dan khawatir jika menikah justru menjadikan kewajibannya
terbengkalai.
Dari uraian tersebut di atas menggambarkan bahwa dasar
perkawinan menurut Islam pada dasarnya bisa menjadi wajib, haram,
sunnah, dan mubah tergantung dengan keadaan maslahat atau
mafsadatnya.
31
4.
Tujuan dan Hikmah Perkawinan
a.
Tujuan Perkawinan
Menurut undang-undang Nomor.1 Tahun 1974 tentang
perkawinan dapat disimpulkan, bahwa tujuan perkawinan adalah
untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal,
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Membentuk keluarga
artinya membentuk kesatuan masyarakat terkecil yang terdiri suami,
istri, dan anak-anak. Membentuk rumah tangga artinya membentuk
kesatuan hubungan suami istri dalam suatu wadah yang disebut
rumah kediaman bersama. Bahagia artinya ada kerukunan hubungan
antara suami dan istri, atau antara suami istri, dan anak-anak dalam
rumah tangga. Kekal artinya berlangsung terus menerus seumur
hidup dan tidak boleh diputuskan begitu saja atau dibubarkan
menurut
kehendak
pihak-pihak.
Perkawainan
berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa artinya perkawinan tidak terjadi begitu
saja menurut kemauan pihak-pihak, melainkan sebagai karunia
Tuhan kepada manusia sebagai mahluk beradab. Karena itu
perkawinan dilakukan dengan berkeadaban pula, sesuai ajaran
agama yang diturunkan Tuhan kepada manusia. Perkawinan menurut
undang-undang tersebut, ternyata bahwa konsep undang-undang
perkawinan nasional tidak ada yang bertentangan dengan tujuan
perkawinan menurut konsep hokum Islam, bahkan dapat dikatakan
bahwasanya ketentuan-ketentuan didalam undang-undang Nomor.1
32
Tahun 1974 dapat menunjang terlaksananya tujuan perkawinan
menurut hukum Islam. Beberapa ahli dalam hukum Islam yang
mencoba merumuskan tujuan perkawinan menurut hukum Islam,
antara lain: Drs. Masdar Hilmi, menyatakan bahwa tujuan
perkawinan dalam Islam selain untuk memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohani manusia, juga sekaligus untuk membentuk keluarga serta
meneruskan dan memelihara keturunan dalam menjalani hidupnya di
dunia, juga untuk mencegah perzinaan, dan juga agar terciptanya
ketenangan dan ketentraman jiwa bagi yang bersangkutan, keluarga
dan masyarakat.
Dalam Pasal 4 pada Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) jo.
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(“UU Perkawinan”) menyebutkan bahwa:7
a. Pasal 4 KHI: “Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut
Hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”
b. Pasal 2 UU Perkawinan menyatakan bahwa:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundangundangan yang berlaku.
7
Kompilasi Hukum Islam (“KHI”) jo. Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan
33
Hal ini berarti, perkawinan sah apabila telah dilakukan
menurut Hukum Islam (menurut hukum agama dan kepercayaan
yang sama dari pasangan calon suami istri). Selain itu, pasangan
suami istri tersebut, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) UU Perkawinan,
mempunyai kewajiban mencatatkan perkawinannya ke KUA
(pegawai Pencatat Nikah) dan mendapatkan buku nikah sebagai
bukti pencatatan perkawinan.
c. Pasal 7 KHI, menyatakan bahwa:
(1) Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah
yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah.
(2) Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akat
Nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya ke Pengadilan
Agama.
(3) Itsbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama
terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:
(a) Adanya
perkawinan
dalam
rangka
penyelesaian
perceraian;
(b) Hilangnya Akta Nikah;
(c) Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu
syarat perkawinan;
(d) Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya
Undang-undang No.1 Tahun 1974 dan;
34
(e) Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak
mempunyai halangan perkawinan menurut UndangUndang No.1 Tahun 1974;
(4) Yang berhak mengajukan permohonan itsbat nikah ialah
suami atau isteri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak
yang berkepentingan dengan perkawinan itu.
Nikah sirri secara syar’i, akan berbenturan dengan maqashid
asy-syariah atau tujuan diberlakukan hukum syariah yang meliputi8 :
1. Menjaga jiwa (Hifiz an-nafs)
2. Menjaga agama (Hifiz ad-din)
3. Menjaga keturunan (Hifdz an-nasl),
4. Menjaga akal (Hifiz al-aql) dan
5. Menjaga harta (Hifiz al-mal)
Ketika pernikahan dilakukan secara siri tanpa dicatatkan
kepada pihak yang berwenang, secara agama, bila telah memenuhi
rukun syarat pernikahan adalah sah. Dengan latar belakang khawatir
terjadinya zina atau perbuatan lain yang melanggar syariat, maka
pernikahan tersebut dikategorikan ke dalam tujuan hifdz ad-din dan
hifdzu an-nasl. Tujuan tersebut hanya bisa terwujud sesaat setelah
pernikahan berlangsung. Namun dampak hukum dari perkawinan
dan akibat-akibat lain yang sering muncul dalam perkawinan akan
muncul dalam rentang waktu panjang. Sementara maqashid al8
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqh, terj. Moh.Zuhri dan Ahmad Qarib, Dina
Utama, Semarang.1994 hal. 313-316
35
syari’ah tidak ditujukan untuk ketenangan sesaat, tetapi antisipasi
jangka panjang lebih diperhitungkan.
Nikah sirri relatif masih dianggap sebagai alternatif terbaik
dalam penyelesaian problem prosedur pernikahan. Dengan memilih
pernikahan sirri, tanpa disadari, atau justru dengan penuh kesadaran
perempuan mengikhlaskan diri untuk menghadapi permasalahan
hukum yang lebih rumit lagi di kemudian hari.
Perkawinan yang dilakukan oleh suami isteri secara sah akan
membawa konsekuensi dan akibat di bidang hukum. Akibat hokum
tersebut adalah:
a. Timbulnya Hubungan Antara Suami dan Isteri
Hubungannya sebagai suami isteri dalam perkawinan yang
sah, menimbulkan suatu hak dan kewajiban yang harus
dilaksanakan untuk menegakkan rumah tangganya. Hak dan
kewajiban antara suami dan isteri diatur dalam Pasal 30 sampai
dengan Pasal 34 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yaitu:
1) Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat;
2) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan
kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan dalam
pergaulan masyarakat.
3) Suami isteri berhak melakukan perbuatan hukum;
36
4) Suami adalah Kepala rumah tangga dan isteri sebagai Ibu
rumah tangga. Disamping itu suami wajib memberikan segala
sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan
kemampuannya dan isteri mengatur rumah tangga sebaikbaiknya;
5) Suami dan isteri wajib saling cinta-mencintai, hormatmenghormati, setia-menyetiai dan memberi bantuan lahir dan
batin satu kepada yang lain;
6) Suami dan isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap
dan tempat kediaman tersebut ditentukan oleh suami dan isteri
bersama.
b. Timbulnya Harta Benda Dalam Perkawinan
Suami isteri yang terikat dalam perkawinan yang sah, akan
mempunyai harta benda, baik yang diperoleh sebelum perkawinan
maupun selama perkawinan. Pengaturan terhadap harta kekayaan
perkawinan tersebut selanjutnya diatur pada Pasal 35 sampai
Pasal 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, yaitu:
1) Harta benda yang dipoeroleh selama perkawinan menjadi harta
bersama, sedangkan harta bawaan dari masaing-masing suami
dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing
sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah pengasaan
masing-masing sepanjang tidak ditentukan lain oleh suami dan
37
isteri. Apabila ditentukan oleh suami dan isteri maka harta
bawaan suami dan isteri tersebut menjadi hara bersama. Untuk
menentukan agar harta bawaan, suami dan isteri tersebut harus
membuat perjanjian kawin. Perjanjian kawin harus dibuat
secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan
sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan;
2) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak. Sedangkan mengenai harta
bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak
sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hokum mengenai
harta bendanya;
3) Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur
menurut hukumnya masing-masing.
c. Timbulnya Hubungan Antara Orang Tua Dan Anak Akibat
hukum terakhir dari perkawinan yang sah adalah adanya
hubungan antara orang tua dan anak. Pengaturan selanjutnya
terhadap hal ini diatur dalam Pasal 45 sampai Pasal 49 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu:
1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak sebaikbaiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.
Selanjutnya kewajiban itu berlaku terus meskipun perkawinan
kedua orang tua putus;
38
2) Anak yang belum mencapai umur 18 Tahun atau belum pernah
kawin, berada dibawah kekuasaan orang tuanya, selama
mereka tidak dicabut dari kekuasaanya. Orang tua mewakili
anak tersebut, mengenai segala perbuatan hokum didalam dan
di luar Pengadilan;
3) Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya
yang belum berumur 18 tahun atau belum pernah kawin
sebelumnya, kecuali jika kepentingan anak itu menghendaki;
4) Kekuasaan salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut
kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih, untuk waktu
tertentu atas permintaan orang lain, keluarga anak dalam garis
lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau
pejabat yang berwenang. Kekuasaan orang tua dapat dicabut
dengan alasan, ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap
anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Meskipun telah
dicabut kekuasaannya, mereka tetap berkewajiban memberi
biaya pemeliharaan terhadap anaknya;
5) Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak
mereka yang baik. Jika anak telah dewasa, ia wajib
memelihara menurut kemampuannya, orang tua dan keluarga
dalam garis lurus ke atas apabila mereka memerlukan
bantuannya.
BAB III
KAJIAN OBJEK PENELITIAN
A. Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara
Penduduk Kecamatan Kedung berdasarkan data Keagamaan Kantor
Kemenag Kab. Jepara tahun 2014 berjumlah 71,510 jiwa, 71.498 Jiwa
beragama Islam (99,98%) dan 0,01% adalah beragama non muslim1.
Adapun jumlah penduduk di desa Menganti Kecamatan kedung adalah
1670 Jiwa. Yang mayoritas beragam Islam. Mata pencaharian warga
menganti berprofesi rata-rata bekerja di meubel kayu. Satu sisi tingginya
pertumbuhan penduduk dan terbatasnya faktor lapangan pekerjaan yang
tersedia lebih sedikit karena dampak dari perekonomian Nasional,
menyebabkan
semakin
banyaknya
industri
meubel
yang
berhenti
berproduksi. Hal ini berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar.
Di kecamatan Kedung daftar peristiwa nikah pada tahun 2014
sebanyak 462 peristiwa2, Pernikahan dilaksanakan di kantor 229 Peristiwa,
dan pernikahan di luar kantor sebanyak 223 Peristiwa.
Fenomena pernikahan sirri merupakan fenomena yang biasa terjadi
di masyarakat. Munculnya nikah sirri ini setelah diundangkannya Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang1
2
Data Keagamaan Kantor Kemenag Kab. Jepara, 2014
Ibid.
39
40
undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.3 Karena dalam kedua
peraturan tersebut, disebutkan bahwa tiap-tiap perkawinan selain harus
dilakukan menurut ketentuan agama juga harus dicatatkan. Perkawinan
sirri ini biasa dilakukan dihadapan pemuka agama dengan melakukan
ritual-ritual atau sejenisnya, yang dianggap sah menurut agama dan
kepercayaan masyarakat. Perkawinan sirri sering kita kenal dengan istilah
Perkawinan di bawah tangan. Kata sirri berasal dari bahasa arab yang
artinya rahasia, yang berarti Perkawinan sirri adalah perkawinan rahasia.
Sedangkan pengertian perkawinan sirri menurut hukum yaitu perkawinan
yang dilakukan berdasarkan aturan agama atau adat-istiadat yang tidak
dicatatkan di Kantor Pegawai Pencatat Nikah, dalam artian perkawinan
semacam ini tidak memiliki bukti otentik, sehingga dikatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum.
Di desa menganti Kecamatan Kedung Jepara, pasangan suami istri
yang melakukan nikah sirri berjumlah 4 keluarga. Dari 4 keluarga ini
masing-masing memiliki anak berjumlah 5 orang4.
Menurut Iqbal yang berusia 17 tahun anak kedua dari ibu Zumrotun
mengatakan bahwa awalnya dirinya tidak tahu jika orang tuanya nikah
sirri. Namun dirinya tahu jika ayahnya mempunyai istri selain ibu
kandungnya. Dirinya tidak mempermasalahkan status pernikahan orang
tuanya. Karena selama ini ayahnya selalu mengunjungi keluarganya,
3
Peraturan Pemerintah Nomor. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan.
4
Wawancara dengan Bapak Sholikul Hadi, Kepala Desa Menganti Kec. Kedung Jepara
tanggal 25 Desember 2014.
41
walaupun seminggu terkadang 2-3 kali. Disamping itu orang tuanya tidak
pernah bertengkar. Iqbal tidak pernah menanyakan kepada orang tuanya
alasan dari pernikahan orang tuanya. 5
Zumrotun (50 tahun) ibu dari Iqbal yang dinikahi sirri sejak 18
tahun yang lalu menyatakan bahwa, dirinya mau dinikahi sirri oleh
suaminya karena zumrotun cinta terhadap suaminya. Awalnya Zumrotun
menikah dengan orang lain dan memperoleh seorang anak. Suami pertama
Zumrotun adalah orang Jakarta, yang merantau dijepara untuk bekerja di
perusahaan meubel. Namun suaminya meninggalkan dirinya sejak usia
anaknya 1 tahun. Menurut zumrotun, alasan kepergian suami pertama
adalah untuk bekerja di Jakarta, “Namun sampai sekarang tidak pernah
datang mengunjungi anaknya,” Jelas zumrotun. Selama 1,5 tahun sang
suami tidak kunjung datang, akhirnya zumrotun mengajukan gugat cerai.
Sampai selesai gugat cerai, mantan suaminya juga tidak kunjung datang.
Dalam status janda, dengan bekerja sebagai buruh meubel, Zumrotun
bertemu dengan suaminya. Hingga akhirnya terjalin hubungan cinta.
Zumrotun mengetahui ketika suaminya beristri. “apa boleh buat, takdirku
seperti ini,” imbuhnya. Zumrotun awal ditawari untuk dinikahi, dia minta
dinikahi resmi, namun suaminya keberatan karena Istri pertama tidak
merestui. “Saya tahu jika istri suamiku marah, bahkan pernah kesini
memarahi saya, sebelum kami menikah,” ungkap zumrotun. “Tapi kami
5
Wawancara dengan Iqbal anak dari Ibu Zumrotun, Desa Menganti Kec. Kedung
Jepara tanggal 27 Desember 2014
42
sudah saling cocok dan cinta, jadi nikah sirri kami lakukan. yang penting
orang tuaku merestui”, imbuhnya.6
Sumiati (50 tahun) menjadi istri dari pernikahan sirri dikaruniai 3
orang anak. Sumiati menikah dengan suaminya semenjak masih lajang.
Suami sumiati juga tetangga desa yang bekerja sebagai petani. Sumiati
saat itu tidak mengetahui akan menikah. Ternyata sumiati dijodohkan
kepada orang dari tetangga desa. “saat itu usiaku sekitar 16 tahun. Orang
tuaku hanya bilang akan menikahkan diriku dengan suminto orang kedung
malang. Suminto merupakan petani yang mempunyai lahan pertanian yang
luas. Saat itu suminto suamiku sudah beristri dengan 2 orang anak. saya
tidak tahu jika calon suamiku adalah orang yang sudah beristri, karena usia
saya dengan suamiku saat itu selisih 20 tahun. Saya tidak berani menolak
yang dilakukan orang tuaku. Saat ini suamiku di rumah bersama istri
pertama. Karena sudah tua, jadi sudah hamper 2 tahun tidak pernah datang
kerumah. Namun anak-anak terkadang mengunjungi bapaknya.”7
Menurut Ibu Titi Setiawati ibu (55 tahun) mengatakan bahwa
dirinya dinikahi Sirri oleh suaminya sebenarnya berat, tapi bagaimana
lagi, setiap saya mengajak untuk dilaporkan di KUA, suami selalu
menolak dengan alasan ribet dan lain-lain. Titi Setiawati saat dinikahi
berstatus Janda tanpa anak. suaminya menceraikan dirinya setelah ada
konflik rumah tangga. Setiawati (panggilan akrab) menerima pinangan
6
Wawancara Ibu Zumrotun, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 27
Desember 2014.
7
Wawancara dengan Ibu Sumiati, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 29
Desember 2014.
43
dari suaminya disaat karena kondisi ekonomi keluarganya menurun.
Disamping itu setiawati juga merasa risih dengan status jandanya. Saya
tidak ingin gagal yang ke dua kali. Walaupun saya di nikahi sirri. Anakanak sudah mengetahui karena usianya menginjak remaja. Namun mereka
tidak menuntut. Kami tidak pernah konflik yang berlebihan. 8
Menurut Titi Setiawati harta gono gini selama menikah dengan
suaminya, tidak pernah mempermasalahkan. Menurut wati, anak-anak
mereka tidak pernah mempertanyakan warisan. Walaupun sudah ada yang
membuat rumah disamping rumah ini. “saya tidak pernah membahas
warisan buat anak-anak. saya punya keyakinan bahwa anak membawa
rejeki masing-masing.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa
fanomena nikah sirri di desa menganti dipengaruhi oleh kondisi
masyarakat yang agamis, serta pengakuan masyarakat bahwa nikah
dibawah tangan sah menurut agama Islam. Disamping itu faktor budaya
masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan tentang pernikahan sirri.
Harta warisan hasil dari pernikahan Sirri tidak menjadi persoalan yang
signifikan pada keluarga yang status pernikahannya sirri.
8
Wawancara dengan Ibu Titi Setiawati, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal
29 Desember 2014.
44
B. Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap Nikah Sirri di Desa
Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara
Pernikahan merupakan persoalan sakral dikalangan masyarakat.
Karena kesakralannya, kalangan masyarakat tertentu selalu berhati-hati
untuk melangsungkannya. Namun disisi lain, terjadinya pernikahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, sehingga mendukung proses pernikahan.
Warga desa menganti yang mayoritas muslim ini berprofesi sebagai buruh
meubel. Dari hasil wawancara dengan responden menyatakan bahwa nikah
sirri dilakukan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: Faktor
Agama, Faktor Sosial Budaya, Faktor Pendidikan, Faktor Ekonomi.
Menurut ibu Siti Zainab (45 tahun) istri yang dinikahi sirri,
menceritakan bahwa, dirinya mau untuk dinikahi karena faktor ekonomi.
Kehidupan rumah tangga zainab (panggilan akrabnya) berantakan setelah
suaminya meninggal. Kemudian zainab ditawari untuk dinikahi tapi
dengan nikah sirri. Karena kondisi ekonomi dan ada yang menanggung
kehidupannya, maka zainab menerima tawaran tersebut. Saat ini zainab
dikaruniani 1 orang anak yang berusia 3 tahun. Ketika ditanya apakah
mempunyai beban moral terhadap lingkungan, zainab dengan mantap
menjawab tidak, alasan zainab karena dia merupakan istri sah menurut
agama walaupun tidak diakui oleh Negara.9
Menurut Sholihin tokoh masyarakat mengatakan bahwa terjadinya
nikah sirri di desa menganti selain faktor ekonomi dari pihak perempuan,
9
Wawancara dengan Ibu Zainab, Desa Menganti Kec. Kedung Jepara tanggal 27
Desember 2014
45
juga karena Pendidikan yang rendah. Rata-rata mereka yang menikah sirri
lulusan SD, atau bahkan tidak lulus SMP.10
Subhan kerabat dekat dari siti zainab memberikan keterangan
bahwa semua anak-anak zainab secara psikologis saat ini tidak pengaruh
dalam pergaulan maupun status sosial lainnya. Hal ini anak dari zainab
masih berusia dini.
Sholikul Hadi Kepala Desa menganti mengatakan bahwa nikah sirri
(di bawah tangan) selain berpotensi menimbulkan fitnah, juga secara
hukum sangat merugikan kaum wanita. Namun menurut masyarakat secara
umum menikah dibawah tangan sah menurut Agama Islam, maka hal ini
tidak bisa dihilangkan atau dicegah. Yang bisa mengurangi budaya nikah
sirri adalah semua pihak terlibat. Baik para kyai, tokoh masyarakat, serta
para orang tua yang bertanggung jawab kepada anak gadisnya.11
Dari hasil wawancara dari responden tersebut diatas dapat
disimpulkan, bahwa faktor yang mempengaruhi pernikahan Sirri, karena
faktor ekonomi. Disamping itu kebutuhan akan perlindungan dan tanggung
jawab seorang wanita oleh suaminya juga merupakan faktor yang
mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri ini. Faktor SDM karena tingkat
pendidikan yang masih rendah juga mempengaruhi terjadinya pernikahan
sirri.
10
Wawancara dengan Sholihin tokoh masyarakat Desa Menganti Kec. Kedung Jepara
tanggal 29 Desember 2014.
11
Wawancara dengan Sholikul Hadi Kepala Desa Menganti Kec. Kedung Jepara
tanggal 29 Desember 2014.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Fenomena Nikah Sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara
Nikah sirri (dibawah tangan) selain berpotensi menimbulkan
fitnah, juga secara hukum sangat merugikan kaum wanita. Karena nikah
sirri tidak diakui oleh Negara walaupun secara agama sah. Karena bukti
secara administrasi, nikah sirri tidak ada bukti telah dicatat oleh negara.
Suami dan isteri mempunyai hak yang sama dalam hukum perkawinan,
namun tidak punya hak secara formal terhadap pengakuan oleh negara.
Ada berbagai pendapat di kalangan ulama mengenai halal tidaknya nikah
sirri ini. Sebagian ulama menilai pernikahan sirri dihalalkan asal
memenuhi syarat dan rukun nikah oleh negara. Fenomena pernikahan sirri
merupakan fenomena yang biasa terjadi di masyarakat. Kondisi ekonomi
masyarakat yang kurang menyebabkan perjadinya nikah sirri. Disamping
itu budaya masyarakat yang agamis juga berpengaruh terjadinya nikah
sirri.
Perkawinan orang Indonesia yang beragama Islam sudah diatur
dalam UU Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang di dalamnya bukan hanya
mengacu aturan negara tetapi juga mencakup syariat Islam. Dalam UU
tersebut dinyatakan bahwa perkawinan tersebut harus tercatat sesuai
perundang-undangan yang berlaku, atau bagi umat Islam tercatat kantor
46
47
urusan agama (KUA) sehingga resmi tercatat dan mendapatkan surat
nikah. Pernikahan sirri yang semacam itu, tetap sah secara agama, namun
pernikahannya menjadi tidak berkah. Karena itu, resiko pernikahan sirri
juga besar, antara lain: terguncangnya mahligai rumah tangga, Sementara
bagi public figur, nikah semacam itu bukan hanya merusak rumah tangga,
namun juga mereka beresiko dipermalukan dan mendapat aib di
masyarakat.
B. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nikah Sirri di Desa
Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara
Fenomena nikah sirri di Desa Menganti Kecamatan Kedung
Kabupaten Jepara dipengaruhi oleh beberapa faktor. Diantaranya :
a. Faktor ekonomi
Kondisi
ekonomi
calon
istri
yang
tergolong
rendah
menyebabkan terjadinya nikah sirri.
b. Kondisi masyarakat yang agamis
Masyarakat agamis mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri.
Karena masyarakat secara keseluruhan menyakini bahwa nikah sirri sah
menurut agama Islam.
c. Faktor budaya masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan tentang
pernikahan sirri
Budaya masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan
pernikahan sirri. Hal ini dipengaruhi oleh masyarakat yang agamis.
48
d. Tingkat Pendidikan pelaku nikah sirri masih rendah.
Calon Istri yang dinikah sirri rata-rata berpendidikan SD dan
SMP. Sehingga pola pikir itu berpengaruh pada keputusan mau di nikah
sirri.
Faktor-faktor tersebut akan sangat berpengaruh pada karakter dan
pengambilan keputusan oleh pihak perempuan. Pernikahan dibawah
tangan ini dapat ditanggulangi dengan melibatkan semua pihak, antara lain
tokoh masyarakat, tokoh agama, serta perangkat desa. Serta merubah
meandset generasi muda agar mau meneruskan pendidikan yang lebih
tinggi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah memperhatikan keseluruhan bab pada skripsi ini, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Fenomena Nikah Sirri di desa menganti dipengaruhi oleh kondisi
masyarakat yang agamis, serta pengakuan masyarakat bahwa nikah
dibawah tangan sah menurut agama Islam. Disamping itu faktor budaya
masyarakat desa menganti tidak mempersoalkan tentang pernikahan
sirri. Harta warisan hasil dari pernikahan Sirri tidak menjadi persoalan
yang signifikan pada keluarga yang status pernikahannya sirri.
Kekayaan hasil dari pernikahan sirri tidak di persoalkan oleh ahli waris
walaupun secara Hukum Negara Anak hasil dari Nikah sirri tidak
berhak atas warisan.
2. Faktor apa yang berpengaruh terhadap nikah Sirri di Desa Menganti
Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara karena faktor ekonomi.
Disamping itu kebutuhan akan perlindungan dan tanggung jawab
seorang
wanita
oleh
suaminya
juga
merupakan
faktor
yang
mempengaruhi terjadinya pernikahan sirri ini. Faktor SDM karena
tingkat pendidikan yang masih rendah juga mempengaruhi terjadinya
pernikahan sirri. Tingkat pendidikan calon istri yang rendah
mempengaruhi keputusan untuk mau dinikah sirri.
49
50
B. Saran-saran
Pada sub ini, peneliti akan memberikan saran yang bersifat
membangun
bagi
Pemerintah
Desa
Menganti
kecamatan
Kedung
Kabupaten Jepara. Saran-saran tersebut diantaranya sebagai berikut:
1.
Bagi Pemerintah Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten
Jepara
Pemerintah desa membuat Peraturan Desa (Perdes) berkenaan
nikah sirri. Selalu melakukan koordinasi kepada stake holder,
lembaga masyarakat desa terkait dengan kesepakatan agar dapat
memberikan pengarahan kepada masuarakat untuk tidak melakukan
Nikah sirri. Memberikan pengarahan khusus kepada Modin yang
biasanya memberikan pelayanan pernikahan sebagai tangan panjang
Kantor Urusan Agama.
Berkoordinasi dengan Ketua RW / RT di Lingkungan desa
menganti agar selalu memberikan pengarahan kepada warganya serta
mengawasi terhadap lingkungannya, untuk mencegah terjadinya
tindak asusila dilingkungannya.
2. Bagi tokoh agama
Tokoh Agama harus pro aktif untuk meminimalisir kegiatan
Nikah sirri, karena dengan penyuluhan tentang agama, masyarakat
menganti yang notabenenya agamis bisa menerima. Disamping itu
Tokoh Agama harus mengarahkan masyarakat agar menyadari akan
pentingnya sadar hukum.
51
3. Bagi Orang Tua Wali
Orang tua hendaknya harus mengawasi anak-anaknya dalam
bergaul. Khususnya orang tua yang punya anak putri. Orang tua harus
tegas untuk menolak apabila anak gadisnya akan di nikahi sirri.
C. Penutup
Segala puji bagi allah swt. atas segala limpahan rahmat karunia-nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul
nikah siri dan implikasinya terhadap kedudukan istri, anak dan kekayaan.
Meskipun dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha
semaksimal mungkin, namun karena keterbatasan kemampuan yang ada
pada diri penulis, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak penulis harapkan, agar penulisan karya ilmiah ini lebih sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdullah Wasian, Perkawinan siri (tidak dicatatkan)terhadap kedudukan istri
anak dan harta kekayaannya tinjauan Hukum Islam dan Undangundang Perkawinan, Undip Semarang, 2010.
Alwi, Hasan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2003,
Cet. 3.
Anwar Harjono, Hukum Islam Keluasan dan Keadilannya. Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1968.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek, Jakarta :
Rineka Cipta, 1998, Cet. II.
Basyir, Ahmad Azhar, Hukum Perkawinan Islam, UII Press, Yogyakarta,
1999.
Bungin, Burhan, Analisis Data Penelitiaan Kualitatif: Pemahaman Filosofis
dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid 2, Yogyakarta : Andi, 2004.
Hadi, Sutrisno, Metodologi Research, Jilid. I, Yogyakarta: Andi, 2003, Cet. 39.
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Cet. 7, Jakarta:
Sarasin, 1996
Koentjaraningrat, Metode-metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Sarasin,
1996, Cet. 7.
Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya. 1994.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, edisi III, Yogyakarta :
Rake Sarashin, 1996, Cet. 7.
Mujiati, 2011. Nikah Siri dan Implikasinya dalam Kehidupan Sosial di Desa
Ngaringan Klumpit Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus, Unnes
Semarang
Nastangin, Perceraian Karena Salah Satu Pihak Murtad (Studi Putusan
Pengadilan Agama Salatiga Nomor 0356/pdt.G/2011/PA.SAL), STAIN
Salatiga, 2012.
Nurdi, Herry, Fiqih itu Asyik, Bandung: Dar Mizan, 2004, Cet. 1.
Rofiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2000, Cet. 4.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.
52
53
Tri Nurohmi, 2005. Perkawinan Siri dan Akibat Hukumnya Ditinjau Dari
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Penelitian di
Desa Wanayasa Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara Jawa
Tengah) Universitas Negeri Semarang.
Yayasan Penyelenggara Penerjemah Al Qur’an Departemen Agama RI, AlQur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV. Wicaksana, 1999.
Iqbal, Mashuri S, Li Sufyana M. Bakri. 1994. Mencari Cahaya Dari Ilmu
Ulama. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Peraturan Perundang-undangan
Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi
Hukum Islam
Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 3 Tahun 1975.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 9 tahun 1975 tentang
Pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-undang nomor 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.
Wawancara
Sholikul Hadi, Kepala Desa Menganti Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara
Iqbal anak dari Ibu Zumrotun, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten
Jepara
Zumrotun, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara
Sumiati, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara
Titi Setiawati, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara
Siti Zainab, Warga Desa Menganti Kec. Kedung Kabupaten Jepara
Sholihin Tokoh masyarakat Desa Menganti Kec. Kedung Jepara
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Nikah_Siri#Latar_belakang
http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-danhukumnya/,
http://ahmadzain.com/read/karya-tulis/271/pengertian-menikah-dan
hukumnya/, 8 Januari 2015.
PANDUAN WAWANCARA
Istri
1. Sudah berapa lama anda melangsungkan pernikahan dengan suami ?
2.
Apakah anda punya akta nikah ?
3.
Apakah anda tahu bahwa pernikahan anda hanya sah secara agama tapi tidak
secara hukum negara ?
4.
Siapakah yang pertama mengungkapkan keinginan untuk menikah siri ?
5.
Faktor apa yang mendorong anda melangsungkan pernikahan siri ?
6. Selama anda menikah, pernahkah terjadi konflik dalam rumah tangga yang
berkaitan dengan status pernikahan anda?
7. Apakah anda sering mengalami konflik batin yang berkepanjangan dalam kasus
ini ?
8. Apakah tidak terjadi konflik berkenaan dengan Warta warisan ?
Kerabat dan anak
9. Bagaimana menurut anda keluarga yang melakukan nikah siri ini
10. Apa yang anda rasakan dengan Status pernikahan orang tua dengan statusnya
nikah sirri
Tokoh Masyarakat
11. Bagaimana pendapat anda tentang fenomena nikah siri yang marak terjadi di
kalangan masyarakat ?
12. Menurut anda, lebih banyak dampak negatif atau dampak positifnya ?
13. Apakah perlu diadakan antisipasi khusus untuk mengatasi hal itu?
14. Apakah perlu ada penyuluhan hukum untuk mengatasi terjadinya fenomena
tersebut ?
15. Bagaimana pengamatan anda tentang pasangan yang melangsungkan pernikahan
siri, terutama dilihat dari stabilitas rumah tangganya ?
16. Bagaimana Budaya yang ada di masyarakat sekitar
54
Download