Hubungan antara Representasi Sakit dengan Kepatuhan terhadap

advertisement
HUBUNGAN ANTARA REPRESENTASI SAKIT DENGAN
KEPATUHAN TERHADAP PENGOBATAN DIABETES
MELLITUS TIPE II DI RSUD AMBARAWA
Oleh:
Dewi Puspita Sari
802009095
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi
Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi : S1 Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
i
i
iii
Hubungan Antara Representasi Sakit Dengan Kepatuhan
Terhadap Pengobatan Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD
Ambarawa
Dewi Puspita Sari
Jusuf Tj. Purnomo, K. D. Ambarwati
Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, 2014
ABSTRAK
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasi yang bertujuan
untuk mengetahui signifikansi hubungan antara representasi sakit
dengan kepatuhan terhadap pengobatan. Sebanyak 71 responden
diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan menggunakan teknik
sampel kuota sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam
pengumpulan data dengan metode skala, yaitu skala antara representasi
sakit dengan kepatuhan terhadap pengobatan. Teknik analisa data yang
dipakai adalah teknik korelasi Spearman’s Rho. Dari hasil analisa data
diperoleh koefisien korelasi antara variabel representasi sakit dengan
kepatuhan pengobatan adalah sebesar -0,077 dengan taraf signifikansi
didapat sebesar 0,261 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan positif yang signifikan antara representasi sakit dengan
kepatuhan pengobatan di RSUD Ambarawa.
Kata Kunci : Representasi sakit, Kepatuhan terhadap pengobatan
The Relationship Between Illness Representation with Medication
Adherence Diabetes Mellitus Type II At RSUD Ambarawa
Dewi Puspita Sari
Jusuf Tj. Purnomo, K. D. Ambarwati
Faculty of Psychology Satya Wacana Christian University, 2014
ABSTRACT
This is a correlational research which aimed to determine the
significant relationship between illness representation and medication
adherence. There 71 respondents taken as sample which is done by
using quota sampling. Research method in collecting the data is scaling
method that is scales between illness representation and medication
adherence. Technique of data analysis is correlation technique of
Spearman's Rho. From the data analysis, it is found that obtained value
of illness representation and medication adherence is -0.077 with level
of significance is 0.261 (p>0.05). This results shows that there is no
significant positive relationship between illness representation and
medication adherence at RSUD Ambarawa.
Keywords: Illness representation, Medication adherence
v
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Kesehatan merupakan hal yang sangat penting yang harus dijaga
agar manusia dapat bertahan hidup dan melakukan aktivitas
denganpenuh semangat sehingga hidup menjadi lebih bermanfaat.
Sehat menurut Murwani (2008), merupakan suatu keadaan yang
terdapat pada masa tumbuh kembang manusia. Sehat bukan hanya
bebas dari penyakit, tetapi meliputi seluruh kehidupan manusia,
termasuk aspek sosial, psikologi, spiritual, faktor-faktor lingkungan,
ekonomi, pendidikan dan rekreasi. Sedangkan sakit adalah kegagalan
atau gangguan dalam proses tumbuh kembang, gangguan fungsi tubuh
dan penyesuaian diri manusia secara keseluruhan, atau gangguan salah
satu fungsi tubuh.
Penyakit kronis merupakan kondisi medis atau masalah kesehatan
yang berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan
penatalaksanaan jangka panjang. Penyakit kronis dapat diderita oleh
semua kelompok usia, tingkat sosial ekonomi dan budaya. Penyakit
kronis dapat berdampak kecil pada aktivitas atau gaya hidup seseorang
atau dapat mengarah pada ketergantungan terhadap teknologi canggih
untuk menunjang hidup. Banyak kondisi kronis membutuhkan program
penatalaksanaan untuk tetap menjaganya terkontrol (Smeltzer dan Bare,
2001).
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan
tidak normalnya fluktuasi kadar gula darah yang biasanya berhubungan
dengan gangguan pada produksi insulin dan metabolisme glukosa
1
2
(Orland dalam Goodall dan Halford, 1991). Menurut Smeltzer dan Bare
(2002), diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau
hiperglikemia.
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), ada 4 tipe diabetes mellitus.
Diabetes yang utama adalah diabetes mellitus tipe I yang tergantung
pada insulin, diabetes mellitus tipe II yang tidak tergantung insulin,
diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya, dan diabetes mellitus gestasional. WHO (World Health
Organization) memastikan peningkatan penderita diabetes mellitus tipe
II paling banyak dialami oleh negara-negara berkembang termasuk
Indonesia. Sebagian peningkatan jumlah penderita diabetes mellitus
tipe II karena kurangnya pengetahuan tentang diabetes mellitus, usia
harapan hidup yang semakin meningkat, diit yang kurang sehat,
kegemukan serta gaya hidup modern (Rahmadiliyani dan Muhlisin,
2008). Sebagian penyandang diabetes tipe II yang mendapat obat oral
mempunyai kesan bahwa mereka tidak bersungguh-sungguh menderita
diabetes
atau
hanya
memiliki
diabetes
“borderline”.
Mereka
menganggap bahwa diabetes yang mereka derita bukanlah suatu
masalah “serius” jika dibandingkan dengan pasien diabetes yang
memerlukan penyuntikan insulin (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penanggulangan penyakit kronis termasuk dalam hal ini diabetes
mellitus baiknya berlangsung setiap hari agar pasien diabetes mellitus
patuh terhadap anjuran-anjuran dokter meskipun dipaksa atau terpaksa
sehingga rendah resiko terjadinya kenaikan glukosa darah. Menurut
Sarafino (1988), kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara
3
pengobatan dan perilaku yang disarankan dokternya. Banyaknya
pasien yang dirawat
di rumah sakit
merupakan akibat
dari
ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan aturan pengobatan (Sarafino,
1990).
Ketidakpatuhan terhadap pengobatan merupakan suatu hal yang
sangat problematis karena melibatkan begitu banyak faktor yang
memengaruhinya seperti kondisi psikologis, persepsi, motivasi, dan
sebagainya. Pengetahuan pasien akan penyakitnya sangat dibutuhkan
agar mereka mengetahui cara yang dipilih pasien untuk menghadapi
penyakit yang dideritanya (Leventhal, Nerenz, & Steele, dalam Taylor,
2006). Pasien akan patuh dengan semua rekomendasi tritmen karena
keyakinan tingkat keparahan penyakit dan ancaman terhadap hidup
pasien dari hasil diagnosa (Richardson et. al., 1987).
Permasalahan muncul ketika pasien diabetes mellitus tipe II
memiliki keyakinan bahwa penyakit diabetes mellitus bukanlah suatu
masalah serius jika dibandingkan dengan pasien diabetes yang
memerlukan penyuntikan. Akibatnya ialah anjuran–anjuran pengobatan
dari dokter kurang diperhatikan dan kepatuhan pasien terhadap
pengobatan akan rendah. Sebaliknya jika pasien memiliki keyakinan
bahwa denganpatuh terhadap pengobatan maka penyakit yang
dideritanya akan terkontrol dengan baik sehingga glukosa darah dalam
keadaan normal dan tidak menyebabkan komplikasi diabetes. Hasil
penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa ketidakpatuhan
pasien diabetes dalam berobat mencapai 40-50%. Menurut laporan
World Health Organization (WHO) pada tahun 2003, kepatuhan ratarata pasien pada terapi jangka panjang terhadap penyakit kronis di
negara maju hanya sebesar 50% dan di negara berkembang jumlah
4
tersebut bahkan lebih rendah. Tahun 2006 jumlah penderita diabetes di
Indonesia mencapai 14 juta orang, dari jumlah itu baru 50% penderita
yang sadar mengidap dan sekitar 30% diantaranya melakukan
pengobatan secara teratur (Pratiwi dalam Delamater, 2009).
Kurangnya kesadaran individu terhadap kepatuhan pengobatan dapat
mengakibatkan penurunan atau
kurangnya
manfaat
perawatan,
kunjungan tambahan ke dokter, rawat inap yang tidak perlu,
menurunnya kepuasan dengan perawatan medis dan membutuhkan
resep pengobatan lebih lanjut. Hal ini bisa sangat mahal, tidak hanya
untuk individu yang terlibat, tetapi juga untuk sistem kesehatan secara
keseluruhan. Individu perlu mengembangkan keyakinan atau gagasan
mengenai kondisi mereka, sebagai dasar untuk memutuskan strategi
dan perilaku yang dilakukan untuk mengelola penyakit mereka (Tjahjo,
2010).
Representasi
sakit
merupakan
cara
seseorang
mengkonseptualisasikan dan memberi makna terhadap sakit yang
dialami dengan konsekuensi-konsekuensinya (Leventhal, Diefenbach &
Leventhal, 1992).
Pengetahuan pasien akan penyakitnya sangat perlu agar mereka
mengetahui cara yang dipilih pasien untuk menghadapi penyakit yang
dideritanya (Leventhal, Nerenz, & Steele, dalam Taylor, 2006). Salah
satu cara yang bisa dilakukan oleh penderita dengan mengontrol kadar
gula darah tetap stabil dan tidak melebihi batas normal (Sugiarto,
2010). Pengetahuan dan pemahaman pada penderita diabetes mellitus
tipe II sangatlah memprihatinkan karena pasien diabetes mellitus tipe II
sering menganggap jika sakitnya tidak terlalu parah dibanding dengan
pasien
yang
membutuhkan
penyuntikan
insulin
sehingga
mengakibatkan kepatuhan terhadap pengobatan yang harus dilakukan
5
menjadi rendah. Padahal penderita mengetahui bahwa penyakit yang
dideritanya tidaklah mungkin dapat disembuhkan sama sekali, namun
mereka cenderung untuk mengabaikan saran dokter. Penderita
nampaknya belum menyadari dampak suatu penyakit terhadap
kesehatan tubuhnya yang mengakibatkan kualitas hidupnya menurun
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Data awal yang didapatkan peneliti di bagian Rekam Medik RSUD
Ambarawa periode bulan januari 2012 tercatat 221 orang yang
menderita diabetes mellitus tipe II. Pasien laki-laki tercatat 91 orang
dan pasien perempuan 155 orang. Berdasarkan wawancara peneliti
dengan perawat di RSUD Ambarawa 21 Januari 2013 didapatkan hasil
bahwa pasien diabetes mellitus tipe I kebanyakan pasien bersikap apatis
(tidak patuh atas anjuran-anjuran dokter) karena mereka tahu semua
tergantung suntikan insulin. Lalu untuk pasien yang memiliki diabetes
mellitus tipe II mengenai kepatuhannya sendiri masih subjektif, jika
kambuh maka pasien baru patuh terhadap anjuran-anjuran dokter.
Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis pada tanggal 21
Agustus 2013 dengan beberapa pasien diabetes mellitus tipe II, dapat
disimpulkan bahwa dari 4 pasien tersebut tidak patuh terhadap anjuran
dokter seperti mengganti gula dengan gula yang rendah kalori,
mengurangi porsi makan, olahraga teratur, mengontrol gula darah
teratur. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab gula darah
mereka tinggi dan menjalani rawat inap. Kesimpulan tersebut sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh perawat dan juga dokter yang
menangani pasien diabetes mellitus tipe II di RSUD Ambarawa.
Mereka mengatakan, “pasien diabetes mellitus itu ngeyelan, dianjurkan
untuk tidak makan yang manis-manis tetap saja makan. Dianjurkan
6
untuk mengatur pola makan juga mereka makan seenaknya dan banyak
sekali alasan yang dibuat semata-mata karena keinginan atau hasrat
mereka untuk makan (kurangnya kontrol nafsu makan)dan banyak dari
pasien diabetes mellitus menganggap penyakitnya itu tidak terlalu
berbahaya”. Berdasarkan wawancara yang telah penulis uraikan, maka
sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Smeltzer dan Bare (2002),
mereka menganggap bahwa diabetes yang mereka derita bukanlah
suatu masalah “serius” jika dibandingkan dengan pasien diabetes yang
memerlukan penyuntikan insulin. Atas dasar pertimbangan inilah
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan menekankan pasien
dengan diabetes mellitus tipe II. Peneliti sampai saat ini belum
menemukan penelitian yang sama dengan topik penelitian yang
dilakukan tetapi peneliti menemukan penelitian yang berkaitan dengan
topik yang akan diteliti.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menulis
mengenai Hubungan antara Representasi sakit dengan Kepatuhan
terhadap Pengobatan diabetes mellitus tipe II di RSUD Ambarawa.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang diteliti
adalah apakah ada Hubungan antara Representasi sakit dengan
Kepatuhan terhadap pengobatan diabetes mellitus tipe II di RSUD
Ambarawa?
7
Manfaat Penelitian
a. Bagi keilmuan psikologi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan ilmu
pengetahuan di bidang psikologi, khususnya psikologi kesehatan yang
masih relatif baru di Indonesia.
b. Bagi Pasien
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat membantu
keberhasilan dalam menjalankan terapi dan diit sehingga kadargula
darah dalam keadaan normal, khusus pada klien diabetes mellitus tipe
II di RSUD Ambarawa.
c. Bagi RSUD Ambarawa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran
pelaksanaan kepatuhan pengobatan bagi tenaga kesehatan khususnya
perawat dalam mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dalam
memantau kepatuhan pengobatan dengan benar dan disiplin agar
terkontrol dengan baik.
Hipotesa Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang
telah dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesa sebagai berikut :
Ada hubungan yang positif signifikan antara representasi sakit
terhadap kepatuhan pengobatan diabetes mellitus tipe II di RSUD
Ambarawa.
Dengan demikian hipotesis yang diuji tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Ho : r xy ≤ 0,
Artinya tidak ada hubungan yang positif signifikan
antara representasi sakit dengan kepatuhan terhadap
8
pengobatan diabetes mellitus tipe II di RSUD
Ambarawa.
H1 : r xy>0,
Artinya adanya hubungan positif yang signifikan
antara representasi sakit dengan kepatuhan terhadap
pengobatan diabetes mellitus tipe II di RSUD
Ambarawa.
METODOLOGI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien Diabetes
Mellitus Tipe II yang di RSUD Ambarawa. Jumlah populasi ada 246
responden. Adapun sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
71 responden. Teknik sampel dalam penelitian ini menggunakan kuota
sampling.
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan
data
yang
digunakan
adalah
menggunakan skala pengukuran psikologi, yang terdiri dari skala
kepatuhan terhadap pengobatan diukur dengan menggunakan skala
kepatuhan dari Morisky dan MARS. Lalu skala representasi sakit
diungkap dengan menggunakan skala Revised Illness Perception
Questionnaire
(IPQ-R).
Aitem
dalam
skala-skala
tersebut
dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan
menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yang telah
dimodifikasi yaitu, Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS),
dan Sangat Tidak Setuju (STS). Keseluruhan data diperoleh dari skala
psikologi yang telah dibagikan kepada subjek.
9
Uji Coba Alat Ukur
Uji Validitas dan Daya Diskriminasi Aitem
Kepatuhan terhadap pengobatan
Skala kepatuhan pengobatan yang digunakan yaitu dua skala,
Morisky yang terdiri dari 8 aitem dan MARS yang terdiri dari 7 aitem.
Pengujian validitas isi dilakukan untuk melihat apakah aitem yang
digunakan dapat mengukur aspek dan subaspek dari kepatuhan terhadap
pengobatan. Proses uji validitas isi dilakukan berdasarkan hasil diskusi
dan kesepakatan antara peneliti dengan para peneliti ahli yaitu dosendosen pembimbing. Dilakukan juga daya diskriminasi aitem dilakukan
untuk melihat korelasi antar skor masing-masing aitem dengan skor
total, begitu pula pengujian dilakukan pada skala kepatuhan
pengobatan. Berdasarkan hasil analisa, didapat 6 aitem dengan daya
diskriminasi rendah yaitu nomor 1, 2, 3, 5, 8 dan 15 karena tidak
memenuhi koefisien korelasi ≥0,3 (Azwar, 2012). Kemudian dilakukan
pengujian kedua setelah menghilangkan 6 aitem tersebut dan ditemukan
semua aitem berdaya diskriminasi tinggi dan memenuhi koefisien
korelasi aitem total ≥0,3.
Representasi sakit
Skala representasi sakit menggunakan skala Revised Illness
Perception Questionnaire (IPQ-R) terdiri dari 38 aitem. Pengujian
validitas isi dilakukan untuk melihat apakah aitem yang digunakan
dapat mengukur aspek dan subaspek dari representasi sakit. Dilakukan
juga analisis aitem dengan menghitung korelasi antara skor masingmasing aitem dengan skor total. Setelah dilakukan pengujian pertama
ditemukan 9 aitem berdaya diskriminasi rendah dengan koefisien
korelasi aitem total <0,3, yaitu pada aitem nomor 9, 12, 17, 19, 20, 21,
10
23,
30,
33.
Kemudian
dilakukan
pengujian
kedua
setelah
menghilangkan 9 aitem tersebut. Setelah dilakukan pengujian kedua
ditemukan terdapat 3 aitem yang berdaya diskriminasi rendah, yaitu
pada aitem nomor 2, 6, 37. Kemudian dilakukan pengujian ketiga
setelah dihilangkan 3 aitem, ditemukan 5 aitem yang berdaya
diskriminasi
rendah.
Dilakukan
pengujian
keempat
setelah
menghilangkan 5 aitem tersebut, yaitu dihasilkan 3 aitem dengan daya
diskriminasi rendah.
Lalu dilakukan pengujian kelima setelah
menghilangkan 3 aitem yang berdaya diskriminasi rendah, dihasilkan 1
aitem dengan daya diskriminasi rendah yaitu aitem nomor 24. Pada
pengujian keenam seluruh aitem sudah memenuhi koefisien korelasi
≥0,3.
Setelah enam kali pengujian ditemukan 21 aitem dengan daya
diskriminasi rendah dan 17 aitem yang berdaya diskriminasi tinggi
dengan batas korelasi aitem total ≥0,3 (Azwar, 2012). Dari hasil
tersebut hanya 17 aitem yang dapat digunakan untuk analisa dalam
penelitian ini. Aitem yang gugur yaitu nomor 1, 2, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12,
17, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 30, 33, 36, 37, 38.
Uji Reliabilitas
Kepatuhan terhadap Pengobatan
Berdasar hasil analisa awal dengan menggunakan SPSS 16.0 for
Windows didapati besar nilai reliabilitas skala kepatuhan terhadap
pengobatan adalah 0,779 untuk skala kepatuhan dengan 15 aitem.
Setelah dikurangi 6 aitem yang gugur, nilai reliabilitas untuk skala
kepatuhan terhadap pengobatan menjadi 0,817. Dapat dikatakan bahwa
11
skala kepatuhan pengobatan ini memiliki tingkat reliabilitas yang baik
(Azwar, 2000).
Representasi sakit
Berdasar hasil analisa awal dengan menggunakan SPSS 16.0 for
Windows didapati besar nilai reliabilitas skala representasi sakit adalah
0,800 untuk skala representasi sakit dengan 38 aitem. Setelah dikurangi
21 aitem yang gugur, nilai reliabilitas menjadi 0,838. Dapat dikatakan
bahwa skala representasi sakit ini memiliki tingkat reliabilitas baik
(Azwar, 2000).
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi
Pada uji asumsi didapati nilai signifikansi untuk variabel
representasi sakit adalah p= 0,981 (p>0,05). Kemudian nilai signifikansi
untuk kepatuhan terhadap pengobatan adalah p= 0,074 (p>0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa representasi sakit dan kepatuhan memiliki nilai
signifikansi yang lebih besar dari 0,05 berarti seluruh data memiliki
sebaran data yang berdistribusi normal.
Pada uji linearitas antara kepatuhan terhadap pengobatan dengan
representasi sakit memiliki signifikansi sebesar 0,801. Dapat dikatakan
bahwa variabel kepatuhan terhadap pengobatan dengan representasi
sakit bersifat tidak linear.
12
Hasil Analisa Data
Hasil Analisa Deskriptif
Variabel Kepatuhan terhadap pengobatan
Variabel kepatuhan terhadap pengobatan memiliki 9 aitem yang
memiliki daya diskriminasi tinggi dengan jenjang skor antara 1 sampai
dengan 4. Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai
berikut,
Skor tertinggi
: 4 x 9 = 36
Skor terendah
:1x9=9
Pembagian interval dilakukan menjadi empat kategori, yaitu sangat
tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval dilakukan
dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah
dan membaginya dengan jumlah kategori. Untuk menghitung interval
menurut Hadi (2000) digunakan rumus sebagai berikut:
i=
i = 36-9
4
= 6,75
Berdasar hasil tersebut, dapat ditentukan interval dan kategori
kepatuhan terhadap pengobatan sebagai berikut,
Sangat Tinggi
: 29,25< x ≤ 36
Tinggi
: 22,5 < x ≤ 29,25
Rendah
: 15,75< x ≤ 22,5
Sangat Rendah
: 9 < x ≤ 15,75
Berdasar hasil pembagian interval tersebut, maka didapati data
kepatuhan terhadap pengobatan sebagai berikut,
13
Tabel 11.
Kriteria Skor kepatuhan terhadap pengobatan
No.
1
2
3
4
Interval
Kategori
F
Persentase
Sangat
97.18 %
29,25< x ≤ 36
69
Tinggi
22,5 < x ≤29,25
Tinggi
2
2.81 %
15,75< x ≤ 22,5
Rendah
0
0%
9< x ≤ 15,75
Sangat
0
0%
Rendah
Responden penelitian memiliki kategorisasi kepatuhan terhadap
pengobatan cenderung sangat tinggi dengan rincian 69 orang atau 97.18
% responden memiliki kepatuhan terhadap pengobatan yang sangat
tinggi.
Representasi sakit
Variabel representasi sakit memiliki 17 aitem yang memiliki
daya diskriminasi tinggi dengan jenjang skor antara 1 sampai dengan 4.
Pembagian skor tertinggi dan terendah adalah sebagai berikut,
Skor tertinggi
: 4 x 17 = 68
Skor terendah
: 1 x 17 = 17
Pembagian interval dilakukan menjadi empat kategori, yaitu sangat
tinggi, tinggi, rendah, dan sangat rendah. Pembagian interval dilakukan
dengan mengurangi jumlah skor tertinggi dengan jumlah skor terendah
dan membaginya dengan jumlah kategori. Untuk menghitung interval
menurut Hadi (2000) digunakan rumus sebagai berikut:
i=
i = 68-17
4
i = 12,75
14
Berdasar
hasil
perhitungan
tersebut,
dapat
ditentukan
pembagian interval dan kategori representasi sakit sebagai berikut,
Sangat Tinggi
: 55,25< x ≤ 68
Tinggi
: 42,5< x ≤ 55,25
Rendah
: 29,75< x ≤ 42,5
Sangat Rendah
: 17< x ≤ 29,75
Berdasar hasil pembagian interval tersebut, maka didapati data
representasi sakit sebagai berikut,
Tabel 12.
Kategori Representasi Sakit
No.
1
Interval
55,25< x ≤ 68
2
3
4
42,5<x≤ 55,25
29,75<x≤ 42,5
17< x ≤ 29,75
Kategori
Sangat
Tinggi
Tinggi
Rendah
Sangat
Rendah
Jumlah Persentase
71
100 %
0
0
0
0%
0%
0%
Responden penelitian memiliki kategorisasi representasi sakit
sangat tinggisebesar 71 responden atau 100 %.
15
Uji Korelasi
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat
dilihat pada tabel berikut:
Correlations
Representasi sakit
Representasi
sakit
Spearman's rho
Kepatuhan
Correlation
Coefficient
Sig. (1-tailed)
N
Correlation
Coefficient
Sig. (1-tailed)
N
Kepatuhan
1,000
-,077
.
71
,261
71
-,077
1,000
,261
71
.
71
Korelasi antara variabel representasi sakit dengan kepatuhan
pengobatan adalah sebesar -0,077 dengan taraf signifikansi didapat
sebesar 0,261 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan positif yang signifikan antara representasi sakit dengan
kepatuhan pengobatan di RSUD Ambarawa.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pengujian korelasi antara variabel representasi sakit
dengan kepatuhan pengobatan didapat r sebesar -0,077 dengan taraf
signifikansi sebesar 0,261 (p>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan positif yang signifikan antara representasi sakit dengan
kepatuhan pengobatan di RSUD Ambarawa. Hal ini dapat diartikan
bahwa peningkatan maupun penurunan tingkat representasi sakit yang
dimiliki pasien belum tentu akan diikuti dengan peningkatan maupun
penurunan tingkat kepatuhan terhadap pengobatan diabetes mellitus tipe
II yang dimilikinya. Ini membuktikan bahwa hipotesis awal penelitian
ditolak. Pasien yang memiliki representasi sakit yang tinggi seharusnya
juga memiliki kepatuhan terhadap pengobatan yang tinggi atau terdapat
16
hubungan positif yang signifikan antara representasi sakit dengan
kepatuhan terhadap pengobatan. Hasil penelitian ini pun kurang sesuai
dengan kajian teori sebelumnya menurut Bishop dalam Hofstadt et. al.
(2003), bahwa representasi sakit tidak hanya penting untuk pencegahan
penyakit, tetapi juga untuk memastikan kepatuhan terhadap tritmen dan
untuk prediksi reaksi pasien terhadap penyakit. Persepsi dan keyakinan
pasien sangat berperan untuk menentukan apakah pasien akan
mematuhi pengobatan atau tidak dan apakah ada manfaat yang
diperoleh dari tritmen yang sedang dijalani pasien. Dari hal tersebut,
pasien dapat melakukan evaluasi apakah tata laksana/cara hidup akan
cocok terhadap pengobatan yang sedang mereka jalani. Representasi
sakit dan kepatuhan terhadap pengobatan diperlukan agar terjadi
kemajuan yang signifikan sehingga kadargula darah dapat normal.
Namun, penelitian ini mendukung temuan Fowler (dalam Tjahjo, 2010)
bahwa representasi sakit memiliki peran terhadap kesehatan fisik dan
kesehatan mental. Koherensi sakit (ketidakpemahaman pasien terkait
dengan penyakit) yang tinggi dan representasi emosi (saat individu
merasa kuatir, cemas, takut) akan menurunkan kepatuhannya.
Representasi emosi berkembang dan merupakan pengalaman yang lebih
subjektif dari individu, menciptakan keadaan perasaan seperti tertekan,
gangguan, kemarahan, dan kecemasan. Jika emosi itu disertai oleh
rencana tindakan, emosi dapat memotivasi individu untuk terlibat dalam
proses pengobatan. Jika emosi negatif itu sangat besar, hanya sedikit
atau bahkan tidak ada tindakan yang dilakukan Diefenbach & Leventhal
(dalam Tjahjo, 2010). Para peneliti terdahulu telah mengidentifikasi
bahwa ketidakpatuhan terkait dengan faktor-faktor seperti waktu dan
kenyamanan
(Glasgow
et
al.,
1997),
takut
komplikasi
dan
17
ketidaknyamanan (Swiftet al., 1995), dan perasaan sia-sia (Glasgow et
al., 1997) .
Jika dibandingkan dengan jenis-jenis dari penyakit yang
menuntut keikutsertaan aktif pasien dalam proses terapi (misal,
mematuhi aturan diet, olahraga teratur), individu dengan diabetes
mellitus tipe II mempunyai kontrol yang lemah terhadap penyakit
mereka, sehingga efek dari representasi sakit seharusnya diimbangi
dengan upaya kerja keras untuk patuh terhadap pengobatan yang
mereka jalani (Carver &Scheier, 1990). Munculnya kemungkinan
penyebab diabetes mellitus berakibat pada gangguan psikologis seperti
stress dan cemas, sikap mental misal berpikir negatif tentang hidup,
keadaan emosi seperti kesepian, cemas dan perasaan kosong.
Disamping itu, perubahan kekebalan tubuh juga menurun karena energi
tubuh yang dibutuhkan terkuras akibat sakit yang dirasakan sehingga
tingkat kelelahan menjadi lebih besar dirasakan. Adapun faktor yang
diperkirakan memberi pengaruh pada tingkat kepatuhan pengobatan
responden penelitian ini antara lain faktor demografis yang meliputi:
a.
Tingkat pendidikan
Dilihat dari tingkat pendidikan sebagian responden yang
menderita diabetes mellitus adalah 57.75 % pendidikan SMA.
b.
Durasi sakit
Dilihat dari durasi/lama sakit diabetes mellitus tipe II 2–5
tahun sebesar 52,11 %, maka hal ini menyebabkan pasien merasa
bosan dan kurang mengikuti program pengobatan yang dijalankan.
c.
Jenis kelamin
Dilihat dari jenis kelamin didapatkan 73.24 % berjenis
kelamin perempuan.
18
d.
Usia
Dilihat dari usia didapati 46.48% berusia 46–55 tahun.
Smeltzer (2001) menyebutkan salah satu faktor resiko penyebab
dari Diabetes tipe II adalah usia.
Dalam penelitian ini juga didapatkan hasil yang tidak signifikan
karena banyak data yang berdaya diskriminasi rendah dan juga kondisi
pasien yang tidak menentu.
Berdasarkan hasil analisa data secara deskriptif diketahui bahwa
pasien memiliki tingkat kepatuhan terhadap pengobatan sangat tinggi
dengan rincian 69 orang atau 97.18 % responden dan kategorisasi
representasi sakit sangat tinggi sebesar 71 responden atau 100 %.
Berdasarkan data demografi yang diperoleh, sebanyak 46.48 %
pasien diabetes mellitus tipe II berumur 46-55 tahun, 73.24 % berjenis
kelamin perempuan, 57.75% berpendidikan SMA, dengan durasi sakit
52.11 % dengan kategorisasi durasi <1 tahun, 39.44 % pendapatan
3.000.000-4.000.000 dan 56.34 % jumlah tanggungan 0-2.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasar hasil penelitian dan uraian yang telah dipaparkan
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa: Korelasi antara variabel
representasi sakit dengan kepatuhan pengobatan menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan positif yang signifikan antara representasi sakit
dengan kepatuhan pengobatan di RSUD Ambarawa. Berdasarkan hasil
analisa data secara deskriptif diketahui bahwa kepatuhan terhadap
pengobatan memiliki tingkat sangat tinggi dan kategorisasi representasi
sakit sangat tinggi.
19
Berdasar hasil penelitian, peneliti juga mengajukan beberapa saran
bagi beberapa pihak, yaitu: Pasien diabetes mellitus tipe II, keyakinan
dan persepsi tentang penyakit diabetes mellitus tipe II dan pengobatan
terbentuk akan memengaruhi pasien untuk mematuhi jalannya
pengobatan diabetes mellitus tipe II. Maka dari itu agar kadar glukosa
normal diperlukan peran aktif dari pasien dengan diabetes mellitus tipe
II itu sendiri. Bagi Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa, sebagai
masukkan dalam memberikan perawatan pada penderita diabetes
melitus tipe II yang menjalani pengobatan. Bagi penelitian selanjutnya,
Penelitian selanjutnya dapat menggunakan penelitian ini sebagai salah
satu referensi dan meningkatkan kualitas penelitian dengan topik serupa
dan yang berhubungan dengan variabel representasi sakit dan kepatuhan
terhadap pengobatan, Penelitian selanjutnya dapat mempertimbangkan
mengenai kesehatan pasien yang tidak menentu untuk dijadikan subjek
penelitian dalam mengisi angket. Karena melihat angket yang terlalu
banyak dan kondisi pasien yang tidak menentu sehingga peneliti juga
tidak dapat memaksa pasien untuk mengisi semua angket yang sudah
penulis sediakan. Peneliti selanjutnya dapat mempertimbangkan dan
memikirkan angket yang diadaptasi dengan usia dan pendidikan yang
akan dijadikan subjek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2000). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Offset.
________. (2012). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
20
Carver, C. S., & Scheier, M. F. (1990). Origins and functions of
positive and negative affect: A control-process view.
Psychological Review, 97, 19-35.
Delamater, A. M. (2006). Improving patience adherence. Clinical
diabetes joiurnals. 24. 2.
Glasgow, R. E., Hampson, S. E., Stryker, L. A., & Ruggiero, L. (1997).
Personal model beliefs and social-environmental barriers
related to diabetes self management. Diabetes Care, 20, 556561.
Hofstadt, C. J, Rodriguesz – Marin, J., Quiles, M. J, Mira, J. J., &
Sitges, E. (2003). Illnes Representations of arterial
Hypertention in a sample of health professional and general
public. Psychology Health Professionals and the general
public. Pschology Health & Medicine, 8, (1), 333 – 356.
Leventhal, H ., Diefenbach, M., & Leventhal, E. A (1992). Illness
cognition: Using common sense to Understand treatment
adherence and affect cognition treatment. Cognitive Therapy
and research, 16, (2), 143 – 163.
Murwani, A. (2008). Pengantar
Yogyakarta: Fitramaya.
konsep
dasar
keperawatan.
Rahmadiliyani dan Muhlisin. (2008). Hubungan antara pengetahuan
tentang penyakit dan komplikasi pada penderita diabetes
mellitus dengan tindakan mengontrol kadar gula darah di
wilayah kerja puskesmas I Gatak Sukoharjo, 1, (2), 63–68.
Jurnal berita ilmu keperawatan. ISSN 1979–2697. Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Program studi ilmu keperawatan
fakultas ilmu kesehatan.
Richardson, J., Marks, G., Johnson, C., Graham, J., Chan. K., Selser, J.,
Kishbaugh, C., Barranday, Y., & Levine, A.M. (1987). Path
model of multidimensional compliance with cancer theraphy.
Health Psychology : Official Journal of Divison of Health
Psychology American Psychological Association, 6, (3), 183207.
21
Sarafino, E. P. (1990). Health Psychology: Biopsychological
Interaction. New York: JohnWiley & Sons.
Sarafino, E. P. (1998). Health Psychology: Biopsychological
Interaction. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2001). Brunner & Suddarth Textbook of
Medical Surgical Nursing (Buku Ajar Keperawatan Medical
Bedah Brunner & Suddarth), 8, (1). Terjemahan oleh Agung
waluyo et. al. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth Textbook of
Medical Surgical Nursing (Buku Ajar Keperawata Medical
Bedah Brunner & Suddarth), (2). Terjemahan oleh Agung
Waluyo. Jakarta: EGC.
Sugiarto, E. (2010). Diabetes Mellitus: Memahami, Mencegah, dan
Merawat Penderita Penyakit Gula. Bantul: Kreasi Wacana.
Swift, C. S., Armstrong, J. E., Beerman, K. A., Campbell, R. K., &
Pond-Smith, D. (1995). Attitudes and beliefs about exercise
among persons with noninsulin-dependent diabetes. Diabetes
Educator, 21(6), 533-540.
Tjahjo, J. (2010). Kualitas hidup orang dengan hipertensi ditinjau dari
optimisme, representasi sakit dan kepatuhan. Thesis:
Universitas Gadjah Mada tidak diterbitkan.
Download