BAB II MOTOR INDUKSI TIGA FASA 2.1 Umum Karena - USU-IR

advertisement
BAB II
MOTOR INDUKSI TIGA FASA
2.1 Umum
Karena kesederhanaanya ,kontruksi yang kuat dan karakteristik kerjanya
yang baik ,motor induksi merupakan motor ac yang paling banyak digunakan
.Penamaannya berasal dari kenyataan bahwa arus rotor motor ini bukan diperoleh
dari sumber tertentu, tetapi merupakan arus yang terinduksi sebagai akibat adanya
perbedaan relatif antara putaran rotor dengan medan putar (rotating magnetic
field) yang dihasilkan arus stator.
Motor ini memiliki konstruksi yang kuat, sederhana, handal, serta berbiaya
murah. Di samping itu motor ini juga memiliki effisiensi yang tinggi saat
berbeban penuh dan tidak membutuhkan perawatan yang banyak. Akan tetapi
jika, motor induksi masih memiliki kelemahan dalam hal pengaturan kecepatan.
Dimana pada motor induksi pengaturan kecepatan sangat sukar untuk dilakukan.
2.2 Kontruksi Motor Induksi
Motor induksi terdiri dari tiga bagian penusun utama yaitu stator,rotor dan
celah udara.Pada inti stator terbuat dari lapisan –lapisan baja beralur yang
didukung dalam rangka stator yang terbuat dari besi tuang atau plat baja yang
dipabrikasi.Belitan-belitan nya sma seperti generator sinkron ,diletakkan dalam
alur 1200 yang tersambung wye maupun delta.
Pada bagian rotor motor induksi rotor sangkar ,kontruksi inti berlapis
dengan konduktor dipasangkan paralel atau kira-kira pararel dengan poros dan
mengelilingi permukaan inti.Konduktornya tidak terisolasi dari inti ,karena arus
Universitas Sumatera Utara
rotor secara alami akan mengalir melalui tahanan yang paling kecil yaitu
konduktor rotor.pada setiap ujung rotor ,konduktor rotor semuanya
dihubungsingkatkan dengan cincin ujung .Konduktor rotor dan cincin ujung
serupa dengan sangkar tupi sehingga dinamakan demikian,
Batang rotor dan cincin ujung rotor motor induksi rotor sangkar yang lebih
kecil adalah coran tembaga dan alumunium dalam satu lempeng pada inti
rotor.Dalam motor yang lebih besar ,batang rotortidak dicor melainkan
dibenamkan ke dalam alur rotor dan kemudian dilas dengan kuat ke cincin
ujung.batang rotor tidak selalu ditempatkan paralel terhadap poros motor tetapi
kerap kali dimiringkan .Hal ini menghasilkan torsi yang lebih seragam dan juga
mengurangi derau dengung magnetik sewaktu motor berjalan.
Motor rotor belitan berbeda dengan sangkar tupai dalam hal kontruksi
rotornya.Seperti namanya ,rotor dililit dengan lilitan terisolasi serupa lilitan
stator.Lilitan fasa rotor dihubungkan secara wye dan masing-masing fasa ujung
terbuka dikeluarkan ke cincin slip yang terpasang pada poros rotor .lilitan rotor
tidak dihubungkan ke pencatu .Cincin slip dan sikat semat-mata merupakan
penghubung tahanan kendali variabel luar ke dalam rangkain rotor..
2.3
Prinsip Medan Putar
Ketika kita menghubungkan sumber tiga fasa ke terminal tiga fasa motor
induksi, maka arus bolak-balik sinusoidal IR, IS, IT akan mengalir pada belitan
stator. Arus-arus tersebut akan menimbulkan ggm (gaya gerak magnet) yang
mana, pada kumparan, akan menimbulkan fluks magnetik yang berputar sehingga
disebut juga dengan medan putar. Medan magnet yang demikian kutub-kutubnya
Universitas Sumatera Utara
tidak diam pada posisi tertentu, tetapi meneruskan pergeseran posisinya disekitar
stator.
Untuk melihat bagaimana medan putar dibangkitkan, maka dapat diambil
contoh pada motor induksi tiga fasa dengan jumlah kutub dua. Fluks yang
dihasilkan oleh arus-arus bolak-balik pada belitan stator adalah :
ΦR
= Φm sin ωt …………………………………………………………(2.1a)
ΦS
= Φm sin (ωt – 120o ) ………………………………………………. (2.1b)
ΦT
= Φm sin (ωt – 240o ) ………………………………………………. (2.1c)
Gambar 2.1. Medan Putar Pada Motor Induksi Tiga Fasa
(Menggambarkan keadaan pada gambar 2.8)
(a). Pada keadaan 1 (gambar 2.6 dan 2.8), ωt = 0 ; arus dalam fasa R bernilai
nol sedangkan besarnya arus pada fasa S dan fasa T memiliki nilai yang
sama dan arahnya berlawanan. Dalam keadaan seperti ini arus sedang
Universitas Sumatera Utara
mengalir ke luar dari konduktor sebelah atas dan memasuki konduktor
sebelah bawah. Sementara resultan fluks yang dihasilkan memiliki besar
yang konstan yaitu sebesar 1,5 Φm dan dibuktikan sebagai berikut :
ΦR = 0 ; ΦS = Φm sin ( -120o ) = −
ΦT = Φm sin ( -240o ) =
3
Φm ;
2
3
Φm
2
Oleh karena itu resultan fluks, Φr adalah jumlah fasor dari ΦT dan – ΦS
Sehinngga resultan fluks, Φr = 2 x
3
Φm cos 30o = 1,5 Φm
2
(b). Pada keadaan 2, arus bernilai maksimum negatif pada fasa S, sedangkan
pada R dan fasa T bernilai 0,5 maksimum pada fasa R dan fasa T, dan pada
saat ini ωt = 30o, oleh karena itu fluks yang diberikan oleh masing-masing
fasa :
ΦR = Φm sin ( -120o ) = 0,5 Φm
ΦS = Φm sin ( -90o ) = - Φm
ΦT = Φm sin (-210o) = 0,5 Φm
Maka jumlah fasor ΦR dan ΦT adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5 Φm.
Sehingga resultan fluks Φr = -ΦS + Φr’ = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.
Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks
berpindah sejauh 30o dari posisi pertama.
(c). Pada keadaan ini ωt = 60o, arus pada fasa R dan fasa T memiliki besar yang
sama dan arahnya berlawanan ( 0,866 Φm ), oleh karena itu fluks yang
diberikan oleh masing – masing fasa :
Universitas Sumatera Utara
ΦR = Φm sin ( 60o )
=
3
Φm
2
ΦS = Φm sin ( -60o ) = −
3
Φm
2
ΦT = Φm sin ( -180o ) = 0
Maka magnitud dari fluks resultan : Φr = 2 x
3
Φm cos 30o = 1,5 Φm
2
Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks
berpindah sejauh 60o dari posisi pertama.
(d). Pada keadaan ini ωt = 90o, arus pada fasa R maksimum ( positif), dan arus
pada fasa S dan fasa T = 0,5 Φm , oleh karena itu fluks yang diberikan oleh
masing – masing fasa
ΦR = Φm sin ( 90o ) = Φm
ΦS = Φm sin ( -30o ) = - 0,5 Φm
ΦT = Φm sin (-150o) = - 0,5 Φm
Maka jumlah fasor - ΦT dan – ΦS adalah = Φr’ = 2 x 0,5 Φm cos 60 = 0,5
Φm. Sehingga resultan fluks Φr = Φr’ + ΦT = 0,5 Φm + Φm = 1,5 Φm.
Dari gambar diagram fasor tersebut dapat dilihat bahwa resultan fluks
berpindah sejauh 90o dari posisi pertama.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Prinsip Kerja
Adapun prinsip kerja motor induksi mengikuti langkah-langkah sebagai
berikut;
1. Ketika tgangan AC dihubungkan pada kumparan stator ,mka akan timbul
medan putar dengan kecepatan:
NS =
.......................................(2.2)
2. Medan putar stator tersebut akan memotong batang konduktor pada rotor.
3. Sehingga pada kumparan rotor akan akan menimbulkan tegangan induksi
sebesar:
Er = 4,44f2N2φm.....................................(2.3)
4. Karena rangkaian rotor tertutup maka ggl induksi tersebut akan
menghasilkan arus
5. Adanya arus di dalam medan magnet akan menimbulkan gaya pada rotor.
6. Bila torsi mula yang dihasilkan oleh gaya tersebut pada rotor cukup besar
untuk memikul kopel beban ,rotor akan berputar searah dengan medan
putar stator.
7. Dari pernyataan 2 dan 3 terlihat bahwa syarat terbentuknya tegangan
induksi haruslah ada perbedaan kecepatan relatif (slip) antara kecepatan
medan putar stator(Ns) dan keceptan putar rotor(Nr) yang dapat dituliskan
sebagai berikut;
s=
ns − n r
× 100%.......................................(2.4)
ns
Universitas Sumatera Utara
8. Bila ns = nr, tegangan tidak akan terinduksi dan arus tidak akan mengalir
pada kumparan rotor, karenanya tidak dihasilkan kopel. Kopel ditimbulkan
jika nr < ns
2.5 Frekuensi Rotor
Sewaktu rotor belum berputar, maka frekuensi arus pada rotor akan sama
seperti frekuensi masukan ( sumber ). Namun,sewaktu rotor akan berputar, maka
frekuensi rotor akan bergantung kepada kecepatan relatif atau bergantung
terhadap besarnya slip. Untuk nilai slip tertentu, maka frekuensi rotor sebesar f
'
yaitu,
ns − nr =
120 f
120 f '
, diketahui bahwa n s =
p
P
Dengan membagikan frekuensi rotor setelah berputar dengan frekuensi sebelum
berputar , maka akan didapatkan nilai sebagai berikut
f ' ns − nr
=
=s
f
ns
Sehingga f ' = sf ( Hz )……………….(2.5)
Telah diketahui bahwa arus rotor bergantung terhadap frekuensi rotor f ' =
sf dan ketika arus ini mengalir pada masing – masing fasa di belitan rotor, akan
Universitas Sumatera Utara
memberikan reaksi medan magnet. Biasanya medan magnet pada rotor akan
menghasilkan medan magnet yang berputar yang besarnya bergantung atau relatif
terhadap putaran rotor sebesar sn s .
Pada keadaan tertentu, arus rotor dan arus stator menghasilkan distribusi medan
magnet yang sinusoidal dimana medan magnet ini memiliki magnetudo yang
konstan dan kecepatan medan putar n s yang konstan. Kedua Hal ini merupakan
medan magnetik yang berputar secara sinkron. kenyataannya tidak seperti ini
karena pada stator akan ada arus magnetisasi pada kumparannya
2.6
Rangkaian Ekivalen Lengkap
Pada prinsipnya induksi yang terjadi pada motor induksi hampir sama
dengan transformator yang berbeban resisitif sehingga penggambaran rangkaian
ekivalen motor induksi berdasarkan rangkaian ekivalen transformator diman stator
identik dengan sisi primer trasformator dan rotor identik dengan sisi sekunder
transformator.perbedaannya yang mendasr antara keduanya adalah transformator
merupakan mesin listrik statis sedangkan motor listik merupkan mesin dinamis
jX 1
R1
a = N1/N2
+
I0
I1
V1
Ic
Rc
jX m
''
'
I2
Im
jX 2
I2
E1
E2
R2
s
Gambar 2.2. Rangkaian Ekivalen Per-Fasa Motor Induksi Model Transformator
Universitas Sumatera Utara
Untuk menghasilkan rangkaian ekivalen per-fasa akhir dari motor induksi,
penting untuk menyatakan bagian rotor dari model rangkaian ekivalen gambar 2.2
di atas terhadap sisi stator. Pada transformator yang umum, tegangan, arus, dan
impedansi pada sisi sekunder dapat dinyatakan terhadap sisi stator dengan
menggunakan rasio perbandingan belitan dari transformator tersebut. Dengan
mengasumsikan jenis rotor yang digunakan adalah jenis rotor belitan dan
terhubung bintang ( Y ), yang mana motor dengan rotor jenis ini sangat mirip
dengan transformator, maka kita dapat melakukan hal tersebut pada motor induksi
tiga fasa juga.
Jika rasio perbandingan efektif dari sebuah motor induksi adalah a
(= N1/N2), maka pentransformasian tegangan rotor terhadap sisi stator menjadi:
………………………………………………………. (2.6)
untuk arus rotor :
………………………………………………………………. (2.7)
dan untuk impedansi rotor :
=
=
=
=

 R2
+ jX 2 


 s
……………………………………………..
(2.8)
dengan penguraian lebih lanjut :
= a2 R2 …………………………………………………………...
(2.9)
= a2 X2 …………………………………………………………... (2.10)
Universitas Sumatera Utara
Dari persamaan di atas maka dapat kita gambarkan rangkaian ekivalen
per-fasa motor induksi sebagai kelanjutan dari gambar 2.2, dimana disini bagian
rangkaian rotor telah dinyatakan terhadap bagian stator. Rangkaian ekivalen
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.3(a), sedangkan pada gambar 2.3(b)
1 
merupakan modifikasi dari gambar 2.3(a) dimana adanya R2  −1 menyatakan
s 
resistansi variabel sebagai analog listrik dari beban mekanik variabel.
jX 1
R1
jX 2'
+
I0
I1
Ic
V1
Rc
jX m
''
I2
R2
s
I m E1
'
(a)
jX 2'
R'2
jX 1
R1
+
I0
I1
V1
Ic
Rc
jX m
''
I2
' 1
R2 ( − 1)
s
I m E1
(b)
Gambar 2.3. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan Bagian
Rangkaian Rotor Dinyatakan Terhadap Sisi Stator
R
(a) dengan tahanan variabel 2
s
'
1
(b) dengan tahanan variabel R2 ' ( − 1) sebagai bentuk analog
s
listrik dari beban mekanik
Universitas Sumatera Utara
Pada transformator, analisis rangkaian ekivalen dilakukan dengan
mengabaikan cabang pararel yang terdiri dari Rc dan Xm, atau dengan
memindahkan cabang pararel ke terminal primer. Bagaimanapun, penyederhanaan
ini tidak diperbolehkan pada rangkaian ekivalen motor induksi. Ini disebabkan
kenyataan bahwa arus penguatan pada transformator bervariasi dari 2% sampai
6% dari arus beban penuh dan per unit reaktansi bocor primer kecil. Tetapi pada
masalah motor induksi, arus penguatan bervariasi dari 30% sampai 50% dari arus
beban penuh dan per unit reaktansi bocor stator adalah lebih tinggi. Dengan
demikian kesalahan yang besar akan terjadi dalam penentuan daya dan torsi,
dalam hal cabang pararel diabaikan, atau dihubungkan pada terminal stator.
Dibawah kondisi kerja normal pada tegangan dan frekuensi konstan, rugi
inti pada motor induksi biasanya juga konstan. Dalam pandangan pada kenyataan
ini, tahanan rugi inti Rc yang mewakili rugi inti motor, dapat dihilangkan dari
rangkaian ekivalen motor induksi pada gambar 2.3(b). Akan tetapi, untuk
menentukan daya poros atau torsi poros, rugi inti yang konstan harus diikutsertakan dalam pertimbangan, bersama dengan gesekan, rugi-rugi beban buta
(stray-load losses) dan angin. Dengan penyederhanaan ini, maka dapat digambar
rangkaian ekivalen baru (gambar 2.16.) dengan akurasi rugi yang dapat diabaikan.
+
I0
I1
V1
jX 2'
R'2
jX 1
R1
jX m
''
I2
E1
' 1
R2 ( − 1)
s
Gambar 2.4. Rangkaian Ekivalen per-Fasa Motor Induksi dengan
Mengabaikan Rugi Inti
Universitas Sumatera Utara
Download