TINJAUAN PUSTAKA Poliomielitis Melalui catatan sejarah Mesir Kuno 1500 tahun sebelum Masehi telah diketahui adanya kejadian kelainan pada kaki dan deformitas tungkai yang menunjukkan karakteristik dari poliomielitis. Kejadian tersebut merupakan catatan pertama tentang paralisa yang kemudian diketahui dengan sebutan poliomielitis yang disebabkan oleh virus polio (4). Agen penyebab poliomielitis adalah virus polio dari kelompok Picornavirus yang terdiri dari 3 tipe yaitu tipe 1 (Brunhilde), tipe 2 (Lansing) dan tipe 3 (Leon) dan bersifat patogen pada manusia dan primata. Virus ini tumbuh sangat baik pada biakan jaringan ginjal monyet (5). Poliomielitis tidak umum terjadi pada seluruh spesies, primata yang paling sering mengalami poliomielitis spontan adalah simpanse, gorila dan orangutan (6). Infeksi virus polio di alam terjadi pada simpanse (Pan troglodytes), gorila (Gorilla gorilla),orangutan (Pongo pygmaeus) dan rhesus macaque (Macaca mulatta) (7). Anak-anak yang menjadi target infeksi dan penularan biasanya dihubungkan dengan lingkungan hidup yang miskin dan status sosial ekonomi yang rendah. Perbaikan dalam bidang kesehatan akan menyebabkan pengurangan paparan pada anak-anak dengan konsekuensi terjadinya infeksi virus polio pada usia yang lebih dewasa (4). Infeksi yang disebabkan oleh virus polio dapat berakibat: gejala klinis tidak jelas, minor illness, diakhiri dengan atau tidak paralisa (5). Pada tahun 1931, tracheal wash manusia penderita polio yang kemudian diinokulasikan pada monyet dapat menyebabkan timbulnya infeksi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa poliomielitis adalah infeksi bersifat enterik dan bukan infeksi olfaktori (8). Pada umurnnya virus polio ditularkan melalui rute oral-fekal, selain penfilaran dari nasofaring orang yang terinfeksi. Viremia yang berlangsung sementara dapat mengikuti terjadinya infeksi, tetapi perkembangan virus terutama terjadi di usus dirnana replikasi virus terjadi sekitar lima rninggu (4). Patogenesis poliomielitis terjadi melalui 3 tahap yaitu: 1. Virus polio memasuki tubuh melalui mulut dan memperbanyak diri di orofaring serta saluran peneernaan bagian bawah. Virus akan berada dalam sekresi faring dan feses selama masa inkubasi (5). 2. Tahap minor illness ditandai dengan kehadiran virus dalam darah, tenggorokan dan feses. Viremia timbul hanya beberapa hari yang kemudian diikuti oleh timbulnya antibodi. Virus di saluran pencernaan memasuki sistem limfatik dan aliran darah yang merupakan sarana penyebarannya (5). 3. Tahap akhir adalah invasi ke sistem syaraf. Diduga, virus masuk ke dalam sistem syaraf melalui pembuluh darah di medula oblongata atau masuk secara langsung dari pembuluh kapiler ke neuron. Bila virus sudah mencapai sistem syaraf, maka virus akan menyebar sepanjang serabut syaraf (5). Poliomielitis merupakan infeksi virus bersifat akut dan secara alamiah dapat menular pada manusia dengan gejala klinik yang bervariasi. Akibat yang paling parah adalah terganggunya sistem syaraf pusat. Pada kebanyakan kasus, gejala sakit tidak terlihat nyata , sistem syaraf tidak ikut terserang sehingga tidak menimbulkan disfungsi syaraf (5). Infeksi akibat virus polio biasanya ditandai dengan gejala gastrointestinal yang ringan. Selanjutnya diikuti dengan demam, kekeringan pada tenggorokan atau gejala mirip influenza dan penderita dapat pulih dalam beberapa hari. Pola seperti ini dinamakan poliomielitis abortif. Poliomielitis non-paralisa dapat timbul pada 1-2% dari semua kejadian infeksi dan dalam hubungannya dengan gejala poliomielitis abortif diikuti oleh invasi terhadap Central Nervous System (CNS) yang menyebabkan meningitis aseptik dan sering bersamaan dengan ketegangan otot punggung dan sakit punggung. Hal tersebut dapat berlangsung 2-10 hari dan dapat pulih total. Poliomielitis yang mengakibatkan paralisa terjadi 0,l-2% dari kejadian infeksi (Gambar 1). Paralisa terjadi 7-30 hari setelah infeksi dengan terlebih dahulu ditandai gejala poliomielitis abortif yang kemudian berkembang menjadi paralisa flaksid sebagai akibat terjadinya kerusakan syaraf motoris pada daerah spinal, bulbar atau bulbospinal dan ini tergantung dari daerah yang terinfeksi (4). Poliomielitis yang berakibat paralisa, umurnnya disebabkan oleh virus polio yang menyerang daerah lumbar dari korda spinalis, sehingga menyebabkan kelemahan pada tungkai dan bagian bawah perut serta punggung (5). Virus polio yang berkembang pada sel syaraf, sebagian besar menyerang syaraf motoris, yaitu pada bagian anterior dari sel kordaspinalis dan pada kasus yang parah, daerah abuabu ganglion dan posterior maupun dorsal ganglion dapat terinfeksi. Di otak besar, daerah yang terinfeksi dapat meliputi daerah retikulum,nukleus vestibular, vernis serebelum dan nukleus serebelum sebelah dalam. Virus polio juga dapat menginfeksi miokardium. Penderita yang mengalami paralisa dapat pulih secara sempurna atau lO%nya berakibat fatal, sedangkan 80% dari penderita dapat mengalami paralisa yang bersifat residual (4). Hampir seluruh infeksi yang disebabkan virus polio bersifat asimptomatik dan kurang dari 1% mengakibatkan paralisa. Poliomielitis umumnya menyerang anak-anak, 70- 90%nya berusia kurang dari 3 tahun. Penyakit ini dipengaruhi pula oleh musim. Pada negara-negara yang memiliki 4 musim, penyakit ini terutama terjadi pada yang baik,secara individu, bila penduduknya belum terimunisasi masih memiliki kemungkinan untuk tertular pada saat dewasa (9). Virus Polio Strain Sabin Virus polio strain Sabin memiliki tiga tipe yaitu tipe 1, 2 dan 3, sehingga virus yang digunakan untuk pembuatan VPOT juga harus terdiri dari ketiga tipe virus ini. Seed virus yang digunakan dalam pembuatan vaksin polio: Tipe 1 LS-c,2ab/KP2 (Sabin Original Virus=SO), merupakan virus orisinil Mahoney yang diisolasi pada tahun 1941 oleh Drs. Francis dan Mack dari gabungan feses 3 orang anak sehat di Cleveland. Pada akhir tahun 1956, Merck, Sharp and Dohme Research Laboratories membuat 1 Lot bernomor 25 1 dengan melakukan satu kali pasase pada virus orisinil yang dibiakkan pada kultur jaringan ginjal monyet Rhesus. Hasil pasase virus orisinil tersebut merupakan LS- c,2ab/KP3 (MSD,SOM atau S0+1) dan digunakan untuk Jield trial di seluruh belahan dunia sebelum diakui sebagai Vaccine Origin (10). Tipe 2 P71,Ch,2 ablKP2 (Sabin Original VirwSO), diisolasi oleh Drs. Fox dan Gelfand dari feses anak-anak sehat di Louisiana merupakan virus orisinil yang kemudian dijadikan strain P712 oleh Dr. Sabin. Seperti pada tipe 1, Merck, Sharp and Dohme Research Laboratories membuat Lot 23 1 melalui satu kali pasase dari Virus Origin Tipe 2 pada kultur jaringan monyet Rhesus. Hasil pasase virus orisinil tersebut merupakan P712,Ch,ab/KP3 (MSD,SDM atau S0+1) (10). Tipe 3 Leon 12alKP3 (Sabin Original Virus=SO), merupakan virus Leon yang berasal dari batang otak dan korda spinalis anak laki-laki berusia 11 tahun dari Los Angeles yang meninggal pada tahun 1973 akibat poliomielitis bulbo spinalis. Isolasi virus orisinil tersebut dilakukan oleh Drs. Kessel dan Stimpert pada monyet tahun 1961 dan Vaksin Polio Inaktifasi (VPI) yang dibuat oleh Salk pada tahun 1955 untuk negara-negara maju. VPOT berisi virus polio tipe 1,2 dan 3 yang rnasih hidup tetapi sudah dilemahkan dan dibuat dalam biakan jaringan ginjal monyet yang distabilkan oleh sukrosa. VPOT menyerupai infeksi alami dengan mengaktifkan imunitas humoral dan mensekresikannya ke usus. Selanjutnya akan terjadi pelipatgandaan jumlah virus dalam beberapa bulan sehingga terjadi penyebaran dari satu orang ke orang lain. VPI berisi virus polio tipe 1,2 dan 3 yang sudah diinaktifasi menggunakan 0,025% formalin selarna 12 hari pada suhu 37°C. VPI tidak menyebabkan efek samping dan menghasilkan imunitas humoral yang tinggi setelah 2 atau 3 kali penyuntikan. VPI menghambat penyebaran virus polio ganas dari usus ke sistem syaraf Peningkatan kekebalan yang dihasilkan VPI secara nyata menunjukkan cukup baik untuk menghambat penyebaran virus polio di saluran pernafasan tetapi tidak cukup baik bekerja di saluran pencernaan. VPI bekerja baik di negara-negara dengan sanitasi yang tinggi dan tidak dapat digunakan untuk menghentikan transmisi virus polio ganas di negara-negara berkembang (9). Perkembangan penggunaan vaksin polio baik yang inaktif maupun yang dilemahkan bermula dari percobaan pada satwa primata. Walaupun dalam pelaksanaan clinical trial pada manusia pernah menunjukkan adanya paralisa, tetapi penelitian lanjutan pada satwa primata memegang peran penting untuk perbaikan vaksin polio. Penemuan Enders et a1 (1949) mengenai pertumbuhan virus polio pada biakan jaringan manusia pernah memenangkan hadiah Nobel dalam bidang obat pada tahun 1954. Pada tahun 1945, Sabin menggunakan 9000 monyet Asia dan 150 simpanse dalam penelitian mengenai strain atenuasi dari virus polio. Strain ini kemudian dikembangkan sebagai vaksin polio oral trivalen yang sekarang digunakan secara luas. Penelitian yang dilakukan oleh Salk dalam upaya menemukan vaksin polio yang lebih efektif, menunjukkan angka penggunaan monyet yang sangat tinggi yaitu 200.000 ekor. Menurut Lecornu dan Rowan, 1,2 juta spesies tunggal monyet rhesus telah digunakan untuk produksi d m uji bagi vaksin polio tersebut (8). Vaksinasi polio secara rutin pernah dilakukan pada great apes dengan menggunakan dosis. anak-anak. Akan tetapi p e n m a n kejadian poliomielitis menyebabkan vaksinasi tersebut hanya dilakukan pada populasi yang berisiko tinggi saja (1 1). Vaksin polio oral trivalen buatan Sabin pernah digunakan untuk melindungi sirnpanse Gombe dan berbagai spesies great apes (7). Ginjal Monyet Kepekaan non human primates terhadap virus polio pertarna kali dilaporkan pada tahun 1909. Penggunaan ginjal monyet sebagai biakan jaringan dalam penelitian dan produksi vaksin polio menyebabkan penggunaan monyet dalam jumlah besar (12) Ginjal merupakan organ berbentuk kacang merah yang terletak di daerah pinggang (lumbar). Pada dasarnya ginjal merupakan kelenjar tubular majemuk yang berperan dalam menyaring materi sisa dari tubuh. Setiap ginjal mempunyai kapsula fibrosa tipis, yang melekat secara lemah pada parenkim di bawahnya. Ginjal dibagi menjadi korteks yang granular dan lebih gelap serta bagian medula yang lebih pucat dan menunjukkan garis-garis radier yang jelas. Pertemuan antara korteks dan medula tidak tampak jelas karena substansi medula meluas ke korteks sebagai berkas-berkas yang tersusun radier dan substansi korteks meluas ke tengah antara piramid medula yang berdampingan sebagai kolurnna renal atau biasa disebut kolumna Berth. Setiap piramid medula dengan jaringan korteks di dekatnya membentuk sebuah lobus. Dengan demikian ginjal bersifat multipiramidal atau multilobar (13). Simian Foamy Virus (SFV) Sejarah SFV pertarna kali-ditemukan pada tahun 1950 sebagai virus kontaminan yang menyebabkan timbulnya efek sitopatik pada biakan jaringan ginjal monyet Rhesus. Sifat sitopatologik virus tersebut dalam menginfeksi biakan jaringan monolayer ditandai dengan adanya perluasan vakuola intraseluler dalam sel sinsisial multinukleat (14). Pembentukkan vakuola-vakuola ini menyebabkan biakan jaringan tidak dapat digunakan sebagai substrat penumbuh virus polio dan akan mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar. Biakan jaringan yang tidak menunjukkan vakuola tetap dapat digunakan dalam produksi vaksin polio. Melalui pengamatan rnikroskopis, biakan jaringan yang terinfeksi menunjukkan adanya gelembung rnirip busa sabun sehingga virus penyebabnya dalam bahasa latin disebut spumavirus. Virus ini pernah diisolasi dari beberapa jenis mamalia seperti kucing, sapi, hamster,singa laut dan spesies-spesies primata yang tersebar di Asia,Afiika dan Arnerika Latin. Pada beberapa kasus, serotipe-serotipe SFV yang berbeda dapat ditemukan dalam satu spesies primata (Tabel 2). Pada tahun 1971, SFV berhasil diisolasi dari biakan jaringan karsinoma nasofaring manusia yang kemudian dinamakan Human Foamy Virus (HFV) atau Human Spuma Retrovirus (HSRV) atau Human Spumavirus (HSRV)(14). Tabel 2. Isolat SFV pada Primata No Spesies Serotipe 1 Prosimian 5 2 Rhesus 1,2, 3 3 Cercopithecus aetiops 1,2,3 4 Baboon 1,2, 3, 10 I 5 I New World Primates 4,8,9 Simpanse 6, 7 6 I ' I I I Mergia A dan Lociw PA (1991)Replication and regulation of primate foaming viruses. Virology 184:475 dalam 18 Taksonomi dan Klasifikasi SFV diklasifikasikan ke dalam genus Spumavirus,satu dari tujuh genera famili Retroviridae dengan spesies-spesies : chimpanzeefoamy virus, bovine foamy virus, human foamy virus, feline foamy virus, simian foamy virus berbagai tipe dun equine foamy virus. Partikel virus ini bersifat sferik (diameter 100-140 nm) dan terdiri dari inti nukleoprotein berbentuk cincin dan diselaputi oleh dua lapisan seperti amplop (14) Walaupun beberapa ciri-ciri SFV mirip dengan retrovirus lain, berdasarkan perbedaan sekuens nukleotidnya menunjukkan bahwa virus ini bersifat unik dan memiliki kelompok tersendiri dari retrovirus (14 ). Replikasi SFV bereplikasi melalui reserve transcription. Retrovirus memiliki dua gen RNA rantai tunggal yang identik dan satu amplop berisi glikoprotein virus. Setelah glikoprotein amplop dari virion tersebut berinteraksi dengan protein membran dari sel inang yang spesifik maka amplop Retrovirus akan melebur secara langsung dengan membran plasma tanpa melalui proses endositosis. Pada proses meleburnya amplop retrovirus tersebut,nukleokapsid akan memasuki sitoplasma sel 16 yang diikuti masuknya deoksinukleosid trifosfat dari sitosol ke dalam nukleokapsid. Di tempat inilah viral reverse transcriptase dan protein lain menggandakan genom dari ssRNA virus menjadi dsDNA. DNA virus berpindah ke dalam nukleus dan bertugas sebagai provirus yang direkam oleh RNA polimerasi sel inang dan akan menghasilkan mRNAs serta molekul RNA genom (15). Satu siklus pertumbuhan dari SFV pada biakan jaringan nampak dalam 24 jam dan pertumbuhan maksimal tercapai dalam 72 jam setelah infeksi. Seperti halnya pada retrovirus lain, replikasi dari SFV berhubungan erat dengan proses pembelahan sel dari tubuh inangnya. Virus ini tumbuh secara optimal pada biakan jaringan yang berasal dari berbagai spesies dalam kondisi sedang aktif membelah (14). Simian Immunodeficiency Virus (SIV) Sinonim: Simian lentivirus infections; Simian AIDS-like virus infecti0ns;Simian AIDS (16) Sejarah SIV pertarnakali diisolasi pada tahun 1984 dari M. mulatta di New England Regional Primate Research Centre. SIV memiliki morfologi, karakteristik pertumbuhan dan kelengkapan antigenik yang mirip dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV). SIV juga pernah diisolasi dari M. fascicularis, M. nemestrina , M. arctoides, African Green Monkey, mandril dan simpanse (17). Penularan SIV di alam terjadi melalui kontaminasi darah dan kontak seksual. Target infeksi SIV pada macaque adalah limfosit T, fagosit mononukleus, sel Langerhans dan sel dendritis folikuler dari organ-organ limfoid. Virus ini menyebabkan penurunan kemampuan daya tahan tubuh inang dengan gejala klinik utama diare dan penurunan berat badan hingga 60% dari berat semula. Gejala klinis ini diikuti oleh infeksi oportunistik lain yaitu Pneumocystis carinii, Cytomegalovirus, Clyptosporidium, Candih, adenovirus dan mikobakterium (17). Taksonomi dan Klasifikasi SIV termasuk ke dalam subfamili Lentivirus dari famili Retroviri&e.Spesiesspesies dari subfamili ini adalah Human Immunodeficiency Yirus (My) - I, Bovine Immunodeficiency Virus, Equine Infectious Anemia Virus, Feline Immunodeficiency Virus, African Green Monkey (AGM)-SIY, Chimpanzee-SIY, Mandrill-SIY, red- capped rnangabey SIY,sooty mangabey SIY, Rhesus SIY, pig tailed macaque SIV dan sykes monkey SIV. Partikel Lentivirus berukuran 80-110 nm dan terdiri dari genom RNA dan enzim virus yang berada dalam inti di dalam amplop glikoprotein. SIV tidak bersifat onkogenik walaupun virus ini menyebabkan infeksi persisten dalam waktu lama yang seringkali menyebabkan penyakit kronik dan menimbulkan kelemahan bagi inang (17). Replikasi SIV menyerang sel yang mengekspresikan molekul CD4. Virus tersebut menembus sel melalui interaksi antara glikoprotein amplop virus gp 120 dan molekul CD4 inang yang berperan sebagai reseptor. Pada saat virus berada dalam sel, RNA rantai tunggal virus menggandakan diri yang akhirnya berintegrasi ke dalam sel DNA inang (7) SIV mengandung genom RNA yang bereplikasi melalui DNA intermedia. Provirus DNA berintegrasi ke dalam kromosom sel host melalui integrasi viral encoded (17). Mekanisme bagaimana jumlah limfosit CD4+ berkurang atau hilang dari tubuh monyet, belum diketahui secara jelas tetapi diduga disebabkan oleh: (1) Penumpukkan jumlah toksin dari asam nukleat virus dalam sitoplasma sel yang terinfeksi SIV (16). (2) Penggabungan dari sel-sel yang terinfeksi sehingga menyebabkan kematian sel lainnya (1 6). (3) Lisis dari limfosit T CD4+ yang terinfeksi (16). Simian Virus 40 (SV 40) Sejarah SV 40 ditemukan-pada tahun 1960 sebagai kontaminan virus Polio. Pada saat itu SV40 tidak terdeteksi karena tidak menunjukkan efek sitopatik pada biakan jaringan. Pada tahun 1962, SV40 dinyatakan bersifat imunogenik pada bayi hamster dan ternyata memiliki kemampuan untuk berkembang dalam berbagai biakan jaringan (18). SV 40 juga pernah diisolasi dari biakan jaringan ginjal MEP dan Rhesus dengan penampakan kesehatan umum monyet yang normal selain ditemukan pada seed virus Polio dan vaksin lain untuk manusia. SV 40 dapat menyebabkan neoplasma pada manusia atau menginduksi berbagai jenis tumor seperti lymphocytic leukemia, lymphosarcoma, reticulum sell sarcoma dan osteogenic sarcoma. Antara tahun 1954 sampai 1961, ratusan orang tertular SV 40 melalui rute ingesti dari VPOT. VPOT ini terkontaminasi SV40 dari biakan jaringan ginjal monyet Rhesus yang digunakan. Virus ini berhasil diisolasi dari feses anak-anak yang tertular selama lima minggu pada saat anak-anak tersebut tidak menunjukkan gejala klinis. Berdasarkan laporan terakhir, SV40 ditemukan pada epen&domas dan choroidplexus tumor dari anak-anak tersebut (19) Taksonomi dan Klasifikasi SV 40 termasuk dalam genus Polyomavirus dari famili Polyomaviridae atau Papovaviridae,dengan spesies-spesies : African Green Monkey Polyomavirus, Baboon polyomuvirus, Simian Virus 12 dan Simian Virus 40. Virus ini berbentuk kapsid ikosahedral dengan diameter berukuran 45 nm (18). Replikasi Virion SV 40 melekat pada reseptor permukaan sel inang dan berpindah ke dalam inti sel dimana DNA virus melepaskan selubungnya dan mulai bereplikasi. Virion menyebabkan sel lisis yang mengakibatkan kematian sel. multiplikasi SV40 berjalan cukup lambat yaitu sekitar 48-72 jam (18). Siklus