TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN MIKRO

advertisement
TINGKAT ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN MIKRO ORGANISME
LOKAL (MOL) PADA USAHATANI PADI
DI KABUPATEN JEMBER 1
Oleh:
Ihsannudin
(Staf Pengajar Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat adopsi teknologi mikro organisme lokal
(MOL) pada usahatani padi di Kabupaten Jember serta faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat adopsi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey yang
bersifat deskriptif korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat adopsi
teknologi pemanfaatan MOL pada petani padi di Kabupaten Jember termasuk dalam
kategori sedang. Sebaran responden menurut tingkat adopsi teknologi pemanfaatan MOL
juga masih sedang. Hasil analisis korelasi pearson menunjukkan bahwa faktor pendidikan
formal, pendidikan non formal dan interaksi dengan penyuluh memiliki pengaruh
signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi yang dinyatakan dengan nilai signifikansi
(sig) korelasi pearson lebih kecil dari 0,05 pada taraf kepercayaan 95%. Sementara faktor
umur, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga dan kekosmopolitan
tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap tingkat adopsi teknologi yang dinyatakan
dengan nilai signifikansi (sig) korelasi pearson lebih besar dari 0,05 pada taraf
kepercayaan 95%.
Kata Kunci: Adopsi, Mikro Organisme Lokal (MOL), Petani Padi
I.
PENDAHULUAN
Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam struktur perekonomian
nasional. Pembangunan dibidang pertanian sekaligus juga dapat menciptakan lapangan
kerja, meningkatkan devisa negara dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha
serta mendukung pembangunan daerah dengan memperhatikan kelestarian lingkungan.
Dalam hal ini, petani dituntut untuk mampu mengorganisasikan sumber daya yang ada
melalui proses perencanaan sampai evaluasi pelaksanaan dan evaluasi hasil sehingga para
petani mampu mengambil keputusan yang betul-betul merupakan kesimpulan yang tepat.
Pembangunan di bidang pertanian yang dilaksanakan sejak era 1970-an
mengambil kebijakan revolusi hijau. Namun hal ini ternyata memiliki dampak negatif
pada pertanian baik pada ekosistem, ekonomi dan sosial. Menyadari hal tersebut, maka
1
Paper ini telah dipresentasikan dan dimuat dalam prosiding seminar nasional Pengembangan
Pertanian Terpadu Berbasis Organik Menuju Pembangunan Pertanian Berkelanjutan, 11 Juli 2011,
Universitas Andalas Padang
telah terjadi kesadaran yang menyeluruh untuk mengembalikan kebijakan dalam
membangun pertanian secara keberlanjutan dengan menekan dampak negatif terhadap
lingkungan seminimal mungkin.
Pemilihan bahan-bahan organik sebagai input dalam usaha pertanian adalah
langkah bijak dalam upaya membangun pertanian yang berkelanjutan (FAO/WHO Codex
Alimentarius Commission, 1999). Penggunaan bahan-bahan organic ini perlu diapresiasi
dan terus dikembangkan untuk memperoleh respon yang positif dari masyarakat petani
untuk diadopsi.
Salah satu upaya pemanfaatan input organic tersebut adalah penggunaan Mikro
Organisme Lokal (MOL). MOL adalah larutan hasil fermentasi dengan berbahan dasar
dari berbagai sumberdaya yang tersedia di lingkungan setempat (Purwasasmita, 2009).
Larutan MOL ini mengandung unsur mikro dan makro dan mengandung bakteri
perombak bahan organik, stimulus pertumbuhan, pengendali hama penyakit tanaman.
MOL sebagai suatu teknologi perlu percepatan proses adopsi guna mendukung
konsep pembangunan pertanian berkelanjutan. Adopsi sebagai keputusan untuk
menggunakan ide baru sebagai cara bertindak paling baik (Nuraini, 1997) akan terserap
melalui rangakain proses. Tahapan proses petani dalam mengadopsi MOL adalah salah
satu bentuk aplikasi dari berbagai faktor yang terdapat dalam pikiran baik yang
ditimbulkan oleh pengaruh dari berbagai faktor yang terdapat dalam maupun luar petani
(Suryono, 2005). Oleh karena itu, peranan proses dalam mengadopsi MOL merupakan
hal yang penting untuk diteliti lebih lanjut, sehingga tujuan peningkatan kesejahteraaan
petani melalui pembngunan pertanian berkelanjutan dapat tercapai.
II. METODOLOGI
a.
Metode Dasar
Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
analitik, yaitu penelitian yang memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah
yang aktual. Data dikumpulkan dan kemudian dianalisis. Menurut Nazir (1989),
metode deskriptif analisis adalah suatu metode yang digunakan untuk meneliti
sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran atau suatu peristiwa pada
masa sekarang.
b.
Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara senagaja (purporsive) di Desa
Kamal Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember. Hal ini dilakukan mengingat pada
lokasi tersebut dialakukan penyuluhan dan pelatihan tentang penggunaan MOL pada
tahun 2010.
c.
Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang berkaitan dengan variabel independen
dan variabel dependen. Data ini juga sekaligus akan memberikan gambaran terkait
dengan karakteristik petani sampel. Sementara data sekunder dikumpulkan dari
dokumentasi dari instansi terkait.
Data dikumpulkan dengan melakukan wawancara langsung kepada
responden dengan pedoman kuisioner yang telah disediakan. Sementara jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 30 orang.
d.
Alat Analisis
Data yang terkumpul ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif untuk
memberikan gambaran tingkat adopsi teknologi MOL pada petani padi. Sementara
untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen dengan variabel
dependen digunakan analisis korelasi pearson (Samah dan Suandi, 1999).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
a.
Keadaan Umum Daerah Penelitian
Desa Kamal Kecamatan Arjasa ini secara admisnistratif bersebelahan
dengan Desa Panduman kecamatan Jelbuk di sebelah utara dan Desa Arjasa di
sebelah selatan. Sementara di Sebelah barat berbatasan dengan Desa Darsono dan
sebelah timur dengan Desa Bitung yang semuanya juga berada di Kecamatan Arjasa.
Sebagian besar penduduk yakni 1241 orang adalah sebagai petani dengan
luas lahan pertanian yang ada sebagian besar adalah ladang/ tegalan dengan luas
274,4 Ha dan lahan persawahan seluas 244,5 Ha dan sisanya adalah pekarangan dan
hutan. Lahan pertanian di Desa Kamal terbilang cocok untuk daerah persawahan
dengan cakupan irigasi teknis seluas 205 ha dan irigasi desa 40 ha. Kondisi irigasi ini
didukung dengan 12 dam dengan kondisi baik, saluran tersier dan box bagi masingmasing sebanyak 14 buah. Selama ini produksi padi di wilayah ini memiliki
produktivitas rata-rata sebesar 5,3 ton/ ha.
b.
Tingkat Adopsi Teknologi MOL
Tingkat adopsi petani terhadap teknologi MOL diukur dengan 3 tingkatan
kategori rendah, sedang dan tinggi. Pengukuran dilakukan dengan melihat bagaimana
adopsi teknologi Mol yang dilakukan petani pada saat pra tanam, masa pertumbuhan,
masa pembuahan dan pengendalian hama terpadu tanaman padi. Hasil analisis terkait
dengan tingkat adopsi petani terhadap teknologi MOL selengkapnya dapat dilihat
pada table 1 di bawah ini.
Table 1. Tingkat Adopsi
Pendidikan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Jumlah
10
11
9
30
Persentase
33,3
36,7
30,0
100
Terlihat bahwa sebagian besar tingkat adopsi petani dalam penggunaan teknologi
MOL adalah sedang. Hal ini disebabkan petani tidak memanfaatkan penggunaan
teknologi MOL dalam setiap tahapan usahatani padi. Petani dalam menggunakan
teknologi MOL pada tanaman padi ini terutama dilakukan untuk pengendalian hama
terpadu. Hal ini perlu mendapatkan perhatian mengingat indikasi aplikasi teknologi
dapat dilakukan melalui pendekatan teknik, ekonomi dan sosial budaya (Najiyati.
2000).
Jika melihat teknologi MOL yang ada maka berdasar indikasi teknis
teknologi ini sangat layak dan mudah diterapkan. Demikian pula indikasi ekonomi,
teknologi ini murah dan mendatangkan keuntungan yang nyata. Maka diindikasikan
pada indikasi sosial budaya yang masih mengalami kendala. Hal ini terkait dengan
kebiasaan petani yang selama ini masih terbiasa menggunakan input pertanian
anorganik yang dipandang lebih praktis dan bergengsi.
c.
Fakto-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Teknologi MOL
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi MOL pada
tanaman padi ini dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi pearson. Variabelvariabel independen yang diteliti dalam penelitian ini adalah variabel umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, jumlah
tanggungan keluarga interaksi dengangan penyuluh dan kekosmopolitan.
Hasil analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat adopsi teknologi
MOL pada tanaman padi ini dapat dilihat pada table 2 berikut ini.
Tabel 2. Hasil Analisis Uji Korelasi Pearson
Variabel
Koefisien korelasi
Umur
Pendidikan formal
Pendidikan non formal
Jumlah tanggungan keluarga
Jumlah tenaga kerja dalam keluarga
Interkasi dengan penyuluh
Kekosmopolitan
Keterangan: * berpengaruh nyata
R table 0,355
0,038
0,581
0,519
0,048
0,316
0,457
0,074
Nilai
signifikansi
0,844
0,001*
0,003*
0,801
0,089
0,011*
0,696
Tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar variabel-variabel independen tidak
berpengaruh atau tidak berkorelasi terhadap tingkat adopsi teknologi MOL pada
usahatani padi.
Pada analaisis korelasi pearson menunjukkan bahwa variabel umur tidak
berpengaruh pada tingkat adopsi. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian
Suryono (2005) yang menyatakan bahwa umur, tingkat pendidikan, keberanian
mengambil resiko, sikap terhadap perubahan, luas lahan, status lahan, kehadiran
petani dalam penyuluhan dan peran penyuluh berpengaruh terhadap adopsi inovasi
usahatani. Sementara berdasarkan hasil analisis deskriptif umur dapat dilihat pada
table 3 di bawah ini.
Table 3. Deskripsi Umur Responden
Umur
Jumlah
Muda
13
Dewasa
13
Tua
4
Total
30
Persentase
43,3
43,0
13,3
100
Berdasarkan table 3 di atas terlihat bahwa sebagian besar responden berada pada
umur muda dan dewasa dengan kisaran umur 20 hingga 43 tahun. Sebenarnya
rentang umur ini sangat berpotensi dalam kematangan diri seseorang. Sebagaimana
diungkapkan De Celle (1989) bahwa umur akan berpengaruh terhadap kematangan
fisik dan emosi.
Pendidikan formal dan non formal dalam analisis terlihat berpengaruh
signifikan terhadap tingkat adopsi. Pendidikan formal yang dimaksudkan disini
adalah pendidikan resmi yang dilakukan secara terstruktur. Sementara pendidikan
non formal adalah pendidikan yang dilakukan melaui pelatihan-pelatihan serta
kursus-kursus yang diikuti. Variabel ini penting karena menurut pernyataan Yusnadi
(1992), bahwasanya petani berpendidikan tinggi lebih cepat mengadopsi inovasi.
Sebagaimana hasil analisis juga terlihat bahwa pendidikan formal ini berpengaruh
signifikan terhadap adopsi teknologi.
Table 4. Tingkat Pendidikan Responden
Pendidikan
Jumlah
Tidak tamat SD
6
SD
8
SMP
5
SMP
8
Sarjana
3
Total
30
Persentase
20,0
26,7
16,7
26,7
10,0
100
Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada table 4 di atas dapat diketahui bahwa
sebagaian besar responden memiliki pendidikan SD dan SMP. Demikian pula
pendidikan non formal yang diikuti petani masih pada taraf yang rendah (73,3%).
Hal ini memberikan tantangan untuk perbaikan pendidikan pada generasi pertanian.
Mardikanto (1993) mengatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan
berpengaruh terhadap kapasitas belajar seseorang, karena ada kegiatan belajar
memerlukan pengetahuan tertentu untuk memahaminya.
Jumlah tanggungan keluarga perlu dimasukkan dalam variabel ini mengingat
jumlah tanggungan keluarga ini akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga
petani. Makin banyak jumlah tanggungan keluarga maka semakin banyak pula beban
yang harus ditanggung petani. Berdasarkan hasil analisis terlihat bahwa jumlah
tanggungan keluarga tidak berpengaruh terhadap tingkat adopsi. Hasil analisis
deskriptif menunjukkan bahwa sebagian petani responden memiliki tanggungan
keluarga sebanyak 3 orang yakni sebesar 40%.
Hasil analisis selanjutnya menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja dalam
keluarga tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat adopsi. Diketahui bahwa
jumlah tenaga kerja dalam keluarga petani yang turut serta dalam usahatani padi
sebagian besar sangat kecil yakni 1 orang saja (40%). Padahal semakin banyak
jumlah tenaga kerja yang terlibat akan memungkinkan petani untuk memperbesar
usaha. Keluarga petani di lokasi penelitian terutama anak-anaknya memiliki
kecendrungan untuk lebih memilih usaha di luar pertanian dengan menjadi buruh
pabrik atau di luar sektor pertanian yang lain. Padahal selayaknya dengan banyaknya
keterlibatan tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh pada perilaku petani
(Mubyarto, 1989).
Variabel interaksi dengan penyuluh berpengaruh nyata terhadap tingkat
adopsi teknologi MOL. Interaksi yang dimaksudkan disini adalah interaksi yang
dilakukan petani baik secara individu maupun berkelompok dengan penyuluh per
bulan. Berdasarkan hasil analisis deskriptif terlihat bahwa sebagian besar petani
berinteraksi dengan penyuluh dengan frekuensi sedang.
Table 5. Interaksi dengan Penyuluh
Interaksi
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Jumlah
10
12
8
30
Persentase
33,3
40,0
26,7
100
Frekuensi pertemuan petani dengan penyuluh pertanian yang intensif, maka
akan semakin tinggi penerapan teknologi baru yang dianjurkan oleh penyuluh
pertanian. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah frekuensi pertemuan petani
dengan penyuluh maka akan semakin rendah tingkat adopsinya. Hal ini sesuai
dengan hasil temuan Mundy (2000), bahwa petugas penyuluh berkorelasi erat
dengan keberhasilan program.
Variabel kekosmopolitan yang dimaksudkan disini adalah sikap keterbukaan
petani dalam berhubungan dengan lingkungan luar dalam menerima dan menolakhal-hal baru. Sikap keterbukaan ini akan berpengaruh pada sikap keterbukaan petani
(Soekartawi, 1998). Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa ternyata tingkat
kekosmopolitan petani tidak berpengaruh signifikan pada adopsi teknologi MOL.
Jika dilihat kekosmopolitan petani responden menujukkan sebagian besar petani
memiliki tingkat kekosmopolitan sedang. Tingkat kekosmopolitan petani dibagi
menjadi 6 kriteria yang dapat dilihat pada table 7 berikut ini.
Table 6. Tingkat Kekosmopolitan
Kekosmopolitan
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Jumlah
11
14
5
30
Persentase
36,7
46,7
16,7
100
Hasil tersebut menunjukkan bahwa sikap keterbukaan petani sebenarnya sudah pada
taraf tidak terlalu memperihatinkan. Sehingga dengan demikian masih ada harapan
untuk terus melakukan difusi dan pendekatan yang lebih intensif pada petani untuk
dapat mengadopsi teknologi MOL ini lebih baik lagi.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
diketahui bahwa tingkat adopsi teknologi Mol pada tanaman padi masih berada pada
tingkatan sedang. Factor-faktor yang mempengaruhinya adopsi teknologi MOL ini
adalah pendidikan baik formal maupun non formal serta interaksi terhadap penyuluh.
Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius untuk dapat memformulasikan pada
variabel-variabel determinan lain agar petani memiliki tingkat adopsi yang lebih baik
lagi pada teknologi yang akan diterapkan pada masa mendatang.
V. DAFTAR PUSTAKA
De Celle, C.P. 1989. The Psycology of learning and instruction. Prentice Hall. Inc
Englewood Cliffs. New Jersey
FAO Committee on Agriculture (COAG). 1999. Based on Organic agriculture.
Rome on 25-26 January 1999
Kasumbogo Untung. 1997. Peranan Pertanian Organik Dalam Pembangunan
yang Berwawasan Lingkungan. Makalah yang Dibawakan Dalam
SeminarNasional Pertanian Organik
Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret
University Press. Surakarta.
Mubyarto, 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta
Mundy. Paul. 2000. Adopsi dan Adaptasi Teknologi Baru. PAATP3. Bogor
Najiyati, Sri. 2000. Studi Kelayakan Pemanfaatan Bioteknologi untuk
Peningkatan Produksi di UPT. Puslitbang BAKMP
Nazir, Moh. 1989. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Nuraini, K. 1997. Penyuluhan Pertanian. Sekertariat Penataran Sarjana
Penyuluhan Pertanian. Departemen Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. Universitas gadjah Mada.
Purwasasmita, 2009. Mikro Organisme Lokal Sebagai Pemicu Siklus Kehidupan
dalam Bioreaktor Tanaman. Seminar Nasional Teknik Kimia
Indonesia. Bandung 19-20 Oktober 2009
Samah. Bahaman Abu dan Suandi. Turiman, 1999, Statistical for Social Research
With Computer Application, Universitas Putra Malaysia, Kuala Lumpur
Soekartawi. 1998. Prinsip-prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas
Indonesia. Press Jakarta.
Suryono. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Usaha Tani
Mendong di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Fakultas
Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Suryono. 2005. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Usaha Tani
Mendong di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman. Tesisi.
Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Yusnadi. 1992. Adopsi Petani Kopi Dalam Pengembangan Perkebunan Kopi
Kasus Petani Kopi Di Kecamatan Bandar Kabupaten Aceh. Tesis.
Pascasarjana. IPB. Bogor
IDENTITAS PEMAKALAH
Nama Lengkap
Jabatan Fungsional
NIP
Tempat dan Tanggal Lahir
Alamat Rumah
Nomor Telepon
Nomor HP
Pekerjaan
Alamat Kantor
Nomor Telepon/ Faks
Alamat E-mail
: Ihsannudin, SP, MP
: Asisten Ahli
: 19771216 200812 1 003
: Magelang, 16 Desember 1977
: Jl. Mastrip IA No. 16 Jember Jawa Timur
: 0331-338929
: 081 559 546 957
: Staff Pengajar Prodi Agribisnis Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura
: Kampus Universitas Trunojoyo Madura
Jl.Raya Telang PO BOX 2 Kamal
Bangkalan - Madura Jawa Timur
: 0331-3011146 / 031-3011506
: [email protected]
[email protected]
Download