PENGARUH TAYANGAN FILM KARTUN “CRAYON SHINCHAN” TERHADAP PERILAKU ANAK DENGAN ORANG TUA PADA SEKOLAH DASAR YAYASAN WISMA SEMEN GRESIK Oleh: Angga Pradana Putera (070517608) [email protected] ABSTRAK Dewasa ini media televisi menjadi media yang paling digemari masyarakat, orang tua maupun anak-anak. Salah satu tayangan televisi yang diperuntukkan oleh anak-anak adalah tayangan film kartun. Salah satu film kartun yang digemari oleh anak-anak adalah “Crayon Shinchan”. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh tayangan film kartun Crayon Shinchan terhadap perilaku siswa SD Yayasan Wisma Semen Gresik dengan orang tua. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survey, yaitu bahwa semakin sering, semakin lama, dan semakin serius (frekuensi, durasi, dan atensi) seorang anak dalam menonton film kartun Crayon ShinChan, maka semakin tinggi tingkat peniruan (kata-kata dan perbuatan) dan perilaku menjengkelkan pada diri anak ketika sedang berbicara dengan orangtua. Setelah menonton film kartun Crayon ShinChan tidak ada perubahan perilaku yang signifikan terhadap perilaku anak dengan orangtua. Kata Kunci: Film Kartun “Crayon Shincan”, perilaku, Anak terhadap Orang Tua. PENDAHULUAN Penggunaan televisi sebagai media hiburan bagi anak-anak mengalami peningkatan. Salah satu penyebab peningkatan ini adalah kesibukan orangtua terhadap aktivitas masing-masing, sehingga anak-anak cenderung menggunakan waktunya untuk mencari hiburan melalui televisi. Anak-anak perlu mendapatkan perlindungan dari berbagai tayangan media televisi, karena tidak semua program televisi layak disaksikan oleh anak-anak. Langkah ini penting mengingat kekuatan media televisi mampu menguasai kesadaran dan jalan pikiran penontonnya, terlebih pada kelompok anak-anak. Tayangan yang berbau mistik, pornografi, kebebasan seks, brutalisme, sadisme, kekerasan, dan emosi berlebihan tidak mengajarkan anak-anak untuk berpikir logis dan rasional. Sebaliknya, malah lebih banyak menghadirkan ilusi, anganangan, fantasi, khayalan sehingga tidak akan meningkatkan kecerdasan anak. Namun, tidak semua tayangan televisi dapat merusak perkembangan jiwa anak, masih banyak tayangan televisi yang mendidik anak, di antaranya adalah kuis-kuis cerdas cermat atau tayangan-tayangan di TVeducation. Program1 televisi untuk anak-anak adalah program yang khusus dibuat untuk anak-anak, baik dalam bentuk sandiwara anak, kartun, tarian dan lagu anak, permainan anak, dongeng, boneka, majalah udara, dan sebagainya. Salah satu program acara anak-anak yang banyak ditayangkan oleh televisi adalah film kartun. Tokoh Crayon Shinchan sendiri adalah tokoh yang anti sosial, cenderung melawan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang anak. Film kartun yang seharusnya untuk konsumsi anak usia 15 tahun ke atas, telah bergeser menjadi tontonan segala usia termasuk juga anak-anak di bawah usia tersebut. Penayangan film kartun Crayon ShinChan dengan karakter anak yang lucu tersebut menghadirkan opini pro dan kontra, di mana sebagian mendukung kelucuan Shinchan, dan sebagian lainnya mengkritisi karakter negatif dalam tokoh ShinChan.2. Melihat fenomena tersebut maka dalam penelitian ini akan dianalisa mengenai pengaruh tayangan “Crayon Shinchan” terhadap perilaku anak dan orang tua. Pemilihan tayangan “Crayon Shincan” adalah karena “Crayon Shincan” merupakan tayangan yang banyak menuai protes, terutama dari para orang tua dan para pemerhati anak, namun di sisi lain tayangan ini juga merupakan tayangan yang banyak digemari oleh anak-anak, seperti yang dikemukakan oleh Murdjadi Ichsan, Humas RCTI , tayangan ini memiliki rating yang cukup tinggi, yaitu dengan rating 9 hingga 11. Hal tersebut berarti bahwa “Crayon Shincan” disaksikan oleh sembilan hingga sebelas persen dari setiap 100 penonton 1 Program anak itu sendiri terdiri atas beragam format, seperti berita, kuis, variety show, film kartun, sinetron, tayangan olahraga, musik, dan lain sebagainya. Sebagaimana dijelaskan oleh Goonasekera (dalam Sunarto, 2009:96) 2 Sebagaimana disebutkan oleh Solihin (2002:55) bahwa apapun alasannya, Crayon ShinChan membahayakan perkembangan kepribadian anak-anak. Tokoh Shinchan digambarkan sebagai sosok anak Taman Kanak-kanak yang nakal, bandel, juga porno. 2 Selain berlandaskan fenomena di atas, penelitian ini juga dilandasi oleh beberapa penelitian terdahulu, yang menyatakan bahwa tayangan film kartun “Crayon Shincan” memilki pengaruh yang signifikan terhadap pribadi anak-anak yang menontonnya. Di antara penelitian-penelitian tersebut adalah penelitian yang dilakukan oleh3. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa fungsi hiburan dari film kartun tersebut telah bergeser mempengaruhi affektif anak-anak, sehingga timbul rasa tertarik dan kemudian timbul rasa ingin memiliki dan menirukan tokoh dalam film kartun tersebut, yaitu Crayon Shinchan, dan ketertarikan anak pada tokoh tersebut mampu mengalahkan tingkat ketertarikan anak pada produk yang diiklankan di sela-sela tayangan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah, untuk mengetahui apa saja karakter penonton tayangan film kartun Crayon Shinchan. Serta untuk mengetahui bagaimana pengaruh tayangan film kartun Crayon ShinChan terhadap perilaku siswa SD Yayasan Wisma Semen Gresik kepada orang tua. Manfaat dari penelitian ini untuk memberikan data awal mengenai ada tidaknya pengaruh film kartun Crayon ShinChan pada perilaku atau interaksi antara anak dengan orang tuanya. Televisi dan Anak-Anak Televisi dan anak-anak merupakan fenomena hidup yang melanda seluruh dunia. Mereka merupakan salah satu konsumen media teleivisi yang populasinya besar sekali. Sebagai komunitas yang berjumlah besar dan heterogen, anak-anak patut mendapat perhatian serius. Pada umumnya anak-anak senang sekali menonton film-film yang menampilkan aksi atau film-film yang menampilkan gerakan-gerakan cepat disertai efek suara yang dahsyat. Itulah sebabnya mereka senang sekali menonton film-film kartun yang banyak menampilkan gerakan-gerakan spektakuler.4 Untuk menjangkau segmen penonton yang luas, semua penyelanggara siaran televisi tampaknya saling bersaing mencoba merancang berbagai program siaran yang khusus diperuntukkan bagi anak-anak. Pertimbangan sosialnya adalah komunitas anak-anak juga berhak mendapatkan hiburan atau informasi Listia Natadjaja (2002), dengan judul “Pengaruh Iklan untuk Anak Dibandingkan dengan film kartun televisi terhadap Affektif Anak. 4 Hal ini seringkali memicu perilaku agresif anak-anak (Huston, dalam Surbakti, 2008:43 3 sebagaimana halnya orang dewasa. Dari sisi pertimbangan komersial, komunitas mereka merupakan pangsa pasar yang sangat potensial bagi berbagai produk dan informasi yang ditawarkan oleh media televisi. Namun, berkaitan dengan tayangan televisi, anak-anak perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh dan berhati-hati mengingat penalaran mereka yang sangat terbatas, namun memiliki rasa ingin tahu yang besar. Pada usia yang sangat rentan terhadap segala sesuatu yang baru, anak-anak mudah sekali terpengaruh berbagai isu, pengajaran, dan informasi yang menyesatkan. Selain itu, media televisi merupakan media yang telah mendominasi dunia dan mendorong berjuta-juta anak di bawah pengaruhnya. Disadari atau tidak, media televisi telah membentuk dan dan menyebabkan ketergantungan sehingga kehadirannya seakan-akan menyemarakkan suasana. Begitu hebatnya pengaruh media televisi, tampak dari kemampuannya mengubah pola hidup keluarga, makan, belanja, tidur, bangun, beristirahat, berpikir, berperasaan, bahkan pola hiburan pengisi waktu. Banyak anak-anak sekolah dasar menonton televisi saat jam makan malam atau sembari mengerjakan pekerjaan rumah. Dalam komunikasi interpersonal antara anak dengan Orangtua maka akan terjadi proses komunikasi yang merefleksikan siklus natural komunikasi interpersonal, dimana komunikasi berlangsung dari orang pertama kepada orang kedua, lalu orang kedua kepada orang pertama, dan seterusnya (DeVito, 2007: 9). Model komunikasi interpersonal tersebut digambarkan sebagai berikut: Gambar 1.1. A Model of Universal Interpersonal Communication Sumber: (DeVito, 2007:12) Model komunikasi di atas menunjukkan bahwa dari sumber pesan akan menyampaikan pesan kepada penerima pesan melalui saluran. Penerima pesan selanjutnya akan memberikan respon, baik berupa feedback maupun feedforward kepada sumber pesan. Gambar di atas juga menunjukkan bahwa sumber pesan bisa saja menjadi penerima pesan, demikian juga sebaliknya. Di samping itu, gambar di atas juga menunjukkan adanya gangguan (noise) dalam proses komunikasi interpersonal yang terjadi. Dengan demikian, dapat dijelaskan bahwa di dalam model proses komunikasi interpersonal melibatkan berbagai elemen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Televisi bisa dijadikan sebagai media pembelajaran atau media pendidikan bagi pemirsa, karena melalui media televisi, pemirsa akan mengalami proses belajar. Berdasarkan taksonominya, belajar adalah belajar untuk mengetahui (learning how to know), belajar untuk mengerjakan sesuatu (learning how to do), belajar untuk belajar (learning how to learn), belajar untuk memecahkan masalah (learning how to solve problems), belajar untuk hidup bersama (learning how to live together), dan yang paling esensial adalah belajar untuk kemajuan kehidupan diri dan lingkungannya (learning to be) (FIP-UPI, 2007:18). Semiawan (2008:23) menyatakan bahwa dalam sistem pendidikan, selain sebagai media belajar, televisi juga sebagai media hiburan yang programnya tidak selalu bersifat mendidik, karena program siarnya yang kurang bermutu. Oleh karena itu, dengan semakin banyaknya stasiun televisi dewasa ini, maka setiap stasiun televisi akan bersaing untuk memberikan yang terbaik dan menarik bagi pemirsa melalui penayangan program tayangan yang bervariasi. Beberapa program tersebut meliputi, infotainment, sport, berita, reality show, variety show, dan lain-lain. 1. Konflik, yaitu adanya benturan kepentingan atau benturan karakter di antara tokoh yang terlibat. Dalam hal ini, konflik bukan hanya harus ada dalam program tayangan film atau drama, tetapi hampir setiap program harus menyertakan elemen ini. Seorang programmer harus memiliki tujuan untuk membangun acara yang menyediakan adanya benturan atau konflik. Dalam program yang berformat berita, pengelola dituntut untuk berusaha menampilkan elemen konflik dalam bentuk pandangan yang berlainan atau pandangan alternatif. Vane-Gross menjelaskan bahwa pengelola program harus berusaha untuk menawarkan pandangan yang bertentangan atau berbeda. Ini tidak hanya menjadikan program siaran tersebut menjadi lebih adil, tapi juga bagus. 2. Durasi, yaitu lama penayangan program merupakan salah satu kunci sukses dalam keberhasilan program. Dalam hal ini pengelola program dituntut untuk membuat sebuah program memiliki kemampuan untuk mempertahankan daya tariknya selama mungkin. Kata kunci untuk mempertahankan daya tarik yang lama ini adalah ide cerita, sehingga tidak menimbulkan kejenuhan bagi pemirsa. Dengan demikian ide cerita yang dibangun harus diiringi dengan inovasi dan kebaruan cerita. 3. Kesukaan, yaitu kesukaan pemirsa terhadap pembawa acara atau bintang tamu yang hadir dalam suatu program ikut menentukan keberhasilan program. PEMBAHASAN Bagian ini menyampaikan gambaran tentang profil responden yang terdiri atas usia responden, kelas responden, dan jenis kelamin responden. Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia Responden Usia Responden 9 tahun 10 tahun 11 tahun Jumlah Jumlah (anak) 35 39 29 103 Persentase (%) 34,0 37,9 28,2 100,0 Tabel 1 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang menonton film kartun Crayon ShinChan adalah berusia 10 tahun, yaitu sebanyak 37%. Artinya, separuh dari responden yang menonton film kartun Crayon ShinChan adalah anak-anak yang berusia 10 tahun. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kelas Responden Kelas Responden Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Jumlah Jumlah (anak) 36 40 27 103 Persentase (%) 35,0 38,8 26,2 100,0 Tabel 3. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Jenis Kelamin Responden Tidak pernah Kadang-kadang Sering Selalu Jumlah Jumlah (anak) 31 60 12 103 Persentase (%) 30,1 58,3 11,7 100,0 Tabel 4. Distribusi Frekuensi Suka Menirukan Kata-kata ShinChan ketika Berbicara dengan Orangtua Jenis Kelamin Responden Jumlah (anak) Persentase (%) Tidak pernah Kadang-kadang 48 46,6 Sering 31 30,1 Selalu 24 23,3 Jumlah 103 100,0 Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang menonton film kartun Crayon ShinChan kadang-kadang menirukan kata-kata ShinChan ketika berbicara dengan orangtua, yaitu sebanyak 46,6%. Artinya, mayoritas anak-anak Sekolah Dasar menggunakan kata-kata yang digunakan oleh ShinChan ketika berbicara dengan orangtua. Hasil ini menunjukkan bahwa dampak pembelajaran anak melalui media televisi, yaitu melalui film kartun Crayon ShinChan tidak berlangsung sepenuhnya pada setiap anak.5 Tabel 5. Distribusi Frekuensi Suka Menirukan Perbuatan ShinChan ketika Berbicara dengan Orangtua Jenis Kelamin Responden Jumlah (anak) Persentase (%) Tidak pernah Kadang-kadang 51 49,5 Sering 35 34,0 Selalu 17 16,5 Jumlah 103 100,0 Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang menonton film kartun Crayon ShinChan kadang-kadang menirukan perbuatan ShinChan ketika berbicara dengan orangtua, yaitu sebanyak 49,5%. Artinya, mayoritas anak-anak Sekolah Dasar adalah menirukan perbuatan ShinChan ketika berbicara dengan orangtua. Peniruan ini merupakan dampak dari menonton televisi, karena ketika anak menonton televisi, anak akan mengalami proses pembelajaran. Pembelajaran 5 Hal ini, didukung oleh pendapat Yoici Nishimoto (dalam Natadjaja, 2002) bahwa proses belajar dan mengajar dengan menggunakan sarana audio visual mampu meningkatkan efisiensi pengajaran 20%-50%. Pengalaman itu dapat menambah pengetahuan, karena pengetahuan manusia 75% didapatkan melalui indera pengelihatan dan 25% didapatkan dengan indera pendengaran. itu sendiri adalah belajar untuk mengetahui (learning how to know), belajar untuk mengerjakan sesuatu (learning how to do), dan belajar untuk belajar (learning how to learn) (FIP-UPI, 2007:18). Dengan demikian, melalui melihat tayangan film kartun Crayon ShinChan, anak-anak akan belajar untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang ditayangkan dalam film kartun Crayon ShinChan. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Perasaan Responden jika Ucapan atau Perbuatan Responden Membuat Orangtua Jengkel Jenis Kelamin Responden Jumlah (anak) Persentase (%) Sangat menyesal 64 62,1 Menyesal 14 13,6 Biasa saja 15 14,6 Senang 9 8,7 Sangat senang 1 1,0 Jumlah 103 100,0 Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas responden yang menonton film kartun Crayon ShinChan sangat menyesal jika ucapan atau perbuatan responden membuat orangtua merasa jengkel, yaitu sebanyak 62,1%. Artinya, mayoritas anak-anak Sekolah Dasar merasa sangat menyesal dan tidak ingin mengulangi ucapan atau perbuatan yang membuat orangtua menjadi jengkel. Hasil di atas menunjukkan bahwa meskipun anak-anak melakukan tindakan yang menjengkelkan orangtua, tetapi anak-anak merasa menyesal dengan tindakannya tersebut. Ini menunjukkan bahwa kedekatan hubungan antara anak dan orangtua tidak mengurangi kepercayaan dan kasih sayang, serta keterikatan hubungan antara anak dan orangtua. Sebagaimana dijelaskan oleh Adhim (2007: 68) bahwa interaksi orangtua bersama anak adalah perilaku sehari-hari orangtua di rumah dan di mana saja sejauh anak dapat menangkap perilaku tersebut. Tabel 7. Dampak Menonton ShinChan terhadap Perasaan Anak saat Membuat Jengkel Orangtua Karakteristik anak Media Exposure Koefisien kontingensi Sig. value Jenis kelamin Laki-laki Frekuensi menonton 0,502 0,005 Durasi menonton 0,456 0,030 Atensi menonton 0,438 0,004 Perempuan Frekuensi menonton 0,481 0,077 Durasi menonton 0,476 0,084 Atensi menonton 0,467 0,014 Usia 9 tahun Frekuensi menonton 0,611 0,008 Durasi menonton 0,496 0,180 Atensi menonton 0,508 0,016 10 tahun Frekuensi menonton 0,401 0,279 Durasi menonton 0,463 0,101 Atensi menonton 0,322 0,211 11 tahun Frekuensi menonton 0,408 0,215 Durasi menonton 0,188 0,587 Atensi menonton 0,495 0,009 Total Frekuensi menonton 0,480 0,000 Durasi menonton 0,449 0,001 Atensi menonton 0,444 0,000 Tabel 7 menunjukkan bahwa secara umum, menonton film kartun Crayon ShinChan terhadap perasaan anak ketika membuat jengkel orangtua adalah positif dan signifikan. Artinya menonton film kartun Crayon ShinChan akan berdampak pada perilaku anak yang menjengkelkan orangtua. Namun demikian, jika dilihat dari perbedaan jenis kelamin maka anak laki-laki yang menonton film kartun Crayon ShinChan akan lebih cenderung berperilaku menjengkelkan dibandingkan anak perempuan. Hal ini bisa dilihat dari pengaruh frekuensi dan durasi menonton yang tidak memberikan dampak positif dan signifikan terhadap perilaku menjengkelkan orangtua. Anak perempuan akan cenderung berperilaku menjengkelkan orangtua ketika tingkat atensi menontonnya tinggi (serius). KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan maka kesimpulan penelitian adalah bahwa, terdapat pengaruh perilaku menyimpang yang signifikan antara menonton tayangan film kartun Crayon ShinChan terhadap perilaku anak dengan orangtua, yaitu bahwa semakin sering, semakin lama, dan semakin serius (frekuensi, durasi, dan atensi) seorang anak dalam menonton film kartun Crayon ShinChan, maka semakin tinggi tingkat peniruan (kata-kata dan perbuatan) dan perilaku menjengkelkan pada diri anak ketika sedang berbicara dengan orangtua. Semakin tinggi frekuensi anak menonton tayangan film kartun “Crayon Shinchan” terdapat perilaku anak yang menyimpang terhadap orang tua. Karakter anak laki-laki lebih sering menonton tayangan film kartun Crayon Shinchan di bandingkan anak perempuan. Dampak frekuensi, durasi, dan atensi pada anak laki-laki dan perempuan terhadap interaksi orangtua dengan anak perempuan tidak berbeda, tetapi anak laki-laki memiliki kecenderungan untuk berperilaku menjengkelkan daripada anak perempuan. Anak yang berusia 9 tahun akan cenderung menirukan kata-kata dan perbuatan ShinChan ketika berbicara dengan orangtua serta menjengkelkan orangtua, jika frekuensi dan atensi menonton semakin sering dan serius. Sedangkan durasi menonton tidak berdampak pada peniruan kata-kata dan perbuatan serta perilaku menjengkelkan. Anak yang lebih tua akan menunjukkan kecenderungan dampak positif tersebut apabila frekuensi menontonnya semakin sering, meskipun tidak harus dengan durasi yang lama dan perhatian yang serius. DAFTAR PUSTAKA Adhim, Mohammad Fauzil. 2007. Membuat Anak Gila Membaca. Bandung: PT Mizan Bandung. Adi, Rianto. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum. Jakarta: Granit. Ardianto, Elvinaro & Erdinaya, Lukiati Komala. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. DeVito, Joseph A. 2007. The interpersonal communication book (eleventh edition). New York: Pearson International Inc. FIP-UPI. Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan: Ilmu Pendidikan Praktis. Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama. Herwibowo, Yudhi., Hendroyono Toni. Internet For Kids: Panduan Mengajar Internet Pada Anak. Yogyakarta: Penerbit Andi. Kumar, Vijaya. 2004. All you wanted to know about body language. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. Morissan. 2008. Media penyiaran: Strategi mengelola radio dan televisi. Jakarta: Prenada Media Group. Muhammad, Arni. 2004. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara. Mulyana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nazir, Muhammad. 2005. Metode penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Saefuddin Asep, dkk. 2009. Statistika Dasar. Bandung: Grasindo. Semiawan, Conny. 2008. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT Gramedia Widyasarana Indonesia. Silalahi, Ulber, 2009. Metode Penelitian Sosial, Bandung: Refika Aditama. Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sukmadinata, Nana Syaodih, 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya. Sunarto. 2009. Televisi, Kekerasan, dan Perempuan. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Surbakti. 2008. Awas Tayangan Televisi: Tayangan Misteri dan Kekerasan Mengancam Anak Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wahyuning, Wiwit, Jash, dan Metta Rachmadiana. 2003. Mengkomunikasikan moral kepada anak. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.