Keamanan Mengkonsumsi Sate Kambing Ditinjau

advertisement
41
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Pembakaran Sate
Untuk
mengetahui
hal
yang
mempengaruhi
tingkat
panas
hasil
pembakaran sate pada masing- masing warung sate dalam penelitian ini dilakukan
pengambilan data berupa ketebalan daging sate, jarak bara api dengan sate yang
dipanggang, jenis kipas yang digunakan, jenis arang yang dipakai. Ketebalan ratarata daging sate adalah 1,59 cm, jarak bara adalah 4,23 cm serta jenis kipas yang
digunakan 17 (56,7%) warung sate mengerjakan dengan kipas tangan dan sisanya
13 (43,3%) warung sate memakai kipas angin listrik. Arang yang digunakan 10
(33%) warung sate menggunakan arang kayu dan 19 (63,3%) warung sate
menggunakan arang batok kelapa dan sisanya 1 (satu) (3,3%) warung sate
menggunakan arang kayu dan batok kelapa tergantung situasi.
Tingkat Panas
Sate Setengah Matang
Dari 30 warung sate yang diambil sebagai objek penelitian, hasil
pengukuran panas internal sate setengah matang dibakar sesuai dengan kebiasaan
masing- masing, didapatkan suhu yang terendah 50,8 0C dan tertinggi 77 0 C.
Tingkat panas hasil pembakaran sate dapat dibagi dalam 7 (tujuh) kelompok,
dimulai 46 0 -50 0 C s/d kelompok 76 0 - 80 0 C dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Kelompok Suhu Hasil Pembakaran Sate Setengah Matang
Kelompok
Suhu 0 C
Waktu Rata-Rata
(detik)
Jumlah Sampel
% sampel
46-50
130
1
3,3
51-55
166
5
16,8
56-60
137
7
23,2
61-65
285
8
26,5
66-65
271
7
23,2
66-70
170
1
3,3
71-75
-
-
-
76-80
130
1
3,3
42
Rata-rata tingkat panas pembakaran sate setengah matang adalah 61,89 0 C
dengan waktu tercepat 90 detik dan waktu terlama 310 detik, dengan waktu ratarata waktu pembakaran adalah 2 menit 43 detik (163,7 detik). Berdasarkan hasil
pemanasan sate setengah matang dan jika dibandingkan dengan hasil penelitian
(Dubey 1990) dimana kista Toxoplasma gondii akan mati pada suhu 58 0 C
selama 9,5 menit dan suhu 61 0 C selama 3,6 menit. Menurut Smith (1993),
memasak daging sampai suhu internal mencapai 70 0 C dapat mencegah terinfeksi
Toxoplasma. Mengacu pada Smith (1993), maka 96,7% sate kambing setengah
matang belum aman dikonsumsi ditinjau dari toxoplasmosis. Hal ini didasari
hasil pemeriksaan serologis pada kambing dan domba yang diambil pada saat
akan disembelih di rumah pemotongan hewan di DKI Jakarta pada tahun 1997
adalah 66,67% pada domba dan kambing 49,12% positif toxoplasmosis (DPDKI)
1998, 48,3% pada kambing dan 43,3% pada domba (Iskandar 1996).
Pengaruh pembakaran pada sate setengah matang adalah bentuknya terlihat
lebih kecil dari besarnya sate mentah serta bagian luar sate terlihat berwarna
merah coklat dan bagian dalamnya terlihat masih diketemukannya daging yang
berwarna merah muda. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3 di
bawah ini,
Gambar 3 Tampilan Sate Kambing Setengah Matang
43
Permintaan sate setengah matang 0% sering, 83,3% jarang dan 16,7%
tidak ada. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan sate setengah matang masih
dijumpai walaupun jarang dan berarti tidak setiap hari ada permintaan sate
setengah matang.
Sate matang
Dari 30 warung sate ya ng dijadikan objek penelitian, hasil pengukuran
panas internal sate matang yang dibakar sesuai dengan kebiasaan masingmasing warung sate didapatkan suhu terendah 64 0 C dan suhu tertinggi 92,9
0
C, rata-rata tingkat panas dari 30 sampel sate matang adalah 77,31 °C dengan
waktu tercepat 170 detik dan waktu terlama 430 detik, dengan waktu rata-rata
lama pembakaran 5 menit (300,4 detik). Suhu hasil pembakaran sate matang dapat
dikelompokkan dalam 7 kelompok dimulai dari suhu 600 – 65 0 C sd. 910 - 95 0C,
kebanyakan terdapat pada kelompok 710 – 75 0 C sebanyak 11 sampel (33,3%),
dan kelompok 760 – 80 0 C sebanyak tujuh sampel (24,4%) ;untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 3 dibawah ini.
Tabel 3
Kelompok Suhu Hasil Pembakaran Sate Matang
Kelompok
Suhu°C
60-65
66-70
71-75
76-80
81-86
87-90
91-95
Waktu Rata-Rata
(detik)
280
310
302
262
341
300
305
Jumlah Sampel
% sampel
1
2
11
7
6
1
2
3,3
6,72
33,32
24,4
20,1
3,3
6,7
Pengaruh pembakaran pada sate matang adalah bentuknya terlihat lebih
kecil dibandingkan sate mentah dan sate setengah matang karena adanya proses
pengkerutan daging dan bagian luar sate terlihat berwarna cokelat kehitaman serta
bagian dalam sate matang terlihat berwarna cokelat keabu-abuan dan tidak
diketemukan bagian sate yang berwarna merah muda. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4 dibawah ini,
44
Gambar 4 Tampilan Sate Kambing Matang
Berdasarkan hasil pemanasan sate matang jika diband ingkan dengan hasil
penelitian Dubey (1990) dimana kista Toxoplasma gondii akan mati pada suhu 58
0
C selama 9,5 menit atau suhu 61 0 C selama 3,6 menit. Memasak daging sampai
suhu internal mencapai 70 0 C dapat mencegah infeksi toxoplasma (Smith
1993). Mengacu pada Smith(1993), 10% sate kambing matang masih belum
aman dari toxoplasmosis.
Sanitasi Higiene
Dalam penelitian ini digunakan kuesioner untuk menjaring informasi
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat cemaran mikroba dari sate
mentah, sate setengah matang dan sate matang. Hal yang mempengaruhi tingkat
cemaran mikroba adalah pelaksanaan atau penerapan praktek sanitasi dan higiene
yang dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu higiene proses, higiene personal, dan
higiene tempat dan sarana (Lukman 2004b).
Higiene proses meliputi asal daging, transportasi daging dari RPH ke pasar
sampai ke warung sate, perlakukan daging sebelum dipotong-potong kecil, proses
pemotongan daging dipisahkan dari jeroan seperti hati, jantung, paru, ginjal,
rumen dan lainnya yang akan digunakan untuk masakan seperti tongseng dan sop.
45
Selain itu penyimpanan sate setelah ditusuk akan mempengaruhi kualitas sate.
Hasil pengamatan dan pengolahan data kuisioner didapatkan 16 (53,3 %) warung
sate dalam kond isi kurang, 9 (30%) warung sate dalam kondisi sedang dan 5
(16,7%) warung sate dalam kond isi baik. Dari 30 warung sate, hanya dua warung
sate yang melakukan pemotongan sendiri, selebihnya membeli di pasar atau
diantar oleh pedagang daging kambing. Transportasi daging kambing dari RPH
atau TPH umumnya dilakukan dengan meletakan daging kambing pada bagasi
motor yang umumnya terbuat dari terpal, sedangkan membawa daging dari pasar
ke warung sate umumnya menggunakan tas plastik. Kebanyakan warung sate
masih mencampur pemotongan daging dengan jeroan dengan tujuan efisiesi
waktu, sedangkan pisau dan talenannya tidak dibersihkan terlebih dahulu.
Higiene personal meliputi kebersihan pakaian pedagang yang dipakai
dalam proses pemotongan dan penusukan daging, pencucian tangan, pengetahuan
dan kesadaran mengenai penyakit yang dapat ditularkan dari bahan makanan,
pengecekan kesehatan serta kondisi kebersihan pedagang seperti kebersihan kuku.
Hasil pengamatan dan pengolahan data kuisioner didapatkan 1 (satu)(3,3%)
warung sate dalam kondisi kurang, 15 (50%) warung sate dalam kondisi sedang
dan 16 (53,3%) warung sate dalam kondisi baik. Umumnya para pedagang sate
sudah mnggunakan baju yang bersih dan rapih, kuku jari tangannya pendek, dan
selalu mencuci tangan sebelum menangani daging.
Higiene tempat dan sarana meliputi kebersihan tempat, kebersihan sarana
pemotongan, sarana pencucian tangan, sumber air dan tempat memajang sate
mentah. Hasil pengamatan dan pengolahan data didapatkan 9 (30 %) warung sate
dalam kondisi kurang, 5 (16,7 %) warung sate dalam kondisi sedang dan 16 (53,3
%) dalam kondisi baik. Warung sate yang menetap umumnya sudah mempunyai
sarana mencuci tangan walaupun hanya air dalam ember, sarana penyimpanan
daging sate sebagian besar sudah menggunakan kulkas dan ada yang
menggunakan termos dan hal ini dimaksudkan untuk mengurangi perkembang
biakan mikroba yang tidak terkontrol.
46
Tingkat Cemaran Mikroba
Sate Mentah
Hasil pemeriksaan tingkat cemaran mikroba pada sampel sate kambing
mentah yang diambil dari 30 warung sate yang terpilih dibandingkan dengan
SNI No. 01-6366-2500 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan
Batas Maksimum Residu dalam Bahan Makanan Asal Hewan (BSN 2000)
dapat dilihat pada tabel 4 dibawah ini:
Tabel 4 Persentase Tingkat Cemaran Mikroba Sate Mentah yang diambil
dari Warung Sate
Jumlah
Mikroba
%Dibawah
SNI
%Diatas SNI
Jumlah Mikroba
E. coli
S. aureus
TPC
Coliform
Salmonella
0
6,7
96,7
100
96,7
100
93,3
3,3
0
3,3
Ternyata 100% sampel sate mentah tidak memenuhi syarat SNI untuk TPC
(total plate count ) atau total cemaran mikroba, 93,3% sampel tidak memenuhi
standar SNI untuk Coliform, 3,3% untuk E. coli dan 3,3 % untuk Salmonella,
untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 5 di bawah ini,
Salmonella
S aureus
E coli
Coliform
Diatas SNI
TPC
100
80
60
40
20
0
Diatas SNI
Dibawah SNI
Gambar 5 Grafik Perbandingan Tingkat Cemaran Mikroba Sate Mentah
47
Tingkat pencemaran mikroba dapat dilihat dengan membandingkan jumlah
mikroba hasil pemeriksaan sampel dengan Standar Batas Maksimum Cemaran
Mikroba (SNI 01-6366-2000), sehingga diperoleh nilai persentase cemaran diatas
SNI atau dibawah SNI. Persentase jumlah total mikroba pada daging sate yang
diteliti dan melebihi diatas SNI yaitu 100% ha l ini menunjukan secara umum
bahwa faktor yang mempengaruhi sanitasi higiene belum diterapkan secara benar,
dimulai dari proses pemotongan di RPH, transport daging kambing dari RPH ke
pasar dan dilanjutkan dari pasar ke warung sate serta proses penyimpanan daging
sate di warung sate yang mencampurkan pemotongan daging dan jeroan pada saat
yang bersamaan. Persentase Coliform yang mencapai 93,7 % diatas SNI
menunjukan adanya cemaran dari sumber air yang tercemar karena Coliform
adalah mikroorganisame indikator. Mikroorganisme Coliform merupakan
petunjuk adanya polusi kotoran (feses) baik dari kotoran manusia ataupun kotoran
hewan berdarah panas, dan menunjukkan sanitasi yang tidak baik terhadap air,
makanan, susu dan lainnya (Supardi dan Sukamto 1999). Adanya Salmonella,
kemungkinan terjadinya kontaminasi dari feses kambing ataupun dari unggas.
Kejadian 0% pada Staphylococcus aureus menunjukan higiene personal telah
berjalan dengan baik hal ini terlihat dari tingkat cemaran Sthapylococcus aureus
0% di atas SNI.
Hasil penghitungan rata-rata jumlah bakteri dari sate mentah adalah TPC
6,7x107 CFU pergram, Coliform 2100 MPN pergram, E. coli 83 MPN pergram,
Staphylococus aureus 9 CFU pergram, Salmonella positif diketemukan dalam 25
gram sampel. Berdasarkan SNI No. 01-6366-2500 maka daging sate mentah tidak
layak untuk dibakar sebagai bahan baku sate.
Sate Setengah Matang
Rata-rata suhu pembakaran sate setengah matang pada bagian internalnya
adalah 61,89 0 C dengan waktu rata-rata 2 menit 43 detik.
Tingkat cemaran
mikroba pada sampel sate kambing setengah matang yang diperiksa di
laboratorium dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.
48
Tabel 4 Persentase Tingkat Cemaran Mikroba Sate Setengah Matang yang
Diambil dari Warung Sate
Jumlah
Jumlah Mikroba
Mikroba
%Dibawah
SNI
%Diatas SNI
TPC
Coliform
E coli
S aureus
Salmonella
16,7
40
86,7
100
96,7
83,3
60
13,3
0
3,3
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini,
Gambar 6
Salmonella
S aureus
E coli
Coliform
Diatas SNI
TPC %
100
80
60
40
20
0
Diatas SNI
Dibawah SNI
Grafik Perbandingan Tingkat Cemaran Mikroba Sate Setengah
Matang
Tingkat total cemaran mikroba (TPC) pada sate kambing setengah matang
masih tetap tinggi yaitu 83,3 % dan Coliform 60 % diatas SNI hal ini disebabkan
pemanasan yang belum memadai untuk membunuh semua mikroba yang ada.
Sedang untuk E. coli masih 13,3 % diatas SNI, jika dibandingkan dengan
persentase sampel daging mentah masih jauh lebih tinggi, hal ini disebabkan
penarikan sampel berbeda antara daging sate mentah dan sate setengah matang.
Salmonella masih muncul 3,3 % dan sama dengan sampel daging mentahnya. Hal
ini menunjukan bahwa pemanasan pada sate setengah matang masih belum cukup
untuk membunuh semua kuman yang ada.
49
Hasil penghitungan rata-rata jumlah bakteri dari sate setengah matang
adalah TPC 8,4x106 CFU pergram, Coliform 1324 MPN pergram, E. coli 202
MPN pergram, Staphylococus aureus 9 CFU pergram, Salmonella positif
diketemukan dalam 25 gram sampel. Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri di
atas, bila dibandingkan dengan dosis infektif dan diketemukannya Salmonella
maka dapat dinyatakan mengkonsumsi sate setengah matang kurang aman.
Sate Matang
Rata-rata suhu pembakaran sate matang adalah 77,3 0 C dengan lama
pembakaran rata-rata 5 menit. Hasil proses pembakaran sate matang ternyata
masih menyisakan tingkat total cemaran mikroba yang diatas SNI yaitu TPC
sebanyak 11 (36,7%) sampel, Coliform 5 (16,7 %) sampel serta E. coli 2 (dua)
sampel (6,7 %), dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini,
Tabel 5 Persentase Tingkat Cemaran Mikroba Sate Matang yang diambil dari
Warung Sate
Jumlah Mikroba
Jumlah Mikroba
TPC
Coliform
E coli
S aureus
Salmonella
%Dibawah SNI
63,3
83,3
93,3
100
100
%Diatas SNI
36,7
16,7
6,7
0
0
Dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7 di bawah ini
Gambar 7
Salmonella
Saureus
E coli
Coliform
Diatas SNI
TPC
100
80
60
40
20
0
Diatas SNI
Dibawah SNI
Perbandingan Tingkat Cemaran Mikroba Sate Matang
50
Tingkat total cemaran mikroba (TPC) pada sate kambing matang sudah
mulai menurun yaitu 36,7% dan Coliform 16,7% di atas SNI, hal ini disebabkan
pemanasan sudah memadai untuk membunuh sebagian bakteri yang ada.
Sedangkan untuk E. coli masih 6,7% di atas SNI, hal ini disebabkan penarikan
sampel berbeda antara sate mentah, sate setengah matang dan sate matang, atau
ada kemungkinan sate matang terkontaminasi melalui penambahan minyak
goreng pada saat pembakaran.
Hasil penghitungan rata-rata jumlah bakteri dari sate mentah adalah
TPC 3,7x106 CFU pergram, Coliform 335 MPN pergram, E. coli 5 (lima) MPN
pergram, Staphylococus aureus 9 CFU pergram, Salmonella negatif diketemukan
dalam 25 gram sampel. Hasil perhitungan rata-rata jumlah bakteri di atas, bila
dibandingkan dengan dosis infektif dan tidak ditemukan Salmonella maka dapat
dinyatakan bahwa mengkonsumsi sate matang aman.
Pengaruh Pemanasan Terhadap Tingkat Cemaran Mikroba
Adanya mikroba yang masih tetap hidup walaupun telah mengalami
pembakaran sate setengah matang atau matang, hal ini menunjukan adanya
ketahanan dari mikroba tersebut.
Menurut Supardi dan Sukamto (1998), ketahanan panas mikroorganisme
dipengaruhi oleh beberapa hal seperti umur dan keadaan mikroorganisme sebelum
dipanaskan, komposisi medium suatu organisme, pH dan aktivitas air medium
ketika dipanaskan serta suhu pemanasan.
Untuk melihat pengaruh pembakaran sate setengah dan sate matang
terhadap tingkat cemaran mikroba dilakukan pengitungan korelasi dengan
memakai metoda Spearman dimana hasilnya tidak ada korelasi yang nyata pada
pembakaran sate setengah matang dengan tingkat cemaran mikroba.
Pada
pembakaran sate matang, korelasi yang berbeda nyata (P<0,005) terdapat pada
Coliform, dengan kata lain apabila faktor pemanasan sate matang ditingkatkan
maka jumlah bakteri Coliform akan dapat dikurangi secara nyata, sedangkan
untuk TPC dan bakteri lainnya tidak mempunyai
korelasi yang nyata.
Berdasarkan pengujian Odds ratio, adanya korelasi pembakaran sate matang
51
dengan Coliform sebesar 0,77 artinya peluang kemungkinan berkurangnya jumlah
bakteri Coliform akibat pemanasan adalah
0,77
atau 43%.
1,77
Pengaruh pembakaran terhadap E. Coli terlihat tidak konsisten, pada sate
mentah ditemui satu sampel, sate setengah matang empat sampel, sate matang dua
sampel;
hal ini kemungkinan
disebabkan sampel yang berbeda antara sate
mentah, sate setengah matang dan sate matang atau disebabkan adanya
kontaminasi dari minyak goreng yang ditambahkan pada saat proses pembakaran
sate.
Download