patomekanisme stroke infark aterotrombotik

advertisement
PATOMEKANISME STROKE INFARK ATEROTROMBOTIK
Dr ISKANDAR JAPARDI
Fakultas Kedokteran
Bagian Bedah
Universitas Sumatera Utara
I.
PENDAHULUAN
Stroke Infark merupakan penyebab stroke yang tersering. Dari seluruh
kasus stroke, sekitar 80% disebabkan oleh Infark, dan lebih dari setengahnya
(44% dari seluruh kasus stroke) mempunyai penyakit aterombotik sebagai
keadaan yang mendasarinya. Infark aterombotik mempunyai patomekanisme
yang cukup kompleks dan multifaktorial, karena melibatkan faktor genetik,
lingkungan dan berbagai macam tipe sel. Pengetahuan tentang patomekanisme
stroke Infark aterombotik penting untuk dapat melakukan pencegahan dan
intervensi terapi pada penderita stroke.
Aterosklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan
adanya penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Penyakit ini mengenai arteri
sedang dan besar. Walaupun lesi aterosklerotik dapat ditemukan di sembarang
tempat di sepanjang pembuluh darah, lesi ini baru mempunyai makna klinis jika
mengenai pembuluh-pembuluh darah penting, diantaranya pembuluh darah otak.
Keadaan aterosklerosis ini akan tetap asomtomatik sampai didapatkan satu
diantara hal-hal berikut:
• Penurunan aliran darah yang tiba-tiba ygterjadi pada bagian distal stenosis,
trombosis yang superimpose pada plak aterosklerosis, atau
• Emboli ke arah distal dari plak yang mengalami ulserasi.
II.
PATOMEKANISME STROKE INFARK ATEROTROMBPTIK
A. Anatomi dan histologi pembuluh darah otak
Otak diperdarahi oleh 4 pembuluh darah besar yang sepasang
A.corotis interna danA. Vertobralis yang di daerah basis cranii akan
membentuk circulus Wallisi. A. carotis interna masuk ke dalam rongga
tengkorak melalui canalis caroticus dan setinggi chiasma opticus akan
bercabang menjadi A.cerebri media dan anterior, dan biasa disebut sistem
anerior atau sistem karotis. Sistem karotis akan memperdarahi 2/3 bagian
depan seebrum termasuk sebagian besar ganglia basalis dan capsula interna.
Sedangkan a.vertebralis memasuki rongga tengkorak melalui foramen
megnum dan bersatu di bagian ventral batang otak membentuk A. basilaris.
Sistem ini biasa disebut sistem vertebrobasiler. Sistem ini memperdarahi
cerebellum, batang otak, sebagian besar thalamus dan 1/3 bagian belakang
cerebrum.
2002 digitized by USU digital library
1
Bentuk dan posisi anatomis pembuluh darah dalam rongga kranium
berpengaruh dalam terjadinya proses aterombotik pada pembuluh darah
tersebut. Lesi aterosklerotik mudah terjadi pada tempat percabangan dan
belokan pembuluh darah, karena pada daerah-daerah tersebut aliran darah
mengalami peningkatan turbulensi danpenurunan shear stress sehingga
endotel yang ada mudah terkoyak.
Secara histologis, dinding pembuluh darah terdiri dari 3 lapis yang
berturut-turut dari dalam ke luar dsb tunika intima, media danadventisia.
Bagian tunika intima yang berhubungan dengan lumen pembuluh darah
adalah sel endotel. Pada pembuluh darah yang lebih besar, sel-sel endotel ini
dilapisi oleh jaringan ikat longgar yang disebut jaringan subendotel. Tunika
media terdiri dari sel-sel otot polos dan jaringan ikat yang tersusun konsentris
dikelilingi oleh serabut kolagen dan elastik. Tunika meda dipisahkan dari
tunika intima oleh suatu membran elastis yang disebut lamina elastica
interna, dan dari tunika adventitia oleh lamina elastica externa. Kedua lamina
ini tersusun dari serabut elastis dimana celah antara
serabut-serabut
tersebut dapat dilewati oelh zat-zat kimia dan sel darah. Tunika adventisia
terdiri dari jaringan ikat yang tersusun longitudinal dan mengandung sel-sel
lemak, serabut saraf dan pembuluh darah kecil yang memperdarahi dinding
pembuluh darah (disebut vasa vasorum). Sel-sel otot polos pembuluh darah
tersusun melingkar konsentris di dalam tunika media dan masing-masing sel
dikelilingi oleh membrana basalis, serat-serat kolagen dan proteoglikan.
Arteri mempunyai dinding yang lebih tebal dibandingkan dengan vena
yang setingkat karena mengandung tunika media yang lebih tebal, namun
diameter vena pada umumnya lebih besar. Arteri pada susunan saraf pusat
menyerupai vena dalam hal ketebalan dindingnya, namun mempunyai lamina
elastica interna yang lebih tebal.
B. Arteriosklerosis, Aterosklerosis, trombosis dan aterotrombosis
Arterioklerosis dan aterosklerosis
Arterioklerosis adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan
adanya penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Secara patologi
anatomi, terdapat 3 jenis arterioklerosis, yaitu:
1. Arterioklerosis, ditandai dengan pembentukan ateroma (palque di intima
yang terdiri dari lemak dan jaringan ikat.
2. Monckeberg’s medial calfic sclerosis, yang ditandai dengan kalsifikasi
tunika media, dan
3. arterioklerosis, ditandai dengan adanya proliferasi atau penebalan
dinding arteri kecil dan arteriol. Karena aterosklerosis merupakan bentuk
arterioklerosis yang paling sering dijumpai dan paling penting, istilah
arterioklerosis dan aterosklerosis sering digunakan secara bergantian
untuk menggambarkan kelainan yang sama.
Ada 3 proses biologis yang fundamentali yang berperan dalam
pembentukan lesi aterosklerosis, yaitu:
1. proliferasi sel oto polos di tunika intima, pengumpulan makrofag dan
limfosit
2. pembentukan matriks jaringan ikat yang terdiri dari kolagen, serat-serat
elastin dan proteoglikan
3. akumulasi lemak terutama dalam bentuk kolesterol bebas dan esternya,
baik dalam sel maupun dalam jaringan sekitarnya
2002 digitized by USU digital library
2
Aterosklerosis dapat mengenai semua pembuluh darah sedang dan
besar, namun yang paling sering adalah aorta, pembuluh koroner dan
pembuluh darah otak, sehingga Infark miokard dan Infark otak merupakan
dua akibat utama proses ini. Proses aterosklerosis dimulai sejak usia muda
berjalan perlahan dan jika tidak terdapat faktor resiko yang mempercepat
proses ini, aterosklerosis tidak akan muncul sebagai penyakit sampai usia
pertengahan atau lebih. Aterosklerosis merupakan penyakit yang menyerang
pembuluh darah besar dan sedang. Lesi utamanya berbentuk plaque
menonjol pada tunika intima yang mempunyai inti berupa lemak (terutama
kolesterol dan ester kolesterol) dan ditutupi oleh fibrous cap.
Lesi aterosklerosis awal berupa fatty streak, yaitu penumpukan lemak
pada daerah subintima. Lesi ini bahkan dijumpai pada bayi usia 3 tahun dan
dikatakan pada orang yang mengkonsumsi makanan dengan pola Barat, fatty
streak sudah akan terbentuk sebelum usia 20 tahun. Secara mikroskopis,
fatty streak tampak sebagai daerah berwarna kekuningan pada permukaan
dalam arteri, pada umumnya berbentuk bulat dengan θ 1 mm atau berbentuk
guratan dengan lebar 1-2 mm dan panjang sampai 1 cm. Secara
mokroskopis, fatty streak ditandai dengan pengumpulan sel-sel besar yang
disebut sel busa (foam cell) di daerah subintima. Sel busa ini pada mulanya
adalah makrofag yang memakan lemak kemudian mengalami kematian inti
sel. Lesi fatty sreak tidak mempunyai arti secara klinis namun dipercaya
sebagai prekursor lesi aterosklerosis yang lebih lanjut yang disebut fibrous
plaque.
Fibrious plaque merupakan lesi aterosklerosis yang paling penting,
karena merupakan sumber manifestasi klinis penyakit ini. Lesi ini paling
sering dijumpai di aorta abdominalis, arteri coronaria, a. popitea, aorta
descendens, a.karotis interna dan pembuluh darah yang menyusun circulus
willisi. Secara makroskopis, lesi ini menonjol kedalam lumen, berwarna
keabun/pucat. Secara mikroskofis terdiri dari kumpulan monosit, limfosit, sel
busa dan jaringan ikat. Juga dapat dijumpai bagian tengah lesi yang nekrotik
berisi debris sel dan kristal kolesterol. Pada lesi ini dapat juga dijumpai
fibrous cap berupa kumpulan sel otot polos dalam matriks jaringan ikat.
Manifestasi klinis yang dapat timbul mengikuti pembentukan
fibrous plaque ini adalah:
1. kalsifiaksi, yang menyebabkan pembuluh darah menjadi kurang lentur dan
mudah pecah.
2. ulserasi pada permukaan plaque, yang dapat menyebabkan kaskade
agregasi trombosit yang pada akhirnya dapat membentuk trombus yang
akan menyumbat pembuluh darah dan menyebabkan gangguan aliran
darah.
3. pada pembuluh darah yang besar, bagian dari ateroma yang terlepas
dapat menyebabkan emboli pada bagian distal pembuluh darah,
4. ruptur endotel atau kapiler yang memperdarahi plaque, yang dapat
menyebabkan perdarahan didalam plaque, dan
5. penekanan plaque terhadap tunika media yang dapat meyebabkn
terjadinya atropi dan berkurangnya jaringan elastis sehingga dapat
mengakibatkan terbentuknya aneurisma.
Trombosis, trombogenesis dan trombolisis.
Trombosis adalah keadaan patologis dimana terjadi suatu pembekuan darah
(hemostosis) abnormal yang dapat menyebabkan terganggunya aliran darah ke
daerah distal peyumbatan. Dalamkeadaan normal, hemostasis hanya terjadi jika
2002 digitized by USU digital library
3
ada cedera pada pembuluhdarah. Cedera pembuluh darah akan diikuti dengan
pelepasan komponen-komponen darah kedalam matriks ekstraseluler yang
kemudian akan menyebabkan trombosit mengalami agregasi dan akhirnya akan
mengaktifkan proses pembekuan darah ditempat terjadinya cedera tersebut dan
berakhir dengan pembentukan fibrin yang menstabilkan tempat cedera.
Cedera endotel pada pembuluh darah yang normal akan menyebabkan
terjadinya pembentukan fibrin, kemudian terjadi proses penyembuhan sehingga
endotel kembali utuh dan kembali bersifat non trombogenik. Pada plaque
aterosklerosis, proses trombosis yang terjadi-karena sebab yang belum
diketahui- tidak diikuti dengan proses perbaiakan endotel sehingga plaque
aterosklerosis mempunyai kecendrungan yang tinggi untuk pembentukan
trombus. Fibrin yang terbentuk di plaque tersebut menyebabkan ukuran trombus
yang terbentuk menjadi lebih besar, sehingga lebih mempersempit lumen
pembuluh darah.
Ada beberapa kelainan dalam tubuh yang menyebabkan kecendrungan untuk
terjadinya tombosis yitu kelainan genetis, aterosklerosis, kanker dan auto
antibodi. Kelainana genetis yang menyebabkan seseorang jadi lebih mudah
mengalami trombosis adalah antara lain defisiensi zat-zat inhibitor koagulasi
intravskuler seperti antitrombin III, protein S dan protein C. sedangkan pada
aterosklerosis, kecendrungan untuk terjadinya trombosis diduga karena adanya
ruptur atau visura pada plaque aterosklerosis yang dikuti dengan vasokontriksi.
Faktor-fakto ryg diduga ikut berperan dalam kejadian ini adalah kadar kolestrol
plasma. Faktor gesekan dalam pembuluh darah lokal, terpapaprnya permukaan
trombogenik dan efek vasokontriksi.
Trombogenesis terjadi pada tempat dimana terjadi kerusakan endotel yang
mengakibatkan jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik dan diakhiri dengan
pembentukan fibrin. Pada jalur intrinsik faktor XII (faktor Hageman) berubah
mejadi faktor XIIa. Selanjutnya faktor XIIa mengubah faktor XI menjadi faktor
Xia. Kejadian ini terjadi pada permukaan endotel. Sedangkan proses berikut
terjadi pada permukaan sel trombosit. Faktor Xia yang berbentuk akan
mengubah faktor IX menjadi faktor Ixa dan pada gilirannya faktor IXa
mengubah faktor X menjadi faktor Xa.
Perubahan faktor X menjadi Xa dapat diaktifkan melalui jalur ekstrinsik. Jalur
ini teraktifkan jika terjadi kerusakan jaringan. Pelepasan tromboplastin jaringan
(faktor III) dari jaringan yang rusak bersama-sama dengan faktor VII dan ion Ca2
mengaktifkan faktor X. aktivasi faktor X melalui jalur ekstrinsik membutuhkan
waktu beberapa detik; sedangkan yang melalui jalur intrinsik membutuhkan
waktu beberapa menit.
Faktor Xa bersama-sama dengan faktor V, ion Ca-2 fospolipid yang ada pada
sel trombosit mengaktifkan faktor II (prottombin) dan mengubahnya menjadi
trombin. Trombin yang berbentuk dilepaskan dari sel trombosit dan kemudian
mengubah faktor I (fibrinogen) menjadi fibrin. Fibrin yang terbentuk kemudian
mengalami stabilisasi secara kimia sehingga relatif tidak dapat dipengaruhi aksi
proteolisis yang dilakukan oleh plasmin.
Dalam tubuh terdapat beberapa jenis antikoagulan alami yang akan
menghambat proses trombogenesis ini, misalnya trombomodulin dan heparan
sulfat yang terdapat pada permukaan sel endotel yang utuh. Trombomodulin
mengubah trombin menjadi protein C yang mengaktofkan sistim fibrinolisis
dengan faktor V dan VIII serta merangsang aktifator plasminogen dari sel
endotel. Sedangkan herparan sulfat yang terdapat dipermukaan sel endotel yang
utuh mencegah trombogenesis dengan caramengikat antitrombin III (ATEIII)
yang beredar dalam darah.
2002 digitized by USU digital library
4
Pengahancuran trombus membutuhkan beberapa enzim yaitu:
1. plasminogen yang beredar dalam darah
2. aktifator plasminogen dalam jaringan (tissue – type plasminogen activator,
tPA),
3. mengahambat palsmin dan tPA
tPA dihasikan oleh trauma lokal, dan faktor-faktor neurohumoral yang pada
akhirnya menyebabkan penghancuran fibirn menjadi fibrin degenaration produc
(FDP). FDP ini akan menghambat perubahan fibrinogen menjadi fibrin. Plasmin juga
menghidrolisis protrombin, faktor V, VIII dan XII. Aktivitas plasmin dihambat secara
alami oleh anti plasmin yang terdapat dalam darah.
C. Aterogenesis
Sel sel yang berperan dalam aterogenesis
Endotel
Endotel merupakan jaringan terluas dalam tubuh karena menutupi seluruh
jaringan pembuluh darah. Di arteri, endotel membentuk selapis sel yang kontinu dan
tak terputus dan merupakan barrier utama antara elemen darah dengan dinding
pembuluh darah. Hubungan antar selnya melalui tight junction & gap junction.
Transportasi zat melalui mekanisme endositosis. Pada endotel kapiler dijumpai
adanya terowongan transendotelial namun fungsinya dalam transport makromolekul
belum jelas. Diduga celah antar sel merupakan tempat potensi untuk transportasi
zat, terutama saat sel endotel mengalami cedera.
Sifat-sifat endotel antara lain:
•
Sangat selektif permiebel
•
Bersifat nontrombogenik
•
Metaboliemenya sangat aktif
•
Dapat membentuk beberapa macam zat vasoaktif yang bersifat vasokolator
seperti prostasiklin dan EDRF,maupun yang bersifat vasokonstriktor seperti
endotelin, faktor VW danlain lain, faktor VIII.
Sel endotel bertumpu pada membran basalis yang tersusun terutama oleh kolagen
tipe 4 dan molekul proteoglikan. Zat-zat ini diproduksi sendiri oleh sel endotel dan
mungkin berfungsi sebagai filter. Pada permukaan endotel terdapat reseptorreseptor untuk berbagai macam molekul, diantaranya untuk LDL, GF, dan mungkin
untuk beberapa jenis zat lain.
Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis
adalah kemampuan memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor LDL
endotel mengalami oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke subintima.
LDL yang telah teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus di
permukaan makrofag yang disebut scavenger redeptor. LDL tersebut kemudian
ditelan oleh makrofag dan membentuk sel busa.
Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat anti
trombotik sehingga menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan kaskade
koagulasi. Namun pada saat terjadinya inflamasi atau kerusakan sel endotel, sel-sel
ini akan mensintesis danmensekresikan faktor-faktor yang bersifat protrombotik.
Sitikon merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi,yang merangsang
pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit yang beredar
dalam darah untuk mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8, ICAM-1 dan –2,
VCAM-1, yang merupakan regulator pengumpulan sel-sel leukosit ke permukaan
pembuluh darah yang mengalami gangguan.
2002 digitized by USU digital library
5
Efek non trombogenik pada sel endotel terjadi karena:
• Permukaan licin dilapisi oleh heparan sulfat
• Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama PGI2
(prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat yang efektif menghambat
agregsi trombosit
• Juga menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sabagai vasodilator terjuat
yang pernah ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing Factor)
• Menghasilkan zat fibrinolotik, termasuk plasminogen
Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena:
• Faktor von Wilebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak
• Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin,
angiotensin converting enzyme dan pDGF
Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dansecara dinamis menjaga homeostosis
pembuluh darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga keutuhannya.
Sel otot polos
Merupakan sel yang berproliferasi pada lesi intermedial dan lanjut pada
aterosklerosis. Sel ini disebut sel mesenkin yang multi fungsi. Dulu diduga hanya
berfungsi untuk berkontraksi saja, umum belakangan diketahui bahwa sel ini
mempunyai fungsi lain yaitu:
•
Mempertahankan tonus arteri dengan berkontraksi. Kontraksi ini dipengaruhi
oleh epinefrin dan angiotensin (vasokonstriktor) serta prostasiklin dan EDRF
(vasodilator)
• Mensintesa dan mensekresi beberapa jenis kolagen dan proteoglikan
• Mengandung reseptor berafinitas tinggi terhadap ligan-ligan tertentu, antara
lain LDL, insulin, stimulator pertumbuhan seperti PDGF daninhibitor
pertumbuhan seperti transforming growth factor beta (TFG-β)
Bila dibiakkan dalam kultur jaringan, dapat dijumpai dua fenotip sel otot polos,
yaitu fenotipe kontraktif dan sintetik. Fenotipe kontraktil mengandung miofibril
yang terdiri dari aktin dan miosin dalam jumlah banyak. Tipe ini tak bereaksi
terhadap zat-zat mitogen seperti PDGF. Sedangkan fenotipe sintetik terjadi jika
sel otot polos distimulasi terus. Sel-sel tersebut akan kehilangan miofibrilnya dan
membentuk retikulum endoplasma kasar danbadan golgi dalam jumlahbanyak.
Sel otot polos fenotipe sintetik berkemampuan untuk membentuk proteinprotein, termasuk makromolekul pembentuk matriks jaringan ikat. Ke-2 fenotipe
initerdapat di kultur jaringan dan juga di dinding arteri invivo
Untuk terjadinya perubahan fenotip dari tipe kontraktil ke sintetik, sel otot
polos harus bermigrasi ke tunika intima. Sel otot polos yang sudah bermigrasi
danberubah fenotipe bukan hanya bereaksi terhadap zat mitogen (PDGF dan lainlain), tetapi juga dapat menstimulasi dirinya sendiri dan sel-sel lain disekelilingya
Trombosit
Merupakan sel yang berperan penting dalam kaskade pembekuan darah. Sel
ini berdiameter 1-5 mikron, jumlah 150-400 ribu/ml,usianya 10 hari. Dalam keadaan
normal, selama beredar trombosit tidak saling menempel satu sama lain dan juga
tidak akan menempel pada permukaan sel endotel. Namun jika terdapat kerusakan
sel endotel, trombosit akan segera beragregasi. Agregasi ini menyebabkan trombosit
mengeluarkan kandungannya, antara lain PDGF, sitokin, enzim proteolitik, ADP,
serotin, histamin, anti heparin, β-trombomodulin danepinefrin. Agregasi trombosit
akanmengaktifkan fosfolipase A2, yang akan bekerja pada permukaan trombosit
untuk mengkatalisis pelepasan asam arakidonat, yang oleh endoperoksidase akan
2002 digitized by USU digital library
6
diubah menjadi prostaglandin peroksida siklik (PGG2 dan PGH2). PGG2 oleh
tromboksian sintetase diubah menjadi tromboksan (TxA2), sedangkan PGH2 menjadi
PGE2. selain itu dari asam arakidonat dibentuk juga leukotrien yang dapat
mengikatkan respon inflamasi.
Sel Makrofag
Saat terjadi cedera endotel, monosit yang beredar dalam pembuluh dara
tertarik oleh zat kemotraktan yang dihasilkan oleh endotel sehingga monosit
terangsang ke lapisan yang selanjutnay bertindak sebagai scavenger cell (sel
pengangkut sampah) untuk membuang zat yang tidak berguna dengan cara
fagositosis dan hidrolisis sintaseluler. Selain itu makrofag dapat mensintesis dan
mensekresi bermacam zat di antaranya interleukin, leukotrien dan anion superoksida
yang dapat berefek toksik terhadap sel lain. Sel ini juga dapat mensintesis sedikitnya
6 macam faktor pertumbuhan, yaitu PDGF, interleukin, fibroblast growth factor
(FGF), epidermal growth factor (EGF), TGF β dan M-CSF
Akibat dari kemampuan sel ini, makrofag dianggap sebagai sel yang
memegang kunci untuk pembentukan jaringan ikat yang terbentuk pada proses
inflamasi kronis dan juga menjadi sumber sel busa yang banyak dijumpai pada lesi
aterosklerosis
Limfosit T
Limfosit T jenis CD8+ dan CD4+ ditemukan pada semua stadium lesi
aterosklerosis. Karena sel-sel tersebut merupakan sel yang biasa dijumpai pada
respon imun seluler, diduga pembentukan lesi aterosklerosis merupakan proses
inflamasi, atau malah diduga merupakan respon atoimun. Antigen yang berperan
dalam aterogenesis sampai saat ini belum dapat diidentifikasi. Ross (1999)
mengemukakan bahwa kemungkinan besar antigen tersebut adalah LDL teroksidasi
(ox-LDL)
Hipotesis Aterogenesis
Terdapat 3 hipotesis aterogenesis, yaitu hipotesis respon terhadap cedera
(respon to injury hypotehsis), hipotesis lipoprotein (lipogenik) dan hipotesis
monoklonal. Yang banyak dianut saat ini adalah hipotesis yang pertama. Menurut
hipotesis ini, proses aterosklerosis berawal dari kerusakan / cedera (injury) sel
endotel. Cedera sel endotel ini dapat disebabkan oleh sebab mekanik (tekanan darah
dalam pembuluh dara), metabolik (hiperhomosisteinemi), imunologis (aterogenesis
setelah pencangkokan ginjal) atau akibat adanya zat-zat baig yang datang dari luar
seperti LDL, atau zat-zat yang disekresikan oleh endotel sendiri, makrofag dan/atau
trombosit. Manifestasi cedera sel endotel dapat bermacam-macam,antara lain
disfungsi sel yang menyebabkan gangguan permeabilitas endotel serta pelepasan zat
vasoaktif danfaktor pertumbuhan atau berkurangnya sifat nontrombogenik
permukaan endotel.
Hiperlipidemi kronik dapat menyebabkan cedera toksik pada sel endotel
karena peningkatan LDL yang teroksidasi dan kolesterol. Keadaan hiperlipidemi
kronik ini juga menyebabkan perubahan sel endotel, leukosit yang beredar dalam
darah dan juga mungkin trombosit. Keadaan hiperkolesterolemi menyebabkan
meningkatnya adhesi monosit ke dinding endotel. Monosit yang menempel pada sel
endotel ini kemudian menyusup di antara sel endotel dan mengambil tempat di
daerah subendotel untuk kemudian berubah menjadi scavenger celi dan berubah
bentuk menjadi makrofag. Makrofag berfungsi menelan dan membersihkan lemak
terutama LDL yang sudah teroksidasi tersebut melalui reseptor khusus yang disebut
reseptor scavenger. Sel scavenger ini kemudian menjadi sel busa yang merupakan
2002 digitized by USU digital library
7
cikal bakal fatty streak. Berkumpulnya makrofag di daerah subintima menyebabkan
kerusakan endotel bertambah. Sel-sel ini menghasilkan dan mensekresikan zat-zat
yang bersifat toksik dan juga metabolit yang bersifat oksidatif seperti LDL teroksidasi
dan anion superoksida. Semuanya ini dapat menyebabkan kerusakan / gangguan
fungsi endotel berrtambah
Makrofag dapat mensintesis dan mensekresi paling tidak 4 jenis faktor pertumbuhan,
yaitu PDGF, PGF, EGF-like factor dan TGF β. Keempat faktor pertumbuhan
merupakan zat mitogen yang kuat dan dapat merangsang migrasi dan proliferasi
fibroblas serta sel otot polos yang pada akhirnya dapat menyebabkan pembentukan
jaringan ikat baru. Dari ke empat faktor tersebut, PDGF memegang peranan yang
paling penting karena efek kemotaktik dan mitogeniknya terhadap sel otot polos.
Selain itu sitokin ygdihasilkan juga merangsang rangkaian reaksi yang menyebabkan
trombosit dan monosit menempel pada tempat cedera.
Jika sel endotel rusak, dan jaringan ikat subendotel terpapar, trombosit yang
beredar dalam pembuluh dara akan terangsang untuk beragregasi membentuk satu
trombus mural. Selanjutnya hal ini akan merangsang trombosit yang beragregasi
tersebut untuk mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan seperti yang diproduksi dan
disekresikan oleh makrofag.
Sabagai tambahan, sel-sel otot polos yang bermigrasi dan berubah fenotipe
dari kontraktil menjadi sekrotik akan juga mengeluarkan sejenis PDGF jika dibiakkan
di kultur jaringan. Jika hal ini terjadi juga secara in vivo, sel-sel otot polos yang ada
juga berperan serta dalam pengembangan lesi aterosklerosis
Sesuai teori ini, jika proses cedera yang dialami sel endotel berhenti, maka
sel endotel dapat memperbaiki dirinya sendiri, dan lesi yang sudah terbentuk dapat
mengalami regresi. Sebaliknya jika cedera itu terjadi berulang-ulang atau terusmenerus selama beberapa tahun. Lesi awal yang terbentuk akan terus berkembang
dan dapat menimbulkan gangguan klinis. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa
kontrol faktor resiko menjadi sangat penting untuk pencegahan kejadian
aterosklerosis.
D. Faktor resiko aterosklerosis
Dari studi yang dilakukan terhadap sekelompok masyarakat di Framingham,
Massachsets yang dilakukan selama lebih dari 24 tahun, didapatkan beberapa faktor
resiko mayor untuk terjadinya aterosklerosis, yang terbagi atas faktor yang dapat
dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit jantung dalam keluarga.
Selain itu dikenal juga faktor resiko minor seperti obesitas, gaya hidup bermalasmalas (sedentary life style) dan stres. Dari studi yang sama juga didapatkan bahwa
5 faktor mayor untuk penyakit jantung koroner (PJK) juga merupakan faktor resiko
untuk terjadinya stroke, yaitu hipertensi, adanya gejala klinis PJK, gagal jantung,
adanya bukti PJK secara EKG atau radiologis dan atrial fibrilasi. Sedangkan
kenaikkan kadar LDL dan rendahnya kadar LDL, walaupun secara statistik sangat
bermakna untukkejadian PJK ternyata kurang bermakna untuk kejadian stroke
aterombotik. Dalam pembahasan mengenai faktor resiko stroke yang digolongkan ke
dalam faktor resiko pasti adalah merokok, konsumsi alkohol, hipertensi, DM dan
kenaikan kadar fibrinogen darah.
Berikut akan diterangkan bagaimana faktor resiko yang menyebabkan
aterosklerosis:
Hipertensi
Mekanisme mengapa hipertensi dapat merangsang aterogenesis tidak
diketahui dengan pasti, namun diketahui bahwa penurunan tekanan darah secara
nyata menurunkan resiko terjadinya stroke. Diduga tekanan darah yang tinggi
2002 digitized by USU digital library
8
merusak endotel dan emnaikkan permeabilitas dinding pembuluh dara terhadap
lipoprotein. Selain itu juga diduga beberapa jenis zat yang dikeluarkan oleh tubuh
seperti renin, angiotensin dan lain-lain dapat menginduksi perubahan seluler yang
menyebabkan aterogenesis
Dari banyak penelitian, didapatkan bahwa tekanan darah tinggi tidak berdiri
sendiri, namun meliputi beberapa penyakit lain, sehingga dikenal dengan istilah
sindroma hipertensi yang secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dapat
menjadi faktor resiko terjadinya aterosklerosis. Yang termasuk dalam sindroma
hipertensi adalah gangguan profil lipid, resistensi insulin, obesitas sentral, gangguan
fungsi ginjal. LVH dan penurunan kelancaran aliran darah arterial.
Hiperlipidemi
Terdapat banyak bukti yang menyokong pendapat bahwa hiperlipidemi
berhubungan dengan aterogenesis. Orang yang menderita kelainan genetis yang
menyebabkan tingginya kadar kolesterol dalam darah biasanya akan mengalami
aterosklerosis prematur bahkan tanpa adanya faktor resiko lain pada orang tersebut.
Selain itu kolesterol terbukti merupakan komponen utama dalam plak aterosklerosis.
Jenis kolesterol yang paling berhubungan dengan aterogenesis adalah LDL,
sedangkan HDL dikatakan bersifat protektif terhadap penyakit jantung aterosklerosis
karena HDL berfungsi memfasilitasi pembuangan kolesterol
Dari studi Framingham, didapatkan bahwa subyek dengan kadar kolesterol
total >265 mg% mempunyai resiko mendapat PJK 5 x lebih besar daripada orangorang dengan kadar kolesteral total <220 mg%. Namun demikian, hiperlipidemi
tidak berhubungan dengan peningkatan resiko stroke Infark.
Merokok
Mengapa rokok dapat menyebabkan aterosklerosis masih belum diketahui
dengan pasti. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa secara statistik merokok
lebih berhubungan dengan kejadian perdarahan subarakhnoid dari pada dengan
stroke Infark aterombotik. Beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan
aterogenesis karena merokok adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
stimulasi sistem saraf simpatis oleh nikotin
penggeseran O2 yang terikat dalam hemoglobin oleh CO2
reaksi imunologis langsung pada dinding pembuluh dara
meningkatnya adhesi trombosit, dan
meningkatnya permeabilitas endotel terhadap lemak karena zat yang
terkandung di dalam rokok.
Selain itu, pada percobaan pada binatang ditemukan bahwa hipoksia merangsang
proliferasi sel otot polos, hal yang sama diduga terjadi pula pada orang yang
merokok. Peneliti lain menghubungkan merokok dengan kenaikan tekanan darah
secara akut, kenaikan reaktivitas trombosit dan penghambatan pembentukan
prostasiklin serta kenaikan kadar fibrinogen dalam plasma.
Jumlah nikotin dan zat kimia yang dihisap oleh perokok bervariasi sehingga
sulit untuk menentukan secara langsung hubungan antara jumlah rokok yang dihisap
dengan resiko aterosklerosis, namun dipercaya bahwa semakin banyak rokok yang
dihisap, semakin tinggi resiko terkena penyakit aterosklerosis. Studi statistik
menunjukkan bahwa merokok berhubungan dengan proses aterogenesis ekstra dan
intrakranial. Pada studi Framingham didapatkan bahwa merokok merupakan faktor
yang signifikan untuk kejadian stroke Infark aterombotik pada laki-laki berusia
dibawah 65 tahun. Penelitian lain di Iowa mendapatkan bahwa perokok mempunyai
resiko terkena stroke 1,6 kali lebih banyak dari bukan perokok. Sedangkan dari
penelitian Framingham perokok berat (>40 batang sehari) mempunyai resiko
2002 digitized by USU digital library
9
terkena stroke 2 x lipat dari perokok ringan (<10 batabg sehari). Beberapa peneliti
menyebutkan hubungan antara jumlah rokok yang dihisap dengan resiko
aterosklerosis, antara lain wanita yang merokok lebih dari 25 batang rokok resiko
relatif terkena semua jenis stroke adalah 3,7 sedangkan untuk terkena perdarahan
subarakhnoid resiko relatifnya lebih besar yaitu 9,8 dan tidak tergantung pada faktor
resiko lain seperti penggunaan kontrasepsi oral, hipertensi danalkohol. Dari Honolulu
Heart study dan the Nurses Health Study didapatkan resiko relatif merokok pada
lelaki 2,5 x dari orang normal dan pada wanita 3,1 x lipat. Dikatakan juga bahwa
penghentian kebiasaan merokok menurunkan resiko stroke secara signifikan dari
tahun ke tahun, bahkan setelah 5 tahun berhenti merokok, tingkat resiko terkena
strokenya menjadi hampir sama dengan yang bukan perokok.
Diabetes mellitus
DM telah terbukti sebagai faktor resiko yang kuat untuk semua manifestasi
klinik penyakit vaskuler aterosklerosis. Mekanisme peningkatan aterogenesis pada
penderita DM meliputi gangguan pada profil lipid, gangguan metabolisme asam
arakidonat, peningkatan agregasi trombosit, peningkatan kadar fibrinogen,
gangguan fibrinolisis, disfungsi endotel, glikosilasi protein dan adanya resistensi
insulin hiperinsulinemi
Fibrinogen
Peningkatan kadar fibrinogen plasma berhubungan dengan peningkatan
resiko stroke, namun masih belum jelas apakah peningkatan kadar fibrinogen ini
merupakan faktor resiko ataukah merupakan refleksi adanya aterosklerosis atau
indikator adanya suatu reaksi inflamasi, mengingat fibrinogen juga merupakan
reaktan yang akan dikeluarkan dalam fase akut suatu reaksi inflamasi.
Dari penelitian terakhir didapatkan beberapa faktor resiko tambahan
seperti:
• Lipoprotein (a) / Lp(a)
Lp(a) adalah suatu lipoprotein plasma yang kaya kolesterol (seperti LDL) dan
ditandai dengan adanya apo(a) yang dikontrol secara genetis. Lp(a) telah
terbukti merupakan faktor resiko independen untuk PJK dan stroke permatur.
Lp(a) mempunyai struktur yang homolog dengan plasminogen dengan proses
trombosis. Lp(a) mempunyai struktur yang homolog dengan plasminogen
sehingga lp(a) dapat menghambat fibrinolisis karena adanya kompetisi
dengan plasminogen di reseptor plasminogen di permukaan sel endotel. Lp(a)
juga ternyata dapat mengatur ekspresi PAI-1 pada sel endotel sehingga
menyebabkan terhambatnya pembentukan plasmin karena aktivasi tPA
terhambat. Penelitian lain juga menemukan Lp(a) menghambat produksi dan
sekresi tPA dari sel endotel sehingga aktivasi plasminogen terhambat yang
mengakibatkan terganggunya fibrinogen.
Lp(a) juga dianggap merangsang pertumbuhan plaque aterosklerosis dengan
menghambat aktivasi TGF β sehingga merangsang proliferasi sel otot polos.
Selain itu dinyatakan pula bahwa pembentukan kompleks yang tak larut
antara Lp(a) dengan kalsium pada lesi aterosklerosis dapat menambah
pertumbuhan plaque. Juga dilaporkan Lp(a) merangsang ekspresi molekul
adhesi pada sel endotel.
Hipotesis terakhir menyebutkan bahwa kadar Lp(a) yang tinggi tidak bersifat
aterogenik jika kadar LDL tidak meningkat, sehingga Lp(a) bukan merupakan
penyebab primer anterogenesis.
Uji saring Lp(a) untuk menentukan faktor resiko dianjurkan untuk penderita
dengan riwayat keluarga PJK, MI, stroke atau penderita hiperkolesterolemi
2002 digitized by USU digital library
10
•
•
•
familial dan disfungsi ginjal dengan mikroalbuminemi, dan penderita dengan
obesitas sentral.
LDL yang teroksidasi
Menurut hipotesis respon terhadap cedera LDL yang bersifat aterogenik
adalah LDL yang teroksidasi (ox-LDL). Fungsi utama LDL adalah mengangkut
asam lemak tak jenuh, vitamin yang larut dalam lemak dan kolestrol ke sel
yang membutuhkannya. Selama perjalanannya, LDL mengalami oksidasa
dengan hasil metabolik yang bermacam-macam. Jika LDL adadalam jumlah
yang banyak dalam pembuluh darah, ox-LDL ini akan dijumpai dalam jumlah
banyak pula dalam darah. Ox-LDL berbahaya bagi endotel dan sel otot polos.
Terhadap endotel, ox-LDL merangsang pengeluaran molekul adhesi dan zat
kemoktratan sehingga menyebabkan disfungsi endotel. Ox-LDL sendiri
bersifat kemotaktik terhadap monosit dan dapat menyebabkan pembentukan
M-CSF (macrophage colony stimulating factro). Ox-LDL ditemukan secara
imunohistokimia dalam makrofag yang ada pada lesi aterosklerosis.
Tubuh manusia memiliki mekanisme perlindungan terhadap oksidasi ini
antara lain melalui enzim-enzim SOD (superoksida dismutase) GPx (glutation
peroksidase) selain juga adanya zat-zat antioksidan dari makanan baik
berupa vitamin E, flavonoid (dikandung oleh sayuran, buah-buahan, teh
hijau), α-tokoferol, β-karoten dan lain-lain
Inflamasi dan infeksi
Inflamasi dan infeksi berkaitan dengan aterogenesis, khususnya melalui
aktivasi dan proliferasi makrofag, sel endotel, dan sel otot polos pembuluh
darah. Inflamasi dan infeksi ditandai dengan dikeluarkannya berbagai macam
protein plasma ke dalam darah, antara lain CRP (C-reaactive protein) yang
melipatgandakan sinyal sitokin. Kadar CRP berkolerasi langsung dengan
tingkat keparahan aterosklerosis koroner, serebral, dan arteri prifer. Dari 2
penelitan yang indipenden, disimpulkan bahwa kadar CRP dapat
memprediksikan resiko Infark miokard dan stroke dikemudian hari.
Selain CRP, zat lain yang meningkat pada inflamasi adalah molekul adhesi
seperti slCAM-1, sVCAM-1 dan s-selektum. Zat-zat ini merangsang
penempelan monosit pada dinding endotel, dimana hal ini merupakan tahap
awal dari proses aterogenesis. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa
molekul adhesi ini dapat menajdi faktor resiko yang berdiri sendiri untuk
penyakit kardiovaskuler dan stroke, dan yang secara statistik paling
bermakna menunjukkan hubungan dengan derajat aterosklerosis adalah
kadar sVCAM-1.
Infeksi kronis dari beberapa virus danbakteri diduga berhubungan dengan
proses aterosklerosis. Hal ini ditunjang dengan ditemukannya virus dan
bakteri seperti Cytomegalovirus, Chlamydia pneumoniae, dan helicobacter
pylori pada plak aterosklerosis.
Hiperhomosisteinemi
Merupakan faktor resiko indipenden untuk terjadinta Infark miokard, stroke
dan penyakit vaskuler prifer. Dasar peningkatan resiko aterogenesis pada
hyperhomosteinemia masih belum jelas. Ada beberapa mekanisme yang
diduga berhubungan, yaitu:
1. homosistein mempunyai efek sitotoksik langsung terhadap endotel
karena zat ini dapat mengkatalisir produksi hidrogen peroksida,
2. homosistein meningkatkan oksidasi LDL,
3. homosistein meningkatkan proliperasi sel otot polos dan produksi
kolagen,
4. homosistein meningkatkan resiko trombosis dengan cara menurunkan
aktifitas AT-III , menurunkan kadar faktor V dan VII, inhibisi aktivasi
2002 digitized by USU digital library
11
protein C, penurunan ikatan tPA. Homosistein juga diketahui dapat
menrunkan sintesis NO.
Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1)
Resiko trombosis meningkat jika faktor-faktor koagulasi dan inhibitor
fibrinolisis meningkat. Gangguan fibrinolisis dapat meningkatkan proses aterogenesis
dengan deposisi fibrin dan trombosis pada lesi aterosklerosis.
PAI-1 merupakan salah satu inhibitor fibrinolisis yang penting. Zat ini bekerja
sebagai inhibitor primer terhadap tPA dan aktivator plasminogen type urokinase.
Peningkatan aktivitas PAI-1 merupakan prediktor indipenden untuk terjadinya Infark
miokard ulang dalam waktu 3 tahun kedepan. Banyak penelitian cross sectional
menemukan hubungan antara kadar PAI-1 dengan kadar fibrinogen, dan berkaitan
juga dengan sejumlah variabel sindroma resistensi insulin. Ditemukan juga bahwa
kenaikan kadar PAI-1 ini mempunyai dasar genetis.
III.
ATEROSKLEROSIS PADA PEMBULUH DARAH OTAK
Proses aterosklerosis pada pembuluh darah otak sering kali mengakibatkan
penyumbatan yang berakibat terjadinya stroke Infark. Terdapat dua kemungkinan
mekanisme terjadinya stroke Iskemik. Yang paling sering adalah lepasnya sebagian
dari trombus yang terbentuk di pembuluh darah yang mengalami aterosklerosis.
Tombus ini menyumbat arteri yang terdapat disebelah distal lesi. Penyebab lain yang
mungkin adalah hipoperfusi jaringan disebelah distal pembuluh darah yang terkena
proses aterosklerosis yang dicetuskan oleh hipotensi dan jeleknya sirkulasi kolaterl
ke daerah distal lesi aterosklerosis tersebut. Karena sumbatan yang terjadi biasanya
berhubungan dengan proses trombosis dan embolisme, stroke Infark karena proses
aterosklerosis biasa disebut stroke Infark aterombotik dan embolisme karena
lepasnya bagian plque aterosklerosis dikenal dengan istilah trombo emboli.
Tempat yang paling sering mengalami proses aterosklerosis adalah ostia A.
vertebralis, segmen proksimal dan distal A. basilaris serta pangkal pars syphon dan
supraclinoid A.karotis interna. Plak aterosklerosis yang mengalami ulserasi akan
menyebabkan pembentukan trombosis inta mural sehingga dapat menyebabkan
stenosis. Aliran darah ke otak akan menurun jika stenosis mencapai 80% dari
diameter lumen.
Sebagaimana diketahui plak ateromaktossa merupakan lesi yang menonjol
yang ditutupi oleh fibrous cap. Sering juga dijumpai perdarahan kecil dan /atau
pembentukan trombus dipermukaannya yang meungkin akan makin mempersempit
lumen pembuluh darah yang terkena proses tersebut. Namun aterogenesis tidak
selalu menyebabkan penurunan aliran darh, karena pada kenyataannya sampai
tahap tertentu lumen pembuluh darah berdilatasi pada daerah yang mengalami
obstruksi sebagai mekanisme kompensasi dari pembuluh darah itu sendir terhadap
berkurangnya aliran darah. Fenomena ini disebut premodeling (linat gambar-2)
Penyumbatan pembuluh darah otak menyebabkan berkurangnya aliran darah
ke otak. Jika pengurangan tersebut sampai dibawah ambang batasnya akan
terjadinya satu serial proses iskemik di otak yang dapat berakhir dengan kematian
sel-sel saraf. Bila aliran darah ke otak terputus dalam waktu 6 detik, metabolisme
neuronal terganggu, lebhi dari 30 detik gambaran EEG mendatar, dlam 2 menit
2002 digitized by USU digital library
12
aktivitas jaringan otak berhenti, dalam 5 menit kerusakan jaringan otak dimulai,
dan lebih dari 9 menit manusia akan meninggal.
Sintesa protein terhambat pada nilai ambang ± 0,55 ml/gr/min, disusul
glikolisis anaerob < 0,35 ml/gr/meningitis, rusaknya metabolisme energi ± 0,20
ml/gr/meningitis, disertai kenaikan osmolalitas sel yang menyebabkan masuknya air
dari ekstra ke intra seluler (sehingga terbentuk edema sitotoksik yang kelak diikuti
oleh edema pasogenik) dan gangguan fungsi berupa penekanan aktivitas EEG.
Depolarisasi anoksik dari membran sel < 0,15 ml/gr/mrn. Dengan gangguan fungsi
cetusan potensial yang menghilang. Sedangkan kaskade iskemik yang menyebabkan
terjadinya kerusakan sel nueron tergambar pada bagan beikut:
IV.
PENUTUP
Telah dibicarakan proses aterosklerosis, faktor-faktor
resiko yang
mempercepat perjalanan penyakit aterosklerosis danakibat proses aterogenesis pada
jaringan otak. Pemahaman tentang hal ini penting karena menyangkut pada strategi
penanganan stroke secara rasional.
DAFTAR PUSTAKA
Bierman EL. Atheroma and other forms of atheroclerosis, in Isselbacher KJ.
Harrison’s principle of internal medicene. New York: McGraw Hill, 1994:
1106-116.
Cotran RS. Robbins pathologic basic of disease. 4t ed. Philadelphia: WB Saunders,
1989: 556-69
Heimer L. The Human brain and spinal cord, fynctional neuroanatomy and
dissection guide. New York: Springer, 1995: 465-472
Lindsay KW. Neurology and neurosurgery illustrated. 3rd ed. New York: Churchill,
1997: 241
Purdy RE. Handbook of cardiac drugs. 2nd ed. Boston: Little Brown, 233-234
Ross Russel. Atheroclerosis an inflammatory disease. N.EJM, 1999: 15-125
Schlant RC. Hurst’s the heart, arteries and veins. 8th ed. New York: McGraw Hill,
1994: 31-43, 989-997
Wolf PA. Epidemiology of stroke, in Barnett HM. (ed). Stroke, pathophysiology,
diagnosis and management 2nd (ed). New York: Churchill, 1992: 29-48
2002 digitized by USU digital library
13
Download